TESIS
PEMBERIAN L
–
ARGININ
DAN TESTOSTERON
UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN
NITRIC
OXIDE
PADA TIKUS (
Rattus norvegicus
) WISTAR
JANTAN
ORCHIDECTOMY
IVONNE KURNIAWAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
PEMBERIAN L
–
ARGININ
DAN TESTOSTERON
UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN
NITRIC
OXIDE
PADA TIKUS (
Rattus norvegicus
) WISTAR
JANTAN
ORCHIDECTOMY
IVONNE KURNIAWAN 1490761019
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
PEMBERIAN L
–
ARGININ
DAN TESTOSTERON
UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN
NITRIC
OXIDE
PADA TIKUS (
Rattus norvegicus
) WISTAR
JANTAN
ORCHIDECTOMY
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
IVONNE KURNIAWAN 1490761019
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 31 Mei 2016
Mengetahui Pembimbing I
Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And. FAACS NIP. 194612131971071001
Pembimbing II
Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK NIP. 194606191976021001
Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
DR. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., Sp. GK NIP. 1958052119850310
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Oleh Panitia Penguji
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal : 31 Mei 2016
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No : /UN.14.4/HK/2016
Tanggal : 31 Mei 2016
Panitia Penguji Tesis adalah:
Ketua : Prof. Dr. dr.Wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS
Sekretaris : Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
Anggota :
1.Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And
2. Prof. Dr. dr. A. A. Gede Budhiarta, Sp. PD – KEMD
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : dr. Ivonne Kurniawan
NIM : 1490761019
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Anti Aging Medicine)
Judul : Pemberian L – Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral
Meningkatkan Nitric Oxide Pada Tikus (Rattus Norvegicus)
Wistar Jantan Orchidectomy
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini , maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010
dan Peraturan Perundang – undang yang berlaku.
Denpasar, 31 Mei
2016
Yang membuat
pernyataan,
(dr. Ivonne
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus dan Bunda
Maria atas segala berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian untuk penyusunan tesis yang berjudul Pemberian L – Arginin dan
Testosteron Undekanoat Oral Meningkatkan Nitric Oxide Pada Tikus (Rattus
Norvegicus) Wistar Jantan Orchidectomy.
Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang telah
dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister pada program Magister
Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan
Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai
Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A
sebagai Asdir I dan Prof. Dr. Ir. Ketut Budi Susrusa, MS sebagai Asdir II yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila,
Sp.And, FAAC sebagai pembimbing I dan Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
sebagai pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu
selama penulis mengikuti pendidikan serta bimbingan, saran dan motivasi yang
Ucapan terima kasih secara tulus juga penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And, sebagai dosen dan penguji
tesis, dengan sabar memberikan dorongan, semangat dan masukan kepada penulis
selama penyusunan tesis ini.
2. Prof. Dr. dr. A. A. Gede Budhiarta, Sp. PD – KEMD, sebagai dosen dan
penguji tesis yang membimbing dan memberi masukan yang kritis serta
pengajaran yang sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyusunan
tesis ini.
3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK, sebagai Ketua Program
Studi dan penguji tesis yang membimbing dan memberi saran ilmiah serta koreksi
kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
4. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M. Phil sebagai Kepala UPT
Laboratorium Analitik Universitas Udayana, yang telah membantu penulis untuk
analisis laboratorium selama penelitian.
5. Ferbian, S.KH yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian di
Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana serta
memberikan bantuan terutama dalam statistik yang sangat berguna bagi penulis
dalam menyusun tesis ini.
6. Seluruh dosen program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu
Universitas Udayana yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu
kepada penulis selama mengikuti pendidikan.
7. Seluruh staff program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu
Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana
Universitas Udayana untuk bantuan yang diberikan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan dan menyelesaikan tesis.
8. Teman – teman angkatan IX program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program
Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program
Pascasarjana Universitas Udayana atas doa, semangat, dukungan dan
persahabatan yang diberikan kepada penulis baik selama pendidikan maupun
dalam penyusunan tesis.
9. Keluarga tercinta, orang tua (Henry Kurniawan dan Steffi Kurniawan), adik (dr.
Anthony Kurniawan, MPH), calon suami (Herry Santosa, BSc) atas doa, cinta,
dukungan, dan perhatian yang luar biasa selama penulis menjalani pendidikan dan
menyelesaikan tesis.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk masyarakat pada
umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Anti Aging
Medicine pada khususnya. Dan semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat
dan rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan
penyelesaian tesis ini. Damai dan kasih Tuhan beserta kita semua.
