• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL RESPONS NONVERBAL DAN VERBAL DALAM PEMBELAJARAN SASTRA UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA SD: Studi Kuasi-Eksperimen di SD Negeri ASMI I, III, V Kota Bandung Tahun Ajaran 2003/2004.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL RESPONS NONVERBAL DAN VERBAL DALAM PEMBELAJARAN SASTRA UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA SD: Studi Kuasi-Eksperimen di SD Negeri ASMI I, III, V Kota Bandung Tahun Ajaran 2003/2004."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

xi DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR PENGESAHAN i

PERNYATAAN ii

KATA PENGANTAR iii

UCAPAN TERIMA KASIH iv

ABSTRAK ix

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xxi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah 13

1.2.1 Batasan Masalah 13

1.2.2 Rumusan Masalah 14

1.3 Identifikasi Variabel 15

1.4 Definisi Operasional 15

1.5 Asumsi 17

1.6 Hipotesis Penelitian 18

1.7 Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 19

1.8 Tujuan dan Manfaat Penelitian 20

(2)

xii

BAB II KAJIAN PUSTAKA 23

2.1 Hakikat Model dan Model Pembelajaran 23

2.2 Model Induktif Dasar sebagai Landasan Pembelajaran Sastra 26

2.2.1 Model Induktif Dasar 26

2.2.1.1 Orientasi Model 27

2.2.1.2 Model Mengajar Induktif Dasar 31

2.2.1.3 Penerapan Model 33

2.2.2 Model Pembelajaran Berpikir Induktif 34

2.2.3 Model Pembelajaran Sastra 35

2.2.3.1 Model Sastra Abrams 36

2.2.3.2 Model Puitika Jakobson 39

2.2.3.3 Model Morris-Klaus 42

2.2.3.4 Model Semiotik Morris-Foulkes 43 2.2.3.5 Model-model Lain yang Mendukung 43 2.2.4 Model Respons Nonverbal dan Verbal dalam

Pembelajaran Sastra 44

2.2.4.1 Konsep Pendekatan Respons Nonverbal

dan Verbal 45

2.2.4.2 Tinjauan Teoretis Respons Nonverbal

dan Verbal 49

2.3 Kualitas Pembelajaran Sastra pada Level SD 64 2.4 Hasil Penelitian Pembelajaran Sastra (Cerpen)

dengan Respons Nonverbal dan Verbal 71

2.5 Pembelajaran Sastra yang Mengembangkan

Keterampilan Menulis 76

2.5.1 Kontribusi Sastra bagi Pendidikan Siswa SD 77

2.5.2 Keterkaitan antara Sastra dan Keterampilan

(3)

xiii

2.5.3 Sastra dan Perkembangan Bahasa Siswa SD 85

2.5.4 Sastra dan Perkembangan Tingkah-laku Siswa 86

2.5.5 Karya Sastra sebagai Media Pengembangan Keterampilan Menulis Berdasarkan KBK 91

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 99 3.1 Disain Penelitian 99 3.2 Penentuan Ukuran Sampel 100

3.3 Pengujian Kualitas Instrumen Penelitian 102

3.3.1 Pengujian Validitas Tes 102

3.3.2 Pengujian Reliabilitas 104

3.4 Teknik Pengumpulan Data 106

3.4.1 Tes 106

3.4.3 Observasi 108

3.4.4 Kuesioner 111

3.4.5 Model Pembelajaran 114

3.4.5.1 Orientasi Model 114

3.4.5.2 Model Pembelajaran 122

3.4.5.2.1. Rangkaian Kegiatan 123

3.4.5.2.2. Sistem Sosial 126

3.4.5.2.3. Prinsip Reaksi 126

3.4.5.2.4. Sistem Penunjang 126

3.4.5.2.5. Dampak Instruksional dan Penyerta 127

3.4.5.3. Aplikasi Model 127

3.5 Prosedur Penelitian 129

(4)

xiv

3.5.2 Tahap Pelaksanaan 130

3.6 Teknik Analisis Data 131

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN 137

4.1 Pembelajaran Merespons Cerpen (Prapenelitian) 137

4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran 137

4.1.1.1 Kegiatan guru dan siswa 137

4.1.1.2 Materi ajar 138

4.1.1.3 Metode 138

4.1.1.4 Evaluasi 138

4.1.2 Analisis Proses Pembelajaran 138

4.2 Perencanaan Model Pembelajaran MPRNV 140

4.3 Deskripsi Data Pelaksanaan Model MPRNV 142

4.3.1 Kegiatan Guru dan Siswa 142

4.3.2 Materi ajar 143

4.3.3 Metode Pembelajaran 144

4.3.4 Evaluasi 146

4.4 Data Pelaksanaan Model MPRNV 146

4.4.1 Deskripsi dan Analisis Pertemuan I 146

4.4.2 Deskripsi dan Analisis Pertemuan II 152

4.4.3 Deskripsi dan Analisis Pertemuan III 157

4.4.4 Deskripsi dan Analisis Pertemuan IV 161

4.4.5 Deskripsi dan Analisis Pertemuan V 166

4.5 Kualitas Pembelajaran Sastra Siswa SD dengan Menggunakan Model MPRNV 172

(5)

xv

4.5.1.1 Menginformasikan respons nonverbal

dan verbal 172

4.5.1.2 Menilai dan Mengkaji Data Informasi 173 4.5.1.3 Menyusun Hasil Interpretasi Data 174

4.5.1.4 Komponen pembelajaran pendukung

model MPRNV 174

4.5.1.5 Suasana kelas yang demokratis 176 4.5.2 Kualitas Pembelajaran Model MPRNV Berdasarkan

Hasil Angket 177

4.5.2.1 Tujuan Pembelajaran MPRNV 177

4.5.2.2 Materi pembelajaran MPRNV 178 4.5.2.3 Metode pembelajaran MPRNV 179 4.5.2.4 Media pembelajaran model MPRNV 181

4.5.2.5 Evaluasi pembelajaran MPRNV 181

4.6 Temuan Pascaperlakuan 183

4.6.1 Analisis Kemampuan Respons Siswa terhadap

Karya Sastra 183

4.6.2 Analisis Kemampuan Respons Siswa Berdasarkan

Data Prates 184

4.6.3 Analisis Kemampuan Respons Siswa Berdasarkan

Data Pascates 192

4.6.3.1 Kualitas Kemampuan Respons Siswa 247 4.6.3.2 Peningkatan Respons Nonverbal dan

Verbal Siswa 252

4.6.4 Hasil Uji-t Kemampuan Menulis Respons Siswa

antara Nilai Prates dan Nilai Pascates 256

4.6.4.1 Hasil Uji-t Kelas Kuasi-Eksperimen 256 4.6.4.2 Hasil Uji-t Nilai Pascates Kelas Kuasi-

(6)

xvi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 259

5.1 Pembahasan Hasil Prapenelitian 259

5.2 Pembahasan Hasil Pascaperlakuan 261

5.2.1 Proses Pembelajaran Model MPRNV 261

5.2.2 Pembahasan Hasil Analisis Karangan 267

5.2.3 Hasil Analisis Pascaperlakuan 275

5.2.3.1 Perbedaan Kemampuan Menulis Siswa

SD ASMI Sebelum dan Sesudah MPRNV 275 5.2.3.2 Perbedaan Kemampuan Menulis Siswa di

Kelas Kuasi-Eksperimen dan Kelas Kontrol 277 5.2.3.3 Keefektifan Model Pembelajaran MPRNV 277

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 280

6.1 Simpulan 280

6.1.1 Model MPRNV Efektif dalam Pembelajaran Sastra 281 6.1.2 Kualitas Model MPRNV dalam PBM Sastra 282

6.2 Implikasi Penelitian 283

6.2.1Implikasi Teoretis 283

6.2.2 Implikasi Praktis 284

6.3 Rekomendasi Penelitian 285

6.3.1 Rekomendasi untuk Penerapan Model 286 6.3.2 Rekomendasi untuk Penelitian Lanjutan 289

DAFTAR PUSTAKA 291

(7)

xvii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman Urut

1. 2.1 Strategi Mengajar I: Formasi Konsep 29

2. 2.2 Strategi Mengajar II: Interpretasi Data 30 3. 2.3 Strategi Mengajar III: Aplikasi Prinsip 31 4. 2.4 Tahapan Model Mengajar Berpikir Induktif 32

5. 2.5 Dimensi Visual 51

6. 2.6 Aktivitas Engaging I 58

7. 2.7 Aktivitas Connecting 60

8. 2.8 Keterkaitan antara SRP, OD, dan MBI 88

9. 2.9 Kegiatan Bersastra Siswa 97

10. 3.1 Skala Holistik 107

11. 3.2 Lembar Observasi Kegiatan Guru 109

12. 3.3 Lembar Observasi Kegiatan Siswa 110

13. 3.4 Kuesioner untuk Siswa 106

14. 3.5 Unsur-unsur Model 128

15. 3.6 Pedoman Analisis Karangan 127

16. 4.1 Kegiatan pembelajaran 129

17. 4.2 Langkah-langkah Pembelajaran MPRNV 134 18. 4.3 Materi Ajar Pembelajaran Sastra 136

