• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBEDAAN SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAIAN DARI BIJI LAMUN Enhalus acoroides

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERBEDAAN SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAIAN DARI BIJI LAMUN Enhalus acoroides"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PERBEDAAN SUBSTRAT TERHADAP

PERTUMBUHAN SEMAIAN DARI BIJI LAMUN

Enhalus acoroides

SKRIPSI

Oleh:

STEVEN

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(2)

ii

PENGARUH PERBEDAAN SUBSTRAT TERHADAP

PERTUMBUHAN SEMAIAN DARI BIJI LAMUN

Enhalus acoroides

Oleh:

STEVEN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(3)

iii

ABSTRAK

STEVEN (L111 09 265) “Pengaruh Perbedaan Substrat Terhadap

Pertumbuhan Semaian dari Biji Lamun Enhalus acoroides” di bawah

bimbingan Ibu ROHANI AMBO RAPPE sebagai Pembimbing Utama dan Ibu INAYAH YASIR sebagai Pembimbing Anggota.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2012 sampai dengan bulan Februari 2013. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhan semaian bibit dari biji lamun Enhalus acoroides.

Penelitian ini dibatasi pada beberapa parameter diantaranya substrat yang berbeda, pertumbuhan, kualitas air dan kandungan nutrien dalam substrat.

Pengukuran pertumbuhan semaian lamun Enhalus acoroides dilakukan dengan interval 2 hari pengamatan. Untuk kualitas air (nitrat dan fosfat) dilakukan selama 3 kali (awal penelitian, pertengahan dan di akhir penelitian). Untuk pengukuran kandungan nutrien dalam substrat dilakukan selama 2 kali (sebelum penelitian dan setelah penelitian).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang daun semaian bibit lamun Enhalus acoroides pada substrat pasir laut lebih cepat yaitu 2, 634 mm/hari, substrat pasir kuarsa 1,796 mm/hari dan substrat pecahan

(rubble) karang yaitu 2,065 mm/hari. Konsentrasi nutrien dalam kolom air yaitu

nitrat pada awal, pertengahan dan akhir penelitian secara berturut-turut adalah ±2,08 mg/L, ±>3,5 mg/L dan ±2,09 mg/L. Sedangkan Fosfat secara berturut-turut adalah 1,61 mg/L, 1,18 mg/L dan 1,44 mg/L. Sedangkan kandungan nitrat dan fosfat pada substrat yakni sebelum penelitian kandungan nitrat pada substrat pasir laut adalah ±13,91 mg/L, susbtrat pasir kuarsa ±13,36 mg/L dan substrat rubble karang ±10,25 mg/L. Sedangkan setelah penelitian secara berturut-turut yaitu ±12,6 mg/L, ±16,1 mg/L dan ±10,39 mg/L. Untuk kandungan Fosfat sebelum penelitian secara berturut-turut yaitu ±14,12 mg/L, ±15,29 mg/L dan ±13,83 mg/L. Setelah penelitian kandungan fosfat dalam substrat yaitu pasir laut yakni ±17,7 mg/L, pasir kuarsa yakni ±18,56 mg/L dan pada substrat pecahan

(rubble) karang yakni ±17,87 mg/L. Secara signifikan semaian lamun lebih cepat

tumbuh pada tipe substrat pasir laut yang ukuran partikelnya halus dibandingkan dengan substrat pasir kuarsa dan pecahan karang.

Kata Kunci : Substrat, semaian Lamun Enhalus acoroides, laju pertumbuhan, nutrien.

(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Perbedaan Substrat Terhadap Pertumbuhan Semaian dari Biji Lamun Enhalus acoroides

Nama Mahasiswa : Steven Nomor Pokok : L111 09 265 Jurusan : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama,

Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si NIP. 19690913 199303 2004

Pembimbing Anggota,

Dr. Inayah Yasir, M.Sc NIP. 19661006 199202 2001

Mengetahui :

Dekan Ketua Jurusan Ilmu Kelautan

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP Dr.Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si NIP. 196112011987032002 NIP. 196311201993031002

(5)

v

RIWAYAT HIDUP

Steven dilahirkan pada tanggal 29 september 1991 di To’Bakkun Kec. Walenrang Utara, Kab. Luwu. Anak bungsu dari enam bersaudara, dari Ayahanda Yakobus dan Ibunda Yohana. Penulis menyelesaikan pendidikan formalnya di Sekolah Dasar Negeri 382 To’Bakkun pada tahun 2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 3 Lamasi Kab. Luwu pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Walenrang Kab. Luwu pada tahun 2009. Di tahun yang sama (2009) penulis diterima sebagai Mahasiswa di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN).

Selama menjadi Mahasiswa penulis aktif menjadi asisten pada beberapa mata kuliah di bidang Botani Laut, Avertebrata Laut, Ekologi Laut, Biologi Laut, Ikhtiologi, Oseanografi Kimia dan Oseanografi Fisika. Di bidang keorganisasian penulis pernah bergabung di Marine Science Diving Club Universitas Hasanuddin (MSDC-UH), Persekutuan Mahasiswa Kristen Universitas Hasanuddin (PERMAKRIS-UH) 2010-2011.

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir yaitu Kuliah Kerja Nyata Profesi di Desa Lamarua Kec. Takkalalla, Kab. Wajo pada periode Juni-Agustus 2012. Penelitian dengan judul skripsi “Pengaruh Perbedaan Substrat Terhadap Pertumbuhan Semaian dari Biji Lamun Enhalus acoroides” pada tahun 2013.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan hidayah_Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Perbedaan Substrat Terhadap Pertumbuhan Semaian dari Biji Lamun Enhalus acoroides”.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis sangat banyak menerima bantuan, bimbingan, nasehat dan do’a yang selalu mengiringi penulis selama masa studi hingga penyusunan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak ada hal yang penulis sampaikan selain ucapan “Terimah Kasih” yang setulus-tulusnya dari lubuk hati penulis yang paling dalam sebagai bentuk perhargaan dan penghormatan kepada:

1. Orang tuaku tercinta Ayahanda Yakobus dan Ibunda Yohana teriring do’a dan kasih sayang yang begitu tulus dan tak berujung.

2. Saudara (i) ku yang tanpa henti selalu memberi nasehat, dukungan dan pengorbanan.

3. Ibu Dr.Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si selaku pembimbing utama dan penasehat akademik, dan Ibu Dr. Inayah Yasir, M.Sc selaku pembimbing anggota yang dengan ikhlas meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan arahan, motivasi, bimbingan dan bantuan selama masa studi, penelitian hingga penyusunan tugas akhir ini.

4. Bapak Dr.Ir. Muh. Farid Samawi, M.Si., Dr. Khairul Amri, ST, M.Sc.Stud, Dr. Safyuddin Yusuf, ST.M.Si dan bapak Dr. Supriadi,

ST.M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan

kritik dalam perbaikan skripsi penulis.

5. Ibu Prof.Dr.Ir. Andi Niartiningsih, MP., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan dan Bapak Dr.Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si

(7)

vii

selaku ketua jurusan Ilmu Kelautan, terima kasih atas segala petunjuk nasehat dan bimbingan selama masa studi hingga tahap penyelesaian studi.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Jurusan Ilmu Kelautan dan semua Dosen Se-Unhas, terima kasih atas segala pengetahuan yang telah diberikan selama masa studi penulis.

7. Rekan-rekan seperjuangan Team Seagrass: Nurhikmah, Hasanah,

Jezsy Patiri dan Jumniaty S yang selalu bekerjasama dalam tahap

penelitian hingga penulisan skripsi. Save The Seagrass

8. Adik yunior Nenni Asriani dan Katarina Hesty Rombe, terima kasih atas bantuan, motivasi, dukungan dan do’anya selama ini.

