• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAJARAN BAHASA LAMPUNG SEBAGAI MUATAN LOKAL DI WILAYAH TRANSMIGRASI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGAJARAN BAHASA LAMPUNG SEBAGAI MUATAN LOKAL DI WILAYAH TRANSMIGRASI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAJARAN BAHASA LAMPUNG SEBAGAI MUATAN LOKAL Dl WILAYAH TRANSMIGRASI

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

TESIS

Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung untuk memenuhi sebagian syarat Program Pascasarjana

Bidang Studi Pengajaran Bahasa Indonesia

Oleh:

Wiwik Dyah Aryani NIM 9696058

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

Prof. DR. H. Ahmadslamet, H., M.A. M.Sc

Pembimbing I

DR. Fuad Abdul Hamied M.A.

Pembimbing II

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN

DAN ILMU

PENDIDIKAN

BANDUNG

(3)

ABSTRAK

Wiwik

Dyah

Aryani, 1999.

Pengajaran

Bahasa

Lampung

Sebagai Muatan Lokal di Wilayah Transmigrasi

Kabupaten Lampung Tengah. Pembimbing: Prof. DR. H. Ahmadslamet Harjasujana, M.A. M.Sc. dan DR. Fuad

Abdul Hamied, M.A.

Penelitian ini bertujuan menganalisis dan menemukan

secara empiris tentang pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung

Tengah,

serta

untuk

menemukan

kendala-kendala

yang

dihadapi oleh guru dan pembelajar dalam pelaksanaannya.

Pentingnya penelitian ini terutama bagi Pemda dan

Depdikbud, Lembaga Penataran dan Pelatihan Guru, kepala sekolah, guru, para pengelola pendidikan, masyarakat,

orang tua, serta pihak lapangan kerja, sebagai bahan

masukan dan umpan balik tentang pengajaran bahasa Lampung

sebagai muatan lokal.

Penelitian ini menggunakan metode "Kualitatif Na-turalistik", dengan sumber data: dokumen, guru, pembelajar

dan kepala sekolah. Pengumpulan data dilakukan melalui

teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

Analisis data dilakukan selama penelitian berlangsung,

melalui pencatatan, penafsiran, kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajaran bahasa

Lampung sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi

Kabupaten Lampung Tengah tidak dapat dilaksanakan secara

optimal, karena apa yang diajarkan di sekolah tidak

ditunjang oleh lingkungan dan belum didayagunakannya

lingkungan sebagai sumber belajar-mengajar bahasa

Lampung sebagai muatan lokal, sehingga tujuan-tujuan yang

telah direncanakan tidak dapat direalisasikan secara utuh dalam pembelajaran. Dalam pada itu, bahasa komunikasi

yang digunakan dalam lingkungan pembelajar adalah bahasa

Indonesia dan bahasa Jawa, sehingga para pembelajar tidak

pernah menerapkan apa-apa yang diterima di sekolah dalam

kehidupannya. Dengan demikian, mereka belajar bahasa

Lampung hanya melalui pengajaran, tidak melalui

pemerolehan (acquisition). Indikator-indikator lain yang menunjukkan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal belum dilaksanakan secara optimal, dapat dilihat dari tujuannya yang masih didominasi oleh aspek pengetahuan dan

keterampilan,

belum banyak hal-hal yang

menyentuh

sikap

atau perubahan sikap pembelajar; dan penilaian vang masih

didasarkan hanya pada hasil belajar.

(4)

dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya, namun karena keterbatasan waktu, keterbatasan biaya dan fasilitas, serta kurangnya partisipasi masyarakat, maka apa yang

dilakukannya belum menghasilkan sesuatu yang maksimal bagi

pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal.

Sehubungan dengan itu, direkomendasikan kepada berbagai pihak, antara lain kepada Pemda dan Depdikbud untuk meninjau kembali kebijakan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal wajib di wilayah transmigrasi

Kabupaten Lampung Tengah, karena di daerah ini para

transmigran berbahasa ibu bukan bahasa Lampung, sehingga pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal tidak dapat

dilaksanakan secara optimal dan tidak ditunjang oleh lingkungan. Di samping itu, sehubungan dengan upaya

pelestarian dan pengembangan bahasa Lampung melalui pendidikan sekolah, direkomendasikan untuk dipikirkan

kembali apakah dengan waktu SO menit perminggu dapat

memberi pemahaman yang komprehensif bagi para pembelajar? terutama bagi para pembelajar yang bukan penutur asli

bahasa Lampung, yang sehari-harinya tidak menggunakan bahasa Lampung. Dalam pada itu, perlu dipikirkan jalur

(5)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN PERSETUJUAN i

ABSTRAK ii

PRAKATA iii

UCAPAN TERIMA KASIH vi

DAFTAR ISI ix

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan 10

C. Permusan Masalah 12

D. Tujuan Penelitian 13

E. Manfaat Hasil Penelitian 14

BAB II . LANDASAN TEORITIS 16

A. Pemerolehan dan Fengajaran Bahasa.... 16 B. Situasi Pemerolehan Bahasa

di Indonesia 18

C. Proses Pengajaran Bahasa Lampung 20

D. Bahasa Lampung Sebagai Muatan Lokal.. 33

BAB III. PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian 44

B. Sumber Data 46

C. Teknik Pengumpulan Data 47

D. Validitas Data 52

E. Analisis Data 55

(6)

A. Deskripsi Subjek dan Lokasi Penelitian 60

B. Penyajian dan Analisis Data

Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Lampung

Sebagai Muatan Lokal 63

C. Penyajian dan Analisis Data

Kendala-Kendala Yang Dihadapi Guru ... 97 D. Penyajian dan Analisis Data Kendala

Kendala yang Dihadapi Pembelajar .... 110

E. Jawaban Terhadap Masalah Penelitian .. 118

F. Interpretasi dan Pembahasan 136

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan , 176

B. Rekomendasi 184

DAFTAR PUSTAKA , 187

(7)

BA3 I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka pemerataan penduduk di Indonesia dan

mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa, sejak masa

penjajahan Belanda telah dilakukan kebijakan pemerintah

untuk memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke luar pulau

Jawa. Kegiatan tersebut lebih diintensifkan lagi

pelaksanaannya setelah kemerdekaan Republik Indonesia,

yang dikenal dengan program transmigrasi. Salah satu

sasaran transmigrasi adalah daerah Lampung, sehingga

sampai saat ini penduduknya terdiri dari berbagai etnik

yang mewarnai kehidupan sehari-hari.

Menurut Hadikusuma (1989), jumlah penduduk Provinsi

Lampung saat ini diperkirakan sekitar 6 juta jiwa. Dari

populasi tersebut, ternyata jumlah penduduk asli yang

merupakan etnik Lampung (baca: berbahasa dan berbudaya

Lampung) hanya sekitar satu setengah juta jiwa saja;

sedangkan sisanya, yakni sekitar empat setengah juta jiwa

berasal dari etnik Jawa, Sunda, Bali, Sasak, Minangkabau,

Melayu, Batak dan etnik-etnik lainnya. Dari etnik-etnik

non-Lampung yang mendiami daerah ujung paling selatan

(8)

saat ini diperkirakan telah mencapai sekitar tiga juta

jiwa. Mereka tersebar di hampir keempat kabupaten provinsi

ini, yakni Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah,

Lampung Utara dan Lampung Barat. Namun, pusat-pusat

kantong utama pedukuhan etnik Jawa ini lebih banyak

terkonsentrasi pada sepuluh kecamatan di Kabupaten Lampung

Tengah.

Kehadiran etnik-etnik non-Lampung ke wilayah ini,

khususnya yang berasal dari Pulau Jawa, Bali dan Lcmbok merupakan akibat dari pelaksanaan kebijakan program

transmigrasi yang telah dimulai sejak jaman penjajahan

Belanda serta pada masa-masa sesudahnya saat pasca

kemerdekaan. Menurut catatan, arus gelombang kedatangan

para transmigran ke daerah yang cukup subur ini telah mulai dilakukan tahun 1905 di bawah koordinasi Pemerintah Belanda. Hadikusuma (1989) mengemukakan, bahwa "pemindahan

penduduk dari pulau Jawa ke daerah ini dimaksudkan untuk memperluas areal perkebunan kopi dan lada hitam yang

memang merupakan primadona dari daerah ini sejak dahulu." Adapun arus gelombang kedatangan para transmigran yang

dilakukan pada pasca kemerdekaan, selain dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk di pulau Jawa juga

untuk membuka daerah lumbung-lumbung padi baru di luar

(9)

Secara garis besar, penduduk di provinsi Lampung

dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu penduduk asli

dan kaum pendatang. Oleh karena itu, kondisi ini

dilukiskan pada lambang daerah Lampung yang dikenal dengan

sebutan "Sang Bumi Ruwa Jurai", yang artinya "Bumi

kediaman mulia dari dua golongan masyarakat yang berbeda

asal-usulnya".