Denpasar, Mei 2016
ABSTRAK
PEMBERIAN L – ARGININDAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus
norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY
Dalam proses penuaan terjadi penurunan level hormon, salah satunya yaitu hormon testosteron yang berperan penting dalam fungsi reproduksi dan seksual. Hormon testosteron dapat bekerja pada organ sasaran melalui Androgen Receptor (AR) dan efektor intrasel. AR merupakan salah satu protein yang berikatan dengan DNA dengan mengatur transkripsi gen. Testosteron yang berikatan dengan AR mempengaruhi fungsi endotel melalui neuron Non Adrenergic Non Cholinergic yang melepaskan NO, kemudian meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate yang menyebabkan relaksasi otot polos arteri kavernosa serta meningkatkan aliran darah penis. Pada pembuluh darah, dalam keadaan normal NO dihasilkan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). L – Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh NOS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian L – Arginin dan testosteron undekanoat oral terhadap peningkatan kadar NO pada tikus wistar jantan orchidectomy.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan completely randomized post test only control group design yang menggunakan 28 ekor tikus wistar jantan berumur 5 – 6 bulan yang di orchidectomy, selama 14 hari, terbagi menjadi 4 kelompok masing – masing berjumlah 7 ekor, kelompok kontrol (P0) diberikan plasebo, kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan L – Arginin, kelompok perlakuan 2 (P2) diberikan testosteron undekanoat oral selama dan kelompok perlakuan 3 (P3) diberikan L – Arginin dan testosteron undekanoat oral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar NO kelompok P0 adalah 417,29±63,823 μM, kelompok P1 adalah 684,71±79,747μM, kelompok P2 adalah 754,54±64,296μM dan kelompok P3 adalah 1156,95±167,904μM. Analisis kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa 4 kelompok setelah diberikan perlakuan selama 14 hari memiliki rerata kadar NO yang signifikan (p<0,01). Uji lanjutan untuk mengetahui perbedaan individual antar kelompok dengan menggunakan Least Significance Difference test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0 dengan P1, P2 dan P3 (p<0,01), tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P1 dengan P2 (p>0,05) dan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0, P1 dan P2 dengan P3 (p<0,01).
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok yang diberikan gabungan L – Arginin dan testoteron undekanoat oral memiliki peningkatan kadar NO yang signifikan dibandingkan kelompok yang diberikan L – Arginin saja dan kelompok yang diberikan testoteron undekanoat oral saja (p<0,05).
ABSTRACT
ORAL ADMINISTRATION OF L – ARGININEAND TESTOSTERONE UNDECANOATE INCREASED NITRIC OXIDE LEVEL IN ORCHIDECTOMY MALE WISTAR RATS (Rattus norvegicus)
Aging process decreased hormone levels such as a decreased of testosterone levels that is important in reproductive and sexual function. Testosterone worked on the target organs were the existence and proper functioning of the Androgen Receptor (AR) and intrasel effectors. AR is one of the proteins that will bind to DNA which regulated the transcription of gens work. Testosterone that bind with AR affected endothelial function through neuron Non Adrenergic Non Cholinergic which released NO then increased the levels of cyclic Guanosine Mono Phosphate that caused smooth muscle relaxation of the arterial cavernous penile blood flow. On blood vessels, under normal circumstances NO was produced by Nitric Oxide Synthase (NOS). While L – Arginine is the precursor for the synthesis of Nitric Oxide that is made by Nitric Oxide Synthase. The purpose of this research was to determine L – Arginine and testosterone undecanoate increased Nitric Oxide level in orchidectomy male wistar rats.
The study was an experimental study using completely randomized post test only control group design that used 28 male wistar rats (post orchidectomy for 5 – 6 months) for 14 days which were divided into 4 groups, each with 7 rats, first group as the control group (P0) was given placebo, second group as first treatment group (P1) was given L – Arginine, third group as second treatment group (P2) was given testosterone undecanoate and fourth group as third treatment group (P3) was given L – Arginine and testosterone undecanoate.
The results showed that the mean Nitric Oxide level of P0 group was 417,29±63,823 μM, P1 group was 684,71±79,747μM, P2 group was 754,54±64,296μM and P3 group was 1156,95±167,904μM. Comparability test with One Way Anova showed that the value of p = 0.000. It showed that 4 groups after L – Arginine and testosterone undecanoate administration for 14 days have the mean of Nitric Oxide level was significantly different (p<0,01). The advanced test to find out individual differences between groups using Least Significance Difference test shows that there are significant differences between P0 group and P1, P2, P3 groups (p<0,01), no significant differences between P1 group and P2 group (p>0,05), and significant differences between P0, P1, P2 groups and P3 group (p<0,01).
Based on the above research result, it can be concluded that oral combined administration of L – Arginine and testosteron undecanoate have a significant differences of Nitric Oxide level, compared to single administration of L – Arginine and testosteron undecanoate (p<0,05).
