TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
ROSMANITA NIM. 1202637
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA (S2) SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
DAN PENURUNAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA SMP (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa di Salah Satu SMP Negeri di Rokan Hulu)
Oleh ROSMANITA
M.Pd Pascasarjana UPI Bandung, 2014
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika
© Rosmanita, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Rosmanita (2014), Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Penurunan Kecemasan Matematika Siswa SMP.
Salah satu kemampuan matematis yang diharapkan dapat dimiliki dengan baik oleh siswa SMP adalah kemampuan pemahaman matematis. Oleh karena itu, sangat diharapkan siswa SMP dapat memiliki kemampuan pemahaman matematis yang baik, namun tidak begitu pada kenyataannya. Salah satu faktornya adalah kecemasan matematika. Hal inilah yang mendasari pelaksanaan penelitian ini. Oleh karena itu, pembahasan pada penelitian ini terkait dengan peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan kecemasan matematika siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe the power of two
dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Selain itu, mengingat adanya keterkaitan antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa, maka dikaji pula hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VII salah satu SMP Negeri di Rokan Hulu Riau. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe the power two terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan kecemasan matematika siswa SMP. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Teknik pengambilan sampel purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa pretes, postes, lembar observasi, wawancara dan angket skala kecemasan matematika siswa. Pengolahan data ini menggunakan bantuan SPSS 16 dan Ms. Excel. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional; (2) Kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional; (3) Terdapat hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.
ABSTRACT
Rosmanita (2014), The Influence of Cooperative Learning Model, The Power of Two Type Toward The Enhancement of Mathematical Understanding Ability and Mathematical Anxiety Reduction of Junior High School Students
One of mathematical ability which is hoped can be possessed well by Junior High School students is mathematical understanding ability. Therefore, it is hoped that Junior High School students can posses good mathematical understanding ability, but in reality, it is not such a case. One of factor is mathematical anxiety. This is which underlie the implementation of this study. Therefore, the discussion in this
study related with the enhancement of student’s mathematical understanding ability and student’s mathematical anxiety reduction between students who get cooperative learning, the power of two type and students who get conventional
learning. In addition, because there is relatedness between student’s mathematical
understanding ability and mathematical anxiety, the relation between student’s mathematical understanding ability and mathematical anxiety is studied also. Subject in this study are students of class VII from one of Public Junior High School in Rokan Hulu Riau. The aim of this study is to analyze the influence of cooperative learning model, the power two type toward the enhancement of mathematical understanding ability and mathematical anxiety reduction of Junior High School students.The method which is used is quasi experiment with non equivalent control group design.The sampling technique is purposive sampling. Instruments used are pretest, posttest, observation sheet, interview and
questionnaire of student’s mathematical anxiety reduction. Data processing use
the aid of SPSS 16 and Ms. Excel. Results of study which are obtained are: (1) The enhancement of mathematical understanding ability of students who get cooperative learning, the power of two type is better than students who get learning conventionally; (2) Mathematical anxiety of students who get cooperative learning, the power of two type is lower than students who get learning conventionally; (3) There is negative relation between student’s
mathematical understanding ability and student’s mathematical anxiety.
Halaman
1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis... 41
2. Instrumen Kecemasan Matematika... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 62
1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemahaman Matematis ... 63
2. Hasil Penelitian Kecemasan Matematika ... 70
3. Hubungan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika ... 74
B. Pembahasan ... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
Halaman
Tabel 2.1 Langkah- langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 26
Tabel 3.1 Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 42
Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 43
Tabel 3.3 Validitas Soal Tes Kemampuan Pemahaman ... 44
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 45
Tabel 3.5 Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 45
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 46
Tabei 3.7 Daya Pembeda Soal Tes ... 46
Tabei 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran... 47
Tabei 3.9 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 47
Tabel 3.10 Kesimpulan Hasil Ujicoba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 48
Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika ... 49
Tabel 3.12 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 53
Tabei 3.13 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian ... 61
Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Kemampuan Pemahaman Matematis ... 63
Tabel 4.2 Rerata Skor Pretes, Postes dan N-gain Kemampuan
Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Kecemasan Matematika ... 72
Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Kecemasan Matematika .... 73
Tabel 4.13 Hasil Uji t Skor Kecemasan Matematika ... 74
Tabel 4.14 Hasil Uji Korelasi Pearson Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika Siswa Kelas TPOT... 75
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Diagram Alur Pembelajaran the power of two ... 29
Gambar 3.1 Diagram Prosedur Penelitian ... 60
Gambar 4.1 Siswa Sedang Menemukan Rumus Keliling Bangun Segiempat... 79
Gambar 4.2 Siswa Sedang Menyampaikan Ide dan Pemikirannya di Depan Kelas ... 80
Gambar 4.3 Kegiatan Siswa di Kelas Konvensional... 81
Gambar 4.4 Jawaban Postes Siswa Kelas TPOT Soal Nomor 2 ... 83
elajaran ... 109
Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127
Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133
Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139
Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen 140 Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141
Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142
Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145
Lampiran C.5 Data Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking ... 148
Lampiran C.6 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru ... 150
Lampiran C.7 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa ... 151
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 152
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Koneksi Matematis ... 163
Lampiran E.1 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI ... 174
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A.1 Silabus Bahan Ajar... 99
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 102
Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa... 127
Lampiran A.4 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Pemahaman Matematis ... 147
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Matematis 151 Lampiran A.6 Kisi-Kisi Skala Kecemasan Matematika... 154
Lampiran A.7 Pedoman Observasi Kegiatan Guru dan Siswa... 162
Lampiran A.8 Pedoman Wawancara untuk Siswa ... 166
Lampiran B.1 Skor Uji Coba Tes Pemahaman Matematis... ... 168
Lampiran B.2 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman Matematis.... 170
Lampiran B.3 Skor Uji Coba Kecemasan Matematika ... 173
Lampiran B.4 Succesive Interval Uji Coba Kecemasan Matematika ... 175
Lampiran B.5 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika ... 179
Lampiran C.1 Data Pretes, Data Postes dan N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas TPOT... 181
Lampiran C.2 Data Pretes, Data Postes dan N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas Kontrol... 182
Lampiran C.3 Perhitungan Data dan Uji statistik data Pretes, data Postes dan N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis... 183
Lampiran C.4 Data Kecemasan Matematika Kelas Konvensional ... 187
Lampiran C.5 Hasil Succesive Interval Kecemasan Matematika Kelas Konvensional ... 189
Lampiran C.6 Data Kecemasan Matematika Siswa Kelas TPOT... 192
Lampiran C.7 Hasil Succesive Interval Kecemasan Matematika Kelas TPOT... 194
Lampiran C.8 Perhitungan Data dan Uji statistik Data Skor Kecemasan Matematika... 197
Lampiran C.9 Hasil Uji Korelasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika Kelas TPOT dan Kelas Konvensional... 202
Lampiran C.10 Hasil Obsevasi Aktivitas Guru dan Aktivitas Siswa... 203
Lampiran D.1 Foto- foto Aktivitas Siswa Kelas TPOT... 208
Lampiran D.2 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI... 210
Lampiran D.3 Surat Permohonan Izin Melakukan Observasi... 212
BAB 1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kegiatan pembelajaran matematika merupakan bagian dari proses
pendidikan di sekolah dan bermanfaat dalam setiap aspek kehidupan.
Pembelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2)
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006).
Tujuan pembelajaran matematika diajarkan di sekolah pada butir pertama
mengisyaratkan bahwa kemampuan pemahaman konsep marupakan syarat untuk
mencapai kemampuan pemecahan masalah, sehingga kemampuan pemahaman
matematis memiliki peran penting dalam membentuk dan menunjang
kemampuan-kemampuan matematis yang lainnya. Sejalan dengan pendapat
Sumarmo (2003) menyatakan bahwa pemahaman matematis penting dimiliki
siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah
dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan guna meningkatkan
kemampuan pemahaman matematis siswa, namun hasilnya masih belum
maksimal. Penelitian Lestari (2008) menyatakan bahwa dari hasil deskripsi
jawaban soal tampak siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
soal-soal untuk pemahaman relasional. Studi yang dilakukan Priatna (2003)
mengenai kemampuan pemahaman, diperoleh temuan bahwa kualitas kemampuan
pemahaman konsep berupa pemahaman instrumental dan relasional masih rendah
yaitu sekitar 50% dari skor ideal. Penelitian Sunardja (2009) menyebutkan bahwa
kemampuan pemahaman siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol
belum tuntas secara klasikal.
Rendahnya kemampuan matematis siswa dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor. Salah satu diantaranya adalah kecemasan matematika siswa. Penelitian
Anita (2011) mengungkapkan bahwa tinggi rendahnya kemampuan berpikir
matematis siswa dapat dipengaruhi oleh kecemasan matematika yang sering
disebut mathematics anxiety.
Kecemasan matematika menurut Reys, dkk (dalam Dahlan, 2011) adalah
ketakutan terhadap matematika atau prasangka negatif tentang matematika.
Nugraha (dalam Dahlan, 2011) memberikan pengertian bahwa cemas pada
matematika berarti cemas pada mata pelajaran matematika dan yang berhubungan
dengannya, seperti cemas tidak mengerjakan soal, cemas pada saat ditanya oleh
guru. Matematika sering dianggap sebagai momok, dipersepsikan sebagai
pelajaran yang sulit oleh sebagian anak. Anak merasa deg-degan, cemas dan takut
setiap kali mengikuti pelajaran matematika di sekolah. Bahkan ada anak yang
karena begitu takutnya terhadap matematika, sampai mandi keringat ketika
diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis.
Kecemasan merupakan suatu kondisi yang hampir pernah dialami oleh
semua siswa. Ketika kecemasan matematika itu sudah berlebihan, maka akan
menghambat siswa dalam belajar dan mengembangkan kemampuan
matematisnya. Kecemasan matematika ini layak mendapatkan perhatian,
khususnya yang terjadi pada siswa di Indonesia. Berdasarkan data PISA 2006,
matematika cukup tinggi (Tim, 2010). Anita (2011) dalam penelitiannya tentang
kecemasan matematika siswa SMP juga menyatakan bahwa tingkat kecemasan
yang paling tinggi dialami siswa adalah kecemasan terhadap ujian matematika.
Artinya kecemasan matematika pada diri siswa sangat menghawatirkan.
Mengingat cukup tingginya tingkat kecemasan siswa pada pelajaran matematika
Sumardyono (2011) menyarankan bahwa perlu dilakukan penelitian yang
komprehensif terkait dengan kecemasan matematika karena gejala ini merupakan
umum dan nyata yang mempengaruhi perkembangan belajar siswa.
Banyak faktor pemicu timbulnya kecemasan matematika pada siswa.
Trujillo & Hadfield (dalam Peker, 2009) menyatakan bahwa penyebab kecemasan
matematika dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu faktor kepribadian,
lingkungan dan faktor intelektual. Faktor kepribadian misalnya kepercayaan diri
yang rendah, perasaan takut akan kemampuan dirinya. Faktor lingkungan
misalnya kondisi saat proses belajar mengajar yang tegang, orang tua yang
memaksakan anak-anaknya untuk pandai dalam matematika. Selanjutnya adalah
faktor intelektual. Timbulnya kecemasan matematika juga disebabkan oleh
pandangan negatif terhadap matematika. Cockrof (dalam Wahyudin, 1999)
menyatakan bahwa pandangan negatif ini menjadikan matematika masih dianggap
pelajaran yang sulit untuk dipelajari.
Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kecemasan matematika
memiliki hubungan dengan prestasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Ma
(dalam Zakaria & Nordin, 2007) ada hubungan antara kecemasan matematika
dengan prestasi siswa dalam matematika. Senada dengan pendapat di atas Clute &
Hembree (dalam Vahedi & Farrokhi, 2011) menemukan bahwa siswa yang
memiliki tingkat kecemasan yang tinggi memiliki prestasi belajar matematika
yang rendah. Selanjutnya, kecemasan matematika merupakan salah satu faktor
yang memiliki hubungan negatif dengan prestasi belajar siswa. Penelitian serupa
juga dilakukan oleh Daneshamooz, Alamolhodaei & Darvishian (2012)
mengemukakan bahwa kecemasan matematika berkorelasi negatif dengan kinerja
Hellum-Alexander (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa
kecemasan matematika berpengaruh terhadap kemampuan matematis siswa dan
termasuk didalamnya adalah kemampuan pemahaman matematis. Sejalan dengan
itu, Arem (dalam Zakaria dkk, 2012) menyatakan bahwa siswa dengan kecemasan
matematika yang tinggi cenderung kurang percaya diri dalam memahami konsep
matematis. Penelitian Zakaria dkk (2012) juga menunjukkan bahwa siswa yang
berprestasi memiliki tingkat kecemasan matematika yang rendah, sedangkan
siswa yang kurang berprestasi memiliki kecemasan matematika yang tinggi. Hal
ini dikarenakan siswa berprestasi memiliki pemahaman matematis dan
kepercayaan diri yang lebih baik dibandingkan siswa yang kurang berprestasi.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kemampuan pemahaman siswa
SMP di Indonesia masih tergolong rendah dan tingkat kecemasan matematika
siswa sangat tinggi serta adanya korelasi negatif antara kemampuan pemahaman
dan kecemasan matematika, perlu diadakannya suatu upaya untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman dan menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa.
Upaya-upaya peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan
kecemasan matematika siswa tersebut erat kaitannya dengan proses pembelajaran,
seperti cara guru mengajar, cara menyajikan materi, pendekatan pembelajaran,
jenis soal yang biasa diberikan kepada siswa untuk diselesaikan, keterlibatan
siswa dalam pembelajaran, serta faktor-faktor lainnya.
Turmudi (2009) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang selama
ini disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif, artinya siswa hanya
memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat
dikatakan rendah. Kegiatan belajar seperti ini cenderung membuat siswa hanya
meniru dan menghafal apa yang disampaikan guru tanpa adanya pemahaman,
sehingga pada saat siswa diberi suatu permasahan lain dan kondisi lain di luar
konteks yang diajarkan, siswa tidak mampu menyelesaikannya karena merasa
bingung dan tidak paham. Sebagian besar siswa masih belum mampu
menyelesaikan masalah matematika dikarenakan kemampuan pemahamannya
belum berkembang sebagaimana mestinya. Hal ini diungkapkan oleh Abdi (dalam
berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam
memahami dan menyerap konsep-konsep matematika yang diberikan oleh guru.
Hal ini berkaitan dengan cara mengajar guru dikelas yang tidak membuat siswa
merasa senang dan simpatik terhadap matematika, model pembelajaran yang
digunakan guru juga cenderung monoton dan tidak bervariasi.
Kemampuan pemahaman matematis hanya dapat berkembang dan
penurunan kecemasan siswa berkurang jika proses pembelajaran mendukung
keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Sebagaimana Zakaria & Iksan
(2006) mengemukakan bahwa kualitas pendidikan adalah apa yang disediakan
oleh guru dan sangat bergantung pada apa yang guru lakukan di ruang kelas.
Artinya, mempersiapkan siswa hari ini untuk menjadi individu yang sukses
esoknya, guru sains dan matematika butuh untuk menjamin bahwa mereka
mengajar dengan efektif. Guru harus memiliki pengetahuan bagaimana siswa
belajar sains dan matematika dan bagaimana mereka mengajar dengan cara yang
terbaik. Mengubah cara kita mengajar dan apa yang kita ajarkan dalam sains dan
matematika adalah sebuah perhatian profesional yang berkesinambungan. Usaha
yang dilakukan harus mempresentasikan pembelajaran sains dan matematika yang
berjalan dari pendekatan tradisional ke pendekatan yang berpusat kepada siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, hendaknya kegiatan pembelajaran yang
ditampilkan adalah guru lebih bersifat membimbing, mengarahkan, dan
menyediakan, bukan menuntut atau menekan siswa melalui penyampaian
informasi yang bersifat satu arah dari guru kepada siswa dan juga kental dengan
dominasi guru. Namun, justru hal inilah yang kerap terjadi di berbagai Sekolah
Menengah Pertama di Rokan Hulu. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung
cenderung merupakan kegiatan rutin yang hanya sebatas transfer pengetahuan dari
guru kepada siswa. Akibatnya, suasana belajar yang tercipta adalah suasana
belajar yang kurang dapat merangsang kemampuan pemahaman matematis dan
kurang dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa. Selain itu guru
juga jarang mengorganisasikan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok sehingga
Salah satu cara atau upaya yang diduga dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman matematis siswa dan mengurangi tingkat kecemasan matematika
adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Hal ini sejalan dengan
saran dari Miller & Mitchell (dalam Zakaria & Nurdin, 2007) menyatakan bahwa
untuk mengurangi kecemasan matematika dan meningkatkan prestasi siswa, guru
haruslah menciptakan lingkungan belajar yang positif yang bebas dari ketegangan
dan memungkinkan timbulnya rasa malu. Salah satu model yang dapat digunakan
adalah model pembelajaran kooperatif. Kosko & Wilkins (2010) mengemukakan
bahwa diskusi antar siswa adalah kesempatan dalam memperdalam pemahaman
konsep selain interaksi sosial.
