• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh suhu dan lama penyimpanan biji terhadap sintasan dan pertumbuhan bibit lamun Enhalus acoroides

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh suhu dan lama penyimpanan biji terhadap sintasan dan pertumbuhan bibit lamun Enhalus acoroides"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN BIJI

TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT LAMUN

Enhalus acoroides

SKRIPSI

OLEH:

NURHIKMAH

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(2)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN BIJI

TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT LAMUN

Enhalus acoroides

Oleh:

NURHIKMAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(3)

ABSTRAK

NURHIKMAH (L111 09 274) ”Pengaruh suhu dan lama penyimpanan biji terhadap sintasan dan pertumbuhan bibit lamun Enhalus acoroides” di bawah bimbingan ibu ROHANI AMBO RAPPE sebagai pembimbing utama dan ibu INAYAH YASIR sebagai pembimbing anggota.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 hingga Januari 2013. Pada penelitian ini menggunakan dua perlakuan suhu yaitu suhu kamar (27ºC-30ºC) dan suhu refrigerator (1ºC-10ºC) dengan lama penyimpanan buah yang berbeda (2, 5, 8 dan 11 hari), Penelitian ini dibatasi pada parameter yaitu pertumbuhan semaian lamun, survival rate dan kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pada pertumbuhan biji lamun Enhalus acoroides yang disimpan dalam refrigerator dan suhu kamar untuk waktu yang berbeda. Diharapkan penelitian ini memberikan informasi mengenai metode terbaik untuk penyimpanan dan pembibitan biji lamun Enhalus acoroides.

Pengukuran pertumbuhan semaian lamun Enhalus acoroides dilakukan

dengan interval dua hari pengamatan. Waktu penanaman bibit dilakukan sesuai dengan lama penyimpanan buah. Untuk kualitas air (nitrat dan fosfat) pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali (awal, pertengahan dan di akhir penelitian).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang daun semaian memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih baik. Bibit lamun Enhalus acoroides yang di simpan pada suhu kamar tingkat pertumbuhan semaiannya juga lebih baik bila bibit ditanam sesegera mungkin. Lama penyimpanan yang lebih bagus yaitu penyimpanan 2 hari dengan rata-rata pertumbuhan 2,49mm/hari dan lama penyimpanan 5 hari dengan rata-rata pertumbuhan 2,08mm/hari. Konsentrasi nutrien di dalam air yaitu nitrat berkisar antar 1,99mg/L-3,19mg/L sedangkan fosfat berkisar antara 1,99mg/L-3,19mg/L. Hasil pengukuran kualitas air yaitu suhu air berkisar antara 27°C-30°C, salinitas 30‰-31‰. Secara signifikan penyimpanan buah lamun Enhalus acoroides yang bagus untuk pembibitan yaitu pada suhu kamar selama 2-5 hari.

Kata kunci : Suhu dan lama penyimpanan, Enhalus acoroides, survival rate, laju pertumbuhan

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh suhu dan lama penyimpanan biji terhadap

sintasan dan pertumbuhan bibit lamun Enhalus

acoroides

Nama Mahasiswa : Nurhikmah

Nomor Pokok : L111 09 274

Jurusan : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh : Pembimbing Utama,

Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si

NIP. 19690913 199303 2004

Pembimbing Anggota,

Dr. Inayah Yasir, M.Sc

NIP. 19661006 199202 2001

Mengetahui :

Dekan Ketua Jurusan Ilmu Kelautan

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP Dr.Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si

NIP. 19611201 198703 2002 NIP. 19631120 199303 1002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Nurhikmah dilahirkan pada tanggal 31 desember 1991 di Malaysia. Anak kedua dari empat bersaudara, dari ayahanda A. Basri Makkkaraka dan ibunda Hj. Syamsiah. Penulis mulai mengecap pendidikan dengan masuk di Sekolah Dasar Negeri 194 Kolasa pada tahun 2003. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Sinjai Timur Kab. Sinjai pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sinjai Timur Kab. Sinjai pada tahun 2009. Ditahun yang sama (2009) penulis diterima sebagai Mahasiswa di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif menjadi asisten pada beberapa mata kuliah dibidang Botani Laut, Avertebrata Laut dan Vertebrata Laut. Dibidang keorganisasian penulis pernah bergabung di Marine Science Diving Club Universitas Hasanuddin (MSDC-UH), Teater Kampus Unhas (TKU).

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir yaitu Kuliah Kerja Nyata Profesi (KKNP) di Desa Lerang Kec. Lanrisang Kab. Pinrang pada periode Juni-Agustus 2012. Penelitian dengan judul skripsi “Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Biji Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Bibit Lamun

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan hidayah_Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan

Biji Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Bibit Lamun Enhalus acoroides”. Skripsi ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada skripsi ini. Oleh karna, itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Terima kasih, dan semoga skripsi ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.

Makassar, 18 September 2013 Penulis

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini tidak ada hal yang penulis sampaikan selain ucapan “Terimah Kasih” yang setulus-tulusnya dari lubuk hati penulis yang paling dalam sebagai bentuk perhargaan dan penghormatan kepada:

1. Orang tuaku tercinta Ayahanda A. Basri Makkaraka dan Ibunda Hj. Syamsiah teriring do’a dan kasih sayang yang begitu tulus dan tak berujung.

2. Saudara (i) ku Nurlaelah, Nurfadillah, Putri dan Nurmuta’al Ramadhan

yang tanpa henti selalu memberi nasehat, dukungan, pengorbanan dan setia menemaniku dikala susah maupun senang.

3. Keluarga besar Makkaraka (Puang Iting, Puang Timang, Puang Bolleng,

Puang Tola, Puang Juhra, Puang Ummi, Puang Haya) atas kasih sayang yang diberikannya selama ini.

4. Ibu Dr.Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si selaku pembimbing utama dan Ibu

Dr. Inayah Yasir, M.Sc selaku pembimbing anggota yang dengan ikhlas meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan arahan, motivasi, bimbingan dan bantuan selama masa studi, penelitian hingga penyusunan tugas akhir ini.

5. Bapak Dr.Ir. Muh. Farid Samawi, M.Si., Dr.Ir. Syafiuddin, M.Si., Dr. Khairul Amri, ST, M.Sc.Stud, dan bapak Dr. Supriadi, ST.M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritik dalam perbaikan skripsi penulis.

6. Ibu Prof.Dr.Ir. Andi Niartiningsih, MP., selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan dan Bapak Dr.Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si

(8)

nasehat dan bimbingan selama masa studi hingga tahap penyelesaian studi.

7. Bapak Prof.Dr.Ir. Amran Saru, M.Si dan Dr. Muh. Banda Selamat, S.Pi,MT selaku penasehat akademik, terima kasih atas nasehat yang diberikan kepada penulis selama masa studi.

