v
A. Latar Belakang Masalah ………..……….
B. Rumusan Masalah ………
BAB II HASIL BELAJAR DAN LEARNING CYCLE 5E
A. Belajar dan Hasil Belajar ……….
1) Belajar ……….………
2) Hasil Belajar ……….………...
B. Model Learning Cycle 5E ……….
C. Hubungan Model Learning Cycle 5E dengan Hasil belajar ….… D. Hasil Penelitian Terdahulu ……….……...… E. Kedudukan Penelitian terhadap Penelitian Terdahulu ……….…
10 BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian ……….. B. Populasi dan Sampel Penelitian ………
vi
C. Prosedur Penelitian ………
D. Teknik Pengumpulan Data …..……….
E. Teknik Analisis Data Uji Coba Instrumen ………
F. Teknik Pengolahan Data ………...
G. Hasil Analisis Uji Coba Instrumen ………...
42 45 47 51 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa ..……… B. Analisis Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siswa .………
59 66
BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN TEMUAN LAIN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Ranah kognitif ... 14
2.2. Ranah afektif ... 17
2.3. Ranah psikomotor ... 21
2.4. Tahapan-tahapan Learning Cycle 5E ... 28
2.5 Kegiatan siswa dan guru pada model Learning Cycle 5E ... 30
3.1. Skema One group pretest-postest design ... 39
3.2. Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 48
3.3. Interpretasi Reliabilitas ... 49
3.4. Kategori Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 50
3.5. Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Tes ... 51
3.6. Kriteria keterlakanaan model Learning Cycle 5E ... 53
3.7. Kategori persentase jumlah siswa ... 53
3.8. Kriteria nilai gain ternormalisasi ... 55
3.9. Hasil uji coba instrumen ... 56
3.10. Reliabilitas soal setiap pertemuan ... 58
4.1. skor hasil belajar ranah kognitif pada pertemuan 1, 2, dan 3 ... 60
4.2. Keterlaksanaan aktivitas siswa ... 60
4.3. Nilai gain ternormalisasi siswa berdasarkan keikutsertaan siswa terhadap model ... 64
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Tahapan Learning Cycle 5E ... 28
3.1. Alur Penelitian ... 44
4.1. Persentase rata-rata pretes dan postes ... 64
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
A. Studi Pendahuluan ... 77
A.1. Lembar Angket ... 78
A.2. Lembar Observasi ... 79
B. Perangkat Pembelajaran ... 80
B.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 81
B.2. Lembar Kerja Siswa ... 91
C. Instrumen Tes ... 101
C.1. Kisi-kisi Soal Tes ... 102
C.2. Soal Tes Pertemuan ... 123
C.3. Lembar Judgment Soal Tes ... 132
C.4. Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 138
D. Lembar Observasi ... 141
D.1. Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 142
D.2. Lembar Observasi Penilaian Aktivitas dan Psikomotor ... 144
D.3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 147
E. Uji Satistik ... 151
E.1. Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 152
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri
dari pengetahuan dan proses. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang
disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan
yang dilakukan oleh manusia. Pada hakekatnya IPA terdiri atas tiga komponen
yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan
pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan
menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala alam. Jadi belajar IPA tidak
sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam
wujud pengetahuan deklaratif, akan tetapi belajar IPA juga belajar tentang cara
memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi bekerja dalam bentuk
pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah
dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, IPA sebagai produk dan sebagai proses tidak
dapat dipisahkan satu sama lain (Holil, 2009). Berdasarkan hal di atas berarti
fisika harus disampaikan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah,
maupun produk ilmiah dengan melibatkan partisipasi aktif siswa dalam
pembelajaran.
Berbeda dengan apa yang diharapkan dalam mempelajari físika, fakta di
tidak melibatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Hasil observasi studi
pendahuluan terhadap 37 siswa di salah satu SMA swasta di kota Bandung
diperoleh informasi bahwa hanya 27,03% siswa yang memperoleh nilai ulangan
fisika dengan kategori baik dan sebanyak 67,57% siswa mengatakan tidak pernah
bertanya selama pembelajaran. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan peneliti,
dalam kegiatan pembelajaran guru selalu langsung ke inti pembelajaran, tanpa
memotivasi siswa terlebih dahulu sehingga rasa keingintahuan siswa terhadap
materi tidak muncul dan siswa tidak tertarik untuk memperhatikan pembelajaran.
