LAPORAN
PROFIL LAYANAN PENDIDIKAN MENYELURUH
KABUPATEN PASURUAN
BAPPEDA PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN KAB. PASURUAN DECENTRALIZED
PROFIL LAYANAN PENDIDIKAN MENYELURUH
KABUPATEN PASURUAN
KERJASAMA:
BAPPEDA PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN KAB. PASURUAN DECENTRALIZED BASIC EDUCATION 1
TAHUN 2010
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...i
DAFTAR GAMBAR ... ii DAFTAR GRAFIK ... ii DAFTAR TABEL ... ii BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 3
1.3. Hasil Yang Diharapkan ... 3
1.4. Sistematika Laporan ... 3
BAB II. METODOLOGI ... 5
2.1. Kerangka Konseptual ... 5
2.2. Metode Kajian ... 10
BAB III. PROFIL LAYANAN PENDIDIKAN ... 12
3.1. Gambaran Umum ... 12
3.2. Layanan Pendidikan Sekolah dan Madrasah ... 13
3.3. Layanan Lembaga Kursus ... 25
3.4. Layanan Madrasah Diniyah ... 28
BAB IV. PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ... 36
4.1. Pembiayaan Sektor Pendidikan ... 36
4.2. Pembiayaan Pendidikan di Tingkat Satuan Pendidikan ... 40
4.3. Pembiayaan Pendidikan yang di Tanggung oleh Orang Tua (Biaya Personal) ... 41
BAB V. REKOMENDASI KEBIJAKAN ... 43
5.1. Isu Isu Layanan Pendidikan ... 43
ii DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2.1. Keterkaitan Komponen Pendidikan ... 5
Gambar 2.2.2. Sistem Kelembagaan Pendidikan ... 6
Gambar 2.2.3. Keluasan Pendidikan Agama di Berbagai Lembaga Pendidikan ... 8
Gambar 3.4.1. Ruang Kelas Madin ... 30
Gambar 4.3.1. Kesenjangan Antara Biaya Personal Siswa Miskin SD dengan Beasiswa Siswa Miskin ... 42
Gambar 4.3.2. Kesenjangan Antara Biaya Personal Siswa Miskin SMP dengan Beasiswa Siswa Miskin ... 42
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.2.1. Indikator APK dan APM ... 13Grafik 3.2.2. Angka Mengulang Kelas ... 14
Grafik 3.2.3. Hasil Nilai Rata-Rata UASBN SD/MI, UN SMP/MTs, UN SMA/MA dan UN SMK Tahun 2009/2010 Kabupaten Pasuruan Dibandingkan Dengan Propinsi Jawa Timur ... 15
Grafik 3.2.4. Kondisi Ruang Kelas Rusak Berat SD/MI ... 17
Grafik 3.2.5. SD/MI Tidak Memiliki Kamar Mandi – WC Menurut Kecamatan ... 18
Grafik 3.2.6. Sebaran SD/MI Menurut Kecukupan Guru dan Jumlah Siswa Per Rombel ... 21
Grafik 3.2.7. Kualifikasi Guru Per Jenjang Pendidikan Kabupaten Pasuruan ... 25
Grafik 3.4.1. Kualifikasi Pendidikan Guru Madin ... 33
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2.1. Jumlah Lembaga Satuan Pendidikan dan Peserta Didik ... 13Tabel 3.2.2. Siswa Baru Kelas 1 SD/MI Berdasarkan Pendidikan TK/RA ... 14
Tabel 3.2.4. Rasio Siswa Per Rombel SMP/MTs ... 16
Tabel 3.2.5. Ketersediaan Laboratorium IPA SMA ... 19
Tabel 3.2.6. Proporsi Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan ... 19
Tabel 3.2.7. Ketersediaan Ruang Praktek dan Bengkel SMK ... 20
Tabel 3.2.8. Rasio Guru dan Rombel SD dan MI ... 21
Tabel 3.2.9. Kelebihan dan Kekurangan Guru SMPN ... 22
Tabel 3.2.10. Kelebihan dan Kekurangan Guru SMAN ... 23
Tabel 3.2.11. Kelebihan Guru di Sekolah Negeri ... 24
Tabel 3.3.1. Pengelompokan Jenis Kursus ... 26
Tabel 3.3.2. Kualifikasi Instruktur Kursus Bimbel dan Les Privat ... 27
Tabel 3.3.3. Status Peserta Kursus ... 28
Tabel 3.4.1. Murid Madin Ula yang Bersekolah Formal ... 29
Tabel 3.4.2. Rasio Murid Madin Terhadap Rombel ... 30
Tabel 3.4.3. Madrasah Diniyah Menurut Metode Pembelajaran ... 31
Tabel 3.4.4. Jenis Evaluasi Madin ... 32
Tabel 4.1.1. Alokasi Anggaran Sektor Pendidikan (Rp M) ... 36
Tabel 4.1.2. Alokasi Jenis Belanja (Rp M) ... 37
Tabel 4.1.3. Penggunaan Belanja Modal Infrastruktur Sekolah ... 37
Tabel 4.1.4. Alokasi Belanja Per Jenjang ... 38
Tabel 4.1.5. Alokasi Jenis Belanja dari APBD Provinsi 2010 ... 39
Tabel 4.1.6. Keseluruhan Anggaran Sektor Pendidikan ... 40
Tabel 4.3.1. Biaya Personal Per Tahun Menurut Jenjang Per Wilayah ... 41
Bab I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kajian mengenai layanan pendidikan terpadu di Kabupaten Pasuruan merupakan rangkaian kegiatan kerjasama antara USAID - DBE1 dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi Jawa Timur. Kerjasama dibangun berdasarkan nota kesepakatan dalam bentuk Kerangka Acuan Kerjasama yang ditandatangani pada tanggal 19 Agustus 2009 antara DBE1 dengan Pemerintah Propinsi Jawa Timur khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappeda dan Dinas Pendidikan Propinsi. Tujuan kerjasama adalah untuk pemanfaatan produk dan pendekatan DBE1 dalam pengembangan kebijakan pendidikan inovatif di Jawa Timur. Komponen kegiatan kerjasama didasarkan pada isu-isu strategis daerah terkait sinkronisasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Strategis (Renstra) Pendidikan serta tuntutan kekinian berkaitan dengan pencapaian program pendidikan. Memperhatikan masa kerja program DBE1 di Jawa Timur, kerjasama ini diupayakan akan dicapai selama tahun anggaran 2009 sampai dengan 2011.
Salah satu rekomendasi kegiatan pengembangan kebijakan inovatif yang perlu dilakukan untuk tahun 2010-2011 adalah perlunya kajian pengembangan pendidikan secara terpadu. Berdasarkan rekomendasi tersebut, pada Bulan Juni 2010 Bappeda Propinsi Jawa Timur bekerjasama dengan DBE1 melakukan kajian layanan pendidikan menyeluruh, dengan mengambil Kabupaten Pasuruan sebagai wilayah kajian.
Agenda utama pembangunan pendidikan di Jawa Timur 2009-2014 salah satunya adalah meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan terutama bagi masyarakat miskin. Pembangunan pendidikan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global (RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009 – 2014).
Dalam penyelenggaraannya, layanan pendidikan di Jawa Timur menunjukkan keragaman layanan terhadap sasaran pendidikan, dilihat dari berbagai jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang ada. Disamping itu, pendidikan keagamaan sangat kuat mewarnai dan menjadi ciri khas layanan pendidikan sebagian kabupaten/kota di Jawa Timur, ditandai dengan keberadaan sekitar 4.000 pondok pesantren dan 8.615 madrasah diniyah yang tersebar di 38 kabupaten / kota. Pada tahun 2010 Pemerintah Propinsi Jawa Timur meluncurkan Bantuan Penyelenggaraan Madrasah Diniyah dan Guru Swasta
2 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan (BPMDGS) sebesar Rp. 498 milyar yang bertujuan untuk meningkatkan mutu madrasah diniyah dan
sekolah swasta. Saat ini, informasi tentang madrasah diniyah masih terbatas pada data kuantitatif berupa jumlah lembaga, jumlah santri dan jumlah ustadz/ustadzah. Informasi terkait dengan kondisi sarana prasarana, proses pembelajaran, kompetensi pengelola masih belum ada. Dengan bantuan dana yang cukup signifikan tersebut, profil madrasah diniyah termasuk posisinya dalam sistem layanan pendidikan di Jawa Timur menjadi sangat penting untuk dipetakan.
Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, paling tidak terdapat tiga pilar utama yang saling terkait dan saling mendukung. Ketiga pilar tersebut adalah pengembangan potensi dasar manusia, pengembangan karakter, dan pengembangan keterampilan hidup. Ketiga pilar tersebut telah dikembangkan melalui berbagai model pembelajaran dalam sistem pendidikan. Namun dalam pelaksanaannya, program dan kegiatan terkait ketiga pilar tersebut cenderung berjalan sendiri-sendiri, sehingga terdapat kesenjangan layanan. Kondisi ini juga tertuang dalam dokumen RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014 yang mengidentifikasikan kesenjangan layanan pendidikan sebagai salah satu permasalahan pendidikan di Jawa Timur. Kesenjangan tersebut terjadi baik antar satuan pendidikan sejenis ataupun tidak sejenis, misalnya antara persekolahan dengan madrasah, antara sekolah umum dengan sekolah kejuruan, antara sekolah umum dengan sekolah agama (madrasah diniyah), sekolah negeri dengan sekolah swasta. Sistem layanan pendidikan masih menunjukkan adanya fragmentasi dan belum menunjukkan keterpaduan layanan dalam rangka membangun insan cerdas komprehensif sehingga hasil pendidikan tidak optimal.
Kondisi tersebut di atas yang menjadi dasar bagi Bappeda Propinsi Jawa Timur untuk meminta bantuan teknis USAID - DBE1 untuk mengembangkan metode pemetaan sistem layanan pendidikan terpadu, baik layanan pendidikan umum, pendidikan keagamaan dan pendidikan kecakapan hidup (lembaga-lembaga kursus). Kajian ini dilakukan di Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur sebagai sumber informasi awal untuk menemukan konsepsi Sistem Layanan Pendidikan Terpadu atau Integrated Education Delivery System. Hasil kajian diharapkan dapat dijadikan dasar dalam merumuskan arah kebijakan pendidikan, khususnya dalam mendukung layanan pendidikan terpadu di kabupaten/kota ataupun Propinsi Jawa Timur.
Laporan hasil kajian berupa Profil Layanan Pendidikan Terpadu Kabupaten Pasuruan ini disiapkan untuk memberikan gambaran peta layanan pendidikan baik di sekolah dan madrasah, lembaga kursus dan madrasah diniyah dalam kerangka sistem layanan pendidikan. Dari peta layanan tersebut kemudian dirumuskan berbagai permasalahan layanan pendidikan dan rekomendasi kebijakan untuk membenahi
layanan pendidikan yang ada saat ini. Diharapkan laporan ini dapat dimanfaatkan baik oleh pemangku pendidikan di Kabupaten Pasuruan maupun di Propinsi Jawa Timur.
1.2 Tujuan
Secara umum terdapat tiga tujuan kajian yaitu :
1) Mengembangkan metodologi dalam hal (a) pemetaan sistem layanan pendidikan menyeluruh untuk komponen pendidikan formal, pendidikan keagamaan (madrasah diniyah) & lembaga kursus dan (b) pemetaan sumber-sumber pendanaan dalam penyelenggaraan layanan pendidikan (APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten/Kota dan masyarakat).
2) Mengimplementasikan metode untuk memetakan layanan pendidikan menyeluruh di Kabupaten Pasuruan.
3) Mengidentifikasi alternatif kebijakan untuk perbaikan layanan pendidikan. 1.3 Hasil yang Diharapkan
1) Metode pemetaan Sistem Layanan Pendidikan Terpadu berupa (a) Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/ Kota (SIPPK) untuk pemetaan pendidikan formal, (b) Instrumen Survei Pemetaan Pendidikan Keagamaan (Madrasah Diniyah) dan Lembaga Kursus, (c) Panduan Focus Group Discussion (FGD) bagi praktisi dan pengambil kebijakan.
2) Profil Layanan Pendidikan Kabupaten Pasuruan yang mencakup jenis dan jenjang layanan pendidikan.
3) Perhitungan pembiayaan pendidikan yang meliputi Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten (AKPK), Analisis Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Penghitungan Biaya Personal Pendidikan.
4) Rekomendasi kebijakan Sistem Layanan Pendidikan Terpadu
1.4 Sistematika Laporan
Laporan ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan laporan selengkapnya sebagai berikut. BAB I: Pendahuluan
4 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan Bab II: Metodologi
Kerangka konseptual dan metode kajian akan dibahas dalam bab ini. Dalam pembahasan kerangka konseptual akan dijabarkan pengertian sistem layanan pendidikan terpadu dalam konteks pengembangan potensi manusia, sistem kelembagaan pendidikan, pengelolaan pendidikan daerah dan penataan sistem materi ajar. Sementara metode kajian akan menjelaskan pengumpulan data dan informasi, tahapan kegiatan dan metode analisis data.
BAB III: Profil Layanan Pendidikan
Bab ini akan membahas profil layanan pendidikan menyeluruh , yang terdiri dari gambaran umum, profil layanan sekolah/madrasah jenjang pendidikan dasar dan menengah, lembaga kursus dan Madrasah Diniyah. Gambaran kondisi peserta didik, sarana prasarana, proses pembelajaran dan kurikulum, pengembangan pendidik dan manajemen akan dibahas secara mendalam.
Bab IV : Pembiayaan Pendidikan Kabupaten Pasuruan
Terdapat tiga topik bahasan di Bab ini yaitu pembiayaan sektor pendidikan, pembiayaan pendidikan di tingkat satuan pendidikan, dan pembiayaan pendidikan yang ditanggung orang tua ( biaya personal).
BAB V : Rekomendasi Kebijakan
Terdapat dua hal yang dibahas di Bab ini yaitu isu – isu layanan pendidikan dan usulan rekomendasi kebijakan. Berbagai temuan berdasarkan hasil kajian kemudian didiskusikan secara intensif dengan pemangku kepentingan bidang pendidikan Kabupaten Pasuruan yang terdiri dari praktisi pendidikan (guru, kepala sekolah, pengelola bengkel kerja, dunia usaha mitra SMK, LSM) dan pengambil kebijakan dari DPRD, Bappeda, Dewan Pendidikan, Kemenag dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan. Diskusi intensif tersebut menghasilkan identifikasi isu-isu layanan pendidikan menyeluruh di Kabupaten Pasuruan dan usulan rekomendasi kebijakan.
Bab II. Metodologi
Bab ini akan menjelaskan kerangka konseptual dan pendekatan yang digunakan dalam mengkaji layanan pendidikan terpadu di Kabupaten Pasuruan. Dalam kerangka konseptual akan dijabarkan pengertian sistem layanan pendidikan terpadu dalam konteks pengembangan potensi manusia, sistem kelembagaan pendidikan, pengelolaan pendidikan daerah dan penataan sistem materi ajar.
2.1. Kerangka Konseptual
1) Pengembangan Potensi Manusia
Salah satu tujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertuang dalam Mukadimah UUD 1945 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kata kunci mencerdaskan kehidupan bangsa memiliki arti yang sangat dalam, karena kunci keberhasilan pembangunan adalah terletak pada manusianya. Makna mencerdaskan kehidupan bangsa diterjemahkan dalam UU No 20 tahun 2003 yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu: “untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. (Pasal 1, ayat 3)
Gambar 2.2.1. Keterkaitan Komponen Pendidikan Sistem Pendidikan Umum Sistem Pendidikan Nonformal Sistem Pendidikan Keagamaan Mengembangkan kecerdasan Komprehensif Mengembangkan kecerdasan spiritual Mengembangkan skill khusus (kecakapan hidup)
6 2) Sistem Kelembagaan Pendidikan
Kelembagaan pendidikan yang ada saat ini merupakan akomodasi terhadap keragaman penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Keragaman tersebut dapat dilihat dari
informal), jenjang (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi), dan jenis pendidikan (pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus), sebagaimana tertuang dalam UU No 20 T
jenjang tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dan memperkaya khasanah pendidikan kita. Namun demikian, sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEK, kelembagaan pendidikan pun makin berkembang.
