PENGAJARAN BAHASA LAMPUNG SEBAGAI MUATAN LOKAL Dl WILAYAH TRANSMIGRASI
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung untuk memenuhi sebagian syarat Program Pascasarjana
Bidang Studi Pengajaran Bahasa Indonesia
Oleh:
Wiwik Dyah Aryani NIM 9696058
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Prof. DR. H. Ahmadslamet, H., M.A. M.Sc
Pembimbing I
DR. Fuad Abdul Hamied M.A.
Pembimbing II
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN
DAN ILMU
PENDIDIKAN
BANDUNG
ABSTRAK
Wiwik
Dyah
Aryani, 1999.
Pengajaran
Bahasa
Lampung
Sebagai Muatan Lokal di Wilayah Transmigrasi
Kabupaten Lampung Tengah. Pembimbing: Prof. DR. H. Ahmadslamet Harjasujana, M.A. M.Sc. dan DR. Fuad
Abdul Hamied, M.A.
Penelitian ini bertujuan menganalisis dan menemukan
secara empiris tentang pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung
Tengah,
serta
untuk
menemukan
kendala-kendala
yang
dihadapi oleh guru dan pembelajar dalam pelaksanaannya.
Pentingnya penelitian ini terutama bagi Pemda dan
Depdikbud, Lembaga Penataran dan Pelatihan Guru, kepala sekolah, guru, para pengelola pendidikan, masyarakat,
orang tua, serta pihak lapangan kerja, sebagai bahan
masukan dan umpan balik tentang pengajaran bahasa Lampung
sebagai muatan lokal.
Penelitian ini menggunakan metode "Kualitatif Na-turalistik", dengan sumber data: dokumen, guru, pembelajar
dan kepala sekolah. Pengumpulan data dilakukan melalui
teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
Analisis data dilakukan selama penelitian berlangsung,
melalui pencatatan, penafsiran, kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajaran bahasa
Lampung sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi
Kabupaten Lampung Tengah tidak dapat dilaksanakan secara
optimal, karena apa yang diajarkan di sekolah tidak
ditunjang oleh lingkungan dan belum didayagunakannya
lingkungan sebagai sumber belajar-mengajar bahasa
Lampung sebagai muatan lokal, sehingga tujuan-tujuan yang
telah direncanakan tidak dapat direalisasikan secara utuh dalam pembelajaran. Dalam pada itu, bahasa komunikasi
yang digunakan dalam lingkungan pembelajar adalah bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa, sehingga para pembelajar tidak
pernah menerapkan apa-apa yang diterima di sekolah dalam
kehidupannya. Dengan demikian, mereka belajar bahasa
Lampung hanya melalui pengajaran, tidak melalui
pemerolehan (acquisition). Indikator-indikator lain yang menunjukkan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal belum dilaksanakan secara optimal, dapat dilihat dari tujuannya yang masih didominasi oleh aspek pengetahuan dan
keterampilan,
belum banyak hal-hal yang
menyentuh
sikap
atau perubahan sikap pembelajar; dan penilaian vang masihdidasarkan hanya pada hasil belajar.
dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya, namun karena keterbatasan waktu, keterbatasan biaya dan fasilitas, serta kurangnya partisipasi masyarakat, maka apa yang
dilakukannya belum menghasilkan sesuatu yang maksimal bagi
pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal.
Sehubungan dengan itu, direkomendasikan kepada berbagai pihak, antara lain kepada Pemda dan Depdikbud untuk meninjau kembali kebijakan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal wajib di wilayah transmigrasi
Kabupaten Lampung Tengah, karena di daerah ini para
transmigran berbahasa ibu bukan bahasa Lampung, sehingga pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal tidak dapat
dilaksanakan secara optimal dan tidak ditunjang oleh lingkungan. Di samping itu, sehubungan dengan upaya
pelestarian dan pengembangan bahasa Lampung melalui pendidikan sekolah, direkomendasikan untuk dipikirkan
kembali apakah dengan waktu SO menit perminggu dapat
memberi pemahaman yang komprehensif bagi para pembelajar? terutama bagi para pembelajar yang bukan penutur asli
bahasa Lampung, yang sehari-harinya tidak menggunakan bahasa Lampung. Dalam pada itu, perlu dipikirkan jalur
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN PERSETUJUAN i
ABSTRAK ii
PRAKATA iii
UCAPAN TERIMA KASIH vi
DAFTAR ISI ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Permasalahan 10
C. Permusan Masalah 12
D. Tujuan Penelitian 13
E. Manfaat Hasil Penelitian 14
BAB II . LANDASAN TEORITIS 16
A. Pemerolehan dan Fengajaran Bahasa.... 16 B. Situasi Pemerolehan Bahasa
di Indonesia 18
C. Proses Pengajaran Bahasa Lampung 20
D. Bahasa Lampung Sebagai Muatan Lokal.. 33
BAB III. PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian 44
B. Sumber Data 46
C. Teknik Pengumpulan Data 47
D. Validitas Data 52
E. Analisis Data 55
A. Deskripsi Subjek dan Lokasi Penelitian 60
B. Penyajian dan Analisis Data
Pelaksanaan Pengajaran Bahasa Lampung
Sebagai Muatan Lokal 63
C. Penyajian dan Analisis Data
Kendala-Kendala Yang Dihadapi Guru ... 97 D. Penyajian dan Analisis Data Kendala
Kendala yang Dihadapi Pembelajar .... 110
E. Jawaban Terhadap Masalah Penelitian .. 118
F. Interpretasi dan Pembahasan 136
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan , 176
B. Rekomendasi 184
DAFTAR PUSTAKA , 187
BA3 I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka pemerataan penduduk di Indonesia dan
mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa, sejak masa
penjajahan Belanda telah dilakukan kebijakan pemerintah
untuk memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke luar pulau
Jawa. Kegiatan tersebut lebih diintensifkan lagi
pelaksanaannya setelah kemerdekaan Republik Indonesia,
yang dikenal dengan program transmigrasi. Salah satu
sasaran transmigrasi adalah daerah Lampung, sehingga
sampai saat ini penduduknya terdiri dari berbagai etnik
yang mewarnai kehidupan sehari-hari.
Menurut Hadikusuma (1989), jumlah penduduk Provinsi
Lampung saat ini diperkirakan sekitar 6 juta jiwa. Dari
populasi tersebut, ternyata jumlah penduduk asli yang
merupakan etnik Lampung (baca: berbahasa dan berbudaya
Lampung) hanya sekitar satu setengah juta jiwa saja;
sedangkan sisanya, yakni sekitar empat setengah juta jiwa
berasal dari etnik Jawa, Sunda, Bali, Sasak, Minangkabau,
Melayu, Batak dan etnik-etnik lainnya. Dari etnik-etnik
non-Lampung yang mendiami daerah ujung paling selatan
saat ini diperkirakan telah mencapai sekitar tiga juta
jiwa. Mereka tersebar di hampir keempat kabupaten provinsi
ini, yakni Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah,
Lampung Utara dan Lampung Barat. Namun, pusat-pusat
kantong utama pedukuhan etnik Jawa ini lebih banyak
terkonsentrasi pada sepuluh kecamatan di Kabupaten Lampung
Tengah.
Kehadiran etnik-etnik non-Lampung ke wilayah ini,
khususnya yang berasal dari Pulau Jawa, Bali dan Lcmbok merupakan akibat dari pelaksanaan kebijakan program
transmigrasi yang telah dimulai sejak jaman penjajahan
Belanda serta pada masa-masa sesudahnya saat pasca
kemerdekaan. Menurut catatan, arus gelombang kedatangan
para transmigran ke daerah yang cukup subur ini telah mulai dilakukan tahun 1905 di bawah koordinasi Pemerintah Belanda. Hadikusuma (1989) mengemukakan, bahwa "pemindahan
penduduk dari pulau Jawa ke daerah ini dimaksudkan untuk memperluas areal perkebunan kopi dan lada hitam yang
memang merupakan primadona dari daerah ini sejak dahulu." Adapun arus gelombang kedatangan para transmigran yang
dilakukan pada pasca kemerdekaan, selain dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk di pulau Jawa juga
untuk membuka daerah lumbung-lumbung padi baru di luar
Secara garis besar, penduduk di provinsi Lampung
dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu penduduk asli
dan kaum pendatang. Oleh karena itu, kondisi ini
dilukiskan pada lambang daerah Lampung yang dikenal dengan
sebutan "Sang Bumi Ruwa Jurai", yang artinya "Bumi
kediaman mulia dari dua golongan masyarakat yang berbeda
asal-usulnya".