Penyampaian materi dari guru hanya satu arah tanpa memberikan kesempatan
kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuannya dan
siswa tidak diberi kesempatan untuk menjawab sendiri pertanyaan yang muncul.
Siswa hanya diam mendengarkan penyampaian dari guru tanpa dituntut untuk
menjelaskan pengetahuan yang telah mereka peroleh dalam pembelajaran. Selain
itu pemahaman siswa terhadap materi tidak diperiksa terlebih dahulu. Sehingga
ketika dilakukan tes, nilai yang mereka peroleh rendah.
Berdasarkan data di atas, peneliti menyimpulkan bahwa proses
pembelajaran yang hanya satu arah tanpa memunculkan rasa keingintahuan siswa
terhadap materi membuat siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru tanpa
melibatkan siswa secara aktif dalam membangun sendiri pengetahuannya,
sehingga yang terjadi adalah proses transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Hal
ini menyebabkan siswa kurang berminat dan tidak memperhatikan penyampaian
Hasil tes yang rendah menggambarkan hasil belajar ranah kognitif siswa
rendah. Selain itu kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran
menggambarkan aktivitas dan profil hasil belajar ranah psikomotornya juga
rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa di kelas ini baik
hasil belajar ranah kognitif maupun ranah psikomotornya rendah yang disebabkan
kurangnya partisipasi siswa dalam pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, siswa dituntut untuk ikut berpartisipasi aktif.
Pengetahuan seharusnya dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima
secara pasif dari guru (Suparno, 1996). Hal ini sesuai dengan teori
konstruktivisme yang menyatakan bahwa seseorang harus membangun sendiri
pengetahuannya. Proses membangun pengetahuan tersebut dilakukan melalui
interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan. Para kontruktivis
percaya bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak
seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa), siswa sendirilah yang harus
mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman
dan pengetahuan mereka (Lorsbach dalam Suparno, 1996). Dengan
memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya, akan lebih
memudahkan guru dalam menjelaskan materi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ausubel yang menyatakan bahwa apa yang dipelajari akan bermakna jika siswa
menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka (Suparno,
1996). Oleh karena itu keterlibatan siswa baik secara mental maupun raga sangat
Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran mendukung
siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran akan
berpusat pada siswa bukan pada guru (Amelia, 2008). Guru hanya bertugas
sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan
dengan baik. Tugas guru sebagai mediator dan fasilitator menurut Suparno (1996)
adalah menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa untuk
membuat rancangan, proses, dan penelitian, menyediakan atau memberikan
kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka
untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah
mereka, menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif,
menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar
siswa serta guru harus memotivasi siswa, melihat, mengevaluasi, dan
menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan
mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi
persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan
kesimpulan siswa. Berdasarkan hal di atas, maka dalam membelajarkan fisika
diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat memunculkan rasa
keingintahuan dan membuat siswa secara aktif membangun sendiri
pengetahuannya serta model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered).
Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah Learning
Cycle 5E yang terdiri dari 5 tahap yaitu engage, explore, explain, elaborate dan
terhadap materi melalui fenomena yang terjadi sehingga muncul
pertanyaan-pertanyaan dalam diri mereka dan mendorong siswa untuk menghubungkan
fenomena itu dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Pada tahap explore, siswa
berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum,
menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam
untuk menjawab pertanyaan yang muncul. Pada tahap explain, siswa dituntut
untuk menjelaskan pengetahuan yang mereka peroleh dari fenomena dengan
kata-kata mereka sendiri. Pada tahap elaborate, siswa harus menerapkan pengetahuan
tadi ke dalam fenomena yang baru. Sedangkan tahap evaluate dilakukan untuk
menilai efektifitas tahap-tahap sebelumnya dan untuk menilai pengetahuan,
pemahaman konsep, atau kompetensi siswa. Evaluasi harus dilakukan pada
seluruh pengalaman pembelajaran. Tahapan-tahapan Learning Cycle 5E di atas
sesuai untuk menyelesaikan masalah yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar
yang muncul yaitu dapat memunculkan rsa keingintahuan siswa dan membuat
siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri dengan cara berinteraksi
dengan lingkungan.