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Jurusan Ilmu Kelautan dan semua Dosen

Se-Unhas, terima kasih atas segala pengetahuan yang telah diberikan selama masa studi penulis.

9. Rekan-rekan seperjuangan Team Seagrass: Steven, Hasanah, Jezsy

Patiri dan Jumniaty S yang selalu bekerjasama dalam tahap penelitian hingga penulisan skripsi.

10. Adik yunior Katarina Hesty Rombe dan Nenni Asriani , terima kasih atas bantuan, motivasi, dukungan dan do’anya selama ini.

11. Teman-teman KKN GELOMBANG 82 Desa Lerang, Kec. Lanrisang,

Kab. Pinrang (kak Anty, Tami, Ati, Kak adi, yaya, Izhar dan Edi),

terkhusus lagi buat bapak Abu Thalib yang selalu memberikan

dukungan, bantuan dan do’anya selama 2 bulan di lokasi KKN.

12. Teman-teman seperjuangan Angkatan Kosong Sembilan (KOSLET)

Ilmu Kelautan UNHAS (Tri, Ifah, Jumni, Novi, Lisda, Upik, Dillah, Eni, Arni, Emi, Jetzy, Hasanah, Mayang, Ida, Fahri, Rizal, Cudo, Iccang, Aksan, Tarsan, Mas Eko, Steven, Takbir, Mahatir, Yahya, Uga, Aby, Nirwan, Dedof, Wanda, Ipul, Andri) terima kasih kawan atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan persaudaraan kita selama ini.

13. Teman-teman seperjuangan SPEKTRUM TKU UNHAS dan Castext

(Comunitas Two Exact) yang tak dapat saya sebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan persaudaraan kita selama ini.

(9)

14. Seluruh staff Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan yang dengan tulus dan sabar selalu melayani penulis dalam pengurusan berkas mulai dari penulis menjadi Mahasiswa sampai penyusunan tugas akhir ini.

15. Teman Terbaikku Ahmad atas segala waktu, bantuan, dukungan dan

motivasinya selama ini.

16. Tak terkecuali semua pihak yang ikut turut membantu penulis dalam masa studi hingga penyelesaian tugas akhir.

Skripsi ini telah disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin dan segala upaya telah penulis tempuh untuk menyusun skripsi ini. Namun, mengingat penulis hanyalah manusia biasa yang punya keterbatasan dan tak luput dari kesalahan, oleh karena itu segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun sangatlah diperlukan untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Dan akhirnya semoga skripsi ini dapat menjadi sumber ilmu tambahan yang baru bagi kita semua, khususnya bagi kalangan dunia kelautan. Amin…!!!

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Nomor Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan dan Kegunaan ... 3

C. Ruang Lingkup... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tinjauan Umum Lamun ... 4

B. Biologi dan Ekologi Enhalus acoroides ... 5

C. Reproduksi Enhalus acoroides ... 6

D. Penyimpanan Bibit/Biji ... 6

E. Parameter Pertumbuhan Enhalus acoroides ... 7

1. Salinitas ... 7

2. Suhu ... 8

3. Nitrat ... 8

F. Metode Pembibitan Biji Lamun ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 10

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

B. Alat dan Bahan ... 10

C. Prosedur Penelitian ... 11

1. Tahap Persiapan ... 11

2. Persiapan Akuarium Sebagai Tempat Penyimpanan Media Tumbuh ... 11

3. Persiapan Media Tumbuh dan Substrat Untuk Pembibitan Biji Lamun Enhalus acoroides. ... 11

(11)

4. Pengambilan Buah Lamun Enhalus acoroides. ... 11

5. Penandaan Biji Lamun ... 12

6. Penanaman Biji Lamun Enhalus acoroides di Media Tumbuh. ... 12

7. Pengukuran Pertumbuhan Bibit Lamun Enhalus acoroides ... 13

D. Pengukuran Parameter Kualitas Air. ... 13

1. Salinitas ... 13 2. Suhu ... 13 3. Nitrat ... 13 4. Fosfat ... 14 E. Pengolahan Data ... 14 F. Analisis Data ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

A. Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus acoroides ... 16

1. Pertumbuhan Panjang Daun Lamun Enhalus acoroides pada Lama Penyimpanan dan Suhu yang Berbeda. ... 16

2. Lebar Daun Lamun Enhalus acoroides ... 19

3. Jumlah Daun Lamun Enhalus acoroides ... 20

B. Survival Rate ... 20

C. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides ... 22

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 24

A. Simpulan ... 24

B. Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25 LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Habitus Enhalus acoroides yang memperlihatkan bagian-bagian tumbuhan .... 6 2. Buah dan biji lamun Enhalus acoroides yang masih segar ... 12 3. Rata-rata laju pertumbuhan panjang daun lamun Enhalus acoroides yang

disimpan pada suhu berbeda ... 16 4. Pola pertumbuhan panjang daun lamun Enhalus acoroides ... 17 5. Rata-rata laju pertumbuhan lebar daun lamun Enhalus acoroides yang

disimpan pada suhu yang berbeda... 19 6. Survival rate (%) yang buahnya disimpan pada kondisi suhu dan lama

penyimpanan yang berbeda ... 21 7. (A) kondisi buah/biji yang disimpan pada suhu refrigerator, (B) kondisi

buah/biji yang dismpan pada suhu kamar ... 22 8. Selaput bening menempel pada biji lamu Enhalus acoroides ... 22 9. (A) Biji yang mati dan terapung di atas permukaan air, (B) Biji yang mati di

akhir penelitian ... 23 10. Kondisi buah yang di simpan pada suhu kamar ... Error! Bookmark not

defined.

11. Kondisi buah yang di simpan pada suhu refrigerator ... Error! Bookmark not defined.

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Data pertumbuhan lamun Enhalus acoroides ... Error! Bookmark not defined.

2. Hasil uji ANOVA laju pertumbuhan panjang daun Enhalus acoroides pada

suhu dan lama penyimpanan yang berbeda. .... Error! Bookmark not defined.

3. Hasil Uji ANOVA Laju Pertumbuhan Lebar Daun Enhalus acoroides pada

suhu dan lama penyimpanan yang berbeda. .... Error! Bookmark not defined.

4. Hasil uji ANOVA laju pertumbuhan jumlah daun Enhalus acoroides pada

suhu dan lama penyimpanan yang berbeda. .... Error! Bookmark not defined.