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6
2.1 Penuaan (Aging) ... 6
2.1.1 Definisi Penuaan ... 6
2.1.2 Tanda – tanda Penuaan ... 8
2.1.3 Mekanisme Pada Penuaan ... 10
2.2 Nitric Oxide (NO) ... 13
2.2.1 Definisi NO ... 13
2.2.2 Sintesis NO ... 13
2.2.3 Pengukuran NO ... 14
2.2.4 Pengaruh NO Pada Korpus Kavernosum ... 18
2.3 Hormon Testosteron ... 21
2.3.1 Deskripsi Testosteron ... 21
2.3.2 Testosteron Pada Sirkulasi ... 22
2.3.3 Sekresi Testosteron ... 24
2.3.5 Kontrol Fungsi Testosteron ... 26
2.3.6 Pengukuran Hormon Steroid pada Laki – laki ... 27
2.3.7 Efek dan Fungsi Testosteron ... 28
2.3.8 Hubungan Testosteron dan NO Pada Disfungsi Ereksi ... 32
2.4 Terapi Sulih Testosteron (Testosterone Replacement Therapy) ... 33
2.4.1 Definisi Terapi Sulih Testosteron ... 33
2.4.2 Testosteron Undekanoat ... 35
2.5 L – Arginin ... 38
2.5.1 Deskripsi L – Arginin... 38
2.5.2 Metabolisme L – Arginin ... 39
2.6 Hubungan Testosteron dan L – Arginin dengan NO ... 41
2.7 Orchidectomy ... 45
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 47
3.1 Kerangka Berpikir ... 47
3.2 Konsep Penelitian ... 48
3.3 Hipotesis Penelitian ... 49
BAB IV METODE PENELITIAN ... 50
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 51
4.2.1. Tempat penelitian ... 51
4.2.2. Waktu penelitian ... 52
4.3 Penentuan Sumber Data ... 52
4.3.1 Populasi Penelitian ... 52
4.3.2 Kriteria Subjek ... 52
4.3.3 Penentuan Jumlah Sampel ... 53
4.3.4 Teknik Penentuan Sampel ... 54
4.4. Variabel Penelitian ... 55 4.4.1 4.4.2 Klasifikasi Variabel ... 55
4.4.3 Definisi Operasional Variabel ... 55
4.4.4 Hubungan Antar Variabel ... 57
4.5 Bahan dan Alat Penelitian ... 57
4.6 Prosedur Penelitian ... 59
4.6.1 Sebelum perlakuan ... 59 4.6.2 4.6.3 Prosedur Pengambilan Darah Tikus ... 61
4.6.4 Cara Pelaksanaan Orchidectomy ... 62
4.8 Analisis Data ... 64
BAB V HASIL PENELITIAN ... 65
5.1 Analisis Deskriptif ... 65
5.2 Uji Normalitas ... 66
5.3 Uji Homogenitas ... 67
5.4 Analisis Komparabilitas ... 68
BAB VI PEMBAHASAN ... 73
6.1 Subjek Penelitian ... 73
6.2 Pengaruh Pemberian L – Arginin ... 73
6.3 Pengaruh Pemberian Testosteron Undekanoat Oral ... 74
6.4 Pengaruh Pemberian L – Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral ... 75
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 77
7.1 Simpulan ... 77
7.2 Saran ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Waktu Paruh NO dan Produknya ... 15
Tabel 2.2 Kadar Hormon Normal pada Laki – laki Dewasa ... 28
Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar NO ... 66
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Kadar NO Antar Kelompok ... 67
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Kadar NO Antar Kelompok ... 67
Tabel 5.4 Perbandingan Rerata Kadar NO Antar Kelompok Setelah Perlakuan ... 68
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Molekul NO ... 13
Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis NO ... 14
Gambar 2.3 Pembentukan NO Dalam Darah dan Jaringan ... 16
Gambar 2.4 Mekanisme Ereksi ... 20
Gambar 2.5 Struktur Testosteron ... 22
Gambar 2.6 Skematik Testosteron Total ... 23
Gambar 2.7 Jalur Biosintesis Testosteron ... 26
Gambar 2.8 Mekanisme Testosteron pada Ereksi Penis ... 33
Gambar 2.9 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat ... 35
Gambar 2.10 Struktur Kimia L – Arginin ... 39
Gambar 2.11 Metabolisme L – Arginin ... 39
Gambar 2.12 Hubungan Testosteron dan L – Arginin dengan NO ... 44
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 48
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian ... 50
Gambar 4.2 Hubungan Antara Variabel Bebas, Tergantung dan Kendali... 57
Gambar 5.1 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P0
dengan P1, P2 dan P3 ... 70
Gambar 5.2 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P1
dengan P2 ... 71
Gambar 5.3 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P3
dengan P0, P1 dan P2 ... 72
AAM : Anti Aging Medicine
AAAM : American Academy of Anti Aging Medicine
ADMA : Asymmetric Di Methyl Arginine
ANH : Atrial Natriuretic Hormone
AR : Androgen Receptor
BH4 : Tetrahydrobiopterin
cAMP : cyclic Adenosin Mono Phosphate
cGMP : cyclic Guanosine Mono Phosphate
DBD : DNA Binding Domain
DHEA : Dehydroepiandrosterone
DHEAS : Dehydroepiandrosteronesulphate
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
EDRF : Endothelium Derived Relaxing Factor
eNOS : endothelial Nitric Oxide Synthase
ER : Estrogen Receptor
H