19. 4.4 Kegiatan Pembelajaran I 146

20. 4.5 Kegiatan Pembelajaran II 152

21. 4.6 Kegiatan Pembelajaran III 157

(8)

xviii

23. 4.8 Kegiatan Pembelajaran V 166

24. 4.9 Pendapat Siswa terhadap Tujuan pembelajaran 169

25. 4.10 Kualitas Pembelajaran Sastra Berdasarkan Materi

Ajar 178

26. 4.11 Kualitas Pembelajaran Sastra Berdasarkan

Metode Pembelajaran 179

27. 4.12 Kualitas Pembelajaran Sastra Berdasarkan

Media Pembelajaran 181

28. 4.13 Kualitas pembelajaran Sastra Berdasarkan

Evaluasi 182

29. 4.14 Kuantitas Soal yang Direspons Siswa 247 30. 4.15 Nilai Prates dan Pascates Kelas Kuasi-Eksperimen 253

31. 4.16 Nilai Prates dan Pascates Kelas Kontrol 254 32. 4.17 Hasil Uji Kemampuan Menulis antara Nilai

Prates dan Pascates Kelas Kuasi-Eksperimen 257 33. 4.18 Hasil Uji Kemampuan Menulis antara Nilai

(9)

xix

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman Urut

1. 1.1 Paradigma Penelitian 21

2. 1.2 Rancangan Penelitian Model MPRNV 22

3. 2.1 Basic Inductive Model Strategy 34

4.

2.2 Komunikasi Fungsi Linguistik 41

5. 2.3 Sosiogram dari cerita Cinderella 52

6. 2.4 Aktivitas Engaging II 58

7. 3.1 Disain Penelitian 100 8. 3.2 Pengambilan Sampel Penelitian 102

9. 3.3 Prosedur Pembelajaran Model Respons Nonverbal

dan Verbal 125

10. 4.1 Skenario Pembelajaran Model MPRNV 141 11. 4.2 Sosiogram Siswa pada Cerpen Gaun Biru Warisan 150

12. 4.3 Sosiogram Siswa pada Cerpen Buku Baru 158 13. 4.4 Sosiogram Cerpen Kakek Bertopi Kap Lampu

oleh Ajie 162

14. 4.5 Sosiogram Cerpen Kakek Bertopi Kap Lampu

oleh Aldi 162

15. 4.6 Sosiogram Cerpen Arti Seorang Teman oleh R#1 190

16. 4.7 Sosiogram Cerpen Lelaki Tua di Gerbang Sekolah

oleh R#1 198

17. 4.8 Sosiogram yang Dibuat oleh R#2 210 18. 4.9 Sosiogram yang Dibuat oleh R#3 222

(10)

xx

21. 4.12 Grafik Kemajuan Nilai Prates ke Pascates

Kelas Kuasi-Eksperimen dan Kelas Kontrol 255

22 4.13 Grafik Normaliats Hasil Prates Kelompok

(11)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skenario Pembelajaran Pertemuan I 298

Lampiran 2 Skenario Pembelajaran Pertemuan V 301

Lampiran 3 Pedoman mengajar 304

Lampiran 4 Model Pembelajaran MPRNV 310

Lampiran 5 Cerpen-cerpen Materi Ajar Model MPRNV 326 Lampiran 6 Cerpen untuk ujicoba, Prates, PBM dan Pascates 331

Lampiran 7 Pertanyaan-pertanyaan untuk Tes dan PBM 337

Lampiran 8 Lembar Observasi Guru dan Siswa 341

Lampiran 9 Angket untuk Siswa 343

Lampiran 10 Pedoman Analisis Karangan 345

Lampiran 11 Foto-foto Kegiatan Siswa 347

Lampiran 12 Data Respons Siswa 351

Lampiran 13 Surat Keputusan dan Keterangan 375

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menulis merupakan salah satu keterampilan yang harus dikembangkan sejak usia dini. Pendidikan formal wajib mengembangkan budaya baca, tulis, dan hitung. Budaya baca, tulis, dan hitung tersebut tertuang dalam Bab III UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi,”Pendidikan diselenggarakan untuk mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakatnya.”

Dalam kurikulum sekolah dasar menulis menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, di samping kompetensi dasar lainnya seperti menyimak, berbicara, membaca, sastra dan kebahasaan. Pada dasarnya, keterampilan menulis dapat dikembangkan di dalam seluruh mata pelajaran berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sudah mulai disosialisasikan tahun 2002. Pembelajaran yang demikian dinamakan pembelajaran tematik. Keterampilan menulis yang dimaksud dalam penelitian ini tidak dikembangkan dalam kompetensi dasar/mata pelajaran yang berbeda, tetapi dengan kompetensi dasar yang serumpun yaitu sastra.

(13)

2

secara terpisah. Kecenderungan tersebut sering memunculkan usul-usul sumbang bahwa sebaiknya bahasa dan sastra diajarkan oleh guru yang berbeda. Berdasarkan temuan Harras (2003:314) ada 91.6% responden memberi tanggapan “setuju” sastra dipisahkan dari bahasa sehubungan dengan otonomi pengajaran sastra. Ada beberapa alasan yang mendukung pemisahan tersebut, di antaranya: 1) kedudukan pengajaran sastra akan lebih mantap dan lebih terarah karena memiliki tujuan yang jelas serta alokasi waktu yang memadai, 2) pengajaran sastra nantinya akan diajarkan oleh guru-guru yang memiliki kecintaan dan komitmen yang baik terhadap sastra, 3) diharapkan pemerintah menyediakan buku-buku paket khusus sastra dan buku-buku penunjangnya, dan 4) pengajaran sastra di sekolah akan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.

Sikap dikotomis tersebut menurut Alwasilah (2002) dipicu oleh kenyataan bahwa 1) apresiasi sastra di kalangan guru cukup lemah, 2) mereka lebih sering dicekoki teori-teori bahasa dan sastra ketika kuliah, dan 3) kurikulum bahasa lebih banyak dikembangkan oleh ahli linguistik atau birokrat yang tidak menguasai bahasa dan sastra. Sebagai perbandingan, pengajaran bahasa di beberapa negara maju dari tingkat SD hingga SMU berada di bawah naungan

Language Arts. Hal ini menandakan bahwa antara bahasa dan sastra tidak dimaknai sebagai sebuah dikotomi.

(14)

3

dan sastra dalam posisi yang setara. Kesetaraan tersebut didukung oleh pendapat Carter dan Long (1991:2) bahwa keterampilan berbahasa siswa dapat dikembangkan dengan cara yang sistematik apabila sastra diajarkan secara berdampingan dengan bahasa. Jadi, kedua kompetensi tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri apalagi dipisahkan; penyatuan kedua kompetensi tersebut menjadi dasar pijakan untuk melakukan penelitian.

Selanjutnya, sastra dapat mempertinggi pemahaman siswa terhadap bahasa Indonesia disebabkan oleh keragaman kalimat dan kosakata yang ditawarkannya. Menurut Munro (dikutip oleh Zughoul, 1986:14) siswa akan memahami bahasa dengan baik melalui pengajaran sastra. Namun, selama ini porsi kompetensi dasar tersebut sangat kecil dibandingkan dengan porsi pengajaran bahasa apalagi empat kompetensi dasar lainnya sangat erat berhubungan dengan bahasa. Hal ini disebabkan oleh tuntutan kurikulum yang berlaku pada saat itu (pendekatan komunikatif/ integratif/kebermaknaan). Bahkan disinyalir pengajaran sastra pada level SD sangat jauh dari yang diharapkan karena kompetensi dasar tersebut tidak dapat mengembangkan kemampuan berbahasa siswa.

(15)

4

asumsi bahwa sastra hanya merupakan pelajaran untuk kesenangan, bahwa sastra tidak berpotensi mengembangkan kemampuan berbahasa siswa. Pengajaran sastra akan bermakna bila diajarkan berdampingan dengan pengajaran bahasa dan linguistik (Widdowson, 1985). Pernyataan ini juga memperkuat pandangan Alwasilah bahwa bahasa dan sastra tidak boleh dianggap sebagai dua kutub yang berbeda. Bila diajarkan dengan benar, sastra mampu mengembangkan kompetensi berbahasa siswa karena karya sastra kaya akan kosakata dan ragam kalimat.

