• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN TERHADAP KOMPETENSI SOSIAL KOGNITIF DAN KOMPETENSI SOSIAL AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN TERHADAP KOMPETENSI SOSIAL KOGNITIF DAN KOMPETENSI SOSIAL AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Hipotesis Penelitian ... 13

F. Defenisi Operasional ... 14

G. Metode Penelitian ... 15

H. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 16

A. Pengembangan Kompetensi Sosial Kognitif Siswa Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar ... 16

B. Pengembangan Kompetensi Sosial Afektif Siswa Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar ... 22

C. Metode Pembelajaran Bermain Peran ... 25

D. Hubungan Metode Pembelajaran Bermain Peran dengan Kompetensi Sosial Kognitif dan Kompetensi Sosial Afektif ... 33

(2)

A. Desain Penelitian ... 41

B. Objek Penelitian ... 43

C. Prosedur Penelitian ... 44

1. Tahap Persiapan ... 45

2. Tahap Pelaksanaan ... 46

3. Tahap Penyelesaian ... 48

D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 48

E. Alat Tes Penelitian ... 50

1. Test Kompetensi Sosial Kognitif ... 50

2. Test Kompetensi Sosial Afektif ... 58

F. Teknik Analisis Data ... 61

1. Uji Normalitas ... 64

2. Uji Homogenitas... 65

3. Uji Gain Faktor (N-gain) ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

A. Hasil Penelitian ... 67

1. Kompetensi Sosial Kognitif Siswa ... 68

2. Kompetensi Sosial Afektif ... 80

3. Penguasaan Kompetensi Sosial Kognitif Berdasarkan Aspek Kognitif 93 4. Penguasaan Kompetensi Sosial Afektif Berdasarkan Aspek Afektif 96 B. Pembahasan ... 99

1. Penerapan Pembelajaran Bermain Peran ... 99

2. Penguasaan Kompetensi Sosial Kognitif ... 104

3. Penguasaan Kompetensi Sosial Afektif ... 107

(3)

Playing) Terhadap Kompetensi Sosial Afektif Siswa Dalam

Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar ... 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 123

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 127

(4)
(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dasar (basic education) merupakan jenjang pendidikan yang

melandasi jenjang pendidikan menengah yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain

yang sederajat.

Secara umum Pendidikan dasar diselenggarakan di Sekolah Dasar

bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis dalam

mengikuti pendidikan lebih lanjut. Pendidikan dasar yang diselenggarakan di

Sekolah Dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar baca, tulis, hitung,

pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan

tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti

pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Secara sederhana pendidikan

dasar bertujuan memenuhi kebutuhan dan hak setiap manusia dalam

mempersiapkan kehidupannya yang lebih baik di masa mendatang. Dengan

demikian pendidikan dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian, sikap,

dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dan mengikuti pendidikan

(6)

Pendidikan dasar sebagai tonggak awal peningkatan Sumber Daya

Manusia (SDM) dan sebagai jembatan bagi upaya ke arah persiapan menuju

jenjang pendidikan selanjutnya banyak mendapat perhatian dari berbagai pihak.

Mutu pendidikan yang baik ditingkat Sekolah Dasar, akan memungkinkan

ditingkatkannya secara sistematik mutu pendidikan pada jenjang pendidikan

selanjutnya oleh karena itu pada tingkat Sekolah Dasar sangat memungkinkan

untuk dikembangkannya usaha dalam pembinaan mutu pendidikan, hal ini dapat

dilakukan melalui penataan kelembagaan, pengelolaan dan peningkatan mutu guru

yang merupakan perangkat penting bagi peningkatan mutu pendidikan (Iim

Wasliman, 2007).

Guru merupakan komponen paling menentukan, karena ditangan gurulah

kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana serta iklim pembelajaran menjadi

suatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang

dilakukan oleh guru dan siswa sebagai pelaksanaan kurikulum yang telah disusun

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang telah ditetapkan,

dari tujuan yang paling rendah yaitu tujuan pembelajaran sampai tujuan yang

paling tinggi yaitu tujuan pendidikan nasional, merupakan wujud dari

pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia.

Tugas utama guru dalam mewujudkan tujuan pendidikan dasar di sekolah

adalah untuk mengembangkan strategi mengajar yang efektif. Pengembangan

strategi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan keadaan yang dapat

mempengaruhi kehidupan peserta didik, sehingga mereka dapat belajar dengan

(7)

Kegiatan pembelajaran bagi anak usia sekolah dasar mempunyai arti dan

tujuan tersendiri. Hal ini berkaitan dengan ciri-ciri atau karakteristik anak yang

bersangkutan. Seorang guru sekolah dasar sewajarnya memahami bahwa

komponen anak merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran.

Karenanya proses pembelajaran harus diciptakan atas dasar pemahaman dan

bagaimana anak tumbuh dan berkembang. Dengan kata lain kegiatan belajar

mengajar yang secara praktis dikembangkan guru di sekolah dasar, dituntut untuk

berorientasi pada perkembangan anak secara tepat, (Mulyani Sumantri, 2001).

Pemahaman atas perkembangan peserta didik sekaligus dengan

keunikannya, akan sangat dibutuhkan guru dalam mengidentifikasi tentang prilaku

yang cocok (prilaku pada diri anak) sebagai tujuan yang dapat dicapai dalam

pembelajaran, kegiatan dan pengalaman belajar yang tepat diciptakan dan bahan

pembelajaran yang sepadan bagi kelompok usia tertentu serta sistem evaluasi

yang hendak digunakan.

Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat

penting. Tujuan pembelajaran yang sewajarnya dapat diwujudkan guru dalam

kegiatan pembelajaran anak di sekolah dasar antara lain: (1) menjadikan

anak-anak senang, bergembira dan riang dalam belajar; (2) memperbaiki berpikir

kreatif anak-anak, sifat keingintahuan, kerja sama, harga diri dan rasa percaya

pada diri sendiri khususnya dalam menghadapi kehidupan akademik; (3)

mengembangkan sikap positif anak-anak dalam belajar; (4) mengembangkan

(8)

perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosial dan teknologi (Mulyani Sumantri,

2001).

Untuk mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana tersebut di atas, semua

komponen pembelajaran lainnya seperti pemilihan materi atau bahan

pembelajaran, kegiatan guru dan peserta didik, pemilihan sumber belajar yang

akan dipakai serta penyusunan tes, akan bertolak dari tujuan pembelajaran yang

hendak dicapai peserta didik dalam proses belajar mengajar. Karena itu,

kesadaran tentang tujuan pembelajaran semestinya direfeleksikan guru-guru

sekolah dasar dalam rangka membantu peserta didik dalam rangka meletakkan

dasar-dasar kehidupan ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan

dan daya cipta yang diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya

dan untuk pertumbuhan serta perkembangan mereka selanjutnya.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang

diberikan mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai sekolah menengah. IPS

mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan

dengan isu sosial. Hal ini sejalan dengan tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS), yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka

terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif

terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan

untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri

sendiri atau masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, Materi Sosialisasi

(9)

Pada jenjang Sekolah Dasar mata pelajaran IPS memuat materi Geografi,

Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi yang dipadukan (integrated). Menurut James A.

Bank dalam Sapriya et al. (2006) menjelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial

atau Social Studies sebagai bagian dari kurikulum Sekolah Dasar dan menengah

yang mempunyai tanggung jawab pokok membantu para siswa untuk

mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai, dalam hidup

bernegara di lingkungan masyarakatnya.

Sejalan dengan itu mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar sebagaimana yang

tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi

menyebutkan bahwa mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan

pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Selanjutnya

disebutkan pula bahwa mata pelajaran IPS di sekolah dasar bertujuan: (1)

Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

lingkungannya; (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis,

rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan

sosial; (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan; (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan

global.

Namun pada kenyataannya dilapangan ternyata tujuan di atas kurang

terlaksana sesuai harapan. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran IPS di

(10)

merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak

menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri. Dalam arti yang lebih

substansial, proses pembelajaran hingga dewasa ini masih terjadi dominasi guru

dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk mandiri melalui penemuan dan

proses berpikirnya (Trianto, 2007).