Kehidupan masyarakat pendatang, khususnya etnik Jawa,

Sunda dan Bali pada bekas-bekas daerah pedukuhan

transmigrasi, terutama yang terdapat di wilayah Kabupaten

Lampung Tengah, pada saat ini telah mengalami perkembangan

yang cukup pesat. Dari segi populasi, jumlah mereka telah

mengalami perkembangan berkali lipat karena telah beranak

pianak, yang secara ekonomi dan sosial telah menjadi pilar

utama pemacu pembangunan wilayah ini. Sedangkan dari segi

sosiokultural, kehadiran mereka telah menjadi semacam

mozaik dalam memperkaya keragaman budaya daerah ini.

Walaupun para transmigran yang bermukim di daerah ini

jauh dari daerah asalnya dan pada umumnya mereka merupakan

generasi kedua dan ketiga, gaya dan pola hidup mereka

hampir tidak mengalami perubahan yang berarti. Mereka yang

berasal dari etnik Jawa dengan setia berpola hidup,

berbudaya, serta berbahasa Jawa. Begitu pula dengan

kehidupan etnik Sunda, Bali dan Sasak. Namun, karena

(10)

dibandingkan dengan jumlah etnik-etnik lainnya, maka tidak

heran jika aroma budaya Jawa terasa lebih kental mewarnai pola hidup masyarakatnya. Sebagai salah satu contoh, bahasa Jawa telah menjadi alat komunikasi dalam pergaulan antaretnik serta alat utama dalam melakukan transaksi pada sektor perekonomian.

Kehadiran para transmigran khususnya dari Pulau Jawa, Bali dan Lombok ke daerah Lampung dengan tetap memelihara dan roempertahankan pola hidup, budaya dan bahasa asalnya sangat memperkaya kebudayan daerah Lampung, namun hal ini

(11)

kaku dan tidak lancar lagi berbahasa Lampung.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemakaian bahasa Lampung kebanyakan hanya merupakan bahasa di rumah-rumah,

di kampung-kampung orang-orang Lampung atau dalam

kerapatan adatnya. Bahasa Lampung jarang terdengar di pasar-pasar kecamatan, demikian halnya di kantor-kantor dan ditempat-tempat umum, bahkan bahasa tulis Lampung sudah tidak digunakan sama sekali, terkecuali di kalangan orang-orang tua dalam jumlah yang sangat terbatas. Barangkali tidak terlalu keliru kalau ada orang yang berpendapat bahwa bahasa Lampung lambat laun terancam punah dan hilang dari peredaran. Memahami hal tersebut,

periu diupayakan berbagai cara untuk melestarikan

(12)

Pendidikan

dilakukan

upaya

mempertahankan

nilai-nilai

budaya

yang

telah

ada.

Pendidikan

juga

berfungsi

partisipatif,

karena

secara aktif

meramu

dan

mengodok

nilai-nilai

budaya lama dengan nilai-nilai budaya baru,

sehingga terbentuk kebudayaan yang bersifat kekinian

yang

menjadi

milik bangsa pada saat itu. Sedangkan

pendidikan

berfungsi preparatif, karena mempersiapkan kebudayan

masa

depan.

Fungsi

yang terakhir ini dilakukan

dengan

jalan

memperkenalkan

nilai-nilai

universal

sesuai

dengan

perkembangan

ilmu,

teknologi

dan

komunikasi,

sehingga

kebudayan

daerah

mampu mengantisipasi

nilai-nilai

yang

mungkin muncul di masa depan.

Dalam

kaitannya dengan pemeliharaan dan

pelestarian

bahasa

daerah,

dalam penjelasan pasal 36 bab

9

Undang-Undang Dasar 1945 dikemukkan bahwa negara akan

memelihara

bahasa-bahasa daerah yang dipelihara oleh rakyatnya dengan

sebaik-baiknya, maka bahasa-bahasa daerah yang dipakai

di

wilayah

negara

Republik Indonesia perlu

dipelihara

dan

dikembangkan.

Untuk

kepentingan

tersebut,

salah

satu

kebijakan

pemerintah

melalui

pusat

Pembinaan

dan

Pengembangan

Bahasa Departemen Pendidikan

dan

Kebudayan

Republik

Indonesia

adalah

melaksanakan

usaha-usaha

pembinan

dan

pengembangan

bahasa

daerah.

Dalam

(13)

inv-Tii.ci t-i sasi bahasa daerah (Depart.eme;-i P dan K, 1976).

Inventarisasi bahasa merupakan kegiatan yang dilakukan

dalam berbagai aspek (pengajaran, pembinaan dan

pengembangan bahasa daerah).

Berkaitan dengan pengajaran, pembinan dan

pengembangan bahasa daerah, pemerintah telah memasukkan

pengajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal wajib yang

harus diajarkan kepada setiap pembelajar di wilayahnya

(Depdikbud,

1994). ^Pengembangan kurikulum

muatan

lokal

dimaksudkan terutama untuk mengimbangi

kelemahan-kelemahan kurikulum sentralisasi dan bertujuan agar

pembelajar mencintai dan mengenal lingkungannya, serta mau

dan mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alaio,

kualitas sosial dan kebudayaan yang mendukung pembangunan

national, pembangunan regional maupun pembangunan lokal,

sehingga pembelajar tidak terlepas dari akar sosial budaya

lingkungannya.

Muatan lokal ini ditetapkan oleh Kepala Kantor

Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan

catatan: (1) muatan lokal yang berupa bahasa daerah dapat

diadakan apabila telah tersedia kurikulum, buku pelajaran

dan tenaga penyelenggara mata pelajaran yang bersangkutan;

(2) jatah waktu penyelenggaraan kurikulum muatan lokal sudah tercakup dalam jumlah jam pelajaran per minggu; dan

(14)

dari

penjatahan waktu yang tersedia untuk mata

pelajaran

yang bersangkutan, sesuai keadaan dan kebutuhan lingkungan

(Depdikbud, 1994).

Sehubungan itu, Kakandepdikbud Provinsi Lampung telah

mengeluarkan

keputusan

tentang

kurikulum

muatan

lokal

pendidikan

dasar.

Kurikulum

ini

terdiri

atas

buku

Landasan,

Program

dan

Pengembangan,

Garis-Garis

Besar

Program Pengajaran atau GBPP dan Pedoman Kegiatan

Belajar-Mengajar.

Pada kurikulum muatan lokal pendidikan dasar (SD

dan

SLTP), ditetapkan bahwa pelajaran bahasa Lampung merupakan

muatan lokal wajib. Hal ini berarti bahwa pelajaran bahasa

Lampung

merupakan muatan lokal wajib dan harus

diajarkan

di SD dan SLTP yang berada di lingkungan Provinsi Lampung,

termasuk di daerah-daerah transmigrasi yang

masyarakatnya

tidak

berbahasa

ibu

bahasa

Lampung,

seperti

wilayah

Lampung Tengah.

Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka

pembinaan

pengajaran

bahasa

Lampung

sebagai

suatu

upaya

untuk

memelihara

dan

mengembangkan

pengajaran

dalam

segala

komponennya, agar tujuan pendidikan dan pengajaran

bahasa

Lampung

dapat

dilaksanakan

dengan

sebaik-baiknya.

Pembinaan

pengajaran bahasa Lampung di sekolah itu

dalam

jangka

panJang

diharapkan

akan

menunjang

pembinaan

(15)

mengingat nilai rohaniah yang terkandung dalam bahasa

Lampung

yang

bermanfaat

bagi

kehidupan

bangsa,

serta

kenyataan

bahwa

keadaan dan

pengajaran

bahasa

Lampung

sekarang

sedang

menghadapi bermacam-macam

masalah

yang

mengganggu kelangsungan hidupnya (Depdikbud, 1995).