Penelitian pengajaran sastra di tingkat SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi sudah cukup banyak dilaksanakan. Penelitian-penelitian tersebut memfokuskan diri pada metode mengajar sastra dan apresiasi sastra oleh siswa/mahasiswa. Sementara itu, penelitian pengajaran sastra di SD belum banyak dilakukan di Indonesia apalagi penelitian dalam rangka penyelesaian program doktor. Di Amerika, penelitian yang bernuansa sastra di tingkat dasar cukup beragam. Haug (1975) meneliti respons siswa SD terhadap sastra untuk disertasinya. Zipperer (1985) melakukan studi deskriptif tentang keterlibatan siswa SD dalam fiksi ilmiah juga untuk disertasinya. Children’s Responses to Literature Read Aloud in the Classroom merupakan judul disertasi Yokom (1988). Semua penelitian tersebut terfokus pada respons secara verbal untuk mengembangkan kompetensi membaca.

(16)

5

mendemonstrasikan pemahaman mereka terhadap karya sastra. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ho (1988) adalah tentang keefektifan pendekatan respons pembaca. Pendekatan tersebut dibandingkan dengan pendekatan tradisional yang menerapkan metode tanya jawab terhadap makna puisi. Sama halnya dengan Ho, Leong (1992) juga membandingkan keefektifan pengajaran novel yang menerapkan metode tradisional dengan metode respons pembaca. Temuan-temuan penelitian tersebut mengindikasikan bahwa metode atau pendekatan respons pembaca lebih efektif dari pendekatan tradisional.

Berdasarkan temuan-temuan penelitian tersebut, Hong (1997) mengedepankan implikasi bagi guru-guru sastra sebagai berikut:

1) Siswa seharusnya didorong mengekspresikan perasaan, pikiran secara bebas.

2) Guru harus menyeimbangkan analisis teknis puisi dengan cara menghubungkan aspek estetik dan emosi cerita kepada siswa.

3) Guru seharusnya mendorong siswa mencapai pemahaman mereka berdasarkan pengalaman dan menolong mereka mengekspresikan karya sastra yang dibaca.

(Tersedia: http://eduweb.nie.edu.sg/REACTOld/1997/1/6.html).

(17)

6

pada penelitian tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Beach dan Marshall (1991:29) bahwa respons pembaca terdiri atas tujuh strategi atau langkah. Penelitian Mulyana mengungkapkan apresiasi sastra berdasarkan tingkat kognitif dan secara kualitatif digambarkan bahwa kondisi dan prinsip proses belajar-mengajar yang dikemukakan oleh Probst (1988:24) sangat mendukung kualitas pengajaran pengkajian puisi. Hasil penelitian Mulyana terfokus pada kondisi proses belajar-mengajar, bukan pada strategi atau model pengajaran yang sedang dikembangkannya. Hal ini disebabkan oleh instrumen yang digunakan adalah tes objektif. Tes objektif sangat bertentangan dengan model respons pembaca yang mewajibkan pembaca merespons dengan kata-kata baik secara lisan maupun tulisan. Pembaca seharusnya menyertakan perasaannya, menghubungkan isi cerita dengan pengalaman, kehidupan sosial dan budayanya. Model respons pembaca menempatkan pembaca di posisi puncak. Ini berarti bahwa keberadaan pembaca di dalam respons tersebut sangat bermakna. Model respons pembaca erat kaitannya dengan aktivitas menulis. Beach dan Marshall (1991:131) mengemukakan bahwa aktivitas merespons karya sastra dapat dimulai dengan menulis puisi secara bebas, dilanjutkan dengan tukar-menukar puisi dengan teman sebangku, terakhir didiskusikan dalam kelompok kecil. Guru dapat mengaplikasikan respons pembaca dalam hal ini.

(18)

7

dilaksanakan dalam rangka penulisan tesis. Berdasarkan hasil temuan penelitian, Antara mengungkapkan bahwa model pengajaran pendekatan respons pembaca tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan model tradisional. Pada kenyataannya, pendekatan respons pembaca yang dimaksudnya bukan respons pembaca seperti yang dikemukakan oleh Beach dan Marshall (1991) karena pendekatan tersebut sama sekali tidak menyaran ke tujuh strategi respons pembaca yang mereka ungkapkan.

Kusdiana dalam penelitiannya memaparkan teori tentang “tujuh respons pembaca”nya Beach dan Marshall tetapi yang tampak dalam hasil penelitian tersebut adalah hasil tes objektif tentang tema, pesan, alur cerita, tokoh dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut biasa digunakan dalam kajian struktural sebagi unsur pembangun karya sastra. Unsur-unsur fiksi tersebut masih sangat diperlukan dalam pendekatan respons pembaca karena tokoh cerita, alur cerita, latar cerita dan sebagainya termasuk ke dalam strategi describing.

Metode mengajar yang diterapkan oleh guru tidak mampu menyulap siswa menjadi penikmat dan pengapresiasi sastra yang baik. Dengan menerapkan model mengajar yang konvensional, siswa hanya mampu menceritakan kembali isi karya sastra yang telah dibaca. Kegiatan ini dapat dikatakan sebagai kegiatan apresiasi namun baru sebatas mengidentifikasi apa yang tersurat di dalam teks sastra, baru dalam taraf mengadopsi perspektif

(19)

8

mengekspresikan cerita yang baru dibacanya secara verbal, tetapi ia mampu memaparkan apa yang terjadi dalam suatu cerita dengan menciptakan gambar, guru harus menerima respons demikian. Berdasarkan ilustrasi tersebut mereka dapat membuktikan bahwa respons nonverbal terhadap karya sastra dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa terutama berbicara dan menulis.

Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini guru lebih menyukai respons secara verbal dari siswa. Apa yang dapat dilakukan guru bila ada siswa yang mampu merespons karya sastra dengan menggambar? Apakah guru harus memaksa mereka merespons secara tertulis saja? Bila ini yang yang dilakukannya bagaimana mungkin dapat menghasilkan siswa yang senang menikmati dan mengapresiasi karya sastra sebagai tujuan dari pembelajaran sastra? Hasil studi pendahuluan di SD membuktikan bahwa ada dua siswa yang dapat mengungkapkan perasaannya setelah menggambar bagian dari cerita yang dipahaminya. Berdasarkan wawancara singkat dengan salah seorang siswa dapat diidentifikasi bahwa sejak berusia lima tahun, ia sudah senang menggambar dan bercerita tentang gambar yang dibuatnya. Namun, ada juga siswa yang sudah mampu melukiskan perasaannya, lalu menciptakan gambar untuk memperkaya hasil apresiasinya. Fenomena ini tidak terjadi secara insidentil, tetapi dipandu oleh guru. Mungkinkah guru mampu mengembangkan keterampilan berbahasa siswa, khususnya mengembangkan keterampilan menulis lewat pembelajaran sastra?

(20)

berganti-9

ganti dan alokasi waktu yang dituding sebagai penyebab rendahnya kualitas pengajaran sastra. Bertentangan dengan penafsiran tersebut, berdasarkan fakta empirik yang ditemukan Taufik Ismail (2000:115) membuktikan bahwa penyebab dari hal itu adalah metodologi pengajaran sastra yang tidak efisien. Kondisi demikian dipertegas lagi oleh Ajip Rosidi (1983:130) bahwa kualitas pembelajaran sastra masih sangat memprihatinkan diindikasikan oleh pengajaran sastra yang seadanya. Penyebabnya adalah kurikulum yang tak jelas arahnya, jumlah pengajar dan kemampuannya tidak memadai, dan materi pengajaran yang jauh dari lengkap. Kedua sastrawan tersebut merupakan stereotipe yang representatif mengeluhkan buruknya pengajaran bahasa dan sastra di seluruh jenjang pendidikan.

Pengajaran sastra yang baik dan benar adalah pengajaran yang mengadopsi perspektif estetik dan memberi penekanan pada sudut pandang tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Rosenblatt berikut, “To teach literature correctly is to emphasize the aesthetic stance and to de-emphasize the efferent.” (1978:22-47). Artinya, siswa tidak hanya dapat mengidentifikasi apa yang tertuang dalam karya sastra seperti latar, tokoh dan penokohan, serta alur cerita, tetapi mereka juga dapat mengidentifikasi apa yang ada di luar karya sastra itu sendiri seperti maksud pengarang, simbolisme, gaya cerita dan sebagainya. Pengajaran sastra di sekolah menengah lebih menekankan sudut pandang

(21)

10

Porsi pengajaran sastra yang lebih sedikit dibandingkan bahasa tidak harus menjadi sebuah masalah yang mendasar. Perlu disepakati bersama bahwa permasalahan pokok dalam hal ini adalah “teacher as the actor, not the song.” Hal ini tergambar dengan jelas berdasarkan beberapa temuan dan pendapat berikut: pengetahuan guru tentang sastra sangat terbatas (Alwasilah, 1994), sastra diajarkan guru-guru yang tidak profesional (Alwasilah, 1999), guru tidak tahu mengajarkan sastra dengan baik (Wei, 1999) dan guru dan strategi mengajar mereka penyebab rendahnya mutu pengajaran sastra (Mansour, 1999).

