• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN PENURUNAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN PENURUNAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA SMP."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

ROSMANITA NIM. 1202637

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA (S2) SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

DAN PENURUNAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA SMP (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa di Salah Satu SMP Negeri di Rokan Hulu)

Oleh ROSMANITA

M.Pd Pascasarjana UPI Bandung, 2014

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Rosmanita, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

Rosmanita (2014), Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Penurunan Kecemasan Matematika Siswa SMP.

Salah satu kemampuan matematis yang diharapkan dapat dimiliki dengan baik oleh siswa SMP adalah kemampuan pemahaman matematis. Oleh karena itu, sangat diharapkan siswa SMP dapat memiliki kemampuan pemahaman matematis yang baik, namun tidak begitu pada kenyataannya. Salah satu faktornya adalah kecemasan matematika. Hal inilah yang mendasari pelaksanaan penelitian ini. Oleh karena itu, pembahasan pada penelitian ini terkait dengan peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan kecemasan matematika siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe the power of two

dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Selain itu, mengingat adanya keterkaitan antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa, maka dikaji pula hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VII salah satu SMP Negeri di Rokan Hulu Riau. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe the power two terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan kecemasan matematika siswa SMP. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Teknik pengambilan sampel purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa pretes, postes, lembar observasi, wawancara dan angket skala kecemasan matematika siswa. Pengolahan data ini menggunakan bantuan SPSS 16 dan Ms. Excel. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional; (2) Kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional; (3) Terdapat hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

(5)

ABSTRACT

Rosmanita (2014), The Influence of Cooperative Learning Model, The Power of Two Type Toward The Enhancement of Mathematical Understanding Ability and Mathematical Anxiety Reduction of Junior High School Students

One of mathematical ability which is hoped can be possessed well by Junior High School students is mathematical understanding ability. Therefore, it is hoped that Junior High School students can posses good mathematical understanding ability, but in reality, it is not such a case. One of factor is mathematical anxiety. This is which underlie the implementation of this study. Therefore, the discussion in this

study related with the enhancement of student’s mathematical understanding ability and student’s mathematical anxiety reduction between students who get cooperative learning, the power of two type and students who get conventional

learning. In addition, because there is relatedness between student’s mathematical

understanding ability and mathematical anxiety, the relation between student’s mathematical understanding ability and mathematical anxiety is studied also. Subject in this study are students of class VII from one of Public Junior High School in Rokan Hulu Riau. The aim of this study is to analyze the influence of cooperative learning model, the power two type toward the enhancement of mathematical understanding ability and mathematical anxiety reduction of Junior High School students.The method which is used is quasi experiment with non equivalent control group design.The sampling technique is purposive sampling. Instruments used are pretest, posttest, observation sheet, interview and

questionnaire of student’s mathematical anxiety reduction. Data processing use

the aid of SPSS 16 and Ms. Excel. Results of study which are obtained are: (1) The enhancement of mathematical understanding ability of students who get cooperative learning, the power of two type is better than students who get learning conventionally; (2) Mathematical anxiety of students who get cooperative learning, the power of two type is lower than students who get learning conventionally; (3) There is negative relation between student’s

mathematical understanding ability and student’s mathematical anxiety.

(6)

Halaman

1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis... 41

2. Instrumen Kecemasan Matematika... 48

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 62

1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemahaman Matematis ... 63

2. Hasil Penelitian Kecemasan Matematika ... 70

3. Hubungan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika ... 74

B. Pembahasan ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(8)

Halaman

Tabel 2.1 Langkah- langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 26

Tabel 3.1 Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 42

Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 43

Tabel 3.3 Validitas Soal Tes Kemampuan Pemahaman ... 44

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 45

Tabel 3.5 Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 45

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 46

Tabei 3.7 Daya Pembeda Soal Tes ... 46

Tabei 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran... 47

Tabei 3.9 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 47

Tabel 3.10 Kesimpulan Hasil Ujicoba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 48

Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika ... 49

Tabel 3.12 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 53

Tabei 3.13 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian ... 61

Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Kemampuan Pemahaman Matematis ... 63

Tabel 4.2 Rerata Skor Pretes, Postes dan N-gain Kemampuan

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Kecemasan Matematika ... 72

Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Kecemasan Matematika .... 73

Tabel 4.13 Hasil Uji t Skor Kecemasan Matematika ... 74

Tabel 4.14 Hasil Uji Korelasi Pearson Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika Siswa Kelas TPOT... 75

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Alur Pembelajaran the power of two ... 29

Gambar 3.1 Diagram Prosedur Penelitian ... 60

Gambar 4.1 Siswa Sedang Menemukan Rumus Keliling Bangun Segiempat... 79

Gambar 4.2 Siswa Sedang Menyampaikan Ide dan Pemikirannya di Depan Kelas ... 80

Gambar 4.3 Kegiatan Siswa di Kelas Konvensional... 81

Gambar 4.4 Jawaban Postes Siswa Kelas TPOT Soal Nomor 2 ... 83

elajaran ... 109

Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127

Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128

Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130

Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133

Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136

Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137

Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139

Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen 140 Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141

Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142

Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145

Lampiran C.5 Data Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking ... 148

Lampiran C.6 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru ... 150

Lampiran C.7 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa ... 151

Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 152

Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Koneksi Matematis ... 163

Lampiran E.1 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI ... 174

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A.1 Silabus Bahan Ajar... 99

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 102

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa... 127

Lampiran A.4 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Pemahaman Matematis ... 147

Lampiran A.5 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Matematis 151 Lampiran A.6 Kisi-Kisi Skala Kecemasan Matematika... 154

Lampiran A.7 Pedoman Observasi Kegiatan Guru dan Siswa... 162

Lampiran A.8 Pedoman Wawancara untuk Siswa ... 166

Lampiran B.1 Skor Uji Coba Tes Pemahaman Matematis... ... 168

Lampiran B.2 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman Matematis.... 170

Lampiran B.3 Skor Uji Coba Kecemasan Matematika ... 173

Lampiran B.4 Succesive Interval Uji Coba Kecemasan Matematika ... 175

Lampiran B.5 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika ... 179

Lampiran C.1 Data Pretes, Data Postes dan N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas TPOT... 181

