• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Konsep Dasar Mengenai Kimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Beberapa Konsep Dasar Mengenai Kimia"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru 1 Beberapa Konsep Dasar Mengenai Kimia

1.1 PENDAHULUAN

Kita memulai studi mengenai kimia fisik dengan penyataan singkat mengenai beberapa ide dasar dan penggunaan umumnya di bidang kimia. Hal ini merupakan hal yang familiar, tetapi akan sangat berharga untuk mengingatnya kembali.

1.2 JENIS BENDA

Dari beragam berbeda yang ada secara umum kita dapat membaginya menjadi dua: (1) zat dan (2) campuran zat.

Pada keadaan eksperimental tertentu zat menunjukkan suatu sifat fisik dan kimia tertentu dan tidak dipengaruhi oleh metode preparasi dari zat.

Sebaliknya campuran sangat bervariasi pada komposisi kimianya. 1.3 JENIS ZAT

Terdapat dua jenis zat: unsur dan senyawa. Unsur tidak dapat dipecah lagi menjadi zat yang lebih sederhana dengan metode kimai yang biasa, akan tetapi senyawa dapat.Metode kimai yang biasa merupakan metode yang melibtakan energi tidak lebih dari 1000 kJ/mol.

1.4 MASSA ATOMIK DAN MASSA MOLAR

Setiap atom atau nuklida dapat digambrakan dengan dua angka yang spesifik, Z dan A, dimana Z merupakan nomor atom, dan jumlah proton pada inti, dan A nomor massa yang sama dengan Z + N, dimana N merupakan jumlah proton pada inti. Atom dari unsur yang berbeda dibedakan dengan nilai Z yang berbeda. Atom dari satu unsur memiliki nilai Z yang sama tetapi dapat memiliki nilai A yang berbeda dan disebut isotop dari unsur.

1.5 SIMBOL; RUMUS

Rumus dari senyawa dapat diinterpretasikan dengan banyak cara, tetapi biasanya merupakan komposisi relatif dari senyawa. Pada zat seperti quartz dan garam, tidak terdapat molekul diskrit. Sehingga rumus untuk SiO2 dan NACl hanya diberikan dalam bentuk empiris; rumus ini hnaya menggambrakan jumlah relatif dari atom unsur yang terdapat dalam molekul dan tidak lebih dari itu.

1.6 MOL

Satuan SI untuk jumlah zat adalah mol. Mol didefinisikan sebagai jumlah zat pada 0,012 kg karbon-12. Satu mol dari sebarang zat mengandung jumlah unsur yang entitasnya tepat dengan 0,012 kg karbon-12. Angka ini merupakan konstanta Avogadro, NA = 6,022045 x 1023mol-1.

2 Sifat-sifat Empiris dari Gas

2.1 Hukum Boyle; Hukum Charles

Dari ketiga keadaan agregasi, hanya keadaan gas yang memberikan sifat –sifat dengan gambaran yang sederhana. Untuk saat ini kita akan membatasi gambaran ini terhadap hubungannya dengan bebrapa sifat seperti massa, tekanan, volume dan tekanan. Kita harus mengasumsikan bahwa sistem berada dalam kesetimbangan sehingga nilai dari sifat-sifat tersebut tidak berubah seiring dengan waktu, selama batasan eksternal dari sistem tidak berubah.

Persamaan keadaan dari sistem merupakan hubungan matematis antara nilai-nilai dari keempat sifat diatas. Hanya diperlukan tiga nilai untuk menetapkan keadaan yang ada; nilai kempat dapat dihitung dari persamaan keadaan, yang diperoleh adri pengetahuan yang didapat dari perilaku eksperimental dari sistem.

(2)

merupakan konstanta. Gambar 2.1 menunjukan V sebagai fungsi dari p. Hukum Boyle dapat ditulis dalam bentuk

C

pV  (2.1)

persamaan ini hanya berlaku untuk gas dengan massa tetap pada temperatur konstan.

Eksperimen selanjutnya oleh Charles menunjukan bahwa konstanta C merupakan fungsi dari temperatur. Hal ini merupakan bentuk kasar dari hukum Charles.

Gay Lussac melakukan pengukuran volume gas dengan massa tetap dan menemukan bahwa volume merupakan suatu fungsi yang linier dengan temperatur. Hal ini diungkapkan dengan persamaan

bt a

V   (2.2)

dimana t merupakan temperatur dan a serta b merupakan tetapan. Plot volume sebagai fungsi dari temperatur ditunjukkan pada Gambar 2.2. Intersep pada sumbu vertikal adalah a = V0, volume pada 0OC. Slope dari kurva merupakan turunan dari

p

t

V

b

sehingga persamaan 2.2 dapat ditulis dalam bentuk

t t V V

V

p

     

  

 0 (2.3)

Eksperimen yang dilakukan Charles menunjukan bahwa untuk suatu gas dengan massa tetap di bawah tekanan tetap, peningkatan relatif pada volume per derajat peningkatan temperatur sama untuk semua gas yang dia ukur. Pada tekanan tetap peningkatan volume per derajat adalah peningkatan volume per derajat adalah (∂V/∂t)p;

sehingga peningkatan relatif volume perderajat pada 0oC adalah (1/V

o)(∂V/∂t)p. Kuantitas ini

merupakan koefisien ekspansi termal pada 0oC, dimana kita gunakan simbol α 0:

. 1

0 0

p

t V V 

   

  

 (2.4)

Kemudian persamaan (2.3) dapat dituliskan dalam bentuk α0;

, 1 )

1 (

0 0 0 0

0 

  

 

 

V t V t

V

 

 (2.5)

yang telah memadai, karena persamaan ini menunjukkan volume gas dalam bentuk volumenya pada nol derajat dan suatu konstanta α0, yang sama untuk semua gas, sehingga hampir tidak dipengaruhi oleh tekanan pada saat dilakukan pengukuran. Jika kita mengukur α0 pada tekanan yang berlainan kita akan mendapatkan untuk semua gas α0 mendekati nilai pembatas yang sama pada p = 0. Bentuk dari pers. (2.5) menunjukkan koordinat perubahan yang akan sangat berguna.; yang dinamakan sebagai T, suatu ukuran temperatur baru, yanag didapatkan dari temperatur sebelumnya melalui persamaan

. 1

0 t T  

(2.6)

Persamaan (2.6) mendefinisikan sebuah skala temperatur yang baru, yang disebut temperatur dengan skala gas, atau lebih tepatnya temperatur dengan skala gas ideal. Hal penting dari skala ini adalah fakta bahwa nilai pembatas α0 dan juga 1/ α0 memiliki nilai yang sama untuk semua gas. Sebaliknya, α0 bergantung pada skala temperatur yang dipergunakan untuk t. Jika t dalam derajat Celsius (oC), maka 1/ α

0 =273,15 oC. Skala T yang dihasilkan secra numerik identik dengan skala temperatur termodinamik, yang akan kita bahas secara mendetail pada bab 8. Satuan SI untuk temperatur termodinamik adalah kelvin (K). Temperatur pada skala termodinamik seringkali disebut sebagai temperatur absolut atau temperatur kelvin. Menurut pers. (2.6)

t

T 273,15 . (2.7)

Persamaan (2.5) dan (2.6) digabungkan untuk menghasilkan

,

0 0V T

V  (2.8)

(3)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

2.2 MASSA MOLAR GAS. HUKUM AVOGADRO; HUKUM GAS IDEAL Pers. (2.1) dan (2.8) dapat digabungkan menjadi

p T C

V 00

(massa tetap) (2.9)

Karena C0 = Bw, dimana B adalah konstanta dan w adalah massa dari gas,. Dengan mempergunaka hasil ini untuk pers (2.9) kita mendapatkan

, p

wT B

V 0

(2.10)

yang merupakan hubungan umum antara empat variabel V, w, T, dan p. Masing-masing gas memiliki nilai yang berbeda untuk konstanta B.

Untuk gas pada keadaan standar massa gas , M dinyatakan sebagai

.

T

V

p

B

1

M

0 0 0

0









(2.11)

Karena keadaan standar sulit untuk dicapai, rasio R = p0 V0 /T0 memiliki nilai yang tetap dan sama untuk semua gas dan disebut konstanta gas. Pers. (2.11) dapat ditulis dalam bentuk

0  B

R

Matau

0

M

R B. Mempergunakan nilai B ini kta mendapatkan

. p RT M w

V 

    

 (2.12)

Anggaplah jumlah massa karakteristik dari gas yang terdapat dalam massa w adalah n = w/M. Maka V = nRT/p, atau

nRT

pV  (2.13)

Pers. (2.13) merupakan hukum gas ideal, yang sangat penting untuk studi semua gas. Hukum ini tidak mengandung suatu bentuk khusus untuk suatu gas, akan tetapi dapat dipergunakan untuk semua gas.