5. Pengamatan suhu penyimpanan buah lamun Enhalus acoroides ... Error! Bookmark not defined.

6. Survival rate diakhir penelitian. ... Error! Bookmark not defined.

7. Pola penempatan wadah di dalam akuarium .... Error! Bookmark not defined.

8. Suhu dan salinitas air di dalam akuarium ... Error! Bookmark not defined.

9. Kondisi buah dan biji yang disimpan pada suhu kamar ... Error! Bookmark not defined.

10. Kondisi buah dan biji yang disimpan pada suhu refrigerator Error! Bookmark not defined.

11. Ukuran akuarium yang digunakan dalam penelitian ... Error! Bookmark not defined.

(14)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal (Wood et al, 1969). Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat (Thomlinson, 1974). Lamun senantiasa membentuk hamparan permadani di laut yang dapat terdiri dari satu species (monospesific; banyak terdapat di daerah temperatd) atau lebih dari satu species (multispecific; banyak terdapat di daerah tropis) yang selanjutnya disebut padang lamun.

Lamun merupakan komponen utama dari ekosistem laut dangkal bila ditinjau dari kontribusinya terhadap produktivitas biologis dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, pengendalian kualitas air, dan perlindungan garis pantai (Hemminga & Duarte, 2000). Namun populasi lamun telah menurun sebagai akibat dari kegiatan manusia di daerah pesisir seperti pengembangan daerah pesisir yang dapat menimbulkan pencemaran (Boudouresque et al., 2009). Dampak yang nyata dari kerusakan padang lamun mengarah pada penurunan keragaman biota laut sebagai akibat hilang atau menurunnya fungsi ekologi dari ekosistem ini. Mengingat fungsi padang lamun yang vital dan kerusakan padang lamun yang sudah cukup parah , maka upaya restorasinya perlu dilakukan.

Beberapa metode restorasi yang pernah dilakukan, diantaranya restorasi secara vegetatif yaitu dengan cara transplantasi yang pernah dilakukan oleh

Addy tahun 1947 pada lamun jenis Zostera marina dan metode secara generatif

yaitu dengan cara pembibitan (seeding) (Azkab, 1999). Metode transplantasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki atau mengembalikan habitat yang telah mengalami kerusakan. Akan tetapi, penyediaan lamun yang akan

(15)

ditransplantasi dalam jumlah besar merupakan salah satu kendala dalam rehabilitasi habitat padang lamun. Selain itu, penggunaan metode transplantasi secara terus menerus dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah pengambilan lamun yang akan ditransplan sehingga metode transplantasi dianggap kurang tepat untuk restorasi lamun dalam skala besar. Restorasi lamun dengan menggunakan metode pembibitan (seeding) sudah pernah dilakukan Thorhaug pada tahun 1974 tetapi hanya terbatas pada jenis Thalassia saja, dengan tingkat keberhasilan yang kecil (Azkab, 1999).

Kenyataan bahwa tidak selamanya lokasi pengambilan bibit lamun berada dekat dengan lokasi pembibitan/lokasi restorasi, membuka kemungkinan adanya selang waktu antara pengambilan buah dan waktu penanaman/pembibitan biji. Selang waktu ini dapat menjadi aspek penting dalam penentuan kualitas biji yang akan disemai.

Kemampuan buah/biji untuk bertahan selama masa penyimpanan sangat tergantung pada kerja bakteri/jamur yang menyebabkan pembusukan. Laju pembusukan oleh bakteri/jamur sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu di bawah suhu kamar, kerja mikroba terhambat. Namun penyimpanan pada suhu yang rendah dalam waktu yang lama juga akan menyebabkan kerusakan.

Lamun seperti halnya tanaman mangrove adalah tumbuhan viviparous yang berarti bijinya berkecambah saat masih menempel di tumbuhan induknya. Selama masa germinasi (waktu dimana biji mulai berkecambah), biji hanya memanfaatkan cadangan makanan dari kandung lembaga sebagai sumber energi untuk tumbuh. Selama masa germinasi pula, biji/semaian sangat rentan terhadap infeksi mikroba dan penyakit yang akan berakibat pada pembusukan dan matinya tunas/semaian. Hal ini menyebabkan masa penyimpanan menjadi salah satu hal yang menentukan keberhasilan pembibitannya.

(16)

Penelitian ini akan difokuskan pada lamun Enhalus acoroides. Dalam penelitian ini, biji yang masih berada di dalam buah Enhalus acoroides akan disimpan di dalam refrigerator (mewakili suhu rendah) dan ruangan terbuka (suhu kamar). Penyimpanan dilakukan dalam waktu tertentu sebelum dilakukan penanaman.

B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pada pertumbuhan biji lamun Enhalus acoroides yang disimpan dalam refrigerator dan suhu kamar untuk waktu yang berbeda. Diharapkan penelitian ini memberikan informasi tambahan mengenai metode terbaik untuk penyimpanan dan pembibitan biji lamun Enhalus acoroides.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi perbedaan suhu kamar 27ºC-30ºC

dan suhu refrigerator sekitar 1ºC-10ºC. Lama penyimpanan buah adalah 2, 5, 8

dan 11 hari. Parameter yang diukur adalah survival rate, pertumbuhan meliputi jumlah daun, panjang daun dan lebar daun. Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, salinitas, kandungan nitrat dan fosfat.

(17)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Lamun

Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan laut. Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut, perairan pantai yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati, dengan kedalaman sampai 4 meter. Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan tumbuh di kedalaman 8-40m (Dahuri, 2003).

Menurut Philips & Menez (1983), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif dengan peranan yang penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal. Sebagai produsen primer, lamun memiliki produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan produsen primer diekosistem lainnya yang ada di laut dangkal. Daerah padang lamun juga menjadi daerah mencari makan, daerah asuhan, daerah perlindungan dan daerah pemijahan bagi biota laut lainnya. Selain itu, lamun dapat pula dijadikan tempat menempel berbagai jenis makrozoobentos seperti epifiton. Rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Daunnya yang lebat dapat memperlambat laju air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Lamun juga memegang peranan penting dalam pendauran ulang berbagai zat hara.

Terdapat 60 jenis lamun di dunia yang telah diidentifikasi yang berasal dari 13 genera, 5 familia dan 2 ordo. Dua belas jenis (dari 2 familia, yaitu Hydrocharitacea dan Cymodoceaceae) dapat ditemukan di Indonesia (Green and

(18)

hampir di seluruh perairan di Indonesia adalah Enhalus acoroides (den Hartog, 1970).

B. Biologi dan Ekologi Enhalus acoroides

Enhalus acoroides mempunyai ukuran yang paling besar dibandingkan dengan jenis yang lainnya (den Hartog, 1970). Akar dan rimpang terbenam dalam substrat. Rimpangnya berdiameter 13,5-17,20mm yang tertutup rapat dengan rambut-rambut yang kaku dan keras (Kiswara, 1992). Akar berbentuk seperti tali, berjumlah banyak dan tidak bercabang, panjangnya antara 18,5-157,65mm dan diameternya antara 3,00-5,00mm (Kiswara,1992). Bentuk daun Enhalus acoroides seperti sabuk dengan tepi rata dan ujungnya tumpul, panjangnya berkisar antara 65,0–160,0cm dan lebar antara 1,2–2,0 cm (den Hartog, 1970).