Lampiran C.2 Data Pretes, Data Postes dan N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas Kontrol... 182

Lampiran C.3 Perhitungan Data dan Uji statistik data Pretes, data Postes dan N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis... 183

Lampiran C.4 Data Kecemasan Matematika Kelas Konvensional ... 187

Lampiran C.5 Hasil Succesive Interval Kecemasan Matematika Kelas Konvensional ... 189

Lampiran C.6 Data Kecemasan Matematika Siswa Kelas TPOT... 192

Lampiran C.7 Hasil Succesive Interval Kecemasan Matematika Kelas TPOT... 194

Lampiran C.8 Perhitungan Data dan Uji statistik Data Skor Kecemasan Matematika... 197

Lampiran C.9 Hasil Uji Korelasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika Kelas TPOT dan Kelas Konvensional... 202

Lampiran C.10 Hasil Obsevasi Aktivitas Guru dan Aktivitas Siswa... 203

Lampiran D.1 Foto- foto Aktivitas Siswa Kelas TPOT... 208

Lampiran D.2 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI... 210

Lampiran D.3 Surat Permohonan Izin Melakukan Observasi... 212

(11)
(12)

BAB 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang

mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Kegiatan pembelajaran matematika merupakan bagian dari proses

pendidikan di sekolah dan bermanfaat dalam setiap aspek kehidupan.

Pembelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau

algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2)

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan

simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006).

Tujuan pembelajaran matematika diajarkan di sekolah pada butir pertama

mengisyaratkan bahwa kemampuan pemahaman konsep marupakan syarat untuk

mencapai kemampuan pemecahan masalah, sehingga kemampuan pemahaman

matematis memiliki peran penting dalam membentuk dan menunjang

kemampuan-kemampuan matematis yang lainnya. Sejalan dengan pendapat

Sumarmo (2003) menyatakan bahwa pemahaman matematis penting dimiliki

siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah

dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang

(13)

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan guna meningkatkan

kemampuan pemahaman matematis siswa, namun hasilnya masih belum

maksimal. Penelitian Lestari (2008) menyatakan bahwa dari hasil deskripsi

jawaban soal tampak siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan

soal-soal untuk pemahaman relasional. Studi yang dilakukan Priatna (2003)

mengenai kemampuan pemahaman, diperoleh temuan bahwa kualitas kemampuan

pemahaman konsep berupa pemahaman instrumental dan relasional masih rendah

yaitu sekitar 50% dari skor ideal. Penelitian Sunardja (2009) menyebutkan bahwa

kemampuan pemahaman siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol

belum tuntas secara klasikal.

Rendahnya kemampuan matematis siswa dapat dipengaruhi oleh banyak

faktor. Salah satu diantaranya adalah kecemasan matematika siswa. Penelitian

Anita (2011) mengungkapkan bahwa tinggi rendahnya kemampuan berpikir

matematis siswa dapat dipengaruhi oleh kecemasan matematika yang sering

disebut mathematics anxiety.

Kecemasan matematika menurut Reys, dkk (dalam Dahlan, 2011) adalah

ketakutan terhadap matematika atau prasangka negatif tentang matematika.

Nugraha (dalam Dahlan, 2011) memberikan pengertian bahwa cemas pada

matematika berarti cemas pada mata pelajaran matematika dan yang berhubungan

dengannya, seperti cemas tidak mengerjakan soal, cemas pada saat ditanya oleh

guru. Matematika sering dianggap sebagai momok, dipersepsikan sebagai

pelajaran yang sulit oleh sebagian anak. Anak merasa deg-degan, cemas dan takut

setiap kali mengikuti pelajaran matematika di sekolah. Bahkan ada anak yang

karena begitu takutnya terhadap matematika, sampai mandi keringat ketika

diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis.

Kecemasan merupakan suatu kondisi yang hampir pernah dialami oleh

semua siswa. Ketika kecemasan matematika itu sudah berlebihan, maka akan

menghambat siswa dalam belajar dan mengembangkan kemampuan

matematisnya. Kecemasan matematika ini layak mendapatkan perhatian,

khususnya yang terjadi pada siswa di Indonesia. Berdasarkan data PISA 2006,

(14)

matematika cukup tinggi (Tim, 2010). Anita (2011) dalam penelitiannya tentang

kecemasan matematika siswa SMP juga menyatakan bahwa tingkat kecemasan

yang paling tinggi dialami siswa adalah kecemasan terhadap ujian matematika.

Artinya kecemasan matematika pada diri siswa sangat menghawatirkan.

Mengingat cukup tingginya tingkat kecemasan siswa pada pelajaran matematika

Sumardyono (2011) menyarankan bahwa perlu dilakukan penelitian yang

komprehensif terkait dengan kecemasan matematika karena gejala ini merupakan

umum dan nyata yang mempengaruhi perkembangan belajar siswa.

Banyak faktor pemicu timbulnya kecemasan matematika pada siswa.

Trujillo & Hadfield (dalam Peker, 2009) menyatakan bahwa penyebab kecemasan

matematika dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu faktor kepribadian,

lingkungan dan faktor intelektual. Faktor kepribadian misalnya kepercayaan diri

yang rendah, perasaan takut akan kemampuan dirinya. Faktor lingkungan

misalnya kondisi saat proses belajar mengajar yang tegang, orang tua yang

memaksakan anak-anaknya untuk pandai dalam matematika. Selanjutnya adalah

faktor intelektual. Timbulnya kecemasan matematika juga disebabkan oleh

pandangan negatif terhadap matematika. Cockrof (dalam Wahyudin, 1999)

menyatakan bahwa pandangan negatif ini menjadikan matematika masih dianggap

pelajaran yang sulit untuk dipelajari.