Pendidikan dikenal berbagai bentuk pendidikan.
telah dikenal, ada juga Madrasah Diniyah Ulla, sederajat dengan SD/MI, Wustho sederajat SMP/MTs, dan Ulya sederajat dengan SMA/MA.
saat ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2 SEKOLA Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
DBE1 | Laporan TEDS Kab. Sistem Kelembagaan Pendidikan
Kelembagaan pendidikan yang ada saat ini merupakan akomodasi terhadap keragaman penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Keragaman tersebut dapat dilihat dari jalur (pendidikan formal, nonformal, dan informal), jenjang (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi), dan jenis pendidikan (pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus), sebagaimana tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Keragaman jalur, jenis dan jenjang tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dan memperkaya khasanah pendidikan kita. sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEK, dikan pun makin berkembang. Dalam PP No 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan dikenal berbagai bentuk pendidikan. Selain dari bentuk kelembagaan pendidikan yang
Madrasah Diniyah Ulla, sederajat dengan SD/MI, Wustho sederajat
SMP/MTs, dan Ulya sederajat dengan SMA/MA. Secara sederhana lembaga pendidikan yang ada saat ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.2.2. Sistem Kelembagaan Pendidikan SISWA DINIYAH LEMBAGA KURSUS SEKOLA H
Memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli
ilmu agama yang berwawasan luas
Menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi sesuai kebutuhan dunia usaha/ industri dan kebutuhan
pembangunan di berbagai bidang
TEDS Kab. Pasuruan Kelembagaan pendidikan yang ada saat ini merupakan akomodasi terhadap keragaman
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan yang diselenggarakan oleh (pendidikan formal, nonformal, dan informal), jenjang (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi), dan jenis pendidikan (pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus), Keragaman jalur, jenis dan jenjang tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dan memperkaya khasanah pendidikan kita. sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEK, alam PP No 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Selain dari bentuk kelembagaan pendidikan yang Madrasah Diniyah Ulla, sederajat dengan SD/MI, Wustho sederajat dengan Secara sederhana lembaga pendidikan yang ada
Menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi sesuai kebutuhan dunia usaha/ industri dan kebutuhan
pembangunan di berbagai bidang
Walaupun dalam kenyataan ketiga lembaga tersebut berdiri sendiri-sendiri dengan tujuan yang berbeda, namun sesungguhnya jika ditelaah secara cermat, ketiganya memiliki keterpaduan yang cukup signifikan dalam mengembangkan peserta didik yang diharapkan. Kelembagaan yang ada saat ini cenderung masih bersifat parsial, antara pendidikan umum (sekolah), pendidikan keterampilan (lembaga kursus), dan pendidikan keagamaan (diniyah).
3) Pengelolaan Pendidikan Daerah
Pengelolaan pendidikan secara keseluruhan telah diatur dalam PP No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan. Bupati/Walikota bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya.
Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PP No 17 Tahun 2010 dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:
a. Rencana pembangunan jangka panjang kab/kota; b. Rencana pembangunan jangka menengah kab/kota; c. Rencana strategis pendidikan kab/kota;
d. Rencana kerja pemerintah kab/kota;
e. Rencana kerja dan anggaran tahunan kab/kota; f. Peraturan daerah di bidang pendidikan; dan g. Peraturan Bupati/Walikota di bidang pendidikan.
4) Sistem Penataan Materi Ajar
Isi materi bahan ajar atau kurikulum sudah diatur dalam Standar Isi. Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, bahan kajian, mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: 1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
8 2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
pengetahuan dan teknologi, 4) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan, dan 5) kelompok mata pelajaran estetika
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pek
dari pendidikan agama.
Sementara PP No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama menyebutkan bahwa pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Pasal 2, ayat 2).
Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agam
luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Penyelenggaraan
dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/M tinggi.
Gambar 2.2.3. Keluasan Pendidikan Agama di Berbagai Lembaga Pendidikan
DBE1 | Laporan TEDS Kab.
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, 3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, 4) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan, dan 5)
pelajaran estetika.
mata pelajaran agama dan akhlak mulia
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan
Sementara PP No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama menyebutkan bahwa pendidikan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Pasal 2, ayat 2).
Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Penyelenggaraan Diniyah
dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau pendidikan
3. Keluasan Pendidikan Agama di Berbagai Lembaga Pendidikan Pendidikan Agama di Sekolah Umum Pendidikan Agama di Madrasah Pendidikan Agama di Diniyah
TEDS Kab. Pasuruan kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, 4) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan, dan 5)
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta erti, atau moral sebagai perwujudan
Sementara PP No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama menyebutkan bahwa pendidikan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, ai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam
Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan a yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang iniyah Takmiliyah dapat AK atau pendidikan
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada pendidikan dasar dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar dan lanjutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
Sementara pada sekolah kejuruan diperuntukkan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja.
d. Kelompok mata pelajaran estetika
Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada Pendidikan Dasar dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Sementara pada jenjang pendidikan menengah ditambah dengan membudayakan sikap sportif, disiplin, dan kerja sama.
10 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan 2.2 Metode Kajian
Kajian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 ini merupakan kajian deskriptif yang bertujuan untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta terkait dengan layanan pendidikan menyeluruh di Kabupaten Pasuruan sebagai wilayah kajian.
1) Pengumpulan Data dan Informasi
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder sebagai berikut: a) Pengumpulan Data Primer
Terdapat dua metode digunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu melalui survei menggunakan angket dan melakukan serangkaian diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD) dengan praktisi pendidikan dan pemangku kebijakan di bidang pendidikan. Survei dilakukan di 110 madrasah diniyah dan 42 lembaga kursus sebagai sampel.
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari kajian perundang-undangan terkait dengan pendidikan, kajian literatur dan data pendidikan Kabupaten Pasuruan sebagai berikut:
• Data faktual pendidikan formal berdasarkan Laporan Individu (LI) Sekolah / Madrasah untuk semua sekolah/ madrasah jenjang pendidikan dasar dan menengah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/ SMK , Padati Web
• RPJMD Provinsi Jawa Timur Periode Tahun 2009 – 2014 • RPJMD Kabupaten Pasuruan Tahun 2008 - 2013
• Renstra Dinas Pendidikan
• Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan, No. 17 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Pasuruan
2) Tahapan Kegiatan
a) Persiapan
Tahap ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli tahun 2010, dengan kegiatan: • Pemilihan kabupaten / kota sebagai wilayah kajian
• Pengumpulan data
• Penyusunan instrumen pemetaan layanan pendidikan (Kuesioner Survei, dan Panduan FGD), melalui serangkaian lokakarya.
• Pelatihan teknis (coaching) untuk tim enumerator survei Madrasah Diniyah dan Lembaga Kursus
b) Pelaksanaan Pemetaan Sistem Pelayanan Pendidikan Kabupaten Pasuruan (Juli – November
2010)
• Survei Madrasah Diniyah dan Lembaga Kursus
• Diskusi Kelompok Terfokus – FGD dengan praktisi pendidikan dan pemangku kepentingan pendidikan terdiri dari tujuh (7) seri FGD. Kelompok praktisi pendidikan terdiri dari Kepala Sekolah dan Madrasah dan guru disemua jenjang pendidikan, kepala bengkel SMK, mitra SMK dari dunia usaha dan dunia industri, penyelenggara kursus ketrampilan dan bimbingan belajar, penyelenggara Madrasah Diniyah, perwakilan Pengurus Cabang Ma’arif, Kelompok Kerja Madrasah Diniyah. Sementara kelompok pengambil kebijakan terdiri dari Kepala Dinas Pendidikan dan jajarannya, Kepala Bappeda, Kepala Bidang Sosial dan Budaya Bappeda, Kepala Kementerian Agama, Kepala Seksi Mapenda dan Kepala Seksi Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Dewan Pendidikan dan DPRD Komisi Pendidikan.
• Pengolahan data hasil SIPPK hasil survei dan hasil FGD
• Pemutakhiran Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten Pasuruan • Penghitungan Biaya Personal Pendidikan Kabupaten Pasuruan • Lokakarya Internal Draf Awal Profil Layanan Pendidikan Menyeluruh
• Lokakarya Profil Layanan Pendidikan Menyeluruh dengan pemangku kepentingan Kabupaten
• Diskusi perumusan kebijakan dengan Dinas Pendidikan, Kemenag, Bappeda, Dewan Pendidikan, dan DPRD
• Lokakarya kajian Layanan Pendidikan Menyeluruh dengan pemangku kepentingan Propinsi
c) Penulisan Laporan
a. Laporan Utama Kajian Sistem Layanan Pendidikan Menyeluruh b. Lampiran Analisis dan Instrumen
3) Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis deskriptif yang didukung dengan statistik deskriptif berupa distribusi frekuensi dan persentase serta diagram yang mampu menyajikan data secara visual.
12 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan
Bab III. Profil Layanan Pendidikan
Bab ini akan membahas gambaran umum penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Pasuruan, Layanan Pendidikan Sekolah dan Madrasah, Layanan Lembaga Kursus dan Layanan Madrasah Diniyah.
3.1. Gambaran Umum
Visi Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan 2008-2013, yaitu mewujudkan peserta didik yang berakhlak mulia, cerdas, kreatif, sehat, mandiri dan berdaya saing dijabarkan secara operasional melalui pengembangan layanan pendidikan untuk semua jalur (pendidikan formal, nonformal, dan informal), jenjang (pendidikan dasar, pendidikan menengah), dan jenis pendidikan (pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus). Jenis pendidikan agama dan keagamaan, khususnya Islam, cukup kuat mewarnai penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Pasuruan, baik dalam bentuk madrasah formal di semua jenjang ataupun madrasah diniyah yang dikelola pondok pesantren atau di luar pondok pesantren.
Pada awalnya, pembinaan dan pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan tersebut berada di bawah Kementerian Agama. Pada Tahun 2002, Sub Dinas Perguruan Agama Islam (Pergurais) menjadi struktur baru dalam organisasi di Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan dengan tugas melaksanakan bimbingan pendidikan dan perguruan agama Islam, madrasah dan pondok pesantren. Dengan adanya Subdin Pergurais yang kemudian menjadi Bidang Pergurag di Dinas Pendidikan dimungkinkan adanya dukungan pembiayaan dari APBD untuk sekolah keagamaan, baik di pendidikan formal maupun non formal, termasuk pembiayaan untuk madrasah diniyah di dalamnya.