Learning Cycle 5E sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner dalam
Dasna, 2007). Unsur-unsur teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi, dan
organisasi) mempunyai korespondensi dengan fase-fase dalam Learning Cycle 5E
(Abraham dalam Dasna, 2007). Penerapan Learning Cycle 5E dalam
pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis (Dasna, 2007), yaitu siswa
siswa (Suparno,1996), dan orientasi pembelajaran adalah investigasi dan
penemuan yang yang merupakan pemecahan masalah (Hudojo dalam Dasna 2007)
Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi transfer pengetahuan dari guru
ke siswa, tetapi merupakan proses pemerolehan pengetahuan yang berorientasi
pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung (Fajaroh, 2007).
Namun sebagai model pembelajaran, model Learning Cycle 5E memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model ini yaitu pembelajaran menjadi
berpusat pada siswa (student-centered), dapat menghindarkan siswa dari cara
belajar tradisional yang cenderung menghafal, dan dapat meningkatkan motivasi
belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
Sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak
dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ”Penerapan Model Larning Cycle 5E untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajara Fisika”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa
setelah diterapkan model learning cycle 5E dalam pembelajaran fisika?”
Agar penelitian lebih terarah, maka permasalahan penelitian di atas
1. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif selama
penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam pembelajaran fisika?
2. Bagaimanakah profil hasil belajar siswa pada ranah psikomotor selama
penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam pembelajaran fisika?
C. Batasan Masalah
Model Learning Cycle 5E yang digunakan oleh Bybee (1997) yang
merupakan suatu model pembelajaran kontruktivis yang terdiri dari 5 tahap yaitu
engage, explore, explain, elaborate, dan evaluate. Instrumen yang digunakan
untuk mengukur keterlaksanaan model Learning Cycle 5E adalah lembar
observasi.
Peningkatan yang ditinjau dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa
pada ranah kognitif selama penerapan model Learning Cycle 5E. Sedangkan
untuk ranah psikomotor dilihat profilnya saja. Hasil belajar ini meliputi mengingat
(C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), peniruan (P1),
manipulasi (P2), dan ketepatan (P3). Pengukuran hasil belajar ranah kognitif siswa
digunakan gain ternormalisasi dengan menghitung selisih skor pretest dan postest.
Sedangkan pengukuran profil hasil belajar ranah psikomotor digunakan persentase
jumlah siswa.
D. Variabel Penelitian
E. Definisi Operasional
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Hasil belajar yang dimaksud terdiri dari dua ranah
yaitu ranah kognitif dan ranah psikomotor. Hasil belajar ranah kognitif
meliputi mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), dan
menganalisis (C4) yang diukur dengan tes tertulis berupa pilihan ganda (PG).
Tes ini dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan (pretest dan postest) dan
dinyatakan dalam bentuk skor angka. Sedangkan hasil belajar ranah
psikomotor meliputi peniruan (P1), manipulasi (P2), dan ketepatan (P3) yang
diukur melalui format observasi penilaian ranah psikomotor.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa selama diterapkan
model Learning Cycle 5E dalam pembelajaran fisika.