2.3 PERSAMAAN KEADAAN; SIFAT EKSTENSIF DAN INTENSIF

Hukum gas ideal, pV = nRT, merupakan hubungan antara empat variabel yang menggambarkan keadaan gas. Sehingga persamaan ini disebut persamaan keadaan. Variabel dari persamaan ini dibagi menjadi dua golongan: n dan V merupakan variabel ekstensif (sifat ekstensif), sedangkan p dan T meruapakan variabel intensif (sifat intensif). Nilai dari sifat ekstensif didapat dengan menjumlahkan nilai yang terukur dari keseluruhan sistem. Sedangkan sifat internsif meiliki nilai yang sama dimanapun di dalam sistem. Rasio dari dua variabel ekstensif selalu merupakan variabel intensif. Dengan membagi V dengan n

kita mendapatkan volume molar V :

. p RT n V

V   (2.15)

Jika hukum gas ideal ditulis dalam bentuk

, RT V

p  (2.16)

yang merupakan hubungan dari tiga variabel intensif: tekanan, temperatur, dan volume molar. Hal ini sangat penting karena sekarang kita tidak perlu lagi risau apakah kita sedang berurusan dengan 20 g atau 20 ton bahan yang sedang dipelajari.

2.4 SIFAT GAS IDEAL

Jika nilai tertentu diberikan pada kedua variabel p, V ,dan T, nilai dari ketiga variabel dapat

ditentukan dari hukum gas ideal. Sehingga, dua buah variabel adalah variabel independen; variabel yang tersisa adalah variabel dependen.

Isoterm dari gas ideal berbentuk hiperbola persegi (Gbr 2.4) ditentukan oleh hubungan

. V RT

p (2.17)

(4)

Pada gambar 2.5 semua titik berhubungan dengan koordinat V dan T dan dihubungkan pada

tekanan yang sama, dan dinamakan isobar. Isobar dari gas ideal digambarkan oleh persamaan

, T p R

V 

    

 (2.18)

dimana tekanan berada pada beragam tekanan konstan.

Gambar 2.6 menunjukan hubungan antara p dan T, garisnya merupakan garis volume molar konstan, isometrik, dan digambarkan dengan persamaan

,

T V

R

p

    

 (2.19)

Jika kita mengintai dengan seksama Gbr 2.4, 2.5, dan 2.6 dan pers. (2.17), (2.28), dan (2.19) mengarah pada suatu kesimpulan yang aneh mengenai gas ideal. Sebagai contoh, Gbr 2.5 dan pers. (2.18) menyatakan bahwa volume dari suatu gas ideal pada tekanan konstan bernilai nol pada T = 0 K. Demikian juga pada gambar dan persamaan lainnya.

2.5 PENENTUAN MASSA MOLAR GAS DAN ZAT VOLATIL

Hukum gas ideal sangat berguna untuk menentukan massa molar dari zat volatil. Untuk maksud ini suatu wadah yang volumenya diketahui diisi dengan gas dan tekanan serta temperatur diukur. Massa dari gas dalam wadah diukur. Pengukuran ini dapat dipergunakan untuk massa molar dari zat. Dari pers. (2.12) kita mendapatkan pV = (w/M)RT; maka

, RT p p RT V

w

M 

           

  (2.20)

dimana ρ = w/V; dimana ρ adalah densitas. Semua nilai pada sisi kanan dari pers. (2.20) diketahui dari pengukuran; sehingga M dapat diperhitungkan.

Kenyataan bahwa perilaku dari gas real medekati perilaku gas ideal jika tekanan diturunkan dipergunakan sebagai dasar penetapan massa molar dari gas. Menurut pers. (2.20) rasio dari densitas terhadap tekanan seharusnya tidak bergantung dari tekanan: ρ/p = M/RT. Hal ini benar untuk gas ideal, akan tetapi densitas dari gas real diukur pada satu temperatur pada beragam tekanan, rasio densitas terhadap tekanan ditemukan bergantung pada tekanan. Pada tekanan yang cukup rendah, ρ/p merupakan fungsi linier dari tekanan. Garis lurus dapat diekstrapolasikan untuk menghasilkan satu nilai ρ/p, yang dapat dipergunakan pada pers. (2.20) untuk memberikan nilai yang tepat dari M:

.

0

RT p

M 

    

  (2.21)

Prosedur ini digambarkan untuk amonia pada 25oC pada Gbr. 2.7. 2.6 CAMPURAN; VARIABEL KOMPOSISI

Konsentrasi volume didapatkan dengan membagi jumlah dari masing-masing zat dengan volume dari campuran.

V

n

c

i

i

(2.22)

Rasio mol, ri , didapatkan dengan memilih salah satu jumlah mol dan membagi sisanya

dengan jumlah mol tersebut. Dengan memilih n1 sebagai pembagi kita mendapatkan

.

1

n

n

r

i

i

(2.23)

Fraksi mol, xi, didapatkan dengan membagi masing-masing jumlah mol dengan jumlah mol keseluruhan dari zat yang ada, nt = n1 + n2 + …,

.

t i

i

n

n

x

(2.24)

Jumlah dari fraksi mol dari keseluruhan zat dalam campuran haruslah satu

. 1 ...

3 2

1xx  

(5)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

2.7 PERSAMAAN KEADAAN UNTUK CAMPURAN GAS; HUKUM DALTON

Eksperimen menunjukkan bahwa untuk campuran gas, hukum gas ideal berlaku dalam bentuk

.

RT n

pVt (2.26)

Jika sistem terdiri atas campuran tiga gas dengan jumlah mol masing-masing n1, n2, dan n3 dalam suatu wadah dengan volume V pada temperatur T. Jika n1 = n1 + n2 + n3, maka tekanan yang dikeluarkan oleh campuran diberikan oleh

V

RT

n

p

t (2.27)

Tekanan parsial untuk masing-masing gas adalah

V

RT

n

p

1

1

,

V

RT

n

p

2

2

,

V

RT

n

p

3

3

(2.28)

Menambahkan persamaan ini, kita mendapatkan

V RT n V RT n n n p p

p123( 123)  t (2.29) Perbandingan pers ini dengan pers. (2.27) menunjukkan bahwa

.

3 2

1 p p

p

p   (2.30)

Pernyataan ini merupakan hukum tekanan parsial Dalton. Hubungan tekanan parsial dengan fraksi mol dituliskan sebagai

;

1 1

pV RT n p p

 (2.31)

tetapi dengan pers. (2.27), p = ntRT/V. Mempergunakan nilai untuk p pada sisi kanan

persamaan (2.31) kita mendapatkan

.

1 1

1

x

n

n

p

p

t

Sehingga

p x

p11 , p2x2p, p3 x3p. Persamaan ini dapat disingkat menjadi

p x

pii (i = 1, 2, 3, …), (2.32)

dimana pi merupakan tekanan parsial dari gas dengan fraksi mol xi.

3 Gas Real

3.1 PENYIMPANGAN DARI PERILAKU IDEAL

Karena hukum gas ideal tidak dapat mereprensentasikan secara akurat perilaku dari gas real, kita harus memformulasikan persamaan yang lebih realistis untuk keadaan dari gas dan menyelidiki implikasi dari persamaan ini.

Jika pengukuran tekanan, volume molar, dan temperatur dari suatu gas tidak sesuai dengan hubungan pV = RT, dengan pengukuran yang presisi, gas tersebut dikatakan menyimpang dari ideal dan menujukkan perilaku yang non ideal. Untuk menujukkan penyimpangan tersebut dengan jelas, rasio dari volume molar yang teramati terhadap volume molar ideal diplot sebagai fungsi dari tekanan pada temperatur konstan. Rasio ini disebut faktor kompresibilitas Z. Kemudian,

RT V p V

V Z

id

 . (3.1)

Untuk gas ideal, Z = 1 dan tidak bergantung pada tekanan dan temperatur. Untuk gas real Z = Z(T,p) fungsi dari temperatur dan tekanan.

3.2 MEMODIFIKASI PERSAMAAN GAS IDEAL: PERSAMAAN GAS REAL

(6)

suatu nilai tertentu, volume positif untuk gas pada 0 K dengan menambahkan suatu konstanta positif b untuk volume ideal:

p RT b

V   (3.2)

Sesuai dengan pers. (3.2) volume molar pada 0 K adalah b dan dapat kita dapat mengharapkan bahwa b secara kasar bisa dibandingkan dengan volume molar dari cairan atau padatan.

