• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Biaya Pembangunan dan Dimension

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Biaya Pembangunan dan Dimension"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Biaya Pembangunan dan Dimensioning Jaringan

Layanan Broadband Berbasis Long Term Evolution (LTE) area

Jakarta Barat

TESIS

Oleh

USMIATI 55412110009

PROGRAM MAGISTER TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

Analisis Biaya Pembangunan dan Dimensioning Jaringan

Layanan Broadband Berbasis Long Term Evolution (LTE) area

Jakarta Barat

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan

Program Pascasarjana Program Magister Teknik Elektro

Oleh

USMIATI 55412110009

(3)

ABSTRAK

Filosofi umum dari desain jaringan telekomunikasi adalah mendapatkan performansi terbaik dengan biaya implementasi yang minimal. Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi mengarah ke layanan mobile broadband (MBB). Disamping itu persaingan bisnis operator 3G di Indonesia sangat ketat dengan hadirnya beberapa operator ditambah dengan peningkatan jumlah subscriber data yang signifikan sejak diluncurkannya teknologi 3G, sehingga setiap operator harus mampu meningkatkan kualitas layanan baik dari segi kecepatan, kapasitas maupun jangkauan agar dapat menghadapai tantangan-tantangan tersebut. Upaya peningkatan layanan yaitu dengan mengimplementasikan teknologi yang lebih handal dari segi kecepatan akses maupun kapasitas serta ekspansi jangkauan. Teknologi Long Term Evolution(LTE) dapat menjadi jawaban atas kebutuhan tersebut. LTE Release 8 merupakan standard teknologi mobile broadband berbasis all-IP yang dikeluarkan oleh 3GPP.

Pada tesis ini dianalisa secara teknologi dan ekonomi terhadap implementasi LTE

release 8 pada jaringan operator existing dengan menggunakan skenario co-existance. Model analisa yang digunakan berdasarkan prinsip tekno ekonomi dengan menggunakan metoda capacity and coverage estimation untuk menentukan perancangan teknologi LTE dan metoda DCF untuk menganalisa secara ekonomi dan mengukur kelayakan biaya yang dikeluarkan untuk implementasi LTE tersebut. Kata Kunci:

(4)

ABSTRACT

General philosophy of the design of telecommunications networks are getting the best performance with minimal implementation costs. The development of information technology and telecommunication services leading to mobile broadband (MBB).Besides, the 3G operator business competition in Indonesia is very strict with the presence of several operators coupled with an increasing number of subscriber data is significant since the launch of 3G technology, so that each operator must be able to improve service quality both in terms of speed, capacity and coverage to face these challenges . Efforts to improve service by implementing technology is more reliable in terms of access speed and capacity and coverage expansion. Technology Long Term Evolution (LTE) can be the answer to that need. LTE Release 8 is the standard technology-based mobile broadband all- IP issued by the 3GPP.

This thesis analyzed the technology and economics of the implementation of LTE Release 8 on existing network operators using the scenario of co-existance. Analysis model used, based on techno-economic principles by using the capacity and coverage estimation methods to determine the design of LTE technology and DCF methods to analyze and measure the economic feasibility of costs incurred for the implementation of these LTE.

Key Words:

(5)

PENGESAHAN TESIS

Judul : Analisis Biaya Pembangunan dan Dimensioning Jaringan Layanan

Broadband Berbasis Long Term Evolution (LTE) area Jakarta Barat

Nama : Usmiati

NIM : 55412110009

Program : Pascasarjana Program Magister Teknik Elektro

Konsentrasi : Manajemen Telekomunikasi

Tanggal : 21 Juli 2014

Mengesahkan

Pembimbing

(Dr. Iwan Krisnadi, MBA)

Direktur Pascasarjana Ketua Program Studi

(6)

PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa seluruh tulisan dan pernyataan dalam Tesis ini:

Judul : Analisis Biaya Pembangunan dan Dimensioning Jaringan

Layanan Broadband Berbasis Long Term Evolution (LTE) area Jakarta Barat

Nama : Usmiati

N I M : 55412110009

Program : Pascasarjana Program Magister Teknik Elektro

Kosentrasi : Manajemen Telekomunikasi

Merupakan hasil studi pustaka, penelitian lapangan, dan karya saya sendiri dengan bimbingan Pembimbing yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro Universitas Mercu Buana.

Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua informasi, data, dan hasil pengolahannya yang digunakan, telah dinyatakan secara jelas sumbernya dan dapat diperiksa kebenarannya.

Jakarta, Agustus 2014

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayah hingga penulis dapat merampungkan penyusunan Usulan Penelitian dengan judul “Analisis Biaya Pembangunan dan Dimensioning Jaringan Layanan Broadband Berbasis Long Term Evolution (LTE) area Jakarta Barat” ini dapat diselesaikan.

Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Jurusan Manajemen Telekomunikasi di Fakultas Teknik Elektro Universitas Mercu Buana. Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini terlaksana dengan adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Iwan Krisnadi, MBA selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ing. Mudrik Alaydrus, selaku Ketua Program Studi Magister Telekomunikasi yang telah memberikan dukungan moril, dan arahan hingga terselesainya penulisan tesis ini.

3. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Magister Telekomunikasi angkatan 11 yang telah memberikan masukan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

(8)

5. Keluarga dan sahabat atas dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

6. Rifki Nandhi Wardana, yang penulis kasihi dan sayangi.

Semoga semua ilmu yang penulis dapatkan bisa menjadi berkah bagi semua. Kritik dan saran membangun dapat menghubungi penulis melalui email

usmie89@yahoo.com.

Jakarta, Agustus 2014

Penulis

(9)

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

PENGESAHAN TESIS... iii

PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR SINGKATAN... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Pengenalan LTE (Long Term Evolution)... 2

I.3 Rumusan Masalah ... 4

I.4 Batasan Masalah ... 5

(10)

I.6 Metodologi Penelitian ... 7

I.7 Hipotesis ... 7

BAB 2 LANDASAN TEORI... 8

2.1 Long Term Evolution (LTE) ... 8

2.1.1 Pendahuluan ... 8

2.1.2 Arsitektur Jaringan LTE ... 8

2.1.2.1 User Equipment (UE) ... 9

2.1.2.2 E-UTRAN Node B (eNodeB) ... 9

2.1.2.3 Mobility Management Entity (MME) ... 9

2.1.2.4 Serving Gateway (S-GW) ... 10

2.1.2.5 Packet Data Network Gateway (P-GW) ... 10

2.1.2.6 Policy and Charging Resource Function (PCRF) ... 11

2.1.2.7 Home Subscription Server (HSS) ... 11

2.1.3 Interface dan Protokol pada konfigurasi arsitektur jaringan ... 12

2.1.4 Teknik Multiple Akses ... 13

2.1.4.1 Downlink ... 13

2.1.4.2 Uplink ... 14

(11)