2. Mengetahui profil hasil belajar ranah pikomotor siswa selama diterapkan
model Learning Cycle 5E dalam pembelajaran fisika.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan adalah selama penggunaan model Learning Cycle 5E
dapat:
2. Mengetahui profil hasil belajar ranah psikomotor siswa dalam mata pelajaran
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen semu (quasi eksperimen), yaitu penelitian yanag dilaksanakan
pada satu kelompok siswa (kelompok eksperimen) tanpa ada kelompok
pembanding (kelompok kontrol) (Arikunto, 2006). Dalam metode penelitian
eksperimen semu ini, keberhasilan atau keefektifan model pembelajaran yang
diujikan dapat dilihat dari perbedaan nilai tes kelompok eksperimen sebelum
diberi perlakuan yaitu berupa penerapan model pembelajaran (pretes) dan
nilai tes setelah diberi perlakuan (postes). Adapun desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini ialah one group pretest-postest design. Skema
one group pretest-postest design ditunjukkan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1
Skema one group pretest-postest design
Pre Test Treatment Post Test
T1 X T2
Keterangan :
T1 = Tes awal (pretes)
X = Perlakuan (treatment), yaitu penggunaan model Learning Cycle 5E
Dilihat dari tabel one group pretest-postest design di atas, maka sampel
penelitian akan diberi perlakuan (treatment) yaitu berupa penerapan model
Learning Cycle 5E yang akan dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Pada
setiap pertemuan di awal pembelajaran, siswa akan diberi tes awal (pretes)
untuk mengetahui kemampuan dan pengetahuan awal siswa, kemudian
dilanjutkan dengan pelaksanaan treatment yaitu berupa penerapan model
Learning Cycle 5E. Selama pembelajaran berlangsung, siswa akan dinilai
ranah psikomotornya dengan menggunakan format observasi penilaian ranah
psikomotor, kemudian di akhir pembelajaran siswa akan diberi tes akhir
(postes) dengan menggunakan instrumen yang sama seperti pada tes awal
(pretes). Instrumen yang digunakan sebagai pretest dan postest dalam
penelitian ini merupakan instrumen untuk mengukur hasil belajar ranah
kognitif yang telah di-judgement dan diujicobakan terlebih dahulu kepada
siswa lain yang berbeda kelas. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
ranah kognitif siswa setelah diterapkan model Learning Cycle 5E, maka hasil
pretes dan postes siswa diolah dan dianalisis dengan menghitung gain
ternormalisasi. Sedangkan untuk hasil belajar ranah psikomotor siswa akan
diukur melalui format observasi penilaian ranah psikomotor.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian dan sampel adalah
representatif dalam arti segala karakteristik populasi hendaknya tercerminkan
pula dalam sampel yang diambil.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di salah satu
SMA swasta di kota Bandung, sedangkan yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah satu kelas dari keseluruhan populasi yang dipilih secara
purposive sample.
Purposive sample atau sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Pengambilan sampel dengan teknik bertujuan ini cukup baik karena sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga dapat mewakili populasi. Kelemahannya adalah bahwa peneliti tidak dapat menggunakan statistik parametrik sebagai teknik analisis data, karena tidak memenuhi persyaratan random. (Arikunto, 2006: 139)
Hal ini dilakukan karena pada saat melakukan studi pendahuluan di
sekolah tersebut, permasalahan mengenai rendahnya hasil belajar siswa pada
ranah kognitif dan ranah psikomotor muncul di kelas ini. Selain itu juga
karena peneliti memiliki keterbatasan sehingga tidak memberikan peluang
yang sama bagi anggota populasi yang lain. Keterbatasan ini dikarenakan
pada saat penelitian, peneliti tengah melakukan PLP sehingga sampel yang
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri dari 3 tahap yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, serta tahap analisis dan penyelesaian.
Tahap-tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi:
a. Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat dan
inovatif mengenai model pembelajaran yang hendak diterapkan.
b. Studi pendahuluan, dilakukan untuk mengetahui kondisi kelas yang
akan diterapkan model Learning Cycle 5E
c. Menyusun rencana pembelajaran dan skenario pembelajaran sesuai
dengan model pembelajaran yang akan diujikan. Kemudian
menyediakan alat percobaan, membuat lembar observasi aktivitas
guru, membuat lembar observasi aktivitas siswa, membuat lembar
observasi penilaian psikomotor, membuat lembar kerja siswa (LKS),
dan mendesain alat observasi.
d. Melakukan judgement terhadap instrumen.
e. Melakukan ujicoba dan analisis instrumen.
f. Merevisi instrumen.
2. Tahap Pelaksanaan
a) Melakukan pretes sesuai materi yang dibahas di awal pembelajaran
pada tiap pertemuan.
b) Menerapkan model Learning Cycle 5E di kelas yang akan diteliti.
c) Selama pembelajaran berlangsung ranah psikomotor siswa dinilai
dengan menggunakan format observasi penilaian ranah psikomotor.
d) Melakukan postes sesuai materi yang dibahas di akhir pembelajaran
dengan soal yang sama dengan soal pretes.