Tekanan yang dikeluarkan gas pada dinding kontainer mengarah keluar. Gaya tarik menarik antara molekul cenderung untuk merapatkannya, yang oleh karenanya mengurangi tekanan keluar ke arah dinding dan mengurangi tekanan dibandingkan yang dikeluarkan oleh gas ideal. Pengurangan pada tekanan ini sebanding dengangaya tarik emnarik antara molekul gas.

Sangatlah menarik untuk melihat betapa baiknya pers. (3.2) memperkirakan kurva pada Gbr 3.1 dan 3.2. Karena definisi ZpV /RT , perkalian pers. (3.2) dengan pV menghasilkan

. 1

RT bp

Z   (3.3)

Anggaplah dua elemen volume kecil v1 dan v2 dalam suatu kontainer gas (Gbr 3.3).

Anggaplah bahwa setiap elemen volume terdiri dari satu molekul dan antar dua elemen kecil adalah suatu nilai kecil f. Jika molekul lain ditambahkan pada v2, dan mempertahankan tetap satu molekul pada v1, gaya yang terjadi antara kedua elemen haruslah 2f; penambahan molekul ketiga da v2 haruslah meningkatkan gaya menjadi 3f, dan seterusnya. Gaya tarik menarik antara dua elemen volume oleh karenanya sebanding dengan č2, konsentrasi dari molekul pada v2. Jika pada sebarang titik pada ungkapan, jumlah molekul pada v2 dipertahankan konstan dan molekul ditambahkan pada v1, maka gayanya haruslah menjadi dua kali, tiga kali lipat dan seterusnya. Gaya tersebut proporsional dengan č1, konsentrasi molekul pada v1. Oleh karenanya, gaya yang terjadi antara dua elemen dapat ditulis sebagai: gaya ∞ č1č2. Karena konsentrasi dalam gas sam untuk semua titik, č1 = č2 = č, maka gaya ∞

č2. Akan tetapi č = n/V = 1/V ; dengan demikian, gaya ∞ 1/ 2 V . Kita menulis kembali pers. 3.2 bentuk

b V

RT p

 . (3.4)

Karena gaya tarik menarik molekul-molekul, tekanan menjadi kurang dari yang diberikan oleh persamaan (3.4) denngan jumlah yang sebanding dengan 1/V2, kemudian satu variabel baru ditambahkan pada sisi kanan persamaan untuk menghasilkan

2

V a b V

RT

p

, (3.5)

dimana a merupakan suatu konstanta positif yang secara kasar berbanding lurus dengan energi penguapan dari cairan. Terdapat dua hal yang harus diingat mengenai penggunaan variabel baru a/ 2

V .

rjadi pada sembarang elemen volume pada bagian dalam menyeimbangkan mendekati nol, hanya elemen volume didekat dinding kontainer mengalami ketidaksetimbangan gaya dan membuat kecenderungan menarik molekul tersebut ke arah tengah. Oleh karenanya efek karena tarik menarik hanya dirasakan pada dinding bejana. Kedua, penurunan rumus dibuat dengan asumsi jangkauan efektif dari gaya tarik menarik ada pada orde sentimeter; kenyataannya jangkauan dari gaya ini ada dalam orde nanometer.

(7)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

dimana V =nV dipergunakan untuk bentuk kedua. 3.3 IMPLIKASI DARI PERSAMAAN VAN DER WAALS

Persamaan van der Waals memperhitungkan dua hal: pertama, efek dari ukuran molekular, pers (3.2), ideal, efek dari ukuran itu sendiri meningkatkan tekanan di atas nilai yang ideal. Menurut persamaan ini terdapat ruang kosong antara molekul, volume “bebas”, yang mengikuti hukum gas ideal. Kedua efek dari gaya antar molekul, pers. (3.5),

2

juga diperhitungkan. Efek dari gaya tarik menarik dengan sendirinya mengurangi tekanan dibawah nilai dan diperhitungkan dengan mengeluarkan satu bentuk dari tekanan.

Untuk memperhitungkan Z untuk persamaan van der Waals kita mengalikan pers. (3.5) dengan V dan membagi dengan RT; hal ini menghasilkan

V

Penyebut dan pembilang pada sisi kanan dibagi dengan V:

V

Pada tekanan rendah b/V lebih kecil dari satu, jadi bentuk pertama pada sisi kanan diubah menjadi serangkaian pangkat dari 1/V; oleh karenanya 1/(1 – b/V)= 1 + (b/V) + (b/V)2 + ,

yang mengungkapkan Z sebagai fungsi dari temperatur dan volume molar. Lebih disukai jika

Z berada sebagai fungsi temperatur dan tekanan; sehingga menghasilkan penyelesaian untuk V sebagai fungsi dari T dan p, kemudian mengalikan hasilnya dengan p/RT untuk mendapatkan Z sebagai fungsi dari p dan T menjadi hal yang penting. Karena persamaan van der Waals merupakan persamaan pangkat tiga dalam V, penyelasaiannya menjadi sangat sulit walaupun sangat informatif. Kita menitik beratkan pada pendekatan ungkapan untuk Z(T,p) yang kita dapatkan dari pers. (3.7) dengan menetapkan p 0. (1/V) 0, dan Z = 1. Ekspansi dari Z ini, mengubah bentuk menjadi p2,

...

Koefisien yang benar untuk p dapat diperoleh dengan menggantikan 1/V dengan nilai ideal

pada pers. (3.7); namun demikian hal ini akan menghasilkan nilai koefisien yang salah pada tekanan yang lebih tinggi.

Persamaan (3.8) menujukkan bahwa bentuk yang bertanggung jawab untuk perilaku tidak ideal menghilang tidak hanya ketika tekanan mendekati nol tetapi juga ketika temperatur sangat tinggi. Oleh karenanya, sebagai suatu aturan umum, gas real mendekati perilaku ideal ketika berada pada tekanan yang lebih rendah dan temperatur ditinggikan.

(8)

dari kurva Z versus p didapatkan dengan mendeferesiasikan pers. (3.8) terhadap tekanan, dengan temperatur konstan:

... 2

1 2

3  

  

    

 

     

 

p RT

a b RT

a p RT

a b RT p

Z

T

.

Pada p = 0, semua bentuk yang lebih tinggi dihilangkan dan penurunan ini dirubah menjadi lebih sederhana

p RT

a b RT p

Z

T

   

 

 

     

 1

, p = 0, (3.9)

dimana turunan tersebut merupakan slope awal dari kurva Z versusu p. Jika b > a/RT, slope bernilai positif; efek dari ukuran mendominasi perilaku dari gas. Sebaliknya, jika b < a/RT, slope awalnya menjadi negatif; efek dari gaya tarik menarik mendominasi perilaku dari gas. Pada temperatur tertentu TB, temperatur Boyle, slope awal haruslah nol. Persyaratan untuk

hal ini diberikan oleh pers. (3.9) dimana b – a/RT = 0. Hal ini menghasilkan

.

Rb a

TB  (3.10)

Pada temperatur Boyle kurva Z terhadap p meruapakan tangent dari kurva untuk gas ideal pada p = 0 dan naik diatas kurva gas ideal dengan perlahanTemperatur Boyle untuk beberapa gas diberikan pada Tabel 3.2.

3.4 ISOTERM GAS REAL

Jika hubungan tekanan-volume untuk gas real diukur pada temperatur yang berbeda-beda, diperoleh sejumlah isoterm seperti yang ditunjukan pada Gbr.3.5. Pada temperatur yang tinggi isotermnya terlihat mirip dengan gas ideal, sementara pada temperatur rendah terlihat cukup berbeda. Bagian horizontal dari kurva temperatur rendah sebagian membelok. Anggaplah suatu kontainer gas pada keadaan yang digambarkan oleh titik A pada Gbr. 3.5. Bayangkan bahwa salah satu bagian dinding dapat digerakkan (piston); dengan mempertahankan temperatur pada T1, kita perlahan-lahan menekan dinding ini yang akan menurunkan volume. Ketika volume menjadi lebih kecil, tekanan perlahan meningkat sepanjang kurva hingga dicapai volume V2. Pengurangan volume hingga V2 tidak menghasilkan perubahan tekanan hingga V3 tercapai. Sedikit pengurangan volume dari V3 hingga V4 menghasilkan peningkatan besar pada tekanan dari pe menjadi p’. Ini merupakan

rangkaian yang sangat penting dari serangkaian kejadian; khususnya penurunan volume pada suatu rentang volume yang besar dimana tekanan bertahan pada nilai konstan pe.