2.1.5.1 Parameter Modulasi ... 15

2.1.6 Konsep MIMO ... 16

2.2 Teori forecasting ... 17

2.2.1 Model Gompertz ... 18

2.3 Teori Cost Ekonomi... 18

2.3.1 NPV ... 19

2.3.2 IRR ... 19

2.3.3 PBP ... 19

BAB 3 MODEL SISTEM ... 20

3.1 LTE... 20

3.2 Jenis user dan layanan ... 20

3.2.1 Jenis user... 21

3.2.2 Jenis layanan ... 22

3.3 Arsitektur jaringan LTE Co-existance dengan 3G UMTS ... 22

3.4 Co-existance LTE dengan jaringan 3G UMTS... 23

3.5 Data Populasi Potential Penduduk... 26

3.6 Jumlah Pelanggan ... 27

(12)

3.8 Perencanaan Teknologi LTE ... 28

3.8.1 Frequensi... 29

3.8.2 Capacity dan Coverage Estimation... 29

3.8.3 Prediksi Trafik... 32

3.8.4 Luas Geografis... 32

3.8.5 Dimensioning Jaringan ... 32

3.9 Cost Estimation... 33

3.10 Model Tekno-Ekonomi... 35

3.10.1 Prediksi Revenue Implementasi LTE... 36

3.10.2 CAPEX... 37

3.10.3 OPEX... 37

3.10.4 Discount Rate... 38

3.10.5 Output Economic... 38

3.10.6 Sensitivitas Economi... 39

BAB 4 ANALISIS DATA DAN SIMULASI ... 40

4.1 Analisis Teknologi Jaringan ... 40

4.1.1 Forecasting Pertumbuhan Pelanggan... 40

(13)

4.1.3 Capacity Planning... 45

4.1.3.1 Perhitungan Kapasitas per BTS... 45

4.1.3.2 Perhitungan Jumlah BTS... 46

4.1.4 Analisis Coverage... 47

4.1.5 Perhitungan Link Budget ... 48

4.1.6 Perhitungan Area Sel ... 50

4.1.7 Perhitungan Jumlah Site berdasarkan Coverage... 51

4.1.8 Penentuan Tipe dan jumlah BTS ... 53

4.2 Network Design ... 53

4.2.1 Kebutuhan Perangkat... 53

4.3 Analisa Tekno Ekonomi ... 54

4.3.1 Penyediaan Layanan... 54

4.3.2 Cakupan Area Layanan ... 55

4.3.3 Rencana Pembangunan dan Pengembangan Infrastruktur ... 55

4.3.4 Metode Parameter Input ... 56

4.3.4.1 Komponen Biaya... 57

4.3.4.2 CAPEX... 57

(14)

4.3.4.4 Revenue... 60

4.3.5 Analisa Cost Ekonomi... 62

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN...68

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Arsitektur dasar jaringan LTE ... 9

Gambar 2.2 Control plane Interface and Protocol ... 12

(15)

Gambar 2.4 Resource block fisik downlink LTE ... 13

Gambar 2.5 Alokasi subcarrier OFDM dan OFDMA ... 14

Gambar 2.6 Struktur radio frame FDD ... 15

Gambar 2.7 Prameter Modulasi OFDM ... 15

Gambar 2.8 Durasi cyclic prefix ... 16

Gambar 2.9 Mode akses kanal radio ... 17

Gambar 3.1 Arsitektur jaringan U/L ... 23

Gambar 3.2 Tipikal konfigurasi co-existance site ...24

Gambar 3.3 Skenario konfigurasi 1 ... 25

Gambar 3.4 Skenario konfigurasi 2 ... 25

Gambar 3.5 Model Prediksi Pasar ... 28

Gambar 3.6 Perencanaan Teknologi LTE ... 28

Gambar 3.7 Konfigurasi sel hexagonal dengan 3 sektor ... 31

Gambar 3.8 Proses Capacity Estimation ... 33

Gambar 3.9 Proses Coverage Estimation ... 33

Gambar 3.10 Model Tekno Ekonomi... 36

Gambar 4.1 Flowcart Parameter Input LTE... 55

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Parameter sistem LTE ... 20

(17)

Tabel 3.3 Hasil Sensus Penduduk... 26

Tabel 3.4 Hasil Clutter wilayah... 27

Tabel 3.5 Luas Wilayah Jakarta Barat ... 32

Tabel 3.6 Harga Perangkat... 34

Tabel 3.7 Biaya Operational... 34

Tabel 3.8 Ketetapan Layanan dan Tarif H3I... 36

Tabel 4.1 Data rate eNodeB berdasarkan MCS ... 45

Tabel 4.2 Parameter dan perhitungan Link Budget Uplink... 47

Tabel 4.3 Parameter dan perhitungan Link Budget Downlink... 48

Tabel 4.4 MAPL LTE... 49

Tabel 4.5 Parameter Perhitungan Area Sel... 49

Tabel 4.6 Jangkauan Sel LTE... 49

Tabel 4.7 Luas Area Sel ... 50

Tabel 4.8 Luas Wilayah Tiap Area... 50

Tabel 4.9 Total Plan LTE based on Coverage Analysis... 51

Tabel 4.10 Kebutuhan Perangkat Upgrade LTE... 53

Tabel 4.11 Estimasi OPEX SDM... 57

Tabel 4.12 Estimasi Cost OPEX... 58

Tabel 4.13 Pentarifan untuk Tiap Layanan... 59

Tabel 4.14 Prediksi Pelanggan DENSE URBAN pada jam sibuk... 59

Tabel 4.15 Prediksi Pelanggan URBAN pada jam sibuk... 60

(18)

Tabel 4.17 Analisis Kelayakan Ekonomi... 63

DAFTAR SINGKATAN

ARPU Average Revenue Per unit

(19)

DCF Discounted Cash Flow

EPC Evolved Packet Core

EPS Evolved Packet System

IRR Internal Rate of Return

LTE Long Term Evolution

MAPL Maximum Allowable Power Loss

MME Mobility Management Entity

NPV Net Present Value

OPEX Operational Expenditure

OFDMA Orthogonal Frequency Division MultipleAccess

PBP Pay Back Period

SAE System Architecture Evolution

SC-FDMA Single Carrier Frequency Division Multiple Access

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

(20)

banyak penggunanya maka semakin banyak kebutuhan bandwidth yang digunakan. Penggunaan bandwidth yang sama dengan pengguna yang berbeda dalam waktu bersama akan mempengaruhi kecepatan akses data. Sementara bandwidth atau frekuensi merupakan sumber daya yang terbatas. Untuk mengimbangi kebutuhan akan akses data yang cepat dan berkualitas bagus maka diperlukan teknologi baru yang lebih handal agar efisiensi penggunaan frekuensi dapat dipertahankan.

Salah satu teknologi backbone generasi ke-4 (4G) yang menawarkan efisiensi dan akses data berkecepatan tinggi adalah teknologi Long term Evolution (LTE).

Long term Evolution (LTE) merupakan salah satu teknologi jaringan telekomunikasi generasi keempat (4G) yang masih dalam tahap pengembangan oleh 3GPP dengan kemampuan pengiriman data mencapai kecepatan secara teoritis 100 Mbps untuk

downlink dan 50 Mbps untuk uplink. (wikipedia).