9. Teman-teman KKN GELOMBANG 82 Desa Lamarua, Kec. Takkalalla, Kab. Wajo (kak Anty, Lisa, Ayu, Kak Ical, Udai dan Ruslan), terkhusus

lagi buat Dg. Maccenning yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan do’anya selama 2 bulan di lokasi KKN.

10. Teman-teman seperjuangan Angkatan Kosong Sembilan (KOSLET) Ilmu Kelautan UNHAS yang tak dapat di sebut satu persatu, terima kasih

kawan atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan persaudaraan kita selama ini. Khususnya buat saudara seperjuanganku Eko Yunianto (mas Eko) dan Nur Tri Handayani, terima kasih atas persaudaraan,

kebersamaan, do’a, semangat, motivasi dan segala bantuannya selama penulis menjalani masa kuliah hingga penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

11. Seluruh staff Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan yang dengan tulus dan sabar selalu melayani penulis dalam pengurusan berkas mulai dari penulis menjadi Mahasiswa sampai penyusunan tugas akhir ini.

(8)

viii

12. Tak terkecuali semua pihak yang ikut turut membantu penulis dalam masa studi hingga penyelesaian tugas akhir.

Skripsi ini telah disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Dan segala upaya telah penulis tempuh untuk menyusun skripsi ini. Namun, mengingat penulis hanyalah manusia biasa yang punya keterbatasan dan tak luput dari kesalahan, oleh karena itu segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun sangatlah diperlukan untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Dan akhirnya semoga skripsi ini dapat menjadi sumber ilmu tambahan yang baru bagi kita semua, khususnya bagi kalangan dunia kelautan. Amin…!!!

Penulis

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Kegunaan ... 3

C. Ruang Lingkup ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Deskripsi Umum Lamun ... 4

B. Karakteristik Lamun Enhalus acoroides ... 5

C. Faktor Pembatas Pertumbuhan Lamun ... 7

1. Nutrien... 7

2. Suhu ... 8

3. Salinitas ... 8

D. Hubungan Lamun dengan Substrat dan Unsur Hara ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 11

A. Waktu dan Tempat ... 11

B. Alat dan Bahan ... 11

C. Prosedur Kerja ... 12

1. Tahap Persiapan dan Tahap Observasi ... 13

2. Persiapan Media dan Substrat untuk Pembibitan Lamun Enhalus acoroides ... 13

3. Pengambilan Buah Lamun Enhalus acoroides ... 13

4. Penandaan Wadah Substrat ... 14

5. Pengukuran Kualitas Air dan Nutrien Sedimen ... 16

6. Pengukuran Pertumbuhan Semaian dari Biji Lamun Enhalus acoroides ... 17

(10)

x

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus acoroides ... 18

1. Pertumbuhan Panjang Daun, Panjang Akar dan Jumlah Akar ... 18

2. Lebar Daun ... 24

3. Jumlah Daun ... 24

B. Kandungan Nutrien dalam Sedimen ... 25

1. Nitrat ... 25

2. Fosfat ... 26

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 27

A. Simpulan ... 27

B. Saran ... 27

(11)

xi

DAFTAR TABEL

1. Konsentrasi Nutrien dalam Kolom Air... 20 Halaman Nomor

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

1. Tegakan lamun Enhalus acoroides yang memperlihatkan bagian-bagiannya (Waycott et al, 2004) ... 6 2. Biji lamun dalam wadah dengan substrat beragam (pasir laut (PA), pasir

kuarsa (PK) dan pecahan karang (RK)). ... 13

3. Buah (A) dan biji (B) dari lamun E. acoroides ... 14 4. Posisi wadah saat biji disemaikan dalam dua akuarium yang terhubung

dengan sistem sirkulasi ... 15

5. Rerata pertumbuhan panjang daun semaian E. acoroides pada substrat yang berbeda ... 18 6. Grafik pola pertumbuhan panjang daun E. acoroides selama 8 minggu

pemeliharaan ... 19 7. Rerata panjang akar semaian lamun E. acoroides pada substrat

berbeda ... 22 8. Rerata jumlah akar semaian lamun E. acoroides pada substrat berbeda . 23

9. Rerata pertambahan lebar daun lamun E. acoroides pada substrat yang berbeda ... 24 10. Rerata pertambahan jumlah daun E. acoroides pada substrat yang

berbeda ... 24 11. Rerata kandungan Nitrat (NO3) dalam sedimen ... 26 12. Rerata kandungan Fosfat (PO4) dalam Sedimen ... 26 Halaman Nomor

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data pertumbuhan lamun Enhalus acoroides ... 31

2. Data rerata pertambahan jumlah daun E. acoroides pada substrat yang berbeda ... 36 3. Hasil uji ANOVA laju pertumbuhan panjang daun E. acoroides pada

substrat yang berbeda ... 37 4. Hasil uji ANOVA pola pertambahan panjang daun pada hari ke-26

setelah penanaman pada substrat yang berbeda ... 39 5. Hasil uji ANOVA panjang akar semaian E. acoroides yang tumbuh pada

substrat yang berbeda ... 41 6. Hasil uji ANOVA jumlah akar semaian E. acoroides yang tumbuh pada

substrat yang berbeda ... 43 7. Hasil uji ANOVA pertambahan lebar daun E. acoroides pada substrat

yang berbeda ... 45 8. Tipe substrat yang digunakan ... 46 9. Semaian dan biji lamun E. acoroides pada substrat yang berbeda ... 47 Halaman Nomor

(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lamun merupakan tumbuhan laut berbunga (Angiospermae) yang tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan pantai (den Hartog, 1970). Tumbuhan ini memiliki banyak manfaat terhadap fungsi-fungsi biologis dan fisik di lingkungan pantai (Azkab, 1999). Padang lamun dikenal sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota laut (Bengen, 2004).

Sejak dahulu daerah sekitar perairan laut dangkal atau daerah pesisir pantai telah dimanfaatkan sebagai tempat pengembangan budidaya dan penangkapan ikan, sebagian juga sebagai daerah pembuangan sampah dari daratan. Meningkatnya aktivitas ini, menyebabkan menurunnya persentase penutupan areal padang lamun sehingga fungsinya juga menurun. Padahal salah satu cara untuk mengatasi atau mengurangi dampak dari pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change) yang disarankan oleh IUCN (The International Union for the Concervation of Nature) adalah dengan pemeliharaan ekosistem padang lamun dalam skala yang luas (Bjork et al, 2008;

Tri, 2008). Untuk memperbaiki fungsi suatu ekosistem padang lamun, diawali dengan mengembalikan kondisi padang lamunnya. Restorasi merupakan salah satu strategi pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan untuk membantu pemulihan kerusakan padang lamun.

Kegiatan restorasi yang selama ini banyak dilakukan adalah dengan transplantasi vegetatif. Upaya ini telah banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai metode penanaman dan dengan menggunakan jenis lamun yang berbeda. Seperti yang dilakukan oleh Addy tahun 1947 pada jenis Zostera

(15)

2

marina, Fuss dan Kelly tahun 1974 pada jenis Thalassia testudinum (Azkab, 1999), dan Halodule wrightii oleh Thorhaug (1974). Di Indonesia dilakukan pula transplantasi vegetatif pada beberapa jenis seperti Enhalus acoroides yang pernah dilakukan oleh Irwanto 2010 dan jenis Cymodocea rotundata serta

Thalassia hemprichii oleh Azkab (1987,1988) (Tangke, 2010; Lanuru, 2011). Namun untuk restorasi dengan menggunakan metode transplantasi secara vegetatif dalam skala besar akan membutuhkan lamun donor dalam jumlah yang besar pula yang dapat berpengaruh negatif terhadap habitat lamun donor tersebut.