Jika kita melihat kontainer pada saat hal ini berlangsung, kita menemukan bahwa pada V2 terbentuk tetesan pertama cairan. Ketika volume berubah dari V2 menjadi V3 lebih banyak lagi cairan yang terbentuk; tekanan konstan pe merupakan kesetimbangan tekanan uap dari

dari cairan pada T1. Pada V3 runutan terkahir gas menghilang. Pengurangan volume selanjutnya akan menekan cairan; dan tekanan naik dengan sangat tajam, karena cairan hampir-hampir tidak dapat ditekan. Garis kenaikan pada kiri diagram oleh karenanya merupakan isoterm dari cairan. Pada temperatur tertentu yang lebih tinggi perilakunya secara kualitatif tetaplah sama, akan tetapi rentang dari volume dimana kondensasi terjadi lebih kecil dan tekanan uap lebih besar. Jika kita teus menerus menaikkan temperatur, bagian datarnya akhirnya menyempit menjadi suatu titik pada temperatur Tc, temperatur kritis. Jika temperatur dinaikkan di atas Tc, isoterm terus menerus akan lebih mendekati isoterm gas ideal; tidak terdapat daerah datar diatas Tc.

3.6 ISOTERM DARI PERSAMAAN VAN DER WAALS Ingatlah persamaan van der Waals dalam bentuk

2

V a b V

RT

p

(3.12)

Saat V sangat besar persamaan ini mendekati persamaan gas ideal, karena V sangat

(9)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

dengan RT/(V – b). Plot dari isoterm, p versus V , yang diperhitungkan dari persamaan van

der Waals, ditunjukan pada Gbr. 3.7.

Pada temperatur dan volume yang lebih rendah, tidak ada bagian dari persamaan yang dapat diabaikan. Hasilnya lebih menarik. Pada temperatur Tc isoterm membentuk titik

defleksi, yaitu titik E. Pada temperatur yang lebih, isotermnya menunjukkan nilai maksimum dan minimum.

Perbandingan dari isoterm van der Waals dengan isoterm gas ideal menunjukkan kesamaan dalam beberapa hal. Kurva Tc pada Gbr. 3.7 mengingatkan kita pada kurva temperatur kritis pada Gbr 3.5. Kurva T2 pada Gbr 3.7 memprediksikan tiga nilai volume V ’, V ’’, V ’’’, pada tekanan pe. bagian datar yang berhubungan pada Gbr. 3.5 memprediksikan dengan tepat

banyak volume pada sistem pada tekanan pe. Sangat penting untuk menyadari bahwa

bahkan jika suatu fungsi yang rumit telah dituliskan, maka bagian kanan tetap menunjukkan bagian datar seperti pada Gbr. 3.5. Osilasi dari persamaan van der Waals pada bagian ini sebesar dari yang dapat diharapkan dari fungsi kontinyu sederhana.

Bagian AB dan DC dari kurva van der Waals pada T2 dapat dilihat secara eksperimental. Jika volume dari gas pada temperatur T2 dikurangi secara bertahap, tekanan naik sepanjang isoterm hingga titik D, saat tekanan pe tercapai. Pada titik ini kondensasi dapat terjadi, akan

tetapi dapat juga terjadi bahwa tidak terbentuk cairan, dan penurunan volume lebih lanjut menghasilkan kenaikan tekanan sepanjang garis DC. Pada daerah (DC) tekanan gas melebihi kesetimbangan tekanan uap dari cairan, pe, pada temperatur T2; titik ini karenanya merupakan titik-titik uap super jenuh (atau super dingin). Sama halnya jika volume cairan pada temperatur T2 dinaikkan, tekanan turun hingga titik A, saat tekanan pe dicapai. Pada

titik ini seharusnya terbentuk uap, akan tetapi dapat juga tidak tebentuk, sehingga peningkatan volume selanjutnya akan menghasilkan penurunan tekanan sepanjang garis AB. Sepanjang garis AB cairan berada dibawah tekanan yang berhubungan dengan kesetimbangan tekanan uap dari cairan pada temperatur di bawah T2. Cairan berada di T2 sehingga cairan tersebut merupakan cairan super panas.

3.7 KEADAAN KRITIS

Jika persamaan van der Waals diambil dalam bentuk yang diberikan oleh pers. (3.6), bagian tambahannya dihilangkan, dan hasilnya dikalikan dengan V 2/p, persamaan dapat disusun

dalam bentuk

. 0

2 3

      

 

 

p ab V p a V p RT b

V (3.13)

Karena pers.(3.13) merupakan persamaan pangkat tiga, persaman tersebut dapat memiliki tiga akar real untuk nilai tekanan dan temperatur tertentu. Pada Gbr. 3.7 ketiga akar untuk T2 dan pe merupakan persinggungan dari garis horizontal pada pe dengan isoterm pada T2. Ketiga akar tersebut terdapat pada batas dari atau didalam daerah dua fase. Seperti yang telah kita lihat pada Gbr. 3.6 dan 3.7 daerah dua fase menyempit dan akhirnya menutup pada bagian atas. Hal ini berarti bahwa terdapat suatu tekanan maksimum tertentu pc dan

temperatur maksimum tertentu Tc dimana baik cairan maupun uap dapat ada bersama-sama. Temperatur dan tekanan ini merupakan titik kritis dan volume yang berhubungan disebut volume kritis Vc. Ketika daerah dua fase menyempit, ketiga akar dari persamaan van der Waals saling mendekati satu sama lain, karena akar-akar tersebut harus berada pada batas atau dalam daerah dua fase. Pada titik kritis ketiga akar sama dengan V c. Persamaan pangkat tiga tersebut dapat ditulis dalam bentuk akar-akarnya V ’, V ’’, V V’’’:

. 0 ) ' ' ' )( ' ' )( '

(VV VV VV

Pada titik kritis V ’ =V ’’ = V ’’’ = V c, sehingga persamaan menjadi (V – V c)3 = 0. Dengan mengekspansikannya kita peroleh

. 0 3

3 2 2 3

3

  

V V V V V

V c c (3.14)

(10)

.

0

2 3





c c

c c

p

ab

V

p

a

V

p

RT

b

V

Persamaan (3.14) dan (3.15) merupakan cara sederhana yang berbeda untuk menuliskan persamaan yang sama; oleh karenanya koefisien dari tiap pangkat V harus sama pada kedua persamaan. Dengan menetapakan kedua koefisien bernilai sama, kita mendapatkan tiga persamaan:

c c c

p

RT

b

V

3

,

c c

p a V2 

3 ,

c c

p ab

V3  . (3.16)

Persamaan (3.16) dapat dilihat dalam dua bentuk. Pertama, rangkaian persamaan dapat diselesaikan untuk Vc, pc, dan Tc dalam bentuk a, b dan R; oleh karenanya

b

Vc 3 ,

27

b

2

a

p

c

,

Rb a Tc

27 8

 (3.17)

Jika nilai a dan b diketahui, pers. (3.17) dapat dipergunakan untuk memperhitungkan V c, pc,

dan Tc.

Dengan mempergunakan sudut pandang kedua, kita menyelesaikan persamaan untuk a, b,

dan R dalam bentuk pc, V c, dan Tc. Maka,

3 c

V

b , a3pcVV2c,

c c c

T V p R

3 8

 (3.18)

Mempergunakan persamaan (3.18) kita dapat memperhitungkan nilai konstanta a, b, dan R

dari data kritis. Namun demikian, nilai dari R yang didapat tidak sesuai dengan nilai R yang diketahui, dan didapat beberapa kesulitan.

Karena V c sulit untuk ditentukan secara akurat dengan eksperimen, akan lebih baik jika a

dan b didapat hanya dari pc dan Tc. hal ini dilakukan dengan mengambil anggota ketiga dari

persamaan (3.18) dan menyelesaikannya untuk V c. Hal ini menghasilkan

c c c

p

RT

V

8

3

.

Nilai pc yang diperoleh diletakkan pada persamaan kedua dari pers (3.18) untuk

menghasilkan

c c

p

RT

b

8

,

c c

p

RT

a

64

)

(

27

2

. (3.19)

Mempergunakan pers. (3.19) dan nilai R yang biasa, kita dapat memperhitungkan a dan b

dari pc, dan tc saja. Hal ini merupakan prosedur yang lebih umum. Bagaimanpun juga,

sejujurnya kita harus membandingkan nilai V c = 3RTc/8pc, dengan nilai Vc yang terukur.

Hasilnya sekali lagi akan sangat buruk. Nilai yang diperoleh dan diperhitungkan dari Vc tidak

sesuai lebih dari yang dapat diperhitungkan oleh kesulitan eksperimental.

(11)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

3.8 HUKUM KEADAAN-KEADAAN YANG BERHUBUNGAN

Mempergunakan nilai dari a, b, dan R yang diberikan oleh persamaan (3.18), kita dapat menuliskan persamaan van der Waals dalam bentuk yang sama

2 2

3 ) 3 / (

3 8

V V p V

V T

T V p

p c c

c c

c

c

 .

