• Tidak ada hasil yang ditemukan

CONTOH PROPOSISI DALAM ILMU SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "CONTOH PROPOSISI DALAM ILMU SOSIAL"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

CONTOH PROPOSISI DALAM ILMU SOSIAL

1) Proposisi dalam teori konflik

Berikut beberapa proposisi teori konflik (lihat:Sutaryo,1992:31-6) i. Proposisi Pertama

“The more unequal the distribution of scare resource in a system, the greater will be the conflict of interest between dominant and subordinate segments in a system”

Artinya semakin tidak merata distribusi di dalam suatu sistem,

akan semakin besar konflik kepentingan antara segmen dominan dan segmen lemah di dalam suatu sistem.

Dalam proposisi ini Marx memandang bahwa tingkatketidakmerataan distribusi sumber, terutama kekuasaan, merupakan determinan konflik kepentingan objektif di antara mereka yang meliki kekuasaan dan tidak memiliki kekuasaan. Proposisi ini secara langsung mengikuti asumsi Marx bahwa, “Di dalam sebuah struktur sosial, distribusi kekuasaan yang tidak merata pasti menimbulkan konflik kepentingan antara mereka yang memiliki kekuasaan dan mereka yang tidak memiliki kekuasaan”(Wirana,2012:62).

Menurut Marx, kesadaran akan konflik kepentingan dapat menyebabkan mereka yang lemah mulai mempertanyakan keabsahan pola distribusi sumber yang ada sekarang. Kondisi-kondisi yang mengubah kesadaran untuk mempertanyakan masalah keabsahan distribusi sumber diintisarikan dalam proposisi-proposisi berikut.

ii. Proposisi Kedua

“The more subordinate segments become aware of their collective interests, the more likely they are to question the legitimacy of the unequal distribution of scare resources”

Proposisi ini dengan jelas menyatakan, apabila segmen yang lebih lemah (subordinate) semakin menyadari akan kepentingan kolektif mereka, maka akan semakin besar kemungkinan mereka itu akan mempertanyakan keabsahan distribusi sumber yang tidak merata.

(2)

“The more subordinate segments of a system are aware of their collective interests, the greater their questioning of the legitimacy of the distribution of scare resources, and the more likely they are to organize and initiate overt conflict dominant segments of system.”

Artinya apabila segmen yang lemah (subordinate) di dalam suatu sistem semakin sadar akan kepetingan kelompok mereka, maka semakin besar kemungkinannya mereka mengorganisasikan untuk memulai konflik secara terang-terangan terhadap segmen-segmen dominan suatu sistem.

iv. Proposisi Keempat

“The more subordinate segments are unified by common belief and the more developed their political leadership structure, the more the dominate and subjugated segments of a system will become polarized.”

Proposisi ini mengandung pengertian, apabila segmen-segmen subordinate semakin dipersatukan oleh keyakinan umum dan semakin berkembang struktur kepemimpinan politik mereka, maka segmen dominan dan segmen yang dikuasai yang lebih lemah akan semakin terpolarisasi.

2) Proposisi dalam Teori Struktural Fungsional

Proposisi dalam teori struktural fungsional, antara lain:

(1) “Apabila terjadi ketidakseimbangan muncul maka akan mengundang lembaga lain untuk melakukan penyesusaian.” Bahwa dalam teori ini dijelaskan masyarakat terdiri atas banyak lembaga yang akan berinteraksi dan satu sama lain melaksanakan penyesuaian sehingga di masyarakat akan senantiasa berada pada keseimbangan. Jika ketidakseimbangan akan muncul, tetapi ini hanya bersifat sementara. Karena adanya ketidakseimbangan di suatu lembaga sehingga fungsi lembaga tersebut terganggu, akan mengundang lembaga lain untuk menyeimbangkan kembali.

(2) “sistem sosial mengalami pertukaran dengan lingkungannya sehingga terjadi aksi sosial”

(3)

pertukaran dengan lingkungannya sehingga terjadi aksi sosial. Dalam menjalankan peran tersebut, terjadi kesepakatan dan berlangsung interaksi atau hubungan berpasangan antar-ego dan alter yang telah dikembangkan. Pola pelembagaan tersebut akan menjadi sistem sosial. Dalam proses ini terdapat dua mekanisme yaitu, mekanisme sosialisasi dan mekanisme kontrol sosial.