V

Untuk melaksanakan kebijakan tersebut dengan berbagai

karakteristiknya,

perlu pengaturan yang jelas

agar

guru

dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut

dapat

dilakukan

dengan

berbagai

cara,

baik

dengan

menyempurnakan kurikulumnya, menambah fasilitas dan sumber

belajar, maupun meningkatkan kemampuan gurunya. Dari

berbagai hal tersebut, nampaknya faktor guru perlu

mendapat

perhatian

yang pertains, dan

utama,

di

samping

knriknhimnya, karena baik buruknya suatu kurikulum pada

akhirnya

bergantung pada aktifitas dan

kreatifitas

guru

dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut.

Demikian

halnya dengan pengajaran bahasa Lampung

sebagai

muatan lokal, di sini guru diberi kebebasan yang lebih

leluasa untuk mengembangkan pengajaran sesuai kemampuannya

dengan memperhatikan kebutuhan lokal. Dengan kata lain,

berhasil tidaknya pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

]oka! di wilayah transmigrasi ditentukan pula oleh faktor

guru. Dalam pelaksanan pengajaran bahasa Lampung sebagai

muatan lokal di wilayah transmigrasi tidak akan terlepas

(16)

pembelajar, terutama pembelajar yang bukan penutur asli

bahasa Lampung. Kendala-kendala tersebut tentu saja perlu

dicarikan jalan ke luarnya agar pengajaran dapat

dilaksanakan secara optimal dan mencapai tujuan yang

diharapkan.

Mengingat pentingnya inventarisasi dan pembinaan

bahasa daerah sesuai dengan salah satu kebijakan

pemerintah sebagaimana dikemukakan di atas, maka informasi

tentang pengajaran bahasa daerah dan segala aspeknya

sangat diperlukan. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai

penelitian yang berkaitan dengan pengajaran bahasa daerah.

Dalam hal ini, penulis tertarik untuk meneliti pengajaran

bahasa Lampung sebagai muatan lokal yang diperkirakan

mengalami kendala-kendala dalam pelaksanaanya, mengingat

para pembelajar yang berada di Kabupaten Lampung Tengah

ini bukan merupakan penutur asli bahasa tersebut.

B. Permasalahan

Sejak diberlakukannya Kurikulum 1994, pihak

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung

telah mengambil kebijakan untuk menjadikan bahasa Lampung

sebagai mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan

di SD dan SLTP di daerah Lampung. Hasil penelitian

pendahuluan menunjukkan bahwa para pembelajar yang ada di

(17)

terkecuali para pembelajar yang bukan merupakan penutur

a s 1 i b aha s a t. e r s e b u 1. .

Penerapan kebijakan semacam ini, pada satu sisi

tampaknya akan dapat membawa dampak yang cukup positif.

Melalui kebijakan ini, para pembelajar yang bukan berasal

dari etnik Lampung akan dapat mengenal dan memahami baik

bahasa maupun budaya Lampung yang merupakan tanah air baru

mereka. Selain itu, lewat kebijakan ini juga pengajaran

bahasa Lampung akan dapat menjadi jembatan dalam

menciptakan proses akulturasi serta terjadinya pembaharuan

silang budaya antar berbagai etnik yang hidup di wilayah

ini. Dengan demikian, diharapkan lewat kebijakan ini akan

tercipta sikap saling toleransi dan saling memperkokoh

persatuan dan kesatuan bangsa.

Meskupun demikian, jika ditunjau dari sudut

kebahasaan, penerapan kebijakan mengajarkan bahasa Lampung

kepada pembelajar yang bukan merupakan penutur asli bahasa

tersebut tampaknya akan mengundang berbagai persoalan.

Salah satu diantaranya proses pembelajaran akan menghadapi

kesulitan atau kendala, baik yang harus dihadapi oleh para

pengajar maupun para pembelajar bahasa tersebut. Hal ini sebenarnya dapat dimaklumi mengingat keberadaan bahasa

Lampung tersebut, khususnya bagi para pembelajar yang

bukan dari etnik Lampung, seperti Jawa, Sunda atau Bali,

(18)

C. Perunusan Masalah

Penelitian ini berkisar pada pengajaran bahasa

Lampung sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi

Kabupaten Lapung Tengah. Penelitian ini akan berupaya

untuk mengungkap hal-hal yang berkaitan dengan pengajaran

bahasa Lampung, baik berkaitan dengan perencanaan,

pelaksanaan maupun evaluasi pembelajaran. Penelitian ini

akan mengungkapkan pula hal-hal yang berkaitan dengan

k.endala-kendala yang dihadapi oleh guru dan pembelajar

bahasa Lampung sebagai muatan lokal, terutama

kendala-kendala yang dihadapi oleh pembelajar yang bukan penutur

asli bahasa Lampung.

Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan

sebagaimana dipaparkan di atas, maka masalah yang akan

dijadikan topik dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut: Bagaimanakah pengajaran bahasa Lampung sebagai

muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah. Adapun konsep pokok yang menjadi bahan kajian

penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

penelitian sebagai yang berikut.

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung

sebagai muatan lokal pada SLTPN di wilayah trasmigrasi

Kabupaten Lampung Tengah?

2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi guru pengajar

(19)

mengajar bahasa Lampung sebagai muatan lokal kepada

para pembelajar SLTPN di wilayah transmigrasi Kabupaten

Lampung Tengah?

3. Apakah

kendala-kendala

yang

dihadapi

oleh

para

pembelajar SLTPN di wilayah transmigrasi Kabupaten

Lampung Tengah yang bukan penutur asli bahasa Lampung

dalam mempelajari bahasa Lampung sebagai muatan lokal?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis dan

menemukan secara empiris tentang pengajaran bahasa Lampung

sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten

Lampung Tengah, serta untuk menemukan kendala-kendala yang

dihadapi oleh guru dan pembelajar dalam pelaksanaannya,

sebagai bahan masukan untuk meningkatkan efisiensi

pengelolaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

lokal dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Secara khusus penelitian ini bertujuan menganalisis

dan menemukan secara empiris tentang:

1, pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

lokal pada SLTPN di wilayah trasmigrasi Kabupaten

Lampung Tengah;

2. kendala-kendala yang dihadapi guru pengajar bahasa

Lampung dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar

(20)

pembelajar

SLTPN

di

wilayah

transmigrasi

Kabupaten

Lampung Tengah; dan

3. kendala-kendala

yang

dihadapi

oleh

para

pembelajar

SLTPN

di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah

yang bukan penutur asli bahasa Lampung dalam

mempelajari bahasa Lampung sebagai muatan lokal.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada masalah pelestarian

dan

pembinaan bahasa daerah serta

efisiensi

pengelolaan

pembelajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di

wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah. Untuk

kepentingan

tersebut,

hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan suatu masukan tentang berbagai hal

yang

berkaitan dengan pelestarian bahasa daerah dan

pengajaran

Bahasa

Lampung

sebagai

muatan

lokal

di

wilayah

transmigrasi yang penduduknya terdiri dari berbagai etnik.

Dengan demikian, dapat memberikan sumbangan terhadap upaya

pelestarian dan pembinaan kebudayaan daerah serta

peningkatan efisiensi pengelolaan pembelajaran,

khususnya

pengajaran bahasa Lampung.

Secara rinci hasil-hasil penelitian ini diharapkan

dapat

memberikan

manfaat kepada

berbagai

pihak.

Bagi

(21)

15

informasi

serta memberikan bahan masukan

dari

kebijakan

penerapan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal

kepada para pembelajar yang bukan penutur bahasa

Lampung.

Bagi para guru,

hasil penelitian ini merupakan umpan balik

dan

dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan

dan

meningkatkan efisiensi pengelolaan pengajaran

bahasa

Lampung

sebagai

muatan

lokal

di

wilayah

transmigrasi

Kabupaten

Lampung Tengah.