iNOS : inducible Nitric Oxide Synthase
LBD : Ligand Binding Domain
LNMA : L – Mono Methyl Arginine
LSD : Least Significance Difference
NADPH : Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphat Hydrogen
NANC : Non Adrenergic Non Cholinergic
NO : Nitric Oxide
NOS : Nitric Oxide Synthase
nNOS : neuronalNitric Oxide Synthase
NR : NuclearReceptor
NTD : N-Terminal Domain
OH : Ovario Hysterectomy
ONOO- : Peroxynitrite
O
2 : Superoxide
PDE5 : Phospho Di Esterase – 5
PKG1 : Protein Kinase G – 1
SHBG : Sex Hormon Binding Globulin
SR : Steroid Receptor
StAR : Steroidogenesis Acute Regulatory
T3 : Triiodothyronine
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ethical Clearance ... 83
Lampiran 2 Surat Keterangan Fakultas Kedokteran Hewan Udayana ... 84
Lampiran 3 Tabel Nilai Konversi Usia Tikus Terhadap Manusia ... 85
Lampiran 4 Tabel Nilai Konversi Dosis Hewan dan Manusia ... 85
Lampiran 5 Hasil Laboratorium Analisis L – Arginin ... 86
Lampiran 6 Sediaan L – Arginin ... 87
Lampiran 7 Sediaan Testosteron Undekanoat Oral ... 87
Lampiran 8 Hasil Laboratorium Kadar Nitric Oxide ... 88
Lampiran 9 Analisis Deskriptif ... 90
Lampiran 10 Uji Normalitas ... 90
Lampiran 11 Uji Homogenitas ... 90
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Depresi merupakan gangguan emosional dan jiwa yang terjadi akibat adanya
gangguan keseimbangan neurotransmiter di otak, serta dapat disebabkan oleh
faktor keturunan. Dampak yang ditimbulkan akibat depresi cukup besar, mulai
dari menurunnya produktivitas kerja, ketergantungan narkotika dan psikotropika,
gangguan dalam hubungan interpersonal seseorang, berbagai penyakit, serta yang
paling berbahaya yaitu kasus bunuh diri yang terus bertambah dari tahun ke tahun.
Hal ini tentunya akan dapat dihindari jika penderita depresi memperoleh terapi
yang tepat.
Terapi bagi penderita depresi adalah obat yang dapat meningkatkan mood
atau yang dikenal sebagai obat antidepresan. Dalam terapi depresi, penggunaan
antidepresan biasanya dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama terutama
sebagai terapi pemeliharaan jangka panjang. Terlebih lagi hanya sebagian obat
antidepresan yang bekerja selektif, sehingga tidak jarang pada penggunaannya
menimbulkan berbagai efek samping seperti efek pada jantung, penglihatan kabur,
obstipasi, mulut kering, retensi urin, sedasi, peningkatan nafsu makan, hipotensi
ortostatis, serta kelainan darah (Gunawan, 2009; Syarif et al., 2011). Berdasarkan
hal tersebut, sangat penting untuk menemukan obat alternatif yang tidak hanya
efektif menurunkan prevalensi, morbiditas, mortalitas dari gangguan depresi
2
samping yang lebih kecil dari obat-obat antidepresan yang selama ini telah banyak
digunakan.
Salah satu tanaman potensial yang memiliki beberapa aktivitas sebagai
antidepresan yaitu tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R). Secara
empiris tanaman pandan wangi digunakan sebagai tonikum, penambah nafsu
makan, pewangi dan penenang (Dalimartha, 2009). Di daerah Bali, pandan wangi
merupakan salah satu tanaman yang mudah ditemui di pekarangan rumah, karena
biasa digunakan sebagai salah satu sarana upakara. Tanaman ini juga belum
banyak diketahui mengandung berbagai metabolit seperti alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, polifenol, terpenoid, steroid, essensial oil, karotenoid, tokoferol,
dan kuersetin (Lopez dan Nonato 2005; Prameswari dan Widjanarko, 2014).
Pada penelitian terhadap beberapa tanaman lain diketahui bahwa metabolit
tanaman yang terkandung pada pandan wangi tersebut memiliki aktivitas sebagai
antidepresan (Bahramsoltani et al., 2015). Alkaloid dari tanaman Piper longum
memperlihatkan efek antidepresan dengan menurunkan hormon
adrenokortikotropik, menghambat enzim monoamine oksidase (MAO),
meningkatkan serotonin (5-HT) otak, dan kadar Brain-Derived Neurotrophic Factor
(BDNF) (Bahramsoltani et al., 2015).
Flavonoid narigenin dari tanaman anggur bekerja melalui peningkatan
serotonin (5-HT), norepinefrin (NE), dan kadar BDNF serta menurunkan aktivitas
MAO. Tanin dari tanaman Terminalia chebula memberikan efek neuroprotektif
serta meningkatkan ketersediaan monoamine di otak. Saponin dari tanaman
3
BDNF, HPA axis, dan neurogenesis hipokampus, serta meningkatkan kadar
monoamin. Terpenoid dari tanaman Origanum majorana memberikan efek
antidepresan dengan melibatkan reseptor dopamine serta dengan meningkatkan
kadar NE dan 5-HT di otak (Shekar et al. 2012; Bahramsoltani et al., 2015).
Kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid yang terdapat
dalam daun pandan wangi membuat ekstrak dari tanaman ini memiliki mekanisme
kerja yang hampir sama dengan salah satu obat antidepresan golongan trisiklik
yaitu amitriptilin. Saat ini amitriptilin menjadi salah satu pilihan terapi yang
banyak digunakan dalam pengobatan depresi. Ekstrak etanol daun pandan wangi
dalam penelitian ini diharapkan mampu membuktikan kebenaran khasiat yang
dimiliki sebagai antidepresan. Berdasarkan uraian tersebut, maka akan dilakukan
penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi pada
hewan uji sebagai antidepresan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
R.) 10% dapat menurunkan immobility time tikus jantan galur wistar yang
depresi?
2. Apakah pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
R.) 10% dapat menurunkan kadar kortisol tikus jantan galur wistar yang
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan aktivitas ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.) sebagai antidepresan melalui penurunan immobility time dan
penurunan kadar kortisol.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.) 10% dapat menurunkan immobility time tikus jantan galur
wistar depresi.
2. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.) 10% dapat menurunkan kadar kortisol tikus jantan galur
wistar depresi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan terutama mengenai tanaman herbal yang dapat memberikan efek
sama atau hampir sama sebagai antidepresan, serta memiliki efek samping yang
lebih rendah dibandingkan obat antidepresan yang telah ada.
1.4.2 Manfaat praktis
Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh dari pemberian
ekstrak etanol daun pandan wangi sebagai antidepresan. Serta diharapkan juga
5
antidepresan melalui pengaruhnya terhadap kadar kortisol tikus jantan galur
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
Depresi merupakan gangguan yang heterogen akibat terganggunya satu masa
fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala
penyertanya, termasuk gangguan tidur dan nafsu makan, defisit dalam kognisi dan
energi, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, timbul rasa putus asa, rasa bersalah
dan tidak berdaya, tidak berharga, serta bunuh diri (Katzung et al., 2014). Depresi
diakibatkan karena terjadinya gangguan keseimbangan antara neurotransmiter di
otak, karena berkurangnya serotonin (5-HT) atau adrenalin di saraf-saraf otak
(Tjad dan Rahardja, 2010).
2.1.1 Patofisiologi depresi
Hingga saat ini, depresi masih dikaitkan dengan defisit dari fungsi atau
jumlah monoamin (hipotesis monoamin). Faktor neurotropik (hipotesis
neurotropik) dan endokrin (hipotesis endokrin) juga diketahui memiliki peranan
penting dalam mencetuskan terjadinya depresi (Katzung et al., 2014).
A. Hipotesis neurotrofik
Faktor pertumbuhan saraf, Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF)
memiliki peran penting dalam regulasi plastisitas, ketahanan, dan pembentukan
saraf (neurogenesis). Brain-derived neurotrophic factor (BDNF) diperkirakan
memberi pengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan neuron melalui
7
Stres memiliki kaitan dengan penurunan kadar BDNF dan berkurangnya
dukungan neurotrofik. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan struktural
atrofik di hipokampus dan bagian lain seperti korteks frontalis medialis dan
singulatus anterior. Hipokampus berperan penting dalam ingatan kontekstual dan
regulasi sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (PHA), sedangkan singulatus
anterior berperan dalam integrasi rangsang emosi, sementara korteks frontalis
orbital medialis juga diduga berperan dalam ingatan, belajar dan emosi.
Terjadinya depresi berkaitan dengan hilangnya aktivitas neurotrofik, dimana pada
depresi mayor terjadi pengurangan 5-10% volume hipokampus dan pengurangan
substansial volume di singulus anterior dan korteks frontalis orbital medialis.
Berkurangnya volume pada struktur hipokampus akan bertambah sesuai lama
sakit dan jumlah waktu ketika depresi yang terjadi tidak diobati (Katzung et al.,
2014).
B. Hipotesis monoamin dan neurotransmiter lain.
Pada hipotesis monoamin, dijelaskan bahwa depresi yang terjadi dikaitkan
dengan dengan terjadinya defisiensi pada jumlah atau fungsi serotonin (5-HT),
norepinefrin (NE), dan dopamin (DA) dalam korteks dan limbus (Katzung et al.,
2014).
C. Hipotesis neuroendokrin
Hipotesis neuroendokrin menjelaskan keterkaitan kelainan hormon dengan
terjadinya depresi. Terjadinya depresi dilaporkan berhubungan dengan
peningkatan kadar kortisol. Pada hipotesis ini disebutkan bahwa glukokortikoid
gejala-8
gejala mood dan defisit kognitif serupa dengan peningkatan yang terjadi pada
depresi (Katzung et al., 2014).