Di rataan terumbu Pulau Pari, Enhalus acoroides tumbuh pada dasar lumpur, pasir dan pasir pecahan karang yang selalu tergenang air. Tumbuhnya berpencar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas beberapa individu atau kumpulan individu. Walaupun cenderung untuk selalu membentuk vegetasi murni, terdapat juga jenis lain yang berasosiasi seperti Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, C. rotundata, Thalassia hemprichii dan Syringodium. isoetifolium (den Hartog, 1970). Di rataan terumbu Pulau Pari, E. acoroides ditemukan dalam kelompok murni atau bersama-sama dengan T. hemprichii dan H. ovalis (Kiswara, 1992). Menurut den Hartog (1970) Enhalus acoroides dapat dikelompokkan ke dalam taksa sebagai berikut:

Divisio: Angiospermae Classis: Liliopsida

Ordo: Hydrocharitales

Familia: Hydrocharitaceae Genus: Enhalus

(19)

Gambar 1. Habitus Enhalus acoroides yang memperlihatkan bagian-bagian tumbuhan C. Reproduksi Enhalusacoroides

Menurut den Hartog and Kuo (2006), Enhalus acoroides adalah tumbuhan berumah dua (dioecious) dan mampu bereproduksi secara seksual dan aseksual. Enhalus acoroides dilaporkan berbunga sepanjang tahun (den Hartog, 1970). Reproduksi seksual terjadi di kolom air (hydrophilous pollination). Serbuk sari dilepaskan ke kolom air untuk kemudian disebar oleh arus. Proses penyerbukan tersebut dikontrol oleh pasang surut (King, 1981). Reproduksi secara seksual umumnya terjadi pada saat lamun menempati habitat yang baru. Penyebaran horizontal selanjutnya lebih banyak terjadi secara vegetatif.

D. Penyimpanan Bibit/Biji

Penyimpanan buah perlu dilakukan karena jarak antara lokasi pengambilan bibit lamun dengan lokasi pembibitan tidak selalu berdekatan. Perbedaan waktu antara pengambilan dan penanaman biji lamun bisa bervariasi, dari hanya berselang kurang dari satu jam hingga sampai hitungan hari. Selain itu, bila upaya restorasi dalam skala besar menjadi keharusan untuk mengembalikan

Bristle Buah

Daun

Akar

(20)

fungsi ekosistem mangrove di suatu daerah, maka ketersediaan bibit lamun dalam skala besar akan sangat diperlukan.

Salah satu cara untuk menjaga barang organik agar tetap segar dan tidak mudah busuk adalah dengan menyimpannya pada suhu rendah. Penyimpanan pada suhu rendah diperlukan untuk mengurangi laju penuaan akibat adanya pematangan dan pelunakan tekstur serta untuk mengurangi kerusakan akibat aktifitas mikroba (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Penyimpanan dalam refrigerator dengan suhu yang lebih rendah dari suhu kamar diharapkan dapat menahan laju pembusukan. Beberapa jenis tanaman yang bibitnya tetap tumbuh meskipun telah disimpan selama beberapa hari pada suhu rendah, diantaranya adalah Kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan Cendana (Santalum album). Kaliandra masih dapat tumbuh setelah disimpan selama 2,5 tahun pada suhu 4ºC. Buah dari Rhizophora apiculata yang bijinya telah bergerminasi, masih mampu tumbuh setelah disimpan selama 4 minggu dalam ruangan ber-AC (Anonim, 2011). Kemampuan beberapa tanaman untuk tumbuh setelah disimpan dalam suhu yang lebih rendah dari suhu kamar selama beberapa minggu menjadi dasar acuan dalam penelitian ini.

E. Parameter Pertumbuhan Enhalus acoroides

1. Salinitas

Salinitas adalah total konsentrasi ion-ion terlarut yang terdapat di perairan yang dinyatakan dalam satuan per thousand (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ dan 30‰, dan perairan laut 30‰–40‰ (Effendi, 1978). Nilai salinitas di daerah pesisir sangat dipenga-ruhi oleh masukan air tawar dari sungai.

Walaupun toleransi lamun terhadap salinitas berbeda-beda tergantung jenisnya, sebagian besar memiliki kisaran yang besar yaitu 10-40‰ dengan nilai

(21)

optimum 35‰ (Hutomo, 1999). Penurunan salinitas akan menurunkan kemam-puan fotosintesis (Dahuri, 2001).

2. Suhu

Perubahan suhu lingkungan dapat memengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25–30°C, fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya suhu, demikian pula dengan respirasi (Hutomo, 1999).

Menurut Nontji (1993), pengaruh suhu terhadap sifat fisiologis organisme perairan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi fotosintesis. Suhu rata-rata untuk pertumbuhan lamun berkisar antara 24-27oC. Suhu air di bagian pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang berada di lepas pantai. Suhu air permukaan di perairan nusantara umumnya berada dalam kisaran 28-30°C, sedangkan pada lokasi yang sering mengalami kenaikan air (upwelling) seperti Laut Banda, suhu permukaan bisa turun ke 25oC.

3. Nitrat

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan lamun. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen.

Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0–5 mg/L, perairan mesotrofik dengan kadar antara 1–5mg/L, dan perairan eutrofik dengan kadar nitrat berkisar antara 5–50 mg/L (Effendi, 1978).

(22)

F. Metode Pembibitan Biji Lamun

Biji biasanya dikoleksi dari buah yang sudah tua. Untuk memanennya, buah dipotong dari tangkainya dan dipecah dengan hati-hati. Biji/benih sebaiknya segera ditanam, baik itu langsung di lokasi restorasi atau di laboratorium dengan kondisi selalu tersiram oleh air laut yang mengalir (Thorhaug, 1974).

Menurut McMillan (1981) dan Phillips (1960), ada empat jenis lamun yang telah terdokumentasi memproduksi semaian dari biji atau benih. Keempat jenis itu adalah Thalassia testudinum, Halodule wrightii, Syringodium filiforme dan Ruppia maritima. Meskipun begitu, hanya Thalassia dan Ruppia saja yang dinyatakan memiliki biji yang cukup bila ditinjau dari sisi kuantitatif untuk keperluan restorasi (Durako & Moffler 1981; Lewis & Phillips 1980). Thalassia mempunyai biji yang berkecambah. McMillan (1981) telah mengoleksi biji yang berkecambah dari Halodule dan Syringodium dari pulau-pulau kecil di Florida, tetapi jumlahnya tidak mencukupi untuk melakukan restorasi dalam skala besar. Biji Thalassia dengan skala luas dapat tersedia untuk daerah Selatan Florida (Lewis & Phillips, 1980).

