commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan indutri yang sangat pesat telah membawa Indonesia
menjadi salah satu potensi kekuatan ekonomi terbesar di Asia bahkan dunia. Pada
tahun 2030 saja Indonesia telah mencanangkan target sebagai tiga besar kekuatan
perekonomian dunia bersama Amerika Serikat dan China. Hal ini merupakan
suatu target yang wajar jika melihat tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
kian meningkat dari tahun ke tahun meskipun pada saat ini Indonesia masih kalah
dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya terutama Malaysia.
Perkembangan industri tak ayal merupakan salah satu kunci utama dalam
peningkatan perekonomian Indonesia. Banyak sekali perusahaan-perusahaan yang
kini berdiri dan bersaing di pasar Indonesia. Tercatat kurang lebih 23 juta
perusahaan yang ada di Indonesia dan kurang lebih lima ratus di antaranya adalah
perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perusahaan yang merupakan salah satu faktor kunci dari pertumbuhan
perekonomian di Indonesia dianggap masyarakat sebagai lembaga yang
memberikan banyak manfaat dan keuntungan. Salah satu keuntungan nyata dari
adanya perusahaan bagi masyarakat adalah terciptanya lapangan pekerjaan.
Masalah sosial klasik berupa pengangguran kini sedikit teratasi berkat berdirinya
lembaga ini. Meskipun tidak menyelesaikan permasalah pengangguran secara
total, dengan berdirinya perusahaan paling tidak telah berhasil menciptakan
commit to user
yang akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat sehingga kehidupan
mereka akan lebih sejahtera. Dengan manfaat inilah perusahaan mendapatkan
legitimasi dari pemerintah dan masyarakat untuk berdiri dan melangsungkan
operasinya.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang meningkat secara
drastis seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk maka peningkatan
produksi menjadi suatu hal yang wajar bagi perusahaan. Ditambah dengan adanya
motif bisnis yakni untuk memaksimalkan laba membuat perusahaan mengambil
kebijakan peningkatan volume penjualan. Peningkatan volume penjualan berarti
peningkatan aktivitas produksi. Dengan peningkatan aktivitas produksi ini maka
perusahaan akan membutuhkan sumber daya yang semakin besar. Salah satu
sumber daya yang dibutuhkan perusahaan dalam aktivitas ini adalah sumber daya
alam. Pada akhirnya usaha dalam rangka meningkatkan dan memaksimalkan laba
mereka membuat operasi perusahaan sulit dikendalikan, akibatnya terjadilah
eksploitasi sumber daya alam.
Eksploitasi sumber daya alam inilah yang menyebabkan kerusakan
ekosistem lingkungan. Hal ini diperparah dengan adanya limbah hasil proses
produksi yang mencemari lingkungan. Dalam jangka pendek kondisi seperti ini
belum terasa dampak negatifnya akibatnya perusahaan terus melakukan
eksploitasi terhadap sumber daya alam yang ada. Akibatnya dalam jangka panjang
kerusakan lingkungan hidup tidak dapat dihindari lagi yang pada ujungnya akan
commit to user
Isu lingkungan hidup ini sendiri sebenarnya sudah menjadi agenda penting
masyarakat internasional di forum regional dan multilateral sejak tahun 1972
setelah pelaksanaan konferensi internasional tentang Human Environment di
Stockholm, Swedia dan KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil tahun 1992. Sejak
saat itu, masyarakat internasional menilai bahwa perlindungan lingkungan hidup
menjadi tanggung jawab bersama dan perlindungan lingkungan hidup tidak
terlepas dari aspek pembangunan ekonomi dan sosial (Nuraini, 2011). Pasca
konferensi tersebut juga muncul perjanjian internasional yang berhubungan
dengan lingkungan hidup yaitu Protokol Kyoto. Protokol Kyoto lahir dari
amandemen PBB mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB (UNFCCC) mengenai
perubahan iklim. Dari protokol ini negara-negara yang meratifikasi protokol ini
mempunyai komitmen untuk mengurangi pemakaian emisi dan pengeluaran
karbondioksida dengan tujuan utama adalah mengurangi terjadinya pemanasan
global (Wikipedia, 2013).
Kini masyarakat menjadi semakin sadar akan pentingnya lingkungan
hidup dan bahaya dari eksploitasi sumber daya alam serta polusi yang dihasilkan
dari aktivitas perusahaan setelah mengalami sendiri berbagai fenomena-fenomena
alam yang menjurus pada bencana yang merenggut nyawa dan harta mereka.