3. Tahap Akhir
a) Mengolah data hasil tes awal, tes akhir serta instrumen lainnya.
b) Menganalisis dan membahas temuan penelitian.
c) Membandingkan antara hasil pretes dan postes untuk menentukan
besar perbedaan yang muncul.
d) Membandingkan ranah psikomotor siswa pada setiap pertemuan
pembelajaran.
e) Menarik kesimpulan.
Untuk lebih jelasnya, alur penelitian yang dilakukan dapat digambarkan
Gambar 3.1 Alur Penelitian
PENDAHULUAN
- Menentukan masalah
- Studi Pendahuluan
- Studi literatur tentang model Learning Cycle 5E
- Membuat instrumen
- Uji coba instrumen
PELAKSANAAN
- Pretest T1, T3, T5
- Pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle 5E
- Posttest T2, T4, T6
ANALISIS DATA
- Mengolah data hasil pretes, postes , dan instrumen lainnya.
- Menganalisis data
- Membandingkan data hasil pretes dan postes
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk
memperoleh data-data yang mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam
penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan
observasi dan tes.
1. Observasi keterlaksanaan model Learning Cycle 5E
Observasi keterlaksanaan model Learning Cycle 5E ini bertujuan untuk
melihat apakah tahapan-tahapan model Learning Cycle 5E telah
dilaksanakan oleh guru atau tidak. Observasi ini dibuat dalam bentuk
cheklist (√). Dalam pengisian lembar observasi ini, observer memberikan
tanda cheklist pada kolom “ya” atau “tidak” jika kegiatan yang dimaksud
dalam lembar observasi ditunjukan guru. Selain membuat tanda cheklist
(√), terdapat juga kolom keterangan untuk memuat saran-saran observer
atau kekurangan-kekurangan aktivitas guru selama proses pembelajaran.
2. Observasi penilaian ranah psikomotor siswa
Observasi penilaian ranah psikomotor siswa bertujuan untuk melihat
bagaimanakah ranah psikomotor yang ditunjukkan oleh siswa selama
penerapan model Learning Cycle 5E.
3. Observasi aktivitas siswa
Observasi aktivitas siswa bertujuan untuk melihat bagaimanakah aktivitas
4. Tes
Menurut Suharsimi (2008: 32) tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan
atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok. Dalam penelitian ini, instrumen tes yang digunakan ialah tes
tertulis yaitu berupa tes pilihan ganda (PG) biasa dengan soal pretes sama
dengan soal postes.
Penyusunan instrumen tes untuk penelitian ini dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk materi pokok listrik
dinamis.
b. Menyusun instrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
c. Melakukan judgement terhadap instrumen penelitian yang telah dibuat.
d. Melakukan ujicoba instrumen penelitian terhadap siswa di sekolah yang
sama tetapi berbeda kelas.
e. Setelah instrumen yang diujicobakan tersebut diolah dengan dihitung
validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan realiabilitasnya.
Instrumen tes yang telah diuji tersebut, dinyatakan layak untuk dijadikan
instrumen penelitian. Jumlah total soal tes yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 23 soal yang berbentuk pilihan ganda yang
terdiri dari 8 soal untuk pertemuan 1, 7 soal untuk pertemuan 2, dan 8 soal
E. Teknik Analisis Data Uji Coba Instrumen
Untuk mendapatkan data yang benar yang dapat menggambarkan
kemampuan subyek penelitian dengan tepat maka diperlukan instrumen tes
yang baik pula. Dalam penelitian ini, sebelum instrumen tes dipakai dalam
penelitian, instrumen tes terlebih dulu diujicobakan di salah satu kelas yang
berada di sekolah tempat penelitian dilaksanakan.
Data hasil ujicoba tes kemudian dianalisis untuk mendapatkan
keterangan mengenai layak atau tidaknya instrumen tes dipakai dalam
penelitian. Berikut dipaparkan macam-macam analisis yang digunakan untuk
mengetahui baik buruknya instrumen tes.
a. Analisis Validitas Instrumen Ujicoba
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat ke validan atau
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatan valid apabila
instrumen tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur dan dapat
mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Nilai
valliditas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien produk momen.
Validitas soal dapat dihitung dengan menggunakan perumusan:
∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
...
