134
10. PERAN KESEHATAN MENTAL DALAM KELUARGA TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK Siti Atiyyatul Fahiroh Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya [email protected] Abstrak
Anak perlu mendapat perlindungan. Hal ini karena anak merupakan generasi penerus yang akan memajukan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakatnya, bahkan bangsa dan negara. Kemajuan bangsa dan negara di masa yang akan datang bergantung pada potensi dan peran penting anak. Oleh karena itu keberlangsungan hidup anak dan perkembangan dan keselamatan anak perlu mendapatkan perhatian yang besar dari pihak dan berbagai disiplin ilmu. Tulisan ini lebih terfokus dari disiplin ilmu psikologi. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauhmana peran kesehatan mental dalam keluarga terhadap perlindungan anak. Metode yang digunakan untuk menjawab persoalan ini adalah melalui menganalisis penelusuran literatur. Hasil dan kesimpulan penulusuran literatur ini menunjukkan bahwa ada peran kesehatan mental dalam keluarga terhadap perlindungan anak. Rekomendasi dari penulisan ini adalah para orang tua disarankan untuk berupaya membangun keluarga yang harmonis dan efektif dalam mengasuh anak dalam rangka melindungi anak. Latar Belakang Masalah
Anak sebagai generasi penerus diharapkan dapat berkembang dengan baik. Perkembangan tidak akan berlangsung dengan baik, bila terjadi permasalahan baik dalam perkembangan fisik, mental, maupun spiritual anak. terjadilah ketidakseimbangan dan ketidakselarasan yang akan mewarnai kehidupan anak. Dampak selanjutnya anak tidak mampu menjalankan peran startegisnya sebagai generasi penerus. Sebagai langkah preventif, anak perlu mendapat perlindungan.
Indonesia merupakan negara yang menegakkan HAM bagi setiap warganya. Hak Asasi Manusia sendiri merupakan hak dasar yang dibawa sejak lahir yang berlaku universal pada semua manusia. Yang dimaksud
135
dengan HAM sesuai dengan UU RI No 39 Tahun 1999 pasal 1 yaitu “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Meskipun banyak pasal yang mengatur tentang perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 serta jaminannya, meski begitu masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Salah satunya adalah pelanggaran hak asasi perlindungan anak.
Salah satu masalah yang perlu mendapat perlindungan adalah masalah berkaitan dengan pelecehan pada anak. Berita dalam Tempo.Co (Sabtu, 3 Agustus 2019) menyampaikan bahwa terdapat 236 kasus pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi pada bulan Januari sampai bulan Mei 2019, namun hanya 50 persen yang tuntas ditangani oleh Markas Besar Polri. Menururut catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) (detikNews, Rabu, 24 Jul 2019) permohonan perlindungan kekerasan seksual pada anak semakin meningkat bahkan melebihi tindak pidana lain. Bahkan hampir tiap Minggu, paling tidak ada empat kasus kekerasan seksual yang ditangani), dari 2016-2019 terus meningkat secara signifikan. Menurut Susanto ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) (2019) hal ini terjadi karena para pelaku terinspirasi dari konten pornografi yang ada di medsos, internet, HP, dan sebagainya.
Sebelumnya Komisi Nasional Perlindungan Anak,
(www.voaindonesia 28 April 2014) menyatakan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia sudah sangat darurat dan mengancam dunia anak. Pernyataan ini disampaikan oleh ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak yaitu Sirait dan selanjutnya Sirait menyatakan bahwa kejahatan seksual tidak hanya terjadi di luar rumah tetapi bisa juga terjadi di dalam rumah di mana predatornya adalah orangtuanya sendiri, paman, kakak dan juga orang tua tiri.
136
Selain masalah kekerarasan dan pelecehan pada anak kasus yang banyak menimpa pada anak adalah kasus perundungan (bullying). Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan data pelanggaran hak anak didominasi oleh perundungan, yaitu berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual (detikNews, Kamis, 02 Mei 2019). KPAI telah menerima pengaduan yang korban kekerasan psikis dan bullying dan ternyata masih tertinggi. Disusul dengan pengaduan korban kebijakan dan kekerasan fisik. pengaduan yang terendah adalah korban pengeroyokan dan kekerasan seksual. Pada tahun 2019 anak sebagai pelaku bullying terhadap guru kemudian divideokan dan viral juga meningkat. Berdasarkan jenjang pendidikan, mayoritas kasus terjadi di jenjang sekolah dasar (SD). Dari 37 kasus kekerasan di jenjang pendidikan pada Januari hingga April 2019, 25 kasus terjadi di SD, sementara terendah ada di perguruan tinggi sebanyak satu kasus.