Sementara itu, menurut Somantri et. Al. (dalam Achmad, 2005),

mengungkapkan, bahwa proses pembelajaran IPS di tingkat persekolahan masih

mengandung beberapa kelemahan antara lain: (1) Kurang memperhatikan

perubahan-perubahan dalam tujuan, fungsi dan peran Ilmu Pengetahuan Sosial di

sekolah, tujuan pembelajaran kurang jelas dan tidak tegas (not purposeful); (2)

Posisi, peran dan hubungan fungsional dengan bidang studi lainnya terabaikan,

informasi faktual lebih bertumpu pada buku paket yang out of date dan kurang

mendayagunakan sumber-sumber lainnya; (3) Lemahnya transfer informasi

konsep ilmu-ilmu sosial Out put IPS tidak memberi tambahan daya dan tidak pula

mengandung kekuatan (not empowering and not powerful); (4) Guru tidak dapat

meyakinkan siswa untuk belajar IPS lebih bergairah dan bersungguh-sungguh.

Siswa tidak dibelajarkan untuk membangun konseptualisasi yang mandiri; (5)

Guru lebih mendominasi siswa (teacher centered), kadar pembelajaran yang

rendah, kebutuhan belajar siswa tidak terlayani; (7) Belum membiasakan

pengalaman nilai-nilai kehidupan demokrasi sosial kemasyarakatan dengan

melibatkan siswa dan seluruh komunitas sekolah dalam berbagai aktivitas kelas

(11)

dan global, khususnya berkaitan dengan struktur sistem sosial dan perilaku

kemasyarakatan.

Permasalahan lain yang terjadi dalam pembelajaran IPS di sekolah adalah

pembelajaran IPS cenderung untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi

ujian semester atau ujian nasional dengan nilai yang memuaskan. Hal ini sangat

dipengaruhi oleh pandangan orang tua atau masyarakat yang menilai tolak ukur

keberhasilan pembelajaran adalah jika peserta didik naik kelas dengan nilai yang

baik, lulus ujian nasional dan diterima di sekolah favorit, sehingga yang terjadi

selanjutnya adalah pembelajaran di kelas monoton dari hari ke hari. Waktu

belajar siswa banyak dihabiskan untuk mengerjakan soal-soal latihan.

Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan, menurut Wina

Sanjaya (2007) tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi

juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan. Hal ini mengisyaratkan

bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari

kegiatan, ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban dan meningkatkan

mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memperdayakan semua

potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan.

Berdasarkan alasan tersebut, maka sangatlah urgen bagi para pendidik

dalam hal ini guru agar dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas perlu memahami

karakteristik materi, peserta didik dan metodologi pembelajaran terutama yang

berkaitan dengan tujuan pembelajaran, sumber dan media belajar, sarana dan

prasana serta penerapan pendekatan, model dan metode pembelajaran, sehingga

(12)

dalam mengkonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya dapat

meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.

Dalam proses pembelajaran sekarang saat ini guru dituntut untuk

menentukan metode pembelajaran yang aktif, efektif, kreatif dan menyenangkan,

untuk itulah guru harus kreatif memilih metode yang sesuai dengan tuntutan

tersebut. Salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat dipilih adalah

metode pembeajaran dalam pendidikan IPS adalah metode pembelajaran bermain

peran (role playing).

Metode pembelajaran bermain peran merupakan bagian dari

metode-metode pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Metode pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerja sama.

Metode-metode pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial didasarkan pada asumsi:

(1) masalah-masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui

kesepakatan-kesepakatan yang diperoleh di dalam dan dengan menggunakan

proses-proses sosial; (2) proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk

melakukan perbaikan masyarakat dalam arti seluas-luasnya secara build in dan

terus-menerus, (Mulyani Sumantri, 2001).

Pembelajaran dengan metode bermain peran (role playing) adalah metode

pembelajaran yang dapat dilakukan dengan mengemas berbagai masalah sosial

dalam bentuk permainan yang memberikan pengalaman belajar bagi siswa.

Metode pembelajaran bermain peran membuat siswa seolah – olah berada dalam

(13)

metode ini siswa berkesempatan terlibat secara aktif sehingga akan lebih

memahami konsep dan lebih lama mengingat.

Metode pembelajaran bermain peran sangat memungkinkan dilaksanakan

mengingat karakteristik anak Sekolah Dasar antara lain adalah: (1) Siswa secara

alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang

mengelilingi diri mereka sendiri; (2) Mereka senang bermain dan lebih suka

bergembira riang; (3) Mereka suka mengatur dirinya untuk mengalami berbagai

hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru; (4) Mereka

biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana

mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan;

(5) Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang

terjadi; (6) Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif dan

mengajar anak-anak lainnya, (Basset, Jacka, dan Logan dalam Mulyani Sumatri,

2001).

Merujuk pada karakteristik anak usia sekolah dasar tersebut, dalam

pelaksanaan pembelajaran bermain peran perlu disadari dan diketahui dalam

proses pendidikan atau pembelajaran di sekolah dasar, antara lain: (1) Pada usia

sekolah dasar ada beberapa fase perkembangan kemampuan kognitif individu.

Sehingga harus dibedakan perlakuan terhadap anak sekolah dasar merujuk pada

usia tersebut; (2) Pentingnya penggunaan media dan alat bantu untuk

menjelaskan materi pelajaran terutama untuk kelas-kelas rendah; (3)

Pembelajaran harus berdasarkan konteks lingkungan yang dikenal anak; (4)

(14)

kombinasi supaya sistem pembelajaran kelompok dengan upaya untuk

menumbuhkembangkan kemampuan sosial; (6) Adanya suri teladan yang

diberikan dan diciptakan oleh guru di sekolah. Hal ini terutama untuk

perkembangan sosial dan moral; dan (7) Memerlukan bimbingan belajar yang

intensip, terutama untuk memberikan contoh bagaimana harus atau cara

mengerjakan sesuatu (Muhammad Ali, 2007).

Dilihat dari dimensi perkembangan sosial-emosional anak, keterlibatan

dalam kehidupan kelompok (kolaborasi atau kerja sama) bagi anak usia sekolah

dasar merupakan minat dan perhatiannya. Perkembangan hubungan sosial dan

emosional dan adanya kesadaran etis normatif merupakan ciri yang kuat nampak

pada usia sekolah dasar. Kompetensi sosial yang positif dan produktif akan

berkembang pada usia ini, seperti kemampuan bekerja sama, kesadaran

berkompetisi, menghargai karya orang lain, toleran, kekeluargaan dan aspek

budaya lain. Prinsip yang relevan dalam penciptaan lingkungan belajar anak

sesuai dengan perkembangan sosial-emosional dalam penciptaan lingkungan

belajar anak adalah pengembangan pengajaran yang menyediakan kesempatan

anak untuk bekerja secara kelompok.

Berdasarkan dimensi perkembangan kognitif anak, menurut Piaget anak

usia sekolah dasar berada dalam tahapan dua transisi, yaitu masa transisi dari

tahap pra-operasional ke masa operasional kongkrit dan masa transisi dari tahap

operasional kongkrit ke tahap operasional formal. Skema perkembangan kognitif

pada tahap ini berkaitan dengan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah

(15)

berubah, mengurutkan dan seterusnya. Sehubungan dengan perkembangan

kognitif tersebut, prinsip yang relevan dalam penciptaan lingkungan bagi anak

adalah pengembangan pengajaran yang menyediakan kesempatan anak untuk

bereksplorasi, berpikir dan memperoleh kesempatan untuk berdiskusi,

berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Atas dasar dan latar belakang inilah penulis tertarik untuk menganalisis

dan mengkaji tentang metode pembelajaran khususnya dalam pembelajaran ilmu

sosial serta penerapannya dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Kajian dan

penelitian tersebut akan dikemas dalam suatu karya ilmiah berupa tesis dengan

judul “Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran (role playing)

Terhadap Kompetensi Sosial Kognitif dan Kompetensi Sosial Afektif Dalam

Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan

pembelajaran perspektif sosialisasi metode bermain peran (role playing) terhadap

kompetensi sosial kognitif dan kompetensi sosial afektif siswa dalam

pembelajaran ips dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di Sekolah

Dasar. Rumusan masalah ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembelajaran dengan penerapan metode pembelajaran

bermain peran (role playing) dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar?