3) Proposisi dalam Teori Pertukaran Sosial

George C. Homans memperkenalkan teori pertukaran deduktif tentang tatanan sosial. Menurut Homans, kita hanya dapat menjelaskan aspek-aspek tatanan dan perubahannya dengan mengacu pada beberapa jumlah kecil proposisi umum yang bisa dijelaskan. Hal itu merupakan bentuk spesifik dan runtut terhadap ide-ide dalam suatu teori deduktif.

Untuk memperjelas teorinya, Homans membuat proposisi sebagai berikut:

(i) “if in the past the occurrence og a particular stimulus, or set of stimuli, has been occasion which a person’s action has been

rewarded, then the more similar the present stimuli are to the past ones, the more likely the persons is to perfom the action, or some similar action, now”(Sosial Behavior, 1974:22-23).

Sebagaimana dikemukakan dalam psikologi tentang “learning Theory,” masa lalu seseorang penting bagi tingkah laku sekarang. Sehubungan dengan proposisi itu, masa lalu dibentuk oleh situasi dimana orang itu memperoleh ganjaran ataupun hukuman. Beberapa aspek masa lalu telah menghasilkan kemungkinan tingkah laku serupa dengan sekarang, artinya sejarah berulang kembali. Tekanan proposisi Homans tersebut adalah pada respon individu untuk menyenangkan keadaan dan untuk berkelakuan seperti itu lagi.

(ii) “For all actions taken by persons, the more often a particular action of a persons is rewarded, the more likely persons is to perfume the action”(Social Behavior, 1974:16).

(4)

(iii) “The more valuable to a person the result of his action, the more likely he is to perform the action”(Social Behavior,1974:25).

Proposisi ini menjelaskan hubungan antara nilai dengan aktivitas. Para individu mempunyai ide-idenya sendiri tentang apa yang bernilai, dan nilai tersebut tidaklah sama bagi semua individu. Proposisi ini juga meramalkan suatu hubungan langsung antara frekuensi aktivitas menerima reward yang bernilai dengan derajat nilai yang terkandung dalam reward.

(iv) “The more often in the recent past a person has received a particular reward, the less valuable any further unit of what reward become for him”(Social Behavior, 1974: 28-29).

Homans dalam proposisi ini membatasi dan memberikan suatu pernyataan umum tentang jumlah ekstra-aktivitas yang pernah diharapkan dalam pertukaran reward yang berkembang.

(v) “The more to a man’sdisanvantage the rule of distributive justice fail of realization, the more likely he is to display the emotional behavior we call anger”(Social Behavior, 1974: 75).

Homans menyanggah derajat pertukaran itu dibina antara tingkah laku dengan sentiment yang saling tukar. Pada umumnya, investasi yang dibuat seseorang dalam suatu pertukaran diperhitungkan menurut kesepakatan.

(5)

TEORI-TEORI SOSIAL

Bagian 1 Paradigma Fakta Sosial 1. Teori Struktural Fungsionalis

Pendahuluan

Teori fungsional juga populer disebut teori integrasi atau teori konsensus. Tujuan utama pemuatan teori integrasi, konsensus, atau fungsional tidak lain agar pembaca lebih jelas dalam memahami masyarakat secara integral.

Pendekatan fungsional menganggap masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat anggota-anggotanya akan nilai kemasyarakatan tertentu.

General Agreements ini memiliki daya yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan di antara para anggota masyarakat. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, secara fungsional terintegrasi ke dalamsuatu bentuk ekuilibrium. Oleh sebab itu, aliran pemikiran tersebut disebut integration approach, order approach, equilibrium approach, atau

structural-functional approach (Nasikun,1995).

Pada mulanya, teori fungsional struktural diilhami oleh para pemikir klasiksejak pertengahan abad 19, di antaranya Socrates, Plato, Aguste Comte, Spencer, Emile Durkheim, Robert K. Merton, dan Talcott Parsons. Mereka dengan terperinci menuturkan bagaimana perspektif fungsionalisme memandang dan menganalisis fenomena sosial dan kultural.

Karakteristik Perspektif Struktural Fungsional

Teori ini menekan keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyrakat. Konsep konsep utamanya, antara lain fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest, dan keseimbangan (equilibrium).