Teknologi LTE menawarkan layanan data secara mobile berkecepatan tinggi yaitu mencapai 100 Mbps untuk downlink dan 50 Mbps untuk uplink. Operator-operator seluler besar di Indonesia tertarik dengan teknologi LTE agar pelanggannya mendapatkan layanan berkualitas bagus. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan dampak semakin bertambah pelanggan sehingga dapat menaikkan revenue.

(21)

penggelaran LTE. Penggelaran LTE sangat diinginkan masyarakat karena teknologi LTE memberikan kualitas pengiriman data yang handal dan cepat melebihi kualitas yang ditawarkan teknologi 3,5 G (WCDMA dan CDMA- 2000). Dengan demikian semakin banyak peluang bagi masyarakat untuk mengakses data sehingga kebutuhan informasi dapat terpenuhi.

Teknologi LTE mampu menawarkan kecepatan data yang lebih tinggi dengan kualitas yang lebih bagus dari teknologi sebelumnya. Pemerintah saat ini belum menggelar teknologi tersebut karena untuk menetapkannya diperlukan persiapan yang sangat matang terutama dari operator seluler.Untuk mengetahui seberapa besar kesiapan operator maka dilakukan penelitian ini. Namun, dalam hal ini penulis ingin memfokuskan pada area tertentu sebagai study kasus. Permasalahan penelitian dalam tesis ini adalah “Analisis Biaya Pembangunan dan Dimensioning Jaringan Layanan Broadband Berbasis Long Term Evolution (LTE) area Jakarta Barat”.

1.2 Pengenalan LTE (Long Term Evolution)

3GPP Long Term Evolution atau yang biasa disingkat LTE adalah sebuah standar komunikasi akses data nirkabel tingkat tinggi yang berbasis pada jaringan GSM/EDGE dan UMTS/HSPA. Jaringan antarmuka-nya tidak cocok dengan jaringan 2G dan 3G, sehingga harus dioperasikan melalui spektrum nirkabel yang terpisah. Teknologi ini mampu download sampai dengan tingkat 300mbps dan upload 75mbps. Layanan LTE pertama kali dibuka oleh perusahaan TeliaSonera di Stockholm dan Oslo pada tanggal 14 desember 2009.

(22)

berbasis jaringan GSM/EDGE dan UMTS/HSDPA untuk aksess data kecepatan tinggi menggunakan telepon seluler mau pun perangkat mobile lainnya. LTE pertama kali diluncurkan oleh TeliaSonera di Oslo dan Srockholm pada 14 Desember 2009. LTE adalah teknologi yang didaulat akan menggantikan UMTS/HSDPA. LTE diperkirakan akan menjadi standarisasi telepon selular secara global yang pertama.

Walaupun dipasarkan sebagai teknologi 4G, LTE yang dipasarkan sekarang belum dapat disebut sebagai teknologi 4G sepenuhnya. LTE yang di tetapkan 3GPP pada release 8 dan 9 belum memenuhi standarisasi organisasi ITU-R. Teknologi LTE Advanced yang dipastikan akan memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai teknologi 4G.

Teknologi LTE secara teoritis menawarkan kecepatan downlink hingga 300 Mbps dan Uplink 75 Mbps. LTE menggunakan Orthogonal Frequency Division Mutiplexing (OFDM) yang mentransmisikan data melaului banyak operator spektrum radio yang masing-masing nya sebesar 180 kHz. OFDM melakukan transmisi dengan cara membagi aliran data menjadi banyak aliran-aliran yang lebih lambat yang ditransmisikan secra serentak. Dengan menggunakan OFDM memperekecil kemungkinan terjadinya efek multi path.

(23)

menyokong GSM, GPRS, EDGE dan UMTS. Jika dilihat dari sisi jaringan, antar muka dan protocol di tempatkan di tempat yang memungkinkan terjadinya perpindahan data selancar mungkin jika pengguna berpindah tempat ke daerah yang memiliki teknologi antar muka yang berbeda.

Adapun langkah yang akan dilakukan dalam tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data existing 3G HCPT

2. Melakukan analisis kebutuhan pelanggan, meliputi semua kebutuhan pelanggan yg telah diidentifikasin dan dianalisa berdasarkan beberapa asumsi yang digunakan.

3. Menentukan Arsitektur, dimensioning network, dan perencanaan jaringan (BTS counting dan general configuration).

4. Melakukan analisa engineering berdasarkan standar traffic demand. 5. Penentuan capacity dibutuhkan dengan menggunakan skema distribusi.

6. Menentukan jumlah perangkat yang akan dipasang guna menggelar jaringan LTE tersebut dengan perhitungan teknis di atas (Point 1, 2, 3, 4, dan 5). 7. Melakukan analisis Budget Cost dengan mempertimbangkan beberapa

parameter seperti revenue, CAPEX, OPEX, dengan parameter output seperti NPV, IRR, dan Payback Period untuk mendapatkan kelayakan implementasi LTE di area Jakarta Barat.

1.3 Rumusan Masalah

Dalam Implementasi LTE, perlu dilakukan kajian-kajian mengenai hal berikut :

1. Kajian Teknologi LTE secara umum.

(24)

3. Estimasi Demand yang akan terjadi sesuai dengan pertumbuhan pelanggan layanan LTE.

4. Estimasi kapasitas dan cakupan jaringan LTEsehingga dapat ditentukan jumlah perangkat yang akan dipasang untuk mendukung jaringan LTE tersebut

5. Analisa Biaya Pembangunan yang digunakan mempertimbangkan beberapa parameter seperti revenue, CAPEX, OPEX, NPV, IRR, Profitable Index, dan

Payback Period sehingga diperoleh nilai kelayakan antara implementasi teknologi dengan perhitungan ekonomi.

6. Analisis perhitungan cost pembangunan, cost, SDM cost perizinan dan perhitungan break event point dan analisa perbandingan dengan pembangunan inftrastruktur 3G.

1.4 Batasan Masalah

Pada tesis ini akan digunakan beberapa batasan masalah sebagai berikut :

1. Analisis teknologi yang dilakukan dengan menggunakan metode capacity and coverage estimation sebagai penentu rancangan jaringan LTE

2. Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis menggunakan data operator H3I (Hutschison 3 Indonesia).

3. Analisis tekno ekonomi yang dilakukan di area Jakarta Barat yang memiliki jaringan berbasis WCDMA.

4. Strategi implementasi LTE yang digunakan yaitu secara Co-existence BTS dengan BTS 3G.

5. Wilayah cakupan yang dimaksud adalah Jakarta Barat.

(25)

7. Dimensioning jaringan yang diperhitungkan adalah pada sisi BTS dan BSC, sedangkan pada sisi transmisi (penambahan E1) dan sisi core tidak diperhitungkan.

8. Analisis cost budget menggunakan metode DCF (Discounted Cash Flow)

dengan mempertimbangkan beberapa parameter seperti revenue, CAPEX (Capital Expenditure), OPEX (Operational Expenditure), dengan parameter output seperti NPV, IRR, dan Payback Period untuk mendapatkan kelayakan implementasi LTE di area Jakarta Barat.