Kehidupan masyarakat pendatang, khususnya etnik Jawa,
Sunda dan Bali pada bekas-bekas daerah pedukuhan
transmigrasi, terutama yang terdapat di wilayah Kabupaten
Lampung Tengah, pada saat ini telah mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Dari segi populasi, jumlah mereka telah
mengalami perkembangan berkali lipat karena telah beranak
pianak, yang secara ekonomi dan sosial telah menjadi pilar
utama pemacu pembangunan wilayah ini. Sedangkan dari segi
sosiokultural, kehadiran mereka telah menjadi semacam
mozaik dalam memperkaya keragaman budaya daerah ini.
Walaupun para transmigran yang bermukim di daerah ini
jauh dari daerah asalnya dan pada umumnya mereka merupakan
generasi kedua dan ketiga, gaya dan pola hidup mereka
hampir tidak mengalami perubahan yang berarti. Mereka yang
berasal dari etnik Jawa dengan setia berpola hidup,
berbudaya, serta berbahasa Jawa. Begitu pula dengan
kehidupan etnik Sunda, Bali dan Sasak. Namun, karena
dibandingkan dengan jumlah etnik-etnik lainnya, maka tidak
heran jika aroma budaya Jawa terasa lebih kental mewarnai pola hidup masyarakatnya. Sebagai salah satu contoh, bahasa Jawa telah menjadi alat komunikasi dalam pergaulan antaretnik serta alat utama dalam melakukan transaksi pada sektor perekonomian.
Kehadiran para transmigran khususnya dari Pulau Jawa, Bali dan Lombok ke daerah Lampung dengan tetap memelihara dan roempertahankan pola hidup, budaya dan bahasa asalnya sangat memperkaya kebudayan daerah Lampung, namun hal ini
kaku dan tidak lancar lagi berbahasa Lampung.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemakaian bahasa Lampung kebanyakan hanya merupakan bahasa di rumah-rumah,
di kampung-kampung orang-orang Lampung atau dalam
kerapatan adatnya. Bahasa Lampung jarang terdengar di pasar-pasar kecamatan, demikian halnya di kantor-kantor dan ditempat-tempat umum, bahkan bahasa tulis Lampung sudah tidak digunakan sama sekali, terkecuali di kalangan orang-orang tua dalam jumlah yang sangat terbatas. Barangkali tidak terlalu keliru kalau ada orang yang berpendapat bahwa bahasa Lampung lambat laun terancam punah dan hilang dari peredaran. Memahami hal tersebut,
periu diupayakan berbagai cara untuk melestarikan
Pendidikan
dilakukan
upaya
mempertahankan
nilai-nilai
budaya
yang
telah
ada.
Pendidikan
juga
berfungsi
partisipatif,
karena
secara aktif
meramu
dan
mengodok
nilai-nilai
budaya lama dengan nilai-nilai budaya baru,
sehingga terbentuk kebudayaan yang bersifat kekinian
yang
menjadi
milik bangsa pada saat itu. Sedangkan
pendidikan
berfungsi preparatif, karena mempersiapkan kebudayan
masa
depan.
Fungsi
yang terakhir ini dilakukan
dengan
jalan
memperkenalkan
nilai-nilai
universal
sesuai
dengan
perkembangan
ilmu,
teknologi
dan
komunikasi,
sehingga
kebudayan
daerah
mampu mengantisipasi
nilai-nilai
yang
mungkin muncul di masa depan.
Dalam
kaitannya dengan pemeliharaan dan
pelestarian
bahasa
daerah,
dalam penjelasan pasal 36 bab
9
Undang-Undang Dasar 1945 dikemukkan bahwa negara akan
memelihara
bahasa-bahasa daerah yang dipelihara oleh rakyatnya dengan
sebaik-baiknya, maka bahasa-bahasa daerah yang dipakai
di
wilayah
negara
Republik Indonesia perlu
dipelihara
dan
dikembangkan.
Untuk
kepentingan
tersebut,
salah
satu
kebijakan
pemerintah
melalui
pusat
Pembinaan
dan
Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan
dan
Kebudayan
Republik
Indonesia
adalah
melaksanakan
usaha-usaha
pembinan
dan
pengembangan
bahasa
daerah.
Dalam
inv-Tii.ci t-i sasi bahasa daerah (Depart.eme;-i P dan K, 1976).
Inventarisasi bahasa merupakan kegiatan yang dilakukan
dalam berbagai aspek (pengajaran, pembinaan dan
pengembangan bahasa daerah).
Berkaitan dengan pengajaran, pembinan dan
pengembangan bahasa daerah, pemerintah telah memasukkan
pengajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal wajib yang
harus diajarkan kepada setiap pembelajar di wilayahnya
(Depdikbud,
1994). ^Pengembangan kurikulum
muatan
lokal
dimaksudkan terutama untuk mengimbangi
kelemahan-kelemahan kurikulum sentralisasi dan bertujuan agar
pembelajar mencintai dan mengenal lingkungannya, serta mau
dan mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alaio,
kualitas sosial dan kebudayaan yang mendukung pembangunan
national, pembangunan regional maupun pembangunan lokal,
sehingga pembelajar tidak terlepas dari akar sosial budaya
lingkungannya.
Muatan lokal ini ditetapkan oleh Kepala Kantor
Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan
catatan: (1) muatan lokal yang berupa bahasa daerah dapat
diadakan apabila telah tersedia kurikulum, buku pelajaran
dan tenaga penyelenggara mata pelajaran yang bersangkutan;
(2) jatah waktu penyelenggaraan kurikulum muatan lokal sudah tercakup dalam jumlah jam pelajaran per minggu; dan
dari
penjatahan waktu yang tersedia untuk mata
pelajaran
yang bersangkutan, sesuai keadaan dan kebutuhan lingkungan
(Depdikbud, 1994).
Sehubungan itu, Kakandepdikbud Provinsi Lampung telah
mengeluarkan
keputusan
tentang
kurikulum
muatan
lokal
pendidikan
dasar.
Kurikulum
ini
terdiri
atas
buku
Landasan,
Program
dan
Pengembangan,
Garis-Garis
Besar
Program Pengajaran atau GBPP dan Pedoman Kegiatan
Belajar-Mengajar.
Pada kurikulum muatan lokal pendidikan dasar (SD
dan
SLTP), ditetapkan bahwa pelajaran bahasa Lampung merupakan
muatan lokal wajib. Hal ini berarti bahwa pelajaran bahasa
Lampung
merupakan muatan lokal wajib dan harus
diajarkan
di SD dan SLTP yang berada di lingkungan Provinsi Lampung,
termasuk di daerah-daerah transmigrasi yang
masyarakatnya
tidak
berbahasa
ibu
bahasa
Lampung,
seperti
wilayah
Lampung Tengah.
Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka
pembinaan
pengajaran
bahasa
Lampung
sebagai
suatu
upaya
untuk
memelihara
dan
mengembangkan
pengajaran
dalam
segala
komponennya, agar tujuan pendidikan dan pengajaran
bahasa
Lampung
dapat
dilaksanakan
dengan
sebaik-baiknya.