Berdasarkan beberapa kasus yang sangat memprihatinkan di atas yang menimpa anak dan remaja Indonesia maka masalah ini perlu mendapat perhatian yang besar. Anak dan remaja perlu mendapat perlindungan. Mengingat sumber persoalan tidak hanya dari pribadi anak saja, tetapi dapat berasal dari lingkungan di luar rumah, namun juga berasal dari orang-orang yang dikenal dekat dengan anak atau dari dalam rumah yang semestinya melindungi anak. Bahkan yang memprihatinkan perlakuan yang tidak selayaknya didapatkan di tempat pendidikan dalam hal ini di sekolah.
Anak merupakan bagian dari keluarga yang mempunyai fungsi dan peran. Anak sebagai anggota keluarga berhak mendapat perhatian dan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. Orang tua berkewajiban memenuhi kebutuhan anak. Artinya, orang tua merupakan orang-orang pertama yang mepunyai peran penting dalam kehidupan anak. Menghadapi berbagai kemungkinan ancaman dari lingkungan sebagaimana yang disampaikan di atas, maka dapat diprediksikan bahwa orang tua mempunyai peran penting untuk melindungi anak dari ancaman-ancaman tersebut.
137
Menurut teori sosial-kognitif (Dewi, 2012) orang yang sehat mental memiliki ciri-ciri kepribadian (a) mampu melakukan proses belajar pengamatan (b) ada kemauan untuk mempelajari kompetensi atau keterampilan tertentu (c) akurat dalam melakukan mengkodean situasi tertentu (d) memiliki ekspetasi dan efikasi diri yang positif (e) dapat mengekspresikan emosi dengan baik dan (f) memiliki sistem regulasi diri yang efisien. Dengan demikian diasumsikan bahwa keluarga dengan anggota-anggotanya yang sehat mental dengan karakteristik tersebut akan berperan dalam melindungi anak. Sesuai dengan beberapa kasus dan pendapat para ahli yang dikemukan di atas maka dapat dirumuskan masalah apakah kesehatan mental dalam keluarga mempunyai peran terhadap perlindungan anak.
Tinjauan Pustaka
A. Kekerasan pada Anak
Kekerasan pada anak perlu dikemukakan dalam tulisan ini, karena membahas mengenai perlindungan anak tidak terlepas dari masalah kekerasan pada anak. kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan seorang individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau mental. Kekerasan pada anak adalah kekerasan yang dilakukan individu terhadap seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun, yang menyebabkan kondisi fisik dan atau mentalnya terganggu.
Perlindungan Anak
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 1 angka 2, yang menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 1 angka 15, menentukan bahwa perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
138
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Sesuai dengan Pasal 66 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 bahwa a. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi; e. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya. Selain itu sesuai dengan Hak Anak Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal 58 ayat 1) setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaraan, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut. 2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman. Pasal 64 setiap anak berhak untuk memperleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehaan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritualnya.
Pasal 65 setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya. Pasal 66 ayat 1) setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau
139
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, 2) hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak, 3) setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum, 4) penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir, 5) setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya, 6) setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, 7) setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi yang meliputi sasaran penganiayaan, pelecehan seksual kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya dan sebagainya.
Kesehatan Mental Dalam Keluarga
Menurut Webster (Dewi, 2012) kesehatan mental merupakan suatu keadaan emosional dan psikologis yang baik, dimana individu dapat memanfaatkan kemampuan kognisi dan emosi, berfungsi dalam komunitasnya, dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Lebih lanjut mengenai pengertian kesehatan mental dapat dilihat dari ciri-ciri kepribadian sehat, yaitu (1) terbebas dari gangguan psikologis dan gangguan mental berat, (2) mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa kehilangan identitas, (3) mampu mengembangkan potensi dan bakat dan memiliki keimanan pada Tuhan dan berupaya
140
untuk hidup sesuai ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang sehat mental memiliki kondisi emosi yang baik dan mampu menggunakannya dengan baik. Selain itu pada orang yang sehat mental memiliki kognisi yang baik dan mampu menggunakannya dengan baik, sehingga mampu berinteraksi dengan baik dalam lingkungannya. Pada orang yang sehat mental juga ditemukan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki.
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI dalam Pengertian Keluarga Menurut Para Ahli Terlengkap, 2019). Keluarga juga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Dalam keluarga, para anggotanya saling berinteraksisatu sama lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan budaya (Bailon and Magiaya, dalam Pengertian Keluarga Menurut Para Ahli Terlengkap, 2019).
Sesuai dengan pengertian di atas mengenai kesehatan mental, maka yang dimaksud kesehatan mental dalam keluarga mempunyai makna bahwa setiap anggota keluarga mempunyai karakteristik yang disebutkan di atas yaitu terbebas dari gangguan psikologis dan gangguan mental, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu mengembangkan potensi dan memiliki keimanan pada Tuhan dan berupaya untuk hidup sesuai ajaran-ajaran agama yang dianutnya.