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kecemasan matematika

memiliki hubungan dengan prestasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Ma

(dalam Zakaria & Nordin, 2007) ada hubungan antara kecemasan matematika

dengan prestasi siswa dalam matematika. Senada dengan pendapat di atas Clute &

Hembree (dalam Vahedi & Farrokhi, 2011) menemukan bahwa siswa yang

memiliki tingkat kecemasan yang tinggi memiliki prestasi belajar matematika

yang rendah. Selanjutnya, kecemasan matematika merupakan salah satu faktor

yang memiliki hubungan negatif dengan prestasi belajar siswa. Penelitian serupa

juga dilakukan oleh Daneshamooz, Alamolhodaei & Darvishian (2012)

mengemukakan bahwa kecemasan matematika berkorelasi negatif dengan kinerja

(15)

Hellum-Alexander (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa

kecemasan matematika berpengaruh terhadap kemampuan matematis siswa dan

termasuk didalamnya adalah kemampuan pemahaman matematis. Sejalan dengan

itu, Arem (dalam Zakaria dkk, 2012) menyatakan bahwa siswa dengan kecemasan

matematika yang tinggi cenderung kurang percaya diri dalam memahami konsep

matematis. Penelitian Zakaria dkk (2012) juga menunjukkan bahwa siswa yang

berprestasi memiliki tingkat kecemasan matematika yang rendah, sedangkan

siswa yang kurang berprestasi memiliki kecemasan matematika yang tinggi. Hal

ini dikarenakan siswa berprestasi memiliki pemahaman matematis dan

kepercayaan diri yang lebih baik dibandingkan siswa yang kurang berprestasi.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kemampuan pemahaman siswa

SMP di Indonesia masih tergolong rendah dan tingkat kecemasan matematika

siswa sangat tinggi serta adanya korelasi negatif antara kemampuan pemahaman

dan kecemasan matematika, perlu diadakannya suatu upaya untuk meningkatkan

kemampuan pemahaman dan menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa.

Upaya-upaya peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan

kecemasan matematika siswa tersebut erat kaitannya dengan proses pembelajaran,

seperti cara guru mengajar, cara menyajikan materi, pendekatan pembelajaran,

jenis soal yang biasa diberikan kepada siswa untuk diselesaikan, keterlibatan

siswa dalam pembelajaran, serta faktor-faktor lainnya.

Turmudi (2009) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang selama

ini disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif, artinya siswa hanya

memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat

dikatakan rendah. Kegiatan belajar seperti ini cenderung membuat siswa hanya

meniru dan menghafal apa yang disampaikan guru tanpa adanya pemahaman,

sehingga pada saat siswa diberi suatu permasahan lain dan kondisi lain di luar

konteks yang diajarkan, siswa tidak mampu menyelesaikannya karena merasa

bingung dan tidak paham. Sebagian besar siswa masih belum mampu

menyelesaikan masalah matematika dikarenakan kemampuan pemahamannya

belum berkembang sebagaimana mestinya. Hal ini diungkapkan oleh Abdi (dalam

(16)

berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam

memahami dan menyerap konsep-konsep matematika yang diberikan oleh guru.

Hal ini berkaitan dengan cara mengajar guru dikelas yang tidak membuat siswa

merasa senang dan simpatik terhadap matematika, model pembelajaran yang

digunakan guru juga cenderung monoton dan tidak bervariasi.

Kemampuan pemahaman matematis hanya dapat berkembang dan

penurunan kecemasan siswa berkurang jika proses pembelajaran mendukung

keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Sebagaimana Zakaria & Iksan

(2006) mengemukakan bahwa kualitas pendidikan adalah apa yang disediakan

oleh guru dan sangat bergantung pada apa yang guru lakukan di ruang kelas.

Artinya, mempersiapkan siswa hari ini untuk menjadi individu yang sukses

esoknya, guru sains dan matematika butuh untuk menjamin bahwa mereka

mengajar dengan efektif. Guru harus memiliki pengetahuan bagaimana siswa

belajar sains dan matematika dan bagaimana mereka mengajar dengan cara yang

terbaik. Mengubah cara kita mengajar dan apa yang kita ajarkan dalam sains dan

matematika adalah sebuah perhatian profesional yang berkesinambungan. Usaha

yang dilakukan harus mempresentasikan pembelajaran sains dan matematika yang

berjalan dari pendekatan tradisional ke pendekatan yang berpusat kepada siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas, hendaknya kegiatan pembelajaran yang

ditampilkan adalah guru lebih bersifat membimbing, mengarahkan, dan

menyediakan, bukan menuntut atau menekan siswa melalui penyampaian

informasi yang bersifat satu arah dari guru kepada siswa dan juga kental dengan

dominasi guru. Namun, justru hal inilah yang kerap terjadi di berbagai Sekolah

Menengah Pertama di Rokan Hulu. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung

cenderung merupakan kegiatan rutin yang hanya sebatas transfer pengetahuan dari

guru kepada siswa. Akibatnya, suasana belajar yang tercipta adalah suasana

belajar yang kurang dapat merangsang kemampuan pemahaman matematis dan

kurang dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa. Selain itu guru

juga jarang mengorganisasikan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok sehingga

(17)

Salah satu cara atau upaya yang diduga dapat meningkatkan kemampuan

pemahaman matematis siswa dan mengurangi tingkat kecemasan matematika

adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Hal ini sejalan dengan

saran dari Miller & Mitchell (dalam Zakaria & Nurdin, 2007) menyatakan bahwa

untuk mengurangi kecemasan matematika dan meningkatkan prestasi siswa, guru

haruslah menciptakan lingkungan belajar yang positif yang bebas dari ketegangan

dan memungkinkan timbulnya rasa malu. Salah satu model yang dapat digunakan

adalah model pembelajaran kooperatif. Kosko & Wilkins (2010) mengemukakan

bahwa diskusi antar siswa adalah kesempatan dalam memperdalam pemahaman

konsep selain interaksi sosial.

Benner (2010) dalam penelitiannya diungkap bahwa mendorong siswa

untuk bekerja kelompok, merupakan salah satu strategi untuk membantu siswa

mengatasi kecemasan matematika. Dengan bekerja secara berkelompok, siswa

akan saling membantu mengatasi kesulitan mereka. Selanjutnya, hasil Lavasani

(2011) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk

mengurangi kecemasan matematika pada siswa SMA. Dalam pembelajaran

kooperatif, siswa memiliki kesempatan untuk mempelajari konsep matematika

yang sulit dengan bertanya pada teman sebayanya, sehingga mereka lebih percaya

diri pada kemampuan mereka dalam belajar matematika, serta dapat mengurangi

kecemasan matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Millis (dalam Lavasani, 2011) bahwa pembelajaran kooperatif dapat mengurangi

kecemasan matematika pada siswa pendidikan tinggi.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran

yang memiliki banyak keunggulan. Sanjaya (2007) mengemukakan bahwa

pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran-pembelajaran lainnya.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan

kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya

kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga

adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama

inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Terdapat empat

(18)

tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, serta partisipasi dan

komunikasi.