Keberadaan bidang Pergurag di Dinas Pendidikan, berpengaruh cukup besar terhadap peningkatan mutu madrasah di Kabupaten Pasuruan. Meskipun demikian, dalam implementasi program dan kegiatan masih belum optimal karena terdapatnya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Bidang Pergurag Dinas Pendidikan dengan Seksi Madrasah dan Pendidikan Islam (Mapenda) dan Seksi Pendidikan Keagamaan Pondok Pesantren (Peka Pontren) Kemenag. Perencanaan pendidikan belum sepenuhnya terpadu antara lain ditunjukkan dari masih terpisahnya manajemen data sekolah/madrasah yang dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kemenag.
Dengan menggunakan data dari hasil analisis SIPPK dan diskusi kelompok terfokus dengan kepala sekolah, guru di semua jenjang pendidikan laporan ini membahas berbagai komponen pelayanan pendidikan terkait dengan akses dan mutu layanan pendidikan.
3.2. Layanan Pendidikan Sekolah dan Madrasah
Program perluasan akses dan pemerataan pendidikan dasar di Kabupaten Pasuruan telah menunjukkan kinerja yang baik, terbukti dengan pencapaian APM SD/MI, APK SMP/MTs dan APK SMA/MA/SMK yang telah melampaui sasaran nasional. Meskipun demikian, perhatian harus diberikan di Kecamatan Grati yang memilik Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI 90%, masih dibawah sasaran nasional APK yaitu 95%.
Tingginya angka partisipasi sekolah tersebut sangat didukung oleh ketersediaan layanan pendidikan disemua jenjang mulai dari TK/RA, pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah (Tabel 3.2.1).
Tabel 3.2.1. Jumlah Lembaga Satuan Pendidikan dan Peserta Didik
Satuan Pendidikan
Jumlah Lembaga Jumlah Peserta Didik
Negeri % Swasta % Total Negeri % Swasta % Total TK/RA 4 0,49% 819 99,51% 823 376 0,95% 39.217 99,05% 39.593 SD/MI 640 70,10% 273 29,90% 913 124.918 80,48% 30.306 19,52% 155.224 SMP/MTS 63 23,77% 202 76,23% 265 32.314 51,13% 30.881 48,87% 63.195 SMA/MA/SMK 20 15,63% 108 84,38% 128 15.934 41,66% 22.314 58,34% 38.247 TK/RA SD/MI SMP/MTs SMA/MA/
SMK APK 99% 115% 98% 90% APM 87% 96% 94% 87% 99% 115% 98% 90% 87% 96% 94% 87% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140%
14 Kontribusi masyarakat untuk penyelenggaraan pendidikan cukup
dan SMA/SMK persentase sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat (sekolah/madrasah) swasta lebih tinggi dari sekolah negeri. Meskipun apabila dilihat perbandingan jumlah murid antara sekolah negeri dan swas
menunjukkan bahwa dengan APK TK/RA mencapai 99% dan fakta bahwa 83,6% siswa baru kelas 1 SD/MI telah melalui pendidikan TK/RA semestinya anak
yang baik.
Tabel 3.2.2. Siswa Baru Kelas 1 SD/MI Berdasarkan Pendidikan TK/RA
Jenis Sekolah
SD MI Grand Total
Akan tetapi data dalam Grafik 3.2.2.
lebih tinggi dari AMK Propinsi Jawa Timur yaitu 2,56%. Angka mengulang kelas
mencapai 7,9 % atau sekitar 1.198 anak. AMK tersebut berangsur turun menjadi 4,7 % di kelas 2 dan 3,4% di kelas 3.
Melihat kondisi tersebut, penyelenggaraan pendidikan TK/RA perlu untuk dipetakan dan dievaluasi sehingga dukungan pengembangannya dapat lebih tepat sasaran. Disamping itu, hasil diskusi dengan praktisi pendidikan menunjukkan terdapatnya kecenderungan untuk menemp
0.0% 2.0% 4.0% 6.0% 8.0% 10.0% Kelas 1 Grafik
DBE1 | Laporan TEDS Kab.
Kontribusi masyarakat untuk penyelenggaraan pendidikan cukup tinggi, bahkan untuk TK/RA, SMP/MTS dan SMA/SMK persentase sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat (sekolah/madrasah) swasta lebih tinggi dari sekolah negeri. Meskipun apabila dilihat perbandingan jumlah murid antara sekolah negeri dan swasta di jenjang tersebut relatif berimbang.
engan APK TK/RA mencapai 99% dan fakta bahwa 83,6% siswa baru kelas 1 SD/MI telah melalui pendidikan TK/RA semestinya anak-anak di kelas awal memiliki kesiapan bersekolah
Siswa Baru Kelas 1 SD/MI Berdasarkan Pendidikan TK/RA
Lulusan TK Bukan Lulusan TK
Jumlah % Jumlah
17.383 83,51% 3.433 16,49% 3.538 84,50% 649 15,50% 20.921 83,67% 4.082 16,33%
dalam Grafik 3.2.2.menunjukkan bahwa angka mengulang kelas (AMK) lebih tinggi dari AMK Propinsi Jawa Timur yaitu 2,56%. Angka mengulang kelas
7,9 % atau sekitar 1.198 anak. AMK tersebut berangsur turun menjadi 4,7 % di kelas 2 dan
kondisi tersebut, penyelenggaraan pendidikan TK/RA perlu untuk dipetakan dan dievaluasi sehingga dukungan pengembangannya dapat lebih tepat sasaran. Disamping itu, hasil diskusi dengan praktisi pendidikan menunjukkan terdapatnya kecenderungan untuk menempatkan guru baru sebagai
7.9%
4.7%
3.4%
2.4% 1.9%
0.1% Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6
Grafik 3.2.2. Angka Mengulang Kelas (AMK SD /MI Menurut Kelas)
TEDS Kab. Pasuruan tinggi, bahkan untuk TK/RA, SMP/MTS
dan SMA/SMK persentase sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat (sekolah/madrasah) swasta lebih tinggi dari sekolah negeri. Meskipun apabila dilihat perbandingan ta di jenjang tersebut relatif berimbang. Tabel 3.2.2 engan APK TK/RA mencapai 99% dan fakta bahwa 83,6% siswa baru kelas 1 anak di kelas awal memiliki kesiapan bersekolah
Siswa Baru Kelas 1 SD/MI Berdasarkan Pendidikan TK/RA
% 16,49% 15,50% 16,33%
menunjukkan bahwa angka mengulang kelas (AMK) mencapai 3,5% lebih tinggi dari AMK Propinsi Jawa Timur yaitu 2,56%. Angka mengulang kelas siswa di kelas 1 7,9 % atau sekitar 1.198 anak. AMK tersebut berangsur turun menjadi 4,7 % di kelas 2 dan
kondisi tersebut, penyelenggaraan pendidikan TK/RA perlu untuk dipetakan dan dievaluasi sehingga dukungan pengembangannya dapat lebih tepat sasaran. Disamping itu, hasil diskusi dengan atkan guru baru sebagai
pengampu guru kelas 1 SD/MI. Dibutuhkan kebijakan untuk lebih memperhatikan kompetensi guru kelas awal khususnya guru kelas 1 SD/MI.
Dari sisi mutu output pendidikan, yang antara lain ditunjukkan oleh hasil nilai ujian, secara umum Kabupaten Pasuruan masih di bawah dan di batas rata
SMP/MTs dan SMK yang capaiannya di atas rata
Grafik 3.2.3 Hasil Nilai Rata –rata UASBN SD/MI, UN SMP/MTs, UN SMA/MA dan UN SMK Tahun 2009/2010 Kabupaten Pasuruan dibandingkan dengan Propinsi Jawa Timur
Dengan demikian perlu perhatian untuk jenjang SD/MI yang nilai rata
masih di bawah nilai rata-rata UASBN SD/MI Propinsi Jawa Timur sebesar 7,37. Dari tiga mata pelajaran UASBN yaitu Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA, nilai rata
yaitu 6,42. Demikian juga untuk rata
Bahasa yang berada di garis rata-rata Propinsi.
Untuk mendorong peningkatan mutu, perlu diketahui peta layanan pendidikan untuk setiap jenjang. Berikut adalah profil layanan terkait dengan mutu mencakup daya
kecukupan dan kondisi sarana prasarana sekolah, dan kecukupan dan mutu guru.
6.67 7.78 7.37 7.67 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SD/MI SMP/MTs
pengampu guru kelas 1 SD/MI. Dibutuhkan kebijakan untuk lebih memperhatikan kompetensi guru kelas awal khususnya guru kelas 1 SD/MI.