2. Bagaimana perbedaan pengaruh penerapan metode pembelajaran bermain

(16)

pembelajaran IPS dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di

Sekolah Dasar?

3. Bagaimana perbedaan pengaruh penerapan metode pembelajaran bermain

peran (role playing) terhadap kompetensi sosial afektif siswa dalam

pembelajaran IPS dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di

Sekolah Dasar?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode

pembelajaran bermain peran (role playing) terhadap kompetensi sosial siswa

dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar, dengan rincian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses pembelajaran dengan penerapan metode

pembelajaran bermain peran (role playing) dalam pembelajaran IPS di

Sekolah Dasar.

2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode pembelajaran

bermain peran (role playing) terhadap kompetensi sosial kognitif siswa dalam

pembelajaran IPS dibandingkan dengan pembelajaran konvesional di Sekolah

Dasar.

3. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode pembelajaran

bermain peran (role playing) terhadap kompetensi sosial afektif siswa dalam

pembelajaran IPS dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di

(17)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang model

pembelajaran ilmu sosial khususnya penerapan metode pembelajaran bermain

peran (role playing) serta permasalahan-permasalahannya, sehingga dapat

bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, antara lain:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi guru tentang metode

pembelajaran bermain peran (role playing) sebagai salah satu metode

pembelajaran alternatif dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

2. Dapat menjadi acuan bagi guru, siswa dan praktisi pendidikan lainnya dalam

pengembangan ilmu sosial maupun pengembangan metode pembelajaran.

3. Dapat memberikan gambaran bagi praktisi pendidikan dalam menerapkan

metode pembelajaran bermain peran (role playing) di sekolah atau lembaga

pendidikan.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan di atas, diajukan hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan pengaruh penerapan metode pembelajaran bermain peran

(role playing) terhadap kompetensi sosial kognitif siswa dalam pembelajaran

IPS dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan pengaruh penerapan metode pembelajaran bermain peran

(role playing) terhadap kompetensi sosial afektif siswa dalam pembelajaran

(18)

F. Defenisi Operasional

Terdapat beberapa istilah yang digunakan baik dalam judul maupun isi

penelitian ini yang perlu diklarifikasi agar diperoleh kesamaan persepsi, istilah –

istilah tersebut antara lain:

1. Kompetensi sosial kognitif adalah tujuan pendidikan yang paling dasar yang

berhubungan dengan kemampuan atau daya ingat seseorang tentang apa yang

dibaca, di dengar atau dilihat seseorang, disimpan dalam ingatannya

kemudian dipanggil kembali dalam keadaan belum/tidak terolah (Hamid

Hasan: 1995). Kompetensi sosial kognitif dalam hal ini adalah menyangkut

pengetahuan dan pemahaman tentang materi ilmu sosial sebagai hasil dari

proses pembelajaran. Pemahaman adalah proses pengolahan informasi

(istilah, peristiwa, konsep, generalisasi, teori dan sebagainya) menjadi sesuatu

yang dapat dihubungkan dengan apa yang sudah diketahui sebelumnya.

Proses dan hasil belajar yang menyangkut pengetahuan (knowledge),

pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis),

sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation) terhadap materi pembelajaran

ilmu pengetahuan sosial yang diajar sebagai reaksi dari penerapan metode

pembelajaran.

2. Kompetensi sosial afektif adalah kecenderungan psikologis seseorang

terhadap suatu objek tertentu, yang berkembang setelah yang bersangkutan

mengetahui mengenai objek tersebut. Afektif adalah aspek kepribadian yang

berkenaan dengan perasaan, sikap, nilai dan moral seseorang. Kompetensi

(19)

(receiving), partisipasi (responding), penilaian/penentuan sikap (valuing),

organisasi (organizantion) dan pembentukan pola hidup (characterization by

value or value complex) terhadap materi pembelajaran ilmu pengetahuan

sosial yang diajar sebagai reaksi dari penerapan metode pembelajaran.

3. Metode pembelajaran bermain peran adalah perlakuan (treatment) diberikan

terhadap kelas eksperimen dengan penerapan metode pembelajaran yang

dikemas dalam suatu konsep berupa prosedur dan tindakan yang dilakukan

guru atau siswa dalam proses belajar mengajar dalam ukuran waktu tertentu.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kelas dengan metode eksperimen semu

(quasi eksperiment) dimana subyek penelitian tidak dikelompokan secara acak,

tetapi menerima keadaan subyek apa adanya (Ruseffendi, 2006). Penelitian

dibagi ke dalam dua kelompok siswa, yaitu kelompok eksperimen melalui

pembelajaran bermain peran (role playing) dan kelompok kontrol melalui

pembelajaran biasa (konvensional). Penerapan metode pembelajaran dilakukan

pada materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar dengan

materi “Pentingnya Koperasi Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat”.

H. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Sukaluyu dan Sekolah

Dasar Negeri Cihaurgeulis Bandung. Dalam penelitian Sekolah Dasar Negeri

Sukaluyu sebagai kelas eksperimen dan Sekolah Dasar Negeri Cihaurgeulis

(20)

41 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari suatu metode

pembelajaran diterapkan dalam pembelajaran. Sehingga penelitian ini dapat

dikategorikan ke dalam penelitian percobaan (eksperimen). Menurut Husaini

Usman, dkk (2008) penelitian percobaan bertujuan untuk mengetahui apakah

sesuatu metode, prosedur, sistem, proses, alat, bahan serta model efektif dan

efisien (produktif) jika diterapkan di suatu tempat. Karena penelitian ini

berhubungan dengan penelitian deskriptif komparasi, maka kesimpulannya perlu

ditindaklanjuti dengan perlakuan (treatment). Perlakuan yang diujicobakan

adalah berupa penerapan metode pembelajaran bermain peran (role playing)

dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar.

Gambar 3.1. Desain Penelitian Nonequivalent Pretest-Posttest Control Group

Keterangan:

O = Pretest dan posttest tentang kemampuan kognitif dan afektif siswa.

L1 = Perlakuan terhadap kelompok kontrol, yaitu penerapan model pembelajaran

pendekatan biasa (konvensional).

L2 = Penerapan model pembelajaran bermain peran (role playing) dalam

pembelajaran.

Kelompok

Kontrol :

Eksperimen :

Pretest Perlakuan Posttest B1

B2

L1

L2

B1.1

(21)

kelompok acak pretest dan posttest dengan kelompok kontrol ”nonequivalent

pretest-postest group design”, (Arikunto, 2006). Subjek penelitian tidak

dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan subjek apa adanya.

Kemudian dilakukan pretest terhadap kedua kelompok, setelah itu kedua

kelompok diberi perlakuan yang berbeda, dan diakhiri dengan pemberian posttest

terhadap kedua kelompok. Untuk pretest dan posttest digunakan perangkat tes

yang sama. Secara sederhana desain penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.

Dalam penelitian ini pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh dua orang

guru yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Seperti pada umumnya di

sekolah dasar (SD), kedua guru tersebut adalah wali kelas yang mengajarkan mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

Matematika, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di kelas

masing-masing.

Ditinjau dari kualifikasi guru, kedua guru tersebut berlatarbelakang dari

sarjana pendidikan. Disamping itu, kedua guru tersebut juga belum mempunyai

sertifikat profesi guru (belum mengikuti serifikasi guru). Persamaan lainnya

adalah kedua guru tersebut adalah satu grup dalam Kelompok Kerja Guru (KKG)

dan sama-sama aktif dalam aktifitas KKG. Hal ini memungkinkan adanya kerja

sama yang baik dalam memecahkan berbagai permasalahan dalam pembelajaran.

Perbedaannya terletak pada pengalaman mengajar, guru yang mengajar di kelas

eksperimen, pengalaman mengajarnya 10 tahun, sedangkan guru yang mengajar di

(22)

Pendidikan). Berdasarkan uraian kualifikasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

kedua guru tersebut mempunyai kualifikasi yang sama atau mendekati sama.

B. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri (SDN)

Suka Luyu dan Sekolah Dasar Negeri Cihaur Geulis. Dalam penelitian ini siswa

kelas IV SDN Suka Luyu sebagai kelas eksperimen, yang terdiri dari 37 orang

siswa. Sedangkan untuk kelas kontrol adalah kelas IV SDN Cihaurgeulis yang

terdiri dari 35 orang siswa. Penelitian dilakukan pada mata pelajaran IPS dengan

tema “Pentingnya Koperasi Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat”.

Dari 37 orang siswa yang mengikuti pembelajaran pada kelas eksperimen

dan 35 orang pada kelas kontrol, yang diambil sebagai sampel dalam penelitian

adalah 30 orang dari kelas eksperimen dan 28 orang dari kelas kontrol. Hal ini

disebabkan data yang tidak lengkap. Misalnya, sebagian peserta pembelajaran

pembelajaran yang mengikuti pretest tidak mangikuti postest karena tidak masuk

sekolah. Demikian juga sebaliknya, beberapa orang siswa yang mengikuti

postest tidak ikut pada saat pretest. Fenomena ini juga terjadi di kelas kontrol.

Sehingga untuk mencegah terjadinya kekosongan data (missing value) dalam

pengolahan data, peserta yang memiliki data yang tidak lengkap tidak

diikutsertakan dalam sampel penelitian tetapi tetap mengikuti pembelajaran. Hal

ini juga dilakukan untuk memperoleh tingkat pemahaman awal yang sama

(23)

Penelitian diawali dengan studi lapangan dan studi literatur. Studi

lapangan dimaksudkan untuk mengamati berbagai permasalahan yang terjadi di

sekolah. Dalam hal ini permasalahan yang ditemukan berupa pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) yang dianggap siswa sebagai suatu pembelajaran yang

membosankan karena penuh dengan teori dan hafalan. Permasalahan yang terjadi

di lapangan kemudian dikaji dengan teori-teori yang relevan. Untuk memperoleh

teori-teori yang relevan, maka diadakanlah studi literatur. Studi literatur

dimaksudkan untuk memperoleh teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan.

Teori yang relevan dengan permasalahan dapat berupa teori-teori pembelajaran,

psikologi perkembangan, kurikulum dan teori-teori yang berkaitan dengan

prencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran menyangkut materi tentang pembelajaran IPS

dalam Standar Kompetensi dan Standar Isi, Standar Kelulusan yang

dikembangkan dalam silabus pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di

Sekolah Dasar (SD), dan buku-buku tentang materi koperasi yang akan dijadikan

sebagai sumber dan pedoman dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), Media pembelajaran, Lembaran Kerja Siswa (LKS), soal tes,

angket dan wawancara.

Proses pembelajaran menyangkut prosedur pelaksanaan pembelajaran yang

sesuai dengan metode pembelajaran bermain peran (role playing). Mulai dari

pemberian pretes, pelaksanaan pembelajaran hingga dengan penerapan metode

(24)

dilaksanakan pembelajaran. Sedangkan untuk postest digunakan untuk

memperoleh data tentang kemampuan akhir siswa setelah diterapkan metode

pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran, untuk kelas kontrol dan kelas

eksperimen diberikan perlakuan (treatment) yang berbeda. Perbedaan perlakuan

yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas ekperimen hanya menyangkut

metode pembelajaran yang diterapkan. Pada kelas eksperimen diterapkan metode

pembelajaran bermain peran, sedangkan untuk kelas kontrol diterapkan metode

pembelajaran konvesional. Untuk lebih jelasnya tentang pelaksanaan pembelajaran

dapat dilihat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terlampir. Hasil dari

penerapan kedua metode pembelajaran tersebut, diuji dan dianalisis untuk

memperoleh data perbandingan tentang kelayakan metode pembelajaran yang

diujicobakan. Jika diuraikan lebih lanjut, maka prosedur penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan dua kegiatan yaitu menyusun perangkat

pembelajaran dan pengembangan alat test penelitian. Untuk perangkat

pembelajaran yang harus dilakukan antara lain:

(1). Studi lapangan dan literatur

(2). Menentukan permasalahan

(3). Menyusun proposal penelitian

(4). Menyusun pendekatan pembelajaran

(25)

(1). Menentukan topik dan subjek penelitian

(2). Menyusun kisi-kisi soal kompetensi sosial kognitif dan kompetensi sosial afektif

(3). Menyusun instrumen soal kompetensi sosial kognitif dan kompetensi sosial

afektif.

(4). Validasi alat test oleh pakar

(5). Uji coba alat test

(6). Revisi alat test

(7). Persiapan administrasi izin penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pelaksanaan pembelajaran terdiri dari dua tahap, yaitu

tahap persiapan pra proses pembelajaran dan proses pembelajaran. Persiapan pra

pembelajaran menyangkut:

(1). Pengenalan konsep dasar tentang materi “Pentingnya Koperasi Dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat” kepada siswa.

(2). Penyiapan alat-alat atau media yang dibutuhkan dalam bermain peran

(3). Memilih partisipan dan menyiapkan pengamat

(4). Memberikan latihan bermain peran.

(5). Diskusi dan Evaluasi

Sedangkan untuk tahap proses pembelajaran menyangkut:

(6). Pemberian pretest untuk mengetahui kompetensi sosial kognitif, kompetensi

(26)

prosedur pelaksanaan metode pembelajaran bermain peran (role playing),

sedangkan pada kelas kontrol sebagai kelas pembanding dilakukan metode

pembelajaran biasa (konvensional).

Gambar 3.2. Prosedur Penelitian

(8). Pemberian post test untuk melihat penguasaan kompetensi sosial kognitif,

Studi Studi

Lapangan Literatur

Permasalahan

Menyusun Pengenalan

Alat Test Konsep

Pembelajaran

Uji Alat Tes

Analisis Hasil Persiapan dan

Uji Alat Test Pelatihan

Validasi Alat Test

Pretest

Kelas Kelas

Eksperimen Kontrol

Metode Pembelajaran Metode Pembelajaran

Bermain Peran Konvensional/biasa

Posttest

Data

Analisis Data

(27)

pembelajaran.

3. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian, menyangkut:

(1). Mengolah dan menganalisis data

(2). Membuat kesimpulan dari hasil penelitian.

Secara keseluruhan prosedur penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2.

D. Pengembangan Instrumen Penelitian

Terdapat beberapa istilah yang digunakan baik dalam judul maupun isi

penelitian ini yang perlu diklarifikasi agar diperoleh kesamaan persepsi, istilah –

istilah tersebut antara lain:

1. Kompetensi sosial kognitif adalah proses dan hasil belajar yang menyangkut

pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan

(application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation)

terhadap materi pembelajaran ilmu pengetahuan sosial yang diajar sebagai

reaksi dari penerapan metode pembelajaran.

2. Kompetensi sosial afektif adalah proses dan hasil belajar yang menyangkut

penerimaan (receiving), partisipasi (responding), penilaian/penentuan sikap

(valuing), organisasi (organizantion) dan pembentukan pola hidup

(28)

pembelajaran.

3. Metode pembelajaran bermain peran (role playing) adalah perlakuan

(treatment) diberikan terhadap kelas eksperimen dengan penerapan metode

pembelajaran yang dikemas dalam suatu konsep berupa prosedur dan

tindakan yang dilakukan guru atau siswa dalam proses belajar mengajar

dalam ukuran waktu tertentu.

4. Metode pembelajaran biasa (konvensional) adalah perlakuan (treatment)

diberikan terhadap kelas kontrol dengan penerapan metode pembelajaran yang

dikemas dalam suatu konsep berupa prosedur dan tindakan yang dilakukan

guru atau siswa dalam proses belajar mengajar dalam ukuran waktu tertentu.

Untuk mendapatkan pemahaman tentang pengukuran, berikut ini disajikan

variabel penelitian, indikator beserta item soal pengukurannya.