Peningkatan Kortisol Pada Depresi
Seluruh respon umum dari proses adaptasi tubuh seperti menerima stresor
fisik dan psikologis dikendalikan oleh hipotalamus. Setelah menerima stresor,
hipotalamus akan segera mengaktifkan saraf simpatis, dan mengeluarkan
Cortikotropin Releasing Hormon (CRH). Cortikotropin Releasing Hormon (CRH)
ini kemudian akan merangsang sekresi dari (Adrenocorticotropic Hormone)
ACTH, dimana ACTH kemudian akan menimbulkan rangsangan terhadap sekresi
kortisol serta merangsang pengeluaran vasopresin (Sherwood, 2001). Stresor yang
bersifat konstan akan mengakibatkan kenaikan kadar kortisol dan berpengaruh
secara signifikan pada sistem homeostasis tubuh. Tingginya kadar kortisol ini
dapat digunakan sebagai salah satu indikator gangguan psikologis (Silverthorne,
2001).
2.1.2 Terapi depresi
Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan depresi dikenal sebagai obat
antidepresan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antidepresan dapat
dibedakan menjadi beberapa golongan besar seperti Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRI), Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI),
Inhibitor Monoamin Oksidase, Antagonis 5-HT2, Antidepresan Tetrasiklik dan
9
A.Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Golongan obat SSRI bekerja secara spesifik menghambat ambilan serotonin
oleh pengangkut serotonin. Pengangkut serotonin merupakan suatu glikoprotein
transmembran yang terbenam di membran ujung akson dan badan sel neuron yang
melakukan pelepasan serotonin di dalam sel (Syarif et al., 2011). Selektive
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) secara alosteris menghambat pengangkutan
dengan mengikat reseptor di luar tempat pengikatan aktif untuk serotonin.
Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) memiliki efek paling ringan pada
neurotransmiter lain (Syarif et al., 2011). Obat ini memiliki afinitas tinggi
terhadap reseptor monoamin tetapi tidak memiliki afinitas terhadap
adrenoreseptor α, histamin, muskarinik atau asetilkolin yang dijumpai pada
antidepresan trisiklik (TCA) (Tjad dan Rahadja, 2010; Syarif et al., 2011;
Katzung et al., 2014).
Beberapa obat yang termasuk kedalam golongan SSRI adalah fluoksetin,
paroksetin, sertralin, fluvoksamin, sitalopram dan esitalopram. SSRI memiliki
masa kerja yang panjang antara 15-24 jam, karena memiliki waktu paruh
eliminasi yang lebih panjang (Syarif et al., 2011). Efek samping yang sering
ditimbulkan akibat penggunaan golongan obat ini yaitu mual, penurunan libido
dan gangguan fungsi seksual lainnya (Syarif et al., 2011).
B.Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) bekerja dengan
melakukan pengikatan pada pengangkut serotonin dan pengangkut norepinefrin
10
dengan pengangkut serotonin. Pengangkut norepinefrine adalah suatu kompleks
transmembran yang secara alosteris mengikat norepinefrin. Pengangkut
norepinefrin juga memiliki afinitas ringan terhadap dopamin. Afinitas sebagian
besar SNRI cenderung lebih besar untuk pengangkut serotonine daripada untuk
pengangkut norepinefrine. Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
tidak memiliki efek antihistamin, menghambat adrenergik-α, dan antikolinergik
poten seperti yang dimiliki oleh obat antidepresan trisiklik (Tjad dan Rahadja,
2010).
C.Inhibitor monoamin oksidase.
Golongan obat inhibitor monoamin-oksidase (MAOI) telah digunakan
sebagai antidepresan sejak 15 tahun lalu, akan tetapi kini jarang digunakan karena
toksisitas dan besarnya kemungkinan interaksi obat dan makanan yang fatal.
Pemakaian utamanya saat ini adalah untuk mengobati depresi yang tidak responsif
terhadap antidepresan lain (Katzung et al., 2014).
Obat golongan MAOI bekerja dengan mengurangi kerja monoamin oksidase
di neuron dan meningkatkan kandungan monoamin. (Katzung et al., 2014).
Monoamin oksidase dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif
katekolamin di mitokondria. Proses ini dihambat oleh MAOI karena terbentuk
suatu kompleks antara MAOI dan MAO yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin (Syarif et al., 2011).
Inhibitor monoamine oksidase (MAOI) tidak hanya menghambat MAO, tetapi
juga menghambat enzim-enzim lain yang mengakibatkan terganggunya
11
ireversibel. Penghambatan akan mencapai puncaknya dalam beberapa hari, tetapi
efek antidepresinya baru terlihat setelah 2-3 minggu, sedangkan pemulihan
metabolisme katekolamin baru terjadi setelah obat dihentikan 1-2 minggu (Syarif
et al., 2011).