Bagi dunia

pengajaran

bahasa,

hasil

penelitian

ini

dapat menjadi

bahan

masukan

dan

informasi

mengenai

hal-hal

yang

berkaitan

dengan

pengajaran

bahasa daerah sebagai muatan lokal,

khususnya

mengenai pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal

terhadap para pembelajar yang bukan penutur bahasa

daerah

tersebut.

Sedangkan

bagi

para

peneliti

lain,

hasil

penelitian

ini

diharapkan

akan

menjadi

masukan

untuk

mcngembangkan wawasan bagi penelitian-penelitian lebih

Ianjut,

khususnya dalam pengajaran bahasa daerah

sebagai

muatan lokal bagi para pembelajar yang bukan penutur

asli

(22)
(23)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah "Kualitatif

naturalistik".

Metode tersebut digunakan

untuk

mengkaji

permasalahan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

lokal dan kendala-kendalanya, serta untuk memperoleh makna

yang lebih mendalam sesuai kondisi lingkungan. "... take

their

meaning as much from their contex as they

do

from

themselves" (Lincoln and Guba, 1985).

Untuk

kepentingan tersebut ditempuh

langkah-langkah

sebagai yang berikut.

1. Memilih lokasi penelitian. Sesuai dengan masalah

penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka

sekolah merupakan lokasi penelitian ini.

2. Untuk

memperoleh

makna yang

lebih

mendalam

tentang

pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di

wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah, maka

penelitian hanya dilakukan di satu kelas, yaitu di

kelas I A SLTPN Kotagajah.

3. Setelah menetapkan lokasi penelitian, peneliti berusaha

memasuki lapangan dengan mengadakan hubungan formal dan

informal sebelumnya.

(24)

4. Mengidentifikasi

informan,

yang terdiri atas:

guru,

kepala sekolah dan pembelajar.

5. Mencatat

segala

sesuatu

yang

terjadi

di

lokasi

penelitian,

baik

yang

diperoleh

melalui

dokumen,

pengamatan

maupun wawancara. Pencatatan dilakukan

apa

adanya dan segera setelah suatu kegiatan berlangsung.

Sesuai

dengan

kaidah

penelitian

"Kualitatif

naturalistik",

selama berada di lapangan peneliti berusaha

untuk

tidak

mengganggu suasana.

Meskipun

pada

mulanya

kehadiran

peneliti

menjadi

pusat

perhatian,

terutama

ketika

mengadakan pengamatan di kelas, tetapi karena

hal

tersebut

dilakukan

berulang-ulang,

maka

lama

kelamaan

sudah

tidak

dihiraukan lagi. Dengan

demikian,

peneliti

dengan

bebas

dapat melakukan

penelitian

dalam

keadaan

wajar sesuai tujuan yang telah dirumuskan.

Ada

beberapa

pertimbangan

mengapa

penelitian

ini

menggunakan

metode

"Kualitatif naturalistik".

Pertama;

Peneliti

bermaksud

mengembangkan

konsep

pemikiran,

pemahaman dari pola yang terkandung di dalam data, melihat

secara

keseluruhan

suatu keadaan, proses,

individu

dan

kelompok

tanpa

mengurangi

variabel,

tetapi

variabel

digambarkan

secara keseluruhan, sensitif

terhadap

orang

yang

diteliti

dan

mendeskripsikannya

secara

induktif

naturalistik.

Kedua;

peneliti bermaksud untuk menganalisis

(25)

46

pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di

wilayah

transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah sebagaimana

adanya,

dalam

konteks ruang dan waktu serta situasi

yang

alami.

Ketiga;

bidang

kajian penelitian

ini

berkenaan

dengan

suatu

proses dan kegiatan pembelajaran yang

di

dalamnya

terdapat interaksi antara guru dengan pembelajar, antara

pembelajar

dengan

pembelajar,

serta

antara

guru

dan

pembelajar dengan lingkungan pembelajaran.

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

kata-kata

dan

tindakan

(pembelajar,

guru

dan

kepala

sekolah),

serta

tulisan

dan

peristiwa-peristiwa

yang

berkaitan dengan pengajaran bahasa Lampung sebagai

muatan

lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah.

Sesuai dengan data yang akan dikumpulkan, sumber data

dalam penelitian ini ditetapkan sebagai yang berikut.

1. beberapa dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan

pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal, yaitu

garis-garis besar program pengajaran (GBPP), program

tahunan, program catur wulan, program mingguan, satuan

pembelajaran dan buku sumber yang digunakan.

Dokumen-dokumen

tersebut

dipinjam

dari

guru

yang

mengajar

bahasa Lampung, pembelajar, kepala sekolah dan di

perpustakaan sekolah;

U.MU f$fr

(26)

2. guru yang mengajar pengajaran bahasa Lampung;

3. kepala sekolah yang bertanggung jawab terhadap kegiatan

pembelajaran di sekolahnya; dan

4. pembelajar kelas I A yang mengikuti pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal, yang berjumlah 35 orang.

Berbagai sumber data di atas, khususnya yang

berkaitan dengan subjek penelitian telah dipertimbangkan

kelayakannya sesuai kriteria yang dikemukakan Spradley

(dalam Sanafiah, 1990: 57), bahwa: "Dalam menentukan subjek penelitian perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (a) subjek sudah cukup lama dan intensif menyatu

dalam kegiatan atau bidang yang menjadi kajian penelitian; (b) subjek masih aktif atau terlibat penuh dengan kegiatan atau bidang tersebut; dan (c) subjek memiliki waktu yang

cukup untuk dimintai informasi."

C. Teknik Pengumpulan Data

Selama dilaksanakannya penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama, sehingga memiliki peran

yang sangat penting dan menyatu dengan kegiatan penelitian. Peneliti sebagai instrumen utama penelitian sangat menentukan kelancaran, keberhasilan, hambatan atau kegagalan di dalam pengumpulan data yang diperlukan.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti, melalui observasi, wawancara dan

(27)

48

1. Observasi

Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk

mengumpulkan data tentang tindakan guru dalam melaksanakan

pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal, tindakan

pembelajar dalam mengikuti pembelajaran dan tindakan

kepala sekolah dalam memantau pembelajaran.

Observasi dilakukan dengan cara mendatangi ruang

kelas yang diteliti secara langsung, ketika proses

pembelajaran berlangsung. Observasi yang dilakukan adalah

observasi nonpartisipasi, sehingga peneliti duduk. bersama

para pembelajar selama proses pembelajaran berlangsung,

tanpa memanipulasi proses yang berlangsung: Selama

observasi, peneliti memperhatikan apa-apa yang dilakukan

guru dan apa-apa yang dilakukan pembelajar dari awal

I-sampai akhir kegiatan pembelajaran. Pada saat itu pula,

peneliti mencatat hal-hal yang dianggap penting dan

berkaitan langsung dengan masalah penelitian.' Observasi

dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh data yang cukup

untuk menjawab permasalahan penelitian. Observasi juga

dilakukan di luar pembelajaran, baik di kelas maupun di

luar kelas untuk memperoleh data dalam pergaulan dan

pembicaraan pembelajar, serta komentar-komentar mereka

berkaitan dengan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

lokal. Kondisi tersebut biasanya berlangsung sebelum atau

(28)

kelas (seperti di kantin atau perpustakaan). Oleh karena

itu, peneliti berusaha untuk mendekati mereka tanpa mereka

mencurigai bahwa proses penelitian sedang berlangsung,

sebab hal ini akan menghambat jalannya penelitian. Oleh

sebab itu, pencatatan hasil observasi tidak dilakukan

secara langsung. Dalam pelaksanaannya, observasi di luar

kegiatan pembelajaran dipadukan dengan wawancara informal

dan sekali-kali peneliti mengajukan pertanyaan kepada

pembelajar untuk memperoleh data yang diinginkan.