1.5 Tujuan Penelitian

1. Membuat suatu perencanaan pembangunan jaringan LTE, yang akan diimplementasikan pada operator berdasarkan, cost budget , Kebutuhan SDM, kebutuhan demand akan layanan broadband&analisa break event point implentasi LTE.

2. Analisa perhitungan cost budget ekonomi untuk implementasi teknologi LTE sehingga dapat digunakan sebagai strategi untuk pengambilan keputusan implementasi pada operator - operator terkini.

1.6 Metodologi Penelitian

Pada Tesis ini dilakukan metodologi penelitian sebagai berikut :

1. Identifikasi permasalahan 2. Observasi

(26)

pengamatan langsung terhadap obyek penelitian dengan menggukana alat indera pendengaran dan penglihatan terhadap fenomena sosial yang terjadi di lokasi penelitian.

Pengamatan pada kondisi sebenarnya seperti kondisi pengguna layanan saat ini, geografis wilayah dan sebaran penduduk dan regulasi-regulasi yang berlaku saat ini.

3. Studi Pustaka

Studi literatur tentang teknologi LTE dan teori tekno ekonomi yang diperoleh dari buku, ebook, paper, jurnal, maupun data online di internet yaitu

Wikipedia.

4. Perancangan

Perancangan tentang teknologi LTE yang akan diimplementasikan baik dari sisi capacity maupun coverage. Juga perancangan model tekno ekonomi yang akan digunakan.

5. Analisis dan kesimpulan

Analisis dan kesimpulan dari simulasi model tekno ekonomi yang dilakukan pada skenario yang sudah ditentukan.

1.7 Hipotesis

Hipotesis pada Tesis ini adalah sebagai berikut :

(27)

bottom up dengan nilai NPV yang diperoleh adalah NPV positif sehingga diharapkan hasil yang diperoleh adalah layak untuk diimplementasikan.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Long Term Evolution (LTE) 2.1.1 Pendahuluan

LTE merupakan pengembangan standard teknologi 3GPP dengan menggunakan skema multiple access OFDMA pada sisi downlink dan SC-FDMA pada sisi uplink

dengan orthogonalitas antar user sehingga mengurangi interferensi dan meningkatkan kapasitas. LTE mempresentasikan standar teknologi wireless masa depan dari UMTS yang berevolusi dari arsitektur yang mendukung circuit switch maupun packet switch

menjadi arsitektur jaringan berbasis all-IP.

Teknologi LTE dapat memenuhi persyaratan sebagai teknologi 4G bahkan lebih. Dimana persyaratan tersebut sebagai berikut :

1. Bit Rate mencapai 100 Mbps untuk downlink dan 50 Mbps untuk uplink,

sedangkan LTE mampu mencapai 300 Mbps untuk downlink dan 75 Mbps untuk

uplink.

2. Round Trip Time (RTT) 10 ms, sedangkan LTE membutuhkan 5 ms untuk satu arah antara terminal dan basestation.

(28)

4. Mendukung mode duplex FDD dan TDD.

2.1.2 Arsitektur Jaringan LTE

LTE release 8 sangat terkait dengan evolusi arsitektur 3GPP yang disebut proyek

system architecture evolution (SAE) yang menghasilkan Evolved Packet System

(EPS). EPS terdiri atas evolved packet core (EPC) dan Evolved UTRAN (EUTRAN). EPC dapat pula terhubung ke jaringan radio akses lain baik yang menggunakan standar 3GPP maupun bukan 3GPP.

Berikut ini merupakan gambar arsitektur dan jaringan dasar dari LTE. Logical Nodes

(29)

Gambar 2.1 Arsitektur dasar jaringan LTE

2.1.2.1 User Equipment (UE)

UE merupakan peralatan di sisi pengguna untuk melakukan akses ke jaringan LTE dan berkomunikasi. Biasanya UE berupa handphone/smart-phone, data card ataupun yang terintegrasi pada perangkat, misalnya laptop. UE terdiri atas Universal Subscriber Identity Module (USIM) dan Terminal equipment (TE). USIM merupakan sebuah aplikasi yang digunakan untuk melakukan identifikasi dan autentifikasi pelanggan ketika mengakses jaringan, bentuk fisik dari USIM adalah Universal Identity Circuit Card (UICC).

2.1.2.2 E-UTRAN Node B (eNodeB)

(30)

station yang melakukan kontrol segala bentuk sumber daya link radio. Setiap eNodeB terdiri atas antena RF untuk memberikan resource berdasarkan coverage area

tertentu.

Berdasarkan fungsi, eNodeB berlaku sebagai bridge layer 2 antara EPC dan UE sebagai tempat termination semua radio protocol dari dan ke UE yang berhubungan secara IP dengan EPC. Pada eNodeB, terdapat proses ciphering/deciphering, juga proses IP header compression/decompression, yang berarti mencegah pengulangan pengiriman data header yang sama. Selain itu eNodeB juga bertugas sebagai Radio Resources Management (RRM).

Misalnya, mengontrol penggunaan radio interface yaitu mengatur alokasi resource, melakukan prioritas dan penjadwalan trafik, serta melakukan monitoring penggunaan

resource.

2.1.2.3 Mobility Management Entity (MME)

MME merupakan elemen kontrol utama di EPC, berfungsi untuk mengatur masalah mobilitas, identitas UE, dan parameter-parameter keamanan.

Authentification and Security : ketika UE melakukan registrasi ke jaringan pertama kali, MME melakukan inisiasi dan autentifikasi identitas UE.

Mobility Management : MME melakukan pengecekan tentang lokasi layanan UE dengan mengupdate ke HSS di jaringan asal UE. MME juga bertanggung jawab untuk mengontrol signaling process untuk handover UE antar eNodeB, S-GW ataupun MME yang lainnya.

• Pengaturan profile pelanggan dan konektivitas : Pada saat UE terhubung ke jaringan, MME akan meminta dan menyimpan data profile pelanggan selama proses layanan berlangsung.

(31)

Selama mobilitas UE antar eNodeB, S-GW berperan sebagai anchor point local/intra 3GPP. MME akan memberikan perintah ke S-GW untuk mengubah tunnel dari satu eNodeB ke eNodeB lainnya. MME juga dapat me-request S-GW untuk menyediakan

resource tunnel ketika mengirimkan data forwarding, ketika terdapat data forward

dari eNodeB sumber ke eNodeB tujuan.

Untuk proses data, ketika UE terkoneksi ke jaringan, SGWmeneruskan data tersebut antara eNodeB ke P-GW, dan ketika UE dalam kondisi idle, resource tunnel di eNodeB diputuskan dari S-GW. Ketika S-GW menerima data packet dari P-GW, S-GW akan membuffer data tersebut kemudian mengirimkan data request ke MME untuk melakukan paging ke UE yang dituju. Paging tersebut akan membuat UE dan

tunnel connect lagi ke jaringan dan data buffer dikirimkan. S-GW juga berfungsi untuk memonitor tunnel dan mengumpulkan data UE yang berkaitan dengan

accounting and user charging.