Benner (2010) dalam penelitiannya diungkap bahwa mendorong siswa
untuk bekerja kelompok, merupakan salah satu strategi untuk membantu siswa
mengatasi kecemasan matematika. Dengan bekerja secara berkelompok, siswa
akan saling membantu mengatasi kesulitan mereka. Selanjutnya, hasil Lavasani
(2011) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan matematika pada siswa SMA. Dalam pembelajaran
kooperatif, siswa memiliki kesempatan untuk mempelajari konsep matematika
yang sulit dengan bertanya pada teman sebayanya, sehingga mereka lebih percaya
diri pada kemampuan mereka dalam belajar matematika, serta dapat mengurangi
kecemasan matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Millis (dalam Lavasani, 2011) bahwa pembelajaran kooperatif dapat mengurangi
kecemasan matematika pada siswa pendidikan tinggi.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang memiliki banyak keunggulan. Sanjaya (2007) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran-pembelajaran lainnya.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga
adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama
inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Terdapat empat
tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, serta partisipasi dan
komunikasi.
Sementara itu, Lie (2007) mengemukakan bahwa terdapat lima unsur
dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) Saling ketergantungan positif
(keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya);
(2) Tanggung jawab perseorangan (merupakan dampak dari hubungan saling
ketergantungan positif); (3) Tatap muka (setiap kelompok harus diberi
kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi); (4) Komunikasi antar anggota
(keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya
untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat); dan (5) Evaluasi kerja kelompok (penjadwalan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka
agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif). Kelima unsur tersebut
merupakan unsur-unsur yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil
belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, dengan berbagai keunggulan unsur-unsur dan
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif, sangat diharapkan terjadinya
peningkatan prestasi belajar siswa dan penurunan tingkat kecemasan matematika
siswa. Peneliti mengajukan model pembelajaran kooperatif tipe the power of two
sebagai salah satu cara yang dapat digunakan untuk diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran. Pemilihan the power of two dikarenakan inti dari pembelajaran ini siswa dapat saling berinteraksi, bekerja sama, mengkontruksi pengetahuan serta
dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Unsur-unsur yang terdapat
pada model pembelajaran kooperatif juga terdapat di dalam tipe the power of two, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan terjadi tumpang tindih kegiatan
pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two mempunyai prinsip bahwa berfikir berdua jauh lebih baik dari pada berfikir sendiri. Hal ini sesuai
dengan pendapat Muqowin (2007) menyatakan bahwa strategi belajar kekuatan
kolaboratif dan mendorong munculnya keuntungan dari sinergi itu, sebab dua
orang itu tentu lebih baik dari pada satu orang.
Pada dasarnya, penerapan the power of two dalam pembelajaran lebih menekankan pada aktivitas yang dilakukan secara berpasangan dan lebih
mengutamakan kerjasama. Kerja sama yang diwujudkan dalam bentuk diskusi
menitikberatkan pada aktivitas bertanya, menjawab, bertukar pikiran tentunya
membutuhkan pemahaman ketika masing-masing individu harus mengemukakan
alasan-alasan logis dalam mencapai suatu kesimpulan. Kemudian dengan adanya
aktivitas bertanya, menjawab dan saling bertukar pikiran dalam penerapan model
pembelajaran the power of two diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Penurunan Kecemasan Matematika Siswa SMP.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?
2. Apakah kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran
kooperatif tipe the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?
3. Apakah terdapat hubungan negatif antara kemampuan pemahaman
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis:
1. Perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Perbedaan kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran
kooperatif tipe the power of two dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan
kecemasan matematika siswa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi siswa
Penelitian ini dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika yang
merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pembelajaran matematika,
serta sebagai masukan dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman
matematis siswa.
2. Bagi guru
Dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan
pemahaman dan untuk mengatasi kecemasan matematika siswa.
3. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur atau batu loncatan dalam
rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas
serta memperluas wawasan peneliti terkait dengan prestasi belajar dan
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan menganalisis peningkatan
kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
model kooperatif tipe the power of two (TPOT). Untuk melihat besarnya peningkatan pemahaman matematis siswa, kedua kelas diberikan pretes dan
postes. Pretes diberikan sebelum proses pembelajaran dalam penelitian ini
dimulai, sedangkan postes setelah keseluruhan proses pembelajaran selesai. Pretes
diberikan bertujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok
dan postes diberikan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
pembelajaran yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan siswa diantara
kedua kelas tersebut.
Penelitian melibatkan dua kelas, yaitu kelas TPOT dan kelas konvensional.
Kelas TPOT adalah kelas yang memperoleh pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan kelas konvensional adalah kelas yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Dalam
implementasinya, peneliti tidak dimungkinkan memperoleh sampel secara acak,
sehingga peneliti menggunakan kelas yang sudah ada. Jika dilakukan
pembentukan kelas baru dimungkinkan akan menyebabkan kekacauan jadwal
pelajaran dan mengganggu proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian,
penelitian ini disebut kuasi eksperimen. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian
ini merupakan studi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekuivalen
yang merupakan bagian dari bentuk kuasi eksperimen.
Desain penelitian seperti ini menurut Ruseffendi (2010) adalah sebagai
berikut :
O X O
Keterangan :
O = Pretes dan postes
X = Perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TPOT
- - - = Subyek tidak dikelompokkan secara acak.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe
TPOT. Variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman matematis dan
kecemasan matematika siswa.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP
Negeri di Rokan Hulu Riau, dalam hal ini sekolah yang dipilih dengan
pertimbangan adalah (1) sekolah yang memiliki kualitas sedang, kemampuan
siswa heterogen, (2) pembagian kelas tidak dibedakan dengan kelas unggulan dan
kelas biasa, sehingga kemampuan siswa pada setiap kelas di sekolah tersebut tidak
jauh berbeda. Karena tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Rokan Hulu
Riau. Pemilihan kelas VII didasarkan atas pertimbangan bahwa siswa kelas VII
dianggap peneliti telah memenuhi prasyarat yang cukup untuk menjadi objek
penelitian dan pemilihan kelas VII terikat dengan pemilihan materi pembelajaran.
Sebagaimana yang telah dikatakan pada bahasan sebelumnya bahwa
peneliti tidak mungkin memilih sampel secara acak. Peneliti hanya mengambil
kelas-kelas yang sudah terbentuk berdasarkan pertimbangan guru matematika.
C. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada penelitian ini, perlu dikemukakan beberapa penjelasan sebagai
berikut:
1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan siswa tentang konsep,
prinsip, algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesaian
terhadap soal atau masalah dalam matematika. Dalam penelitian ini indikator
kemampuan pemahaman matematis yang digunakan yaitu (1) Pemahaman
instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan
dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana; (2)
Pemahaman relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi
penyelesaian yang dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya atau
beberapa konsep yang saling berhubungan.
2. Kecemasan matematika adalah perasaan tertekan dan cemas yang dialami
seseorang ketika belajar matematika, ketika ujian matematika dan perhitungan
numerik yang meliputi aspek somatif, kognitif, sikap, dan pemahaman
matematis.
3. Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two adalah pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua orang sebagai anggota kelompok.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah: (a) Siswa mengerjakan LKS secara
individual dalam waktu yang ditentukan; (b) Setelah waktu mengerjakan LKS
secara individual selesai, siswa membentuk kelompok untuk membandingkan
jawaban dan melanjutkan pengerjaan LKS yang belum selesai; (c) Siswa
mempresentasikan jawabannya; (d) Siswa membuat kesimpulan mengenai
materi pelajaran.
4. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru sehari-hari di dalam kelas.
Pembelajaran konvensional bersifat informatif, guru menjelaskan materi
pelajaran dan memberikan beberapa contoh soal, siswa mendengarkan dan
latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti. Siswa
pasif pada saat proses pembelajaran berlangsung.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes dan
instrumen non-tes. Instrumen tes terdiri atas tes kemampuan pemahaman
matematis yang disajikan sebagai pretes dan postes. Instrumen non-tes terdiri atas
skala kecemasan matematika siswa, lembar observasi dan wawancara.
1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
Tes untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa ini berupa
soal-soal uraian. Penyusunan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal,
kemudian menulis soal dan alternatif jawaban. Skor yang diberikan pada setiap
jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran.
Untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis disusun suatu
instrumen berdasarkan indikator kemampuan pemahaman, yaitu pemahaman
instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan
dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana dan pemahaman
relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi penyelesaian yang
dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya atau beberapa konsep yang
saling berhubungan. Pedoman penskoran kemampuan pemahaman matematis
berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane,
Tabel 3.1
Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
Skor Respon siswa
0 Tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika
1 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika sangat terbatas, jawaban
sebagian besar terdapat perhitungan yang salah
2 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap,
jawaban sebagian besar terdapat perhitungan yang salah
3 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap,
perhitungan secara umum benar, tetapi terdapat sedikit kesalahan
4 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap,
penggunaan algoritma secara lengkap dan benar
Sebelum diteskan, instrumen yang akan digunakan untuk mengukur
kemampuan pemahaman matematis siswa tersebut di uji validitas konstruk,
validitas isi, dan validas mukanya oleh beberapa orang mahasiswa S2 dan guru
matematika SMP Kartika Bandung yang kemudian dikonsultasikan dengan dosen
pembimbing. Validitas konstruk adalah kesesuaian soal dengan indikator yang
dibuat. Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan,
suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata
dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain
(Suherman dkk, 2003), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Sedangkan
validitas isi terkait dengan materi pokok yang diberikan, tujuan yang ingin
dicapai, aspek kemampuan yang diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa kelas
VII.
Untuk memperoleh instrumen tes (pretes dan postes) yang baik, maka
soal-soal tersebut diujicobakan agar dapat diketahui tingkat validitas, reliabilitas,
tingkat kesukaran dan daya pembeda. Dalam hal ini, soal-soal tersebut
diujicobakan kepada 37 siswa di SMP Kartika Bandung. Pengolahan data
menggunakan Anates. Dari hasil itu nanti akan dianalisis dengan pedoman
a. Validitas Instrumen
Suatu soal atau set soal dikatakan valid bila soal-soal itu mengukur apa
yang semestinya harus diukur (Ruseffendi, 1991). Perhitungan validitas butir soal
akan dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment (Arikunto, 2011) :
Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto
(2011) seperti pada Tabel 3.2 :
Tabel 3.2
Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi Interpretasi
Hasi uji validitas soal tes kemampuan pemahaman matematis siswa dapat
dilihat pada lampiran B. Berdasarkan interpretasi validitas butir soal, rangkuman
hasil perhitungan validitas soal yang telah diujicobakan dapat dilihat pada tabel
Tabel 3.3
Validitas Soal Tes Kemampuan Pemahaman Nomor Soal Korelasi Interpretasi
1 0,597 Cukup
Reliabilitas merupakan derajat konsistensi atau keajegan data dalam
interval waktu tertentu. Menurut Arifin (2009) suatu tes dapat dikatakan reliabel
jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada waktu dan kesempatan
yang berbeda. Untuk mengukurnya digunakan perhitungan reliabilitas menurut
Arikunto (2011). Rumus yang digunakan dinyatakan dengan:
r11 = reliabilitas instrumen
= banyak butir soal
Untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas yang menyatakan
derajat keandalan alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang ditetapkan oleh
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas Koefisien Korelasi Interpretasi
0,80 r11 1,00 Sangat tinggi
0,60 r11<0,80 Tinggi
0,40 r11<0,60 Cukup
0,20 r11<0,40 Rendah
r11<0,20 Sangat Rendah
Rangkuman hasil perhitungan tingkat reliabilitas instrument tes
kemampuan pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5
Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
No r11 Interpretasi Kemampuan
1. 0,47 Cukup Pemahaman Matematis
c. Daya Pembeda
Menurut Ruseffendi (1991) daya pembeda adalah korelasi antara skor
jawaban terhadap sebuah butiran soal dengan skor jawaban seluruh soal. Untuk