Guru, sebagaimana pendapat-pendapat di atas, sangat berperan dalam proses pembelajaran. Pada umumnya, guru yang mengajar sastra atau apresiasi sastra di sekolah adalah guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Terlalu besar harapan meletakkan pelajaran bahasa dan sastra dengan benar ke pundak guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini peran guru bahasa Indonesia dalam mencerdaskan siswa masih dipertanyakan. Bila dikalkulasi dengan cermat, 12 tahun merupakan waktu yang cukup lama bagi siswa untuk dapat mengembangkan kemahirannya berbahasa. Pelajaran bahasa Indonesia telah diberikan sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah. Namun, menurut Badudu (1995) para siswa masih kurang terampil berbahasa Indonesia. Masih banyak nada-nada sumbang ditudingkan pada pengajaran bahasa Indonesia yang gagal membina siswa berbahasa dengan baik dan benar.

(22)

11

(23)

12

mendengarkan dan berbicara dapat dilakukan dalam forum diskusi, yaitu mendiskusikan hasil membaca seluruh siswa.

Menulis merupakan keterampilan berbahasa tersulit tetapi bila dilatihkan sedini mungkin siswa dapat melakukannya dengan senang hati. Sebagaimana minat membaca yang dalam beberapa waktu lalu digalakkan di Indonesia, menulis pun sudah waktunya untuk diminati dan dilakoni oleh siswa. Penelitian ini memanfaatkan bacaan sastra untuk mengembangkan kemampuan menulis siswa. Hal ini berdampak positif terhadap minat membaca mereka. Cox dan Many (1992:28) mencontohkan Winke, 11 tahun, dapat merespons buku yang baru saja dibacanya A Proud Taste for Scarlet and Miniver, sebuah karya besar berdasarkan kehidupan Eleanor of Aquitaine. Winke merespons isi buku tersebut dengan cara menceritakan kembali apa yang telah dibacanya, mengaitkan hal-hal pokok dalam cerita sesuai dengan perasaan dan pengalamannya. Kemudian ia hubungkan cerita itu dengan buku cerita lain yang pernah dibacanya atau film yang pernah ditontonnya. Pada akhirnya, ia dihadapkan pada keyakinannya tentang apa yang telah dibaca sebagai hasil membaca. Ilustrasi ini mengindikasikan bahwa keterampilan menulis siswa dapat dikembangkan sejak kecil dengan cara merespons karya sastra. Sejalan dengan ilustrasi tersebut, Beach (1990:74) mengungkapkan bahwa kualitas respons siswa dapat ditingkatkan oleh guru. Respons tersebut dapat mengembangkan kemampuan berbahasa karena para siswa menulis secara bebas, menghubungkan respons mereka, mengaitkan tindakan mereka dengan karya yang dibaca serta berbagi

(24)

13

(25)

14

nonverbal dan verbal dapat mengembangkan keterampilan menulis siswa? Hal inilah yang perlu dicari jawabannya melalui penelitian ini.

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah 1.2.1 Batasan Masalah

Sebelum masalah penelitian ini dirumuskan, perlu dikemukakan terlebih dahulu pembatasan masalah penelitian ini. Proses belajar-mengajar sastra dengan menggunakan model respons nonverbal dan verbal yang dikemas dalam model pembelajaran berpikir induktif (Inductive Thinking) untuk mengembangkan keterampilan menulis siswa dan mencerdaskan moral siswa menjadi fokus penelitian ini. Penelitian dilaksanakan selama satu semester di SDN ASMI I, III, V, tahun ajaran 2003/2004 di kota Bandung.

(26)

15

menghubungkan cerita dengan pengalaman pribadinya secara otomatis membentuk kepribadian siswa sehingga mereka bermoral baik.

Berdasarkan deskripsi singkat di atas, penelitian ini diberi judul “Model Respons Nonverbal dan Verbal dalam Pembelajaran Sastra untuk Mengembangkan Keterampilan Menulis Siswa SD: Studi Kuasi-Eksperimen di SD Negeri ASMI I, III, V Kota Bandung Tahun Ajaran 2003/2004.” Tujuannya adalah menguji keefektifan model respons nonverbal dan verbal dalam pembelajaran sastra, mengkaji perbedaan yang signifikan tentang kemampuan menulis siswa sebelum dan sesudah menerapkan model nonverbal dan verbal, mengkaji pengaruh model terhadap kemampuan menulis siswa, dan mendeskripsi langkah-langkah PBM model respons nonverbal dan verbal dalam pembelajaran sastra.

1.2.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan ruang lingkup masalah seperti yang telah dituangkan di atas, maka masalah pokok penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah model respons nonverbal dan verbal dalam pembelajaran sastra dapat mengembangkan keterampilan menulis siswa SD?”

Masalah pokok tersebut dirumuskan menjadi permasalahan-permasalahan yang lebih operasional sebagai berikut.

(27)

16

2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan menulis siswa SD sebelum dan sesudah menerapkan model respons nonverbal dan verbal?

3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan menulis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol?

4. Apakah proses belajar-mengajar sastra dengan menggunakan model respons nonverbal dan verbal berkualitas baik?

5. Bagaimana langkah-langkah PBM yang menerapkan respons nonverbal dan verbal dalam pembelajaran sastra?

1.3 Identifikasi Variabel

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah a) model respons nonverbal dan verbal dalam pembelajaran sastra sebagai variabel independen dan b) mengembangkan keterampilan menulis siswa SD sebagai variabel dependen.

1.4 Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya salah pengertian tentang konsep-konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan beberapa istilah seperti yang tertuang di bawah ini.

(28)

17

poster, foto, kolasi, dan gambar, (c) film/video terdiri atas: cerita naskah, animasi, film, dan efek khusus, dan (d) seni pertunjukan terdiri atas: tablo, tari, musik, dan pantomim. Penggunaan simbol-simbol visual tersebut merupakan suatu usaha untuk memperluas dan memperkaya interpretasi dan respons terhadap karya sastra. Sesuai dengan subjek penelitiannya yaitu siswa sekolah dasar, untuk kepentingan penelitian ini maka simbol-simbol visual yang digunakan dibatasi pada sosiogram dan gambar.

2) Respons verbal adalah bentuk mengapresiasi karya sastra dengan menggunakan kata-kata yang diungkapkan secara lisan dan tulisan. Dalam penelitian ini, respons verbal dalam bentuk tulisan yang diterapkan adalah strategi respons pembaca yang dikemukakan oleh Beach dan Marshall (1991:29).

3) Respons pembaca adalah teori atau strategi sastra kontemporer yang berorientasi pada peranan pembaca yang bertransaksi dengan karya sastra pada saat karya itu dikaji. Strategi respons pembaca terdiri atas tujuh strategi merespons yaitu: (a) menyertakan (engaging), (b) merinci (describing), (c) memahami (conceiving), (d) menerangkan (explaining), (e) menghubungkan (connecting), (f) menafsirkan (interpreting), dan (g) menilai (judging).

(29)

18

model). Model pembelajaran beerpikir induktif dikemukakan oleh Hilda Taba sebagai berikut: (a) formasi konsep (menjabarkan, mengelompokkan, dan mengkategorisasi), (b) interpretasi data (mengidentifikasi, menyelidiki, dan menyimpulkan), dan (c) aplikasi prinsip (memprediksi, menjelaskan, dan menguji).

5) Pembelajaran sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia yang terfokus pada karya sastra (cerita pendek) yang menjadi salah satu genre sastra. Karya sastra yang digunakan adalah cerita-cerita pendek yang ditulis untuk dikonsumsi oleh anak-anak.

6) Sastra merupakan salah satu kompetensi dasar dalam muatan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang wajib diajarkan di sekolah dasar dan menengah. Kurikulum ini menghendaki agar siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengar, menonton, membaca, dan menuliskan pengalaman dalam bentuk cerita dan puisi. Untuk kepentingan penelitian ini, siswa membaca karya sastra serta mengapresiasi cerita yang telah dibacanya secara nonverbal dan verbal. 7) Keterampilan menulis adalah salah satu kemampuan dasar dalam

berbahasa yang harus diajarkan sejak dini. Untuk kepentingan penelitian ini, karya sastra berupa cerita pendek dijadikan sebagai media untuk mengembangkan keterampilan produktif tersebut.

(30)

19

Yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Karya sastra mengandung beragam kosakata sehingga mampu mempertinggi kompetensi berbahasa siswa.

2) Pembelajaran sastra hanya akan bermakna apabila diintegrasikan dengan pembelajaran bahasa.

3) Pembelajaran sastra yang baik dan benar seharusnya lebih menekankan sudut pandang estetik.

4) Pembelajaran sastra yang mengadopsi sudut pandang estetik bermanfaat bagi siswa untuk menjadi penikmat dan pengkaji karya sastra.

5) Pembelajaran sastra bukan pelajaran hafalan dan untuk beroleh kesenangan semata.