2.1.2.5 Packet Data Network Gateway (P-GW)

Pakcet Data Network Gateway juga dapat disingkat PDN-GW, merupakan edge router antara EPS dengan jaringan paket data eksternal. P-GW berperan sebagai

traffic gating dan IP pool bagi UE. P-GW akan memberikan alamat IP ke UE ketika UE melakukan request koneksi PDN ke jaringan. P-GW melakukan fungsionalitas DHCP atau mencarikan dari DHCP server

eksternal yang kemudian dapat digunakan oleh UE. P-GW adalah anchor point

tertinggi dalam sisi mobilitas UE. Ketika UE berpindah dari satu S-GW ke S-GW lainnya, maka P-GW juga melakukan switch flow ke S-GW yang baru tersebut.

2.1.2.6 Policy and Charging Resource Function (PCRF)

PCRF merupakan elemen jaringan yang bertanggung jawab mengontrol policy dan

(32)

berdasarkan kelas layanan (Qos).

2.1.2.7 Home Subscription Server(HSS)

HSS merupakan server yang menyimpan semua data pelanggan permanen. Data informasi tersebut berupa lokasi dari pelanggan, profil pelanggan, layanan-layanan yang dapat diakses pelanggan, termasuk koneksi PDN dan skema roaming yang diperbolehkan untuk suatu pelanggan. Bersamaan dengan HSS adalah AuC yang berfungsi untuk menyediakan permanent key untuk perhitungan dan autentifikasi pelanggan.

2.1.3 Interface dan Protokol pada konfigurasi arsitektur jaringan

Pada LTE, arsitektur interface dan protokol hanya mendukung jaringan packet-switch

dan terbagi atas 2 struktur yaitu user plane dan control plane. Pada gambar arsitektur

interface dan protokol LTE berikut, terdapat protokol-protokol yang berdasar warna putih yang dikembangkan oleh 3GPP, dan yang berdasar warna abu-abu adalah protokol yang dikembangkan oleh IETF.

(33)

Gambar 2.3 User plane Interface and Protocol 2.1.4 Teknik Multiple Akses

Untuk teknik multiple akses, LTE menggunakan orthogonal frequency-division multiple access (OFDMA) pada sisi downlink dan Single Carrier Frequency Division MultipleAccess (SC-FDMA) pada sisi uplink.

2.1.4.1 Downlink

Pada sisi downlink, LTE menggunakan OFDMA yang merupakan varian dari

Othogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) untuk versi Multi User akses dimana OFDM sangat cocok untuk komunikasi data rate tinggi dan pada kondisi lingkungan multi path yang menyebabkan delay spread. Pada OFDMA, Multiple access dicapai dengan mengalokasikan subset dari subcarrier untuk masing-masing satu user. Skema tersebut memungkinkan low data rate transmission dari beberapa

user. OFDM menggunakan sejumlah subcarrier yang sempit untuk transmisi multi-carrier, seperti dijelaskan pada gambar berikut. Pada domain frekuensi, jarak antar

(34)

Gambar 2.4 Resource block fisik downlink LTE

(35)

Gambar 2.5 Alokasi subcarrier OFDM dan OFDMA

2.1.4.2 Uplink

Pada sisi uplink, pertimbangan utama adalah keterbatasan daya di sisi terminal sehingga dibutuhkan teknik yang dapat mengkompensasi nilai PAPR yang tinggi pada teknik OFDM normal dimana hal tersebut membutuhkan penguat daya yang mahal dan tidak efisien di sisi pengguna. LTE menggunakan versi pre-coded dari OFDM yang disebut Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SCFDMA). SC-FDMA dapat mengelompokan sejumlah resource block dengan satu cara tertentu sehingga mengurangi kebutuhan kelinieran dan juga konsumsi daya. Pada SC-FDMA, sinyal direpresentasikan oleh subcarrier diskrit yang merupakan

singlecarrier dan subcarrier tersebut tidak dimodulasikan secara independen. Hasilnya PAPR pada SC-FDMA lebih rendah dibandingkan OFDM.

2.1.5 Struktur Radio Frame

(36)

Gambar 2.6 Struktur radio frame FDD

Pada struktur radio frame FDD, berdurasi 10 ms, terbagi atas 20 slot yang masing-masing berdurasi 0.5 ms, setiap slot terdiri atas 7 simbol OFDM termasuk cyclic prefix (CP). Dan sebuah su-frame terdiri atas 2 slot.

2.1.5.1 Parameter Modulasi

(37)

Gambar 2.7 Prameter Modulasi OFDM

Penggunaan long CP dan short CP tergantung dari delay spread kanal. Ketika short

CP digunakan, simbol OFDM yang pertama dalam sebuah slot memiliki CP yang

sedikit lebih panjang dibanding enam simbol OFDM yang tersisa. Hal ini bertujuan untuk menjaga slot timing 0,5 ms.

Gambar 2.8 Durasi cyclic prefix

2.1.6 Konsep MIMO

Salah satu konsep unggulan dari LTE adalah teknik perkalian antena. Teknik ini digunakan untuk meningkatkan ketahanan sinyal dan meningkatkan kapasitas sistem serta data rate. Terdapat beberapa tipe mode akses kanal radio yaitu : SISO, MISO, SIMO dan MIMO. Pada MIMO, menggunakan dua atau lebih antena di sisi pengirim dan penerima. Karena

(38)

Gambar 2.9 mode akses kanal radio

2.2 Teori forecasting

Teori forecasting merupakan teori peramalan pasar atau pengguna. Forecasting

adopsi pasar yang tepat sangat penting dalam perencanaan sumber daya, investasi, pendapatan, pemasaran dan penjualan yang optimal. Metode forecasting kuantitatif untuk suatu produk yang baru digambarkan seperti dalam model kurva berbentuk S (sigmoidal), salah satu model kurva S yang digunakan yaitu model Gompertz.

2.2.1 Model Gompertz

(39)

berikut :

a = tahun dimana terjadi penetrasi 37 % b = koefisien pertumbuhan pelanggan t = waktu perhitungan

Model Gompertz sangat mudah digunakan ketika sejarah penetrasi pelanggan diketahui, sehingga dapat dengan mudah diperoleh prediksi pelanggan yang akan datang.

2.3 Teori Ekonomi

Pengambilan keputusan investasi dalam suatu bisnis, perlu dipertimbangkan melalui evaluasi berdasarkan ukuranukuran yang jelas. Kriteria yang digunakan untuk mengukur rencana investasi akan menggunakan metoda Discounted Cash Flow

(DCF), yaitu terdiri dari : 1. Net Present Value (NPV) 2. Internal Rate Return (IRR) 3. Payback Period (PBP)

2.3.1 NPV

NPV digunakan untuk memberikan penilaian kepada pemasukan (cash inflow) dan pengeluaran (cash outflow) yang didasarkan pada nilai sekarang. Dari estimasi cash flow selama umur investasi dengan suku bunga tertentu, dapat dihitung nilai NPV dengan menggunakan rumus berikut :

(40)

CFt = aliran cash pertahun pada periode t i = suku bunga

Co = investasi awal pada tahun ke-nol n = jumlah tahun

t = tahun ke t

Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV adalah sebagai berikut :

1. NPV > 0 (positif); berarti proyek tersebut dapat menciptakan arus masuk kas dengan prosentase lebih besar dibanding biaya peluang modal yang ditanamkan. 2. NPV = 0 ; proyek kemungkinan dapat diterima karena arus masuk kas sama dengan peluang modal yang ditanamkan.