Menyangkut hal ini, Wallace dan Alison mengatakan bahwa:

(6)

Where functionalists see interdependence and unity in society. Conflict theorists see and area in which groups fight for power, and the control of conflict simply means that one group is able, temporarily, to suppress its rivals. Functionalist see civil law, for example, as way of increasing social integration; but conflict theorists see civil law as a way of defining at the expense of others. (Wallace and Alison,1986:62)

Functionalist (para penganut pendekatan fungsional) melihat masyarakat dan lembaga-lembaga sosial sebagai suatu sistem yang seluruh bagiannya saling tergantung satu sama lain dan bekerja sama menciptakan keseimbangan (equilibrium). Mereka memang tidak menolak keberadaan konflik di dalam masyarakat, akan tetapi mereka percaya benar bahwa masyarakat itu sendiri akan mengembangkan mekanisme yang dapat mengontrol konflik yang timbul. Inilah yang menjadi pusat perhatian analisis bagi kalangan fungsionalis.

Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain.

Asumsi dasarnya adalah setiap struktur dalam sistem sosial fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak aka nada atau akan hilang dengan sendirinya. Secara ekstrem penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat.

Menurut Lawer, teori ini mendasarkan pada tujuh asumsi, yaitu:

1) Masyarakat harus dianalisis sebagai suatu kesatuan yang utuh yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berinteraksi.

2) Hubungan yang ada bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik.

3) Sistem sosial yang ada bersifat dinamis; penyesuaian yang ada tidak perlu banyak mengubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh. 4) Integrase yang sempurna di masyarakat tidak pernah sempurna,

(7)

5) Perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-lahan sebagai proses adaptasi dan penyesuaian.

6) Perubahan merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya differensiasi dan inovasi.

7) Sistem disintegrasi lewat pemilikan nilai-nilai yang sama.

Sementara itu Pieere L. Van dan Berghe dalam “Dialectic and Fungtionalism: Toward a Synthesis” mengungkapkan tujuh ciri umum mengenai teori structural fungsional ini, yaitu:

1. Masyarakat harus dianalisis secara keseluruhan, selaku sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain. 2. Hubungan sebab dan akibatnya bersifat jamak dan juga timbal balik. 3. Sistem sosial senantiasa dalam keadaan keseimbangan dinamis,

penyesuaian terhadap kekuatan yang menimpa sistem menimbulkan perubahan minimal di dalam sistem ini.

4. Integrase sempurna tidak pernah terwujud, setiap sistem mengalami ketegangan dan penyimpangan namun cenderung dinetralisasi melalui mekanisme institusionalisasi.

5. Perubahan pada dasarnya berlangsung secara lambat, lebih merupakan proses penyesuaian ketimbang perubahan revolusioner. 6. Perubahan adalah hasil penyesuaian atas perubahan yang terjadi di

luar sistem, pertumbuhan melalui differensiasi, dan melalui penemuan-penemuan internal.

7. Masyarakat terintegrasi melalui nilai-nilai bersama.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa kalangan fungsional memandang masyarakat manusia itu sebagai berikut:

(8)

b) Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil dengan kecenderungan kearah keseimbangan, yaitu suatu kecederungan untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang. c) Setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu dan

secara terus menerus karena hal itu fungsional.

d) Corak perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat.

Menurut teori struktural fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri atas banyak lembaga. Masing-masing lembaga memiliki fungsi tersendiri. Struktur dan fungsi dengan kompleksitas yang berbeda-beda ada pada setiap masyarakat baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Semua lembaga tersebut akan saling berinteraksi dan saling menyesuaikan yang mengarah pada keseimbangan. Bila terjadi penyimpangan dari suatu lembaga masyarakat maka lembaga yang lainnya akan membantu dengan mengambil langkah penyesuaian.

Antara aktor dengan berbagai motif dan nilai yang berbeda-beda menimbulkan tindakan yang berbeda-beda. Bentuk-bentuk interaksi dikembangkan sehingga melembaga. Pola-pola pelembagaan tesebut akan menjadi sistem sosial. Untuk menjaga kelangsungan hidup suatu masyarakat, setiap masyarakat perlu melaksanakan sosialisasi sistem sosial yang dimiliki. Caranya dengan mekanisme sosialisasi dan mekanisme kotrol sosial.