Peran Kesehatan Mental Dalam Keluarga Terhadap Perlindungan Anak
Orang yang sehat mental akan memiliki kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Menurut Ryff (1989) psychological well-being adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai kemampuan menerima diri sendiri maupun
141
kehidupannya di masa lalu (self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy)
Keluarga merupakan lembaga paling berpengaruh dalam proses pembelajaran dan perkembangan anak (Dewi, 2012). Karena pengalaman yang diperoleh bersama orangtua akan tertanam dalam kehidupan berikutnya hingga dewasa. Keluarga juga merupakan suatu kelompok yang memiliki relasi intim yang terdiri atas dua atau lebih individu dan memiliki beberapa ciri yaitu hidup bersama di dalam hubungan yang berkomitmen, saling asuh dan membimbing anak, dan berbagi aktivitas serta memiliki ikatan emosional yang relatif dekat (Benokraitis, 2015). Selanjutnya anak-anak yang memiliki pengalaman emosional cukup kaya dalam keluarga, ketika dewasa akan menjadi individu yang punya sifat kepedulian (Brazelton dan Greenspan, dalam Dewi 2012)
Dalam keluarga terdiri dari beberapa sistem yaitu sistem perkawinan dan sistem hubungan orangtua anak. Dalam sistem perkawinan keluarga akan tumbuh dengan sehat apabila pasangan suami istri dalam kondisi seimbang. Pasangan suami istri dikatakan ”seimbang” apabila antara suami istri saling mendukung dalam menjalani kehidupan perkawinan, dalam membuat keputusan dalam masalah keluarga secara bersama-sama. Dalam melakukan aktivitas yang berkaitan minat antara suami istri kadang-kadang dilakukan secara bersama-sama, namun bila diperlukan kadang-kadang dapat dilakukan secara terpisah. masing-masing memiliki kesempatan untuk berteman akrab bahkan saling berbagi dengan orang lain. Menurut Olson (1999; 2000) pasangan dan sistem keluarga yang seimbang akan menjadi lebih berfungsi. apabila dalam keluarga memiliki kepemimpinan demokratis dan adanya negoisasi ditandai dengan kepemimpinan yang egalitarian dan pendekatan yang demokratis terhadap pengambilan keputusan dan
142
pembagian peran. Adanya keseimbangan dalam hubungan suami istri juga termasuk dalam komunikasi meliputi keterbukaan diri, dalam berhubungan mampu berbagi perasaan baik tentang diri maupun tentang hubungan. kesediaan mengikuti topik pembicaraan, respek dan menghargai lawan bicara (Olson, 1999; 2000). Keseimbangan dalam hubungan perkawinan ini akan dapat terjadi apabila masing-masing suami dan istri dalam kondisi sehat mental.
Apabila hubungan antara suami dan istri ini terjadi keseimbangan, maka sistem keluarga akan berfungsi dengan baik. Selanjutnya akan mepengaruhi perilaku pengasuhan orang tua terhadap anak yang efektif. Menurut model SIL (SocialInterctionLearning) (Forgattch & DeGarmo 2002) ada lima aspek efektivitas pengasuhan yang berperan dalam penyesuaian anak, yaitu: (1) mendorong keterampilan anak untuk meningkatkan kompetensi prososial dengan menggunakan pengukuh yang positif. (2) disiplin, yaitu usaha untuk menegakkan aturan-aturan yang tepat dengan menggunakam sanksi yang sedang terhadap pelanggaran aturan dan relatif segera (contoh time out, tugas kerja yang singkat untuk menghilangkan hak istimewa). (3) monitoring atau supervisi, orang tua tetap dapat mengetahui jejak anak, dimana berada, dengan siapa, dan apa yang sedang dilakukan anak. (4) pemecahan masalah, yaitu orang tua mengajari keterampilan terhadap anak cara menghadapi sesuatu yang tidak diinginkan, menegoisasi aturan (5) keterlibatan positif yaitu orang tua memberi perhatian dengan berbagai cara dan rasa cinta. Efekvitas pengasuhan ini sangat penting bagi perkembangan dan kehidupan anak termasuk melatih anak dalam melindungi diri perlakuan orang lain yang tidak menyenangkan.