(3.1)Keterangan:
Setelah nilainya diperoleh kemudian diinterpretasikan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
b. Analisis Reliabilitas Instrumen Ujicoba
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama ketika
di uji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu
pengukuran ke pengukuran lainnya. Nilai reliabilitas ditentukan dengan
menggunakan rumus K-R. 20 yang diketemukan oleh Kuder dan
Richardson. Adapun perumusannya adalah sebagai berikut:
∑
... (3.2)
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah 1
∑ = jumlah hasil perkalian antara p dan q
= banyaknya item
2 = varians
Adapun rumus varians yang digunakan yaitu
∑ ∑
... (3.3)
Selain itu untuk menginterpretasikan tingkat reliabilitasnya, maka
koefisien korelasinya dikategorikan pada kriteria yang terdapat dalam tabel
3.3.
Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas
0,81 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi
c. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran suatu butir soal adalah bilangan yang menunjukkan
sukar dan mudahnya suatu soal (Arikunto, 2008: 207). Untuk menghitung
!"
$# ... (3.4)(Arikunto, 2008: 208)
dengan :
TK = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = jumlah siswa peserta tes
Untuk menginterpretasikan TK tiap item soal tiap tahap dilakukan dengan
menginterpretasikan terhadap standar TK pada tabel 3.4.
Tabel 3.4
Kategori Tingkat Kesukaran Instrumen Tes
Indeks Kesukaran (TK) Klasifikasi Soal
0,00 – 0,30 Sukar
0,30 – 0,70 Sedang
0,70 – 1,00 Mudah
(Arikunto, 2008 : 210)
d. Analisis Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan
siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2008 : 211).
Untuk menghitung daya pembeda tiap item soal terlebih dahulu
menentukan skor total siswa dari siswa yang memperoleh skor tinggi ke
rendah. Kemudian membagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50%
kelompok bawah. Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan
%
#&$D = indeks daya pembeda item satu butir soal tertentu
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan
benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal tersebut
dengan benar
Nilai daya pembeda (D) yang diperoleh, kemudian diinterpretasikan pada
tabel 3.5.
Tabel 3.5
Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Tes
Nilai D klasifikasi
0,00 – 0,20 Jelek
0,20 – 0,40 Cukup
0,40 – 0,70 Baik
0,70 – 1,00 Sangat Baik
Bertanda negatif Tidak Baik
(Arikunto, 2008 : 218)
F. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain data nilai tes (pretes
dan postes), data observasi penilaian ranah psikomotor, data observasi
Dari data-data tersebut, data observasi keterlaksanaan model Learning Cycle
5E digunakan sebagai gambaran kegiatan guru selama proses pembelajaran
berlangsung, data nilai tes digunakan untuk mengukur hasil belajar ranah
kognitif siswa, data observasi penilaian ranah psikomotor digunakan untuk
mengukur hasil belajar pada ranah psikomotor. Adapun teknik pengolahan
data yang digunakan terhadap data-data di atas, antara lain:
1. Data observasi keterlaksanaan model Learning Cycle 5E
Data mengenai pelaksanaan pembelajaran model Learning Cycle 5E
merupakan data yang diambil dari observasi. Pengolahan data dilakukan
dengan cara mencari persentase keterlaksanaan model Learning Cycle 5E.
Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data
tersebut adalah dengan :
• Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi
pada format observasi keterlaksanaan pembelajaran
• Melakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan persamaan berikut:
(* +* ,-+* "*,* .-/+- -- (*01*.-2- - 345678 9:;<=><= 7 ? 5< 37@7: 7345678 9:;<=><= ;<64=48 7 A 100% (3.6)
Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model Learning Cycle
Tabel 3.6
Kriteria Keterlaksanaan model Learning Cycle 5E
No % Kategori Keterlaksanaan Model Interpretasi
1. 0,0-24,9 Sangat Kurang
2. Data observasi aktivitas dan penilaian hasil belajar ranah psikomotor
siswa
Data mengenai aktivitas dan penilaian hasil belajar ranah psikomotor
merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data tersebut dianalisis
dengan menghitung persentase jumlah siswa yang melakukan setiap skor
dari setiap aspek yaitu dengan rumus :
%
%2D0.-2D0.-EE+F+G-+F+G- :7 7H :7 7H34567834567 ;I;@7;I;@7 8 ;I;@7;I;@7 7 7 ? ? ;<64=4;<64=48 5<67H4H75<67H4H78 77 ;H9=;H9=AA110000%%... ((33..77))
Untuk mengetahui kategori hasil belajar ranah psikomotor siswa,
data yang diperoleh diolah dan dikualifikasikan menjadi lima dengan
persentase tertinggi 100% dan persentase terendah 0% seperti yang terlihat
pada tabel 3.7.