3. NPV < 0 (negatif); proyek tersebut tidak layak diimplementasikan.

2.3.2 IRR

Metode IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh arus kas bersih setelah dikalikan dengan discounted factor atau telah dibuat nilai sekarangnya (present value), yang nilainya sama dengan biaya investasi. Nilai IRR dapat dihitung dengan mencari tingkat bunga (discounted rate) yang akan menghasilan NPV sama dengan nol. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dengan :

CFt = aliran cash pertahun pada periode t Co = investasi awal pada tahun ke-nol n = jumlah tahun

(41)

2.3.3 PBP

PBP adalah suatu periode yang menunjukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam proyek tersebut dapat kembali. Dirumuskan sebagai berikut :

PBP = Co / C

Dengan :

PBP = payback period

(42)

BAB III

MODEL SISTEM

3.1 LTE

Teknologi LTE diprediksi akan menjadi teknologi pilihan bagi operator 2G/3G untuk melakukan evolusi ke jaringan 4G. Sehingga menjadi sangat penting untuk dilakukan analisis tekno ekonomi implementasi LTE release 8 pada operator 2G/3G existing. Pada tesis ini digunakan skema MIMO 2x2 dengan parameter LTE sebagai berikut :

Tabel 3.1 Parameter sistem LTE

Parameter Uplink Dowlink

Bandwidth sistem 20 MHz 20 MHz Multiple Access SC-FDMA OFDMA

Modulasi QPSK, 16 QAM QPSK, 16 QAM,64QAM Frekuensi 2530-2550 MHz 2630-2650 MHz

FFT Size 2048 2048

F sampling 30,72 MHz 30,72 MHz Resource block 100 RB 100 RB

Time Slot 0,5 ms 0,5 ms

dan parameter link budget adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Parameter link budget

Parameter Uplink Dowlink

Tx power 23dBm 46 dBm

Tx Antena Gain 2 dBi 18 dBi

Tx Cable loss (-) 2 dB

Rx Noise Figure 2 dB 7 dB Rx SINR (-) 7dB QPSK (-) 7dB QPSK

Rx Cable loss 2 dB (-)

(43)

Rx Antenna Gain 18 dBi 2 dBi

MHA gain 2 dB (-)

Control channel overhead (-) 1 dB Shadow Fading margin 5.13 dB 5.13 dB

Penetration loss 10dB 10dB

3.2 Jenis user dan layanan

Untuk menentukan jumlah kebutuhan trafik dengan jumlah pelanggan tertentu, diperlukan pengelompokan jenis user dan layanan.

3.2.1 Jenis user

Jenis user diperlukan untuk menentukan kebutuhan trafik pada jaringan. Pada tesis ini, terdapat dua jenis user sebagai asumsi yaitu :

1. Bisnis/pengusaha

Merupakan konsumen yang bekerja. Pada konsumen bisnis, kebanyakan konsumsi pemakaian lebih besar karena disamping untuk keperluan pribadi, juga digunakan untuk keperluan pekerjaan. Dengan pertimbangan tersebut, konsumen bisnis bersifat boros. Karakteristik layanan yang digunakan biasanya membutuhkan data rate yang tinggi mencapai > 4 Mbps.

2. Residensial

Merupakan konsumen selain konsumen bisnis. Penggunaan trafik lebih hemat dan biasanya digunakan untuk layanan yang berorientasi untuk pribadi. Pada jenis konsumen ini, jenis layanan yang digunakan membutuhkan data rate yang lebih rendah dibandingkan jenis pelanggan bisnis berkisar 256 Kbps – 4 Mbps.

3.2.2 Jenis layanan

(44)

tesis ini :

1. Layanan Gold

Spesifikasi layanan ini ditujukan untuk pelanggan bisnis dengan pendekatan beberapa asumsi sebagai berikut :

• Diasumsikan kebutuhan layanan kecepatan data yang lebih tinggi dan penggunaan lebih boros.

• Kontrak data atau Service Level Agreement(SLA) rate maksimum sebesar 2 Mbps. • Distribusi pengguna layanan gold diasumsikan moderate dengan pertimbangan bahwa tarif layanan

Gold lebih mahal.

Dari pendekatan asumsi tersebut, dimodelkan distribusi pelanggan untuk layanan gold yaitu terdiri dari 70% total user bisnis dan 10% total user residensial. Sehingga memenuhi asumsi bahwa pelanggan bisnis lebih tertarik menggunakan layanan gold

dikarenakan kemampuan mereka untuk membayar.

2. Layanan Silver

Layanan silver ditujukan untuk pelanggan residensial sehingga akan lebih murah. Pendekatan asumsi yang digunakan yaitu :

• Kebutuhan layanan kecepatan data lebih rendah dan penggunaan bersifat moderate. • SLA rate minimum yaitu 1Mbps.

• Distribusi pengguna layanan silver diasumsikan optimis, dengan pertimbangan kompetisi antar

operator menyebabkan pelanggan akan lebih memilih harga tarif yang lebih murah. Dari pendekatan asumsi tersebut, dimodelkan distribusi pelanggan untuk layanan

(45)

3.3 Arsitektur jaringan LTE Co-existance dengan 3G UMTS

Operator selular membutuhkan suatu skema peningkatan kapasitas dan kualitas jaringan agar dapat terus memenuhi kebutuhan pelanggan dan memenangkan kompetisi pasar. Pada tesis ini operator selular existing menggunakan skema implementasi LTE secara co-existance dengan perangkat 3G

UMTS dan saling interoperability. Pada skema ini, operator diuntungkan dengan adanya pemanfaatan jaringan 3G existing.

Sehingga dari segi kapasitas dan kualitas dapat terjaga dan dapat mengurangi biaya pengeluaran. Berikut arsitektur jaringan LTE dengan interoperability ke 3G UMTS :

Gambar 3.1 Arsitektur jaringan U/L

Dari struktur jaringan di atas, diperlukan beberapa upgrade baik software maupun

hardware untuk jaringan 3G UMTS agar dapat melakukan interoperability dengan jaringan LTE, yaitu :

(46)

2. Upgrade software/hardware di SGSN agar support S3/S4 interface. 3. Di sisi user, perangkat mobile harus support untuk jaringan LTE dan 3G.

3.4 Co-existance LTE dengan jaringan 3G UMTS

Implementasi jaringan LTE dilakukan secara sharing / co-existence dengan jaringan 3G UMTS. Hal tersebut dilakukan sebagai strategi untuk menurunkan biaya CAPEX / OPEX yang dikeluarkan operator. Dalam tesis ini digunakan skema co-site BTS solution dengan band frekuensi yang beda dengan band frekuensi 3G UMTS existing dimana co-existence site denganmemisahkan feeder dan antena.