Menurut Parsons, mekanisme sosialisasi merupakan alat untuk menanamkan pola kultural, seperti nilai-nilai, Bahasa, dan lain-lain. Dengan proses ini anggota masyarakat akan menerima dan memiliki komitmen atas norma-norma yang ada. Mekanisme control juga mencakup sistem sosial, sehingga perbedaan dan ketegangan-ketegangan yang ada di masyarakat bisa di tekan. Mekanisme control ini antara lain:

a) Pelembagaan b) Sanksi

(9)

d) Penyelamatan pada keadaan kritis dan tidak normal

e) Pengintegrasian kembali agar keseimbangan dapat dicapai kembali f) Pelembagaan kekuasaan untuk melaksanakan tatanan

Pandangan Tentang Teori Struktural Fungsional Menurut Para Ahli 1. Auguste Comte

Teori Comte tentang tahapan perkembangan masyarakat ini mulai berkembang melalui tiga tahapan, sesuai dengan tahap-tahap perkembangan pikiran manusia, yaitu sebagai berikut:

2) Tahap teologis

Pada dasarnya manusia dikuasai oleh alam. Pandangan manusia tentang alam bersifat theistik/animistik. Semua gejala alam dipandang sebgai hasil kekuatan-kekuatan gaib.

3) Tahap Matafisik

Pada tahap fenomen alam tidak lagi dipandang sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan gaib, tetapi hanya merupakan bagian dari objek tatanan alam secara inheren.

4) Tahap Positif

Tahap ini merupakan tahap kematangan ilmu pengetahuan karena kemampuan manusia menjelaskan seluruh fenomena dalam terminologi beroperasinya hukum-hukum alam.

2. Ralf Dahrendorf dan E. Durkheim.

Ralf Dahrendorf mengembang perspektif integrase antara lain memahami masyarakat. Pokok-pokok pikiran Dahrendorf, yaitu:

1) Setiap masyarakat secara relatif bersifat langgeng;

2) Setiap masyarakat merupakan struktur elemen yang terintegrasi dengan baik.

3) Setiap elemen dalam suatu masyarakat memiliki satu fungsi, yaitu menyumbang pada bertahannya sistem itu.

(10)

E. Durkheim seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak terpenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “Patologis”. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan nomal sebagai ekuilibrium atau sebagaisuatu sistem yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjukkan pada keadaan tidak seimbang atau perubahan sosial.

3. Robert K. Merton

Merton menyoroti tiga asumsi atau postulat yang terdapat dalam teori fungsional. Ketiga postulat itu sebagai berikut:

Pertama, kesatuan fungsional masyarakat merupakan suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur.

Kedua, postulat fungsionalisme universal. Postulat ini menganggap bahwa “seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif”.

Ketiga, postulat indispensability, bahwa “dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek material, dan keprcayaan memenui beberapa fungsi penting, memilki sejumlah tugas yang harus dijalankan, dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan.

4. Herbert Spencer

(11)

merupakan sebuah organismeyang mengalami evolusi. Seiring jalannya waktu, masyarakat berkembang dan perkembangan tersebut ditandai terutama oleh bertambahnya kompleks institusi-institusi di dalamnya. Dalam hal ini, evolusi menurutSpencer berarti kemajuan. Sebagai suatu sistem setiap elemen dalam masyarakat memiliki empat masalah dasar, yakni produksi, reproduksi, regulasi, dan distribusi.

Kontribusi penting Spencer bagi perkembangan teori structural fungsional terletak pada konsepnya tentang ekuilibrium sosial. Spencer melihat ekuilibrium sosial sebagai kondisi masyarakat yang berada dalam kondisi penuh dengan harmoni sosial, stabil dan terintegrasi. Dalam pandangan teori evolusioner, masyarakat tidak dimulai dari kondisi ekuilibrium, tetapi selalu bergerak kearah tersebut sepnjang waktu. Meskipun demikian, Spencer tetap menggunakan konsep ekuilibrium untuk mencoba mengatasi kontradiksi tersebut yang pada akhirnya tidak pernah memuaskan.

5. Talcott Parsons

Di dalam menyajikan perkembangan intelektualnya, Parsons membuat kerangka tiga fase yang berbeda:

Parsons 1, terdiri dari tahap-tahap perkembangan nya atas teori voluntaristik dari tindakan sosial.