Berbagai gerakan dan kebijakan kini mulai dilakukan dan digalakkan pemerintah
bersama masyarakat mulai dari tanam seribu pohon, normalisasi sungai dan
waduk, pengelolaan sampah terpadu dan berbagai usaha lain yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan hidup dan mengurangi terjadinya risiko bencana alam
commit to user
Masyarakat juga sadar akan perlunya peran aktif dari perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah
selaku regulator menuntut agar perusahaan dalam menjalankan operasinya juga
harus mengutamakan lingkungan di samping tujuan utama mereka yakni
memaksimalkan laba. Sebagai salah satu perwujudan dari bentuk peran aktif
perusahaan maka diterapkanlah ISO-14001 dan ISO-17025. ISO sendiri
merupakan semacam standar berskala internasional yang menetapkan
kriteria-kriteria tertentu yang salah satunya adalah kriteria-kriteria dalam dunia industri.
ISO-14001 merupakan standar mengenai sistem manajemen lingkungan bagi
perusahaan. Penerapan ISO-14001 oleh perusahaan dianggap sebagai salah satu
perwujudan peran aktif mereka dalam pengelolaan lingkungan. Namun
ISO-14001 merupakan standar yang bersifat sukarela yang artinya perusahaan
memiliki kebebasan dalam menjalankan standar ini. Pada akhirnya standar ini
dirasa kurang mampu memberikan kontribusi positif dari perusahaan terhadap
lingkungan dikarenakan tidak adanya komitmen dari perusahaan sendiri
mengingat sifatnya yang sukarela. Kemudian muncul ISO 17025 yang merupakan
sertifikasi bagi perusahaan dalam pengelolaan lingkungan oleh lembaga yang
berkompeten. Pada akhirnya jelas tujuan utama dari standar dan sertifikasi di atas
adalah melibatkan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Agar dapat terus beroperasi di tengah tuntutan masyarakat yang semakin
tinggi mau tidak mau perusahaan harus mengikuti apa yang menjadi tuntutan
masyarakat tersebut sebab salah satu syarat agar perusahaan dapat menjalankan
commit to user
pemerintah dan masyarakat. Oleh karenanya kini perusahaan memiliki pemangku
kepentingan yang semakin luas dan tidak hanya terfokus pada investor dan
kreditor saja.
Pada awalnya, perusahaan hanya bertanggung jawab kepada para pelaku
pasar yaitu investor dan kreditor saja selaku penyandang dana namun kini
tanggung jawab perusahaan semakin meluas dan tidak hanya pada pelaku pasar
saja namun juga pada pelaku non pasar seperti pemerintah dan masyarakat umum.
Perusahaan yang memiliki kewajiban membayar pajak kepada pemerintah
menjadikan pemerintah sebagai pemangku kepentingan. Selain itu pemerintah
juga memiliki peran dalam pembuatan peraturan dan perijinan bagi perusahaan.
Selanjutnya perusahaan dalam operasinya menggunakan sumber daya alam dan
menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan membuat perusahaan harus
bertanggung jawab kepada masyarakat terutama masyarakat di sekitar tempat
perusahaan itu beroperasi.
Jadi, kini konsep akuntansi tradisional yang menganggap investor dan
kreditor sebagai pemangku kepentingan tunggal kini telah dilengkapi dengan
konsep baru yaitu Corporate Social Responsibility (CSR). Rakhiemah dan Agustia
(2008) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility adalah transparansi
pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh
perusahaan dimana transparansi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan
perusahaan, tetapi juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak
sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan. Selain itu sejarah
juga mencatat telah muncul konsep akuntansi baru yang melengkapi akuntansi
commit to user
Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak
tahun 1970an di Eropa. Akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan
meningkatnya kesadaran lingkungan dikalangan masyarakat yang mendesak agar
perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan tidak hanya kegiatan
industri demi bisnis semata (Djogo dalam Almilia dan Wijayanto, 2007). Ikhsan
(2008) menyatakan bahwa secara garis besar, keutamaan penggunaan konsep
akuntansi lingkungan bagi perusahaan adalah kemampuan untuk meminimalisasi
persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapinya. Tujuannya jelas yaitu untuk
meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan
lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek
(economic benefit).