Diharapkan dengan kondisi ayah-ibu yang sehat mental akan membentuk kondisi perkawinan yang bahagia dan sejahtera dan akan berdampak dalam perilaku pengasuhan yang efektif. Orang tua yang mendorong anak mampu untuk prososial, yakni mengembangkan sifat tolong menolong dengan sesama sehingga anak mampu berinteraksi di lingkungannya, kemampuan berinteraksi dengan orang lain ini akan membuat diterima dengan baik oleh lingkungan dan pada gilirannya
143
akan membantu mencegah dari tindakan kekerasan orang lain. Tindakan orang tua yang mengarah mendisiplinan anak, akan membiasakan anak belajar aturan-aturan yang berlaku dalam lingkungan sekitarnya. Kebiasaan mengikuti aturan ini akan menjadikan anak memahami sesuatu yang salah dan benar sehingga akan lebih peka bila ada ancaman dari luar dan hal ini akan lebih efektif bila orang tua juga mengajarkan kepada anak ketrampilan memecahkan masalah. Misalnya, contoh kasus di atas terjadi perundungan (bullying) di sekolah maka anak akan mampu menghadapinya. Monitoring atau pengawasan orang tua mengetahui keberadaan anak, anak ada dimana, anak dengan siapa maka orang tua akan lebih tahu ketika anak terancam menjadi korban. Misalnya, pada kasus pelecehan terhadap anak hal ini bisa dicegah, karena anak dalam kendali orang tua. Keterlibatan orang tua secara positif dari orang dengan disertai rasa cinta juga akan bermanfaat dalam menghadapi kasus seperti dinyatakan di atas bahwa banyak pelaku pelecehan karena terinspirasi dari konten pornografi yang ada di medsos, internet, HP, dan sebagainya.
Kesimpulan
Dari analisis telaah literaturdi atas dapat diambil kesimpuan bahwa ada pengaruh peran kesehatan mental dalam keluarga terhadap perlindungan anak.
Rekomendasi
Atas dasar analisis di atas bahwa ada peran kesehatan mental dalam perlindungan anak, maka penulis merekomendasikan untuk orang tua. Agar supaya orang tua dapat menyiapkan anak menghadapi ancaman tindak kekerasan, pelecehan dan perundungan maka orang tua meningkatkan diri untuk melakukan pengasuhan yang efektif. Untuk dapat melakukan pengasuhan yang efektif, maka sebagai orang tua hendaknya menjaga keharmonisan hubungan dalam keluarga. Hal ini akan terwujud apabila seluruh anggota keluarga memiliki kesejahteraan psikologis yang positif.
144
Selain itu, mengingat sumber kasus bukan berasal dari diri anak saja, namun dapat berasal dari keluarga, bahkan dapat terjadi dari seting sekolah yang justru seharusnya menjadi tempat yang aman, maka direkomendasikan kepada masyarakat dan beberapa instansi terkait turut aktif peduli melindungi anak dari tindak kekerasan dan perlakuan yang tidak menyenangkan terhadap anak. Diadakan pendidikan, pemahaman dan pelatihan sejak dini untuk anak mengenai berkait dengan cara menolak dan menghindari perlakuan kekerasan, pelecehan, perundungan dan perlakuan dari orang lain yang tidak menyenangkan dan merugikan anak. Pentingnya diadakan penelitian terkait dengan perlindungan anak secara multidisipliner.
Daftar Pustaka
Benokraitis, N. V. (2015). Marriages & Families Changes, Choices, and Constraints. Boston: Pearson.
detikNews (Kamis, 02 Mei 2019). KPAI: Angka Kekerasan pada Anak Januari-April 2019 Masih Tinggi.
detikNews (Rabu, 24 Jul 2019) LPSK: Kasus Kekerasan Seksual pada Anak Meningkat Tiap Tahun. Diakses dari https://www.google.com.Dewi, K. S. (2012). Buku ajar kesehatan mental. Semarang: UPT UNDIP Press.
Forgatch, M. S., & DeGarmo, D. (2002). Extending and testing the social interaction learning model with divorce samples. In J. B. Reid, G. R. Patterson, & J. Snyder (Eds.), Antisocial behavior in children and adolescents: A developmental analysis and model for intervention (p. 235–256). American Psychological Association.
Olson, D, H., (1999).Circumplex model of marital & family systems. This paper is published as a special edition of the Journal of Family Therapy (1999) entitled “Empirical Approaches to Family Assessment.”
Olson, D. H. (2000). Circumplex model of marital and family systems. Journal of Family Therapy. 22. 144-167.
145
Pengertian Keluarga Menurut Para Ahli Terlengkap. diakses dari https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/08/15-pengertian-keluarga-menurut-para-ahli.html
TEMPO.CO, Jakarta (Kamis, 19 Desember 2019). Ada 236 Kasus Pelecehan Seksual Anak Sepanjang 2019. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1231780/ada-236-kasus-pelecehan-seksual-anak-sepanjang-2019. 20 Desember 2019.
voaindonesia (28 April 2014). Komnas Anak: Kekerasan Seksual terhadap
Anak Sudah Darurat. Diakses dari
https://www.kompasiana.com/udinsafe/552cc66c6ea83421168b4573 /mendesak-perlindungan-terhadap-anak. 24 November 2019.