Pembinaan
pengajaran bahasa Lampung di sekolah itu
dalam
jangka
panJang
diharapkan
akan
menunjang
pembinaan
mengingat nilai rohaniah yang terkandung dalam bahasa
Lampung
yang
bermanfaat
bagi
kehidupan
bangsa,
serta
kenyataan
bahwa
keadaan dan
pengajaran
bahasa
Lampung
sekarang
sedang
menghadapi bermacam-macam
masalah
yang
mengganggu kelangsungan hidupnya (Depdikbud, 1995).
V
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut dengan berbagai
karakteristiknya,
perlu pengaturan yang jelas
agar
guru
dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut
dapat
dilakukan
dengan
berbagai
cara,
baik
dengan
menyempurnakan kurikulumnya, menambah fasilitas dan sumber
belajar, maupun meningkatkan kemampuan gurunya. Dari
berbagai hal tersebut, nampaknya faktor guru perlu
mendapat
perhatian
yang pertains, dan
utama,
di
samping
knriknhimnya, karena baik buruknya suatu kurikulum pada
akhirnya
bergantung pada aktifitas dan
kreatifitas
guru
dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut.
Demikian
halnya dengan pengajaran bahasa Lampung
sebagai
muatan lokal, di sini guru diberi kebebasan yang lebih
leluasa untuk mengembangkan pengajaran sesuai kemampuannya
dengan memperhatikan kebutuhan lokal. Dengan kata lain,
berhasil tidaknya pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
]oka! di wilayah transmigrasi ditentukan pula oleh faktor
guru. Dalam pelaksanan pengajaran bahasa Lampung sebagai
muatan lokal di wilayah transmigrasi tidak akan terlepas
pembelajar, terutama pembelajar yang bukan penutur asli
bahasa Lampung. Kendala-kendala tersebut tentu saja perlu
dicarikan jalan ke luarnya agar pengajaran dapat
dilaksanakan secara optimal dan mencapai tujuan yang
diharapkan.
Mengingat pentingnya inventarisasi dan pembinaan
bahasa daerah sesuai dengan salah satu kebijakan
pemerintah sebagaimana dikemukakan di atas, maka informasi
tentang pengajaran bahasa daerah dan segala aspeknya
sangat diperlukan. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai
penelitian yang berkaitan dengan pengajaran bahasa daerah.
Dalam hal ini, penulis tertarik untuk meneliti pengajaran
bahasa Lampung sebagai muatan lokal yang diperkirakan
mengalami kendala-kendala dalam pelaksanaanya, mengingat
para pembelajar yang berada di Kabupaten Lampung Tengah
ini bukan merupakan penutur asli bahasa tersebut.
B. Permasalahan
Sejak diberlakukannya Kurikulum 1994, pihak
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung
telah mengambil kebijakan untuk menjadikan bahasa Lampung
sebagai mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan
di SD dan SLTP di daerah Lampung. Hasil penelitian
pendahuluan menunjukkan bahwa para pembelajar yang ada di
terkecuali para pembelajar yang bukan merupakan penutur
a s 1 i b aha s a t. e r s e b u 1. .
Penerapan kebijakan semacam ini, pada satu sisi
tampaknya akan dapat membawa dampak yang cukup positif.
Melalui kebijakan ini, para pembelajar yang bukan berasal
dari etnik Lampung akan dapat mengenal dan memahami baik
bahasa maupun budaya Lampung yang merupakan tanah air baru
mereka. Selain itu, lewat kebijakan ini juga pengajaran
bahasa Lampung akan dapat menjadi jembatan dalam
menciptakan proses akulturasi serta terjadinya pembaharuan
silang budaya antar berbagai etnik yang hidup di wilayah
ini. Dengan demikian, diharapkan lewat kebijakan ini akan
tercipta sikap saling toleransi dan saling memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa.
Meskupun demikian, jika ditunjau dari sudut
kebahasaan, penerapan kebijakan mengajarkan bahasa Lampung
kepada pembelajar yang bukan merupakan penutur asli bahasa
tersebut tampaknya akan mengundang berbagai persoalan.
Salah satu diantaranya proses pembelajaran akan menghadapi
kesulitan atau kendala, baik yang harus dihadapi oleh para
pengajar maupun para pembelajar bahasa tersebut. Hal ini sebenarnya dapat dimaklumi mengingat keberadaan bahasa
Lampung tersebut, khususnya bagi para pembelajar yang
bukan dari etnik Lampung, seperti Jawa, Sunda atau Bali,
C. Perunusan Masalah
Penelitian ini berkisar pada pengajaran bahasa
Lampung sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi
Kabupaten Lapung Tengah. Penelitian ini akan berupaya
untuk mengungkap hal-hal yang berkaitan dengan pengajaran
bahasa Lampung, baik berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan maupun evaluasi pembelajaran. Penelitian ini
akan mengungkapkan pula hal-hal yang berkaitan dengan
k.endala-kendala yang dihadapi oleh guru dan pembelajar
bahasa Lampung sebagai muatan lokal, terutama
kendala-kendala yang dihadapi oleh pembelajar yang bukan penutur
asli bahasa Lampung.
Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan
sebagaimana dipaparkan di atas, maka masalah yang akan
dijadikan topik dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut: Bagaimanakah pengajaran bahasa Lampung sebagai
muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah. Adapun konsep pokok yang menjadi bahan kajian
penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
penelitian sebagai yang berikut.
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung
sebagai muatan lokal pada SLTPN di wilayah trasmigrasi
Kabupaten Lampung Tengah?
2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi guru pengajar
mengajar bahasa Lampung sebagai muatan lokal kepada
para pembelajar SLTPN di wilayah transmigrasi Kabupaten
Lampung Tengah?
3. Apakah
kendala-kendala
yang
dihadapi
oleh
para
pembelajar SLTPN di wilayah transmigrasi Kabupaten
Lampung Tengah yang bukan penutur asli bahasa Lampung
dalam mempelajari bahasa Lampung sebagai muatan lokal?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis dan
menemukan secara empiris tentang pengajaran bahasa Lampung
sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten
Lampung Tengah, serta untuk menemukan kendala-kendala yang
dihadapi oleh guru dan pembelajar dalam pelaksanaannya,
sebagai bahan masukan untuk meningkatkan efisiensi
pengelolaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
lokal dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Secara khusus penelitian ini bertujuan menganalisis
dan menemukan secara empiris tentang:
1, pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
lokal pada SLTPN di wilayah trasmigrasi Kabupaten
Lampung Tengah;
2. kendala-kendala yang dihadapi guru pengajar bahasa
Lampung dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar
pembelajar
SLTPN
di
wilayah
transmigrasi
Kabupaten
Lampung Tengah; dan
3. kendala-kendala
yang
dihadapi
oleh
para
pembelajar
SLTPN
di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah
yang bukan penutur asli bahasa Lampung dalam
mempelajari bahasa Lampung sebagai muatan lokal.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada masalah pelestarian
dan
pembinaan bahasa daerah serta
efisiensi
pengelolaan
pembelajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di
wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah. Untuk
kepentingan
tersebut,
hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan suatu masukan tentang berbagai hal
yang
berkaitan dengan pelestarian bahasa daerah dan
pengajaran
Bahasa
Lampung
sebagai
muatan
lokal
di
wilayah
transmigrasi yang penduduknya terdiri dari berbagai etnik.
Dengan demikian, dapat memberikan sumbangan terhadap upaya
pelestarian dan pembinaan kebudayaan daerah serta
peningkatan efisiensi pengelolaan pembelajaran,
khususnya
pengajaran bahasa Lampung.
Secara rinci hasil-hasil penelitian ini diharapkan
dapat
memberikan
manfaat kepada
berbagai
pihak.
Bagi
15
informasi
serta memberikan bahan masukan
dari
kebijakan
penerapan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal
kepada para pembelajar yang bukan penutur bahasa
Lampung.
Bagi para guru,
hasil penelitian ini merupakan umpan balik
dan
dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan
dan
meningkatkan efisiensi pengelolaan pengajaran
bahasa
Lampung
sebagai
muatan
lokal
di
wilayah
transmigrasi
Kabupaten
Lampung Tengah.