'</ Berdasarkan kegiatan observasi tersebut diharapkan

diperoleh data penelitian secara lebih objektif dan dapat

memetik pentingnya observasi dalam penelitian kualitatif,

seperti yang dikemukakan J. Moleong (1993: 108), sebagai

yang berikut.

a. mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,

perhatian dan kebiasaan;

b. memungkinkan peneliti melihat dunia sebagai yang

dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu,

menangkap arti fenomena berdasarkan pengertian subjek,

menangkap kehidupan budaya berdasarkan pandangan dan

anutan para subjek saat itu;

c. memungkinkan peneliti dapat merasakan apa yang

dirasakan serta dihayati subjek; dan

d. memungkinkan pembentukkan pengetahuan berdasarkan apa

(29)

H)

2. Wawancara

Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk

mengumpulkan data tentang kata-kata atau ungkapan guru,

pembelajar dan kepala sekolah, berkaitan dengan pengajaran

bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah

transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah, beserta

kendala-kendalanya./

Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara tak

berstruktur. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh

keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan

guru, pembelajar dan kepala sekolah tentang pengajaran

bahasa Lampung sebagai muatan lokal. Wawancara mendalam

dilakukan secara informal terhadap guru yang mengajar

mata pelajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal,

pembelajar yang mengikuti kegiatan pembelajaran bahasa

Lampung sebagai muatan lokal dan kepala sekolah yang

bertanggungjawab terhadap pengembangan kurikulum muatan

lokal di sekolahnya. Wawancara dengan guru dan pembelajar

dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran berlangsung,

sedangkan wawancara dengan kepala sekolah dilakukan sesuai kesepakatan dan keperluan peneliti. Wawancara dilakukan secara mendalam dan bebas, tetapi tetap diarahkan pada

tujuan penelitian. Wawancara dilakukan untuk melengkapi

data yang diperoleh lewat observasi dan untuk mendapatkan

(30)

dan studi dokumentasi.

Wawancara dimaksudkan untuk menemukan informasi

tentang sesuatu yang diketahui oleh seseorang atau

sekelompok orang yang menjadi sumber data dalam bentuk

lisan. Dengan komunikasi dua arah, penggunaan wawancara

akan memudahkan orang yang diwawancarai untuk memahami

jawaban atau informasi yang diinginkan oleh pewawancara

melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Dalam penelitian ini, wawancara informal lebih banyak

digunakan, wawancara berlangsung dalam situasi alamiah dan

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada

spontanitas pewawancara. Hal ini dimaksudkan untuk

memperoleh data yang diperlukan tanpa mengganggu perasaan

orang yang diwawancarai dan wawancara bisa dilakukan

setiap saat. Untuk membantu mempermudah peneliti dalam

menjaring data melalui wawancara dan untuk menghindari

adanya data yang tidak tercatat, maka dipergunakan alat

perekam selama tidak mengganggu suasana wawancara.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan

untuk menelusuri dan menemukan informasi tentang

pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah

transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah, serta

(31)

dan tercatat agar data yang diperoleh lebih absah.

Dokumen-dokumen yang ditelusuri adalah GBPP, satuan

pelajaran, buku sumber dan buku catatan pembelajar. '

Seluruh data yang diperoleh melalui observasi,

wawancara dan studi dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang memuat deskripsi yang luas tentang

pengajaran bahasa Lampung" sebagai muatan lokal di wilayah

transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah dan kendala-kendalanya. Pencatatan dilakukan secara selektif sesuai tujuan penelitian. Peneliti memilih fakta dan informasi mana yang harus diperhatikan/dicatat dan mana yang harus

diabaikan. Fakta dan informasi yang dicatat itulah yang

dijadikan data. Pencatatan data dilakukan di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung dan di luar kelas

sebelum atau sesudah proses pembelajaran. Semua catatan

diperiksa kembali di rumah untuk melihat barangkali

terdapat kesalahan penulisan dan dicocokan dengan alat

perekam yang digunakan terutama pada waktu wawancara.

D. Validitas Data

Untuk memperoleh data yang sahih dan absah, terutama

yang diperoleh lewat observasi dan wawancara diperlukan

suatu teknik pemeriksaan. Salah satu teknik yang digunakan

adalah memeriksa derajat kepercayaan atau kredibilitasnya.

(32)

yang berikut.

1. Memperpanjang Waktu Keikutsertaan

Usaha peneliti dalam memperpanjang waktu

keikutsertaan dengan responden atau sumber data adalah

dengan cara meningkatkan frekuensi pertemuan dan

menggunakan waktu seefisien mungkin. Misalnya, menghadiri

acara rapat, mengikuti upacara dan kegiatan lain yang

menunjang.

2. Melakukan Pengamatan Secara Tekun

Pengamatan secara tekun dan terus-menerus

dilaksanakan untuk menemukan ciri-ciri atau unsur sfesifik

yang sesuai dengan situasi yang diteliti, secara lebih

cermat, teliti dan mendalam. Hal tersebut berkaitan dengan

ciri-ciri atau unsur sfesifik yang sesuai dengan situasi

pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal

serta kendala-kendala yang dihadapinya, baik oleh guru

mapun pembelajar. Melalui pengamatan secara tekun,

peneliti dapat membedakan hal-hal yang bermakna dan tak

bermakna.

3. Triangulasi

(33)

54

keabsahan

data dengan membandingkan data

yang

diperoleh

dan

satu

sumber dengan pendekatan yang

berbeda,

untuk

mengecek

atau

membandingkan data penelitian

yang

telah

dikumpulkan.

Hal

ini dilakukan

dengan

cara,

misalnya:

untuk

mendapatkan

data

tentang

perencanaan

pengajaran

digunakan

wawancara

dengan pola pertanyaan yang

berbeda

atau diambil dari satu sumber yang berbeda seperti dari

dokumen, guru, kepala sekolah dan observasi.

4. Mengupayakan Referensi yang Cukup

Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan keabsahan

informasi

yang

diperlukan

dengan

menggunakan

dukungan

bahan referensi secukupnya,

baik dari media cetak

maupun

media

elektronika.

Mengupayakan

referensi

yang

cukup

adalah menyediakan semaksimal mungkin sumber data dari

media cetak (buku, jurnal, majalah, koran, makalah, kertas

kerja dan brosur), media elektronika (alat perekam), serta

realitas di lapangan seperti catatan observasi dan foto

dokumentasi.

5. Melakukan Membercheck

Seperti halnya dengan cara pemeriksaan data yang

lain, membercheck juga dimaksudkan untuk memeriksa

keabsahan data. Membercheck dilakukan pada setiap akhir

(34)

mengulangi kembali dalam garis besarnya, berdasarkan

catatan peneliti, apa yang telah dikatakan oleh responden

tentang pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal,

dengan maksud agar mereka memperbaiki bila ada kekeliruan

dan menambahkan apa yang masih kurang. Dengan membercheck dimaksudkan agar informasi yang diperoleh dan digunakan

dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud

oleh responden.

E. Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan

secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian,

baik di lapangan maupun di luar lapangan. Analisis data di

lapangan meliputi pencatatan, pemberian kode dan

penafsiran sementara terhadap berbagai informasi yang

diperoleh pada setiap langkah kegiatan penelitian. L""

Analisis data di luar lapangan merupakan kelanjutan dari

analisis data di lapangan, yang dilakukan secara lengkap

terhadap seluruh data yang terkumpul, baik melalui

observasi, wawancara maupun studi dokumentasi, dengan

langkah-langkah sebagai yang berikut.

1. reduksi Data, yaitu membuat abstraksi-abstraksi dari seluruh data yang diperoleh dari catatan lapangan;

(35)

56

tujuan penelitian, yakni pelaksanaan pengajaran bahasa

Lampung sebagai muatan lokal, yang meliputi: GBPP,

tujuan, bahan, pembelajaran dan evaluasi; serta

kendala-kendala pengajaran bahasa Lampung sebagai

muatan lokal di wilayah transmigrasi, baik yang

dihadapi oleh guru maupun yang dihadapi oleh

pembelajar;

3. pemeriksaan terhadap seluruh data secara teliti untuk

mengetahui kelengkapan dan keabsahannya, serta untuk

memperoleh gambaran secara menyeluruh terhadap data

yang telah dikumpulkan, apakah sudah mencukupi atau

masih perlu ditambah;

4. penafsiran data sesuai dengan tujuan penelitian, yakni

menyusun dan merakit unsur-unsur data serta memberi

makna berdasarkan pandangan peneliti untuk mencapai

suatu kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian. Hal

ini dilakukan, karena pada hakekatnya keseluruhan data

dalam penelitian ini saling menunjang dan saling

melengkapi;

5. verifikasi data dilakukan untuk memeriksa apakah

kesimpulan yang diambil sudah tepat atau belum dan

apakah sudah mencapai tujuan penelitian.