Untuk menghindari resiko ini, beberapa negara telah melakukan kegiatan restorasi dengan menggunakan tumbuhan lamun yang berasal dari biji (secara generatif). Sebagai contoh di daerah selatan Florida pada jenis Thalassia

testudinum, Halodule wrigthii dan Ruppia maritima, dan di Teluk Cam Ranh,

Vietnam pada jenis Zostera marina dan Enhalus acoroides (Tangke, 2010; Marion and Orth 2010; Tri, 2008). Di Indonesia upaya restorasi dengan menggunakan bibit (restorasi generatif) masih belum dicoba.

Di daerah tropis seperti di Indonesia, penyebaran Enhalus acoroides

sangat luas. E. acoroides dapat ditemukan di semua tipe substrat, misalnya substrat berlumpur, pasir, pasir bercampur pecahan karang sampai substrat berbatu yang selalu tergenang air (Kiswara, 1992 dalam Parada 2002; Bengen, 2004). Meskipun semua tipe substrat dapat ditumbuhi E. acoroides, tingkat pertumbuhannya berbeda-beda. Tingkat pertumbuhan E. acoroides berbeda-beda berdasarkan tipe substratnya (Badria, 2007).

Berdasakan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan semaian lamun dari biji di laboratorium dengan menggunakan substrat yang berbeda, khususnya pada semaian lamun jenis E. acoroides.

(16)

3 B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhan bibit lamun Enhalus acoroides. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar untuk pihak terkait maupun masyarakat mengenai substrat terbaik untuk pembibitan lamun E. acoroides

dalam rangka penyediaan bibit lamun untuk kegiatan restorasi habitat dalam skala luas.

C. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada beberapa parameter, yaitu:

1. Substrat yang berbeda, yaitu pasir kuarsa (pasir daratan), pasir dari habitat alami (pasir laut) dan pecahan karang

2. Pertumbuhan bibit lamun dari biji meliputi: panjang daun, lebar daun dan jumlah daun.

3. Parameter kualitas air meliputi: suhu, salinitas, fosfat (PO4) dan nitrat (NO3). 4. Kandungan nutrien dalam substrat yaitu nitrat (NO3) dan fosfat (PO4)

(17)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Umum Lamun

Lamun adalah tumbuhan tingkat tinggi yang telah beradaptasi penuh untuk dapat hidup pada lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap kadar garam yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam (Coles et al, 2004). Lamun juga tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikula yang tipis, perkembangan shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah proses penyerbukannya yang dilakukan di bawah permukaan air atau hydrophilous pollination (Tangke, 2010).

Tumbuhan lamun di dunia terdiri dari dua familia, 12 genera dengan sekitar 49 sampai 60 species. Dari 12 genera tersebut, tujuh diantaranya tumbuh di daerah tropis yaitu Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodocea, Syringodium dan Thalassodendron. Keanekaragaman tertinggi untuk tumbuhan lamun ditemukan di daerah Indo Pasifik dengan tujuh genera. Dari 25 jenis lamun yang hidup di daerah tropis, 12 diantaranya dapat dijumpai di Perairan Indonesia (den Hartog, 1970; Bjork et al, 2008). Di Kepulauan Spermonde terdapat tujuh dari 12 species lamun yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah species Enhalus acoroides

Secara umum semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun, namun padang lamun yang luas hanya dijumpai pada dasar laut berlumpur berpasir

(18)

5

lunak dan tebal. Padang lamun sering terdapat di perairan laut antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang (Bengen, 2004).

Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi. Hampir semua genera memiliki rhizoma yang berkembang dengan baik serta bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali pada jenis Halophila yang memiliki daun bentuk lonjong dan bulat. Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut berkaitan dengan perbedaan ekologi lamun (den Hartog, 1977). Misalnya lamun yang termasuk kelompok Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai lumpur yang lunak, dari daerah dangkal sampai dalam, dari laut terbuka sampai estuaria.

Pertumbuhan lamun dapat dilihat dari pertambahan bagian-bagian tertentu, seperti pertambahan jumlah daun, lebar daun, jumlah tegakan daun dan juga pertambahan rhizomanya (Brouns and Heijs, 1986). Akan tetapi, pada jenis-jenis tertentu, pertumbuhan rhizoma sulit untuk diukur karena letaknya yang berada di bawah permukaan substrat. Penelitian mengenai pertumbuhan lamun lebih banyak mengacu pada pertumbuhan daun, karena daun lamun berada di atas permukaan substrat sehingga mudah untuk diamati pertumbuhannya (Brouns and Heijs, 1986).

Transplantasi Enhalus acoroides secara vegetatif, dengan memanfaatkan substrat yang berbeda, menemukan bahwa daun muda, daun sedang dan daun tua pada substrat lumpur tumbuh lebih baik daripada yang tumbuh pada pasir kasar (Badria, 2007).

B. Karakteristik Lamun Enhalus acoroides

Enhalus acoroides adalah lamun yang mempunyai ukuran paling besar. Helaian daunnya dapat mencapai ukuran panjang lebih dari 1 meter (Susetiono,

(19)

6

2004 dalam Badria, 2007)). Jenis ini tumbuh di perairan dangkal sampai kedalaman 4 meter, pada dasar pasir, pasir lumpur atau lumpur. Vegetasinya melimpah di daerah pasang surut. Walaupun cenderung untuk selalu membentuk vegetasi murni, namun beberapa lamun jenis lain juga dapat ditemukan berasosiasi dengannya. Lamun yang dapat ditemukan berasosiasi dengan E. acoroides adalah Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii dan Syringodium isoetifolium. Tumbuhan Enhalus acoroides berbunga sepanjang tahun (den Hartog, 1970).

Gambar 1. Tegakan lamun Enhalus acoroides yang memperlihatkan bagian-bagiannya

(Waycott et al, 2004).

Enhalus acoroides mempunyai rhizoma berdiameter 13,15 – 17,20 mm yang tertutup rapat dengan rambut-rambut yang kaku dan keras (Gambar 1). Akar berbentuk seperti tali, berjumlah banyak dan tidak bercabang dengan panjang antara 18,50 – 157,65 mm, berdiameter antara 3,00 – 5,00 mm. Bentuk daun seperti pita dengan tepi rata dan berujung tumpul. Panjang antara 65,0 – 160,0 cm dengan lebar antara 1,2 – 2,0 cm. Bentuk buah bulat dengan tangkai buah panjang yang akan berpuntir dan memendek setelah bunga mekar

(athesis). Buah yang matang akan terasa padat bila dipegang dan bulu-bulu

Rhizoma buah

Akar Daun

(20)

7

buah yang menutupi permukaan buah akan memendek dan tidak terasa kaku lagi (den Hartog, 1970).

E. acoroides umumnya tumbuh pada perairan yang terlindung yaitu di daerah bersubstrat pasir berlumpur sampai pasir kasar di perairan laut dangkal sampai estuaria (Tomascik et al, 1997). Jenis ini juga dapat mentolerir tingkat salinitas yang rendah, dapat membentuk padang lamun tunggal atau campuran dengan jenis Thalassia hemprichii, serta merupakan tempat berlindung berbagai larva hewan laut. Di rataan terumbu Pulau Pari, Enhalus acoroides tumbuh pada dasar lumpur, pasir dan pasir pecahan karang yang selalu tergenang air. Tumbuhnya berpencar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa individu atau kumpulan individu yang rapat, berupa kelompok murni atau bersama-sama dengan Thalassia hemprichii dan Halophila ovalis (Kiswara, 1992 dalam Parada, 2002).