Sementara itu, Lie (2007) mengemukakan bahwa terdapat lima unsur

dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) Saling ketergantungan positif

(keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya);

(2) Tanggung jawab perseorangan (merupakan dampak dari hubungan saling

ketergantungan positif); (3) Tatap muka (setiap kelompok harus diberi

kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi); (4) Komunikasi antar anggota

(keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya

untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan

pendapat); dan (5) Evaluasi kerja kelompok (penjadwalan waktu khusus bagi

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka

agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif). Kelima unsur tersebut

merupakan unsur-unsur yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil

belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, dengan berbagai keunggulan unsur-unsur dan

pelaksanaan model pembelajaran kooperatif, sangat diharapkan terjadinya

peningkatan prestasi belajar siswa dan penurunan tingkat kecemasan matematika

siswa. Peneliti mengajukan model pembelajaran kooperatif tipe the power of two

sebagai salah satu cara yang dapat digunakan untuk diterapkan dalam kegiatan

pembelajaran. Pemilihan the power of two dikarenakan inti dari pembelajaran ini siswa dapat saling berinteraksi, bekerja sama, mengkontruksi pengetahuan serta

dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Unsur-unsur yang terdapat

pada model pembelajaran kooperatif juga terdapat di dalam tipe the power of two, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan terjadi tumpang tindih kegiatan

pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two mempunyai prinsip bahwa berfikir berdua jauh lebih baik dari pada berfikir sendiri. Hal ini sesuai

dengan pendapat Muqowin (2007) menyatakan bahwa strategi belajar kekuatan

(19)

kolaboratif dan mendorong munculnya keuntungan dari sinergi itu, sebab dua

orang itu tentu lebih baik dari pada satu orang.

Pada dasarnya, penerapan the power of two dalam pembelajaran lebih menekankan pada aktivitas yang dilakukan secara berpasangan dan lebih

mengutamakan kerjasama. Kerja sama yang diwujudkan dalam bentuk diskusi

menitikberatkan pada aktivitas bertanya, menjawab, bertukar pikiran tentunya

membutuhkan pemahaman ketika masing-masing individu harus mengemukakan

alasan-alasan logis dalam mencapai suatu kesimpulan. Kemudian dengan adanya

aktivitas bertanya, menjawab dan saling bertukar pikiran dalam penerapan model

pembelajaran the power of two diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Penurunan Kecemasan Matematika Siswa SMP.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?

2. Apakah kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran

kooperatif tipe the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?

3. Apakah terdapat hubungan negatif antara kemampuan pemahaman

(20)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis:

1. Perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Perbedaan kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran

kooperatif tipe the power of two dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan

kecemasan matematika siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagi siswa

Penelitian ini dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika yang

merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pembelajaran matematika,

serta sebagai masukan dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman

matematis siswa.

2. Bagi guru

Dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat diterapkan dalam

kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan

pemahaman dan untuk mengatasi kecemasan matematika siswa.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur atau batu loncatan dalam

rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas

serta memperluas wawasan peneliti terkait dengan prestasi belajar dan

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan menganalisis peningkatan

kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

model kooperatif tipe the power of two (TPOT). Untuk melihat besarnya peningkatan pemahaman matematis siswa, kedua kelas diberikan pretes dan

postes. Pretes diberikan sebelum proses pembelajaran dalam penelitian ini

dimulai, sedangkan postes setelah keseluruhan proses pembelajaran selesai. Pretes

diberikan bertujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok

dan postes diberikan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh

pembelajaran yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan siswa diantara

kedua kelas tersebut.

Penelitian melibatkan dua kelas, yaitu kelas TPOT dan kelas konvensional.

Kelas TPOT adalah kelas yang memperoleh pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan kelas konvensional adalah kelas yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Dalam

implementasinya, peneliti tidak dimungkinkan memperoleh sampel secara acak,

sehingga peneliti menggunakan kelas yang sudah ada. Jika dilakukan

pembentukan kelas baru dimungkinkan akan menyebabkan kekacauan jadwal

pelajaran dan mengganggu proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian,

penelitian ini disebut kuasi eksperimen. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian

ini merupakan studi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekuivalen

yang merupakan bagian dari bentuk kuasi eksperimen.

Desain penelitian seperti ini menurut Ruseffendi (2010) adalah sebagai

berikut :

O X O

(22)

Keterangan :

O = Pretes dan postes

X = Perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TPOT

- - - = Subyek tidak dikelompokkan secara acak.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe

TPOT. Variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman matematis dan

kecemasan matematika siswa.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP

Negeri di Rokan Hulu Riau, dalam hal ini sekolah yang dipilih dengan

pertimbangan adalah (1) sekolah yang memiliki kualitas sedang, kemampuan

siswa heterogen, (2) pembagian kelas tidak dibedakan dengan kelas unggulan dan

kelas biasa, sehingga kemampuan siswa pada setiap kelas di sekolah tersebut tidak

jauh berbeda. Karena tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,

maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Sampel dalam

penelitian ini adalah siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Rokan Hulu

Riau. Pemilihan kelas VII didasarkan atas pertimbangan bahwa siswa kelas VII

dianggap peneliti telah memenuhi prasyarat yang cukup untuk menjadi objek

penelitian dan pemilihan kelas VII terikat dengan pemilihan materi pembelajaran.

Sebagaimana yang telah dikatakan pada bahasan sebelumnya bahwa

peneliti tidak mungkin memilih sampel secara acak. Peneliti hanya mengambil

kelas-kelas yang sudah terbentuk berdasarkan pertimbangan guru matematika.

(23)

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah

yang terdapat pada penelitian ini, perlu dikemukakan beberapa penjelasan sebagai

berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan siswa tentang konsep,

prinsip, algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesaian

terhadap soal atau masalah dalam matematika. Dalam penelitian ini indikator

kemampuan pemahaman matematis yang digunakan yaitu (1) Pemahaman

instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan

dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana; (2)

Pemahaman relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi

penyelesaian yang dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya atau

beberapa konsep yang saling berhubungan.