Tabel 3.1. Indikator Kemampuan Sosial Kognitif dan Kemampuan Sosial Afektif

Variabel Indikator No. Soal

Kemampuan Sosial Kognitif

Pengetahuan (Knowledge) 3, 4, 6, 10, 23, 24, 30

Pemahaman (Comprehension) 2, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 20, 21, 22, 25, 26, 28, 29, 35

Penerapan (Application) 18, 27, 34

Analisis (Analisys) 1, 5, 8, 11, 16, 31, 32, 33

Syntesis (Syntesis) 19

Evaluasi (Evaluation) -

Kemampuan Sosial Afektif

Penerimaan (receiving) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

Partisipasi (Responding) 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14

Penilaian/Penentuan Sikap (Valuing) 15, 16, 17, 18, 19, 20

Organisasi (Organizing) 21, 22, 23, 24, 25, 26

Pembentukan Pola Hidup

(Characterization by a value or value comples)

(29)

Alat test penelitian digunakan untuk mengukur atau mengetahui tingkat

penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran ditinjau dari segi kompetensi

sosial kognitif, kompetensi sosial afektif siswa sebagai dampak atau kontribusi

dari perlakuan yang diberikan. Alat test yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Test Kompetensi Sosial Kognitif

Test kompetensi sosial kognitif digunakan untuk mengetahui kemampuan

siswa dalam memahami konsep pengetahuan sosial dari materi yang sedang

dipelajari. Test dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa pada

topik “Mengenal Pentingnya Koperasi dalam Meningkatkan Kesejahteraan

Masyarakat“. Test ini dirancang berdasarkan standar isi mata pelajaran IPS

sekolah dasar. Test kompetensi sosial kognitif dikonstruksi dalam bentuk test

obyektif pendekatan pilihan ganda (multiple choice) dengan jumlah pilihan

(option) sebanyak empat pilihan. Dari empat pilihan jawaban hanya ada satu

jawaban yang benar atau paling benar. Pensekoran untuk soal pilihan berganda

adalah nilai 1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban yang salah.

Untuk keperluan pengumpulan data kompetensi sosial kognitif, dibutuhkan

suatu tes yang baik berupa soal pilihan berganda. Tes Soal pilihan berganda

yang baik biasanya memenuhi kriteria tingkat kesukaran yang layak, daya

pembeda yang baik, validitas tinggi, dan reliabitas tinggi. Untuk mengetahui

karakteristik kualitas tes yang digunakan tersebut, maka sebelum dipergunakan

(30)

pengujian instrumen adalah sebagai berikut:

a. Validitas Test

Menurut Akdon (2008) jika instrument dikatakan valid berarti

menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid

sehingga instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur. Validitas setiap butir soal yang digunakan dalam penelitian,

diuji dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment, kemudian

menghitung harga thitung.

Kaidah Pengujian dengan membandingkan nilai ttabel dan nilai thitung. Nilai

ttabel diperoleh dengan dk = n -1 dan tingkat signifikan α = 0,05, dimana n =

jumlah peserta test. Untuk mengetahui tingkat validitas dapat dilakukan dengan

membandingkan antara thitung dan ttabel dengan berpedoman pada kaidah

penafsiran, jika thitung > ttabel , berarti data valid, dan jika thitung < ttabel berarti data

tidak valid.

Dari 35 butir soal pilihan berganda yang diujicobakan kepada 50 orang

siswa diperoleh data hasil uji validitas seperti pada tabel 3.2. Pada tabel 3.2

terdapat 26 butir soal atau 74,29% dari jumlah soal yang diujicobakan adalah

valid, sedangkan sisanya 9 butir soal atau 25,71% dari jumlah soal adalah tidak

valid.

Berdasarkan tingkat validitasnya, dari hasil uji validitas seperti pada tabel

3.2, hanya 26 soal atau 74,29% yang memenuhi standar validitas untuk dipakai

(31)

No. Soal

Validitas Inter-pretasi

No. Soal

Validitas Inter-pretasi thitung ttabel Keterangan thitung ttabel Keterangan

1 1.721 1.691 Valid Dipakai 19 3.545 1.691 Valid Dipakai

2 -0.356 1.691 TidakValid Dibuang 20 0.843 1.691 Valid Dipakai

3 1.847 1.691 Valid Dipakai 21 2.061 1.691 Valid Dipakai

4 -0.409 1.691 TidakValid Dibuang 22 1.692 1.691 Valid Dipakai

5 1.997 1.691 Valid Dipakai 23 -2.012 1.691 TidakValid Dibuang

6 3.299 1.691 Valid Dipakai 24 3.167 1.691 Valid Dipakai

7 1.321 1.691 Valid Dipakai 25 1.693 1.691 Valid Dipakai

8 1.864 1.691 Valid Dipakai 26 -0.451 1.691 TidakValid Dibuang

9 3.866 1.691 Valid Dipakai 27 0.559 1.691 TidakValid Dibuang

10 4.876 1.691 Valid Dipakai 28 3.407 1.691 Valid Dipakai

11 1.840 1.691 Valid Dipakai 29 -0.237 1.691 TidakValid Dibuang

12 1.858 1.691 Valid Dipakai 30 4.762 1.691 Valid Dipakai

13 1.881 1.691 Valid Dipakai 31 1.696 1.691 Valid Dipakai

14 2.826 1.691 Valid Dipakai 32 1.714 1.691 Valid Dipakai

15 2.089 1.691 Valid Dipakai 33 0.553 1.691 TidakValid Dibuang

16 2.327 1.691 Valid Dipakai 34 -0.213 1.691 TidakValid Dibuang

17 2.386 1.691 Valid Dipakai 35 2.722 1.691 Valid Dipakai

18 -0.463 1.691 TidakValid Dibuang

Valid : 26 (74,29%)

Tidak Valid : 9 (25,71)

b. Reliabilitas Test

Sudjana (2008), Suatu tes dikatakan reliabel atau ajeg apabila beberapa

kali mengujian menunjukkan hasil yang relatif sama. (Akdon, 2008). Reliabilitas

soal dihitung dengan menggunakan metode pembelahan ganjil-genap. Reliabilitas

dengan metode belah dua (split half method) pembelahan ganjil-genap.

Perhitungan korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson Produck

Moment. Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan reliabilitas seluruh tes

[image:31.595.114.513.140.544.2]
(32)

hitung tabel. Nilai rtabel diperoleh dari dk = n – 1, dan signifikan 5% atau α = 0,05. Untuk

mengetahui tingkat reliabilitasnya dapat dilakukan dengan membandingkat r11

dengan rtabel dengan kaidah pengujian jika r11 > rtabel maka reliabel, dan jika r11 <

rtabel, maka tidak reliabel.

Dalam perhitungan uji reliabilitas diperoleh nilai rtabel dari dk = n – 1 = 50

-1= 49 dan α = 0,05 adalah sebesar 0,32, sedangkan untuk r11 untuk

[image:32.595.118.511.251.701.2]

masing-masing item soal dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Alat Test Kompetensi Sosial Kognitif

No. Soal

Reliabilitas

Interpretasi No. Soal

Reliabilitas

Interpretasi rhitung rtabel Keterangan rhitung rtabel Keterangan

1 0.399 0.32 Reliabel Dipakai 19 0.679 0.32 Reliabel Dipakai

2 -0.128 0.32 Tidak Reliabel Dibuang 20 0.247 0.32 Tidak Reliabel Dipakai

3 0.459 0.32 Reliabel Dipakai 21 0.495 0.32 Reliabel Dipakai

4 -0.148 0.32 Tidak Reliabel Dibuang 22 0.420 0.32 Reliabel Dipakai

5 0.408 0.32 Reliabel Dipakai 23 -0.950 0.32 Tidak Reliabel Dibuang

6 0.655 0.32 Reliabel Dipakai 24 0.641 0.32 Reliabel Dipakai

7 0.399 0.32 Reliabel Dipakai 25 0.383 0.32 Reliabel Dipakai

8 0.324 0.32 Reliabel Dipakai 26 -0.165 0.32 Tidak Reliabel Dibuang

9 0.707 0.32 Reliabel Dipakai 27 0.172 0.32 Tidak Reliabel Dibuang

10 0.778 0.32 Reliabel Dipakai 28 0.666 0.32 Reliabel Dipakai

11 0.371 0.32 Reliabel Dipakai 29 -0.083 0.32 Tidak Reliabel Dibuang

12 0.344 0.32 Reliabel Dipakai 30 0.771 0.32 Reliabel Dipakai

13 0.465 0.32 Reliabel Dipakai 31 0.423 0.32 Reliabel Dipakai

14 0.602 0.32 Reliabel Dipakai 32 0.335 0.32 Reliabel Dipakai

15 0.500 0.32 Reliabel Dipakai 33 0.170 0.32 Tidak Reliabel Dibuang

16 0.536 0.32 Reliabel Dipakai 34 -0.075 0.32 Tidak Reliabel Dibuang

17 0.544 0.32 Reliabel Dipakai 35 0.590 0.32 Reliabel Dipakai

18 -0.169 0.32 Tidak Reliabel Dibuang

Reliabel : 26 (74,29%)

Tidak Reliabel : 9 (25,71)

Dari hasil uji coba soal sebanyak 35 butir soal yang diujicobakan kepada

(33)

butir soal atau 25,71% dari jumlah soal adalah tidak reliabel. Dalam hal ini

semua soal yang valid adalah reliabel.