E. acoroides dikelompokkan ke dalam taksa sebagai berikut (den Hartog, 1977): Dunia : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Bangsa : Hydrocharitales Suku : Hydrocharitaceae Marga : Enhalus

Jenis : Enhalus acoroides (Linnaeus f.) Royle

C. Faktor Pembatas Pertumbuhan Lamun

1. Nutrien

Pada perairan yang jernih, ketersediaan nutrien menjadi faktor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun. Lamun memperoleh nutrien

(21)

8

melalui dua jaringan tubuhnya yaitu melalui akar dan daun (Erftemeijer and Middelburg, 1993). Di daerah tropis, konsentrasi nutrien yang larut dalam perairan lebih rendah jika dibandingkan dengan konsentrasi nutrien yang ada di sedimen. Penyerapan nutrien pada kolom air dilakukan oleh daun sedangkan penyerapan nutrien dari sedimen dilakukan oleh akar namun tidak menutup kemungkinan pengangkutan nutrien oleh akar juga akan sampai ke bagian daun lamun (Erftemeijer and Middelburg, 1993).

Di perairan alami, nitrat merupakan bentuk utama nitrogen yang sangat di butuhkan lamun dalam proses pertumbuhannya (Effendi 2003 dalam Irwanto 2010), sedangkan fosfat merupakan bentuk fosfor yang sudah diurai oleh bakteri menjadi orthofosfat (PO4) dan dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Fosfat terdapat di sedimen dalam bentuk terlarut di air. Lamun hanya memanfaatkan fosfat yang dalam bentuk terlarut (Hutomo, 1999).

2. Suhu

Beberapa peneliti melaporkan bahwa perubahan suhu akan membawa pengaruh terhadap kehidupan lamun. Suhu dapat memengaruhi metabolisme penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns and Heijs, 1986). Kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan lamun dan epifit adalah 25-30ºC. Apabila suhu perairan berada di luar kisaran optimal tersebut, maka kemampuan lamun dalam proses fotosintesis akan menurun dengan drastis pula (Dahuri et al, 2001).

3. Salinitas

Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi, tergantung jenis dan umur lamun. Lamun yang tua dapat menolerir fluktuasi salinitas yang tinggi (Zieman 1993 dalam Hendra 2011). Menurut Dahuri et al (2001), sebagian besar lamun memiliki kisaran yang luas terhadap salinitas yaitu antara 10-40 ‰.

(22)

9

D. Hubungan Lamun dengan Substrat dan Unsur Hara

Berdasarkan ukuran partikelnya, substrat dibedakan atas kerikil/batu (> 2,00 mm), pasir (0,05-2,00 mm), geluh (silt) (0,002-0,05 mm) dan lempung (clay) (< 0,002 mm). Berdasarkan karakteristik tipe substratnya, padang lamun di Indonesia dikelompokkan ke dalam enam kategori , yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, pasir berlumpur, pasir, lumpur pasiran, puing-puing karang dan batu karang (Kiswara et al, 1985).

Laju pertumbuhan daun dan produksi lamun Enhalus acoroides lebih tinggi pada substrat lumpur berpasir (sedimen terigenous) dibandingkan pada jenis substrat yang lain, karena substrat lumpur berpasir umumnya mempunyai ketersediaan unsur hara N dan P yang lebih tinggi (Erftemeijer and Middelburg, 1993). Ketersediaan unsur hara N dan P pada substrat tersebut berkaitan dengan ukuran partikel dan ketebalan sedimen. Semakin kecil ukuran sedimen, maka akan semakin besar ketersediaan unsur hara N dan P di substrat tersebut (Erftemeijer and Middelburg, 1993).

Ketersediaan unsur hara di perairan padang lamun dapat berperan sebagai menjadi faktor pembatas pertumbuhan lamun. Untuk lamun yang tumbuh pada sedimen yang kaya akan kalsium karbonat (CaCO3), ketersediaan fosfat dapat menjadi faktor pembatas pertumbuhan karena fosfat kuat terikat pada partikel sedimen. Ketersediaan nitrogen organik di perairan, juga dapat menjadi faktor pembatas pertumbuhan lamun, sehingga efisiensi daur nutrisi dalam ekosistem menjadi sangat penting (Kiswara, 1995).

McRoy et al (1972) dalam penelitiannya mengenai pengikatan fosfat oleh lamun dengan menggunakan teknik perunut 32P pada jenis Zostera marina

menyimpulkan, bahwa sumber utama fosfat yang digunakan untuk pertumbuhan lamun adalah fosfat yang berada di dalam sedimen. Fosfat diserap oleh akar kemudian dialirkan ke daun dan kemudian dipindahkan ke perairan sekitarnya.

(23)

10

Unsur hara N dan P dapat berasal dari ekosistem itu sendiri atau dari luar ekosistem, dalam bentuk organik maupun anorganik (hasil dekomposisi/ penguraian). Peningkatan bahan organik akan memicu aktivitas organisme pengurai untuk menguraikan bahan organik menjadi anorganik. Penguraian (dekomposisi) bahan organik tersebut dilakukan oleh bakteri aerob dan anaerob.

(24)

11

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai Februari 2013 yang meliputi studi literatur dan persiapan alat, pengumpulan buah lamun

Enhalus acoroides, pengambilan data pertumbuhan, analisis data dan penyusunan laporan akhir.

Pengambilan biji lamun Enhalus acoroides dilakukan di Pulau Barranglompo, sedangkan pembibitan dan pengamatan dilakukan di Laboratorium Biologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Untuk analisis nitrat dan fosfat air dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Untuk analisis nitrat dan fosfat sedimen dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada saat pengambilan buah lamun di lapangan adalah kantong sampel untuk tempat penyimpanan buah lamun. Alat yang digunakan pada saat pembibitan lamun di laboratorium adalah botol bekas air mineral digunakan sebagai wadah media tumbuh, akuarium dengan sistim tersirkulasi dengan volume total air ±246 liter, mistar skala 1 mm digunakan untuk mengukur pertumbuhan lamun, thermometer untuk mengukur suhu,

handrefractometer untuk mengukur salinitas dan jangka sorong untuk mengukur diameter biji lamun.

Bahan-bahan yang digunakan adalah air tawar untuk membersihkan wadah, kantong plastik sebagai tempat penyimpanan sedimen yang diambil dari

(25)

12

pulau Barranglompo. Sedimen meliputi pasir laut (pasir karbonat dengan ukuran butir ±0,125 mm), rubble yang terdiri dari berbagai bentuk pecahan karang (umumnya dari karang bercabang, berukuran butir ±>2,00 mm) dan pasir kuarsa (pasir bahan bangunan dengan ukuran butir ±0,50 mm) yang digunakan sebagai substrat. Buah lamun Enhalus acoroides yang sudah matang yang ditandai dengan buah yang terasa padat bila digenggam dan bulu-bulu buah yang memendek dan tidak kaku.

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan dan Tahap Observasi

Tahap pertama adalah studi literatur, yang dilakukan untuk mempertajam fokus penelitian dan untuk penguatan kerangka teoritis, perumusan masalah, serta penyusunan metodologi penelitian. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan yang sesungguhnya, mengidentifikasi permasalah-an sebagai hipotesa awal dalam perencpermasalah-anapermasalah-an penelitipermasalah-an. Tahap observasi ini juga dilakukan untuk mengetahui secara pasti lokasi pengambilan buah lamun.

2. Persiapan Media dan Substrat untuk Pembibitan Lamun Enhalus

acoroides

Salah satu parameter pembatas pertumbuhan lamun adalah tingkat kekeruhan. Air yang keruh akan menghambat proses fotosintesis daun lamun. Oleh karena itu, pada penelitian ini substrat lumpur tidak digunakan walaupun substrat lumpur pada beberapa tulisan dianggap media terbaik untuk pertumbuhan lamun (Faiqoh, 2006; Badria, 2007; Hasanuddin, 2013).