Parsons 2, pembebasan dari kekangan teori tindakan sosial yang mengarah structural fungsional ke dalam pengembangan suatu tindakan yang lebih umum yang berisikan konsep-konsep sistem dan kebutuhan-kebutuhan sistem yang sangat penting.

(12)

mekanisme dalam proses ini, yaitu mekanisme sosialisasi dan mekanisme control sosial.

Parsons juga mengembangkan cara berpikir individu yang nonlogis dan irasional dengan mencetuskan teori aksi sukarela. Teori aksi sukarela ini menempatkan individu sebgai agen daripada sebahagian dari struktur. Dimana struktur tersebut menurut Parsons bersifat fungsional yang dijelaskan dengan teori AGIL(adaptation, goal attainment, integration, laten pattern maintenance).

Paradigma utama dari sitem tindakan menurut Parsons, antara lain kognitif, cathetic, evaluative dari orientasi motivasional. Argumentasi tentang sistem sosial menurut Parsons meliputi:

5) Sistem kekerabatan 6) Stratifikasi sosial 7) Territorial dan tekanan 8) Agama dan integrasi nila

2. Teori Konflik Pendahuluan

(13)

Pandangan Tentang Teori Konflik Menurut Para Ahli 1. Teori Konflik Karl Marx (1818- 1883)

Teori konflik Karl Marx didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.

Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi.. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga.

Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.

2) Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.

(14)

bertahun-tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.

Coser (1956: 41) melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan-hubungan di antara fihak- fihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial.Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. Contohnya Badan perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut membuat kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem tersebut.

Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.

2) Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.

3) Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf

(15)

Pendapat Dahrendorf (1959: 176) dalam buku Sosiologi Kontemporer halaman 136:Secara empiris, pertentangan kelompok mungkin paling mudah di analisa bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang merupakan ideologi keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan-kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang terkandung di dalamnya.

Misalnya kasus kelompok minoritas yang pada tahun 1960-an kesadarannya telah memuncak, antara lain termasuk kelompok-kelompok kulit hitam, wanita, suku Indian dan Chicanos. Kelompok wanita sebelum tahun 1960-an merupakan kelompok semu yang ditolak oleh kekuasan di sebagian besar struktur sosial di mana mereka berpartisipasi. Pada pertengahan tahun 1960-an muncul kesadaran kaum wanita untuk menyamakan derajatnya dengan kaum laki- laki., yang kemudian diikuti oleh perkembangan kelompok yang memperjuangkan kebebasan wanita.

Bagian 2 Paradigma Definisi Sosial 1. Teori Interaksi Simbolik

Bagian 3 Paradigma Perilaku Sosial 2. Teori Pertukaran

Pendahuluan

(16)

demikian, ide tentang pertukaran itu sangat luas tetapi inklusif (Saifuddin N., 2001:4).

Pertukaran Sebagai Teori Klasik

Ide tentang pertukaran dalam ilmju sosial telah berlangsung sejak abab ke-18. Adam Smith misalnya, mengemukakan ide memberi dan menerima antarbangsa, dalam karyanya An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nation (Irwin, 1963).

Thomas Hobbes, Jean-Jaques Rousseau, dan John Locke mengemukakan bahwa, para individu dalam suatu masyarakat mempunyai susunan kolektif dengan kekuatan penguasa (George G. Sabine, 1973). Kekuatan penguasa memiliki otoritas tak terbatas begitu ia menduduki kekuasaannya. Proposisi ini menurut Homans mengandung kelemahan.

Ide tentang pasar ekonomi dianalogikan dengan tatanan sosial secara umum. Keputusan melakukan sesuatu tindakan sosial dalam kehidupan sehari-hari dapat dipahami seperti dalam membuat keputusan ekonomi. Dengan demikian, konsep-konsep teori ekonomi dapat digunakan pada semua transaksi sosial.

Teori Pertukaran Modern

(17)

Tujuan teori pertukaran dalam sosiologi ialah mendapatkan sesuatu perangkat prinsip dasar yang bisa ditarik dari alur pemikiran yang konsisten dan saling melengkapi antara individualism, ekonomi, psikologi eksperimantal, dan filsafat hedonisma. Selain itu, tujuan teori pertukaran adalah membina suatu penjelasan umum yang kohoren tentang tatanan sosial.