Penggunaan obat golongan MAOI sebagai antidrepresan kini sudah sangat
terbatas karena diketahui memiliki efek toksik, dan banyak keadaan depresi yang
tidak dapat diubah sama sekali. Efek samping yang sering terjadi pada
penggunaan obat ini yaitu terjadinya hipotensi dan hipertensi. Hipertensi dapat
disebabkan oleh tertimbunnya katekolamin di dekat reseptor. Hipotensi mungkin
terjadi karena menghambat MAO mencegah pelepasan norepinefrin dari ujung
saraf. Efek samping MAOI yang lain yaitu berupa gejala tremor, insomnia, dan
konvulsi. Adapun beberapa contoh obat golongan ini yaitu moclobemida dan
nialamid (Tjad dan Rahadja, 2010; Syarif et al., 2011).
D.Antagonis 5-HT2
Dua antidepresan yang diduga bekerja sebagai antagonis di reseptor 5-HT2
yaitu trazodon dan nefazodon. Struktur trazodon mencakup sebuah gugus
triazolon yang diduga berperan menghasilkan efek antidepresan. Trazodon
menimbulkan kantuk berat serta tidak menyebabkan toleransi atau
ketergantungan. Nefazodon sendiri sudah jarang digunakan karena diketahui
bersifat hepatotoksik. Trazodon dan nefazodon cepat diserap dan mengalami
metabolisme ekstensif di hati. Kedua obat ini banyak terikat ke protein dan
memiliki ketersediaan hayati terbatas karena metabolismenya yang ekstensif, serta
12
E.Antidepresan tetrasiklik dan unisiklik
Beberapa antridepresan tidak benar-benar pas untuk dimasukkan ke dalam
penggolongan obat-obat antidepresan lain, seperti bupropion, mirtazapin,
amoksapin, dan maprotilin. Bupoprion memiliki sebuah struktur aminoketon
unisiklik yang menyebabkan profil efek sampingnya berbeda dibandingkan
kebanyakan obat antidepresan. Bupropion memiliki struktur kimiawi yang agak
mirip dengan amfetamin dan bekerja sebagai stimulan karena berefek pada
pengaktifkan susunan saraf pusat (SSP). Mirtazapin, amoksapin, dan maprotilin
memiliki struktur tetrasiklik. Amoksapin dan maprotilin memiliki kemiripan
struktur dan efek samping yang setara dengan antidepresan trisiklik (Katzung et
al., 2014).
2.1.3 Amitriptilin
Amitriptilin derivat dibenzosikloheptadin merupakan antidepresan klasik
yang karena struktur kimianya disebut sebagai antidepresan trisiklik. Obat ini
termasuk salah satu obat yang paling banyak digunakan sebagai terapi depresi dan
digunakan sebagai pengganti MAO-Inhibitor yang tidak banyak digunakan lagi
(Syarif et al., 2011).
Obat ini berkerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter di
otak, dimana terjadi hambatan re-uptake dari noradrenalin dan serotonin diotak..
Perbaikan berwujud sebagai perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya
aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang
lebih baik (Syarif et al., 2011). Amitriptilin memiliki efek antihistamin dan
13
manusia normal amitriptilin menimbulkan rasa lelah, obat tidak meningkatkan
alam perasaan (elevation of mood), dan meningkatnya rasa cemas disertai gejala
yang menyerupai efek atropin. Pemberian berulang selama beberapa hari akan
memperberat gejala ini dan menimbulkan kesukaran konsentrasi dan berpikir.
Sebaliknya bila obat diberikan untuk jangka lama pada pasien depresi, terjadi
peningkatan alam perasaan. Amitriptilin mempengaruhi saraf otonom dimana
memperlihatkan efek antimuskarinik, sehingga dapat mengakibatkan penglihatan
kabur, mulut kering, obstipasi, dan retensi urin. Selain itu amitriptilin juga sering
menimbulkan hipotensi ortostatik (Syarif et al., 2011).
Resorpsi amtriptilin dari usus cepat dengan bioavailabilitas 40% dan
persentase pengikatan protein diatas 90%, plasma t1/2nya rata-rata 15 jam. Dalam
hati sebagian besar zat didemetilasi menjadi metabolit aktif nortriptilin dengan
daya sedatif lebih ringan, yang memiliki waktu paruh (t1/2) rata-rata 36 jam.
Ekskresinya berlangsung terutama lewat saluran kemih. Dosis yang biasa
diberikan pada depresi yaitu 3 kali sehari 25 mg, bila perlu dinaikkan
berangsur-angsur sampai 150-300 mg. Intramuscular/intravena 4 kali sehari 20-30 mg
14
2.2 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius R.)
[image:37.595.208.417.161.380.2]2.2.1 Taksonomi tanaman
Gambar 2.1
Foto Tanaman Pandan wangi (Dalimartha, 2009)
Taksonomi tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) adalah sebagai
berikut :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Pandanales
Familia : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius
(Rohmawati, 1995)
2.2.2 Morfologi tanaman
Pandan wangi merupakan tumbuhan berupa semak atau pohon yang tegak
15
memiliki akar tunjang disekitar pangkal batang. Daun pandan wangi dewasa
umumnya memiliki panjang 2-3 meter, lebar 8-12 cm; daun tunggal, duduk,
dengan pangkal memeluk batang; helai daun berbentuk pita, bertulang sejajar,
memiliki ujung daun berbentuk segitiga lancip, tepi daun dan ibu tulang daun
bagian bawah berduri, berwarna hijau muda-hijau tua dengan tekstur daun
berlilin. Bunga pandan wangi jantan dan betina terdapat pada tumbuhan yang
berbeda, memiliki buah yang letaknya terminal atau lateral, soliter atau berbentuk
bulir atau malai yang besar (Rahayu dan Handayani,2008).