Pembibitan biji lamun pada penelitian ini menggunakan pasir pantai, pecahan karang serta pasir kuarsa (Lampiran 8). Bila usaha pembibitan dapat dilakukan dengan menggunakan pasir yang mudah diperoleh, seperti pasir kuarsa, maka akan sangat memudahkan proses pembibitan.

(26)

13

Akuarium dan wadah plastik berupa botol bekas air mineral ukuran 330 ml berdiameter 54 mm, tinggi 10 cm. Botol dibersihkan terlebih dahulu, lalu kemudian diangin-anginkan hingga kering. Wadah plastik yang sudah bersih lalu dilubangi semua sisinya dengan menggunakan potongan besi berujung runcing, berdiameter 1mm. Wadah substrat siap untuk digunakan.

Pasir kuarsa, pecahan karang dan pasir laut (pasir CaCO3 halus), yang akan menjadi media tumbuh lamun, dicuci dengan air tawar beberapa kali hingga bersih, kemudian dijemur di bawah matahari dengan harapan mikroorganisme dan senyawa organik yang masih tersisa di sedimen akan berkurang atau bahkan hilang setelah proses pencucian dan pengeringan.

Gambar 2. Biji lamun dalam wadah dengan substrat beragam (pasir laut (PA), pasir kuarsa (PK) dan pecahan karang (RK)).

3. Pengambilan Buah Lamun Enhalus acoroides

Buah lamun Enhalus acoroides yang dianggap sudah matang, dipetik pada tangkai buahnya 5 cm dari buah lalu dibersihkan hingga tidak ada lagi butiran pasir yang melekat pada kulit buah. Setelah bersih, buah lamun dimasukkan ke dalam kantong sampel untuk dibawa ke laboratorium.

(27)

14

Gambar 3. Buah (A), dan biji (B) dari lamun Enhalus acoroides

4. Penandaan Wadah Substrat

Sebelum digunakan, wadah yang sudah dibersihkan, diberi label atau kode. Wadah substrat pasir kuarsa (PK) dengan jumlah ulangan 20 (PK1, PK2, sampai PK20), substrat pasir dari habitat alami (pasir laut) (PA) dengan jumlah ulangan 20 (PA1, PA2, sampai PA20), substrat pecahan (rubble) karang (RK) dengan jumlah ulangan 20 (RK1, RK2 sampai RK20). Wadah kemudian diisi substrat yang sesuai setinggi 6 cm, lalu diletakkan secara acak di dalam akuarium (Gambar 4), yang airnya tersirkulasi dalam suatu sistem (volume ± 246 liter). Wadah berisi substrat kemudian dibiarkan selama 3 hari dalam sistim tersirkulasi tadi, sebelum ditanami biji.

Buah lamun yang telah terkumpul dibuka dan dikeluarkan bijinya dengan hati-hati agar selubung pembungkus biji tidak rusak. Sebanyak 60 biji lamun berdiameter relatif sama (± 16 mm) dipilih untuk kemudian diambil secara acak untuk ditanam pada media tumbuh yang telah dipersiapkan dan berada dalam akuarium yang telah terisi air laut dan tersirkulasi.

B A

(28)

15 PA PK RK 39cm PA1 RK2 PK4 PA6 RK7 PK9 PK1 PA3 RK4 PK6 PA8 RK9 RK1 PK3 PA5 RK6 PK8 PA10 PA2 RK3 PK5 PA7 RK8 PK10 PK2 PA4 RK5 PK7 PA9 RK10 39cm PA11 RK12 PK14 PA16 RK17 PK19 PK11 PA13 RK14 PK16 PA18 RK19 RK11 PK13 PA15 RK16 PK18 PA20 PA12 RK13 PK15 PA17 RK18 PK20 PK12 PA14 RK15 PK17 PA19 RK20

Gambar 4. Posisi wadah saat biji disemaikan dalam dua akuarium yang terhubung dengan sistem sirkulasi.

Ket. : : Substrat Pasir Laut (pasir karbonat)

: Substrat Pasir Kuarsa

: Substrat Pecahan (Rubble) karang

a

b 35cm

(29)

16 5. Pengukuran Kualitas Air

a. Suhu

Pengambilan data suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer

pada setiap akuarium dengan cara mencelupkan thermometer ke dalam akuarium kemudian suhu yang ditunjukkan pada thermometer dicatat.

b. Salinitas

Pengukuran parameter salinitas dilakukan dengan menggunakan

handrefractometer. Air yang terdapat dalam akuarium, diambil secukupnya kemudian diteteskan pada kaca handrefractometer, lalu dengan bantuan cahaya dilihat dan dicatat nilai salinitasnya.

c. Nitrat

Air sampel disaring dengan menggunakan kertas Whatman, kemudian air yang sudah disaring dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi yang selanjutnya di tambahkan dengan larutan brucin sebanyak 0,5 ml lalu diaduk. Kemudian ditambahkan 5ml asam sulfat pekat kemudian diaduk dan didiamkan beberapa menit sampai dingin. Larutan blanko dibuat dari 5 ml akuades. Kadar nitrat diukur dengan menggunakan spektrofotometer (pembacaan sampel maksimal 3,5 mg/L dan minimum 0,001 mg/L) DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420 nm. Nilai nitrat yang tertera di layar spektrofotometer DREL 2800 kemudian dicatat.

d. Fosfat

Sebanyak 25-50 ml air sampel disaring dengan menggunakan kertas saring millipore 0,45 μm atau yang setara. Kemudian 2,0 ml air sampel yang telah disaring dipipet, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2,0 ml H3BO3 1%, dan diaduk, lalu ditambahkan 3,0 ml larutan pengoksida fosfat (campuran antara Asam sulfat 2,5 M, asam ascorbic dan ammonium mlybdate) lalu diaduk. Dibiarkan selama satu jam, agar terjadi reaksi

(30)

17

yang sempurna. Kadar fosfat diukur dengan menggunakan spektrofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420 nm. Nilai fosfat yg tertera di layar Spektrofotometer DREL 2800 kemudian dicatat.

6. Pengukuran Pertumbuhan Semaian Biji Lamun Enhalus acoroides

Pengukuran pertumbuhan semaian lamun meliputi perhitungan jumlah daun. Sedangkan panjang daun dan lebar daun diukur dengan menggunakan mistar plastik 1 mm. Pengukuran pertama dilakukan pada hari kedua setelah penanaman dan selanjutnya dilakukan setiap dua hari selama 8 minggu pemeliharaan. Untuk data tambahan dilakukan pula pengamatan pada perubahan jumlah lamun yang mati, panjang akar, jumlah akar dan diameter akar yang dilakukan di akhir penelitian.

Laju pertumbuhan daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus (Supriadi, 2003; Short and Duarte, 2001).

Keterangan:

P : Laju pertumbuhan panjang daun (mm) Lo : Panjang awal daun (mm) Lt : Panjang akhir daun (mm) Λt : Lama/waktu pengamatan (hari) D. Analisis Data

Untuk melihat efek substrat yang berbeda terhadap pertumbuhan semaian lamun Enhalus acoroides, digunakan analisis varians satu arah (One Way ANOVA). Jika hasil dari analisis tersebut menunjukkan adanya perbedaan signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis post hoc test untuk menentukan perlakuan yang optimum.

P =

Lt

Lo

Λ

t

(31)

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus acoroides

1. Pertumbuhan Panjang Daun, Panjang Akar dan Jumlah Akar

Laju pertumbuhan daun dari semaian lamun Enhalus acoroides

memperlihatkan nilai yang berbeda pada substrat yang berbeda. Semaian di substrat pasir laut secara signifikan tumbuh lebih cepat (P<0,05) dibandingkan dengan yang tumbuh pada substrat pasir kuarsa dan pecahan karang (Gambar 5).