Berdasarkan tingkat reliabilitasnya, dari hasil uji reliabilitas seperti pada

tabel 3.3, hanya 26 soal atau 74,29% yang memenuhi standar reliabilitas untuk

dipakai sebagai alat test dalam penelitian.

c. Daya Pembeda

Salah satu tujuan analisis kuantitatif soal adalah untuk menentukan ada

dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai

dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu (Sumarna Surapranata, 2006).

Lebih lanjut Daryanto (2005) menjelaskan daya pembeda soal adalah kemampuan

sesuatu soal untu membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi)

dengan siswa yang bodoh (yang berkemampuan rendah). Angka yang

menunjukkan besarnya daya pembeda disebut tingkat kesukaran, indeks

diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 0,10. hanya bedanya,

indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada ideks diskriminasi

ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu

soal “terbalik” menunjukkan kualitas testee. Yaitu anak pandai memperoleh nilai

rendah dan anak bodoh memperoleh nilai tinggi.

Dengan demikian ada tiga titik daya pembeda yaitu;

- 1,00 0,00 + 1,00

Daya Pembeda Negatif ( - )

Daya Pembeda Rendah

[image:33.595.108.515.245.637.2]
(34)

adalah sebagai berikut:

Keterangan:

D = daya pembeda

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab benar

BB = banyaknya peserta tes kelompok bawah yang menjawab benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

[image:34.595.113.512.184.596.2]

Daya pembeda diklasifikasikan seperti pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3.4. Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0.00 ≤ D ≤ 0.20 Jelek

0.20 ≤ D ≤ 0.40 Cukup

0.40 ≤ D ≤ 0.70 Baik

0.70 ≤ D ≤ 1.00 Baik sekali

Dari hasil uji coba 35 butir soal yang diujikan kepada 50 orang siswa.

Setelah dilakukan uji daya pembeda diperoleh soal dengan kategori daya pembeda

‘jelek’ sebanyak 13 soal atau 37,14%, jumlah soal dengan kategori daya pembeda

‘cukup’ sebanyak 11 soal atau 31,43%, jumlah soal dengan kategori daya

pembeda ‘baik’ sebanyak 9 soal atau 25,71% dan jumlah soal dengan kategori

daya pembeda ‘sangat baik’ sebanyak 2 soal atau 5,71%. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel 3.5.

B A B B

A

A P P

J B J B

(35)

Kognitnf

No. Soal

Daya Pembeda

Interpretasi No. Soal

Daya Pembeda

Interpretasi

D Keterangan D Keterangan

1 0.08 Jelek Dipakai 19 0.54 Baik Dipakai

2 -0.08 Jelek Dibuang 20 0.15 Jelek Dipakai

3 0.23 Cukup Dipakai 21 0.46 Baik Dipakai

4 0.00 Jelek Dibuang 22 0.23 Cukup Dipakai

5 0.31 Cukup Dipakai 23 -0.38 Jelek Dibuang

6 0.54 Baik Dipakai 24 0.62 Baik Dipakai

7 0.31 Cukup Dipakai 25 0.31 Cukup Dipakai

8 0.23 Cukup Dipakai 26 -0.08 Jelek Dibuang

9 0.62 Baik Dipakai 27 0.15 Jelek Dibuang

10 0.85 Baik Sekali Dipakai 28 0.31 Cukup Dipakai

11 -0.08 Jelek Dipakai 29 -0.23 Jelek Dibuang

12 0.23 Cukup Dipakai 30 0.85 Baik Sekali Dipakai

13 0.23 Cukup Dipakai 31 0.23 Cukup Dipakai

14 0.54 Baik Dipakai 32 0.15 Jelek Dipakai

15 0.54 Baik Dipakai 33 0.15 Jelek Dibuang

16 0.31 Cukup Dipakai 34 0.08 Jelek Dibuang

17 0.46 Baik Dipakai 35 0.54 Baik Dipakai

18 0.00 Jelek Dibuang

Jelek : 13 (37,14%)

Cukup : 11 (31,43%)

Baik : 9 (25,71%)

Baik Sekali : 2 (5,71%)

d. Tingkat Kesukaran

Menurut Daryanto (2005), soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu

mudah atau tidak terlalu sukar. Selanjutnya Sudjana (2008) menuliskan bahwa

tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam

menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuatnya. Untuk

[image:35.595.113.516.115.619.2]
(36)

rumus:

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar.

Js = jumlah seluruh peserta tes

Kriteria pengklasifikasian tingkat kesukaran soal dapat dilihat pada Tabel

[image:36.595.113.513.186.618.2]

3.6.

Tabel 3.6 Kategori Tingkat Kesukaran

Batasan Kategori

0.00 ≤ P ≤ 0.30 Soal sukar

0.30 ≤ P ≤ 0.70 Soal sedang

0.70 ≤ P ≤ 1.00 Soal mudah

Dari hasil uji coba 35 butir soal yang diujikan kepada 50 orang siswa.

Setelah dilakukan uji tingkat kesukaran diperoleh soal dengan kategori tingkat

kesukaran ‘mudah’ sebanyak 10 soal atau 28,57%, jumlah soal dengan kategori

tingkat kesukaran ‘sedang’ sebanyak 17 soal atau 48,57%, dan jumlah soal

dengan kategori tingkat kesukaran ‘sukar’ sebanyak 8 soal atau 22,86% dari

keseluruhan jumlah soal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Berdasarkan hasil uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan uji tingkat

kesukaran, dapat disimpulkan bahwa soal yang memenuhi standar untuk dijadikan

sebagai alat tes penelitian adalah sebanyak 26 butir soal. Tetapi yang dipakai

sebagai alat tes dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 soal. Hal ini untuk Js

(37)
[image:37.595.115.514.191.626.2]

penelitian.

Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Uji Tingkat Kesukaran Alat Tes Kompetensi Sosial Kognitif

No. Soal

Tingkat Kesukaran

Interpretasi No. Soal

Tingkat Kesukaran

Interpretasi

P Keterangan P Keterangan

1 0.918 Mudah Dipakai 19 0.776 Mudah Dipakai

2 0.388 Sedang Dibuang 20 0.163 Sukar Dipakai

3 0.755 Mudah Dipakai 21 0.612 Sedang Dipakai

4 0.571 Sedang Dibuang 22 0.367 Sedang Dipakai

5 0.347 Sedang Dipakai 23 0.286 Sukar Dibuang

6 0.531 Sedang Dipakai 24 0.612 Sedang Dipakai

7 0.184 Sukar Dipakai 25 0.755 Mudah Dipakai

8 0.490 Sedang Dipakai 26 0.061 Sukar Dibuang

9 0.776 Mudah Dipakai 27 0.469 Sedang Dibuang

10 0.449 Sedang Dipakai 28 0.918 Mudah Dipakai

11 0.469 Sedang Dipakai 29 0.204 Sukar Dibuang

12 0.612 Sedang Dipakai 30 0.429 Sedang Dipakai

13 0.918 Mudah Dipakai 31 0.327 Sedang Dipakai

14 0.490 Sedang Dipakai 32 0.122 Sukar Dipakai

15 0.755 Mudah Dipakai 33 0.816 Mudah Dibuang

16 0.143 Sukar Dipakai 34 0.898 Mudah Dibuang

17 0.694 Sedang Dipakai 35 0.633 Sedang Dipakai

18 0.122 Sukar Dibuang

Mudah : 10 (28,57%)

Sedang : 17 (48,57%)

Sukar : 8 (22,86%)

2. Test Kompetensi Sosial Afektif

Angket kompetensi sosial afektif digunakan untuk memperoleh data

tentang sikap sosial siswa terhadap materi pelajaran dengan penerapan metode

(38)

sikap, nilai dan moral siswa yang dihubungkan dengan materi pembelajaran.