Bagi dunia
pengajaran
bahasa,
hasil
penelitian
ini
dapat menjadi
bahan
masukan
dan
informasi
mengenai
hal-hal
yang
berkaitan
dengan
pengajaran
bahasa daerah sebagai muatan lokal,
khususnya
mengenai pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal
terhadap para pembelajar yang bukan penutur bahasa
daerah
tersebut.
Sedangkan
bagi
para
peneliti
lain,
hasil
penelitian
ini
diharapkan
akan
menjadi
masukan
untuk
mcngembangkan wawasan bagi penelitian-penelitian lebih
Ianjut,
khususnya dalam pengajaran bahasa daerah
sebagai
muatan lokal bagi para pembelajar yang bukan penutur
asli
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah "Kualitatif
naturalistik".
Metode tersebut digunakan
untuk
mengkaji
permasalahan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
lokal dan kendala-kendalanya, serta untuk memperoleh makna
yang lebih mendalam sesuai kondisi lingkungan. "... take
their
meaning as much from their contex as they
do
from
themselves" (Lincoln and Guba, 1985).
Untuk
kepentingan tersebut ditempuh
langkah-langkah
sebagai yang berikut.
1. Memilih lokasi penelitian. Sesuai dengan masalah
penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka
sekolah merupakan lokasi penelitian ini.
2. Untuk
memperoleh
makna yang
lebih
mendalam
tentang
pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di
wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah, maka
penelitian hanya dilakukan di satu kelas, yaitu di
kelas I A SLTPN Kotagajah.
3. Setelah menetapkan lokasi penelitian, peneliti berusaha
memasuki lapangan dengan mengadakan hubungan formal dan
informal sebelumnya.
4. Mengidentifikasi
informan,
yang terdiri atas:
guru,
kepala sekolah dan pembelajar.
5. Mencatat
segala
sesuatu
yang
terjadi
di
lokasi
penelitian,
baik
yang
diperoleh
melalui
dokumen,
pengamatan
maupun wawancara. Pencatatan dilakukan
apa
adanya dan segera setelah suatu kegiatan berlangsung.
Sesuai
dengan
kaidah
penelitian
"Kualitatif
naturalistik",
selama berada di lapangan peneliti berusaha
untuk
tidak
mengganggu suasana.
Meskipun
pada
mulanya
kehadiran
peneliti
menjadi
pusat
perhatian,
terutama
ketika
mengadakan pengamatan di kelas, tetapi karena
hal
tersebut
dilakukan
berulang-ulang,
maka
lama
kelamaan
sudah
tidak
dihiraukan lagi. Dengan
demikian,
peneliti
dengan
bebas
dapat melakukan
penelitian
dalam
keadaan
wajar sesuai tujuan yang telah dirumuskan.
Ada
beberapa
pertimbangan
mengapa
penelitian
ini
menggunakan
metode
"Kualitatif naturalistik".
Pertama;
Peneliti
bermaksud
mengembangkan
konsep
pemikiran,
pemahaman dari pola yang terkandung di dalam data, melihat
secara
keseluruhan
suatu keadaan, proses,
individu
dan
kelompok
tanpa
mengurangi
variabel,
tetapi
variabel
digambarkan
secara keseluruhan, sensitif
terhadap
orang
yang
diteliti
dan
mendeskripsikannya
secara
induktif
naturalistik.
Kedua;
peneliti bermaksud untuk menganalisis
46
pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di
wilayah
transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah sebagaimana
adanya,
dalam
konteks ruang dan waktu serta situasi
yang
alami.
Ketiga;
bidang
kajian penelitian
ini
berkenaan
dengan
suatu
proses dan kegiatan pembelajaran yang
di
dalamnya
terdapat interaksi antara guru dengan pembelajar, antara
pembelajar
dengan
pembelajar,
serta
antara
guru
dan
pembelajar dengan lingkungan pembelajaran.
B. Sumber dan Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
kata-kata
dan
tindakan
(pembelajar,
guru
dan
kepala
sekolah),
serta
tulisan
dan
peristiwa-peristiwa
yang
berkaitan dengan pengajaran bahasa Lampung sebagai
muatan
lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah.
Sesuai dengan data yang akan dikumpulkan, sumber data
dalam penelitian ini ditetapkan sebagai yang berikut.
1. beberapa dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal, yaitu
garis-garis besar program pengajaran (GBPP), program
tahunan, program catur wulan, program mingguan, satuan
pembelajaran dan buku sumber yang digunakan.
Dokumen-dokumen
tersebut
dipinjam
dari
guru
yang
mengajar
bahasa Lampung, pembelajar, kepala sekolah dan di
perpustakaan sekolah;
U.MU f$fr
2. guru yang mengajar pengajaran bahasa Lampung;
3. kepala sekolah yang bertanggung jawab terhadap kegiatan
pembelajaran di sekolahnya; dan
4. pembelajar kelas I A yang mengikuti pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal, yang berjumlah 35 orang.
Berbagai sumber data di atas, khususnya yang
berkaitan dengan subjek penelitian telah dipertimbangkan
kelayakannya sesuai kriteria yang dikemukakan Spradley
(dalam Sanafiah, 1990: 57), bahwa: "Dalam menentukan subjek penelitian perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (a) subjek sudah cukup lama dan intensif menyatu
dalam kegiatan atau bidang yang menjadi kajian penelitian; (b) subjek masih aktif atau terlibat penuh dengan kegiatan atau bidang tersebut; dan (c) subjek memiliki waktu yang
cukup untuk dimintai informasi."
C. Teknik Pengumpulan Data
Selama dilaksanakannya penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama, sehingga memiliki peran
yang sangat penting dan menyatu dengan kegiatan penelitian. Peneliti sebagai instrumen utama penelitian sangat menentukan kelancaran, keberhasilan, hambatan atau kegagalan di dalam pengumpulan data yang diperlukan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti, melalui observasi, wawancara dan
48
1. Observasi
Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk
mengumpulkan data tentang tindakan guru dalam melaksanakan
pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal, tindakan
pembelajar dalam mengikuti pembelajaran dan tindakan
kepala sekolah dalam memantau pembelajaran.
Observasi dilakukan dengan cara mendatangi ruang
kelas yang diteliti secara langsung, ketika proses
pembelajaran berlangsung. Observasi yang dilakukan adalah
observasi nonpartisipasi, sehingga peneliti duduk. bersama
para pembelajar selama proses pembelajaran berlangsung,
tanpa memanipulasi proses yang berlangsung: Selama
observasi, peneliti memperhatikan apa-apa yang dilakukan
guru dan apa-apa yang dilakukan pembelajar dari awal
I-sampai akhir kegiatan pembelajaran. Pada saat itu pula,
peneliti mencatat hal-hal yang dianggap penting dan
berkaitan langsung dengan masalah penelitian.' Observasi
dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh data yang cukup
untuk menjawab permasalahan penelitian. Observasi juga
dilakukan di luar pembelajaran, baik di kelas maupun di
luar kelas untuk memperoleh data dalam pergaulan dan
pembicaraan pembelajar, serta komentar-komentar mereka
berkaitan dengan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
lokal. Kondisi tersebut biasanya berlangsung sebelum atau
kelas (seperti di kantin atau perpustakaan). Oleh karena
itu, peneliti berusaha untuk mendekati mereka tanpa mereka
mencurigai bahwa proses penelitian sedang berlangsung,
sebab hal ini akan menghambat jalannya penelitian. Oleh
sebab itu, pencatatan hasil observasi tidak dilakukan
secara langsung. Dalam pelaksanaannya, observasi di luar
kegiatan pembelajaran dipadukan dengan wawancara informal
dan sekali-kali peneliti mengajukan pertanyaan kepada
pembelajar untuk memperoleh data yang diinginkan.