Dengan adanya konsep akuntansi lingkungan dan CSR maka kini kewajiban
manajemen perusahaan tidak hanya menyampaikan informasi keuangan semata
namun informasi mengenai kinerja sosial dan lingkungan juga diperlukan. Perusahaan
wajib menyediakan informasi kepada semua pemangku kepentingan tak terkecuali
adalah masyarakat luas yang dalam hal ini terkena dampak dari aktivitas operasi
perusahaan. Informasi yang dimaksud di sini adalah informasi mengenai kondisi
lingkungan tempat perusahaan ini beroperasi.
Sebagai salah satu perwujudan dari konsep akuntansi lingkungan dan
CSR, maka perusahaan mulai mengalokasikan dana mereka khusus untuk
pengelolaan lingkungan. Wujud tanggung jawab seperti ini biasa dikenal dengan
sebutan kos lingkungan (environmental cost). Informasi mengenai kos lingkungan
sendiri dipertanggungjawabkan dan dilaporkan oleh manajemen kepada para
commit to user
Laporan keberlanjutan (sustainability reporting) adalah laporan yang memuat
kinerja perusahaan dalam tiga aspek yaitu Ekonomi, Lingkungan dan Sosial.
Laporan ini menjadi sarana bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk
menilai sejauh mana perusahaan mengatasi isu keberlanjutan seperti penghematan
dan konservasi energi, pengelolan air, pengelolaan limbah, mengatasi pencemaran
udara serta isu sosial seperti partisipasi perusahaan dalam meningkatkan kualitas
hidup masyarakat setempat. (Ali Darwin dalam Kompas, 3 Desember 2012).
Laporan keberlanjutan ini merupakan informasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan dengan harapan para pemangku kepentingan akan menerima
pertanggungjawaban mereka utamanya dalam hal pengelolaan lingkungan hidup.
Laporan keberlanjutan kian menjadi tren dan kebutuhan bagi perusahaan progresif
untuk menginformasikan perihal kinerja ekonomi, sosial dan lingkungannya
sekaligus kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) perusahaan
(Chariri, 2009). Salah satu cerminan dari diterimanya laporan keberlanjutan ini
oleh para pemangku kepentingan adalah informasi yang disampaikan dalam
laporan ini digunakan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam
mengambil keputusan. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para
investor dan calon investor, karena dengan adanya informasi ini memungkinkan
para investor melakukan pengambilan keputusan secara rasional berdasarkan fakta
yang ada.
Dilihat dari segi pertanggungjawaban sosial jelas informasi dalam laporan
berkelanjutan akan memberikan manfaat bagi perusahaan sendiri dan para
commit to user
ekonomi informasi mengenai kos lingkungan yang disajikan dalam laporan
keberlanjutan belum tentu bermanfaat. Sebuah informasi dianggap berguna
apabila mampu mengubah pertimbangan dan kepercayaan dari para investor
dalam mengambil keputusan. Pertimbangan dan kepercayaan dalam hal ini adalah
pertimbangan dan kepercayaan dari segi ekonomi yang ditunjukkan dengan
adanya perubahan harga pada surat-surat berharga yang mereka terbitkan. Oleh
karena itu penelitian ini memberikan bukti empiris apakah informasi mengenai
kinerja lingkungan yang ditunjukkan dalam laporan keberlanjutan ini memiliki
dampak terhadap kinerja ekonomi perusahaan di pasar dan mendapat respon dari
para investor.
Penelitian-penelitian empiris terdahulu mengenai pengaruh kinerja
lingkungan juga sudah banyak dilakukan antara lain adalah penelitian yang
dilakukan Al-Tuwaijri, et al. (2003). Al-Tuwaijri, et al.(2003) melakukan analisis
terintegrasi mengenai hubungan antara kinerja lingkungan, environmental disclosure
dan kinerja ekonomi. Hasilnya dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa
bagusnya kinerja lingkungan berhubungan signifikan dengan bagusnya kinerja
ekonomi dan semakin luas dan berkualitasenvironmental disclosuretersebut. Dari
hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja lingkungan
berpengaruh positif terhadap kinerja ekonomi dan environmental disclosuresuatu
perusahaan.
Selain itu Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006) dalam penelitiannya
menguji pengaruh kinerja lingkungan terhadap environmental disclosure dan
commit to user
manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta yang mengikuti Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
pada tahun 2002-2005. Kinerja lingkungan dalam penelitian tersebut diukur
melalui prestasi perusahaan dalam mengikuti Program Penilaian Peringkatan
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) yang
diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sementara tolok
ukur kinerja ekonomi dalam penelitian tersebut sama dengan kinerja ekonomi
yang digunakan oleh Al-Tuwaijri, et al. (2003). Penelitian ini menyatakan bahwa
kinerja lingkungan secara signifikan berpengaruh positif terhadap environmental
disclosure dan kinerja lingkungan juga secara signifikan berpengaruh positif
terhadap kinerja ekonomi perusahaan.