Keunggulan :

• Tidak ada loss yang ditimbulkan akibat sharing feeder maupun antena.

• Perencanaan dan optimisasi LTE dapat dilakukan secara maksimal tanpa mengganggu kondisi jaringan 3G existing

Kelemahan :

• Dibutuhkan cost untuk feeder dan antena

(47)

Pada konfigurasi co-existence ini, ada 2 kemungkinan konfigurasi :

Baseband unit proccessing menyatu di kabinet 3G. Keunggulan konfigurasi ini yaitu hemat biaya untuk tempat, daya dan perawatan. Namunkelemahannya yaitu diperlukan upgrade di sisi NodeB agar mendukung perangkat LTE dan harus dengan vendor perangkat yang sama (dalam kasus ini menggunakan perangkat Huawei dengan tipe BTS3900 dan BTS3900A).

Gambar 3.3 Skenario konfigurasi 1

(48)

Gambar 3.4 Skenario konfigurasi 2

Beberapa langkah yang diperlukan untuk kondisi tersebut yaitu :

1. Implementasi eNB LTE di satu tempat BTS yang sama dengan UTRAN / NodeB. 2. Penambahan hanya module baseband / radio resources dan Radio frekuensi LTE (khusus skenario 2).

3. Penggunaan secara bersama-sama jaringan Backhaul dengan terlebih dahulu melakukan upgrade kapasitas backhaul jaringan.

4. Upgrade software RNC, SGSN agar pada kondisi LTE ready.

5. Upgrade NodeB agar pada kondisi LTE ready (khusus skenario 1).

3.5 Data Populasi potensial penduduk

(49)

teknologi broadband tersebut. Berikut data populasi potensial daerah Jakarta Barat tahun 2010 :

Tabel 3.3 Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 Provinsi DKI Jakarta - Diunduh pada tanggal 30-05-2014 3174010 KEMBANGAN 137138 134847 271985 101,7 69857 11258,92 3174020 KEBON JERUK 168562 164741 333303 102,32 84974 18898,26 3174030 PALMERAH 101885 96836 198721 105,21 49852 26475,31 3174040 GROGOL

PETAMBURAN 109740 112598 222338 97,46 64971 22246,26 3174050 TAMBORA 123636 113338 236974 109,09 60125 43897,08 3174060 TAMAN SARI 54768 54788 109556 99,96 31929 14170,45 3174070 CENGKARENG 265732 248188 513920 107,07 139213 19363,83 3174080 KALI DERES 202985 192163 395148 105,63 107421 13072,21 3174TOT KOTA JAKARTA

BARAT 1164446 1117499 2281945 104,2 608342 18536,99

Dengan melakukan perkalian antara addressable market dengan jumlah penduduk, maka akan diperoleh data potensial pelanggan untuk masing-masing jenis pelanggan berdasarkan clutter :

Tabel 3.4 Hasil Clutter wilayah area Jakarta Barat

Clutter Wilayah Per Kota (Map Info Quantity)

KEBON JERUK 3,89 11,28 15,18

PALMERAH 2,18 2,35 4,52

(50)

PETAMBURAN

TAMBORA 0,37 1,59 1,95

TAMAN SARI 1,07 1,07 2,14

CENGKARENG 8,07 26,07 34,14

KALI DERES 1,22 21,91 23,13

Grand Total 28,04 91,46 119,49

3.6 Jumlah Pelanggan

Jumlah pelanggan diperoleh dengan cara mengalikan keempat faktor penentu yang sudah dijelaskan sebelumnya sehingga akan diperoleh prediksi jumlah pelanggan setiap tahun. Jumlah pelanggan yang dimaksud merupakan jumlah orang atau user

yang dapat memberikan ARPU kepada operator.

3.7 Prediksi Pasar

(51)

Gambar 3.5 Model Prediksi Pasar

3.8 Perencanaan Teknologi LTE

Dalam tesis ini digunakan metoda capacity and coverage estimation untuk melakukan perencanaan dimensioning teknologi LTE. Dari metoda tersebut akan diperoleh kapasitas dan jangkauan jaringan LTE yang kemudian dapat dijadikan acuan untuk memperoleh jumlah base station yang dibutuhkan untuk mampu menangani prediksi trafik dan luas geografis layanan. Berikut ini blok diagram yang digunakan :

Gambar 3.6 Perencanaan Teknologi LTE

3.8.1 Frequensi

(52)

frekuensi yang akan digunakan untuk LTE maupun WIMAX. Berikut tabel potensi alokasi frekuensi yang dapat digunakan untuk LTE.

3.8.2 Capacity and Coverage Estimation

Capacity and coverage estimation, digunakan untuk mengetahui jumlah base station/eNodeB yang dibutuhkan untuk mampu menangani trafik dan wilayah cakupan area yang ada. Capacity Estimation merupakan estimasi kapasitas jaringan/sistem yang diperlukan untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki sistem untuk melayani demand trafik, sehingga dapat diperoleh jumlah perangkat yang dibutuhkan untuk memenuhi demand trafik tersebut.

LTE menggunakan skema adaptif modulation. Dengan menggunakan tabel hasil simulasi antara nilai SINR dan Modulation Code Scheme (MCS), maka akan diperoleh data rate per MCS dengan menggunakan persamaan berikut :

Data rate = 12 subcarrier x 7 symbol OFDM x 100 RB x 2slot x code rate x Modulation bit x (100%- 20%) x overhead x gain MIMO ……. (3.1)

Setelah diperoleh data rate per MCS, kemudian dapat ditentukan data rate yang ada dalam satu sel dengan menggunakan persamaan berikut :

Sel throughput = _(SINR probability x ThroughputSINR)

………...…. (3.2)

(53)

menggunakan perhitungan Link budget dan model Path Loss Cost-231 Hata. Perhitungan Link Budget diperlukan untuk menentukan redaman maksimum dari propagasi gelombang radio yang masih diijinkan agar eNodeB dan UE masih dapat berkomunikasi dengan baik pada daerah cakupan atau disebut juga Maximum allowable Pathloss. MAPL dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

MAPL = EIRP – minimum signal strength required + gain - loss - margin

...(3.3)

EIRP = Max Tx power – cable loss – body loss + antenna gain ...

(3.4)

MSSR = Rx sensitivity- Antenna gain + Cable loss + body loss + interference margin (3.5)

Setelah diketahui redaman maksimum, kemudian dapat ditentukan jari-jari sel dengan menggunakan rumus model link propagasi COST-231 Hata sebagai berikut :

PL(dB)= 46,3+33,9log f - 13,82loghb - ahm + (44,9-6,55log hb) log d + C... (3.6)

Dengan :

F= frekuensi (2,6 Ghz) hb = tinggi base station

hm= tinggi mobile user

d = jari-jari sel

(54)

persamaan sebagai berikut :

Urban : Cm = 3dB ahm = 3,2 (log(11,75hm))2-4,97

Dense-Urban : Cm = 0 dB ahm = (1,1logf-0,7)hm)-(1,56log)

Setelah diperoleh jari-jari sel, kemudian dapat diperoleh luas sel dengan menggunakan persamaan berikut :

S = K r2 ...(3.7)

Dengan nilai konstanta K adalah 1.95 dan r adalah jarak jangkauan sel-sel. Nilai K didasarkan pada konfigurasi sel yang digunakan pada tesis ini menggunakan konfigurasi sel dengan 3 sektor yang masing-masing sektor dimodelkan secara hexagonal.