Yang dapat disusun kembali dalam bentuk

2

)

/

(

3

1

)

/

(

3

/

8

c c

c

c

V

V

V

V

T

T

p

p

. (3.20)

Persamaan (3.20) hanya melibatkan rasio dari p/pc, T/Tc, dan V /V c. Hal ini menunjukan

bahwa rasio p, T dan V merupakan variabel yang penting untuk karakterisasi gas. Rasio ini disebut variabel keadaan yang tereduksi π, τ, dan .:

c

p p/

 ,  T//Tc,  V /Vc

Menuliskan dalam bentuk variabel-variabel tsb., persaman van der Waals berubah menjadi

2

3 1 3

8

 

 

(3.21)

Hal penting mengenai pers. (3.21) adalah bahwa persaman ini tidak mengandung konstanta yang asing untuk setiap gas; oleh karenanya persamaan ini harus dapat menggambarkan semua gas. Dengan ini, hilangnya pengumuman yang didapat ketika mempergunakan persamaan van der Waals, dibandingkan dengan persamaan gas ideal sehingga dapat diperoleh kembali. Persamaan seperti pers. (3.21) yang mengungkapakan variabel yang terduksi sebagai fungsi dari variabel tereduksi yang lain merupakan bentuk dari hukum keadaan yang berhubungan.

Dua gas pada temperatur tereduksi yang sama dan tekanan tereduksi yang sama berada dalam keadaan berhubungan. Dengan hukum keadaan berhubungan, keduanya seharusnya berada pada volume tereduksi yang sama, Sebagai contoh, argon pada 320 K dan tekanan 16 atm, dan etana pada 381 K dan tekanan 18 atm berada dalam keadaan berhubungan, karena masing-masing memiliki nilai τ = 2 dan π = 1/3.

3.9 PERSAMAAN KEADAAN LAIN

Persaman van der Waals hanya merupakan satu dari sekian banyak persamaan yang telah diajukan selama bertahun-tahun untuk memperhitungkan nilai data pVT untuk gas. Beberapa dari persaman ini ditabelkan pada Tabel 3.4, bersama-sama dengan ungkapan untuk hukum keadan berhubungan untuk persamaan dua konstanta, dan prediksi nilai rasio kritis dari

RTc/pcVc. Dari persamaan ini, baik persaman Beattie Bridgeman maupun persamaan virial

merupakan persaman yang bekerja paling baik. Persamaan Beattie-Bridgemann melibatkan lima konstanta tambahan selain R: Ao, a, Bo b, dan c. Nilai untuk konstanta

Beattie-Bridgemann untuk beberapa gas diberikan pada Tabel 3.5.

Akhirnya , haruslah diingat bahwa semua persaman keadaan untuk gas didasarkan pada dua ide dasar yang pertama kali diajukan oleh van der Waals: (1) molekul memiliki ukuran, dan (2) terjadi gaya antara molekul. Persamaan yang lebih modern melibatkan efek dari kebergantungan terhadap gaya antarmolekul pada jarak pemisahan molekul.

4 Struktur Gas

Teori Kinetik Gas: Asumsi Dasar

Model yang dipergunakan pada teori kinetik gas dapat digambarkan dengan tiga asumsi dasar mengenai struktur gas.

1. Gas tersusun dari sejumlah sangat besar partikel kecil (atom atau molekul).

2. Tanpa adanya medan gaya, partikel-partikel ini bergerak dalam garis lurus. (sesuai dengan hukum Newton pertama).

(12)

Sebagai tambahan untuk asumsi-asumsi ini kita menetapkan bahwa pada sembarang tumbukan energi kinetik total dari dua molekul sama sebelum dan sesudah tumbukan. Tumbukan jenis ini merupakan suatu tumbukan elastis.

PERHITUNGAN TEKANAN SUATU GAS

Jika suatu partikel bertumbukan dengan dinding dan akan memantul, suatu gaya akan dihasilkan pada dinding pada saat tumbukan.

Pada faktanya pengukur tekanan yang merespon benturan dari satu molekul tidak tersedia. Pada keadaan laboratorium, pegukur tekanan mengukur tekanan tetap, nilai rata-rata dari gaya per satuan luas yang dihasilkan oleh benturan dari sejumlah besar molekul; hal ini ditunjukkan dengan garis putus-putus pada Gbr. 4.2(b).

Untuk menghitung nilai rat-rat dari tekanan kita mulai dengan hukum kedua Newton mengenai gerak:

,

dt

mu

d

dt

du

m

ma

F

(4.1)

dimana F adalah gaya yang bekerja pada partikel dengan massa m, a adalah percepatan, dan u adalah laju dari partikel. Menurut pers. (4.1) gaya yang bekerja pada partikel sama dengan momentum per satuan waktu. Gaya yang bekerja pada dinding sama dengan dan berlawanan tanda dengan ini. Untuk partikel pada Gbr. 4.1, momentum sebelum tumbukan adalah mu1, sedangkan momentum sesudah tumbukan adalah – mu1. Selanjutnya perubahan momentum dalam tumbukan sama dengan selisih momentum akhir dan momentum awal. Oleh karenanya kita mendapatkan (–mu1) – mu1 = - 2mu1. Perubahan momentum dalam satuan waktu merupakan perubahan momentum dalam satu tumbukan dikalikan dengan jumlah tumbukan partikel dengan dinding per detik. Karena waktu antar tumbukan sama dengan waktu yang diperlukan untuk bergerak sejauh 2l, t = 2l/u1. Kemudian jumlah tumbukan perdetik adalah u1/2l. Oleh karenanya perubahan momentum per detik sama dengan – 2mu1(u1/2l). Maka gaya yang terjadi pada satu partikel diberikan oleh F = mu21/l, dan gaya yang bekerja pada dinding diberikan oleh Fw = + mu21/l. Akan tetapi tekanan p’ adalah Fw/A; maka

,

'

2 1 2 1

V

m

Al

m

p

(4.2)

dimana Al = V volume dari kotak.

(13)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

,

...)

(

2

3 2 2 2 1

V

u

u

u

m

p

(4.3)

Rata-rata dari kuadrat kecepatan, <u2>, didefinisikan dengan

,

...)

(

2

3 2 2 2 1 2

N

u

u

u

u

(4.4)

dimana N adalah jumlah partikel dalam kotak. Mempergunakan pers. (4.4) dalam pers. (4.3) kita mendapatkan

,

2

V

u

Nm

p

(4.5)

persamaan akhir untuk tekanan dari gas satu dimensi. Sebelum mempergunakan pers. (4.5), kita harus menguji penurunannya untuk melihat apakah akibat dari tumbukan dan arah yang beragam dari tumbukan terhadap hasilnya.

Kenyataan bahwa molekul cenderung bergerak dengan arah yang berbeda dibandingkan dengan arah yang sama memberikan pengaruh yang penting pada hasil. Akibatnya faktor N

pada persamaan (4.5) harus digantikan dengan ⅓ N, karena hanya sepertiga dari molekul yang bergerak ketiga arah. Penggantian ini menghasilkan

.

2 3

1

V

u

Nm

p

(4.6)

Tebakan sederhana ini memberikan hasil yang benar, akan tetapi alasannya jauh lebih kompleks dibandingkan dengan apa yang telah dikemukakan sebelumnya. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik pers. (4.6) akan diturunkan dengan cara yang berbeda.

Vektor kecepatan c dari partikel dapat dibagi menjadi komponen normal terhadap dinding, u, dan dua komponen tangensial v dan w. Anggaplah suatu partikel menumbuk dinding dengan sudut tertentu dan dipantulkan (Gbr. 4.4). Satu-satunya komponen kecepatan yang dibalikkan pada tumbukan adalah komponen normal, u. Komponen tangensial v dan w

memiliki arah dan besar yang sama sebelum dan sesudah tumbukan. Hal ini juga berlaku untuk komponen tangensial kedua w, tidak ditunjukkan pada Gbr 4.4. Karena hanya pembalikan komponen normal yang bermakna, perubahan momentum pertumbukan dengan dinding adalah –2mu; jumlah benturan per detik sama dengan u/2l. Sehingga pers. (4.5) harus dibaca sebagai

V

u

Nm

p

2

(4.7)

Jika komponen diambil sepanjang tiga sumbu x, y, z, sebagaimana pada Gbr. 4.5, kemudian kuadrat dari vektor kecepatan dihubungkan dengan kuadrat dari komponen melalui

,

2 2 2

2 u v w

c    (4.8)

Untuk sebarang molekul individual, komponen kecepatan seluruhnya berlainan, sehingga setiap suku pada sisi kanan pers. (4.8) memiliki nilai yang berbeda. Akan tetapi jika pers. (4.8) merupakan rata-rata dari keseluruhan molekul, kita mendapatkan

2 2 2

2 u v w

c    (4.9)

Tidaklah beralasan untuk mengharapkan salah satu dari ketiga arah lebih utama setelah kita merata-ratakan dari keseluruhan molekul. Oleh karenanya kita mengharapkan bahwa <u2> = <v2> = <w2>. Mempergunakan hasil ini untuk pers. (4.9), kita mendapatkan

.