menghitung daya pembeda terlebih dahulu kita kelompokkan siswa menjadi
kelompok atas (Ka) dan kelompok bawah (Kb) yang masing-masing 25%. Daya
pembeda tiap butir tes pada penellitian ini diukur menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Suherman (2003) :
Keterangan :
= daya pembeda
Sa = jumlah skor siswa kelompok atas
Sb = jumlah skor siswa kelompok bawah
= jumlah skor maksimum salah satu kelompok
Tabel 3.6
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal
DP < 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP < 0,20 Jelek
0,20 < DP < 0,40 Cukup
0,40 < DP < 0,70 Baik
0,70 < DP < 1,00 Sangat baik
Rangkuman hasil perhitungan daya pembeda instrumen tes kemampuan
pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut:
Tabel 3.7
Daya Pembeda Soal Tes
d. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada
tingkat kemampuan tertentu, yang digunakan untuk mengklasifikasi setiap butir
soal tes. Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir soal yang tidak terlalu mudah
dan tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran tiap butir soal tes dapat dihitung
dengan menggunakan rumus yang dinyatakan oleh Suherman (2003) berikut:
̅
Keterangan :
= indeks kesukaran
̅ = rata-rata skor jawaban
= skor maksimal ideal
Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,42 Baik
2 0,35 Cukup
3 0,30 Cukup
4 0,25 Cukup
5 0,30 Cukup
Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, dapat digunakan kriteria
yang dikemukakan Suherman (2003) sebagai berikut :
Tabel 3.8
Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Interpretasi
IK=0,00 Terlalu Sukar
0,00<IK 0,30 Sukar
0,30<IK 0,70 Sedang
0,70<IK 1,00 Mudah
IK Terlalu Mudah
Rangkuman hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes
kemampuan pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0,36 Sedang
2 0,50 Sedang
3 0,33 Sedang
4 0,43 Sedang
5 0,38 Sedang
6 0,48 Sedang
Berdasarkan tabel validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat
kesukaran instrument tes kemampuan pemahaman matematis siswa, maka
Tabel 3.10
Kesimpulan Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Matematis NO
SOAL
KETERANGAN PERLAKUAN
1 Layak Digunakan tanpa perbaikan
2 Layak Digunakan tanpa perbaikan
3 Layak Digunakan tanpa perbaikan
4 Layak Digunakan tanpa perbaikan
5 Layak Digunakan tanpa perbaikan
6 Tidak layak dari aspek
daya pembeda
Digunakan dengan saran dari ahli
Berdasarkan informasi pada Tabel 3.10, soal nomor 6 tetap digunakan
dengan alasan sebagai berikut:
1). Soal nomor 6 tetap digunakan dengan pendapat bahwa soal ini direvisi.
Kemudian dilihat dari aspek indikator soal, nomor 6 termasuk indikator
kemampuan pemahaman relasional serta soal berada pada tingkat kesukaran
sedang.
2). Soal nomor 6 tetap digunakan karena diasumsikan bahwa rendahnya daya
pembeda karena siswa tidak terbiasa dalam menjawab soal yang berupa
pemecahan masalah sehingga mengalami kesulitan dalam menjawab soal.
2. Instrumen Kecemasan Matematika
Instrumen untuk mengukur kecemasan matematika dalam penelitian ini
adalah skala kecemasan matematika yang diadaptasi dari kuesioner kecemasan
matematika Cooke (2011). Kuesioner terdiri dari tiga bagian, yaitu kecemasan
matematika ketika belajar matematika, ketika mengerjakan tes dan ketika
mengerjakan tugas matematika. Aspek-aspek yang dilihat adalah aspek somatif,
kognitif, sikap, dan pemahaman matematis. Untuk menjawab kuesioner ini siswa
diminta untuk menjawab dengan memberi tanda centrang ( ) pada jawaban yang
tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Empat pilihan ini digunakan
untuk menghindari pilihan ragu-ragu siswa terhadap pertanyaan yang diberikan.
Selanjutnya, untuk mengukur kecemasan matematika perlu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas agar layak dijadikan instrument penelitian. Validitas
muka dan validitas isi dilakukan oleh dosen pembimbing dan mahasiswa
psikologi. Uji coba skala kecemasan matematika dilakukan di SMP Kartika
Bandung siswa kelas VIII sebanyak 37 orang. Pengolahan uji validitas dan
reliabilitas dilakukan dengan bantuan software SPSS 16. Hasil uji reliabilitasnya 0,891 dengan kategori sangat tinggi. Selanjutnya, hasil uji validitas terdapat satu
pernyataan yang tidak valid. Dikatakan valid dan reliabel jika
dengan = 2,0315. Karena pernyataan nomor empat , 1,9545
< 2,0315 maka pernyataan nomor empat tidak digunakan. Oleh karena itu jumlah
pernyataan yang digunakan sebagai instrumen kecemasan matematika dalam
penelitian ini berjumlah 24 pernyataan. Hasil uji coba skala kecemasan
matematika dapat dilihat pada lampiran B.4. Rangkuman uji coba kecemasan
matematika dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. 11
Rangkuman Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika
No Koef.Korelasi t hitung t tabel Keterangan Kategori Reliabilitas
1 0.639361504 4.919342925 2.0315 valid tinggi 0.858229345
2 0.606651997 4.5146519 2.0315 valid tinggi 0.707833271
3 0.437085523 2.875000524 2.0315 valid cukup 0.895468688
4 0.31370511 1.954570267 2.0315 tidak valid rendah 0.667855337
5 0.722655166 6.185230916 2.0315 valid tinggi 0.777681688
6 0.607536534 4.525081213 2.0315 valid tinggi 0.84315053
7 0.778899405 7.347587111 2.0315 valid tinggi 0.868234726
8 0.336671831 2.115262085 2.0315 valid rendah 0.572317778
9 0.486570023 3.294929108 2.0315 valid cukup 0.815108039
10 0.431349405 2.828574655 2.0315 valid cukup 0.650821362
13 0.466447835 3.11971809 2.0315 valid cukup 0.854940255
14 0.438344115 2.885244655 2.0315 valid cukup 0.895397093
15 0.625251439 4.739782963 2.0315 valid tinggi 0.833325929
16 0.594963406 4.379270625 2.0315 valid cukup 0.857880479
17 0.554829144 3.945377733 2.0315 valid cukup 0.826875581
18 0.518584046 3.588174192 2.0315 valid cukup 0.842743843
19 0.420458259 2.741576136 2.0315 valid cukup 0.847476898
20 0.570745446 4.112123191 2.0315 valid cukup 0.880350304
21 0.506750098 3.477552903 2.0315 valid cukup 0.761323429
22 0.567881634 4.081632003 2.0315 valid cukup 0.865889843
23 0.567881634 4.081632003 2.0315 valid cukup 0.802179008
24 0.367727818 2.339422323 2.0315 valid rendah 0.775018543
25 0.438945963 2.890150729 2.0315 valid cukup 0.869160313
3. Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan semua data tentang
aktivitas Guru dan siswa dalam pembelajaran, interaksi antara siswa dengan guru
serta interaksi antar siswa dengan siswa dalam pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TPOT. Lembar observasi terdiri atas dua bagian,
yaitu lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. Peneliti bertindak
sebagai pelaksana langsung pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe
TPOT. Pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dilakukan oleh guru
matematika di sekolah tersebut yang berperan sebagai observer. Format observasi
dapat dilihat pada lampiran A.7.
4. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data jika peneliti mau melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga
jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2012). Russeffendi (2010)
menyatakan bahwa wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data yang sering
digunakan jika mau mengetahui sesuatu yang bila dengan cara angket atau cara
lainnya belum bisa terungkap atau belum jelas.
Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa wawancara dapat dilakukan
secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap
muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Wawancara terstruktur merupakan teknik pengumpulan data jika peneliti telah mengetahui dengan pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh sedangkan wawancara tidak terstruktur
adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang disusun secara sistematis dan lengkap. Wawancara dalam
penelitian ini adalah wawancara testruktur melalui tatap muka (face to face). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini untuk memperjelas data tingkat
kecemasan matematika yang telah diperoleh melalui skala kecemasan matematika.
Siswa yang di wawancara ada beberapa orang siswa yang dipilih secara acak dan
mewakili kemampuan siswa dari kategori tinggi, sedang dan rendah. Pedoman
wawancara dengan siswa dapat dilihat pada lampiran A.8.
5. Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Silabus disusun
berdasarkan Standar Isi yang ditulis oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). RPP disusun sebagai panduan bagi peneliti dan guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Dalam penelitian ini setiap pertemuan memuat satu
pokok bahasan yaitu segi empat (persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah
ketupat, trapesium, dan layang-layang) yang dilengkapi dengan lembar kerja
siswa (LKS). Semua perangkat pembelajaran untuk kelas eksperimen
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes kemampuan
pemahaman matematis, skala kecemasan matematika siswa, lembar observasi, dan
wawancara. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman matematis
siswa dikumpulkan melalui tes (pretes dan postes). Data kecemasan matematika
siswa dikumpulkan melalui penyebaran skala kecemasan matematika setelah
pembelajaran berakhir, data mengenai hasil observasi aktivitas guru dan siswa
dikumpulkan melalui lembar observasi pada setiap pertemuan.
F. Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini meliputi data kuantitatif dan data kualitatif.
1). Data Kemampuan Pemahaman Matematis
Hal yang pertama dilakukan dalam mengolah data kuantitatif adalah
melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum
tentang pencapaian yang diperoleh siswa dalam kemampuan pemahaman
matematis yang terdiri dari nilai maksimum, nilai minimum, rerata, dan deviasi
standar. Kemudian dilakukan analisis terhadap kemampuan pemahaman
matematis dengan menggunakan uji perbedaan dua rerata.
Pretest adalah gambaran kemampuan awal siswa sebelum diberikannya perlakuan dan postest adalah gambaran kemampuan siswa setelah diberikannya perlakuan. Peningkatan kemampuan dalam penelitian ini diperoleh dari selisih
antara skor pretest dan postest serta skor ideal kemampuan pemahaman matematis yang dinyatakan dalam skor gain ternormalisasi sesuai dengan yang
dikembangkan oleh Meltzer (2002) :
Gain ternormalisasi (g) =
Hasil perhitungan gain ternormalisasi kemudian diinterpretasikan dengan
Tabel 3.12
Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-Gain (g) Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g < 0,7 Sedang
g <0,3 Rendah
Sebelum dilakukannya pengolahan data dengan menggunakan SPSS 16, maka terlebih dahulu perlu ditetapkan taraf signifikansinya, yaitu 0,05
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu perlu dilakukan uji normalitas
distribusi data dan homogenitas variansi. Penjelasan uji normalitas dan
homogenitas sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas untuk skor pretes, postes, dan N-gain kemampuan
pemahaman dengan tujuan mengetahui kenormalan distribusi data. Hal ini
diperlukan untuk menentukan uji statistik apa yang akan digunakan pada analisis
selanjutnya. Hipotesis yang diuji adalah
H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1: Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Taraf signifikansinya yaitu 5% atau 0,05. Uji statistik yang digunakan
adalah One-Sample Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria pengujiannya sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk mengetahui
apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Pengujian ini
dapat dilakukan jika data yang diuji berdistribusi normal.
Hipotesis yang akan diuji adalah
H0: Variansi antara kedua kelompok sampel sama.
Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Pengujian
homogenitas varians data skor pretes, postes, dan N-gain kemampuan pemahaman
menggunakan uji statistik Levene (Levene Statistic). Kriteria pengujiannya sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
c. Uji Kesamaan Dua Rerata
Uji kesamaan digunakan untuk melihat kesamaan kemampuan awal kelas
konvensional dan kelas TPOT.