Prinsip-Prinsip Teori Pertukaran

Prinsip teori pertukaran merupakan suatu deskripsi umum tentang unsur-unsur teori ini, yaitu satuan analisis, motif, keuntungan, dan persetujuan sosial.

1) Satuan Analisis

Satuan analisis dalam tatanan sosial adalah sesuatu yang diamati dalam penelitian dan memainkan peran penting dalam menjelaskan tatanan sosial dan individu. Teori ini akan mengemukakan hal-hal terkait dengan intitusi, kelompok, dan sentiment mereka. Teori pertukaran juga tidak hanya terpusat pada individu, akan tetapi lebih mengarah pada tatanan dan perubahan.

2) Motif dalam pertukaran mengasumsikan bahwa setiap orang mempunyai keinginan sendiri. Seseorang akan melakukan perukaran karena termotifasi oleh gabungan berbagai tujuan dan keinginan yang khas. Misalnya, penderma yang memberikan barang atau sejumlah uang untuk menolong nyawa orang yang tenggelam dalam air, tindakan-tindakan tersebut dapat dijelaskan menurut teori pertukaran, yaitu untuk memperoleh kepuasan emosional.

3) Faedah atau Keuntungan

Memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai upaya yang diperlukan guna memperoleh suatu kepuasan, ditambah dengan reward yang pontensial yang akan diperoleh apabila melakukan sesuatu. Kepuasan atau reward yang diperoleh seseorang itu dapat dinilai sebagai sebuah keuntungan.

4) Pengesahan Sosial

(18)

ialah ganjaran yang memiliki kekuatan pengesahan sosial (social approval). Dalam kehidupan sehari-hari, segala sesuatu yang disenangi akan dicari dalam relasi-relasi sosial mereka. Orang akan lebih menyenangi atau cocok dengan orang lain yang mengesahkan dirinya.

Tatanan Sosial Menurut Teori Pertukaran

Sebagaimana diketahui, teori sosial bertujuan untuk mencapai kesimpulan tentang hakikat manusia. Pengamatan yang ditujukan pada individu-individu yang saling melakukan pertukaran belum tentu menggambarkan tindakan kelompok sangat berkaitan dengan siapa yang berhubungan secara tetap, siapa yang memperoleh ganjaran, siapa yang perlu ganjaran, bagaiman mereka melakukan interaksi, dan bagaimana membina derajat pertukaran dalam interaksi itu.

Dalam suatu kelompok yang memiliki hierarki, urutan tatanan ditandai dengan kepatuhan pada siapa, siapa yang duduk “di meja utama” dan indikasi-indikasi lainnya. Runtutan posisi dalam kelompok adalah unsur-unsur tatanan sosial umum yang ada dalam kelompok. Untuk menjelaskan runtutan atau rangking menurut teori pertukaran, digunakanlah ide-ide tentang nilai dan kelangkaan. “Nilai” ini mengandung pengertian langka dan berharga.

Teori Pertukaran Deduktif: Proposisi George C. Homans

George C. Homans memperkenalkan teori pertukaran deduktif tentang tatanan sosial. Menurut Homans, kita hanya dapat menjelaskan aspek-aspek tatanan dan perubahannya dengan mengacu pada beberapa jumlah kecil proposisi umum yang bisa dijelaskan. Hal itu merupakan bentuk spesifik dan runtut terhadap ide-ide dalam suatu teori deduktif.

Untuk memperjelas teorinya, Homans membuat proposisi sebagai berikut:

(i) “if in the past the occurrence og a particular stimulus, or set of stimuli, has been occasion which a person’s action has been

(19)

ones, the more likely the persons is to perfom the action, or some similar action, now”(Sosial Behavior, 1974:22-23).

Sebagaimana dikemukakan dalam psikologi tentang “learning Theory,” masa lalu seseorang penting bagi tingkah laku sekarang. Sehubungan dengan proposisi itu, masa lalu dibentuk oleh situasi dimana orang itu memperoleh ganjaran ataupun hukuman. Beberapa aspek masa lalu telah menghasilkan kemungkinan tingkah laku serupa dengan sekarang, artinya sejarah berulang kembali. Tekanan proposisi Homans tersebut adalah pada respon individu untuk menyenangkan keadaan dan untuk berkelakuan seperti itu lagi.

(ii) “For all actions taken by persons, the more often a particular action of a persons is rewarded, the more likely persons is to perfume the action”(Social Behavior, 1974:16).