Gambar 5. Rerata pertumbuhan panjang daun semaian Enhalus acoroides pada substrat yang berbeda

Dari pola pertumbuhan daun lamun E. acoroides selama 8 minggu (Gambar 6) terlihat bahwa, semaian dengan substrat pasir laut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan semaian yang tumbuh pada substrat pasir kuarsa dan pecahan karang.

a b b 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang

(RK) R e ra ta P e rt u m b u h a n p a n ja n g D a u n ( m m ) Substrat

Pertumbuhan daun Semaian Enhalus acoroides pada susbstrat berbeda

(32)

19

Gambar 6. Grafik pola pertumbuhan panjang daun Enhalus acoroides selama 8 minggu pemeliharaan

Laju pertumbuhan panjang daun semaian lamun Enhalus acoroides pada substrat pasir laut dengan substrat pasir kuarsa dan substrat pasir alami dengan substrat pecahan karang berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 3). Laju pertumbuhan semaian Enhalus acoroides secara signifikan lebih tinggi pada pasir laut dibandingkan dengan yang tumbuh pada pasir kuarsa dan pecahan karang (Gambar 5).

Pola pertumbuhan panjang daun semaian lamun E. acoroides di laboratorium hingga hari ke 20 setelah penanaman tidak memperlihatkan pola pertumbuhan yang berbeda (Gambar 6). Hal ini disebabkan karena sumber energi yang digunakan untuk tumbuh hingga hari ke-20 masih memanfaatkan cadangan makanan yang berasal dari biji. Semua biji yang berasal dari tumbuhan berbiji tertutup (angiospermae) memiliki cadangan makanan yang terdapat dalam putih lembaga dalam (endospermium). Lama penyimpanan cadangan makanan dalam biji berbeda-beda pada setiap jenis (Tjitrosoepomo, 2000; Hidayat, 1995).

Semaian lamun E. acoroides yang tumbuh pada substrat berbeda setelah hari ke 20 memperlihatkan pola pertumbuhan yang berbeda (Gambar 6), dan secara signifikan pola pertumbuhan terlihat pada hari ke 26 keatas (P<0,05)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 P o la p e rt u m b u h a n p a n ja n g d a u n E n h a lu s a c o ro id e s ( m m )

Waktu Pengamatan (hari) Pasir Alami

Pasir Kuarsa Pecahan Karang

(33)

20

(Lampiran 4). Semaian yang tumbuh pada pasir laut lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh pada substrat pasir kuarsa dan pecahan karang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena semaian lamun E. acoroides sudah mulai memanfaatkan nutrien dari lingkungan. Konsentrasi nitrat di kolom air pada awal penelitian (penanaman biji) adalah sekitar 2,08 mg/L yang meningkat menjadi >3,5 mg/L pada hari ke-30 (pertengahan penelitian), tetapi menurun kembali menjadi sekitar 2,09 mg/L di akhir penelitian (±60 hari) (Tabel 1). Peningkatan konsentrasi nitrat pada pertengahan penelitian kemungkinan disebabkan oleh karena semaian belum memanfaatkan nutrien dari lingkungan, kenyataan adanya penambahan air laut baru pada pertengahan waktu penelitian juga dapat menjadi alasan meningkatnya konsentrasi nitrat serta adanya fiksasi nitrogen yang berasal dari udara melalui sirkulasi air yang jatuh masuk ke dalam air (Fitter and Hay, 1981).

Konsentrasi nitrat kembali menurun ketika akhir penelitian yang diduga disebabkan karena semaian lamun E. acoroides telah memanfaatkan nutrien dari lingkungannya untuk tumbuh.

Tabel 1. Konsentrasi Nutrien dalam kolom air

Pengukuran Nutrien (mg/L)

Nitrat (NO3) Fosfat (PO4)

Awal 2,08 1,61

Tengah ± >3,5 1,18

Akhir 2,09 1,44

Pertambahan panjang daun semaian lamun Enhalus acoroides yang ditanam pada substrat pasir laut lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh pada substrat pasir kuarsa dan pecahan karang. Hal ini pula disebabkan karena tekstur sedimen pada pasir alami (PA) lebih halus. Tekstur substrat yang lebih halus menyebabkan tumbuhan tidak perlu mengeluarkan energi yang lebih besar agar akar bisa masuk ke dalam substrat. Berbeda dengan partikel sedimen yang

(34)

21

lebih kasar seperti substrat lainnya (PK dan RK), akar membutuhkan energi lebih banyak untuk masuk ke dalam substrat kasar, sehingga energi yang akan digunakan untuk pertumbuhan daun pada pasir laut (PA) relatif lebih banyak dibandingkan dengan substrat pasir kuarsa (PK) dan substrat pecahan karang (RK). Hal serupa juga didapatkan oleh Badria (2007), di Teluk Banten. Pada substrat yang lebih halus, laju pertumbuhan Enhalus acoroides lebih cepat dibandingkan dengan lamun yang tumbuh pada substrat yang kasar.

Hasil ini didukung pula oleh suhu dan salinitas yang masih dalam batas toleransi pertumbuhan untuk lamun. Menurut Dahuri (2001), batas toleransi optimum suhu dan salinitas untuk pertumbuhan lamun yaitu 30 0C dengan salinitas 35 ‰ . Kisaran suhu air pada dua akuarium yang digunakan adalah antara 27– 29 0C, dengan kisaran salinitas 30-31 ‰.

Substrat merupakan medium dari mana tumbuhan secara normal memperoleh nutrien. Substrat dapat didefinisikan pula sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Air dan udara berada dalam pori-pori substrat. Distribusi dan ukuran rongga pori-pori tergantung pada struktur dan tekstur substrat.

Substrat menentukan sejauh mana lamun tumbuh. Umumnya lamun tumbuh pada substrat berlumpur sampai ke substrat berbatu. Perbedaan karakteristik substrat dapat memengaruhi pertumbuhan dan penyebaran lamun. Hal ini sesuai dengan penyataan Erftemeijer and Middelburg (1993) bahwa semakin kecil ukuran sedimen maka semakin besar pula ketersediaan unsur hara N dan P di substrat tersebut. Karena semakin kecil ukuran partikel substrat maka energi yang digunakan akar untuk masuk ke dalam substrat untuk memperoleh nutrien tidak banyak. Berbeda dengan substrat yang memiliki tekstur yang kasar.

Hal ini pula dukung dengan hasil penelitian yang didapatkan pada panjang akar dan jumlah akar. Rerata panjang akar lamun Enhalus acoroides yang

(35)

22

ditumbuhkan pada substrat pasir laut (PA) dan substrat pasir kuarsa (PK) secara signifikan lebih panjang (P<0,05) dibandingkan akar semaian yang ditumbuhkan di substrat pecahan (rubble) karang (RK) (Gambar 7).

Gambar 7. Rerata panjang akar semaian lamun Enhalus acoroides pada substrat berbeda

Rerata panjang akar semaian lamun E. acoroides pada substrat pecahan karang dengan substrat pasir kuarsa dan substrat pecahan karang dengan substrat pasir laut berbeda nyata (P<0,05) (Lampiran 5). Salah satu fungsi akar adalah untuk menyerap nutrien dari dalam substrat. Seperti penyataan Erftemeijer and Middelburg (1993) yang menyatakan bahwa lamun lebih banyak mengambil nutrien dari dalam substrat dibandingkan dengan nutrien di kolom air. Semakin panjang suatu akar maka akan semakin optimal pengambilan nutrien dari dalam substrat (Jumin, 1985). Hal ini didasari dengan asumsi bahwa semakin panjangnya akar maka bulu-bulu akar akan semakin banyak dan pengambilan nutrien dari dalam substrat pun optimal.