2.2.3 Kandungan kimia dan aktivitas farmakologi
Daun pandan wangi memiliki berbagai kandungan kimia dengan aktivitas
farmakologi yang beragam. Bagian daun dari tanaman pandan wangi memiliki
aroma khas, yang diketahui berasal dari kandungan senyawa 2-acetyl-1-pyrroline
(ACPY). Senyawa ini juga terdapat pada tanaman melati, hanya saja memiliki
konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan pada tanaman pandan wangi
(Cheetangdee dan Sinee, 2006).
Daun pandan wangi mengandung senyawa kimia seperti alkaloid saponin,
polifenol, flavonoid, kumarin, terpen dan terpenoid, essential oils, karotenoids,
kuercetin (Lee et al., 2004; Lopez dan Nonato, 2005). Beberapa golongan alkaloid
yang ditemukan pada ekstrak daun pandan wangi yaitu
norpandamarilactonine-A,-B, pandamarilactam, pandamarilacton-1, pandamarine, pandanamine,
pandamarilactonine, serta piperidin. Berdasarkan penelitian Agustiningsih et al.,
(2010) disebutkan bahwa daun pandan wangi memiliki kandungan flavonoid yang
16
mengandung kadar fenolik total sebesar 478,762 mg/g dan kadar flavonoid total
99,408 mg/g.
Daun pandan wangi sebelumnya telah banyak digunakan dalam pengobatan
tradisional antara lain untuk menyegarkan tubuh, menurunkan demam, mengatasi
kerontokan, dan sebagai penenang. Kandungan minyak atsiri dari daun pandan
wangi diketahui memiliki aktivitas sebagai stimulan, serta efektif untuk
mengurangi sakit kepala, dan epilepsi (Cheeptham dan Towers, 2002).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui juga bahwa daun
pandan wangi memiliki efek sedatif hipnotik. Efek sedatif hipnotik ditunjukkan
pada pemberian ekstrak daun pandan wangi 6 mg/g BB yang terbukti
memperpanjang lama waktu tidur mencit Balb/c. Efek ini diduga karena
kandungan senyawa alkaloid pada ekstrak pandan wangi yang berpengaruh pada
reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA), dimana reseptor GABA merupakan
target penting untuk komponen sedatif-hipnotik (Dewi, 2009).
2.2.4 Mekanisme zat aktif daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius L.)
sebagai antidepresan.
Daun pandan wangi memiliki beberapa komponen zat aktif yang pada
tanaman lain memiliki mekanisme tersendiri sebagai antidepresan. Beberapa
komponen zat aktif tersebut antara lain yaitu alkaloid, flavonoid, glikosida,
saponin, dan terpenoid (Lopez dan Nonato, 2005).
Senyawa aktif golongan alkaloid telah lama diketahui memiliki salah satu
khasiat sebagai stimulansia, dapat meningkatkan kesadaran dengan menstimulasi
17
Alkaloid memperlihatkan efek antidepresan sebagai invers agonis dari reseptor
benzodiazepine, menurunkan kadar hormon adrenokortikotropic, menghambat
enzim MAO, berperan dalam peningkatan dari kadar serotonin dan BDNF level
diotak (Lee et al., 2005; Fortunato et al., 2010; Mao et al., 2011).
Beberapa derivat flavon pada daun pandan wangi dapat bertindak sebagai
ligan pada reseptor GABA dalam susunan saraf pusat dan berikatan dengan
benzodiazepin binding site sehingga menghasilkan efek antidepresan pada hewan
uji (Marder dan Paladini, 2002). Flavonoid sendiri telah diteliti secara luas
memiliki efek antidepresan. Flavonoid berperan dalam peningkatan kadar
serotonin, norepinefrin dengan menurunkan aktivitas monoamine oksidase dan
meningkatkan kadar BDNF seperti reseptor glukokortikoid serta dapat
meningkatkan diferensiasi neuronal dan plasticity.
Tanin memberikan aktivitas antidepresan dengan meningkatkan kadar
monoamine diotak serta memberikan efek neuroprotektif. Saponin menunjukkan
efek antidepresan dengan meningkatkan kadar monoamine dan mempengaruhi
mekanisme melalui jalur signaling BDNF, HPA axis, dan neurogenesis
hipokampus (Shekar et al. 2012; Bahramsoltani et al., 2015).
Terpenoid memberikan efek antidepresan dengan melibatkan reseptor DA,
D1 dan D2, tetapi tidak memiliki interaksi dengan reseptor noradrenergik atau
jalur sintesis 5-HT. Terpenoid juga bekerja dengan meningkatkan kadar NE dan