Pembenihan secara langsung dengan benih Thalassia telah dilakukan oleh Thorhaug (1974). Penanaman langsung dari biji yang dikoleksi telah dilakukan di Teluk Biscayne dan pulau-pulau kecil di Florida dalam skala besar (Lewis et al. 1982), tetapi kurang sukses. Untuk jenis Ruppia maritima, sampai saat ini belum ada laporan yang menggunakan biji untuk restorasi. Menurut Thorhaug (1974), sampai saat ini pengetahuan mengenai teknik pembenihan lamun masih sangat sedikit, sehingga penanaman dengan biji tidak direkomendaskan untuk penanaman lamun. Hal lain yang menjadi alasan adalah, ukuran biji atau benih yang sangat kecil sehingga mudah terbawa air. Selain itu, kecepatan perkecambahan dan pertumbuhannya biasanya sangat rendah.

(23)

III.

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama dua bulan dimulai pada bulan November 2012 hingga Januari 2013, bertempat di Laboratorium Biologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pengambilan biji lamun dan media substrat penanaman dilakukan di perairan Pulau Barranglompo Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pulau Barranglompo terletak sekitar 12 kilometer sebelah barat Kota Makassar dan berada di kawasan Kepulauan Spermonde.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada saat pengambilan substrat berupa pasir laut di lapangan, yaitu skop dan kemudian substrat yang diperoleh dimasukkan kedalam karung. Beberapa peralatan yang digunakan pada pengambilan buah lamun di lapangan, yaitu kantong sampel untuk menyimpan buah lamun. Untuk penyemaian biji lamun di laboratoium, digunakan wadah (botol aqua 330ml) untuk menyimpan media tumbuh, akuarium dengan sistem resirkulasi sebagai

tempat penyemaian, mistar untuk mengukur pertumbuhan lamun,

handrefractometer untuk mengukur salinitas air dan thermometer air raksa untuk mengukur suhu ruangan, suhu refrigerator dan suhu air di dalam akuarium. Refrigerator digunakan untuk menyimpan buah lamun pada suhu 1°C -10°C sebelum ditanam. Gunting digunakan untuk memotong wadah dan besi pelubang digunakan untuk melubangi wadah.

(24)

C. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

Tahap ini meliputi studi literatur untuk membantu dalam proses penyusunan metode penelitian, konsultasi dengan pembimbing, survei awal kondisi lamun di lapangan untuk mengetahui lokasi pengambilan sampel, serta mempersiapkan alat-alat yang digunakan selama penelitian di lapangan dan laboratorium.

2. Persiapan Akuarium Sebagai Tempat Penyimpanan Media Tumbuh

Akuarium sebanyak tujuh buah dibersihkan dengan menggunakan air tawar. Akuarium kemudian diisi dengan air laut yang tersirkulasi dengan volume air dalam 1 akuarium sebanyak 34 liter. Ukuran akuarium 39cm x 29cm x 35cm (Lampiran 11).

3. Persiapan Media Tumbuh dan Substrat Untuk Pembibitan Biji Lamun

Enhalus acoroides.

Media tumbuh disiapkan (botol aqua 330ml) sebanyak 192 buah. Bagian atas botol tersebut dipotong menggunakan pisau atau gunting, kemudian di lubangi setiap sisi botol menggunakan besi berdiameter 1mm. Substrat yang diambil dari lapangan kemudian dibersihkan dengan menggunakan air tawar untuk menghilangkan organik yang masih tertinggal dalam sedimen, lalu dijemur di bawah sinar matahari. Wadah berupa botol aqua yang telah disiapkan, kemudian dibersihkan, lalu diisi dengan substrat yang telah kering. Wadah kemudian diletakkan di dalam akuarium yang airnya terganti 100% setiap 30 menit.

4. Pengambilan Buah Lamun Enhalus acoroides.

Buah lamun yang sudah matang dipetik sebanyak 32 buah, kemudian dibersihkan dengan menggunakan air laut agar pasir yang menempel pada buah lamun hilang. Lamun yang telah bersih dimasukkan ke dalam kantong sampel

(25)

kemudian dibawa ke Laboratorium Biologi Laut. Buah lamun kemudian dibagi ke dalam 2 kelompok berdasarkan tempat penyimpanan. Satu kelompok disimpan di dalam refrigerator bersuhu 1°C-10°C dan kelompok lainnya disimpan di ruangan laboratorium dengan suhu rata-rata 27°C -30°C (suhu kamar).

Gambar 2. Buah dan biji lamun Enhalus acoroides yang masih segar 5. Penandaan Biji Lamun

Setiap wadah penanaman diberi label dengan kode nama, lama penyimpanan dan suhu penyimpanan yang berbeda. Untuk lama penyimpanan digunakan kode angka 2, 5, 8, dan 11 yang melambangkan lamanya penyimpanan dalam hari. Untuk pelabelan suhu penyimpanan, digunakan kode huruf refrigerator (R) dan suhu kamar (K). Biji lamun menggunakan kode B1-B24 (Lampiran 7).

6. Penanaman Biji Lamun Enhalus acoroides di Media Tumbuh.

Buah lamun yang disimpan dalam refrigerator dan pada suhu ruangan dikeluarkan berdasarkan lama waktu penyimpanan (2, 5, 8, dan 11 hari). Biji lamun kemudian dilepas dari buahnya, lalu dari masing-masing kelompok diambil biji yang ukuranya hampir sama. Biji yang memiliki diameter yang hampir sama

(26)

kemudian ditanam pada media yang telah disiapkan. Untuk penanaman biji lamun dilakukan secara bertahap sesuai dengan lama penyimpanan buah.

7. Pengukuran Pertumbuhan Bibit Lamun Enhalus acoroides

Setiap dua hari selama dua bulan, pertumbuhan semaian lamun diukur. Pengukuran pertumbuhan semaian lamun meliputi jumlah daun, lebar dan panjang daun. Pengukuran panjang dan lebar daun dilakukan dengan menggu-nakan mistar 30cm.

D. Pengukuran Parameter Kualitas Air. 1. Salinitas

Untuk mengukur salinitas air, satu tetes air diambil dari akuarium pembibit-an, lalu diteteskan pada kaca Handrefractometer. Dengan bantuan cahaya, penunjukan salinitas sampel air laut lalu dibaca.

2. Suhu

Thermometer air raksa digunakan dalam mengukur suhu air. Ujung Thermometer dicelupkan ke dalam akuarium pembibitan selama beberapa menit. Nilai penunjukan air raksa kemudian dicatat.