6) Pembelajaran sastra mengembangkan keterampilan menulis dan mencerdaskan moral siswa.

7) Pembelajaran sastra mengembangkan aspek kebahasaan, kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.

1.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diungkapkan terdahulu, dapat dikemukakan bahwa model respons nonverbal dan verbal dapat mengembangkan keterampilan menulis siswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

(31)

20

Ha : Rata-rata kemampuan menulis dalam hal merespons cerpen siswa yang menggunakan model pembelajaran respons nonverbal dan verbal lebih tinggi daripada kemampuan merespons cerpen siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

Dari hipotesis alternatif tersebut dijabarkan hipotesis-hipotesis berikut. 1. Model respons nonverbal dan verbal dapat mengembangkan

keterampilan menulis siswa.

2. Model respons nonverbal dan verbal efektif dalam proses belajar-mengajar sastra di SD.

3. Siswa di kelas kuasi-eksperimen menunjukkan peningkatan yang tinggi dalam aspek kebahasaan, kognitif, afektif, dan psikomotor dibandingkan siswa di kelas kontrol.

Pertanyaan penelitian tentang kualitas pembelajaran sastra di SD ASMI Bandung termasuk pencerdasan moral siswa dan langkah-langkah PBM sastra tidak dinyatakan dalam bentuk hipotesis karena tidak diuji secara statistik.

1.7 Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di SD Negeri ASMI Bandung. Lokasi ASMI ini terdiri atas enam SD yang beroperasi pagi dan sore. Semua SD ASMI tersebut mengalami waktu belajar yang bervariasi. SD dengan nomor ganjil beroperasi bersamaan, begitu juga SD dengan nomor genap menjalankan aktivitasnya secara bersamaan pula.

(32)

21

kepala sekolah, 2) KBM, 3) sarana/prasarana sekolah dan 4) partisipasi masyarakat. Sekolah tersebut memiliki perpustakaan dengan cukup banyak mengoleksi buku yang layak dibaca siswa.

Sementara itu, dari enam sekolah (SDN ASMI I, II, III, IV, V, dan VII) populasi tersebut diambil tiga sekolah sebagai sampel penelitian yaitu kelas V SDN ASMI I, III, dan V. Penelitian yang melibatkan 60 siswa diambil dengan menggunakan teknik matching subject yaitu subjek penelitian yang bukan diambil secara acak tetapi dengan cara mencocokkan subjek yang berbeda dalam kelompok kuasi-eksperimen dan kelompok kontrol pada variabel tertentu. Berdasarkan teknik tersebut diperoleh 40 siswa yang dibagi ke dalam dua kelompok yaitu 20 siswa kelas kuasi-eksperimen (SDN ASMI III dan V) dan 20 siswa kelas kontrol (SDN ASMI I). Dengan demikian yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah hasil belajar sastra yang menggunakan simbol-simbol visual dan respons pembaca siswa kelas V SD Negeri I, III, V ASMI Bandung, tahun ajaran 2003/2004.

1.8 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah model pembelajaran sastra dengan cara mengapresiasi karya sastra untuk mengembangkan keterampilan menulis siswa. Tujuan tersebut dicapai dengan cara menguji keefektifan model dengan tes hasil belajar. Sementara itu, tujuan penelitian ini secara spesifik adalah menganalisis dan menjelaskan:

(33)

22

2) penyusunan model pembelajaran sastra, dan

3) kualitas proses belajar mengajar sastra dengan merespons secara nonverbal dan verbal.

Temuan penelitian ini akan dapat memberikan kontribusi yang bersifat teoretis dan praktis dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya dan pembelajaran sastra untuk mengembangkan keterampilan menulis khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah bagi:

1) Para teoretisi pendidikan pada umumnya dan para teoretisi pendidikan bahasa Indonesia khususnya yang dapat dimanfaat sebagai dasar dalam merancang kurikulum dan mengembangkan strategi pembelajaran bahasa Indonesia.

2) Para teoretisi dan praktisi bahasa Indonesia bahwa efektifitas model respons nonverbal dan verbal dapat digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan pendidikan bahasa Indonesia yang lebih dinamis dan fleksibel. Model yang dirancang dalam penelitian ini dapat menambah wawasan para guru bahasa Indonesia untuk memperbaiki program pembelajaran sastra di SD khususnya, sekolah-sekolah menengah umumnya yang selama ini belum mencapai tujuan pembelajaran sastra secara umum yaitu menjadikan siswa penikmat dan pengkaji karya sastra yang baik. 3) Para siswa untuk mengembangkan keterampilan menulis siswa

(34)

23 1.9 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram di bawah ini:

Teori Teori Pembel- Teori

Operasi ajaran Berpikir Sastra

Dasar Induktif

Penelitian ini secara keseluruhan diawali dari latar belakang penelitian hingga rekomendasi penelitian tergambar sebagai berikut.

(35)

24

Apakah model respons nonverbal dan verbal

dalam pembelajaran sastra dapat sastra secara nonverbal dan verbal

(36)

99 BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Penelitian ini disusun secara sistematis berdasarkan prosedur dan tahap-tahap penelitian dimulai dari persiapan hingga penelitian berakhir, sebagai berikut: 1) disain penelitian, 2) penentuan ukuran sampel (subjek penelitian), 3) pengujian kualitas instrumen penelitian, 4) metode pengumpulan data, 5) prosedur penelitian, dan 6) prosedur dan teknik pengolahan data.

3.1 Disain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bernuansa kuantitatif dengan rancangan kuasi-eksperimen. Rancangan ini sangat cocok digunakan di bidang pengetahuan sosial. Menurut Hatch dan Farhady (1982:23) peneliti bidang sosial dihadapkan pada berbagai tingkah-laku manusia, pembelajaran bahasa, dan perilaku bahasa sehingga tidak tepat bila menggunakan rancangan eksperimen murni.

Desain penelitian ini adalah the Matching Only Pretest-Postest Control Group (MOPPCG) sebagaimana yang digambarkan oleh Fraenkel dan Wallen (1993:243) dalam diagram berikut.

Treatment Group 0 M XA 0

Control Group 0 M XB 0

M = Matching Subjects untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol 0 = Pengukuran awal (pretes) dan akhir (postes)

(37)

100 Diagram 3.1 Desain Penelitian

Menurut Fraenkel dan Wallen (1993:243) the matching subject adalah subjek penelitian yang bukan ditetapkan secara acak tetapi dengan cara mencocokkan subjek yang berada dalam kelompok eksperimen dan kontrol pada variabel tertentu. Pencocokan subjek penelitian yang diterapkan pada beberapa variabel tertentu berguna untuk meyakinkan bahwa kedua kelompok ekuivalen dengan variabel tersebut. Pemilihan variabel dicocokkan berdasarkan penelitian terdahulu, teori dan pengalaman peneliti. Anggota dari masing-masing pasangan yang dicocokkan kemudian ditetapkan menjadi kelompok eksperimen dan kontrol secara mekanis (mechanical matching). Kelemahan pencocokan kelompok secara mekanis tersebut adalah: 1) pencocokan tidak dapat lebih dari dua variasi dan 2) pengeliminasian subjek penelitian yang tidak memiliki pasangan. Kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh setelah siswa diberi perlakuan (prates) yang berhubungan dengan variabel dependen. Untuk mengantisipasi kurangnya jumlah siswa di masing-masing kelas, perlakuan prates dilaksanakan di tiga SD ASMI.

Disain ini digunakan untuk menguji keefektifan model respons nonverbal dan verbal dalam pembelajaran sastra untuk mengembangkan keterampilan menulis siswa SD Negeri ASMI kelas V di kota Bandung.

3.2 Penentuan Ukuran Sampel

(38)

101

tentang suatu kelompok besar yang disebut populasi dengan cara mempelajari kelompok yang lebih kecil yaitu sampel. Data yang diperoleh tersebut diharapkan dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikutip dari Gall, Gall, dan Borg (2003:67) berikut.

Quantitative researchers attempt to discover something about a large group of individuals by studying a much smaller group. The larger group that they wish to learn about is called population, and the smaller group they actually study is called a sample. In quantitative research, sampling refers to this process of selecting a sample from a defined population with the intent that the sample accurately represent that population.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini relevan dengan teknik rancangan kuasi-eksperimen (matching design) dimana penyampelan tidak ditentukan secara acak, yaitu sampel bertujuan (purposive sampling). Pertimbangan logis yang diambil penulis ketika memilih sampel jenis ini sebagaimana dinyatakan oleh Fraenkel dan Wallen (1993:75) berikut.

On occasion, based on previous knowledge of a population and the specific purpose of the research, investigators use personal judgement to select a sample. Researchers assume they can use their knowledge of the population to judge whether or not a particuar sample will be representative.