2. Kecemasan matematika adalah perasaan tertekan dan cemas yang dialami

seseorang ketika belajar matematika, ketika ujian matematika dan perhitungan

numerik yang meliputi aspek somatif, kognitif, sikap, dan pemahaman

matematis.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two adalah pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua orang sebagai anggota kelompok.

Langkah-langkah pembelajarannya adalah: (a) Siswa mengerjakan LKS secara

individual dalam waktu yang ditentukan; (b) Setelah waktu mengerjakan LKS

secara individual selesai, siswa membentuk kelompok untuk membandingkan

jawaban dan melanjutkan pengerjaan LKS yang belum selesai; (c) Siswa

mempresentasikan jawabannya; (d) Siswa membuat kesimpulan mengenai

materi pelajaran.

4. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru sehari-hari di dalam kelas.

Pembelajaran konvensional bersifat informatif, guru menjelaskan materi

pelajaran dan memberikan beberapa contoh soal, siswa mendengarkan dan

(24)

latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti. Siswa

pasif pada saat proses pembelajaran berlangsung.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes dan

instrumen non-tes. Instrumen tes terdiri atas tes kemampuan pemahaman

matematis yang disajikan sebagai pretes dan postes. Instrumen non-tes terdiri atas

skala kecemasan matematika siswa, lembar observasi dan wawancara.

1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Tes untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa ini berupa

soal-soal uraian. Penyusunan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal,

kemudian menulis soal dan alternatif jawaban. Skor yang diberikan pada setiap

jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran.

Untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis disusun suatu

instrumen berdasarkan indikator kemampuan pemahaman, yaitu pemahaman

instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan

dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana dan pemahaman

relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi penyelesaian yang

dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya atau beberapa konsep yang

saling berhubungan. Pedoman penskoran kemampuan pemahaman matematis

berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane,

(25)

Tabel 3.1

Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Skor Respon siswa

0 Tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika

1 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika sangat terbatas, jawaban

sebagian besar terdapat perhitungan yang salah

2 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap,

jawaban sebagian besar terdapat perhitungan yang salah

3 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap,

perhitungan secara umum benar, tetapi terdapat sedikit kesalahan

4 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap,

penggunaan algoritma secara lengkap dan benar

Sebelum diteskan, instrumen yang akan digunakan untuk mengukur

kemampuan pemahaman matematis siswa tersebut di uji validitas konstruk,

validitas isi, dan validas mukanya oleh beberapa orang mahasiswa S2 dan guru

matematika SMP Kartika Bandung yang kemudian dikonsultasikan dengan dosen

pembimbing. Validitas konstruk adalah kesesuaian soal dengan indikator yang

dibuat. Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan,

suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata

dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain

(Suherman dkk, 2003), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Sedangkan

validitas isi terkait dengan materi pokok yang diberikan, tujuan yang ingin

dicapai, aspek kemampuan yang diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa kelas

VII.

Untuk memperoleh instrumen tes (pretes dan postes) yang baik, maka

soal-soal tersebut diujicobakan agar dapat diketahui tingkat validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran dan daya pembeda. Dalam hal ini, soal-soal tersebut

diujicobakan kepada 37 siswa di SMP Kartika Bandung. Pengolahan data

menggunakan Anates. Dari hasil itu nanti akan dianalisis dengan pedoman

(26)

a. Validitas Instrumen

Suatu soal atau set soal dikatakan valid bila soal-soal itu mengukur apa

yang semestinya harus diukur (Ruseffendi, 1991). Perhitungan validitas butir soal

akan dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment (Arikunto, 2011) :

 

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto

(2011) seperti pada Tabel 3.2 :

Tabel 3.2

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi Interpretasi

Hasi uji validitas soal tes kemampuan pemahaman matematis siswa dapat

dilihat pada lampiran B. Berdasarkan interpretasi validitas butir soal, rangkuman

hasil perhitungan validitas soal yang telah diujicobakan dapat dilihat pada tabel

(27)

Tabel 3.3

Validitas Soal Tes Kemampuan Pemahaman Nomor Soal Korelasi Interpretasi

1 0,597 Cukup

Reliabilitas merupakan derajat konsistensi atau keajegan data dalam

interval waktu tertentu. Menurut Arifin (2009) suatu tes dapat dikatakan reliabel

jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada waktu dan kesempatan

yang berbeda. Untuk mengukurnya digunakan perhitungan reliabilitas menurut

Arikunto (2011). Rumus yang digunakan dinyatakan dengan:

r11 = reliabilitas instrumen

= banyak butir soal

Untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas yang menyatakan

derajat keandalan alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang ditetapkan oleh

(28)

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 r11 1,00 Sangat tinggi

0,60 r11<0,80 Tinggi

0,40 r11<0,60 Cukup

0,20 r11<0,40 Rendah

r11<0,20 Sangat Rendah

Rangkuman hasil perhitungan tingkat reliabilitas instrument tes

kemampuan pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5

Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No r11 Interpretasi Kemampuan

1. 0,47 Cukup Pemahaman Matematis

c. Daya Pembeda

Menurut Ruseffendi (1991) daya pembeda adalah korelasi antara skor

jawaban terhadap sebuah butiran soal dengan skor jawaban seluruh soal. Untuk

menghitung daya pembeda terlebih dahulu kita kelompokkan siswa menjadi

kelompok atas (Ka) dan kelompok bawah (Kb) yang masing-masing 25%. Daya

pembeda tiap butir tes pada penellitian ini diukur menggunakan rumus yang

dikemukakan oleh Suherman (2003) :

Keterangan :

= daya pembeda

Sa = jumlah skor siswa kelompok atas

Sb = jumlah skor siswa kelompok bawah

= jumlah skor maksimum salah satu kelompok

(29)