2 3 1

2 c

u  (4.10)

(14)

.

2 3

1

V

c

Nm

p

(4.11)

sama dengan yang diperoleh dari perkiraan dengan pers. (4.6) u = c, karena v dan w bernilai nol pada penurunan dari pers. (4.6).

Anggaplah energi kinetik dari sebarang molekul ε = ½ mc2. Jika kedua sisi dari persamaan ini dirata-ratakan untuk semua molekul, mkaka < ε > = ½ m<c>2. Mempergunakan hasil ini untuk pers. (4.11), menghasilkan p = ⅔N< ε >/V, atau

.

3

2

N

pV

(4.12)

Jika wadah dalam Gbr. 4.1 sedikit diperpanjang, volume sedikit meningkat. Jika kelajuan dari partikel tetap sama, diperlukan waktu lebih oleh satu untuk partikel untuk bergerak diantara dinding, sehingga menurunkan jumlah tumbukan partikel dengan dinding per detik, dan menguragi tekanan pada dinding. Sehingga peningkatan volume menurunkan tekanan sebagai akibat lebih sedikitnya tumbukan dalam rentang waktu tertentu.

Kita sekarang membandingkan pers. (4.12) dengan hukum gas ideal,

nRT

pV

Jika pers. (4.12) menggambarkan gas ideal, maka pastilah bahwa

.

3

2

N

nRT

Sekarang n dan N dihubungkan oleh n = N/NA dimana NA merupakan konstanta Avogadro.

Sehingga

N

A

RT

3

2

(4.13)

Anggaplah U sebagai keseluruhan energi kinetik yang berhubungan dengan gerakan acak molekul satu mol gas. Maka U = NA <ε>, dan

.

3 2

RT

U

(4.14)

Persamaan (4.14) menyatakan bahwa energi kinetik dari gerakan acak sebanding dengan temperatur absolut. Untuk alasan ini, gerakan acak atau gerakan chaos seingkali disebut

gerakan termal molekul. Pada temperatur nol mutlak gerakan ini terhenti sepenuhnya. Oleh karenanya temperatur merupakan ukuran dari energi kinetik rata-rata dari gerakan acak. Sangatlah penting untuk menyadari temperatur tidak berhubungan dengan enrgi kinetik dari satu molekul, tetapi dengan rata-rata dari energi kinetik dari sejumlah besar molekul; sehingga merupakan sebuah konsep statistik. Sistem yang tersusun dari satu molekul atau sedikit molekul tidak akan menghasilkan temperatur seperti yang sedang dibicarakan.

Kenyataan bahwa hukum gas ideal tidak memuat karakteristik khusus dari suatu gas tertentu berakibat bahwa pada suatu temperatur tertentu semua gas memilki energi kinetik rata-rata yang sama. Dengan mempergunakan pers (4.13) untuk dua gas yang berbeda, kita mendapatkan 3/2RT = NA<ε1>, dan 3/2RT = NB<ε2>; maka <ε1>=<ε2>, atau



2 21 2 22

1 1 2

1

m

c

m

c

. Kecepatan rms (root mean square)nya, c

rms didefinisikan sebagai

.

2 c

crms  (4.15)

Rasio dari crms dari dua molekul dengan massa yang berbeda sama dengan kebalikan akar

kuadrat perbandingan massanya:

,

)

(

)

(

1 2

1 2

2 1

M

M

m

m

c

c

rms

rms

(4.16)

dimana M = NAm merupakan massa molar. Gas yang lebih berat memiliki crmsyang lebih kecil.

Nilai numerik untuk laju rms dari sebarang gas dihitung dengan menggabungkan pers. (4.13) dan



2

2

1

m

c

; maka, 2

,

atau

2

3

/

,

dan

2 1 3

2

N

m

c

c

RT

M

RT

A



. 3

M RT

(15)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru HUKUM TEKANAN PARSIAL DALTON

Dalam suatu campuran gas tekanan total merupakan penjumlahan dari gaya per satuan luas yang dihasilkan oleh benturan pada dinding dari wadah. Setiap jenis molekul berkontribusi pada satu suku pada pers. (4.11) mengenai tekanan. Untuk suatu campuran gas kita

Konstanta A dan β ditentukan dengan distribusi yang menghasilkan nilai yang benar dari keseluruhan molekul dan enrgi kinetik rata-rata. Nilai keseluruhan dari molekul didapatkan dengan menjumlahkan dnc pada keseluruhan nilai yang mungkin untuk c diantara nol dan tak

hingga:

Energi kinetik rata-rata dihitung dengan mengalikan energi kinetik, ½ mc2, dengan jumlah molekul dnc, yang memiliki energi kinetik, menjumlahkan untuk keseluruhan nilai c dan

membagi dengan jumlah molekul keseluruhan N.

.

Pers. (4.48) dan (4.49) menentukan A dan β.

Menggantikan dnc dalam pers. (4.48) dengan nilai yang diberikan oleh pers. (4.49)

mempergunakan pers. (4.50) kita mendapatkan

(16)

yang menyatakan β dalam bentuk energi rata-rata per molekul <ε>. Persamaan (4.13) meenghubungkan energi rata-rata per molekul dengan temperatur:

,

Mempergunakan hubungan dalam pers. Memberikan β secara eksplisit dalam bentuk m dan

T.

Mempergunakan pers. (4.52) dalam pers. (4.50), kita mendapatkan

.

Mempergunakan pers. (4.52) dan (4.53) untuk β dan A3 dalam pers. (4.34), kita mendapatkan distribusi Maxwell dalam bentuk eksplisit:

.

Distribusi Maxwell menyatakan jumlah molekul dengan kecepatan antara c hingga c + dc

dalam bentuk jumlah keseluruhan molekul yang ada, massa molekul, temperatur, dan kecepatan. (untuk menyederhanakan perhitungan yang melibatkan distribusi Maxwell, ingatlah bahwa rasio m/k = M/R, dimana M merupakan massa molar.) Distribusi Maxwell diplot dengan fungsi (1/N)(dnc/dc) sebagai ordinat dan c sebagai absis. Fraksi dari molekul

dalam rentang kecepatan c hingga dc adalah dnc/N; membagi nilai ini dengan dc memberikan

fraksi molekul dalam rentang kecepatan ini per satuan lebar interval.

.

Plot fungsi untuk nitrogen pada dua temperatur diberikan pada Gambar 4.9.

Fungsi yang ditunjukkan pada Gbr. 4.9 merupakan probabilitas untuk menemukan molekul dengan kecepatan antara c dan c + dc, dibagi dengan lebar dc dari rentang. Ordinatnya merupakan probabilitas untuk menemukan satu molekul dengan kecepatan c dan (c + 1) m/s. Kurvanya berbentuk parabolik didekat awalnya, dan fungsi eksponensialnya mendekati satu; pada nilai c yang besar, fungsi eksponensial mendominasi perilaku dari fungsi, dan menyebabkan penurunan nilainya dengan cepat. Sebagai akibat dari perilaku yang kontras dari kedua faktor ini, fungsi yang dihasilkan memiliki nilai maksimum pada cmp. Kecepatan ini

disebut sebagai kecepatan yang paling mungkin (most probable), cmp dapat dihitung dengan

menurunkan fungsi pada sebelah kanan pers. (4.55) dan menolkan turunannya sehingga mendapatkan lokasi dari tangen horisontal. Prosedur ini menghasilkan

. PERHITUNGAN NILAI RATA-RATA MEMPERGUNAKAN DISTRIBUSI MAXWELL

Dari distiubusi Maxwell, nilai rata-rata dari kuantitas yang bergantung pada kecepatan dapat diperhitungkan. Jika kita ingin menghitung nilai rata-rata dari <g> dari sebarang fungsi kecepatan <c>, kita mengalikan fungsi g(c) dengan dnc, jumlah molekul yang memiliki

(17)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

Sebagai suatu contoh untuk penggunaan pers. (4.57), kita dapat menghitung energi kinetik rata-rata untuk molekul gas; untuk kasus ini g(c) = e = ½ mc2. Sehingga pers. (4.57) menjadi

yang identik dengan pers (4.49). Jika kita memasukkan nilai dnc dan mengintegrasikannya,

kita tentu saja akan mendapatkan bahwa <e> = 3/2 kT, karena kita mempergunakan hubungan ini untuk menentukan konstanta β pada fungsi distribusi.