Tabel 3.7
Kategori persentase jumlah siswa
3. Data tes
Tes dilakukan untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif siswa sebelum
(pretest) dan sesudah perlakuan (postest). Peningkatan hasil belajar ini
diukur dengan gain ternormalisasi. Karena di bab I peneliti tidak
mencantumkan hipotesis, maka peneliti tidak melakukan uji hipotesis untuk
melihat signifikan tidaknya hasil analisis data. Berikut langkah-langkah
yang peneliti lakukan agar dapat menganalisis data pretest, postest, dan gain
siswa.
1. Menghitung skor dari setiap jawaban baik pada pretest maupun pada
posttest.
2. Menghitung rata-rata (mean)
Untuk menghitung nilai rata-rata (mean) dari skor tes baik pretest maupun
posttest, digunakan rumus:
Gain adalah selisih antara skor tes awal dan skor tes akhir. Nilai gain dapat
ditentukan dengan rumusan sebagai berikut:
Keterangan:
G = gain
T1 = skor pretest
T2 = skor postest
4. Gain Ternormalisasi
Untuk perhitungan gain yang dinormalisasi akan digunakan persamaan
(Hake, 1998) sebagai berikut:
G. Hasil analisis ujicoba instrumen
Dalam bagian ini akan dijelaskan tentang hasil analisis uji coba instrumen
yang telah dilakukan di kelas lain. Sebelum instrumen soal dipakai dalam
penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji instrumen yaitu dengan melakukan uji
validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal pada setiap
Tabel 3.9
Validitas Daya pembeda Tingkat kesukaran ket
nilai Katego
ri
nilai kategori nilai kategori
27,27% termasuk kategori tinggi, sebesar 45,46% termasuk kategori cukup,
dan sisanya sebesar 27,27% termasuk kategori rendah dan sangat rendah.
Untuk daya pembedanya, sebesar 63,64% termasuk kategori baik, sebesar
18,18% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar 18,18% termasuk
kategori jelek. Sedangkan untuk tingkat kesukaran, tidak ada soal yang
termasuk kategori sukar, soal hanya terdiri dari 81,82% yang termasuk
kategori sedang, dan 18,18% termasuk kategori mudah. Dari data tersebut
maka hanya delapan soal yang dipakai yaitu soal no. 1, 2, 3, 4, 7, 8, 9, dan 10
dan tiga soal dibuang karena validitasnya rendah dan daya pembedanya jelek.
Soal-soal untuk pertemuan 2 yang terdiri dari sepuluh soal hanya 70%
soal yang valid dengan presentase validitasnya sebesar 20% termasuk
kategori tinggi, sebesar 50% termasuk kategori cukup, dan sisanya sebesar
30% termasuk kategori rendah dan sangat rendah. Untuk daya pembedanya,
sebesar 60% termasuk kategori baik, sebesar 20% termasuk kategori cukup,
dan sisanya sebesar 20% termasuk kategori jelek. Sedangkan untuk tingkat
kesukaran, sama halnya dengan seri 1 tidak ada soal yang termasuk kategori
sukar, soal hanya terdiri dari 80% yang termasuk kategori sedang, dan 20%
termasuk kategori mudah. Dari data tersebut maka hanya tujuh soal yang
dipakai yaitu soal no. 1, 3, 4, 6, 7, 9, dan 10 dan dua soal dibuang karena
validitasnya rendah dan daya pembedanya jelek.