3. Nitrat

Sebanyak 300ml air diambil dari dalam akuarium pembibitan, kemudian disaring dengan menggunakan kertas whatman 0,45μm. Air yang telah disaring kemudian diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 5ml, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan burcin sebanyak 0,5ml lalu diguncang agar tercampur rata. Ke dalamnya kemudian ditambahkan 5ml asam sulfat pekat lalu diguncang kembali. Tabung reaksi kemudian didiamkan hingga dingin. Kadar nitrat yang terkandung dalam air kemudian diukur dengan mengunakan spektofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420nm. Kandungan nitrat yang tertera

(27)

pada layar spektofotometer DREL 2800 kemudian dicatat. Larutan blanko dibuat dari aquades sebanyak 5ml.

4. Fosfat

Sebanyak 25-50ml air sampel dari akuarium pembibitan disaring dengan menggunakan kertas saring whatman 0,45μm atau yang setara. Air sampel yang telah disaring diambil 2ml dengan menggunakan pipet kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kedalamnya kemudian ditambahkan larutan H3BO3 1% sebanyak 2ml lalu diaduk. Kemudian ditambahkan larutan pengoksida phosphat (campuran antara asam sulfat 2,5 M, asam ascorbic & ammonium molybdate) sebanyak 3ml lalu diaduk, kemudian didiamkan selama 1 jam agar terjadi reaksi yang sempurna. Kadar fosfat yang terkandung dalam air kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420nm. Kandungan fosfat yang tertera pada layar spektofotometer DREL 2800 kemudian dicatat.

E. Pengolahan Data

Pertumbuhan daun lamun dilihat dengan mengukur panjang daun dari pangkal daun sampai pada ujung daun menggunakan mistar berskala 1mm. Merujuk Supriadi et al (2006), laju pertumbuhan daun lamun dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

P : Laju pertumbuhan (panjang dan lebar) daun lamun (mm)

Lt : Panjang dan lebar akhir daun lamun (mm)

Lo : Panjang dan lebar awal daun lamun (mm)

: Lama atau waktu pengamatan (hari)

(28)

SR = Nt x 100% No

Keterangan

SR = Survival rate

Nt = jumlah biji lamun yang masih tumbuh pada akhir penelitian No = jumlah biji lamun yang ditanam

F. Analisis Data

Untuk membandingkan pertumbuhan semaian (ukuran tegakan) di laboratorium dengan perlakuan lama penyimpanan biji dan suhu penyimpanan, digunakan analisis varians two-way ANOVA. Data kualitas air selanjutnya akan digunakan untuk menunjang hasil analisis yang didapatkan.

(29)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus acoroides

1. Pertumbuhan Panjang Daun Lamun Enhalus acoroides pada Lama Penyimpanan dan Suhu yang Berbeda.

Pertumbuhan panjang daun semaian lamun Enhalus acoroides ditemukan

berbeda, tergantung suhu dan lama penyimpanannya. Biji yang berasal dari buah yang disimpan pada suhu kamar tumbuh lebih baik dibandingkan dengan biji yang berasal dari buah yang disimpan dalam refrigerator (Gambar 3).

Gambar 3. Rata-rata laju pertumbuhan panjang daun lamun Enhalus acoroides yang disimpan pada suhu berbeda

Hal sama terlihat pada laju pertumbuhan panjang daun semaian Enhalus acoroides (Gambar 3). Laju pertumbuhan daun yang lebih tinggi ditemukan pada semaian yang berasal dari biji yang disimpan pada suhu kamar dibandingkan dengan semaian yang berasal dari biji yang disimpan pada suhu refrigerator (Gambar 3).

Rata-rata pertambahan panjang daun lamun Enhalus acoroides yang

(30)

2,49mm/hari, lama penyimpanan 5 hari yaitu ± 2,08mm/hari, lama penyimpanan 8 hari yaitu ± 0,40mm/hari dan lama penyimpanan 11 hari yaitu ± 0,08mm/hari. Sedangkan rata-rata pertambahan panjang daun lamun Enhalus acoroides yang

disimpan pada suhu refrigerator dengan lama penyimpanan 2 hari yaitu ± 1, 86

mm/hari, lama penyimpanan 5 hari yaitu ± 0,01mm/hari. Lama penyimpanan 8 dan 11 hari, tidak lagi menghasilkan biji yang tumbuh menjadi semaian. Hasil ini

menunjukkan bahwa suhu refrigerator (1°C-10°C) justru menghambat dan

bahkan merusak biji lamun sehingga tidak dapat lagi tumbuh dan menjadi semaian.

Gambar 4. Pola pertumbuhan panjang daun lamun Enhalusacoroides

Hal ini tidak sejalan dengan hasil yang didapatkan sebelumnya pada semaian mangrove yang mampu bertahan pada penyimpanan bersuhu rendah (ruangan ber-AC). Seperti halnya mangrove, biji lamun E. acoroides telah bergerminasi saat masih berada di dalam buah. Biji bergerminasi dengan memanfaatkan cadangan makanan dari kandung lembaga sebagai sumber energi untuk tumbuh. Buah (yang di dalamnya terkandung biji) yang disimpan pada suhu rendah akan memengaruhi kualitasnya, karena kadar air dari biji akan sangat berkurang bila disimpan pada suhu rendah (1°C-10°C). Kadar air menjadi

(31)

salah satu faktor penentu suksesnya biji untuk berkecambah. Berkurangnya kadar air dalam biji akan menyebabkan biji dehidrasi dan akhirnya akan menurunkan kemampuannya untuk tumbuh.

Hasil uji statistic two-way ANOVA juga membuktikan bahwa biji lamun E. acoroides yang telah berkecambah dan disimpan pada suhu dan lama penyimpanan yang berbeda, hasilnya berbeda nyata (p<0,05) (Lampiran 2).

Suhu dan lama penyimpanan buah lamun Enhalus acoroides sangat

berpengaruh pada pertumbuhan panjang daun lamun. Semaian buah lamun lebih banyak tumbuh pada suhu kamar pada panyimpanan 2 dan 5 hari dibandingkan pada suhu refrigerator.

Kualitas air tetap terjaga selama penelitian sehingga dianggap tidak berpengaruh nyata terhadap hasil yang dicapai. Parameter pendukung dalam pertumbuhan lamun adalah suhu, salinitas, nitrat dan fosfat. Kisaran suhu akuarium adalah 27ºC–29ºC (Lampiran 8) . Dari pengukuran faktor fisika dan kimianya dapat disimpulkan bahwa suhu air pada akuarium yang berbeda masih relatif stabil dan masih dalam kondisi suhu optimal. Ditambahkan lagi, kisaran suhu untuk pertumbuhan lamun adalah 28ºC–30ºC (Nontji, 1993).