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal

DP < 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP < 0,20 Jelek

0,20 < DP < 0,40 Cukup

0,40 < DP < 0,70 Baik

0,70 < DP < 1,00 Sangat baik

Rangkuman hasil perhitungan daya pembeda instrumen tes kemampuan

pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7

Daya Pembeda Soal Tes

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada

tingkat kemampuan tertentu, yang digunakan untuk mengklasifikasi setiap butir

soal tes. Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir soal yang tidak terlalu mudah

dan tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran tiap butir soal tes dapat dihitung

dengan menggunakan rumus yang dinyatakan oleh Suherman (2003) berikut:

̅

Keterangan :

= indeks kesukaran

̅ = rata-rata skor jawaban

= skor maksimal ideal

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,42 Baik

2 0,35 Cukup

3 0,30 Cukup

4 0,25 Cukup

5 0,30 Cukup

(30)

Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, dapat digunakan kriteria

yang dikemukakan Suherman (2003) sebagai berikut :

Tabel 3.8

Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Interpretasi

IK=0,00 Terlalu Sukar

0,00<IK 0,30 Sukar

0,30<IK 0,70 Sedang

0,70<IK 1,00 Mudah

IK Terlalu Mudah

Rangkuman hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes

kemampuan pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,36 Sedang

2 0,50 Sedang

3 0,33 Sedang

4 0,43 Sedang

5 0,38 Sedang

6 0,48 Sedang

Berdasarkan tabel validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat

kesukaran instrument tes kemampuan pemahaman matematis siswa, maka

(31)

Tabel 3.10

Kesimpulan Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Matematis NO

SOAL

KETERANGAN PERLAKUAN

1 Layak Digunakan tanpa perbaikan

2 Layak Digunakan tanpa perbaikan

3 Layak Digunakan tanpa perbaikan

4 Layak Digunakan tanpa perbaikan

5 Layak Digunakan tanpa perbaikan

6 Tidak layak dari aspek

daya pembeda

Digunakan dengan saran dari ahli

Berdasarkan informasi pada Tabel 3.10, soal nomor 6 tetap digunakan

dengan alasan sebagai berikut:

1). Soal nomor 6 tetap digunakan dengan pendapat bahwa soal ini direvisi.

Kemudian dilihat dari aspek indikator soal, nomor 6 termasuk indikator

kemampuan pemahaman relasional serta soal berada pada tingkat kesukaran

sedang.

2). Soal nomor 6 tetap digunakan karena diasumsikan bahwa rendahnya daya

pembeda karena siswa tidak terbiasa dalam menjawab soal yang berupa

pemecahan masalah sehingga mengalami kesulitan dalam menjawab soal.

2. Instrumen Kecemasan Matematika

Instrumen untuk mengukur kecemasan matematika dalam penelitian ini

adalah skala kecemasan matematika yang diadaptasi dari kuesioner kecemasan

matematika Cooke (2011). Kuesioner terdiri dari tiga bagian, yaitu kecemasan

matematika ketika belajar matematika, ketika mengerjakan tes dan ketika

mengerjakan tugas matematika. Aspek-aspek yang dilihat adalah aspek somatif,

kognitif, sikap, dan pemahaman matematis. Untuk menjawab kuesioner ini siswa

diminta untuk menjawab dengan memberi tanda centrang ( ) pada jawaban yang

(32)

tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Empat pilihan ini digunakan

untuk menghindari pilihan ragu-ragu siswa terhadap pertanyaan yang diberikan.

Selanjutnya, untuk mengukur kecemasan matematika perlu dilakukan uji

validitas dan reliabilitas agar layak dijadikan instrument penelitian. Validitas

muka dan validitas isi dilakukan oleh dosen pembimbing dan mahasiswa

psikologi. Uji coba skala kecemasan matematika dilakukan di SMP Kartika

Bandung siswa kelas VIII sebanyak 37 orang. Pengolahan uji validitas dan

reliabilitas dilakukan dengan bantuan software SPSS 16. Hasil uji reliabilitasnya 0,891 dengan kategori sangat tinggi. Selanjutnya, hasil uji validitas terdapat satu

pernyataan yang tidak valid. Dikatakan valid dan reliabel jika

dengan = 2,0315. Karena pernyataan nomor empat , 1,9545

< 2,0315 maka pernyataan nomor empat tidak digunakan. Oleh karena itu jumlah

pernyataan yang digunakan sebagai instrumen kecemasan matematika dalam

penelitian ini berjumlah 24 pernyataan. Hasil uji coba skala kecemasan

matematika dapat dilihat pada lampiran B.4. Rangkuman uji coba kecemasan

matematika dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 11

Rangkuman Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika

No Koef.Korelasi t hitung t tabel Keterangan Kategori Reliabilitas

1 0.639361504 4.919342925 2.0315 valid tinggi 0.858229345

2 0.606651997 4.5146519 2.0315 valid tinggi 0.707833271

3 0.437085523 2.875000524 2.0315 valid cukup 0.895468688

4 0.31370511 1.954570267 2.0315 tidak valid rendah 0.667855337

5 0.722655166 6.185230916 2.0315 valid tinggi 0.777681688

6 0.607536534 4.525081213 2.0315 valid tinggi 0.84315053

7 0.778899405 7.347587111 2.0315 valid tinggi 0.868234726

8 0.336671831 2.115262085 2.0315 valid rendah 0.572317778

9 0.486570023 3.294929108 2.0315 valid cukup 0.815108039

10 0.431349405 2.828574655 2.0315 valid cukup 0.650821362

(33)

13 0.466447835 3.11971809 2.0315 valid cukup 0.854940255

14 0.438344115 2.885244655 2.0315 valid cukup 0.895397093

15 0.625251439 4.739782963 2.0315 valid tinggi 0.833325929

16 0.594963406 4.379270625 2.0315 valid cukup 0.857880479

17 0.554829144 3.945377733 2.0315 valid cukup 0.826875581

18 0.518584046 3.588174192 2.0315 valid cukup 0.842743843

19 0.420458259 2.741576136 2.0315 valid cukup 0.847476898

20 0.570745446 4.112123191 2.0315 valid cukup 0.880350304

21 0.506750098 3.477552903 2.0315 valid cukup 0.761323429

22 0.567881634 4.081632003 2.0315 valid cukup 0.865889843

23 0.567881634 4.081632003 2.0315 valid cukup 0.802179008

24 0.367727818 2.339422323 2.0315 valid rendah 0.775018543

25 0.438945963 2.890150729 2.0315 valid cukup 0.869160313

3. Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa

Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan semua data tentang

aktivitas Guru dan siswa dalam pembelajaran, interaksi antara siswa dengan guru

serta interaksi antar siswa dengan siswa dalam pembelajaran menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPOT. Lembar observasi terdiri atas dua bagian,

yaitu lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. Peneliti bertindak

sebagai pelaksana langsung pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe

TPOT. Pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dilakukan oleh guru

matematika di sekolah tersebut yang berperan sebagai observer. Format observasi

dapat dilihat pada lampiran A.7.

4. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data jika peneliti mau melakukan

studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga

(34)

jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2012). Russeffendi (2010)

menyatakan bahwa wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data yang sering

digunakan jika mau mengetahui sesuatu yang bila dengan cara angket atau cara

lainnya belum bisa terungkap atau belum jelas.

Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa wawancara dapat dilakukan

secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap

muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Wawancara terstruktur merupakan teknik pengumpulan data jika peneliti telah mengetahui dengan pasti

tentang informasi apa yang akan diperoleh sedangkan wawancara tidak terstruktur

adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang disusun secara sistematis dan lengkap. Wawancara dalam

penelitian ini adalah wawancara testruktur melalui tatap muka (face to face). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini untuk memperjelas data tingkat

kecemasan matematika yang telah diperoleh melalui skala kecemasan matematika.

Siswa yang di wawancara ada beberapa orang siswa yang dipilih secara acak dan

mewakili kemampuan siswa dari kategori tinggi, sedang dan rendah. Pedoman

wawancara dengan siswa dapat dilihat pada lampiran A.8.

5. Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Silabus, Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Silabus disusun

berdasarkan Standar Isi yang ditulis oleh Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP). RPP disusun sebagai panduan bagi peneliti dan guru dalam

melaksanakan pembelajaran. Dalam penelitian ini setiap pertemuan memuat satu

pokok bahasan yaitu segi empat (persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah

ketupat, trapesium, dan layang-layang) yang dilengkapi dengan lembar kerja

siswa (LKS). Semua perangkat pembelajaran untuk kelas eksperimen

(35)

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes kemampuan

pemahaman matematis, skala kecemasan matematika siswa, lembar observasi, dan

wawancara. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman matematis

siswa dikumpulkan melalui tes (pretes dan postes). Data kecemasan matematika

siswa dikumpulkan melalui penyebaran skala kecemasan matematika setelah

pembelajaran berakhir, data mengenai hasil observasi aktivitas guru dan siswa

dikumpulkan melalui lembar observasi pada setiap pertemuan.

F. Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini meliputi data kuantitatif dan data kualitatif.

1). Data Kemampuan Pemahaman Matematis

Hal yang pertama dilakukan dalam mengolah data kuantitatif adalah

melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum

tentang pencapaian yang diperoleh siswa dalam kemampuan pemahaman

matematis yang terdiri dari nilai maksimum, nilai minimum, rerata, dan deviasi

standar. Kemudian dilakukan analisis terhadap kemampuan pemahaman

matematis dengan menggunakan uji perbedaan dua rerata.

Pretest adalah gambaran kemampuan awal siswa sebelum diberikannya perlakuan dan postest adalah gambaran kemampuan siswa setelah diberikannya perlakuan. Peningkatan kemampuan dalam penelitian ini diperoleh dari selisih

antara skor pretest dan postest serta skor ideal kemampuan pemahaman matematis yang dinyatakan dalam skor gain ternormalisasi sesuai dengan yang

dikembangkan oleh Meltzer (2002) :

Gain ternormalisasi (g) =

Hasil perhitungan gain ternormalisasi kemudian diinterpretasikan dengan

(36)

Tabel 3.12

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-Gain (g) Interpretasi

g  0,7 Tinggi

0,3  g < 0,7 Sedang

g <0,3 Rendah

Sebelum dilakukannya pengolahan data dengan menggunakan SPSS 16, maka terlebih dahulu perlu ditetapkan taraf signifikansinya, yaitu  0,05

Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu perlu dilakukan uji normalitas

distribusi data dan homogenitas variansi. Penjelasan uji normalitas dan

homogenitas sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas untuk skor pretes, postes, dan N-gain kemampuan

pemahaman dengan tujuan mengetahui kenormalan distribusi data. Hal ini

diperlukan untuk menentukan uji statistik apa yang akan digunakan pada analisis

selanjutnya. Hipotesis yang diuji adalah

H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.

H1: Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Taraf signifikansinya yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik yang digunakan

adalah One-Sample Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria pengujiannya sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk mengetahui

apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Pengujian ini

dapat dilakukan jika data yang diuji berdistribusi normal.

Hipotesis yang akan diuji adalah

H0: Variansi antara kedua kelompok sampel sama.

(37)

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Pengujian

homogenitas varians data skor pretes, postes, dan N-gain kemampuan pemahaman

menggunakan uji statistik Levene (Levene Statistic). Kriteria pengujiannya sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

c. Uji Kesamaan Dua Rerata

Uji kesamaan digunakan untuk melihat kesamaan kemampuan awal kelas

konvensional dan kelas TPOT.

Adapun hipotesis yang akan diuji untuk perbedaan dua rerata skor pretes adalah

H0: Tidak terdapat perbedaan rerata skor pretes kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two

dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

H1: Terdapat perbedaan rerata skor pretes kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Secara operasional hipotesis diatas dirumuskan sebagai berikut:

H0 :

H1 :

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik

yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas variansi

data. Jika kedua data berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji

statistik parametrik, yaitu uji Independent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada

baris “Equal variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua kelompok data

tidak homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal

variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik non-parametrik,

yaitu uji Mann-Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dua sampel yang diuji saling bebas atau independen dan uji inilah yang dianggap kuat

(38)

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang

dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

Sementara itu, hipotesis yang akan diuji untuk perbedaan dua rerata skor N-gain

adalah

H0: Rerata skor N-gain kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

H1: Rerata skor N-gain kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

H0 :

H1 :

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik yang

digunakan tergantung dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas variansi data.