Pilihan jawaban dari pernyataan pada test ini menggunakan skala Likert,

dimana setiap siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol diminta untuk

menjawab pernyataan dengan pilihan jawaban; Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian skor

dibedakan atas pernyataan positif dan pernyataan negatif. Untuk pernyataan

positif, skor untuk jawaban Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Netral (N) = 3,

Tidak Setuju (TS) = 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1, sebaliknya skor untuk

pernyataan negatif jawaban (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Netral (N) = 3, Tidak Setuju

(TS) = 4 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 5.

Sama halnya seperti soal pilihan berganda, sebelum angket digunakan

untuk mengukur kamampuan sosial afektif, terlebih dahulu diujicobakan untuk

mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas penyataan dalam angket.

a. Uji Validitas

Dari hasil uji coba 32 butir pernyataan angket yang diujikan kepada 37

orang siswa. Setelah dilakukan uji validitas terhadap pernyataan-pernyataan

dalam angket diperoleh pernyataan yang valid sebanyak 28 pernyataan atau

87,5%, sisanya adalah jumlah penyataan angket yang tidak valid, yaitu sebanyak

4 penyataan atau 12,5% dari seluruh jumlah penyataan yang diujicobakan. Untuk

rekapitulasi hasil uji validitas terhadap pernyataan-pernyataan angket diuraikan

(39)

No. Soal

Validitas Inter-pretasi

No. Soal

Validitas Inter-pretasi thitung ttabel Keterangan thitung ttabel Keterangan

1 2.980 1.697 Valid Dipakai 17 4.909 1.697 Valid Dipakai

2 2.831 1.697 Valid Dipakai 18 1.678 1.697 Tidak Valid Dibuang

3 3.319 1.697 Valid Dipakai 19 3.892 1.697 Valid Dipakai

4 4.209 1.697 Valid Dipakai 20 4.154 1.697 Valid Dipakai

5 3.645 1.697 Valid Dipakai 21 3.383 1.697 Valid Dipakai

6 3.301 1.697 Valid Dipakai 22 3.616 1.697 Valid Dipakai

7 3.410 1.697 Valid Dipakai 23 1.248 1.697 Tidak Valid Dibuang

8 2.423 1.697 Valid Dipakai 24 2.710 1.697 Valid Dipakai

9 4.037 1.697 Valid Dipakai 25 2.686 1.697 Valid Dipakai

10 3.373 1.697 Valid Dipakai 26 3.177 1.697 Valid Dipakai

11 3.134 1.697 Valid Dipakai 27 1.645 1.697 Tidak Valid Dibuang

12 2.214 1.697 Valid Dipakai 28 2.163 1.697 Valid Dipakai

13 3.292 1.697 Valid Dipakai 29 4.154 1.697 Valid Dipakai

14 2.033 1.697 Valid Dipakai 30 2.385 1.697 Valid Dipakai

15 4.550 1.697 Valid Dipakai 31 -0.717 1.697 Tidak Valid Dibuang

16 5.373 1.697 Valid Dipakai 32 1.885 1.697 Valid Dipakai

Valid : 28 (87,5%) Tidak Valid : 4 (12,5%)

b. Uji Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas terhadap pernyataan-pernyataan angket,

langkah berikutnya adalah menguji tingkat reliabilitasnya. Dari hasil uji coba 32

butir pernyataan angket yang diujikan kepada 37 orang siswa. Setelah dilakukan

uji reliabitas terhadap pernyataan-pernyataan dalam angket diperoleh pernyataan

yang reliabel sebanyak 31 pernyataan atau 96,87%, sisanya adalah jumlah

penyataan angket yang tidak valid, yaitu sebanyak 1 penyataan atau 3,13% dari

seluruh jumlah penyataan yang diujicobakan. Untuk rekapitulasi hasil uji

[image:39.595.113.516.140.541.2]
(40)

No. Soal

Reliabilitas Inter-pretasi

No. Soal

Reliabilitas Inter-pretasi rhitung rtabel Keterangan rhitung rtabel Keterangan

1 1.571 0.34 Reliabel Dipakai 17 3.376 0.34 Reliabel Dipakai

2 1.460 0.34 Reliabel Dipakai 18 0.725 0.34 Reliabel Dibuang

3 1.839 0.34 Reliabel Dipakai 19 2.338 0.34 Reliabel Dipakai

4 2.640 0.34 Reliabel Dipakai 20 2.587 0.34 Reliabel Dipakai

5 2.115 0.34 Reliabel Dipakai 21 1.891 0.34 Reliabel Dipakai

6 1.824 0.34 Reliabel Dipakai 22 2.090 0.34 Reliabel Dipakai

7 1.914 0.34 Reliabel Dipakai 23 0.503 0.34 Reliabel Dibuang

8 1.175 0.34 Reliabel Dipakai 24 1.373 0.34 Reliabel Dipakai

9 2.474 0.34 Reliabel Dipakai 25 1.356 0.34 Reliabel Dipakai

10 1.883 0.34 Reliabel Dipakai 26 1.724 0.34 Reliabel Dipakai

11 1.690 0.34 Reliabel Dipakai 27 0.706 0.34 Reliabel Dibuang

12 1.040 0.34 Reliabel Dipakai 28 1.008 0.34 Reliabel Dipakai

13 1.817 0.34 Reliabel Dipakai 29 2.587 0.34 Reliabel Dipakai

14 0.928 0.34 Reliabel Dipakai 30 1.150 0.34 Reliabel Dipakai

15 2.988 0.34 Reliabel Dipakai 31 -0.209 0.34 Tidak Reliabel Dibuang

16 3.917 0.34 Reliabel Dipakai 32 0.841 0.34 Reliabel Dipakai

Reliabel : 31 (96,87%) Tidak Reliabel : 1 (3,13%)

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap

pernyataan-pernyataan dalam angket dapat disimpulkan bahwa pernyataan-pernyataan yang memenuhi

standar untuk dijadikan sebagai alat tes penelitian adalah sebanyak 28 pernyataan.

Karena dianggap telah memenuhi indikator standar kompetensi dari penelitian,

maka jumlah pernyataan angket yang dipakai dalam penelitian adalah sebanyak

28 pernyataan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

[image:40.595.114.513.141.532.2]
(41)

perbedaan (komparatif). Menurut Akdon (2008), persyaratan analisis terhadap

asumsi-asumsi yang harus dilakukan jika menggunakan uji perbedaan

(komparatif) adalah data harus bersifat homogenitas dan berdistribusi normal.

Lebih lanjut Sarwono menjelaskan bahwa, asumsi dasar penggunaan uji-t sampel

berpasangan ialah observasi atau penelitian untuk masing-masing pasangan harus

dalam kondisi yang sama (homogenitas). Perbedaan rata-rata harus berdistribusi

normal, varians untuk masing-masing variabel dapat sama atau tidak sama. Untuk

melakukan uji-t diperlukan data yang berskala interval atau rasio. Yang dimaksud

dengan sampel berpasangan ialah mengunakan sampel yang sama, tetapi

pengujian dilakukan terhadap sampel tersebut dua kali dalam waktu yang berbeda

atau dengan menggunakan interval waku tertentu. Pengujian dilakukan dengan

memberikan suatu perlakuan khusus (treatment) terhadap sampel tersebut.

Pengujian pertama dilakukan sebelum ada perlakuan dan pengujian kedua

dilakukan setelah perlakuan. Oleh karena itu sebelum melakukan pengujian

dengan statistik parametrik, terlebih dilakukan uji data homogenitas dan uji data

normalitas untuk memastikan data bersifat homogenitas dan berdistribusi normal.