Rata-rata pengukuran salinitas air akuarium selama penelitian berlangsung adalah 30-31‰ (Lampiran 8). Hal ini berarti bahwa salinitasnya masih memenuhi syarat untuk pertumbuhan lamun. Hutomo (1999) menjelaskan bahwa lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40‰.

Pengukuran kadar nitrat di kolom air selama 3 kali pengukuran tergolong tinggi. Kadar nitrat air berkisar antara 1,99mg/L-3,19mg/L. Kadar nitrat pada penelitian ini tergolong baik untuk pertumbuhan lamun (Boyd, 1989). Kadar fosfat air pada saat penelitian berkisar antara 1,47mg/L-1,69mg/L. Kisaran kadar fosfat air di akuarium masih tergolong baik (Boyd, 1989).

(32)

2. Lebar Daun Lamun Enhalus acoroides

Pertambahan rata-rata lebar daun lamun Enhalus acoroides yang

disemaikan pada suhu dan lama penyimpanan yang berbeda (Gambar 5).

Gambar 5. Rata-rata laju pertumbuhan lebar daun lamun Enhalus acoroides yang disimpan pada suhu yang berbeda

Uji two-way ANOVA terhadap laju pertambahan lebar daun semaian lamun E. acoroides yang bijinya berasal dari buah yang disimpan pada suhu kamar dan refrigerator terhadap lama penyimpanan yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) (Lampiran 3). Rata-rata pertambahan lebar daun lamun Enhalus acoroides yang disimpan pada suhu kamar dengan lama penyimpanan 2 dan 5 hari sama yaitu ± 0,09 mm, penyimpanan 8 hari ± 0,04mm dan penyimpanan 11 hari ± 0,01 mm (Gambar 5). Sedangkan rata-rata pertambahan lebar daun dari buah yang disimpan pada suhu refrigerator adalah ± 0,08mm pada penyimpanan 2 hari, sedangkan pada penyimpanan 5 hari sampai dengan 11 hari tidak terjadi pertambahan. Pertambahan lebar daun pada penyimpanan suhu kamar lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu refrigerator. Sehingga penyimpanan buah lamun Enhalus acoroides untuk pembibitan lebih cocok pada suhu kamar.

(33)

3. Jumlah Daun Lamun Enhalus acoroides

Rata-rata jumlah daun dari buah lamun yang disimpan pada suhu kamar untuk lama penyimpanan 2 hari sama dengan semaian yang disimpan di refrigerator (2-5 helai daun). Perbedaan tampak pada penyimpanan lima hari. Pada semaian dari biji yang disimpan pada suhu kamar, jumlah daunnya 2-5 helai, sedangkan penyimpanan pada refrigerator jumlah daun hanya 2-3 helai saja. Jumlah daun untuk penyimpanan 8 dan 11 hari pada suhu kamar adalah 1-4 helai. Pada penyimpanan refrigerator dengan lama penyimpanan 8 dan 11 hari, tidak terdapat jumlah daun dikarenakan biji lamun Enhalus acoroides yang ditanam tidak tumbuh (Lampiran 1).

Suhu dan lama penyimpanan sangat memengaruhi pertumbuhan semaian lamun. Penyimpanan buah E. acoroides pada suhu kamar dapat mempertahan-kan kemampuan tumbuh biji. Bila disimpan pada suhu refrigerator, daya tumbuh akan berkurang setelah disimpan selama lima hari dan akhirnya tidak akan tumbuh bila disimpan lebih lama.

B. Survival Rate

Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) semaian lamun E. acoroides sangat bergantung pada suhu penyimpanan buah lamun dan lama waktu penyimpanannya.

(34)

Gambar 6. Survival rate (%) yang buahnya disimpan pada kondisi suhu dan lama penyimpanan yang berbeda

Dari 96 biji yang disimpan untuk masing-masing perlakuan suhu, hanya 25 benih (26,05%) yang disimpan di refrigerator dan 67 benih (69,8%) yang disimpan pada suhu kamar, yang masih mampu tumbuh. Semakin lama biji lamun disimpan, availabilitasnya untuk tumbuh semakin kecil (Gambar 6, Lampiran 6). Hal ini dapat dimengerti, karena biji E. acoroides tidak termasuk ke dalam kelompok biji yang mengalami dormansi. Biji lamun jenis ini telah bergerminasi saat masih berada di dalam buah atau dikenal sebagai tumbuhan viviparous, sehingga yang disimpan sebenarnya adalah benih yang sudah bergerminasi.

Benih yang sedang bergerminasi membutuhkan air yang cukup untuk menjamin berlangsungnya metabolisme yang dibutuhkan untuk tumbuh. Membiarkannya disimpan dengan kondisi tetap berada di dalam perlindungan kulit buah ternyata tidak cukup untuk menjaga agar benih tetap dalam kondisi baik. Hal ini dapat dilihat pada warna biji setelah disimpan beberapa waktu di dalam refrigerator. Biji yang tadinya hijau licin (Gambar 2) berubah menjadi kisut kehitaman (Gambar 7A).

(35)

Gambar 7. (A) kondisi buah/biji yang disimpan pada suhu refrigerator, (B) kondisi buah/biji yang dismpan pada suhu kamar

C. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides

Kondisi buah yang disimpan pada suhu kamar lebih segar jika dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu refrigerator, walaupun kulit buah yang disimpan pada suhu kamar ditumbuhi jamur. Akan tetapi, biji yang berada di dalamnya tidak rusak (Gambar 7).

Gambar 8. Selaput bening menempel pada biji lamu Enhalusacoroides

Semakin lama buah disimpan akan mempengaruhi kualitas buah/biji itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya selaput berwarna bening menyerupai jel yang menempel pada biji. Biji yang disimpan di dalam refrigerator setelah beberapa hari penanaman muncul selaput seperti jel (Gambar 8). Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu penyimpanan biji (refrigerator) dengan suhu pada saat ditanam (air di dalam akuarium), sehingga biji harus beradaptasi untuk tetap tumbuh.

(36)

Gambar 9. (A) Biji yang mati dan terapung di atas permukaan air, (B) Biji yang mati di akhir penelitian

Pada akhir penelitian, kondisi biji yang sudah mati beberapa diantaranya menghitam dan kemudian hancur. Biji yang telah mati tersebut biasanya ditemukan terapung di permukaan air.

(37)

V.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa suhu dan lama penyimpanan buah lamun Enhalus acoroides sangat memengaruhi pertumbuhan lamun. Biji yang berada di dalam buah lamun Enhalus acoroides yang disimpan hingga lima hari pada suhu kamar, masih dapat tumbuh dengan baik.