Dari sisi mutu output pendidikan, yang antara lain ditunjukkan oleh hasil nilai ujian, secara umum Kabupaten Pasuruan masih di bawah dan di batas rata-rata , kecuali untuk rata-rata nilai UN jenjang SMP/MTs dan SMK yang capaiannya di atas rata-rata Jawa Timur.
rata UASBN SD/MI, UN SMP/MTs, UN SMA/MA dan UN SMK Tahun 2009/2010 Kabupaten Pasuruan dibandingkan dengan Propinsi Jawa Timur
Dengan demikian perlu perhatian untuk jenjang SD/MI yang nilai rata-rata UASBN SD/MI sebesar 6,67 rata UASBN SD/MI Propinsi Jawa Timur sebesar 7,37. Dari tiga mata pelajaran UASBN yaitu Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA, nilai rata-rata Matematika yang paling rendah yaitu 6,42. Demikian juga untuk rata-rata nilai UN SMA, baik Jurusan IPA, Jurusan IPS dan Jurusan
rata Propinsi.
Untuk mendorong peningkatan mutu, perlu diketahui peta layanan pendidikan untuk setiap jenjang. fil layanan terkait dengan mutu mencakup daya tampung sekolah/madrasah, kecukupan dan kondisi sarana prasarana sekolah, dan kecukupan dan mutu guru.
8.00
7.26 7.33
7.67 8.09 7.45
7.30
SMP/MTs SMA/MA IPA SMA/MA IPS SMA/MA Bahasa Kab. Pasuruan Provinsi Jatim
pengampu guru kelas 1 SD/MI. Dibutuhkan kebijakan untuk lebih memperhatikan kompetensi guru kelas
Dari sisi mutu output pendidikan, yang antara lain ditunjukkan oleh hasil nilai ujian, secara umum posisi rata nilai UN jenjang
rata UASBN SD/MI, UN SMP/MTs, UN SMA/MA dan UN SMK Tahun 2009/2010 Kabupaten Pasuruan dibandingkan dengan Propinsi Jawa Timur
rata UASBN SD/MI sebesar 6,67 rata UASBN SD/MI Propinsi Jawa Timur sebesar 7,37. Dari tiga mata pelajaran
rata Matematika yang paling rendah Jurusan IPA, Jurusan IPS dan Jurusan
Untuk mendorong peningkatan mutu, perlu diketahui peta layanan pendidikan untuk setiap jenjang. tampung sekolah/madrasah,
7.65 7.29
16 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan Daya Tampung Sekolah / Madrasah
Analisis mengenai kapasitas daya tampung SD/MI menunjukkan terdapat 24, 4 % atau 223 SD/MI yang mempunyai rasio siswa per rombel lebih dari 32 . Mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan dasar yang mensyaratkan jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar SD/MI tidak melebihi 32 orang, angka tersebut tidak memenuhi SPM.
Tabel 3.2.3. Rasio Siswa Per Rombel SD/MI Kategori Rasio
Siswa Per Rombel
SD MI Total
Jumlah
Total Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
<28 350 38,34% 212 23,22% 562 61,56%
28-32 113 12,38% 15 1,64% 128 14,02%
>32 211 23,11% 12 1,31% 223 24,42%
Grand Total 674 73,82% 239 26,18% 913 100,00%
Sementara itu, tabel 3.2.4 menunjukkan untuk jenjang pendidikan SMP/MTs, terdapat 40,3% sekolah yang mempunyai rasio siswa per rombel di atas 36, sehingga tidak memenuhi SPM.
Tabel 3.2.4. Rasio Siswa Per Rombel SMP/MTs Kategori Rasio
Siswa Per Rombel
MTs SMP Total
Jumlah
Total Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
<32 79 29,81% 47 17,74% 126 47,55%
32-36 18 6,79% 14 5,28% 32 12,08%
>36 47 17,74% 60 22,64% 107 40,38%
Grand Total 144 54,34% 121 45,66% 265 100,00%
Kecukupan dan Kondisi Sarana Prasarana Sekolah
Dengan membandingkan jumlah ruang kelas dan jumlah rombel dapat diidentifikasikan bahwa masih terdapat 28% SD/MI dan 19% SMP/MTs yang kekurangan ruang kelas. Sementara dari sisi kelayakan ruang kelas, terdapat 16% ruang kelas SD/MI dan 2,4% SMP/MTs dalam kondisi rusak berat. Ruang kelas merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang kondusif. Dengan demikian, perbaikan ruang kelas khususnya ruang kelas rusak berat harus menjadi prioritas .
Grafik 3.2.4 Kondisi Ruang Kelas Rusak Berat (SD/MI)
Grafik 3.2.8 menunjukkan masih diperlukan upaya pemerataan mutu pendidikan di kecamatan khususnya SD/MI di kecamatan yang mempunyai ruang kelas dalam kondisi rusak berat cukup tinggi seperti di Kecamatan Beji, Sukorejo dan Purworejo.
Sarana perpustakaan belum tergarap dengan baik. Data yang ada menunjukkan 71% SD/MI dan 89% SMP/MTs tidak mempunyai perpustakaan. Artinya, terdapat lebih dari 77.000 siswa SD/MI dan lebih dari 56.000 siswa SMP/MTs yang tidak mendapatkan akses ke perpustakaan. Sementara itu, dari sedikit sekolah atau madrasah yang memiliki perpustakaan tersebut, belum dapat diidentifikasikan hal – hal terkait seperti kondisi pengelolaan perpustakaan, jumlah koleksi buku yang dimiliki, tingkat kunjungan dan animo siswa dalam meminjam buku perpustakaan.
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% Puspo Tosari Kejayan Bangil Pohjentrek Purwodadi Grati Rembang Rejoso Wonorejo Lekok Gondang Wetan Tutur Pasrepan Gempol Pandaan Nguling Lumbang Winongan Prigen Kraton Purwosari Sukorejo Beji
18 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan Grafik 3.2.5. SD/MI Tidak Memiliki Kamar Mandi - WC Menurut Kecamatan
Terbatasnya sarana kamar mandi dan WC yang ada di sekolah ditunjukkan bahwa 173 SD/MI (19%) dengan sekitar 23.000 siswa tidak memiliki kamar mandi dan WC.
Kondisi ini tentunya cukup memprihatinkan karena akan berpengaruh terhadap kesehatan peserta didik dan kebersihan lingkungan sekolah. Dilihat dari sebaran menurut kecamatan, terlihat pada grafik 3.2.5. menunjukkan bahwa SD/MI yang tidak memiliki WC/Kamar mandi tersebut terkonsentrasi di Kecamatan Lekok (11,4%) dan Purwodadi (10,8%). Kondisi kamar mandi – WC yang ada pun sebagian masih jauh dari layak. Diskusi kelompok terfokus dengan Kepala Sekolah dan Guru mengidentifikasikan terbatasnya kondisi sanitasi sekolah yang ditandai dengan wc/kamarmandi rusak dan keterbatasan air. Sebagai sarana pembelajaran tentang pembiasaan hidup bersih dan sehat, kondisi ini harus mendapatkan perhatian.
Untuk pendidikan menengah, permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian adalah terbatasnya fasilitas laboratorium seperti yang terlihat dalam Tabel 3.2.5 dimana jumlah SMA /MA yang memiliki laboratorium sangat terbatas. Laboratorium kimia dan biologi hanya dimiliki oleh sekitar 25% sekolah, sementara laboratorium fisika hanya dimiliki oleh sekitar 10% sekolah.
11,4% 10,8% 9,1% 8,5% 7,4% 5,7% 5,1% 4,5% 4,5% 4,5% 4,0% 3,4% 3,4% 2,8% 2,8% 2,8% 2,8% 1,1% 1,1% 1,1% 1,1% 0,6% 0,6% 0,6% 0,0% 2,0% 4,0% 6,0% 8,0% 10,0% 12,0%
Tabel 3.2.5 Ketersediaan Laboratorium IPA No Jenis Lembaga Jumlah Lembaga Ketersediaan Laboratorium
Kimia +/- Fisika +/- Biologi +/-
1 SMA 33 9 -24 7 -26 9 -24
2 MA 62 4 -58 2 -60 4 -58
Grand Total 95 13 -82 9 -86 13 -82
* +/- Kelebihan atau kekurangan laboratorium
Sementara untuk sekolah kejuruan, dari sisi ketersediaan SMK di Kabupaten Pasuruan, baik negeri maupun swasta, tersebar di semua kecamatan, sementara untuk SMK Negeri tidak terdapat di Kecamatan Kraton dan Pandaan. Saat ini, rasio sekolah umum dan sekolah kejuruan di Kabupaten Pasuruan mencapai 74% SMA/MA dan 26% SMK (tabel 3.2.6). Sementara apabila dilihat dari jumlah peserta didik menunjukkan kecenderungan seimbang antara peserta di sekolah umum dan kejuruan, yaitu 52% SMA/MA dan 48% SMK. Hal ini menunjukkan bahwa minat peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah kejuruan cukup tinggi.