Proposisi mengemukakan bahwa terdapat suatu hubungan langsung antara frekuensi tingkah laku ber-reward dengan frekuensi respon terhadap reward.

(iii) “The more valuable to a person the result of his action, the more likely he is to perform the action”(Social Behavior,1974:25).

Proposisi ini menjelaskan hubungan antara nilai dengan aktivitas. Para individu mempunyai ide-idenya sendiri tentang apa yang bernilai, dan nilai tersebut tidaklah sama bagi semua individu. Proposisi ini juga meramalkan suatu hubungan langsung antara frekuensi aktivitas menerima reward yang bernilai dengan derajat nilai yang terkandung dalam reward.

(iv) “The more often in the recent past a person has received a particular reward, the less valuable any further unit of what reward become for him”(Social Behavior, 1974: 28-29).

(20)

(v) “The more to a man’sdisanvantage the rule of distributive justice fail of realization, the more likely he is to display the emotional behavior we call anger”(Social Behavior, 1974: 75).

Homans menyanggah derajat pertukaran itu dibina antara tingkah laku dengan sentiment yang saling tukar. Pada umumnya, investasi yang dibuat seseorang dalam suatu pertukaran diperhitungkan menurut kesepakatan.

1. Deduksi dalam Teori Pertukaran

Homans mengemukakan tentang proposisi dan format teori yang deduktif. Adapun format deduktif itu menghasilkan kesimpulan logis dari hal-hal yang bersifat abstraksi.

Dengan menggabungkan proposisi kedua, proposisi keberhasilan, dengan proposisi ketiga atau proposisi nilai, maka individu yang tidak beruntung digambarkan membuat suatu tawaran mengurangi beban dengan orang lain, karena memang demikian minatnya menghindarkan ketidaksukaan.

2. Institusi dan Sub-Institusi dalam teori Homans

Sifat hipotesisnya mngenai seseorang dan orang lain (person and other) serta bagaimana mereka berhubungan satu sama lainnya sangat diperhitungkan dalam teori pertukaran, terutama dalam bahasan tahap kehidupan intitusional dan sub-institusional.

Homans mengemukakan bahwa institusi memiliki prinsip jaringan pertukaran kompleks. Kompleksivitas tersebut berkaitan dengan spesialisasi aktivitas dan relasi-relasi pertukaran tak langsung. Sebagai hasilnya ialah kemanfaatan yang dilakukan akan tergantung pada beberapa orang. Tatanan institusional membuat mapannya pertukaran yang kompleks di antara banyak orang dalam dikaitkannya dengan partisipasi mereka dalam pembagian tugas atau kerja.

(21)

memaksa dari pada reward utama, karena reward pertama itu sendiri belum mampu memuaskan.

3. Kesepaktan Kolektif Terhadap Norma-Norma Institusional

Contoh yang menggambarkan pendekatan Homans tentang institusi adalah ungkapan kesedihan atau dukacita (expressing) (Homans,1974:381). Rasa sedih bisa hanya berupa kehendak untuk melebihkan tindakan sesuai dengan norma-norma yang mengatur ekspresi dukacita itu.

Institusi bisa menderita karena kompleksitas pertukaran yang dilembagakan dan nilai-nilai yang diserahkan. Kompleksitas diartikan suatu rangkaian pertukaran yang tidak mudah berubah. Keputusan untuk mengubah perilaku dengan mengacu pada salah satu peranan terlembaga dapat membawa tingkah serupa dalam relasi.

Pertukaran dan Psikologi Sosial Kelompok : Thibaut dan Kelley

Thibaut dan Kelley (The Social Psychology of Group, 1959) menjelaskan relasi sebagai suatu perangkat hasil yang dapat diperkirakan atau perhatian utamanya pada “dyad”, kelompok dua orang. Pertukaran dari kelompok dua orang itu merupakan titik awal bagi pemahaman tentang kelompok yang lebih besar.

Thibaut dan Kelley menggunakan ide tentang suatu matriks perilaku sebagai alat analisisnya dalam menjelaskan ide pertukaran. Pada matrik ini, suatu ruang dimensional ganda mengemukakan perilaku dua orang. Dengan melakukan tabulasi silang kedua dimensi tersebut, maka beberapa sel terbentuk. Pada setiap sel memungkinkan untuk membayangkan keinginan-keinginan berperilaku dari setiap pasangan interaksi.