B. Saran

Perbedaan suhu yang dilakukan pada penelitian ini sangat ekstrim (1oC dan 30oC). Perlu dilakukan upaya penyimpanan dengan menggunakan suhu yang mampu mengurangi laju pertumbuhan jamur, namun tidak menyebabkan buah/biji mengalami dehidrasi yang terlalu besar. Di aspek lain, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidupnya di lapangan, untuk membandingkan hasil antara semaian yang disimpan dalam suhu refrigerator dan suhu ruangan.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M.H., 1988. Pertumbuhan dan Produksi Lamun Enhalus acroides

Dirataan Terumbu Pari Pulau Seribu. Dalam : P3O-LIPI, Teluk Jakarta : Biologi, Budidaya, Oseanografi, Geologi, dan Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi-LIPI, Jakarta.

Azkab, M.H., 1999. Petunjuk Penanaman Laut. Oseana, Volume XXIV, Nomor 3:11-25

Anonim, 2011. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor-indonesia.

Boudouresque, C. F., G. Bernard, G Pergent, A. Shili, and M. Verlaque. 2009. Regression of Mediterranian seagrasses caused by natural processes and anthropogenic disturbances and stress: a critical review. Botanica Marina 52:391-418.

Boyd, C.E. 1989. Water quality Management in Ponds for Aquaculture Albama. Agriculture Experiment Statiun Auburn. Universitas Albama. USA. Dahuri, R., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT.

Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Den Hartog, C. dan Kuo, J. 2006. Seagrasses Morphology, Anatomy, and Ultrastructur. In :Larkum, A. W. , Orth R.J. and Duarte, C. M. (Eds), Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Springer, The Netherlands, pp 51-87.

Den Hartog, C. (1970). "Seagrasses of the World" North Holland Publishing c o. , Amsterdam, London pp. 272 .

Durako, M.J. and M.D. Moffler 1981. Variation in Thalassia testudinum seedling growth related to geographic origin. In: Proc.8th Ann.Conf. Wetlands Restoration and Creation. (R.H. Stovall, ed.). Hillsbrough Community Colege, Tampa, Florida, p.132-154

Effendi, H., 1978. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumberdaya Hayati dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta. Kanisius.

Green, E. P., and Short,F.T 2003. World Atlas of seagrass.Universitu of California Press, Barkele, USA, 286 pp.

Hemminga, M.A and Duarte, C.M 2000.Seagrass Ecology: An Introduction.

Cambridge University Press, Combridge, 298 pp.

Hutomo, M. 1999. Proses Peningkatan Nutrient Mempengaruhi Kelangsungan

(39)

King, R.J. 1981. Marine Angiosperms: Seagrass. In Clayton, M.C and King, R.J. Marine Botany. An Australasian Perspective. Logman-Cheshire, Melbourne.

Kiswara, W. 1992. Vegetasi Lamun (Seagrass) di Rataan Terimbu Pulau Pari, Pulau-Pulau Seribu, Jakarta. Oseanologi di Indonesia 25:31-49 Kiswara, W. 1992. Community Structure and Biomass Distribution of Seagrass at

Banten Bay, West Java, Indonesia

Lewis, R.R., R.C. Phillips 1980. Occurance of seeds and seedlings of Thalassia testudinium Banks ex Koning in The Florida Keys (USA). Aquat.Bot. 9:377-380.

Lewis, R.R., R.C. Phillips. D.J. Adamek and J.C. Cato 1982. Final report, seagrass revegetation studies in Monroe Country. Florida Oept. of Transportation. Tahllassae, Florida, 95p.

McMillan, C 1981. Seed reserves and seed germination fot two seagrass, Halodule wrightii and Syringodium filiforme, from the western Atlantik. Aquat ,Bot, 11: 279-296

Menez, E.G.,R.C. Phillips danH.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont. Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press, Washington.

Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Odum, E. p., 1997. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada Uniiversitas Press. Jogjakarta.

Phillips, R. C. 1960. Observation on the ecology and distribition of the florida seagrasses. Prof.Pap.Ser.No.2.St.Bd.consery.Mar.Res.Lab.st.Peter sburg, Florida, 72p

Supriadi, 2003. Produktivitas Lamun Enhalus acoroides(Linn. F) Royle dan Thalassia hemprichii (Ehrenb). Ascherson di Pulau Barranglompo Makassar. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.Bogor.

Thomlinson, P.B. 1974. Vegetative morphology and meristem dependence - the

Foundation of Productivity in seagrass. Aquaculture 4: 107-130. Thorhaug, A. and C.B. Austin 1974. Restoration of seagrass with economic

analysis. Env. Conserv. 3 (4) : 259-257.

Tomascik, T., Mah, A.J., Nontji, A and Moosa, M.K 1997. The Ecology of The Indonesian Seas Part Two. Periplus Edition. Singapore.

(40)

Wood, E. J. F. , W.E. Odum and J. C. Zieman. 1969, Influence of the seagrasses on the productivity of coastal lagoons, laguna Costeras. Un Simposio Mem. Simp. Intern. U.N.A.M. - UNESCO, Mexico,D.F., Nov., 1967. pp 495 - 502.

Gambar

Gambar 1. Habitus Enhalus acoroides yang memperlihatkan bagian-bagian tumbuhan  C.  Reproduksi Enhalus acoroides
Gambar 2.  Buah dan biji lamun Enhalus acoroides yang masih segar  5.   Penandaan Biji Lamun
Gambar  3.  Rata-rata  laju  pertumbuhan  panjang  daun  lamun  Enhalus  acoroides  yang  disimpan pada suhu berbeda
Gambar 4. Pola pertumbuhan panjang daun lamun Enhalus acoroides
+5

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar serat tepung biji lamun yakni semakin lama penyimpanan maka kadar

Metode: Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif untuk mengetahui hubungan kandungan nitrat terhadap pertumbuhan lamun Enhalus acoroides

Dari Tabel 4 diketahui bahwa diameter zona hambat terbesar yang dihasilkan oleh ekstrak lamun Enhalus acoroides menggunakan pelarut metanol terhadap bakteri

a) Daun lamun jenis Enhalus acoroides diambil di perairan Desa Waai. b) Sampel diletakan di dalam wadah yang berisi air laut perairan tempat hidupnya, bertujuan untuk

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengetahui hubungan kandungan nitrat terhadap pertumbuhan lamun Enhalus acoroides

Hasil analisis deskriptif pada Tabel 1 dan Grafik 1 menunjukkan bahwa minuman teh yang berasal dari daun lamun Enhalus acoroides yang tua memiliki kadar flavonoid yang

Biomassa dan Estimasi Simpanan Karbon pada Lamun Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata di Pulau Parang, Karimunjawa, Jepara.. (Pembimbing : Raden Ario dan

a) Daun lamun jenis Enhalus acoroides diambil di perairan Desa Waai. b) Sampel diletakan di dalam wadah yang berisi air laut perairan tempat hidupnya, bertujuan untuk