'</ Berdasarkan kegiatan observasi tersebut diharapkan
diperoleh data penelitian secara lebih objektif dan dapat
memetik pentingnya observasi dalam penelitian kualitatif,
seperti yang dikemukakan J. Moleong (1993: 108), sebagai
yang berikut.
a. mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,
perhatian dan kebiasaan;
b. memungkinkan peneliti melihat dunia sebagai yang
dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu,
menangkap arti fenomena berdasarkan pengertian subjek,
menangkap kehidupan budaya berdasarkan pandangan dan
anutan para subjek saat itu;
c. memungkinkan peneliti dapat merasakan apa yang
dirasakan serta dihayati subjek; dan
d. memungkinkan pembentukkan pengetahuan berdasarkan apa
H)
2. Wawancara
Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk
mengumpulkan data tentang kata-kata atau ungkapan guru,
pembelajar dan kepala sekolah, berkaitan dengan pengajaran
bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah
transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah, beserta
kendala-kendalanya./
Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara tak
berstruktur. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh
keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan
guru, pembelajar dan kepala sekolah tentang pengajaran
bahasa Lampung sebagai muatan lokal. Wawancara mendalam
dilakukan secara informal terhadap guru yang mengajar
mata pelajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal,
pembelajar yang mengikuti kegiatan pembelajaran bahasa
Lampung sebagai muatan lokal dan kepala sekolah yang
bertanggungjawab terhadap pengembangan kurikulum muatan
lokal di sekolahnya. Wawancara dengan guru dan pembelajar
dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran berlangsung,
sedangkan wawancara dengan kepala sekolah dilakukan sesuai kesepakatan dan keperluan peneliti. Wawancara dilakukan secara mendalam dan bebas, tetapi tetap diarahkan pada
tujuan penelitian. Wawancara dilakukan untuk melengkapi
data yang diperoleh lewat observasi dan untuk mendapatkan
dan studi dokumentasi.
Wawancara dimaksudkan untuk menemukan informasi
tentang sesuatu yang diketahui oleh seseorang atau
sekelompok orang yang menjadi sumber data dalam bentuk
lisan. Dengan komunikasi dua arah, penggunaan wawancara
akan memudahkan orang yang diwawancarai untuk memahami
jawaban atau informasi yang diinginkan oleh pewawancara
melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Dalam penelitian ini, wawancara informal lebih banyak
digunakan, wawancara berlangsung dalam situasi alamiah dan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada
spontanitas pewawancara. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh data yang diperlukan tanpa mengganggu perasaan
orang yang diwawancarai dan wawancara bisa dilakukan
setiap saat. Untuk membantu mempermudah peneliti dalam
menjaring data melalui wawancara dan untuk menghindari
adanya data yang tidak tercatat, maka dipergunakan alat
perekam selama tidak mengganggu suasana wawancara.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan
untuk menelusuri dan menemukan informasi tentang
pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah
transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah, serta
dan tercatat agar data yang diperoleh lebih absah.
Dokumen-dokumen yang ditelusuri adalah GBPP, satuan
pelajaran, buku sumber dan buku catatan pembelajar. '
Seluruh data yang diperoleh melalui observasi,
wawancara dan studi dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang memuat deskripsi yang luas tentang
pengajaran bahasa Lampung" sebagai muatan lokal di wilayah
transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah dan kendala-kendalanya. Pencatatan dilakukan secara selektif sesuai tujuan penelitian. Peneliti memilih fakta dan informasi mana yang harus diperhatikan/dicatat dan mana yang harus
diabaikan. Fakta dan informasi yang dicatat itulah yang
dijadikan data. Pencatatan data dilakukan di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung dan di luar kelas
sebelum atau sesudah proses pembelajaran. Semua catatan
diperiksa kembali di rumah untuk melihat barangkali
terdapat kesalahan penulisan dan dicocokan dengan alat
perekam yang digunakan terutama pada waktu wawancara.
D. Validitas Data
Untuk memperoleh data yang sahih dan absah, terutama
yang diperoleh lewat observasi dan wawancara diperlukan
suatu teknik pemeriksaan. Salah satu teknik yang digunakan
adalah memeriksa derajat kepercayaan atau kredibilitasnya.
yang berikut.
1. Memperpanjang Waktu Keikutsertaan
Usaha peneliti dalam memperpanjang waktu
keikutsertaan dengan responden atau sumber data adalah
dengan cara meningkatkan frekuensi pertemuan dan
menggunakan waktu seefisien mungkin. Misalnya, menghadiri
acara rapat, mengikuti upacara dan kegiatan lain yang
menunjang.
2. Melakukan Pengamatan Secara Tekun
Pengamatan secara tekun dan terus-menerus
dilaksanakan untuk menemukan ciri-ciri atau unsur sfesifik
yang sesuai dengan situasi yang diteliti, secara lebih
cermat, teliti dan mendalam. Hal tersebut berkaitan dengan
ciri-ciri atau unsur sfesifik yang sesuai dengan situasi
pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal
serta kendala-kendala yang dihadapinya, baik oleh guru
mapun pembelajar. Melalui pengamatan secara tekun,
peneliti dapat membedakan hal-hal yang bermakna dan tak
bermakna.
3. Triangulasi
54
keabsahan
data dengan membandingkan data
yang
diperoleh
dan
satu
sumber dengan pendekatan yang
berbeda,
untuk
mengecek
atau
membandingkan data penelitian
yang
telah
dikumpulkan.
Hal
ini dilakukan
dengan
cara,
misalnya:
untuk
mendapatkan
data
tentang
perencanaan
pengajaran
digunakan
wawancara
dengan pola pertanyaan yang
berbeda
atau diambil dari satu sumber yang berbeda seperti dari
dokumen, guru, kepala sekolah dan observasi.
4. Mengupayakan Referensi yang Cukup
Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan keabsahan
informasi
yang
diperlukan
dengan
menggunakan
dukungan
bahan referensi secukupnya,
baik dari media cetak
maupun
media
elektronika.
Mengupayakan
referensi
yang
cukup
adalah menyediakan semaksimal mungkin sumber data dari
media cetak (buku, jurnal, majalah, koran, makalah, kertas
kerja dan brosur), media elektronika (alat perekam), serta
realitas di lapangan seperti catatan observasi dan foto
dokumentasi.
5. Melakukan Membercheck
Seperti halnya dengan cara pemeriksaan data yang
lain, membercheck juga dimaksudkan untuk memeriksa
keabsahan data. Membercheck dilakukan pada setiap akhir
mengulangi kembali dalam garis besarnya, berdasarkan
catatan peneliti, apa yang telah dikatakan oleh responden
tentang pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal,
dengan maksud agar mereka memperbaiki bila ada kekeliruan
dan menambahkan apa yang masih kurang. Dengan membercheck dimaksudkan agar informasi yang diperoleh dan digunakan
dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud
oleh responden.
E. Analisis Data
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan
secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian,
baik di lapangan maupun di luar lapangan. Analisis data di
lapangan meliputi pencatatan, pemberian kode dan
penafsiran sementara terhadap berbagai informasi yang
diperoleh pada setiap langkah kegiatan penelitian. L""
Analisis data di luar lapangan merupakan kelanjutan dari
analisis data di lapangan, yang dilakukan secara lengkap
terhadap seluruh data yang terkumpul, baik melalui
observasi, wawancara maupun studi dokumentasi, dengan
langkah-langkah sebagai yang berikut.