CONTOH

Mempergunakan nilai dnc yang didapatkan dari pers (4.54), kita mendapatkan . melalui perubahan pada variabel: x = ½ mc2/kT. Substitusi ini menghasilkan

.

Haruslah diingat bahwa kecepatan rata-rata tidak sama dengan crms akan tetapi biasanya

memiliki nilai yang lebih kecil.

NILAI RATA-RATA DARI KOMPONEN INDIVIDUAL; EKUIPARTISI ENERGI

Sangatlah memudahkan jika kita dapat menghitung dari masing-masing komponen kecepatan. Untuk maksud ini, bentuk distribusi Maxwell yang paling biasa adalah yang ada pada pers. (4.30). Nilai rata-rata dari u diberikan oleh persamaan yang analog dengan pers. (4.57):

Integrasi ini dilakukan pada semua nilai yang mungkin dari ketiga komponen; ingatlah bahwa sebarang komponen dapat memilki nilai dari negatif tak hingga sampai tak hingga. Mempergunakan duvw dari pers. (4.30), kita mendapatkan

  

 Dengan Rumus (6) dari Tabel 4.1, integral pertam pada sisi kanan pers. (4.65) bernilai nol; sehingga <u> = 0. Hasil yang sama didapatkan untuk nilai rata-rata dari komponen lain:

.

Alasan fisik mengapa nilai rata-rata dari masing-masing komponen haruslah nol cukup jelas. Jika nilai rata-rata salah atau komponen bernilai lebih dari nol, hal ini akan berhubungan dengan rangkaian gerakan dari keseluruhan massa gas dalam arah yang bersangkutan; pembahasan saat ini hanya untuk gas yang istirahat (rest?)

Fungsi distribusi dari komponen x dapat dituliskan sebagai

(18)

yang diplotkan pada Gbr. 4.11.

Wlauapun nilai rata-rata dari komponen kecepatan dalam salah satu arah nol, karena jumlah komponen yang memiliki nilai u dan –u adalah sama, nilai rata-rata dari energi kinetik yang berhubungan dengan komponen tertentu memiliki nilai positif. Molekul dengan komponen kecepatan u mengkontribusikan ½mu2 terhadap rata-rata dan sama halnya dengan komponen –u mengkontribusikan ½ m(–u)2 = ½mu2. Kontribusi partikel yang bergerak berlawanan menaikkan rata-rata energi, sementara merata-ratakan kontribusi komponen kecepatan partikel yang arahnya berlawanan akan saling menghilangkan satu sama lain. Untuk menghitung nilai dari εx = ½mu2, kita mempergunakan distribusi Maxwell dengan cara

yang sama seperti sebelumnya,

.

Mempergunakan pers. (4.30) kita mendapatkan

  



Mempergunakan Rumus (1) dan (2) dari Tabel 4.1, kita mendapatkan



dan, dengan Rumus (1) dan (3), tabel 4.1,



Mempergunakan nilai ini untuk integral menghasilkan

.

Hasil yang sama didapatkan untuk <εy> dan <εz>; sehingga

.

Karena rata-rata dari keseluruhan energi kinetik merupakan penjumlahan dari ketiga suku, nilainya adalah 3/2 kT, nilai ini diberikan oleh pers (4.13a):

.

Persamaan (4.68) mengungkapkan hukum penting mengenai ekuipartisi energi. Persamaan ini menyatakan rata-rata dari keseluruhan energi kinetik sama untuk ketiga komponen gerak yang independen, yang disebut derajat kebebasan. Molekul memiliki tiga derajat kebebasan translasional. Hukum ekuipartisi dapat dimulai dari hal ini. Jika dari molekul individual dapat ditulis sebagai penjumlahan dari suku-suku, yang mana sebanding dengan akar dari komponen kecepatan atau koordinat, sehingga setiap komponen akar ini mengkontribusikan ½ kT pada energi rata-rata. Sebagai contoh, pada gas energi translasional dari masing-masing molekul adalah

.

masing mengkontribusikan ½ kT pada energi rata-rata; sehingga kita dapat menuliskan

.

EKUIPARTISI ENERGI DAN KUANTISASI

(19)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

partikel berikatan bersama untuk membentuk suatu molekul poliatomik, maka koordinat 3N

dan komponen gerak ditentukan sebagai berikut,

Traslasional. Tiga koordinat menggambarkan posisi dari pusat massa; gerak dalam koordinat ini berhubungan dengan translasi dari molekul secara keseluruhan. Energi yang disimpan dalam jensi gerak ini adalah energi kinetik saja, εtrans = ½ mu2 + ½ mv2 + ½ mw2. Masing-masing suku mengandung kuadrat dari komponen kecepatan dan karenanya sebagimana yang kita lihat sebelumnya, masing-masing mengkontribusikan ½ kT pada energi rata-rata.

Rotasional. Dua sudut diperlukan untuk menggambarkan orientasi dari molekul linier dalam ruang; tiga sudut diperlukan untuk menggambarkan orientasi dari suatu molekul non linier. Gerak dalam koordinat ini berhubungan terhadap rotasi pada dua sumbu (molekul linier) dan rotasi pada tiga sumbu (molekul non linier) dalam ruang. Persamaan untuk energi rotasi

y, dan z. Karena tiap suku dalam ungkapan energi sebanding dengan kuadrat dari komponen kecepatan, masing-masing suku pada rata-rata membagi ½ kT energi yang sama. Sehingga rata-rata energi rotasional dari suatu molekul diatomik digambarkan pada Gbr. 4.12.

Vibrasional. Terdapat sisa 3N – 5 koordinat untuk molekul linier dan 3N – 6 koordinat untuk molekul non linier. Koordinat-koordinat ini menggambarkan panjang ikatan dan sudut ikatan dalam molekul. Gerak dalam koordinat ini berhubunagn dengan vibrasi (tarikan atau uluran) dari molekul. Sehingga molekul linier memiliki 3N – 5 jenis vibrasi; dan molekul non linier memiliki 3N – 6 jenis vibrasi. Dengan mengasumsikan bahwa vibrasinya harmonis, enrgi dari tiap-tiap jenis vibrasi dapat dituliskan dalam bentuk

,

dimana μ merupakan massa yang bersangkutan, k merupakan konstanta gaya, r0 merupakan niali kesetimbangan dari koordinat r, dan dr/dt merupakan kecepatan. Suku pertama dalam ungkapan ini merupakan energi kinetik, suku pertama seharusnya mengkontribusikan energi rata-rata ½ kT, karena mengandung kuadarat kecepatan. Suku kedua karena mengandung kuadrat dari koordinat r – r0, seharusnya juga mengkontribusikan ½ kT terhadap energi rata-rata. Setiap jenis vibrasi seharusnya mengkontribusikan ½ kT + ½ kT = kT terhadap energi rata-rata sistem. Sehingga energi rata-rata dari vibrasi seharusnya bernilai (3N – 5)kT untuk molekul linier dan (3N – 6)kT untuk molekul non linier. Maka energi rata-rata keseluruhan permolekul adalah

(molekul linier)

kT

(molekul non linier).

Jika kita mengalikan nilai ini dengan bilangan Avogadro NA, untuk mengubahnya menjadi

energi rata-rata per mol, kita mendapatkan Gas monoatomik:

(molekul linier) (4.73)

RT

(molekul non linier) (4.74)

Jika kalor mengalir menuju gas yang volumenya dijaga konstan, energi dari gas meningkat sesuai dengan jumlah kalor yang disalurkan oleh kalor yang mengalir. Rasio dari peningkatan energi terhadap penigkatan temperatur pada volume konstan merupakan kapasitas kalor Cv.

(20)

Dengan menurunkan energi molar terhadap temperatur, kita mendapatkan kapasitas kalor molar, Cv, yang dipredikasikan oleh hukum ekuipartisi.