(39)

102

M X1 O Pencocokan Perlakuan Hasil belajar 20 subjek MPRNV (variable de- utk kel eks- penden) perimen

130 siswa 60 siswa Pasangan yg dipilih scr dicocokkan: purposif 40 dari 60 yg dicocokkan

berdsrkan var.

dependen

M X2 O Pencocokan Tanpa Hasil belajar 20 subjek Perlakuan (variabel de- utk kel penden) kontrol

Diagram 3.2

Pengambilan Sampel Penelitian

3.3 Pengujian Kualitas Instrumen Penelitian 3.3.1 Pengujian Validitas Tes

Salah satu karakteristik tes yang baik adalah memiliki tingkat validitas yang baik. Sebuah tes dikatakan sahih bila tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Sebaliknya, bila tingkat validitas tidak teridentifikasi maka terjadi penyalahgunaan tes sebagaimana pernyataan Alderson, Clapham, dan Wall (1995:170) berikut.

One of the commonest problems in test use is test misuse: using a test for a purpose for which it was not intended and for which, therefore, its validity is unknown.

(40)

103

We should also emphasise that it is best to validate a test in as many ways as possible. In other words, on the more different ‘types’ of validity that can be established, the better, and the more evidence that can be gathered for any one ‘type’ of validity, the better.

Sejalan dengan pendapat tersebut, McMillan (1992:100) menyatakan, “…it is best for researchers to have several different types of evidence to be sure the

inferences ….

Pernyataan-pernyataan di atas mengindikasikan bahwa sebuah tes dapat divalidasi dengan banyak cara. Tes tersebut akan berkualitas baik bermacam-macam validitas yang dikonstruksi dan bila banyak fakta yang dapat dikumpulkan dari setiap validitas. Penelitian ini menyeleksi tipe-tipe vaqliditas untuk digunakan sehingga instrumen penelitian berkualitas baik. Validitas yang digunakan adalah validitas rasional (logis) yaitu validitas isi (content validity). Karena tes yang disiapkan untuk diujicobakan kepada siswa sebagai instrumen yang mengukur sebuah model pembelajaran, maka validitas internal inilah yang sangat sesuai untuk digunakan. Hal itu sejalan dengan pendapat Gall, Gall, dan Borg (2003:192),”Content-related validity evidence is particularly important in selecting tests to use in experiments involving the effect of instructional methods on

achievement.

Tes yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan teknik pengujian soal dengan pertimbangan aspek berikut: a) kesesuaian isi soal, 2) keterpahaman soal, 3) kelogisan soal, dan 4) keterwakilan soal (Fraenkel dan Wallen,1990:128).

(41)

104

mengembangkan keterampilan menulis yang awalnya terdiri atas 20 soal uraian, terdapat butir-butir soal yang harus diperbaiki (nomor 1) dan dihilangkan (nomor 10, 11, dan 16). Ke empat butir soal tersebut sangat sulit dipahami oleh subjek penelitian yang masih duduk di bangku SD. Soal nomor 1 diperbaiki dan dipindahkan ke nomor 13. Soal tersebut belum memiliki validitas isi sehingga perlu diperbaiki sebelum digunakan.

3.3.2 Pengujian Reliabilitas

Menurut Fraenkel dan Wallen (1993:133), “Reliability refers to the consistency of the scored obtained.” Reliabilitas tes yang bersifat subjektif (esei atau uraian) dapat diukur dengan mengorelasikan nilai yang diberikan oleh dua atau lebih penilai kepada siswa yang sama dan dengan mengorelasikan nilai yang diberikan oleh penilai yang sama pada waktu yang berbeda. Kedua cara tersebut dilaksanakan karena karena banyak faktor yang dapat menyebabkan penilaian tes yang subjektif tidak reliabel atau konsisten (Alderson, Clapham, dan Wall, 1995:89). Berbeda dengan pengukuran reliabilitas tes objektif, pengukuran reliabilitas tes subjektif dilakukan oleh penilai (rater). Meskipun demikian, para penilai harus diberi pelatihan. Pelatihan tersebut dapat membuat mereka lebih berkompetensi dan percaya diri sebagaimana yang dikemukakan oleh Alderson, Clapham, dan Wall (1995:128)berikut, “Training will help examiners to understand the rating scales that they must employ and should prepare them to

deal with many problems ….

(42)

105

penilaian sentral (central marking) yang terdiri atas sampling by the examiner leader, reliability scripts, dan routine double-marking dan routine double-marking

dan 2) penilaian alternatif (alternative marking) seperti penilaian di rumah penilai dan penilaian di pusat-pusat ujian (Alderson, Clapham, dan Wall. 1995:129-134).

Reliabilitas tes hasil belajar pembelajaran sastra untuk mengembangkan keterampilan menulis siswa kelas V SD Asmi Bandung menggunakan metode penilaian sentral yaitu routine double-marking seperti yang direkomendasikan Alderson, Clapham, dan Wall (1995:135) berikut, “That is why we recommend routine double-marking in the majority of circumstances: this system allows

examiners to differ ….” Mereka lebih jauh menyatakan bahwa masalah yang muncul dalam tes bahasa adalah beda pendapat antara para penilai tentang kualitas performansi tes seorang siswa mungkin agak logis. Pernyataan tersebut memfasilitasi peneliti untuk memilih inter-rater reliability dalam menilai hasil tes siswa karena diukur dengan cara mengorelasi nilai-nilai yang diberikan oleh dua penilai kepada siswa yang sama.

Sebelum mengerjakan tes menulis, siswa menjawab tes uraian yang mempermudah mereka dalam menyusun jawaban menjadi sebuah tulisan yang tersusun dalam beberapa paragraf. Untuk mengukur reliabilitas soal bentuk uraian tersebut digunakan rumus Alpha sebagai berikut.

2

Σσ

r11 = n 1 - I

n-1 2

σ

(43)

106 r11 = reliabilitas yang dicari

Σσ = jumlah varian skor tiap item

σ = varian total

(Arikunto, 1992:104)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah; tes, kuesioner, observasi, dan model mengajar.

3.4.1 Tes

Tes digunakan untuk menjaring data atau informasi tentang hasil belajar pembelajaran sastra dengan model respons nonverbal dan verbal (lampiran 7).

Tes hasil belajar (achievement test) telah diujicobakan. Instrumen tersebut telah memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas setelah melalui tahap revisi dan diujicobakan lagi. Tes itu kemudian digunakan untuk mengukur kemampuan awal siswa merespons cerpen dan kemampuan akhir setelah PBM berakhir. Aspek-aspek yang diukur dalam tes tersebut mencakup Aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotor, dan substansi.

(44)

107

membuat kalimat. Kriteria penilaian Purves, dkk. terdiri atas delapan kriteria yaitu recreating atau performing berupa gambar, valuing, generalizing, evaluating, interpreting, analyzing, describing, dan personalizing.Kriteria tersebut mencakup tiga ranah taksonomi Bloom (kognitif, afektif, dan psikomotor), aspek substansi, strategi respons pembaca dan simbol-simbol visual.

Secara kualitatif, hasil belajar siswa berupa tes kemampuan menulis diukur dengan menggunakan skala holistik (holistic scale) atau skala impresif (impression scale) untuk prates dan pascates. Alderson (1995:108) mengemukakan hal berikut.

When examiners use this type of scale, they are asked not to pay too much attention to any particular aspect of the candidate’s production, but rather to make a judgement of its overall effectiveness.

Tabel 3.1 Skala Holistik

Skor Tingkatan Patokan dalam penulisan

18-20 Baik sekali Tulisan dengan sangat sedikit kesalahan dan wujud dari tulisan lengkap

16-17 Lebih dari baik Lebih dari sekedar kalimat sederhana dengan kosakata dan struktur kalimat yang baik

12-15 Baik Tulisan sederhana tetapi wujudnya akurat dengan tidak banyak kesalahan

8-11 Cukup Tulisan secara logis benar tetapi kaku dan tidak komunikatif dengan beberapa kesalahan yang cukup fatal

5-7 Jelek Baik kosakata dan tata bahasa kurang mencukupi

(45)

108

Sumber: Diadaptasi dari UCLES International in EFL General Handbook

(Alderson, 1995:108)

Dalam penilaian respons siswa, penggunaan skala di atas relevan dengan pendapat Purves, dkk. (1990:142) berikut.

Impressionistic response writing can be the loosest, freest form of writing in any context. …We need to add that we can write impressionistically in order to learn, to convey emotions, to imagine, or to inform just as we can write for these purposes when the focus is on the text itself.

3.4.3 Observasi

Gall, Gall, dan Borg (2003:255) menekankan bahwa menentukan variabel-variabel yang diteliti untuk kepentingan observasi merupakan hal utama yang lebih dulu dilakukan pada penelitian yang bernuansa kuantitatif. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan mereka berikut, “In a quantitative research study, the first step observation is to define the variables that are to be observed. Variabel independen yang diteliti dalam penelitian ini adalah model respons nonverbal dan verbal dalam pembelajaran sastra dan pengembangan keterampilan menulis siswa SD sebagai variabel dependen. Metode yang dilaksanakan dalam observasi ini adalah metode langsung.