1. reduksi Data, yaitu membuat abstraksi-abstraksi dari seluruh data yang diperoleh dari catatan lapangan;
56
tujuan penelitian, yakni pelaksanaan pengajaran bahasa
Lampung sebagai muatan lokal, yang meliputi: GBPP,
tujuan, bahan, pembelajaran dan evaluasi; serta
kendala-kendala pengajaran bahasa Lampung sebagai
muatan lokal di wilayah transmigrasi, baik yang
dihadapi oleh guru maupun yang dihadapi oleh
pembelajar;
3. pemeriksaan terhadap seluruh data secara teliti untuk
mengetahui kelengkapan dan keabsahannya, serta untuk
memperoleh gambaran secara menyeluruh terhadap data
yang telah dikumpulkan, apakah sudah mencukupi atau
masih perlu ditambah;
4. penafsiran data sesuai dengan tujuan penelitian, yakni
menyusun dan merakit unsur-unsur data serta memberi
makna berdasarkan pandangan peneliti untuk mencapai
suatu kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian. Hal
ini dilakukan, karena pada hakekatnya keseluruhan data
dalam penelitian ini saling menunjang dan saling
melengkapi;
5. verifikasi data dilakukan untuk memeriksa apakah
kesimpulan yang diambil sudah tepat atau belum dan
apakah sudah mencapai tujuan penelitian.
Seluruh kegiatan analisis tersebut dilakukan secara
terus-menerus dan saling berhubungan dari awal sampai
Proses pelaksanaan penelitian, mulai dari penelitian
pendahuluan sampai dengan penulisan konsep (draft)
laporan, ditempuh dengan tahapan sebagai yang berikut.
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan atau disebut tahap pralapangan,
meliputi tahap penelitian pendahuluan dan tahap penyusunan
proposal. Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian
pendahuluan untuk melihat permasalahan yang ada di
lapangan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dan
kajian terhadap berbagai literatur, peneliti tertarik
dengan permasalahan yang berkaitan dengan pengajaran
bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah
transmigrasi. Selanjutnya dikembangkan rancangan atau
proposal penelitian dan mengumpulkan bahan-bhan referensi
yang berkaitan dengan topik penelitian. Pada tahap ini,
peneliti juga melakukan diskusi dengan rekan-rekan, baik
dengan rekan satu angkatan maupun dengan kakak angkatan
untuk memperoleh berbagai masukan dan memantapkan
proposal. Akhirnya, peneliti berkonsultasi dengan dosen
pembimbing untuk mematangkan pemahaman dan memperoleh ijin
58
2. Tahap Pelaksanaan
Pada
tahap pelaksanaan ini peneliti langsung
terjun
ke
lapangan,
untuk
melakukan
pengumpulan
data
yang
berhubungan
dengan
pengajaran
bahasa
Lampung
sebagai
muatan lokal dan kendala-kendalanya. Tahap ini diawali
dengan
pengumpulan
informasi dari
berbagai
sumber
di
lokasi
penelitian,
serta
menganalisis
dan
memusatkan
perhatian terhadap hal-hal yang perlu diteliti secara
lebih
mendalam
sesuai
dengan
tujuan
penelitian.
Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan lebih
memfokuskan
pada
informasi
dan
data
yang
berhubungan
langsung dengan tujuan penelitian, yaitu pengajaran bahasa
Lampung
dan kendala-kendalanya, baik yang
dihadapi
oleh
guru maupun oleh pembelajar. Berdasarkan catatan-catatan
selama penelitian, dilakukan penafsiran dan ditarik
beberapa
kesimpulan
sementara
sesuai
dengan
tujuan
penelitian.
3. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian atau tahap penyusunan konsep
(draft) laporan, adalah menyusun kerangka laporan hasil
penelitian berdasarkan hasil analisis data yang telah
dibahas
dan
disimpulkan.
Pada
tahap
ini,
peneliti
mengadakan penyaringan terhadap kesimpulan sementara
yang
laporan,
mendiskusikannya dengan
para
responden
dan
setelah
diadakan
penyempurnaan
dikonsultasikan
dengan
dosen
pembimbing
untuk
mendapatkan
masukan
saran
penyempurnaan,
sebelum dinyatakan layak
untuk
mengikuti
laporan kemajuan, ujian tahap I dan ujian tahap II.
Konsultasi
dengan dosen pembimbing dilakukan
secara
bertahap
dan
berkesinambungan,
sejak
awal
penulisan
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini merupakan bab terakhir dari laporan
penelitian tentang pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung
sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten
Lampung Tengah. Dalam bab terakhir ini dikemukakan
kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi untuk berbagai
pihak yang berkepentingan dengan pengajaran bahasa Lampung
sebagai muatan lokal. Rekomendasi berisi beberapa gagasan
yang dirumuskan berdasarkan deskripsi hasil penelitian,
jawaban terhadap masalah penelitian, interpretasi,
pembahasan dan kesimpulan hasil penelitian, dengan tujuan
untuk mengefektifkan pengajaran bahasa Lampung sebagai
muatan lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung
Tengah.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap pelaksanaan
pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah
transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah sebagaimana
dideskripsikan dan dibahas pada bab IV, secara umum dapat
disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
177
tidak
dapat dilaksanakan secara optimal, karena apa
yang
diajarkan
di sekolah tidak ditunjang oleh lingkungan
dan
belum
didayagunakannya
lingkungan
sebagai
sumber
belajar-mengajar
bahasa
Lampung
sebagai
muatan
lokal,
sehingga
tujuan-tujuan
yang
telah
direncanakan
tidak
dapat
direalisasikan
secara
utuh
dalam
pembelajaran.
Dalam
pada
itu, bahasa komunikasi yang
digunakan
dalam
lingkungan
pembelajar adalah bahasa Indonesia dan
bahasa
Jawa,
sehingga
para pembelajar tidak
pernah
menerapkan
apa-apa yang diterima di sekolah dalam kehidupannya.
Dengan
demikian,
mereka
belajar
bahasa
Lampung
hanya
melalui pengajaran, tidak melalui pemerolehan
(acquisition).
Indikator-indikator lain yang
menunjukkan
pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal belumdilaksanakan secara optimal dapat diidentifikasikan
sebagai
berikut: tujuannya masih didominasi
oleh
aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan, belum banyak hal-hal
yang menyentuh sikap atau perubahan sikap pembelajar;
pengembangan
bahan
belum memanfaatkan
bahan-bahan
yang
ada di lingkungan sekitar sekolah;
belum didayagunakannya
lingkungan
sebagai
sumber belajar;
dan
penilaian
yang
masih didasarkan hanya pada penilaian hasil belajar.
Para guru telah berusaha secara optimal untuk
melaksanakan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
dalam
GBPP,
serta telah berusaha untuk
mencapai
tujuan
yang
telah
ditetapkan
dengan
berbagai
kemampuan
yang
dimilikinya,
namun
karena
keterbatasan
kemampuannya,
keterbatasan
sarana
dan
prasarana,
serta
kurangnya
partisipasi
masyarakat, maka apa yang dilakukannya
belum
menghasilkan sesuatu yang maksimal bagi pengajaran
bahasa
Lampung
sebagai
muatan lokal.
Dalam
pada
itu,
masih
banyak ditemui kendala
dalam pelaksanaannya, baik kendala
yang
dihadapi
guru
maupun kendala
yang
dihadapi
oleh
pembelajar. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengajaran
bahasa Lampung sebagai muatan lokal, baik oleh guru maupun
oleh pembelajar pada umumnya berkaitan dengan tidak adanya
kesinambungan
antara pembelajaran di sekolah dengan
apa-apa yang terjadi di masyarakat, karena bahasa komunikasi
yang
digunakan dalam lingkungan pembelajar adalah
bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa, sehingga para pembelajar
tidak
pernah
menerapkan apa-apa yang diterima di sekolah
dalam
kehidupannya.
Dengan
demikian,
mereka
belajar
bahasa
Lampung
hanya
melalui
pengajaran,
tidak
melalui
pemerolehan
(acquisition).
Lebih dari itu,
di
kalangan
sebagian
pembelajar
banyak yang
malu
bila
menggunakan
bahasa Lampung.
Secara
khusus dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan
179
Pertama,
pengembangan
kurikulum muatan
lokal
yang
bertujuan
agar pembelajar mencintai lingkungannya,
belum
dapat
direalisasikan
secara
optimal,
karena
tidak
ditunjang
oleh
lingkungan
dan
belum
didayagunakannya
lingkungan sebagai sumber belajar-mengajar bahasa
Lampung
sebagai
muatan
lokal.