Seluruh kegiatan analisis tersebut dilakukan secara

terus-menerus dan saling berhubungan dari awal sampai

(36)

Proses pelaksanaan penelitian, mulai dari penelitian

pendahuluan sampai dengan penulisan konsep (draft)

laporan, ditempuh dengan tahapan sebagai yang berikut.

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan atau disebut tahap pralapangan,

meliputi tahap penelitian pendahuluan dan tahap penyusunan

proposal. Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian

pendahuluan untuk melihat permasalahan yang ada di

lapangan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dan

kajian terhadap berbagai literatur, peneliti tertarik

dengan permasalahan yang berkaitan dengan pengajaran

bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah

transmigrasi. Selanjutnya dikembangkan rancangan atau

proposal penelitian dan mengumpulkan bahan-bhan referensi

yang berkaitan dengan topik penelitian. Pada tahap ini,

peneliti juga melakukan diskusi dengan rekan-rekan, baik

dengan rekan satu angkatan maupun dengan kakak angkatan

untuk memperoleh berbagai masukan dan memantapkan

proposal. Akhirnya, peneliti berkonsultasi dengan dosen

pembimbing untuk mematangkan pemahaman dan memperoleh ijin

(37)

58

2. Tahap Pelaksanaan

Pada

tahap pelaksanaan ini peneliti langsung

terjun

ke

lapangan,

untuk

melakukan

pengumpulan

data

yang

berhubungan

dengan

pengajaran

bahasa

Lampung

sebagai

muatan lokal dan kendala-kendalanya. Tahap ini diawali

dengan

pengumpulan

informasi dari

berbagai

sumber

di

lokasi

penelitian,

serta

menganalisis

dan

memusatkan

perhatian terhadap hal-hal yang perlu diteliti secara

lebih

mendalam

sesuai

dengan

tujuan

penelitian.

Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan lebih

memfokuskan

pada

informasi

dan

data

yang

berhubungan

langsung dengan tujuan penelitian, yaitu pengajaran bahasa

Lampung

dan kendala-kendalanya, baik yang

dihadapi

oleh

guru maupun oleh pembelajar. Berdasarkan catatan-catatan

selama penelitian, dilakukan penafsiran dan ditarik

beberapa

kesimpulan

sementara

sesuai

dengan

tujuan

penelitian.

3. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian atau tahap penyusunan konsep

(draft) laporan, adalah menyusun kerangka laporan hasil

penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah

dibahas

dan

disimpulkan.

Pada

tahap

ini,

peneliti

mengadakan penyaringan terhadap kesimpulan sementara

yang

(38)

laporan,

mendiskusikannya dengan

para

responden

dan

setelah

diadakan

penyempurnaan

dikonsultasikan

dengan

dosen

pembimbing

untuk

mendapatkan

masukan

saran

penyempurnaan,

sebelum dinyatakan layak

untuk

mengikuti

laporan kemajuan, ujian tahap I dan ujian tahap II.

Konsultasi

dengan dosen pembimbing dilakukan

secara

bertahap

dan

berkesinambungan,

sejak

awal

penulisan

(39)
(40)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini merupakan bab terakhir dari laporan

penelitian tentang pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung

sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten

Lampung Tengah. Dalam bab terakhir ini dikemukakan

kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi untuk berbagai

pihak yang berkepentingan dengan pengajaran bahasa Lampung

sebagai muatan lokal. Rekomendasi berisi beberapa gagasan

yang dirumuskan berdasarkan deskripsi hasil penelitian,

jawaban terhadap masalah penelitian, interpretasi,

pembahasan dan kesimpulan hasil penelitian, dengan tujuan

untuk mengefektifkan pengajaran bahasa Lampung sebagai

muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung

Tengah.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap pelaksanaan

pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah

transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah sebagaimana

dideskripsikan dan dibahas pada bab IV, secara umum dapat

disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

(41)

177

tidak

dapat dilaksanakan secara optimal, karena apa

yang

diajarkan

di sekolah tidak ditunjang oleh lingkungan

dan

belum

didayagunakannya

lingkungan

sebagai

sumber

belajar-mengajar

bahasa

Lampung

sebagai

muatan

lokal,

sehingga

tujuan-tujuan

yang

telah

direncanakan

tidak

dapat

direalisasikan

secara

utuh

dalam

pembelajaran.

Dalam

pada

itu, bahasa komunikasi yang

digunakan

dalam

lingkungan

pembelajar adalah bahasa Indonesia dan

bahasa

Jawa,

sehingga

para pembelajar tidak

pernah

menerapkan

apa-apa yang diterima di sekolah dalam kehidupannya.

Dengan

demikian,

mereka

belajar

bahasa

Lampung

hanya

melalui pengajaran, tidak melalui pemerolehan

(acquisition).

Indikator-indikator lain yang

menunjukkan

pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal belum

dilaksanakan secara optimal dapat diidentifikasikan

sebagai

berikut: tujuannya masih didominasi

oleh

aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan, belum banyak hal-hal

yang menyentuh sikap atau perubahan sikap pembelajar;

pengembangan

bahan

belum memanfaatkan

bahan-bahan

yang

ada di lingkungan sekitar sekolah;

belum didayagunakannya

lingkungan

sebagai

sumber belajar;

dan

penilaian

yang

masih didasarkan hanya pada penilaian hasil belajar.

Para guru telah berusaha secara optimal untuk

melaksanakan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

(42)

dalam

GBPP,

serta telah berusaha untuk

mencapai

tujuan

yang

telah

ditetapkan

dengan

berbagai

kemampuan

yang

dimilikinya,

namun

karena

keterbatasan

kemampuannya,

keterbatasan

sarana

dan

prasarana,

serta

kurangnya

partisipasi

masyarakat, maka apa yang dilakukannya

belum

menghasilkan sesuatu yang maksimal bagi pengajaran

bahasa

Lampung

sebagai

muatan lokal.

Dalam

pada

itu,

masih

banyak ditemui kendala

dalam pelaksanaannya, baik kendala

yang

dihadapi

guru

maupun kendala

yang

dihadapi

oleh

pembelajar. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengajaran

bahasa Lampung sebagai muatan lokal, baik oleh guru maupun

oleh pembelajar pada umumnya berkaitan dengan tidak adanya

kesinambungan

antara pembelajaran di sekolah dengan

apa-apa yang terjadi di masyarakat, karena bahasa komunikasi

yang

digunakan dalam lingkungan pembelajar adalah

bahasa

Indonesia dan bahasa Jawa, sehingga para pembelajar

tidak

pernah

menerapkan apa-apa yang diterima di sekolah

dalam

kehidupannya.

Dengan

demikian,

mereka

belajar

bahasa

Lampung

hanya

melalui

pengajaran,

tidak

melalui

pemerolehan

(acquisition).

Lebih dari itu,

di

kalangan

sebagian

pembelajar

banyak yang

malu

bila

menggunakan

bahasa Lampung.

Secara

khusus dapat dikemukakan beberapa

kesimpulan

(43)

179

Pertama,

pengembangan

kurikulum muatan

lokal

yang

bertujuan

agar pembelajar mencintai lingkungannya,

belum

dapat

direalisasikan

secara

optimal,

karena

tidak

ditunjang

oleh

lingkungan

dan

belum

didayagunakannya

lingkungan sebagai sumber belajar-mengajar bahasa

Lampung

sebagai

muatan

lokal.

Berdasarkan

analisis

terhadap

struktur bahasa, hambatan-hambatan yang dihadapi

terutama

dalam merealisasikan tujuan-tujuan dalam aspek kosa

kata,

menulis

had

Lampung

dan

pragmatik.

Pengajaran

bahasa

Lampung

sebagai

muatan

lokal

yang

bertujuan

agar

pembelajar

memiliki

pengetahuan dan

keterampilan

dasar

berkomunikasi

menggunakan

bahasa

yang

baik

dan

benar

sesuai dengan lapal dan ejaan bahasa Lampung, tidak

dapat

direalisasikan hanya melalui pembelajaran di sekolah, tapi

perlu ditunjang oleh lingkungan, sehingga pembelajar dapat

belajar bahasa Lampung melalui pengajaran di sekolah dan

melalui pemerolehan di lingkungan atau di masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari.