Sama halnya dengan penelitian sebelumnya Cortez (2011) menyatakan
bahwa kinerja lingkungan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
market performance suatu perusahaan. Penelitian ini dikuatkan oleh
Anderson-Weir (2010) yang menyatakan bahwa pasar akan bereaksi terhadap peringkat
perusahaan dalam kinerja lingkungan. Namun dalam hal ini Anderson-Weir
(2010) menyimpulkan bahwa investor akan memberikan reaksi negatif terhadap
kinerja lingkungan perusahaan. Selain itu terdapat pula penelitian yang
menyangkut pengungkapan kinerja lingkungan yang diproksikan melalui
penghargaan Indonesia Sustainability Reporting (ISRA) terhadap abnormal
return dan volume perdagangan saham oleh Armin (2011) yang hasilnya adalah
commit to user
Rakhiemah dan Agustia (2008) juga meneliti mengenai pengaruh kinerja
lingkungan terhadap kinerja ekonomi dan CSR disclosure terhadap perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2004-2006. Sama halnya dengan
Suratnoet al.(2006) kinerja lingkungan dalam penelitian ini diukur menggunakan
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PROPER) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Hasilnya kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap CSR disclosure.
Namun tidak pada kinerja ekonomi, hasil penelitian yang menggunakan analisis
regresi berganda ini ternyata menyatakan bahwa kinerja lingkungan tidak
berpengaruh terhadap kinerja ekonomi.
Bemby S, et al (2013) dalam penelitiannya juga menguji kandungan
informasi mengenai kinerja lingkungan terhadap reaksi investor. Informasi kinerja
lingkungan yang dimaksud adalah PROPER yang diselenggarakan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup. Reaksi investor dalam penelitian ini diukur
menggunakan abnormal return. Pada penelitian digunakan teknik analisis event
study terhadap abnormal return sebelum dan pasca pengumuman PROPER
tersebut. Pengujian hipotesis dalam peneltian ini menggunakan Wilcoxon Rank.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa abnormal return tidak terpengaruh
terhadap adanya pengumuman penilaian PROPER ini namun apabila penilaian
dikategorikan berdasarkan ranking perusahaan yang baik dan buruk maka terdapat
perbedaanabnormal retrunketika informasi mengenai PROPER ini dikeluarkan.
Beberapa penelitian lain mengenai kinerja lingkungan juga menyatakan
commit to user
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kinerja
lingkungan dan kinerja keuangan. Almilia dan Wijayanto (2007) juga menyatakan
bahwa kinerja lingkungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
performa ekonomi perusahaan perhutanan dan pertambangan. Sudaryanto (2011)
juga berpendapat sama bahwa berdasarkan penelitiannya kinerja lingkungan tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja finansial perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI. Senada dengan ketiga peneliti di atas, Rahmawati (2012) dalam
penelitiannya juga menemukan pengaruh yang tidak signifikan antara kinerja
lingkungan terhadap Corporate Financial Performance (CFP). Donato (2007)
juga menunjukkan hasil yang serupa. Donato (2007) menguji pengaruh antara
CSR terhadap perubahan harga saham. Dalam penelitian ini Donato menggunakan
tiga parameter yaitu ketenagakerjaan, lingkungan, dan masyarakat sebagai
indikator CSR perusahaan. Parameter lingkungan dalam penelitian ini diukur
menggunakan kualitas dari kebijakan lingkungan, sistem pengelolaan lingkungan
hidup, dan pelaporan tanggung jawab sosial. Hasil penelitiannya menyatakan
bahwa CSR tidak mempengaruhi harga saham.
Meskipun berbagai penelitian mengenai kinerja lingkungan sudah banyak
dilakukan, namun ternyata masih terdapat perbedaan penelitian-penelitian
sebelumnya dan masih terdapat inkonsistensi antara hasil penelitian terdahulu
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Dikarenakan alasan itulah maka
penelitian ini dilakukan untuk melengkapi penelitian sebelumnya dan menguji
kembali mengenai pengaruh kinerja lingkungan dengan menggunakan kos
commit to user
B. Perumusan Masalah
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, penelitian-penelitian terdahulu
mengenai pengaruh kinerja lingkungan hasilnya masih belum konsisten antar tiap
peneliti. Hal inilah yang menjadi sorotan utama dalam penelitian ini. Kinerja
lingkungan yang mayoritas diukur melalui Program Penilaian Peringkatan Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup secara empiris memiliki pengaruh terhadap
kinerja ekonomi perusahaan namun pada penelitian lain ternyata memberikan
bukti empiris yang justru berkebalikan.