Pada pertemuan 3, sebesar 72,73% soal yang valid, yaitu sebesar 45,46%
termasuk kategori tinggi, sebesar 27,27% termasuk kategori cukup, dan
soalnya, sebesar 63,64% termasuk kategori tinggi, 18,18% termasuk kategori
cukup, dan sisanya sebesar 18,18% termasuk kategori jelek. Sedangkan
tingkat kesukaran soal untuk seri 3 ini, sebesar 81,82% soal termasuk sedang,
dan sebesar 18,18% termasuk mudah. Dari data tersebut maka delapan soal
dipakai yaitu no.1, 3, 4, 5, 8, 9, 10, dan 11. Tiga soal sisanya dibuang yaitu no
2, 6, dan 7 karena validitasnya sangat rendah dan daya pembedanya jelek.
Reliabilitas soal untuk pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3
termasuk kategori cukup dengan nilai koefisien reliabilitas seperti terlihat
pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Reliabilitas soal pertemuan 1, pertemuan 2, dan pertemuan 3
pertemuan Reliabilitas Kategori
1 0,51 cukup
2 0,48 cukup
3 0,51 cukup
Lebih jelasnya mengenai validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan
73
BAB V
KESIMPULAN, SARAN, DAN TEMUAN LAIN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data terhadap data hasil
penelitian yang telah dilakukan di salah satu kelas X SMA Swasta di kota
Bandung mengenai penerapan model Learning Cycle 5E untuk meningkatkan
hasil belajar siswa diperoleh kesimpulan :
1. Peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan model
Learning Cycle 5E termasuk ke dalam kategori sedang.
2. Profil hasil belajar siswa pada ranah psikomotor setelah diterapkan model
Learning Cycle 5E untuk aspek peniruan (P1), manipulasi (P2), dan ketepatan
(P3) termasuk ke dalam kategori sedang.
B. SARAN
Setelah dilakukan penelitian mengenai model Learning Cycle 5E,
diajukan beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut, antara lain:
1. Dalam menggunakan model Learning Cycle 5E disarankan agar membuat
perencanaan yang matang dengan lebih memperhitungkan waktu yang
akan dipergunakan, melakukan setiap tahapan Learning Cycle 5E dengan
baik. Selain itu, kondisi siswa ketika pembelajaran berlangsung juga harus
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menerapkan model Learning
Cycle 5E pada ranah afektif dan ranah psikomotor.
C. TEMUAN LAIN
Di luar dari kesimpulan di atas, ditemukan beberapa peristiwa lain yang dapat
dipertimbangkan dalam penelitian ini yaitu, keadaan siswa yang kurang
termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Maka untuk kasus
75 D
DAAFFTTAARRPPUUSSTTAAKKAA
Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Asnawi, Y. (2009). Prestasi Belajar. [online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/17318020/prestasi-belajar [1 November]
Bybee, W. & Roger et. al. (2006). “The BSCS 5E Instructional model: Origin, Effectivenes, and Application” [Online]. Tersedia: http://www.bscs.org/pdf/bscs5eexecsummary.pdf. [16 November 2009].
Donclark. (1999). Bloom's Taxonomy of Learning Domains. [online]. Tersedia : http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html [31 Desember 2010]
Fajaroh, F. (2007). Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning
Cycle). [online]. Tersedia:
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/ [27 Oktober 2009]
Farida, RH. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) tipe 5E untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Pada Pembelajaran Fisika. Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement Methods In Introductory
Mechanics Courses. [Online]. Tersedia :
http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, [13 September 2009]
Holil, A. (2009). Menjadi Manusia Pembelajar: Hakikat Pembelajaran
Nuh, U. (2200007). Implementasi Pendekatan Berbasis Masalah dalam 7 Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Panggabean, L.P. (1996). Penelitian Pendidikan. Jurusan Pendidikan Fisika – Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam –Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
Panggabean, L.P. (2001). Statistika Dasar. Jurusan Pendidikan Fisika – Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Pendidikan Indonesia.
Sam, A. (2008). Pengertian Prestasi Belajar. [online]. Tersedia:
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-prestasi-belajar.html. [1 Oktober 2009]
Sudrajat, A. (2008). Pengembangan Perangkat Penilaian Afektif. [online]. Tersedia:http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/08/penilai an-afektif.pdf [11 Januari 2011]
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sunarto. (2009). Pengertian Prestasi Belajar. [online]. Tersedia: http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian-prestasi-belajar/ [1 Oktober 2009]
Suparno, P. (1996). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.