Tujuan-tujuan yang dirumuskan guru

dalam perencanaan pembelajaran muatan lokal bahasa Lampung

masih

didominasi

oleh

aspek

pengetahuan,

kurang

memperhatikan aspek nilai dan sikap sebagaimana dituntut

oleh tujuan kurikulum muatan lokal. Di samping itu dalam

pelaksanannya masih terdapat jurang pemisah antara

kegiatan

pembelajaran

dengan

lingkungan

tempat

(44)

pembelajaran muatan lokal masih terbatas pada kegiatan

di

dalam

kelas,

belum didayagunakannya

lingkungan

sebagai

sumber

belajar,

sehingga pembelajar masih

asing

dengan

lingkungannya.

Kedua, pengorganisasian materi kurikulum muatan lokal

bahasa Lampung belum menampung aspirasi-aspirasi keadaan

dan

kebutuhan

daerah,

baik

yang

berkaitan

dengan

lingkungan

alam,

lingkungan sosial,

lingkungan

budaya,

maupun kebutuhan daerah. Pada dasarnya usaha guru sudah

bisa

dikatakan maksimal, namun apa yang

diharapkan

guru

tidak

sepenuhnya

mendapat dukungan

dari

lingkungannya,

baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Hal

tersebut misalnya kurangnya partisipasi masyarakat

terhadap kegiatan pendidikan, kurangnya biaya dan

fasilitas.

Materi

pembelajaran

bahasa

Lampung

sebagai

muatan lokal dalam garis besarnya mencakup hal-hal yang

berkaitan

dengan kegiatan: membaca, kosa kata,

struktur,

pragmatik, menulis had Lampung dan apresiasi. Berdasarkan

hal tersebut materi yang sulit untuk disampaikan adalah

materi dari aspek pragmatik.

Ketiga, pendekatan pembelajaran yang sering digunakan

guru adalah pendekatan struktural. Adapun metode yang

sering digunakan adalah metode terjemahan, metode langsung

dan

metode kognitif, dengan teknik ceramah, tanya

jawab,

(45)

1.81.

adalah

buku

Pelajaran Bahasa Lampung,

karangan

Hilman,

yang diterbitkan oleh Penerbit Gunung Persagi Bandar

Lampung;

dan

Buku

Materi

Pelajaran

Bahasa

Lampung,

karangan Sudihartono, hasil MGMP Bahasa Lampung

Kabupaten

Lampung

Tengah. Media yang sering digunakan adalah

papan

tulis, kertas, dan media lain yang tersedia di dalam

kelas. Selama penelitian, guru tidak pernah membuat media

pembelajaran sendiri, ia hanya memanfaatkan media-media

yang ada di dalam kelas. Dalam pembelajaran guru juga

tidak pernah menggunakan media elektronik sebagaimana

disarankan dalam GBPP. Di samping itu belum

dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal. Guru

juga

tidak

pernah mengadakan kerjasama secara langsung

dengan

masyarakat untuk merealisasikan tujuan pembelajaran, tapi

bila

ada

pertunjukkan

yang

ada

kaitannya

dengan

pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

lokal, maka para pembelajar ditugaskan untuk menonton

pertunjukkan tersebut dan melaporkan hasilnya, baik secara

tertulis maupun secara lisan, yakni menceritakan kembali

apa-apa yang mereka tonton. Pada umumnya pelaksanaan

pembelajaran dilakukan guru langsung menuju materi yang

akan diajarkan, kadang-kadang guru mengadakan pre-tes dan

apersepsi untuk menghubungkan pembelajaran yang lalu

dengan

pembelajaran

yang

akan

diajarkan.

Appersepsi

(46)

terhadap materi sebelumnya dan untuk menentukan dari mana

ia

harus

melakukan

pembelajaran.

Pembelajaran

yang

dilakukan lebih menekankan pada aspek pengetahuan

sedangkan aspek keterampilan dan sikap kurang mendapat

perhatian. Mengakhiri pembelajaran biasanya guru

memberikan tugas yang harus dilakukan sehubungan dengan

pembelajaran yang akan datang, kadang-kadang guru

mengadakan post tes, terutama setelah akhir suatu pokok

bahasan.

Keempat, evaluasi pembelajaran yang sering dilakukan

guru adalah evaluasi hasil belajar, untuk mengetahui

perubahan perilaku yang terjadi pada diri pembelajar,

melalui ulangan harian dan ulangan umum. Sekali-kali guru

mengadakan evaluasi kegiatan, untuk melihat keterlibatan

pembelajar dalam kegiatan belajar. Dalam melakukan

evaluasi pembelajaran guru sering menggunakan pendekatan

gabungan antara pendekatan kelompok (norma) dengan

pendekatan individu (kriteria). Dalam hubungannya dengan

masyarakat, guru tidak pernah melibatkan masyarakat, baik

dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pembelajaran,

maupun evaluasi kurikulum muatan lokal.

Kelima, kendala-kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal

di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah, baik

(47)

183

berkaitan

dengan

tidak

adanya

kesinambungan

antara

pembelajaran

di

sekolah dengan apa-apa yang

terjadi

di

masyarakat, karena bahasa komunikasi yang digunakan dalam

lingkungan

pembelajar adalah bahasa Indonesia dan

bahasa

Jawa,

sehingga

para pembelajar tidak

pernah

menerapkan

apa-apa yang diterima di sekolah dalam kehidupannya.

Dengan

demikian,

mereka

belajar

bahasa

Lampung

hanya

melalui

pengajaran,

tidak

melalui

pemerolehan

(acquisition).

Lebih

dari

itu,

di

kalangan

sebagian

pembelajar banyak yang malu bila menggunakan bahasa

Lampung.

Keenam,

kendala-kendala

yang

dihadapi

guru

dalam

pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal

pada umumnya menyangkut perbedaan persepsi di antara

para

guru

dan

kepala

sekolah

dalam

menafsirkan

pengajaran

bahasa

Lampung sebagai muatan lokal, kurangnya

pemahaman

guru, keterbatasan biaya dan fasilitas, keterbatasan waktu

guru,

kurang adanya koordinasi dan kerjasama di

Lapangan

serta

rendahnya

partisipasi

masyarakat

terhadap

pendidikan.

Ketujuh,

Dalam mengikuti pembelajaran, pada

umumnya

pembelajar masih menghadapi berbagai kendala.

Kendala-kendala

tersebut

berkaitan

dengan

kegiatan

mengikuti

pembelajaran

karena

kurangnya

sarana

dan

prasarana,

(48)

perbendaharaan bahasa Lampung mereka yang sangat kurang.

Dari enam bagian pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan

lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah,

yang terdiri dari pembelajaran membaca, kosa kata, struktur, pragmatik, menulis had Lampung dan apresiasi,

menunjukkan bahwa kendala yang paling banyak ditemui

adalah pada waktu mengikuti ujian dalam materi had Lampung, karena dalam menulis had Lampung para pembelajar

dituntut untuk menulis sesuai dengan bahasa yang digunakan

oleh masyarakat Lampung. Sedangkan pada pembelajaran

pragmatik pada umumnya pembelajar menghadapi kesulitan pada waktu disuruh mendemonstrasikan suatu percakapan

dalam bahasa Lampung, terutama dalam mengucapkan/mengeja

had Lampung.

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan-temuan selama dilaksanakannya

penelitian ini, direkomendasikan hal-hal sebagai yang

berikut.

Pertama, bagi Pemda dan Depdikbud, direkomendasikan untuk meninjau kembali kebijakan pengajaran bahasa Lampung

sebagai muatan lokal wajib di wilayah transmigrasi, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi

(49)

.1 8 5

optimal,

karena

tidak

ditunjang

oleh

lingkungan.

Di

samping

itu,

sehubungan

dengan

upaya

pelestarian

dan

pengembangan

bahasa Lampung melalui

pendidikan

sekolah,

direkomendasikan

untuk memikirkan kembali

apakah

dengan

waktu

90

menit perminggu dapat

memberi

pemahaman

yang

komprehensif

bagi

para pembelajar?

terutama

bagi

para

pembelajar

yang bukan penutur asli bahasa

Lampung,

yang

ehari-harinya

tidak

menggunakan bahasa

Lampung.