Selain itu berdasarkan teori pensinyalan (signalling teori) perusahaan akan
memberikan informasi yang dapat mempengaruhi keputusan para pengguna
laporan keuangan terutama investor. Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan
inilah yang diharapkan dapat mempengaruhi investor dalam mengambil
keputusannya termasuk informasi mengenai kinerja lingkungan. Namun ternyata
pada beberapa penelitian, informasi mengenai kinerja lingkungan ternyata tidak
mendapat respon dari pasar sehingga kinerja lingkungan ini seolah-olah menjadi
informasi yang sia-sia bagi perusahaan dikarenakan investor tidak secara
signifikan merespon akan informasi ini.
Dari perbedaan dan inkonsistensi inilah peneliti berusaha melengkapi
penelitian sebelumnya dan menguji kembali topik kinerja lingkungan ini dengan
menyertakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Perbedaan hasil
penelitian sebelumnya dan adanya kesamaan proksi dalam mengukur kinerja
commit to user
kinerja lingkungan menggunakan proksi kinerja lingkungan yang berbeda dari
penelitian-penelitian sebelumnya. Kos lingkungan (environmental cost) akan
menjadi alat ukur kinerja lingkungan dalam penelitian. Selain itu Cumulative
Abnormal Return (CAR) akan digunakan dalam menentukan reaksi pasar. Atas
dasar permasalahan itulah pertanyaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah kinerja lingkungan yang diproksikan dengan kos lingkungan perusahaan
(environmental cost) akan berpengaruh terhadap reaksi pasar ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah pasar akan bereaksi
terhadap kinerja lingkungan perusahaan yang diukur menggunakan kos
lingkungan (environmental cost) serta memberikan bukti empiris mengenai
bagaimana reaksi pasar terhadap kinerja lingkungan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak di
bawah ini:
1. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman bagi akademisi
bagaimana pasar bereaksi terhadap informasi kinerja lingkungan
commit to user 2. Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan acuan mengenai reaksi
pasar terhadap informasi kinerja lingkungan. Dari sisi perusahaan,
penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran pemahaman bagi
para manajer akan pentingnya kinerja lingkungan bagi perusahaan mereka.
Selain itu bagi para investor dan calon investor penelitian ini diharapkan
dapat memberikan tambahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
investasi di pasar modal.
E. Orisinalitas penelitian
Penelitian tentang pengaruh kinerja lingkungan telah banyak dilakukan
antara lain seperti: Konar (2000), Cortez (2010), Anderson-Weir (2010), Donato
(2007), Almilia dan Wijayanto (2007), Rahmawati (2012), Sudaryanto et al.
(2011), Jacobs et al. (2010), Armin (2011), Sarumpaet S. (2005); Bemby S.
(2013) dll.. Penelitian ini akan menguji apakah kinerja lingkungan perusahaan
akan direaksi oleh pasar, namun demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya dalam beberapa hal:
1. Penelitian ini tidak menggunakan instrumen Program Penilaian
Peringkatan Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
(PROPER) dalam menilai kinerja lingkungan, namun penelitian ini
menggunakan environmental costsebagai alat ukur dalam menilai kinerja
lingkungan yang bersumber dari laporan keberlanjutan yang dikeluarkan
commit to user
2. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Cortez (2010) yang menguji
pengaruh kinerja lingkungan dengan market value of firm.Market value of
firm diukur menggunakan high stock market price in a year dan book
value per share, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan reaksi pasar
yang diproksikan denganCumulative Abnormal Return.
3. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas dikarenakan
dalam penelitian ini menyertakan ukuran (size) perusahaan sebagai
variabel kontrol.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Bab ini berisi teori yang digunakan dalam penelitian ini,
penelitian sebelumnya, dan perumusan hipotesis.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode penelitian, yang meliputi: populasi
dan sampel, variabel, definisi operasional, dan mekanisme
commit to user
BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini mencantumkan hasil analisis dan pembahasan hasil
penelitian.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang disarikan dari permasalahan,