Berdasarkan
analisis
terhadap
struktur bahasa, hambatan-hambatan yang dihadapi
terutama
dalam merealisasikan tujuan-tujuan dalam aspek kosa
kata,
menulis
had
Lampung
dan
pragmatik.
Pengajaran
bahasa
Lampung
sebagai
muatan
lokal
yang
bertujuan
agar
pembelajar
memiliki
pengetahuan dan
keterampilan
dasar
berkomunikasi
menggunakan
bahasa
yang
baik
dan
benar
sesuai dengan lapal dan ejaan bahasa Lampung, tidak
dapat
direalisasikan hanya melalui pembelajaran di sekolah, tapi
perlu ditunjang oleh lingkungan, sehingga pembelajar dapat
belajar bahasa Lampung melalui pengajaran di sekolah dan
melalui pemerolehan di lingkungan atau di masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari.
Tujuan-tujuan yang dirumuskan guru
dalam perencanaan pembelajaran muatan lokal bahasa Lampung
masih
didominasi
oleh
aspek
pengetahuan,
kurang
memperhatikan aspek nilai dan sikap sebagaimana dituntut
oleh tujuan kurikulum muatan lokal. Di samping itu dalam
pelaksanannya masih terdapat jurang pemisah antara
kegiatan
pembelajaran
dengan
lingkungan
tempat
pembelajaran muatan lokal masih terbatas pada kegiatan
di
dalam
kelas,
belum didayagunakannya
lingkungan
sebagai
sumber
belajar,
sehingga pembelajar masih
asing
dengan
lingkungannya.
Kedua, pengorganisasian materi kurikulum muatan lokal
bahasa Lampung belum menampung aspirasi-aspirasi keadaan
dan
kebutuhan
daerah,
baik
yang
berkaitan
dengan
lingkungan
alam,
lingkungan sosial,
lingkungan
budaya,
maupun kebutuhan daerah. Pada dasarnya usaha guru sudah
bisa
dikatakan maksimal, namun apa yang
diharapkan
guru
tidak
sepenuhnya
mendapat dukungan
dari
lingkungannya,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Hal
tersebut misalnya kurangnya partisipasi masyarakat
terhadap kegiatan pendidikan, kurangnya biaya dan
fasilitas.
Materi
pembelajaran
bahasa
Lampung
sebagai
muatan lokal dalam garis besarnya mencakup hal-hal yang
berkaitan
dengan kegiatan: membaca, kosa kata,
struktur,
pragmatik, menulis had Lampung dan apresiasi. Berdasarkan
hal tersebut materi yang sulit untuk disampaikan adalah
materi dari aspek pragmatik.
Ketiga, pendekatan pembelajaran yang sering digunakan
guru adalah pendekatan struktural. Adapun metode yang
sering digunakan adalah metode terjemahan, metode langsung
dan
metode kognitif, dengan teknik ceramah, tanya
jawab,
1.81.
adalah
buku
Pelajaran Bahasa Lampung,
karangan
Hilman,
yang diterbitkan oleh Penerbit Gunung Persagi Bandar
Lampung;
dan
Buku
Materi
Pelajaran
Bahasa
Lampung,
karangan Sudihartono, hasil MGMP Bahasa Lampung
Kabupaten
Lampung
Tengah. Media yang sering digunakan adalah
papan
tulis, kertas, dan media lain yang tersedia di dalam
kelas. Selama penelitian, guru tidak pernah membuat media
pembelajaran sendiri, ia hanya memanfaatkan media-media
yang ada di dalam kelas. Dalam pembelajaran guru juga
tidak pernah menggunakan media elektronik sebagaimana
disarankan dalam GBPP. Di samping itu belum
dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal. Guru
juga
tidak
pernah mengadakan kerjasama secara langsung
dengan
masyarakat untuk merealisasikan tujuan pembelajaran, tapi
bila
ada
pertunjukkan
yang
ada
kaitannya
dengan
pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
lokal, maka para pembelajar ditugaskan untuk menonton
pertunjukkan tersebut dan melaporkan hasilnya, baik secara
tertulis maupun secara lisan, yakni menceritakan kembali
apa-apa yang mereka tonton. Pada umumnya pelaksanaan
pembelajaran dilakukan guru langsung menuju materi yang
akan diajarkan, kadang-kadang guru mengadakan pre-tes dan
apersepsi untuk menghubungkan pembelajaran yang lalu
dengan
pembelajaran
yang
akan
diajarkan.
Appersepsi
terhadap materi sebelumnya dan untuk menentukan dari mana
ia
harus
melakukan
pembelajaran.
Pembelajaran
yang
dilakukan lebih menekankan pada aspek pengetahuan
sedangkan aspek keterampilan dan sikap kurang mendapat
perhatian. Mengakhiri pembelajaran biasanya guru
memberikan tugas yang harus dilakukan sehubungan dengan
pembelajaran yang akan datang, kadang-kadang guru
mengadakan post tes, terutama setelah akhir suatu pokok
bahasan.
Keempat, evaluasi pembelajaran yang sering dilakukan
guru adalah evaluasi hasil belajar, untuk mengetahui
perubahan perilaku yang terjadi pada diri pembelajar,
melalui ulangan harian dan ulangan umum. Sekali-kali guru
mengadakan evaluasi kegiatan, untuk melihat keterlibatan
pembelajar dalam kegiatan belajar. Dalam melakukan
evaluasi pembelajaran guru sering menggunakan pendekatan
gabungan antara pendekatan kelompok (norma) dengan
pendekatan individu (kriteria). Dalam hubungannya dengan
masyarakat, guru tidak pernah melibatkan masyarakat, baik
dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pembelajaran,
maupun evaluasi kurikulum muatan lokal.
Kelima, kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal
di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah, baik
183
berkaitan
dengan
tidak
adanya
kesinambungan
antara
pembelajaran
di
sekolah dengan apa-apa yang
terjadi
di
masyarakat, karena bahasa komunikasi yang digunakan dalam
lingkungan
pembelajar adalah bahasa Indonesia dan
bahasa
Jawa,
sehingga
para pembelajar tidak
pernah
menerapkan
apa-apa yang diterima di sekolah dalam kehidupannya.
Dengan
demikian,
mereka
belajar
bahasa
Lampung
hanya
melalui
pengajaran,
tidak
melalui
pemerolehan
(acquisition).
Lebih
dari
itu,
di
kalangan
sebagian
pembelajar banyak yang malu bila menggunakan bahasa
Lampung.
Keenam,
kendala-kendala
yang
dihadapi
guru
dalam
pelaksanaan pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal
pada umumnya menyangkut perbedaan persepsi di antara
para
guru
dan
kepala
sekolah
dalam
menafsirkan
pengajaran
bahasa
Lampung sebagai muatan lokal, kurangnya
pemahaman
guru, keterbatasan biaya dan fasilitas, keterbatasan waktu
guru,
kurang adanya koordinasi dan kerjasama di
Lapangan
serta
rendahnya
partisipasi
masyarakat
terhadap
pendidikan.
Ketujuh,
Dalam mengikuti pembelajaran, pada
umumnya
pembelajar masih menghadapi berbagai kendala.
Kendala-kendala
tersebut
berkaitan
dengan
kegiatan
mengikuti
pembelajaran
karena
kurangnya
sarana
dan
prasarana,
perbendaharaan bahasa Lampung mereka yang sangat kurang.
Dari enam bagian pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan
lokal di wilayah transmigrasi Kabupaten Lampung Tengah,
yang terdiri dari pembelajaran membaca, kosa kata, struktur, pragmatik, menulis had Lampung dan apresiasi,
menunjukkan bahwa kendala yang paling banyak ditemui
adalah pada waktu mengikuti ujian dalam materi had Lampung, karena dalam menulis had Lampung para pembelajar
dituntut untuk menulis sesuai dengan bahasa yang digunakan
oleh masyarakat Lampung. Sedangkan pada pembelajaran
pragmatik pada umumnya pembelajar menghadapi kesulitan pada waktu disuruh mendemonstrasikan suatu percakapan
dalam bahasa Lampung, terutama dalam mengucapkan/mengeja
had Lampung.