Gas monoatomik:

R

C

v

23 (4.76)

Gas poliatomik:

R

N

R

R

C

v

23

32

(

3

5

)

(molekul linier) (4.77)

R

N

R

R

C

v

23

23

(

3

6

)

(molekul non linier) (4.78)

Jika kita menguji kapasitas panas dari gas poliatomik, Tabel 4.3, kita menemukan dua ketidaksesuaian antara data dan hukum ekuipartisi. Nilai kapasitas kalor yang didapatkan(1) selalu lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan, dan secara jelas bergantung pada temperatur. Prinsip ekuipartisi merupakan hukum fisika klasik, dan perbedaan ini merupakan salah satu petunjuk awal bahwa fisika klasik tidak memadai untuk menggambrakan sifat-sifat molekuler. Untuk menggambarkan kesulitan ini kita memilih kasus untuk molekul diatomik yang pastinya linier. Untuk molekul diatomik, N = 2, dan kita mendapatkan dari hukum ekuipartisi

5 , 3 2 7 1 2 2 2 3

     R Cv

Dengan pengecualian untuk H2, nilai yang ditemukan untuk molekul diatomik pada temperatur biasa jatuh antara 2,5 dan 3,5, dan ada yang sangat dekat dengan 2,50. Karena nilai translasional 1,5 ditenukan dengan sangat akurat untuk molekul monoatomik kita mwnganggap kesulitan ada pada gerakan rotasional dan vibrasional. Kita kita mengingat bahwa molekul nonlinier memiliki Cv/R3,0kita dapat menyempitkan kesulitan untuk

gerakan vibrasional.

Penjelasan untuk perilaku yang teramati adalah bahwa gerakan vibrasional terkuantisasi. Energi dari suatu osilator dibatasi pada suatu nilai diskrit. Hal ini berkebalikan dengan osilator klasik, yang dapat memiliki nilai energi berapa saja. Sekarang disamping energi dari beragam osilator yang terdistribusi secara kontinyu pada keseluruhan rentang energi, osilator juga terdistribusi dalam beragam keadaan kuantum (tingkat energi). Tingkat energi terendah disebut sebagai keadaan dasar; sedang tingkat lain disebut keadaan tereksitasi. Nilai yang diizinkanuntuk energi dari osilator harmonik diberikan oleh ungkapan

hv

s

s



(

12

)

s = 0,1,2,… (4.79)

dimana s, merupakan bilangan kuantum, nol atau integer positif, h adalah konstanta Planck,

h = 6.626 x 10-34J s; dan v merupakan frekuensi klasik dari osilator, v =π)√k/μ dimana k merupakan konstanta gaya dan μ merupakan masa tereduksi dari osilator.

Hukum ekuipartisi bergantung pada kemampuan dari dua molekul yang bertumbukan untuk mempertukarkan energi melalui beragam jenis gerakan. Hal ini berlaku untuk gerak translasional maupun rotasional karena molekul dapat menerima energi dalam mode ini dalam jumlah berapapun. Tetapi karena mode vibrasional terkuantisasi maka, mode ini hanya dapat menerima energi yang sama dengan kuantum vibrasional, hv. Untuk molekul seperti oksigen kuantumnya tujuh kali lebih besar dari energi translasi rata-rata dari molekul pada 25oC. Sehingga, tumbukan antara dua molekul dengan energi kinetik rata-rata tidak dapat menaikkan molekul ke keadaan vibrasional yang lebih tinggi karena memerlukan lebih banyak energi lagi untuk melakukannya. Sehingga pada dasarnya semua molekul tetap berada pada keadaan vibrasional dasar, dan gas tidak menunjukan kapasitas kalor vibrasional. Ketika panas temperatur cukup tinggi energi termalnya dapat dibandingkan dengan kuantum vibrasional hv, kapasitas kalor mendekati nilai yang diperkirakan oleh hukum ekuipartisi. Temperatur yang diperlukan bergantung pada vibrasi tersebut.

5 Beberapa Sifat dari Cairan dan Padatan

5.1 FASE TERKONDENSASI

(21)

Diktat Mata Kuliah Kimia Fisika I FMIPA Unlam Banjarbaru

Pada gas volume yang ditempati oleh molekul-molekul lebih kecil jika dibandingkan dengan volume keseluruhan, dan efek dari gaya antar molekul sangat kecil. Pada pendekatan pertama efek ini diabaikan dan gas digambarkan dengan hukum gas ideal, yang hanya benar pada p = 0. Persyaratan ini berakibat suatu pemisahan yang tak hingga dari molekul; gaya antar molekul akan bernilai nol, dan volume molekuler sepenuhnya dapat diabaikan.

5.2 KOEFISIEN EKSPANSI TERMAL DAN KOMPRESIBILITAS

Pengaruh temperatur pada volume padatan dan cairan pada tekanan konstan dinyatakan dengan persamaan

), 1 (

0 t

V

V  

(5.1)

dimana t merupakan temperatur celcius, V0 merupakan volume dari padatan atau cairan pada 0oC, dan α merupakan koefisien ekspansi termal. Persamaan (5.1) sama dengan pers. (2.5), merupakan dua persamaan yang sama, yang menghubungkan volume gas dengan temperatur. Perbedaan penting antara kedua persamaan ini adalah nilai α hampir sama untuk semua gas, sementara padatan dan cairan memiliki nilai α masing-masing. Zat tertentu memilki nilai α yang berbeda untuk padatan dan cairan. α dapat bernilai sama pada rentang yang terbatas. Jika data ditampilkan dengan presisi pada rentang temperatur yang luas, kita harus mempergunakan persamaan dengan pangkat

t yang lebih tinggi:

...), 1

( 2

0   

V at bt

V (5.2)

dimaan a dan b merupakan konstanta. Untuk gas dan padatan α selalu bernilai positif sementara untuk cairan α biasanya bernilai positif.

Pada pers. (5.1), V0 merupakan fungsi dari tekanan. Secara eksperimental ditemukan bahwa hubungan antara volume dan tekana diberikan oleh

)], 1 ( 1 [

0 0

0 Vp

V

(5.3)

dimana V00merupakan volume pada 0oC pada tekana satu atmosfer, p merupakan tekanan dalam atmosfer, dan κ merupakan koefisien kompresibilitas, yang bernilai konstan untuk zat tertentu pada rentang tekana yang besar. Nilai κ berbeda-beda untuk masing-masing zat dan bentuk padatan dan cairan dari zat yang sama.

Menurut pers. (5.3) volume dari padatan atau cairan menurun secara linier dengan tekanan. Perilaku ini berlawanan dengan sifat gas dimana volume berbanding terbalik dengan tekanan. Lebih jauh lagi, nilai κ untuk cairan dan padatan sangatlah kecil, nilainya diantara 10-6 hingga 10-5 atm-1. Jika kita mengambil κ = 10-5, dan tekanan sebesar dua atmosfer, volume dari fase terkondensasi adalah, dengan pers (5.3), V = 0

0

V [1–10-5(1)]. Penurunan volume dari 1 atm ke 2 atm adalah sebesar 0,001%. Jika perubahan tekanan yang sama dikenakan pada gas, volumenya akan menjadi setengahnya. Karena perubahan yang cukup besar pada tekanan menghasilkan perubahan yang sangat kecil pada volume cairan dan padatan, seringkali lebih mudah dengan menganggap cairan dan padatan incompressible (tidak dapat ditekan) (κ = 0).

Koefisien α dan κ biasanya memberikan definisi yeng lebih umum dibandingkan yang diberikan oleh pers (5.1) dan (5.3). Definis umumnya adalah

. 1

, 1

T

p p

V V T

V

V 

   

    

    

 

 

 (5.4)

Jika peningkatan temperatur kecil, definisi umu dari α memperoleh hasil pada pers. (5.1), Menyusun kembali pers (5.4) kita mendapatkan

dT V

dV

 (5.5)

Menggabungkan pers. (5.1) dan (5.3) dengan mengeliminasikan V0 menghasilkan persamaan keadaan untuk fase terkondensasi:

)]. 1 ( 1 )][ (

1

[ 0

0

0    

V T T p

V

(5.6)

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik dengan konsentrasi yang berbeda memberikan tinggi tanaman yang berbeda.Pada perlakuan P dan P dapat

Selain menggunakan arus kas ataupun arus dividen dalam menentukan nilai fundamental atau nilai intrinsik suatu saham, alternatif lain yang dapat digunakan yaitu dengan menggunakan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki percaya diri tinggi memperoleh keterampilan proses sains biologi siswa lebih baik dengan skor 118,3

F2: Menimbulkan kepercayaan dan keyakinan orang lain [1m] H1: Memulangkan semula wang kepada pihak bank [1m] Rasional [1m] F1: Boleh berfikir berdasarkan bukti yang nyata [1m].

Diharapkan dengan dijalankannya cara green di setiap proses konstruksi khususnya di proyek Kedutaan Austria dapat mempengaruhi perusahaan lain untuk dapat menjalankan program

Supardjo, M.Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan ijin

Rencana Kerja SMK !lus 0n#$adah 'ambun Selatan disusun dengan mempertimbangkan keadaan sekolah, harapan masyarakat dan tantangan dalam lingkungna strategis pendidikan

15 Teknik ini dilakukan untuk mendapatka data atau informasi yang penulis butuhkan dalam penelitian ini melalui buku, brosur, website dan lain-lain tentang