Sedangkan dari segi jumlah akar, semaian yang ditumbuhkan pada substrat pecahan (rubble) karang secara signifikan memiliki jumlah akar yang lebih banyak dibandingkan dengan pasir laut dan pasir kuarsa (Gambar 8).

a a b 0 20 40 60 80 100 120

Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK) R e ra ta P a n ja n g A k a r S e m a ia n E . a c o ro id e s ( m m ) Substrat

(36)

23

Gambar 8. Rerata jumlah akar semaian Enhalus acoroides yang ditumbuhkan pada substrat yang berbeda

Akar merupakan salah satu organ tumbuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan. Akar selain berfungsi untuk memperkuat berdirinya tumbuhan juga bertindak sebagai penyerap nutrien dari dalam sedimen dan kadang-kadang sebagai temapat penyimpanan cadangan makanan (Tjitrosoepomo, 2000). Bentuk dan kedalaman serta penyebaran akar akan mempengaruhi jumlah nutrien dan air yang diserap oleh akar tanaman. Akar yang panjang memiliki luas permukaan yang lebih besar jika dibandingkan dengan akar yang pendek karena dapat menjelajahi sejumlah volume yang sama (Jumin, 1985).

Rerata jumlah akar semaian E. acoroides yang tumbuh pada substrat pecahan karang terhadap susbtrat pasir kuarsa dan substrat pecahan karang dengan substrat pasir laut berbeda nyata (P<0,05) (lampiran 6). Hal ini disebabkan karena tipe substrat yang berbeda. Substrat pecahan karang memiliki tekstur lebih kasar sehingga akar semaian sangat sulit untuk menembus substrat dalam memperoleh nutrien. Untuk tetap memperoleh nutrien yang cukup untuk pertumbuhannya maka salah satu adaptasi yang dilakukan yaitu memperbanyak akar.

a a b 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK) J u m la h A k a r Se m a ia n En h a lu s a c o ro id e s Substrat

(37)

24 2. Lebar Daun

Rata-rata pertambahan lebar daun Enhalus acoroides pada substrat pasir laut dan pecahan karang adalah ±0.094 mm/hari, sedangkan pada pasir kuarsa adalah ±0.092 mm/hari (Gambar 9).

Gambar 9. Rerata pertambahan lebar daun lamun Enhalus acoroidespada substrat yang berbeda

Uji statistik dengan analisis One Way ANOVA menunjukkan bahwa pertambahan lebar daun dari semaian Enhalus acoroides yang tumbuh pada 3 substrat yang berbeda tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 7).

3. Jumlah Daun

Rata-rata pertambahan jumlah daun Enhalus acoroides selama 8 minggu pemeliharaan dengan interval 2 hari pada substrat berbeda adalah Gambar 10.

Gambar 10. Rerata pertambahan jumlah daun Enhalus acoroides pada substrat yang berbeda 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10

Pasir laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang

(RK) R e ra ta Pe rta m b a h a n L e b a r D a u n (m m ) Substrat 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 R e ra ta p e rt a m b a h a n J u m la h D a u n L a m u n E . a c o ro id e s

Waktu Pengukuran (Hari) Pasir Laut (PA)

Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK)

(38)

25

Grafik di atas menunjukkan bahwa pertambahan jumlah daun Enhalus acoroides yang disemaikan pada substrat pasir laut, pasir kuarsa dan pecahan karang tidak berbeda jauh. Rata-rata pertambahan jumlah daun Enhalus acoroides yang tumbuh pada tiga substrat berbeda selama 8 minggu pemeliharaan adalah ±5,60 (sekitar 5-6 ) jumlah daun yang tumbuh (Lampiran 2).

B. Kandungan Nutrien dalam Sedimen

Lamun hidup pada berbagai macam tipe substrat, diantaranya pasir, lumpur, pasir berlumpur dan batu karang. Kondisi ini menentukan penyebarannya di perairan mulai dari pantai hingga ke daerah berbatasan dengan ekosistem terumbu karang. Selain dalam kolom perairan, nutrien juga dapat dijumpai dalam substrat.

1. Nitrat

Konsentrasi nitrat pada ketiga substrat yang berbeda memiliki nilai rata-rata yang berbeda pada awal hingga akhir penelitian (Gambar 11). Kandungan nitrat pada sedimen awal penelitian yaitu pada substrat pasir laut (PA) sebesar 13,91 ppm, substrat pasir kuarsa (PK) sebesar 13,36 ppm dan pada pecahan karang (RK) sebesar 10,25 ppm. Sedangkan setelah penelitian kandungan nitrat pada sedimen yaitu substrat pasir laut (PA) sebesar 12,60 ppm, substrat pasir kuarsa (PK) sebesar 16,10 ppm dan substrat pecahan karang (RK) sebesar 10,39 ppm. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Hamid (1996) di Teluk Grenyang sebesar 17,94-51,38 ppm dan Suparno (1999) di Teluk Banten sebesar 11,11-37,21 ppm. Perbedaan nilai konsentrasi nitrat pada ketiga substrat pada penelitian ini masih tergolong baik untuk pertumbuhan lamun.

(39)

26

Gambar 11. Rerata Kadungan Nitrat (NO3) dalam sedimen

2. Fosfat

Konsentrasi kandungan fosfat dalam sedimen yang dilakukan pada awal dan akhir penelitian didapatkan nilai yang berbeda (Gambar 12).

Gambar 12. Rerata kandungan fosfat (PO4) dalam sedimen

Kandungan fosfat pada awal penelitian yaitu untuk pasir laut (PA) sebesar 14,12 ppm, untuk substrat pasir kuarsa (PK) sebesar 15,29 ppm dan untuk substrat pecahan karang (RK) sebesar 13,83 ppm. Sedangkan kandungan fosfat setelah penelitian didapatkan untuk substrat pasir laut (PA) sebesar 17,70 ppm, untuk substrat pasir kuarsa (PK) sebesar 18,56 ppm dan untuk pecahan karang (RK) sebesar 17,87 ppm. Hal ini sesuai dengan hasil analisis fosfat yang didapatkan oleh Hamid (1996) di Teluk Grenyang Banten yaitu sebesar 16,87-34,24 ppm. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini masih dalam kategori baik untuk pertumbuhan lamun berdasarkan data-data penelitian di lokasi lain.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK) R e ra ta k a n d u n g a n N itr a t (N O3 ) d a la m Se d im e n (p p m ) Substrat Awal Penelitian Akhir Penelitian 0 5 10 15 20 25

Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK)

R e ra ta K a n d u n g a n F o s fa t (P O4 ) D a la m S e d im e n (p p m ) Substrat Awal Penelitian Akhir Penelitian

(40)

27

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe substrat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan semaian lamun Enhalus acoroides, dimana laju pertumbuhan panjang daun semaian lamun Enhalus acoroides lebih signifikan pada substrat pasir laut (pasir karbonat) dibandingkan dengan semaian yang tumbuh pada substrat pasir kuarsa dan pecahan karang.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat tingkat kelangsungan hidupnya di lapangan, sehingga bisa di bandingkan hasil antara restorasi secara vegetatif dengan restorasi secara generatif. Dan untuk substrat sebaiknya menggunakan pasir laut (pasir karbonat) jika melakukan persemaian di laboratorium.

(41)

28

DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M.H. 1999. Petunjuk Penanaman lamun. Oseana, Volume XXIV, Nomor 3 :11 – 25.

Badria, S., 2007. Laju Pertumbuhan Daun Lamun Enhalus acoroides Pada Dua Substrat Berbeda Di Teluk Banten. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Bengen,D.G. 2004. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Instititut Pertanian Bogor.