Untuk menguji apakah terdapat perbedaan dengan menggunakan uji-t atau

Analisis Compare Means Paired-Sample T Test. Kaidah pengujian hipotesis

dengan menggunakan uji-t atau Analisis Compare Means Paired-Sample T Test

adalah sebagai berikut:

(42)

tabel hitung tabel 0

dan H1 ditolak. Untuk menguji tingkat signifikasinya dapat dilakukan dengan

membandingkan antara probobalitas sig dengan nilai alpha (α). Jika nilai

probabalitas sig lebih besar dari nilai alpha (α) maka tidak signifikan, sebaliknya

jika nilai probabalitas sig lebih kecil dari nilai alpha (α) maka signifikan.

Jika data tidak homogen dan tidak berdistribusi normal, maka sebaiknya

data diuji dengan statistik non parametrik, yaitu dengan menggunakan Uji

Wilcoxon. Uji Wilcoxon memperhalus uji tanda dengan cara menyertakan selisih

hasil pengukuran berpasangan (Xi, Yi) sesuai dengan tandanya. Selanjutnya

memberi rangking terhadap selisih pasangan (Xi, Yi), sesuai dengan urutan

masing-masing. Harga mutlak selisih (Xi, Yi), yang terkecil diberi skor 1,

berikutnya diberi skor 2, demikian selanjutnya sampai skor ke-n. Untuk harga

mutlak yang sama besar diberi skor rata-rata rangkingnya.

Setelah pemberian skor (berdasarkan rangking), kembalikan tanda pada

tiap skor tersebut. Jumlah rangking bertanda positif (+) dan rangking bertanda

negatif (-). Nilai besaran statistik yang diperoleh dari analisis data Wilcoxon

adalah statistik j, yaitu dengan jumlah harga mutlak terkecil. (Syafaruddin

Siregar, 2005).

Pengujian dilakukan dengan mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H0 : θ0 = θi ; tidak ada perbedaan pengaruh kedua perlakuan HA : θ0 = θi ; terdapat pengaruh kedua perlakuan

Pengujian selanjutnya dapat digunakan dengan menggunakan tabel

(43)

dan uji homogenitas. Untuk menguji normalitas dan homogenitas data dengan

menggunakan uji statistik dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah

data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan

bentuk lonceng (bell shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola

seperti distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau

menceng ke kanan (Singgih Santoso, 2003).

Salah satu syarat untuk menggunakan uji komparatif (Uji-t) adalah data

berdistribusi normal. Jika data tidak berdistribusi normal, pengujian data dengan

menggunakan uji-t tidak dapat dilanjutkan. Oleh karena itu sebelum data diolah

dengan menggunakan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.

Perhitungan uji normalitas dapat juga dilakukan melalui bantuan program

SPSS, yaitu dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengujian dapat

dilakukan dengan membandingkan probabilitas (sig) dengan nilai alpha (α),

Kriteria pengujian adalah apabila probabilitas (sig) > alpha (α), maka hasil tes

dikatakan berdistribusi normal. Hipotesis pengujian uji normalitas dengan

menggunakan Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut:

(44)

kecil Varians

besar Varians

Fhitung =

perhitungan uji normalitas, penulis menggunakan program SPSS Versi 17.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui distribusi data homogen

atau tidak homogen. Menurut Singgih Santoso (2003), uji homokedastisitas pada

prinsipnya ingin menguji apakah sebuah grup (data kategori) mempunyai varians

yang sama diantara anggota grup tersebut. Uji homokedastisitas dikenal juga

dengan istilah uji homogenitas. Uji homogenitas dilakukan dengan

membandingkan varians terbesar dan varians terkecil dengan menggunakan tabel,

Akdon (2008). Adapun langka – langka untuk uji homogenitas adalah sebagai

berikut:

Langka pertama: mencari nilai varians terbesar dan varians terkecil dengan

rumus:

Langka kedua: Membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel dengan kriteria

Jika Fhitung < Ftabel, maka varians – varians adalah homogen, dengan demikian uji

komparatif dapat dilanjutkan.

Jika menggunakan program SPSS, Uji homogenitas dapat dilakukan

dengan Analisis Non Parametric Test yaitu dengan menggunakan Two Related

Samples Test. Untuk menentukan tingkat homogenitas data dapat dilakukan

(45)

0

sebaliknya jika angka signifikan (Sig) lebih kecil dari α (0,05), maka H0 diterima.

Hipotesis pengujian uji homogenitas dengan menggunakan

Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut:

H0: Kedua varian populasi adalah tidak homogen H1: Kedua varian populasi adalah homogen

3. Uji Gain Faktor (N-Gain)

Pengolahan dan analisis data secara garis besar dilakukan dengan

menggunakan bantuan pendekatan hirarki statistik. Data hasil tes siswa sebelum

dan sesudah pembelajaran dengan penerapan metode pembelajaran bermain peran

(role playing) dianalisa dengan cara membandingkan skor pretest dan posttest.

Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan

rumus gain faktor (N-Gain) dengan rumus.

pre maks

pre post

S S

S S g

− −

= (Meltzer, 2002)

Keterangan:

Spost : Skor posttest Spre : Skor pretest Smaks : Skor maks ideal

Kriteria tingkatan gain adalah jika g > 0,7, maka tingkatan gain dinyatakan

dalam kategori tinggi, jika 0.3 ≤ g ≤ 0.7 maka tingkatan gain dinyatakan dalam

kategori sedang dan jika g < 0.3 maka tingkatan gain dinyatakan dalam kategori

(46)

119 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh penerapan metode

pembelajaran bermain peran (role playing) terhadap kompetensi sosial kognitif

dan kompetensi sosial afektif dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar. Berikut

ini dapat diuraikan beberapa kesimpulan:

1. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap refleksi siswa dalam proses

pembelajaran dengan penerapan pembelajaran metode bermain peran,

terdapat beberapa perubahan, antara lain:

a. Penerapan pembelajaran bermain peran dapat meningkatkan aktivitas dan

kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.

b. Siswa memiliki keberanian dalam memainkan peran sebagai partisipan,

mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman.

c. Dalam melakukan pemeranan, siswa mampu menjaga etika bermain

peran, memimpin diskusi, bekerja sama, tanggung jawab, mencari dan

mengolah informasi, menganalisis dan membuat simpulan.

d. Bermain peran dapat menumbuhkan sikap kritis, demokratis dan kreatif

siswa dalam menyikapi persoalan yang dihadapi pada saat pembelajaran.

2. Pengaruh penerapan metode pembelajaran bermain peran (role playing)

terhadap kompetensi sosial kognitif siswa dalam pembelajaran IPS di sekolah

(47)

perbedaan yang signifikan. Namun, penerapan pembelajaran bermain peran

dan konvensional dapat meningkatkan kompetensi sosial kogniti

Gambar

Gambar 3.1. Desain Penelitian Nonequivalent Pretest-Posttest Control Group
Gambar 3.2.  Prosedur Penelitian
Tabel 3.1.  Indikator Kemampuan Sosial Kognitif dan Kemampuan Sosial Afektif
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Alat Test Kompetensi Sosial Kognitif
+7

Referensi

Dokumen terkait

This research was to investigate the dominant causes of student‟s reluctance in English oral performance in classroom activities. Based on the topic the appropriate

(NaOH) dengan buffer natrium karbonat (Na 2 C0 3 ) sebagai penetral pH dalam proses. pembentukan metana (CH

Adapun permasalahan yang di tetapkan dalam penulisan skripsi mengenai Pembatalan Hak Sewa Bangunan Oleh Ahli Waris Terhadap Ruko Yang Dibangun Di Atas Tanah Milik Orang Lain (Studi

[r]

PENERAPAN PENDEKATAN OPEN ENDED UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

[r]

Tabel 4.3 Data Hasil Observasi Kinerja Guru Tahap Pelaksanaan Pada Siklus I

“ Permainan Dadu Narasi”, diharapkan 8 8% siswa mencapai semua KKM. Kriteria aspek penilaian dalam menulis cerita narasi berdasarkan gambar seri yakni skor dua untuk