Adapun hipotesis yang akan diuji untuk perbedaan dua rerata skor pretes adalah
H0: Tidak terdapat perbedaan rerata skor pretes kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
H1: Terdapat perbedaan rerata skor pretes kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Secara operasional hipotesis diatas dirumuskan sebagai berikut:
H0 :
H1 :
Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Uji statistik
yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas variansi
data. Jika kedua data berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji
statistik parametrik, yaitu uji Independent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada
baris “Equal variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua kelompok data
tidak homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal
variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik non-parametrik,
yaitu uji Mann-Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dua sampel yang diuji saling bebas atau independen dan uji inilah yang dianggap kuat
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang
dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
Sementara itu, hipotesis yang akan diuji untuk perbedaan dua rerata skor N-gain
adalah
H0: Rerata skor N-gain kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
H1: Rerata skor N-gain kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
H0 :
H1 :
Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Uji statistik yang
digunakan tergantung dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas variansi data.
Jika kedua data berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik
parametrik, yaitu uji Independent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal
variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal
variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik non-parametrik,
yaitu uji Mann-Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dua sampel yang diuji saling bebas atau independen dan uji inilah yang dianggap kuat
(Ruseffendi, 1993). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai
2). Data Skala Kecemasan Matematika
1. Transformasikan data ordinal skala kecemasan matematika ke data interval
menggunakan metode MSI.
2. Melakukan uji asumsi statistik, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas
varians. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data skor
kecemasan matematika setelah pembelajaran berdistribusi normal.
Hipotesis yang diuji adalah sebagi berikut:
H0: Data berdistribusi normal.
H1: Data tidak berdistribusi normal.
Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Uji statistik
yang digunakan adalah One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05
maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelas
homogen atau tidak homogen.
Hipotesis yang diuji adalah sebagi berikut:
H0: Variansi skor kecemasan matematika kedua kelas homogen.
H1: Variansi skor kecemasan matematika kedua kelas tidak homogen.
Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Uji statistik
yang digunakan adalah uji statistik Levene (Levene Statistic). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05
maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
3. Selanjutnya, dilakukan uji coba perebedaan dua rerata terhadap data
kecemasan matematika, untuk melihat apakah kecemasan matematika siswa
Adapun uji hipotesisnya adalah
H0:Rerata skor kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
H1:Rerata skor kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih rendah dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
H0 :
H1 :
Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Jika data
berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah
uji t sampel independen. Jika data berdistribusi normal tetapi tidak
homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji – t’, sedangkan jika
data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan adalah uji
non parametrik, yaitu uji Mann-Whitney. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
3). Data Kolerasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika
Hasil uji kolerasi antara kemampuan pemahaman matematis dan
kecemasan matematika siswa digunakan untuk menganalisis hubungan antara
kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa yang
memperoleh pembelajaran kooperatif tipe TPOT dan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional. Data yang diperoleh dari hasil postes
kemampuan pemahaman matematis dan skala kecemasan matematika setelah
1. Melakukan uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor
postes kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika
setelah pembelajaran berditribusi normal.
2. Melakukan uji kolerasi untuk mengetahui hubungan antara kemampuan
pemahaman matematis dan kecemasan matematika. Hipotesis yang
digunakan adalah sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat korelasi antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.
H1: Terdapat korelasi negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.
Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
H0 :
H1 :
Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Jika data
berdistribusi normal maka gunakan uji Pearson, tetapi jika data tidak berdistribusi normal maka gunakan uji korelasi Rank-Spearman.
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:Jika nilai signifikansi
kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan
a. Melakukan studi kepustakaan mengenai pembelajaran kooperatif tipe the power of two, kemampuan pemahaman matematis serta pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama.
b. Menyusun Perangkat Pembelajaran berupa RPP.
c. Menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan
d. Melakukan ujicoba terhadap instrumen tes, kemudian menganalisis
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen tes
tersebut.
e. Memilih populasi dan sampel penelitian.
2. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan penelitian, hal pertama yang dilakukan peneliti
adalah menentukan kelas TPOT dan kelas konvensional. Pelaksanaan penelitian
dilakukan sebanyak 8 pertemuan, dengan rincian: 6 pertemuaan untuk proses
pembelajaran dan pertemuan lainnya masing-masing untuk pretes dan postes.
Postes dilakukan pada pertemuan pertama, sebelum proses pembelajaran. Enam
pertemuan berikutnya dilakukan proses pembelajaran, dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TPOT dan pembelajaran konvensional.
Pertemuan terakhir dilakukan postes bagi siswa di kedua kelas, dan pengisian
skala kecemasan matematika oleh siswa di kelas TPOT dan di kelas
konvensional.
Selama proses pembelajaran, di kelas TPOT dilakukan observasi terhadap
aktivitas guru dan siswa yang dilakukan oleh observer. Hasil observasi kegiatan
guru dan siswa ini dituliskan di lembar observasi yang kemudian dianalisis oleh
peneliti untuk melihat keterlaksanaan proses pembelajaran. Gambaran umum
Gambar 3.1. Diagram Prosedur Penelitian Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Studi literatur
Penyusunan Bahan ajar
Penyusunan Instrumen
1.Instrumen tes (Kemampuan pemahaman)
2. Instrumen non tes: Skala Kecemasan Matematika, Observasi, Wawancara
Uji coba instrument :
Validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda
Pemilihan subyek penelitian
Kelas TPOT
Postes
Pembelajaran the power of two Pembelajaran Konvensional
Laporan Analisis Data Skala Tingkat kecemasan matematika,
Observasi dan wawancara
Skala Tingkat kecemasan matematika, Observasi dan wawawancara
Kelas Konvensional
H. Jadwal Rencana Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Juli 2014.
Jadwal rencana kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.13 berikut:
Tabel 3.13
Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Nop-Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Pembuatan
Proposal
2. Seminar Proposal
3. Menyusun
Instrumen
Penelitian
4. Pelaksanaan
KBM di kelas
Eksperimen
5. Pengumpulan
Data
6. Pengolahan Data