Bjork, M., Short, F., Mcleod, E. and Beer, S. 2008. Managing Seagrasses for

Resilience to Climate Change. IUCN Resilience Science Group Working

Paper Series No.3. IUCN, Gland, Switzerland, 55 pp.

Boyd, C.E. 1989. Water Quality Management in Ponds for Aquculture Alabama. Agriculture Experiment Statiun Auburn. Universitas Alabama. USA.

Brouns, J.J.W.M and Heijs, H.M.L., 1986. Production and Biomass of the Seagrass, Enhalus acoroides (L.f.) Aquatic Botany. 25:21-24.

Coles R, Mckenzie L, Campbell S, Mellors J, Waycott M and Goggin L. 2004.

Seagrasses in Queensland waters. Current State Of Knowledge. CRC Reef Research Centre. Australia.

Dahuri, R., Jacub R., Sapta. P.G., dan Sitepu. M.J. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu. PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Den Hartog, 1970. The Seagrasses of The World. North Holland Publishing Co., Amsterdam.

Den Hartog 1977. Structure, Function and Clasification in Seagrasess Communities. Marcell Dekker. New York.

Erftemeijer P I. A and Middelburg. J.J. 1993. Sediment-nutrient Interactions in Tropical Seagrass Beds: a Comparison Between a Terrigenous and a Carbonate Sedimentary Environment in South Sulawesi (Indonesia). Marine Ecology Progress Series, Vol,102: 187-198. Netherlands Institute of Ecology, Centre for Estuarine and Coastal Ecology. Netherland.

Faiqoh, E. 2006. Laju Pertumbuhan dan Produksi Daun Enhalus acoroides (L.f)

Royle di Pulau Burung, Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Fitter,A.H dan Hay, R.K.M., 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

(42)

29

Hamid, A. 1996. Peranan Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Pertumbuhan Enhalus acoroides (L.f) Royle di Teluk Grenyang-Bojongara Kabupaten

Serang, Jawa Barat. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Bogor.

Hasanuddin, R. 2013. Hubungan Antara Kerapatan dan Morfometrik Lamun Enhalus acoroides dengan Substrat dan Nutrien di Pulau Sarappo Lompo

Kab. Pangkep. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin.

Makassar

Hendra. 2011. Pertumbuhan dan Produksi Biomassa Daun Lamun Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis Pada Ekosistem Padang Lamun di Perairan Pulau Barrang Lompo. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hidayat, B.E., 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Jurusan Biologi, FMIPA. Institut Teknologi Bandung (ITB). Bandung

Hutomo, M., 1999. Proses Peningkatan Nutrien Mempengaruhi Kelangsungan Hidup Lamun. (Online). http://www.coremap.or.id/berita/arti cle.php?id=160. (diakses pada hari Senin 09 Oktober 2012).

Irwanto, N. 2010. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides Yang Ditransplantasi Dengan Metode Plug Di Pulau Barrang Lompo. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Jumin, H.B. 1985. Ekologi Tanaman; Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Press. Jakarta.

Kiswara W, 1995. Kandungan Hara dalam Air Antara dan Air Permukaan Padang Lamun Pulau Barrang Lompo dan Gusung Talang, Sulawesi Selatan. Balitbang, Biologi, Pustlitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta Timur.

Kiswara, W. and Hutomo, M. 1985. Habitat dan Sebaran Geografik Lamun. Oseana, Volume X, Nomor 1: 21-30.

Lanuru M. 2011. Bottom Sediment Characteristics Affecting the Success of Seagrass (Enhalus acoroides) Transplantation in the Westcoast of South Sulawesi (Indonesia). 3rd International Conference on Chemical, Biological and Environmental Engineering IPCBEE. Vol. 20.

Marion S.R and Orth R.J. 2010. Factors Influencing Seedling Establishment

Rates in Zostera marina and Their Implications for Seagrass Restoration.

Restoration Ecology. Vol. 18, No. 4, pp. 549–559

McRoy, C.P., Barsdate, R.J., and Nebert, M. 1972. Phosphorus cycling in an

eelgrass (Z. marina L.) ecosystem. Limnol. Oceanogr. 17, 58–67.

Muchtar, M. 1999. Zat hara dan kondisi fisik Teluk Kuta, Lombok. Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI.

(43)

30

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT. Gramedia Jakarta.

Parada, M., 2002. Kepadatan dan Produksi Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Short, F. T., and Duarte, C. M. 2001. Methods for the Measurament of Seagrass Growth and Production. Di dalam Short FT and Coles RG, editor. Global Seagrass Research Methods. Amsterdam. Elsevier Science II.V Chapter 8. Hal 174-175

Supriadi. 2003. Produktivitas Lamun Enhalus acoroides (Linn. F) Royle dan Thalassia hemprichii (Ehrenb.) Ascherson di Pulau Barranglompo

Makassar. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Tangke, U. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat dan Fungsi Rehabilitasi).

Faperta UMMU. Ternate

Thorhaug, A. 1974. Transplantation of the seagrass Thalassia testudinum Konig. Aquaculture 4 (2): 177-183.

Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan. Edisi Ke-12. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tomascik, T., Mah, A.J., Nontji, A., dan Moosa, M.K. 1997. The Ecology of The Indonesian Seas. Part Two. The Ecology of Indonesia Series. Volume VIII. Periplus Edition (HK), Ltd, Singapore.

Tri PH. 2008. Rehabilitation and Conservation The Seagrass Meadows At Cam Hai Dong, Cam Ranh Bay, Khanh Hoa Province, Central Vietnam. Institute of Oceanography Nhatrang,Vietnam.

Waycott, M., McMahon, K., Mellors, J., Calladine, A., and Kleine, D., 2004. A Guide to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook University, Townsville, 72 pp

Gambar

Gambar  1.  Tegakan  lamun  Enhalus  acoroides  yang  memperlihatkan  bagian-bagiannya  (Waycott et al, 2004).
Gambar  2.  Biji  lamun  dalam  wadah  dengan  substrat  beragam  (pasir  laut  (PA),  pasir  kuarsa (PK) dan pecahan karang (RK))
Gambar 3. Buah (A), dan biji (B) dari lamun Enhalus acoroides
Gambar  4.  Posisi  wadah  saat  biji  disemaikan  dalam  dua  akuarium  yang  terhubung  dengan sistem sirkulasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis simpanan karbon lamun Enhalus acoroides di kawasan pantai Langala dengan mengalikan karbon rata-rata jenis dengan luas area yang ditumbuhi lamun, maka

Metode: Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif untuk mengetahui hubungan kandungan nitrat terhadap pertumbuhan lamun Enhalus acoroides

a) Daun lamun jenis Enhalus acoroides diambil di perairan Desa Waai. b) Sampel diletakan di dalam wadah yang berisi air laut perairan tempat hidupnya, bertujuan untuk

Hasil analisis deskriptif pada Tabel 1 dan Grafik 1 menunjukkan bahwa minuman teh yang berasal dari daun lamun Enhalus acoroides yang tua memiliki kadar flavonoid yang

Biji yang berada di dalam buah lamun Enhalus acoroides yang disimpan hingga lima hari pada suhu kamar, masih dapat tumbuh dengan baik. Perlu dilakukan upaya penyimpanan dengan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan inventarisasi pantulan spektral spesies lamun Enhalus acoroides (Ea) dan Cymodocea rotundata (Cr) pada berbagai kondisi,

Peneliti ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan, jenis dan kelimpahan Dinoflagellata epibentik pada daun Lamun jenis Enhalus acoroides dan mengidentifikasi jenis

a) Daun lamun jenis Enhalus acoroides diambil di perairan Desa Waai. b) Sampel diletakan di dalam wadah yang berisi air laut perairan tempat hidupnya, bertujuan untuk