Dalam

ada

itu

perlu

dipikirkan

jalur

yang

efektif

untuk

melestarikan

dan

mengembangkan

bahasa

Lampung

melalui

pendidikan luar sekolah.

Kedua,

bagi

lembaga penataran dan

pelatihan

guru,

perlu

dilakukan

penataran bagi para

guru

(guru

muatan

lokal)

mengenai proses pembelajaran, baik yang

berkaitan

dengan

persiapan

mengajar,

pelaksanaan

pembelajaran,

maupun evaluasi pembelajaran. Disamping itu, perlu

dilakukan penataran terhadap para kepala sekolah

mengenai

tugas

dan

wewenangnya

sehubungan

dengan

kegiatan

pembelajaran muatan lokal.

Ketiga, bagi para kepala sekolah, direkomendasikan

untuk

senantiasa melakukan pemantauan

terhadap

kegiatan

pembelajaran

yang

dilakukan oleh para

guru,

baik

yang

berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun

evaluasi

pembelajaran dan direkomendasikan untuk melihat secara

(50)

dilakukan guru.

Keempat, direkomendasikan kepada para guru muatan

lokal

untuk

senantiasa

meningkatkan

kemampuannya

sehubungan

dengan

tugas pokoknya (mengajar),

baik

yang

berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi

pembelajaran. Dalam pembelajaran, direkomendasikan untuk

mendayagunakan

masyarakat

sebagai sumber

belajar,

agar

bahan

pembelajaran lebih mudah diserap, pembelajar

lebih

mengenal

kondisi alam, lingkungan sosial

dan

lingkungan

budaya

yang

terdapat

didaerahnya,

dapat

meningkatkan

pengetahuan mengenai daerahnya, sehingga menjadi lebih

akrab

dengan

lingkungannya. Dalam

mengadakan

evaluasi,

hendaknya

tidak terbatas pada evaluasi

hasil,

hendaknya

lebih

menekankan

pada

evaluasi

proses,

yakni

menilai

bagaimana pembelajar belajar, bukan apa yang diperolehnya,

tetapi yang paling penting adalah bagaimana memperolehnya.

Akhirnya,

direkomendasikan kepada masyarakat,

orang

tua dan pihak lapangan kerja untuk senantiasa meningkatkan

partisipasinya dalam pelaksanaan pendidikan, karena

pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara

(51)
(52)

Bailey, N.C., Madden &Krashen, S. D. 1974. "Is fhere 'a natural sequence' in adult

second language learning?" dalam bulanan

Language Learning

no. 21,

April 1974, halaman 35-76.

Best, J. W. 1977. Research in Education. NewDelhi: Prentice-Hall ofIndia.

Burhan, J. 1971.

Problema Bahasa dan Pengajaran Bahasa.

Bandung: Ganaco.

Burt, M. 1981.

Viewpoints on English as a Second Language.

New York: Regents

Publishing Co. Inc.

Brown, D. 1980.

Principles of Language and Teaching.

Englewood Cliffs, New

Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Brown, R. 1973. A FirstLanguage. Cambridge: HarvardPress.

Cairns, H.S. &Cairns, C. E.

1976.

Psycholinguisties ACognitive View ofLanguage.

New York :Holt, Rinehart and Winston.

Caramazza,

Alfonso

&

Zurif,

E.

B. 1978.

Language Acquisition and Language

Breakdown: Parallels and Divergencies.

London: The Johns Hopkins

University Press.

Carton, A.S.

1971.

Inferencing: A Process in Using and Learning Language.

Cambridge: Cambridge University Press.

Cummins, J. 1978.

Bilingualist and The Development Metalinguistic Awareness.

Los

Angeles: California State University.

Dardjowidjojo, S. 1985. Perkembangan Linguistikdi Indonesia. Jakarta: Arcan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1987.

Pedoman Umum Pengem bangan dan

Pelaksanan Kurikulum Muatan Lokal Sekolah Dasar.

Jakarta: Dirjen

Dikdasmen.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Link & Match. Jakarta: Seri

Kebijaksanaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994.

Pedoman Umum Pengem bangan dan

Pelaksanan Kurikulum Muatan Lokal.

Jakarta: BP3K dengan Dirjen

Dikdasmen.
(53)

188

Dulay, H. and Burt, M. 1975. "A New Approach to Discovering UniversaJ Strategies

of Child Second Language Acquisition" in D. Dato (Ed.),

Developmental

Psycholinguistics: Theory and Applications.

Washington D.C.: Georgetown

University Press.

Hadikusuma, H, 1988.

Bahasa Lampung.

Jakarta: Fajar Agung

Hadikusuma, H 1989.

Masyarakat dan Adat Budaya Lampung.

Bandung: Mandar

Maju.

Halim, A 1976. Politik Bahasa Nasional 1 & 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Penggembangan Bahasa Depdikbud.

Halim, A. 1984. Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Penggembangan Bahasa Depdikbud.

Hamid, F. A. 1987.

Proses Belajar Mengajar Bahasa.

Jakarta: P2LPTK, Ditjen Dikti

Depdikbud.

Hardja3ujana, A. 1987.

Materi Kuliah Seminar Pengajaran Baliasa.

Jakarta: P2LPTK

Depdikbud.

Herriot, P. 1970.

An Introduction to the Psychology of Language.

London: Methuen

& Co. Ltd.

Hudson. R.A 1980.

Sociolinguisties.

Cambridge: Cambridge University Press.

Kraslien, S.D. 1977. The Monitor Model for Adult Second Language Performance, In

Burt, M., Dulay, H, and Finocchiaro, R. (Eds.)

Viewpoints on English as A

Second Language.New York: Regents.

Krashen, S.D. 1981.

Second Language Acquisition and Second Language Learning.

New York: Pergamon Press.

Krashen, S.D. 1982.

Principles and Practice in Second Language Acquisition.

New

York: Pergamon Press.

Krashen, S.D. & Scarcella, R. 1978.

On Routines and Patterns in Language

Acquisition and Performance.

Rowley, Massachusetts: Newbury House.

Krashen, S.D. &Terrel. 1985.

The Natural Approach: Language Acquisition in The

Classroom.

Oxford, New York: Pergamon Press; San Francisco: Alemarny

(54)

Krashen, S.D., Long, M., &Scarcella, R. 1979.

Age, Rate, and Eventual Attainment

in Second Language Acquisition,

In

Tesol Quarterly,

no. 13, 1979 halaman

151-162.

Lambert, W. E. 1968.

Billiguatism and Language Acquisition.

Ottawa: Mc Gill

University.

Langacker, R.W. 1968.

Language and Its Structure: Some Fundamental Concepts.

New York: Harcourt, Brace and World.

Lawler, J. &Siinker L. 1971.

The Acquisition ofGrammatical Morphemes by Adult

ESL Students.

Rowley, Massachusetts: Newbury House.

La Forge, P.G. 1

Referensi

Dokumen terkait

pahlawan yang waras, dan hanya The Joker yang digambarkan sebagai orang gila dalam cerita di novel grafis tersebut. Akan tetapi jika pembaca ingin mengamati lebih dalam

Data kuantitatif adalah data yang berupa angka dan bilangan. Pada penelitian ini data kuantitatif yang digunakan yaitu berupa tes kemampuan berpikir kreatif. Data

Pelaksanaan Teaching Factory di SMK pada prinsipnya adalah mengadopsi suasana. budaya, standar, dan Prosedur kerja yang terdapat di industri untuk kemudian diterapkan

Semakin tinggi Return On Assets (ROA) maka akan semakin tinggi deviden yang akan di bayar kepada investor sehingga harga saham juga akan semakin tinggi karena investor akan

The Agile Big Data process embraces the iterative nature of data science and the effi‐ ciency our tools enable to build and extract increasing levels of structure and value from

Ketika terjadi tindakan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan anggota militer bersama dengan warga sipil yang mana perbuatan tersebut bukan merupakan perkara

Membuat sebuah aplikasi “Panduan dan Resep Makanan Pendamping Asi” berbasis android yang nantinya diharapkan mampu diaplikasikan dalam smartphone Android.. Penerapan dan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada siswa kelas III SDN No.111/1 Komplek Air Panas dengan menggunakan media berbasis visual pada