(22)

nilai-nilai, kebutuhan, keterampilan, atau kualitas lainnya. Faktor endogenus dari reward dan beban ialah faktor yang hakiki terhadap relasi itu sendiri.

Kekuasaan dan Pertukaran Menurut Peter Blau

Peter Blau dalam bukunya Exchange and Power in Social dengan perhatian akan menambahkan lebih banyak prinsip teori ekonomi pada pandangan pertukaran sosial.

Konsentrasi karya Blau berkisar tentang struktur sosial yang tumbuh di luar pertukaran dengan memperhitungkan tatanan, legitimasi, oposisi, dan kuasa. Utnuk melakukan pendekatan struktur sosial yang tepat adalah dari pandangan individualistic. Dengan penjelasan tersebut dapat berlangsung secara halus ke atas, dari satuan analisis yang terkecil menuju yang terbesar, dengan tepat memberikan sifat posisi pertukaran mengenai struktur nilai.

1) Pertukaran Tidak Seimbang dan Konsekuensinya

Ketidakseimbangan dalam suatu pertukaran dapat terjadi manakala ia memberi reward lebih kepada yang lain, dan sebaliknya yang menerima reward membalasnya. Pihak terkecil dalam pertukaran yang tidak seimbang itu dapat memperoleh kompensasi dengan atau jenis penguatan umum yang disebut oleh Homans social approval atau menurut Blau sebagai kerelaan (compliance atau subordination).

2) Mikrostruktur dan Makrostruktur

Blau menunjukkan bahwa proses relasi tatap muka merupakan microstructure. Adapun relasi adalah struktur dalam pengertian aturan-aturan pemuas, control legitimasi, dan pembagian tugas. Mikro dalam interaksi ini berada pada tahapan dari orang ke orang. Kemudian akan meluas dan jumlah yang diakomodasikan akan bertambah sehingga jadi bermakna/ kolektivitas yang lebih besar itu dengan sendirinya terbentuk oleh makrostruktur. Karena itu pula anggapan Blau tentang keseluruhan organisasi sosial dalam suatu masyarakat adalah salah satu kaitan internal antarmakrostruktur.

3) Nilai dan Struktur Sosial

(23)

ditolak. Lebih lanjut Blau membuat perincian sebagai berikut tentang konsekuensi bagi solidaritas sosial:

a) Kebersamaan merupakan suatu tanda solidaritas bagi mereka bersama.

b) Kebersamaan yang serupa yang menuju integrase dan kesepakatan bagi kelompoknya akan menjadi suatu tanda ketidaksamaan bagi kelompok-kelompok lain.

(24)

Daftar Pustaka

https://didanel.wordpress.com/2011/06/23/teori-strukural-fungsional-dalam-fakta-sosial/

http://fandi-sos.blogspot.co.id/2011/12/teori-teori-sosial-dalam-sosiologi.html? m=1

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pandangan struktural fungsional, masyarakat sebagai sistem sosial memiliki kemampuan fleksibel terhadap berbagai kondisi karena pada dasarnya masyarakat mempunyai

Penelitian ini menggunakan teori Masyarakat Risiko dan Struktural Fungsional sebagai pisau analisis untuk mengetahui bagaimana strategi hidup masyarakat Sedulur

Secara teoretis, terutama teori struktural fungsional yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian yang saling berhubungan, hasil yang di

Teori ini dapat digunakan untuk menganalisis struktur lembaga perwakilan yang memiliki dua kamar atau lebih (multikameral), walaupun sebuah lembaga perwakilan terdiri

Mahasiswa mampu mengkaji tentang kedudukan sebagai lembaga sosial dan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang mempunyai struktur dan fungsi, peranan dan

Alasan peneliti mengambil teori fungsional struktural Talcott Parsons karena teori tersebut dianggap relevan terhadap penelitian yang akan dilakukan di lapangan

Analisis Struktural Fungsional dalam Sistem Politik Menurut Gabriel Almond,dalam setiap sistem politik terdapat enam struktur atau lembaga politik, yaitu

Teori ini dapat digunakan untuk menganalisis struktur lembaga perwakilan yang memiliki dua kamar atau lebih (multikameral), walaupun sebuah lembaga perwakilan terdiri