Tabel 3.2.6. Proporsi Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan
Sementara dari sisi sarana dan prasarana di sebagian SMK masih terbatas, ditunjukkan dari masih terbatasnya SMK yang memiliki ruang praktik atau bengkel. Meskipun data SMK yang ada tidak menjelaskan program studi yang dimiliki, Tabel 3.2.7 memperlihatkan gambaran masih kurangnya bengkel dan tempat praktik yang dimiliki.
Satuan Pendidikan
Jumlah Siswa Jumlah Lembaga
Jumlah % Jumlah %
SMA /MA 19.746 52% 95 74%
SMK 18.502 48% 33 26%
20 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan Tabel 3.2.7 Ketersediaan Ruang Praktik dan Bengkel SMK
No Jenis Lembaga
Jumlah Lembaga
Ketersediaan Ruang Praktik dan Bengkel
Bengkel +/- Praktik +/-
1 SMK Negeri 13 10 -3 3 -10
2 SMK Swasta 20 4 -16 5 -15
Grand Total 33 14 -19 8 -25
Hubungan SMK Negeri di Kabupaten Pasuruan dengan dunia usaha dan industri (DUDI) sudah cukup baik, khususnya untuk SMK Negeri. Hal ini disampaikan oleh Kepala Sekolah SMK pada saat diskusi terfokus mengenai penyelenggaraan sekolah menengah kejuruan. Sementara bagi SMK Swasta masih menghadapi kesulitan untuk mengembangkan hubungan kemitraan dengan DUDI. Pengembangan kemitraan antara sekolah kejuruan dengan DUDI sangat tergantung pada kemampuan kepala sekolah masing-masing, peran Dinas Pendidikan dalam meningkatkan hubungan kemitraan tersebut secara langsung masih sangat terbatas.
Kecukupan dan Peningkatan Mutu Pendidik Kecukupan Guru
Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan pembelajaran maka harus disediakan guru yang profesional dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan jumlah, kualifikasi maupun kompetensinya. Uraian di bawah akan memetakan kondisi kecukupan guru kelas SD/MI dan guru mata pelajaran SMP dan SMA , khususnya untuk sekolah negeri.
Untuk jenjang SD/MI, rasio rombongan belajar (rombel) dan guru menjadi salah satu ukuran untuk melihat kecukupan guru kelas. Jika rasio yang didapat tersebut lebih kecil dari jumlah rombel minimal mengindikasikan terdapatnya kekurangan guru. Sebaliknya jika rasio yang didapat lebih besar dari rombel minimal menggambarkan kelebihan guru. Tabel 3.2.8 menunjukkan bahwa 43% SD/MI mempunyai guru kelas cukup, ditunjukkan dari rasio guru dengan rombel 1/1. Selebihnya, 30% SD/MI mengalami kekurangan guru kelas dan 28% SD/MI kelebihan guru kelas.
Tabel 3.2.
Kategori rasio Guru Rombel 1. rasio Guru Rombel <
2. rasio Guru Rombel 1/2 s.d. <1/1 3. rasio Guru Rombel 1/1
4. rasio Guru Rombel > 1/1 s.d. <3/2 5. rasio Guru Rombel >= 3/2
Total Jumlah
Tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan
kekurangan dan kelebihan guru kelas terjadi baik di madrasah maupun di sekolah.
cenderung terjadi secara merata dihampir semua kecamatan, dengan Kecamatan Lumbang, Tutur dan Kraton mempunyai persentasi tinggi (7%)
Analisis lebih lanjut dilakukan dengan membandingkan kecukupan/kelebihan guru tersebut dengan jumlah siswa per rombel. Hasilnya dapat dilihat dalam Grafik Sebaran SD/MI menurut kecukupan guru dan jumlah siswa per rombel.
kelebihan guru kelas. Kuadran 2 menggambarkan kekurangan guru di
0 10 20 30 40 50 60 70 0 0.5 1 R a si o S is w a /R o m b e l
Rasio Guru Kelas/Rombel
Grafik 3.2.6. Sebaran SD/MI Menurut Kecukupan Guru dan Jumlah Siswa Per Rombel
3.2.8. Rasio Guru dan Rombel SD dan MI
Kategori rasio Guru Rombel MI % SD %
1. rasio Guru Rombel < ½ 12 5% 11
2. rasio Guru Rombel 1/2 s.d. <1/1 56 24% 189 3. rasio Guru Rombel 1/1
119 50% 285 4. rasio Guru Rombel > 1/1 s.d. <3/2 23 10% 145
5. rasio Guru Rombel >= 3/2 27 11% 39
237 100% 669 100%
perbedaan yang cukup signifikan antara sekolah dengan madrasah kekurangan dan kelebihan guru kelas terjadi baik di madrasah maupun di sekolah.
merata dihampir semua kecamatan, dengan Kecamatan Lumbang, Tutur dan Kraton mempunyai persentasi tinggi (7%) untuk kekurangan guru kelas.
Analisis lebih lanjut dilakukan dengan membandingkan kecukupan/kelebihan guru tersebut dengan el. Hasilnya dapat dilihat dalam Grafik Sebaran SD/MI menurut kecukupan guru
Sebaran SD/MI Menurut Kecukupan Guru SD/MI dan Jumlah Siswa Per Rombel Kuadran disamping menunjukkan kondisi kelebihan dan kekurangan guru dibandingkan dengan jumlah siswa per rombel.
menunjukkan SD/MI dengan jumlah siswa per rombel lebih dari 32 dan menggambarkan kekurangan guru di sekolah dengan jumlah siswa per
1.5 2 2.5 3
Rasio Guru Kelas/Rombel
Grafik 3.2.6. Sebaran SD/MI Menurut Kecukupan Guru dan Jumlah Siswa Per Rombel
% 2% 28% 43% 22% 6% 100%
antara sekolah dengan madrasah, artinya indikasi kekurangan dan kelebihan guru kelas terjadi baik di madrasah maupun di sekolah. Kondisi ini
merata dihampir semua kecamatan, dengan Kecamatan Lumbang, Tutur dan
Analisis lebih lanjut dilakukan dengan membandingkan kecukupan/kelebihan guru tersebut dengan el. Hasilnya dapat dilihat dalam Grafik Sebaran SD/MI menurut kecukupan guru
ebaran SD/MI Menurut Kecukupan Guru SD/MI
Jumlah Siswa Per Rombel Kuadran disamping menunjukkan kondisi kelebihan dan kekurangan guru dibandingkan dengan jumlah siswa per rombel. Kuadran 1 menunjukkan SD/MI dengan jumlah siswa per rombel lebih dari 32 dan sekolah dengan jumlah siswa per
22 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan rombel lebih dari 32. Kuadran 3 menunjukkan kekurangan guru di kelas dengan jumlah siswa per rombel
kurang dari 32 sementara Kuadran 4 menunjukkan kelebihan guru di SD/MI yang mempunyai rata-rata siswa per rombel kurang dari 32. Kondisi kelebihan guru kelas, khususnya untuk sekolah dengan jumlah siswa per rombel kurang dari 32 menunjukkan inefisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu, diperlukan dukungan kebijakan distribusi guru yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Untuk jenjang SMP, fokus penghitungan kebutuhan guru adalah guru sekolah negeri, dihitung berdasarkan mata pelajaran (mapel) dan standar nasional jam mengajar bagi guru yakni 24 jam per minggu. Dengan mapel sesuai standar kurikulum sejumlah 10 ditambah muatan lokal dan pengembangan diri maka kebutuhan guru mapel SMP Negeri ideal adalah 1.081 orang guru. Pada saat ini jumlah guru mapel yang ada sebanyak 1.297 orang, mengindikasikan terdapatnya kelebihan guru mapel sejumlah 216. Jumlah tersebut merupakan gambaran kasar di tingkat Kabupaten. Informasi rinci mengenai hal ini ada di Tabel 3.2.9.
Tabel 3.2.9. Kelebihan dan Kekurangan Guru SMP
Kajian lebih rinci menurut mata pelajaran sesuai tabel 3.2.9 menunjukkan kelebihan guru terbesar adalah guru Matematika, guru IPA dan Bahasa Indonesia. Sementara untuk Seni Budaya dan Muatan Lokal terdapat kekurangan guru.