(46)

109

tersebut dikonstruksi oleh penulis karena observasi standar tentang model MPRNV belum tersedia. Lembar observasi (a paper- and- pencil form) yang dikembangkan untuk mengakomodir ragam variabel pengamatan, diujicobakan terlebih dahulu untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan instrumen.

Observasi dilaksanakan untuk mengamati dan mencatat kualitas PBM MPRNV di kelas eksperimen. Observasi tersebut berupa matriks yang berisi aspek-aspek PBM dengan rincian deskriptor dan indikator. Instrumen penelitian ini disusun berdasarkan masalah penelitian, definisi operasional variabel dan rangkaian kegiatan dalam model pembelajaran di kelas eksperimen. Berikut ini tabel kegiatan pembelajaran yang diperoleh melalui observasi yang terdiri atas lembar observasi guru dan lembar observasi siswa.

Tabel 3.2

Lembar Observasi Kegiatan Guru

Strategi Tahap Kegiatan Pembelajaran Indikator

(47)

110

Strategi Tahap Kegiatan Pembelajaran Indikator

(48)

111 3 Menyertakan perasaan 1. Perasaan

2. Pikiran 3. Imajinasi 4 Merinci informasi 1.Tokoh cerita

2. Latar cerita 7 Menghubungkan cerita 1.Pengalaman

pribadi 2. Cerita lain 3. Film yg

per-nah ditonton 8 Menafsirkan data 1.Mengungkap

kan tema 2.Mengidenti-

fikasi kata yg penting

9 Menilai data Mengeluarkan

(49)

112

Untuk memvalidasi hasil observasi maka dilakukan triangulasi yang memberi peluang kepada penulis untuk mengecek-silang data (Merriam, 1988; Miles dan Huberman, 1994; Maxwell, 1996; Sastradipoera, 2005)

3.4.4 Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang proses belajar MPRNV dari siswa yang menjadi sampel penelitian. Instrumen kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tentang kualitas proses belajar sastra di SD ASMI Bandung.

Aspek-aspek yang dijaring mencakup tujuan pembelajaran sastra dan kemampuan siswa dalam merespons cerita baik secara verbal maupun nonverbal. Tabel berikut adalah aspek-aspek yang dijaring dalam kuesioner.

Tabel 3.4

Kuesioner untuk Siswa

No Aspek yang digali

Kategori Ya/ % Tidak

1 Membaca cerpen membuat saya menjadi lebih senang membaca.

2 Membaca cerpen membantu saya untuk menulis. 3 Membaca cerpen membantu saya untuk mengetahui

budaya/adat istiadat yang berbeda-beda.

4 Membaca cerpen membuat saya lebih memahami perasaan orang lain.

(50)

113

seperti yang dilakukan oleh tokoh cerita.

6 Saya sangat menikmati cerpen-cerpen yang telah dibaca.

7 Saya dapat merespons dengan mudah cerpen-cerpen yang telah saya baca.

8 Cerpen-cerpen yang telah saya baca sangat menarik. 9 Cerpen-cerpen yang telah saya baca sangat akrab

dengan kehidupan anak-anak.

10 Cerpen yang telah saya baca isinya sesuai untuk dibaca anak-anak.

11 Cerpen yang saya baca tidak bergambar. Saya senang menggambar salah satu dari adegan cerita. 12 Dengan membuat sosiogram, saya dapat mengetahui

hubungan antar-tokoh dengan jelas sehingga saya memahami jalan ceritanya.

13 Setelah membaca cerpen, saya dapat menyertakan perasaan, pikiran dan imajinasi saya ke dalam masalah yang dihadapi oleh tokoh cerita.

14 Setelah membaca cerpen, saya dapat merinci tokoh cerita, latar cerita, tema cerita, alur cerita dengan mudah.

15 Setelah membaca cerpen, saya dapat memahami tindakan tokoh cerita.

16 Setelah membaca cerpen, saya dapat menjelaskan tindakan yang dilakukan oleh tokoh cerita.

17 Setelah membaca cerpen, saya dapat menghubungkan pengalaman saya, buku cerita yang pernah saya baca dan film yang pernah saya tonton. 18 Setelah membaca cerpen, saya dapat menafsirkan

makna cerita

19 Setelah membaca cerpen, saya dapat memberi penilaian terhadap cerita tersebut.

20 Saya dapat menjawab atau merespons cerpen tersebut karena dibantu oleh pertanyaan pemandu. 21 Tanpa pertanyaan pertanyaan pemandu, saya

merasa kesulitan mengungkapkan pendapat, menyertakan perasaan terhadap cerita yang telah saya baca.

22 Penjelasan guru tentang cara merespons secara verbal dan nonverbal cukup jelas sehingga saya dapat mengungkapkan pendapat dan pikiran saya secara tertulis.

(51)

114

24 Cerpen-cerpen yang telah saya baca isinya sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan mudah dimengerti. 25 Pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan mudah

dimengerti dan tidak sulit untuk dijawab.

26 Jumlah pertanyaan terlalu banyak sehingga saya terlambat untuk mengumpulkan karangan kepada guru.

27 Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengajak otak saya untuk berpikir sehingga menghasilkan jawaban yang sesuai dengan kemampuan saya.

28 Selain menjawab pertanyaan, saya suka membuat gambar sebagai wujud apresiasi saya terhadap cerita yang dibaca dan merupakan kegiatan yang menyenangkan.

29 Selain menjawab pertanyaan, saya suka membuat sosiogram sehingga saya dapat mengetahui hubungan antara tokoh cerita yang satu dengan tokoh cerita yang lain dan memahami jalan ceritanya.

30 Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dengan jawaban panjang tersebut membuat saya bisa mengarang.

3.4.5 Model Pembelajaran

Model pembelajaran yang diujicobakan dalam penelitian ini adalah model respons nonverbal dan verbal (MPRNV) dalam pembelajaran sastra untuk mengembangkan keterampilan menulis.

(52)

115

model pada umumnya dan model pembelajaran khususnya bahwa disain suatu model pembelajaran terdiri atas tiga hal utama yaitu: 1) bahan, 2) struktur, dan 3) fungsi.

3.4.5.1. Orientasi Model

Ditinjau dari segi bahan, model pembelajaran sastra yang dapat mengembangkan keterampilan menulis menggunakan cerpen sebagai media pembelajaran. Model ini merupakan representasi abstrak dari proses berpikir induktif, respons nonverbal dan verbal, operasi dasar yang kongkrit dan ranah-ranah dalam taksonomi Bloom, teori-teori sastra dan teori-teori menulis. Pada hakekatnya, model ini merupakan abstraksi selektif dari realita. Teori-teori yang dipakai dalam pemrosesan model pembelajaran sastra tersebut diseleksi secara khusus dengan cara mengidentifikasi bagian-bagian tertentu dari teori-teori tersebut, yang betul-betul mendukung terwujudnya model pembelajaran yang signifikan dan membantu proses belajar-mengajar sastra. Penyusunan MPRNV berdasarkan bahan atau materi tersebut merupakan salah satu unsur pembangun model. Artinya model tersebut telah memenuhi karakteristik utama model mengajar yakni orientasi model.

(53)

116

memfasilitasi siswa untuk menikmati karya sastra, tetapi mampu mengembangkan keterampilan berbahasa terutama menulis.

Pendekatan respons nonverbal dan verbal berkaitan erat dengan teori-teori yang berbasis stimulus atau rangsangan. Respons siswa terhadap karya sastra berhubungan erat dengan teori psikologi behavioris dan teori stimulus– respons (Teori S-R). Menurut Richard, Hatt, dan Platt (1992:37) teori psikologi behavioris adalah suatu psikologi tentang perilaku manusia dan hewan yang dapat dikaji dalam kaitannya proses-proses fisik. Teori tersebut mengarah pada teori pembelajaran yang menjelaskan bagaimana suatu peristiwa eksternal (stimulus) menyebabkan suatu perubahan dalam perilaku individu (respons) tanpa menggunakan konsep-konsep seperti “pikiran” atau “gagasan.”

Sementara itu, Teori S-R adalah suatu teori pembelajaran yang mendeskripsikan pembelajaran sebagai pembentukan asosiasi-asosiasi di antara respons-respons. Stimulus adalah penyebab timbulnya reaksi atau perubahan, sedangkan respons adalah perilaku yang ditimbulkan sebagai suatu reaksi yang terjadi atau yang tidak terjadi lagi.

(54)

117

pembaca dengan dengan suatu cerita. Proses membaca dan merespons bersifat aktif. Pembaca yang mengantisipasi, mengingat, menyimpulkan, merefleksi, menginterpretasi, dan menghubungkan dalam proses membaca dapat memperoleh respons yang dinamis dan terbuka bagi perubahan.