Jika kedua data berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik

parametrik, yaitu uji Independent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal

variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal

variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik non-parametrik,

yaitu uji Mann-Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dua sampel yang diuji saling bebas atau independen dan uji inilah yang dianggap kuat

(Ruseffendi, 1993). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai

(39)

2). Data Skala Kecemasan Matematika

1. Transformasikan data ordinal skala kecemasan matematika ke data interval

menggunakan metode MSI.

2. Melakukan uji asumsi statistik, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas

varians. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data skor

kecemasan matematika setelah pembelajaran berdistribusi normal.

Hipotesis yang diuji adalah sebagi berikut:

H0: Data berdistribusi normal.

H1: Data tidak berdistribusi normal.

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik

yang digunakan adalah One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05

maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelas

homogen atau tidak homogen.

Hipotesis yang diuji adalah sebagi berikut:

H0: Variansi skor kecemasan matematika kedua kelas homogen.

H1: Variansi skor kecemasan matematika kedua kelas tidak homogen.

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik

yang digunakan adalah uji statistik Levene (Levene Statistic). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05

maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

3. Selanjutnya, dilakukan uji coba perebedaan dua rerata terhadap data

kecemasan matematika, untuk melihat apakah kecemasan matematika siswa

(40)

Adapun uji hipotesisnya adalah

H0:Rerata skor kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

H1:Rerata skor kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih rendah dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

H0 :

H1 :

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Jika data

berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah

uji t sampel independen. Jika data berdistribusi normal tetapi tidak

homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji – t’, sedangkan jika

data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan adalah uji

non parametrik, yaitu uji Mann-Whitney. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

3). Data Kolerasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika

Hasil uji kolerasi antara kemampuan pemahaman matematis dan

kecemasan matematika siswa digunakan untuk menganalisis hubungan antara

kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa yang

memperoleh pembelajaran kooperatif tipe TPOT dan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional. Data yang diperoleh dari hasil postes

kemampuan pemahaman matematis dan skala kecemasan matematika setelah

(41)

1. Melakukan uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor

postes kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika

setelah pembelajaran berditribusi normal.

2. Melakukan uji kolerasi untuk mengetahui hubungan antara kemampuan

pemahaman matematis dan kecemasan matematika. Hipotesis yang

digunakan adalah sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat korelasi antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

H1: Terdapat korelasi negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut:

H0 :

H1 :

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Jika data

berdistribusi normal maka gunakan uji Pearson, tetapi jika data tidak berdistribusi normal maka gunakan uji korelasi Rank-Spearman.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:Jika nilai signifikansi

kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan

a. Melakukan studi kepustakaan mengenai pembelajaran kooperatif tipe the power of two, kemampuan pemahaman matematis serta pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama.

b. Menyusun Perangkat Pembelajaran berupa RPP.

c. Menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan

(42)

d. Melakukan ujicoba terhadap instrumen tes, kemudian menganalisis

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen tes

tersebut.

e. Memilih populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan penelitian, hal pertama yang dilakukan peneliti

adalah menentukan kelas TPOT dan kelas konvensional. Pelaksanaan penelitian

dilakukan sebanyak 8 pertemuan, dengan rincian: 6 pertemuaan untuk proses

pembelajaran dan pertemuan lainnya masing-masing untuk pretes dan postes.

Postes dilakukan pada pertemuan pertama, sebelum proses pembelajaran. Enam

pertemuan berikutnya dilakukan proses pembelajaran, dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe TPOT dan pembelajaran konvensional.

Pertemuan terakhir dilakukan postes bagi siswa di kedua kelas, dan pengisian

skala kecemasan matematika oleh siswa di kelas TPOT dan di kelas

konvensional.

Selama proses pembelajaran, di kelas TPOT dilakukan observasi terhadap

aktivitas guru dan siswa yang dilakukan oleh observer. Hasil observasi kegiatan

guru dan siswa ini dituliskan di lembar observasi yang kemudian dianalisis oleh

peneliti untuk melihat keterlaksanaan proses pembelajaran. Gambaran umum

(43)

Gambar 3.1. Diagram Prosedur Penelitian Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Studi literatur

Penyusunan Bahan ajar

Penyusunan Instrumen

1.Instrumen tes (Kemampuan pemahaman)

2. Instrumen non tes: Skala Kecemasan Matematika, Observasi, Wawancara

Uji coba instrument :

Validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda

Pemilihan subyek penelitian

Kelas TPOT

Postes

Pembelajaran the power of two Pembelajaran Konvensional

Laporan Analisis Data Skala Tingkat kecemasan matematika,

Observasi dan wawancara

Skala Tingkat kecemasan matematika, Observasi dan wawawancara

Kelas Konvensional

(44)

H. Jadwal Rencana Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Juli 2014.

Jadwal rencana kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.13

Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

Nop-Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

1. Pembuatan

Proposal

2. Seminar Proposal

3. Menyusun

Instrumen

Penelitian

4. Pelaksanaan

KBM di kelas

Eksperimen

5. Pengumpulan

Data

6. Pengolahan Data

Gambar

Tabel 3.1 Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas
Tabel 3.3 Validitas Soal Tes Kemampuan Pemahaman
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Komunikasi Data adalah suatu aplikasi Sistem Informasi Kesehatan yang digunakan untuk tukar rnenukar data dalam rangka konsolidasi/integrasi Data Keseh atan prioritas

(3) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, pencatatan pada register akta kematian dan penerbitan kutipan akta kematian sebagaimana

[r]

(1) Untuk setiap Kecamatan atau daerah yang disamakan dengan itu (selanjutnya dalam Peraturan ini disebut : Kecamatan), diangkat seorang pejabat yang bertugas membuat akte

Setelah melakukan pembelian, saya akan melakukan pembelian lagi (pembelian ulang) pada situs Tokopedia.com..

ƒ Bagaimanakah aspek rasional ( sumber daya, informasi, orientasi tujuan) dalam mempengaruhi efektivitas pengimplementasian anggaran berbasis

Promoting the Utilization of Performance Measures in Public Organizations, An Empirical Study of Faktor Affecting Adaptation and Implementation, Public Administration Review,

Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu prototipe kursi roda berupa robot beroda sebagai sarana mempelajari mobilasi secara otomatis orang yang menderita