Jam/ Kebutuhan Rasio
Minggu Guru ideal Kecukupan
Guru Per Rombel
1 2 3 4 5(Kol4xKol2/24) 6(kol3/kol5) 7(Kol3xKol5)
A. MATA PELAJARAN 1. Agama 2 82 763 64 1.29 18 2. PPKn 2 104 64 1.64 40 3. Bhs. Indonesia 4 170 127 1.34 43 4. Bhs. Inggris 4 158 127 1.24 31 5. Matematika 4 183 127 1.44 56 6. IPA 4 178 127 1.40 51 7. IPS 4 132 127 1.04 5 8. Seni Budaya 2 26 64 0.41 -38 9. PenjasOrKes 2 76 64 1.20 12 10. Ketrampilan/TIK 2 73 64 1.15 9 B . MULOK 2 62 64 0.98 -2 C. PENGEMBANGAN DIRI 2 53 64 0.83 -11 Jumlah 34 1,297 1081 216
Keterangan : Berisi Formula Rata-Rata: 1.20
Rasio Guru Rombel Ideal 1:1
Jumlah Rombel yang ada Jumlah Guru Mapel yg ada Komponen Kelebihan/Kekur angan Guru SMP
Di SMA Negeri, dengan menggunakan pendekatan penghitungan yang sama, dari tabel 3.2.10 diidentifikasikan terdapat kelebihan guru khususnya untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika dan Fisika.
Table 3.2.10. Kelebihan dan Kekurangan Guru SMAN
Sebaliknya terdapat kekurangan guru untuk TIK, Keterampilan/Bahasa Asing dan Muatan Lokal. Untuk sekolah kejuruan, tidak terdapat data pendukung analisis kebutuhan guru. Berdasarkan hasil diskusi kelompok dengan kepala sekolah dan guru SMK, kebutuhan guru program keahlian, khususnya untuk SMK Swasta menjadi kendala yang memerlukan penanganan lebih lanjut.
Dilihat dalam konteks kabupaten, kecuali di SMK Negeri, terdapat kecenderungan kelebihan guru sekolah negeri baik di jenjang SD, SMP, SMA. Tabel 3.2.10 di bawah menunjukkan ilustrasi kelebihan guru sekolah negeri, khususnya untuk guru kelas SD dan guru mata pelajaran yang diujikan secara
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 153 19 13 1.49 6 2. PPKn 2 2 2 2 153 18 13 1.41 5 3. Bhs. Indonesia 4 4 4 4 153 29 26 1.14 4 4. Bhs. Inggris 4 4 4 4 153 39 26 1.53 14 5. Matematika 4 4 4 4 153 39 26 1.53 14 6. Fisika 2 4 2 153 26 13 2.04 13 7. Biologi 2 4 2 153 21 13 1.65 8 8. Kimia 2 4 2 153 23 13 1.80 10 9. Sejarah 1 1 3 2 153 12 11 1.13 1 10. Geografi 1 3 1 153 14 9 1.65 6 11. Ekonomi 2 4 2 153 23 13 1.80 10 12. Sosiologi 2 3 2 153 15 11 1.41 4 13. Seni Budaya 2 2 2 2 153 14 13 1.10 1 14. Penjas Orkes 2 2 2 2 153 16 13 1.25 3 15. T I K 2 2 2 2 153 8 13 0.63 -5 16. Ketr./B.Asing 2 2 2 2 153 7 13 0.55 -6 17. Muatan Lokal 2 2 2 2 153 7 13 0.55 -6 18. Kepribadian/BP 2 2 2 2 153 19 13 1.49 6 Jumlah 40 41 41 41 349 259 90 Rata-rata 1.35 Keterangan :
Catatan : Rasio Ideal Rombel dengan Guru adalah Sbb :
(a) Mapel 2 jam per minggu adalah 12 rombel x 2 jam atau 12 : 1 orang (b) Mapel 3 jam per minggu adalah 8 rombel x 3 jam atau 8 : 1 orang (c) Mapel 4 jam per minggu adalah 6 rombel x 4 jam atau 6 : 1 orang
Jumlah Rombel Jumlah Guru Mapel Kebutuhan Ideal Guru Kelebihan/ Kekurangan Guru Prajur IPA IPS Rata-rata
Jam Mapel
Rasio Kecukupan
Guru MATA PELAJARAN
24 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan nasional yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris. Dengan membandingkan antara
kebutuhan guru dan ketersediaan guru yang ada saat ini, secara umum terdapat kecenderungan kelebihan guru sebesar 302, dengan kelebihan terbesar ada di jenjang SMP Negeri yaitu sebesar 180.
Tabel 3.2.11. Kelebihan Guru di Sekolah Negeri
Satuan Pendidikan
Jumlah
Sekolah Kebutuhan Guru Jumlah Guru
Kelebihan/ Kekurangan Guru SD Negeri 639 4.447 4.502 55 SMP Negeri 57 509 689 180 SMA Negeri 6 159 236 77 SMK Negeri 13 132 122 -10
Kelebihan guru ini tentunya akan berpengaruh terhadap biaya operasional pembelajaran karena besarnya komponen gaji guru. Apabila ditelusuri lebih lanjut, dapat diidentifikasikan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kelebihan guru tersebut. Pertama, dengan ditingkatkannya jam wajib mengajar guru dari 18 jam menjadi 24 jam per minggu menyebabkan jumlah kebutuhannya berkurang, sehingga guru yang ada menjadi berlebih . Kedua adanya rekruitmen atau perpindahan (mutasi) guru dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain tanpa mempertimbangkan analisis kebutuhan. Dengan kondisi tersebut, pembenahan manajemen pendidikan khususnya dalam perekrutan berdasarkan hasil analisis kebutuhan menjadi penting untuk dilakukan.
Kualifikasi Guru
Pemberlakuan Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mensyaratkan standar kualifikasi jenjang pendidikan minimal S1 atau D4 bagi guru di semua jenjang. Grafik 3.2.7 menunjukkan apabila dilihat menurut jenjang, tampak bahwa persentase tertinggi pemenuhan guru S1 adalah di SMA/MA/SMK.
Dalam Renstra Pendidikan Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 - 2014, persentase guru berkualifikasi S1/D4 pada Tahun 2009 adalah sebagai berikut : TK 14,7, SD/SDLB 42,5, SMP : 77,1; SMA : 86,5. Dengan target tersebut, percepatan peningkatan kualifikasi guru S1/ D4 perlu dilakukan khususnya untuk jenjang TK dan SD/MI yang capaiannya masih di batas rata Provinsi Jawa Timur untuk SD dan di bawah rata-rata untuk TK. Permasalahan lain terkait dengan kualifikasi guru adalah, terdapatnya guru D1/D2 yang melanjutkan S1 ke jurusan yang tidak linier dengan ijazah D1/D2 yang dimiliki dan tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Hal ini patut untuk mendapatkan perhatian karena akan meningkatkan jumlah guru yang mengajar mata pelajaran tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dimiliki (mismatch).
3.3. Layanan Lembaga Kursus
Penyelenggaraan jenis kursus pada umumnya berkaitan dengan kebutuhan yang muncul di berbagai lapisan masyarakat. Peningkatan jumlah satuan pendidikan formal (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK), biasanya diikuti dengan peningkatan jumlah jenis kursus bimbingan belajar, les privat/kursus Bahasa Inggris/Matematika yang dikelola secara pribadi/perorangan dan yayasan. Sebaliknya, dengan laju perkembangan lapangan usaha seperti teknologi dan non teknologi akan mendorong yayasan dan perorangan untuk membuka jenis kursus pengembangan keterampilan otomotif dan komputer (grafis/akuntansi).
Berdasarkan survei, lembaga kursus di Kabupaten Pasuruan dapat dikelompokkan berdasarkan jenis sebagai berikut: 11% 43% 87% 93% 89% 57% 13% 7% TK/RA SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK
Grafik 3.2.7. Kualifikasi Guru Per Jenjang Pendidikan Kab. Pasuruan
26 DBE1 | Laporan TEDS Kab. Pasuruan Tabel 3.3.1 Pengelompokan Jenis Kursus
Kelompok kursus Jenis Kursus Lembaga
kursus
Peserta Kursus
Jumlah % Jumlah %
Kursus pendukung pendidikan formal
Kursus bahasa Inggris/bimbel/ kursus matematika/les private 20 47,6 2.262 45,9
Kursus untuk pengembangan ketrampilan
Kursus otomotif/servis sepeda
motor/mengemudi/mengetik/komputer/ desain grafis/ms office/ akutansi/ komputer akutansi
6 14,3 2.322 47,0
Lain-lain MPWA/tata rias pengantin/tata kecantikan/tata
boga/TPR/TKK/penata laksana rumah tangga/pembuatan kesed/sablon/senam/aerobik
16 38,1 354 7,1
Total 42 100,0 4.942 100,0
Sumber: Survei Kursus, 2010
Tabel 3.3.1 menggambarkan jumlah terbanyak pada kelompok lembaga kursus yang mendukung pendidikan formal yaitu 20 lembaga (47,6%), diikuti kelompok kursus lain-lain sejumlah 16 lembaga (38,1%) dan sisanya kelompok kursus untuk pengembangan keterampilan. Walaupun jumlah kelompok kursus untuk pengembangan keterampilan paling kecil, akan tetapi memiliki jumlah siswa paling banyak yaitu 2.322 orang (47,0%), hampir berimbang dengan peserta kelompok kursus pendukung pendidikan formal sebanyak 2.262 orang (45,9%).