(55)

118

Respons verbal (respons pembaca) muncul dalam ilmu sastra pada tahun 1960-an. Respons tersebut memfokuskan diri pada pembaca dalam membaca karya sastra. Hal ini mengisyaratkan adanya suatu teori kajian sastra. Menurut teori respons pembaca, kreativitas dan produktivitas pembaca sangat menentukan sebuah teks. Dengan demikian tak satu makna pun yang dianggap tepat secara mutlak. Munculnya respons pembaca merupakan reaksi yang keras dari masyarakat pembaca yang sudah memudar rasa percayanya terhadap pendekatan strukturalisme yang menyoroti teks semata dan mengabaikan faktor pembaca. Meskipun demikian, pendekatan ini masih sangat dibutuhkan oleh pendekatan respons pembaca karena mustahil sekali memahami suatu karya sastra tanpa memaknainya secara struktural.

(56)

119

Sementara itu, teori tentang menulis yang melatarbelakangi terciptanya model pembelajaran sastra tersebut adalah teori-teori yang didefinisikan oleh Matlin, Syafi’i, dan Dixon. Fokus dari penelitian ini adalah keterampilan menulis yang dikembangkan melalui pembelajaran sastra. Menulis didefinisikan oleh Matlin (1994:316) sebagai “a cognitive task that is both difficult and time consuming.” Menulis merupakan aktivitas mental yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Ketika menulis orang berpikir keras, mencoba merangkaikan kata-kata. Selain itu, menulis merupakan kegiatan yang sangat menyita waktu. Senada dengan Matlin, Syafi’ie (1988:167) menyatakan hal berikut.

Menulis memerlukan konsentrasi pikiran, perasaan dan kemauan kita. Secara fisik, menulis juga memerlukan kemampuan fisik yang baik. Oleh karena itu, untuk menulis suatu karangan diperlukan kesungguhan dalam mengerjakannya.

Sehubungan dengan aplikasi model berpikir induktif ke dalam MPRNV untuk mengembangkan keterampilan menulis, Syafi’ie (1988:182) menambahkan, “Salah satu kemampuan yang harus dipunyai oleh seorang penulis adalah kemampuan berpikir logis.” Kemampuan berpikir logis tersebut dalam pembelajaran sastra dilatihkan kepada siswa dengan menerapkan strategi respons pembaca. Dalam pelaksanaannya, guru menuntun siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah ke strategi tersebut.

(57)

120

hubungan sosial di antara mereka. Proses interaksi yang demikian sangat dibutuhkan dalam penerapan model MPRNV.

Model respons nonverbal dan verbal yang menggabungkan dimensi visual dan respons pembaca berorientasi pada teori Hilda Taba (Basic Inductive Model) teori Strickland (Operasi Dasar), dan taksonomi Bloom (ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor). Menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2000:6) model induktif dasar termasuk ke dalam kelompok the Information-Processing Family Models. Model yang dikembangkan oleh Hilda Taba ini diadaptasi dari karyanya pada tahun 1966 dan beberapa karya ahli lainnya seperti Schwab (1965), Tennyson dan Cocchiarella (1986) Model pembelajaran berpikir induktif dirancang untuk memperbaiki kemampuan siswa dalam menerima informasi dan membantu mengembangkan proses-proses mental induktif, terutama kemampuan mengkategorisasi dan menggunakan kategori-kategori. Dengan kata lain, kontribusi dari model Taba ini adalah bagaimana siswa dapat menemukan dan mengorganisir informasi serta menciptakan dan menguji-coba hipotesis yang mendeskripsikan hubungan antara serangkaian data yang diperoleh. Model ini menjadi landasan utama pembelajaran sastra yang diujicobakan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, Matlin (1994:2) dalam bukunya yang berjudul Cognition

(58)

121

penalaran, refleksi dan wawasan. Setiap proses sangat penting dan berkaitan erat dengan pemahaman dan apresiasi karya sastra. Pemilihan dan pengalaman sastra secara cermat dapat merangsang proses-proses kognitif yang dapat mendorong pertukaran gagasan lisan dengan perkembangan proses berpikir. Proses mental tersebut digunakan dalam berpikir, mengingat, merasakan, mengenal, dan mengklasifikasi. Operasi-operasi dasar yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran sastra adalah mengamati, membandingkan, mengklasifikasi, menghipotesiskan, mengorganisasikan, merangkumkan, menerangkan, dan mengritik (Strickland, 1977 dalam Tarigan, 1995:39).

(59)

122

keterampilan, konsep, informasi atau gagasan-gagasan dari bacaan sastra. Kegiatan mengritik memberi peluang kepada siswa untuk tidak menerima begitu saja informasi atau gagasan yang tertuang di dalamnya. Mereka dapat menilai atau mengevaluasi secara kritis apa yang mereka baca.

(60)

123

sebagai pusat untuk memahami proses-proses berpikir yang terjadi dalam beberapa tahap.

Selain ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotor merupakan bentuk tingkah laku siswa yang sangat krusial dalam proses belajar mengajar. Simpson dalam Arikunto (1992:112) melengkapi domain yang terakhir dari taxonomi Bloom yang menurutnya sangat bermanfaat dalam pembelajaran di tingkat dasar. Lebih jauh, ia mengatakan bahwa tindakan atau tingkah laku manusia merupakan satu keutuhan, tidak dapat dipisah-pisahkan dari wujud manusia itu sendiri karena manusia merupakan satu kebulatan. Ranah kognitif yang terdiri atas pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi didasarkan atas fakta benar atau salah dan informasi yang akurat. Ranah afektif berhubungan dengan respons siswa berupa pandangan atau pendapat dan sikap atau nilai, sedangkan ranah psikomotor berkaitan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Ketiga ranah tersebut dapat disajikan secara utuh dalam pembelajaran sastra. Ranah kognitif dan ranah afektif termasuk ke dalam respons verbal. Sementara itu, ranah psikomotor merupakan bagian dari respons nonverbal yaitu tingkat yang terakhir,

Nondiscoursive Communication yang menurut Harrow dalam Arikunto (1992:121) adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan gerakan nonverbal seperti ekspresi wajah dan gerak tubuh. Namun, untuk kepentingan model pembelajaran sastra ini, ranah psikomotor tidak terlalu diutamakan karena respons nonverbal yang digunakan dibatasi pada gambar dan sosiogram.

(61)

124

Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2000:135) semua model mengajar mengandung unsur model berikut: (1) rangkaian kegiatan (syntax), (2) sistem sosial (social system), (3) prinsip reaksi (principle of reaction), (4) sistem penunjang (support system), dan (5) dampak instruksional dan penyerta (instructional and nurturant effect). MPRNV mencakup semua unsur model tersebut.

3.4.5.2.1 Rangkaian Kegiatan

Unsur kegiatan atau sintaksis merujuk pada rincian atau tahapan kegiatan model sehingga fase-fase kegiatan model tersebut teridentifikasi dengan jelas. Unsur kedua pembangun model MPRNV ini adalah proses belajar-mengajar sebagai struktur model pembelajaran. PBM MPRNV yang tersusun atas prates, tahap-tahap pembelajaran, dan postes menempuh strategi berikut:

1. Tahap pertama: Siswa dihadapkan pada sebuah cerita pendek sebagai masalah yang harus diselesaikan. Siswa menyerap informasi tentang respons nonverbal dan verbal.

2. Tahap kedua: Siswa membaca cerita pendek dan memberi penilaian terhadap data informasi dengan cara dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada respons secara nonverbal dan verbal. Dalam tahap ini siswa dapat menggambarkan isi cerita dengan bantuan sosiogram dan gambar.

Gambar

Grafik Normaliats Hasil Prates Kelompok  Kuasi-Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Tabel 3.1 Skala Holistik
Tabel 3.2  Lembar Observasi Kegiatan Guru
Tabel 3.3 Lembar Observasi Kegiatan Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,. Universitas

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kriteria kreativitas belajar IPS yang tinggi melalui pendekatan inkuiri siswa kelas 4 SDN Bandunggede 02 Kecamatan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, hidayah dan taufiq-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan

The principles of teaching reading in English lesson of senior high school students according to KTSP are important in this study since the writer designs reading materials for

Tugas dosen wali yang nama-namanya tercantum dalam lampiran surat. keputusan

Bahwa untuk terlaksananya bimbingan dan pengarahan tersebut, pada FISIP Universitas Andalas perlu ditunjuk staf pengajar sebagai penasehat akademik (PA) FISIP untuk.. semester ganjil

OUTBOUND SEBAGAI STRATEGI D ALAM MENUMBUHKAN MINAT BELAJAR ANAK USIA D INI PAUD AN -NUUR Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu.. DAFTAR

In detail all the starting materials, equipment and all processing, packaging, sampling and testing instructions. Procedures: Also known as SOPs, give directions for