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan-temuan selama dilaksanakannya
penelitian ini, direkomendasikan hal-hal sebagai yang
berikut.
Pertama, bagi Pemda dan Depdikbud, direkomendasikan untuk meninjau kembali kebijakan pengajaran bahasa Lampung
sebagai muatan lokal wajib di wilayah transmigrasi, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengajaran bahasa Lampung sebagai muatan lokal di wilayah transmigrasi
.1 8 5
optimal,
karena
tidak
ditunjang
oleh
lingkungan.
Di
samping
itu,
sehubungan
dengan
upaya
pelestarian
dan
pengembangan
bahasa Lampung melalui
pendidikan
sekolah,
direkomendasikan
untuk memikirkan kembali
apakah
dengan
waktu
90
menit perminggu dapat
memberi
pemahaman
yang
komprehensif
bagi
para pembelajar?
terutama
bagi
para
pembelajar
yang bukan penutur asli bahasa
Lampung,
yang
ehari-harinya
tidak
menggunakan bahasa
Lampung.
Dalam
ada
itu
perlu
dipikirkan
jalur
yang
efektif
untuk
melestarikan
dan
mengembangkan
bahasa
Lampung
melalui
pendidikan luar sekolah.
Kedua,
bagi
lembaga penataran dan
pelatihan
guru,
perlu
dilakukan
penataran bagi para
guru
(guru
muatan
lokal)
mengenai proses pembelajaran, baik yang
berkaitan
dengan
persiapan
mengajar,
pelaksanaan
pembelajaran,
maupun evaluasi pembelajaran. Disamping itu, perlu
dilakukan penataran terhadap para kepala sekolah
mengenai
tugas
dan
wewenangnya
sehubungan
dengan
kegiatan
pembelajaran muatan lokal.
Ketiga, bagi para kepala sekolah, direkomendasikan
untuk
senantiasa melakukan pemantauan
terhadap
kegiatan
pembelajaran
yang
dilakukan oleh para
guru,
baik
yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun
evaluasi
pembelajaran dan direkomendasikan untuk melihat secara
dilakukan guru.
Keempat, direkomendasikan kepada para guru muatan
lokal
untuk
senantiasa
meningkatkan
kemampuannya
sehubungan
dengan
tugas pokoknya (mengajar),
baik
yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi
pembelajaran. Dalam pembelajaran, direkomendasikan untuk
mendayagunakan
masyarakat
sebagai sumber
belajar,
agar
bahan
pembelajaran lebih mudah diserap, pembelajar
lebih
mengenal
kondisi alam, lingkungan sosial
dan
lingkungan
budaya
yang
terdapat
didaerahnya,
dapat
meningkatkan
pengetahuan mengenai daerahnya, sehingga menjadi lebih
akrab
dengan
lingkungannya. Dalam
mengadakan
evaluasi,
hendaknya
tidak terbatas pada evaluasi
hasil,
hendaknya
lebih
menekankan
pada
evaluasi
proses,
yakni
menilai
bagaimana pembelajar belajar, bukan apa yang diperolehnya,
tetapi yang paling penting adalah bagaimana memperolehnya.
Akhirnya,
direkomendasikan kepada masyarakat,
orang
tua dan pihak lapangan kerja untuk senantiasa meningkatkan
partisipasinya dalam pelaksanaan pendidikan, karena
pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara
Bailey, N.C., Madden &Krashen, S. D. 1974. "Is fhere 'a natural sequence' in adult
second language learning?" dalam bulanan
Language Learning
no. 21,
April 1974, halaman 35-76.
Best, J. W. 1977. Research in Education. NewDelhi: Prentice-Hall ofIndia.
Burhan, J. 1971.
Problema Bahasa dan Pengajaran Bahasa.
Bandung: Ganaco.
Burt, M. 1981.
Viewpoints on English as a Second Language.
New York: Regents
Publishing Co. Inc.
Brown, D. 1980.
Principles of Language and Teaching.
Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Brown, R. 1973. A FirstLanguage. Cambridge: HarvardPress.
Cairns, H.S. &Cairns, C. E.
1976.
Psycholinguisties ACognitive View ofLanguage.
New York :Holt, Rinehart and Winston.Caramazza,
Alfonso
&
Zurif,
E.
B. 1978.
Language Acquisition and Language
Breakdown: Parallels and Divergencies.
London: The Johns Hopkins
University Press.
Carton, A.S.
1971.
Inferencing: A Process in Using and Learning Language.
Cambridge: Cambridge University Press.
Cummins, J. 1978.
Bilingualist and The Development Metalinguistic Awareness.
Los
Angeles: California State University.
Dardjowidjojo, S. 1985. Perkembangan Linguistikdi Indonesia. Jakarta: Arcan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1987.
Pedoman Umum Pengem bangan dan
Pelaksanan Kurikulum Muatan Lokal Sekolah Dasar.
Jakarta: Dirjen
Dikdasmen.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Link & Match. Jakarta: Seri
Kebijaksanaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994.
Pedoman Umum Pengem bangan dan
Pelaksanan Kurikulum Muatan Lokal.
Jakarta: BP3K dengan Dirjen
Dikdasmen.188
Dulay, H. and Burt, M. 1975. "A New Approach to Discovering UniversaJ Strategies
of Child Second Language Acquisition" in D. Dato (Ed.),
Developmental
Psycholinguistics: Theory and Applications.
Washington D.C.: Georgetown
University Press.
Hadikusuma, H, 1988.
Bahasa Lampung.
Jakarta: Fajar Agung
Hadikusuma, H 1989.
Masyarakat dan Adat Budaya Lampung.
Bandung: Mandar
Maju.
Halim, A 1976. Politik Bahasa Nasional 1 & 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Penggembangan Bahasa Depdikbud.
Halim, A. 1984. Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Penggembangan Bahasa Depdikbud.
Hamid, F. A. 1987.
Proses Belajar Mengajar Bahasa.
Jakarta: P2LPTK, Ditjen Dikti
Depdikbud.
Hardja3ujana, A. 1987.
Materi Kuliah Seminar Pengajaran Baliasa.
Jakarta: P2LPTK
Depdikbud.
Herriot, P. 1970.
An Introduction to the Psychology of Language.
London: Methuen
& Co. Ltd.
Hudson. R.A 1980.
Sociolinguisties.
Cambridge: Cambridge University Press.
Kraslien, S.D. 1977. The Monitor Model for Adult Second Language Performance, In
Burt, M., Dulay, H, and Finocchiaro, R. (Eds.)
Viewpoints on English as A
Second Language.New York: Regents.
Krashen, S.D. 1981.
Second Language Acquisition and Second Language Learning.
New York: Pergamon Press.Krashen, S.D. 1982.
Principles and Practice in Second Language Acquisition.
New
York: Pergamon Press.
Krashen, S.D. & Scarcella, R. 1978.
On Routines and Patterns in Language
Acquisition and Performance.
Rowley, Massachusetts: Newbury House.
Krashen, S.D. &Terrel. 1985.
The Natural Approach: Language Acquisition in The
Classroom.
Oxford, New York: Pergamon Press; San Francisco: Alemarny
Krashen, S.D., Long, M., &Scarcella, R. 1979.
Age, Rate, and Eventual Attainment
in Second Language Acquisition,
In
Tesol Quarterly,
no. 13, 1979 halaman
151-162.
Lambert, W. E. 1968.
Billiguatism and Language Acquisition.
Ottawa: Mc Gill
University.
Langacker, R.W. 1968.
Language and Its Structure: Some Fundamental Concepts.
New York: Harcourt, Brace and World.Lawler, J. &Siinker L. 1971.
The Acquisition ofGrammatical Morphemes by Adult
ESL Students.
Rowley, Massachusetts: Newbury House.