Aspek legalitas merupakan langkah awal untuk mempersiapkan penyelenggaraan kursus yang berkualitas baik, dimulai dari proses perizinan setiap jenis kursus yang akan diselenggarakan, proses administrasi untuk penerbitan Nomor Induk Lembaga Kursus (NILEK) yang dikeluarkan Direktorat Kursus, Direktorat Jendral Pendidikan Non Formal dan Informal (Ditjen PNFI, Kementerian Pendidikan Nasional, dan untuk mempertahankan kualitas pelayanan pendidikan kursus melalui proses akreditasi berkala. Hasil temuan menunjukkan 62,5% jenis kursus sudah mempunyai izin operasional, sementara sisanya belum. Sebagian besar lembaga kursus yang tidak mempunyai izin operasional adalah lembaga kursus yang merupakan kantor cabang dari lembaga kursus di pusat, dengan dalih menggunakan izin operasional dari kantor pusat. Selanjutnya, lembaga kursus yang belum memiliki NILEK sebanyak 66,7% yang dikeluarkan oleh Direktorat Kursus, Ditjen PNFI, Kementerian Pendidikan Nasional dan yang belum terakreditasi sebanyak 92,9 %.
Hasil survei dilakukan pada 42 dari 72 lembaga kursus tersebut mencerminkan dukungan Dinas Pendidikan terhadap lembaga kursus belum optimal karena keterbatasan dalam pembinaan untuk peningkatan mutu layanan pendidikan kursus.
Kemunculan bimbingan belajar dan les privat di Kabupaten Pasuruan perlu untuk dikaji lebih lanjut. Di satu sisi, melalui bimbel dan les privat banyak orangtua mempercayakan anak-anaknya untuk memperoleh pengayaan mata pelajaran yang dirasakan tidak cukup diperoleh di sekolah dengan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Sementara di sisi lain, mutu penyelenggaraan lembaga kursus yang ada belum sepenuhnya dapat dijamin. Tabel 3.2.2 menunjukkan hasil survei tentang mutu instruktur bimbingan belajar dan les privat yang menjadi salah satu penentu dalam peningkatan mutu pendidikan kursus menunjukkan bahwa masih terdapat lebih dari 14,1% instruktur dengan pendidikan SMA, SMP bahkan SD. Tabel 3.3.2 menggambarkan lebih rinci kualifikasi instruktur lembaga kursus, khususnya bimbel dan les privat yang disurvei.
Tabel 3.3.2 Kualifikasi Instruktur Kursus Bimbel dan Les Privat
Sebagian besar instruktur berkualifikasi S-1/D IV sebesar 83,5% dan diikuti berlatar belakang SMA/sederajat sebesar 8,2%. Jenis kursus bimbel 95,0% kualifikasi instruktur telah memenuhi syarat, karena berpendidikan S-1 dan S-2, namun untuk jenis kursus Bahasa Inggris masih memiliki instruktur kursus berkualifikasi SD (14,3%), SMP (6,1%) dan SMA (18,4%).
Untuk lembaga kursus yang mendukung peningkatan keterampilan, sebagian kecil instruktur sudah mempunyai sertifikasi profesi yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP.) Disamping itu, Dinas Pendidikan tidak memfasilitasi lembaga kursus untuk melaksanakan sertifikasi bagi instrukturnya. Implikasinya banyak sekali instruktur dari lembaga kursus yang tidak memenuhi syarat sertifikasi.
Tabel 3.3.3 menunjukkan status peserta khusus terbanyak adalah siswa yang bersekolah formal (90,5%), baik untuk kursus pendukung pendidikan formal dan pendukung keterampilan Tabel 3.3.3. Hal ini menarik karena siswa yang bersekolah di samping menimba ilmu melalui jalur pendidikan formal pagi hari namun juga menambah ilmu yang bersifat pengayaan atau meningkatkan keterampilan melalui kursus (jenjang pendidikan non formal) di sore hari sehingga siswa tersebut mengalokasikan waktu belajar lebih banyak.
Jenis kursus Jenjang Pendidikan Instruktur Total %
SD SMP SMA Diploma S-1 S-2
Bimbel 0 0 5 1 114 1 121 71,2
Bhs. Inggris 7 3 9 0 28 2 49 28,8
Jumlah 7 3 14 1 142 3 170 100,0
28
Jenis kursus
Kursus pendukung pendidikan formal Kursus pendukung ketrampilan Kursus lain-lain
Jumlah %
Hasil temuan kursus tentang uji kompetensi menunjukkan bahwa b
mengadakan uji kompetensi bagi peserta kursus, instruktur dan tata usaha non formal, yang dilakukan oleh Himpunan Penyelenggara Kursus Indonesia
(HIPSI)Uji kompetensi ini baru satu kali dilakukan pada tahun 2009 dan hasil uji kompetensi belum diperoleh.
Proses pengajuan ujian kompetensi adalah sebagai berikut ( uji kompetensi pada Dinas Pendidikan Kab. Pas
dilakukan visitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan, ( mendapatkan dana pelaksanaan uji
kompetensi dilakukan oleh Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Formal dan Nonformal. 3.4. Layanan Madrasah Diniyah (Madin)
Secara literasi madrasah diniyah dimaknai sebagai tempat belajar keagamaan dalam hal ini Agama Islam
berkembang di pondok pesantren sebagai pusat pendidikan agama yang bertujuan untuk mencetak santri yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang Agama Islam atau menjadi ahli agama. Sebagian besar
lulusan pondok pesantren tersebut kemudian mendirikan sekolah-sekolah agama atau madrasah diniyah
dilingkungkannya masing-masing. Hal ini menjadikan tumbuh berkembang di luar lingkup pondok pesantren
pendidikan Al-Quran, diniyah taqmiliyah dan dalam bentuk lain yang sejenis madrasah diniyah Kabupaten Pasuruan
madin yang ada di Provinsi Jawa Timur dengan jumlah santri
DBE1 | Laporan TEDS Kab. Tabel 3.3.3 Status Peserta Kursus
Status peserta kursus Sekolah Bekerja Lainnya Kursus pendukung pendidikan formal 2.598 17 9 Kursus pendukung ketrampilan 1.066 108 23
35 169 63
3.699 294 95 90,5 7,2 2,3
uji kompetensi menunjukkan bahwa beberapa lembaga kursus mengadakan uji kompetensi bagi peserta kursus, instruktur dan tata usaha non formal, yang dilakukan oleh Himpunan Penyelenggara Kursus Indonesia (HIPKI), dan Himpunan Pendidik Seluruh Indone
Uji kompetensi ini baru satu kali dilakukan pada tahun 2009 dan hasil uji kompetensi belum
Proses pengajuan ujian kompetensi adalah sebagai berikut (i) Lembaga kursus mengajukan permohonan uji kompetensi pada Dinas Pendidikan Kab. Pasuruan, (ii) sebelum pelaksanaan uji kompetensi
dilakukan visitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan, (iii) kemudian lembaga kursus mendapatkan dana pelaksanaan uji kompetensi sebesar Rp15.000.000 per lembaga, dan (
dilakukan oleh Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Formal dan Nonformal. Layanan Madrasah Diniyah (Madin)
Secara literasi madrasah diniyah dimaknai sebagai tempat belajar keagamaan dalam hal ini Agama Islam. Bermula sebagai pusat pendidikan agama yang bertujuan untuk mencetak santri yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang Agama Islam Sebagian besar murid (santri) lulusan pondok pesantren tersebut kemudian mendirikan sekolah agama atau madrasah diniyah (madin) . Hal ini menjadikan madin
tumbuh berkembang di luar lingkup pondok pesantren melalui pengajian kitab, majelis taklim, uran, diniyah taqmiliyah dan dalam bentuk lain yang sejenis. Pada Tahun 2009, j madrasah diniyah Kabupaten Pasuruan mencapai 1.173, atau mencapai 13,57% dari jumlah seluruh
yang ada di Provinsi Jawa Timur dengan jumlah santri mencapai 104.889.
TEDS Kab. Pasuruan
Total 2.624 1.197 267 4.088 100,0
eberapa lembaga kursus telah mengadakan uji kompetensi bagi peserta kursus, instruktur dan tata usaha non formal, yang dilakukan , dan Himpunan Pendidik Seluruh Indonesia Uji kompetensi ini baru satu kali dilakukan pada tahun 2009 dan hasil uji kompetensi belum
) Lembaga kursus mengajukan permohonan kompetensi biasanya ) kemudian lembaga kursus sebesar Rp15.000.000 per lembaga, dan (iv) Ujian dilakukan oleh Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Formal dan Nonformal.
melalui pengajian kitab, majelis taklim, Pada Tahun 2009, jumlah 1.173, atau mencapai 13,57% dari jumlah seluruh