Pemilihan konfigurasi ini berdasarkan pertimbangan bahwa trafik yang akan

di-generate pelanggan cukup besar karena layanan layanan yang ada di LTE berbasis

(55)

Gambar 3.7 Konfigurasi sel hexagonal dengan 3 sektor

3.8.3 Prediksi Trafik

Besar trafik dapat diperkirakan dengan melakukan prediksi trafik berdasarkan prediksi pelanggan pada masing masing-masing jenis user dan kelas layanan. Dari masing-masing

kelas layanan dilakukan prediksi trafik berdasarkan overbooking factor.

3.8.4 Luas Georgrafis

Data luas geografis berupa luas wilayahJakarta Barat dijabarkan sebagai berikut : Tabel 3.5 Luas Wilayah Jakarta Barat

City Name Target Coverage Area (km^2)

KEMBANGAN 24,64

KEBON JERUK 17,51

(56)

GROGOL PETAMBURAN 11,29

TAMBORA 5,49

TAMAN SARI 4,37

CENGKARENG 27,93

KALI DERES 27,39

3.8.5 Dimensioning Jaringan

Dimensioning Jaringan dilakukan dengan melakukan optimasi di sisi kapasitas dan jangkauan berdasarkan hasil yang diperoleh dari keempat faktor sesuai blok diagram di atas. Keluaran yang diperoleh berupa jumlah kebutuhan peralatan yang akan diimplementasikan.

Peralatan yang akan diimplementasikan sesuai dengan skema jaringan yaitu peralatan EUTRAN, EPC, Backhaul, dan juga interkoneksi antara jaringan LTE dan 3G. Berikut prosedur perhitungan dan dimensioning jaringan berdasarkan capacity :

Gambar 3.8 Proses Capacity Estimation

(57)

Gambar 3.9 Proses Coverage Estimation

3.9 Cost Estimation

Komponen biaya terdiri atas CAPEX dan OPEX yang diperoleh berdasarkan penyesuaian harga perangkat 3G UMTS. Berdasarkan referensi harga LTE diperkirakan 1,5 kali harga perangkat 3G UMTS. Hal tersebut dikarenakan teknologi LTE yang masih bersifat baru dan kapasitas yang lebih besar dibandingkan 3G UMTS. Sedangkan harga lisensi frekuensi juga diasumsikan sebesar 1,5 kali harga lisensi 3G terdahulu, hal tersebut dikarenakan penggunaan frekuensi ini adalah untuk sektor telekomunikasi umum dan juga khusus untuk frekuensi band VII, masih digunakan oleh operator lain. Sehingga kemungkinan besar harga penawaran lelang frekuensi ini akan 83 lebih mahal dari harga lelang 3G sebelumnya. Berikut ini daftar komponen biaya LTE :

Tabel 3.6 Harga perangkat

(58)

MME $85,554.91

Up Front Fee/lisensi $75,009.36

Tabel 3.7 Biaya operasional

Tipe HARGA

Promotion and

Marketing 5% dari Revenue per tahun Biaya Umum &

Administrasi 10% dari Revenue per tahun

SDM Resource multiply average income/year, improvement 5%/year

20% from CAPEX_Existing 3G dan akan ditambahkan 10% tiap tahunnya

(59)

3.10 Model Tekno-ekonomi

Model tekno ekonomi yang digunakan pada tesis ini adalah adalah model Bottom up. Model ini dipilih karena cukup memberikan tuntunan umum dan menyeluruh untuk mengidentifikasi masukan, mempertimbangkan beberapa parameter masukan seperti :

Revenue

 CAPEX

 OPEX

 Discount Rate

Sedangkan keluaran dari fungsi model ini antara lain :

 NPV

 IRR

 Pay Back Period

(60)

Gambar 3.10 Model Tekno Ekonomi

3.10.1 Prediksi Revenue implementasi LTE

Revenue merupakan jumlah antara perkalian dari service tarif dan jumlah pelanggan yang menggunakan layanan tersebut. Besarnya tarif LTE pada tesis ini diasumsikan sama dengan tarif existing jaringan 3G, sehingga pelanggan tidak diberatkan dengan adanya kenaikan tarif. Selain itu dalam pembangunan jaringan LTE ini memanfaatkan jaringan existing, jadi tidak memakan biaya yang besar dalam pembangunannya. Berdasarkan referensi, berikut merupakan tarif layanan data H3I :

Tabel 3.8 Ketetapan Layanan dan Tarif H3I

Data Layanan

Silver Gold

Kecepatan <2 Mbps >2 Mbps

Biaya

Pendaftaran Rp0,00 Rp0,00

(61)

Abodemen -

-Over Kuota Rp0,00 Rp0,00

Tarif Bulanan 50.000,00 100.000,00

3.10.2 CAPEX

Dengan metode perencanaan pembangunan ini, tidak akan memakan biaya terlalu besar. Adapun CAPEX yang diperhitungkan pada tesis ini adalah :

 Biaya perangkat tambahan beberapa New module yang akan di install di sisi BTS dan BSC

 Biaya upgrade software & Lisence di BSC, PDSN, AAA, CWIN

 Biaya instalasi perangkat

3.10.3 OPEX

OPEX merupakan alokasi biaya operasi dan perawatan jaringan LTE. Secara garis besar, biaya OPEX meliputi:

 biaya personal (SDM)

 Biaya operasional dan maintenance

 Biaya pemasaran dan Administrasi.

 Biaya interkoneksi

Pengambilan besaran OPEX ini berdasarkan data annual report H3I.

(62)

rata-rata yaitu 7 tahun.

Penentuan umur teknis perangkat jaringan telekomunikasi tersebut berdasarkan pertimbangan material dasar bahan produk dan juga perkembangan teknologi software dan hardware pendukung, seperti teknologi bahan metal untuk casing, teknologi mikro/nano chip, termasuk pertimbangan kondisi suhu iklim ruangan.

Penentuan awal investasi dimulai dari tahun 0 yaitu tahun 2014. Pada perhitungan, mulai tahun 2014 sudah mengalami komersial karena pembangunan sudah mulai dilaksanakan dan di promosikan. Suku bunga yang dipakai sesuai dengan data suku bunga pinjaman Bank swasta yang ada di Indonesia, berdasarkan referensi rate BI sebesar 6,5%, maka suku bunga kredit yang ideal adalah 13 %.

3.10.4 Discount Rate

Discount rate adalah bunga dibagi dengan modal termasuk bunga, yang adalah tingkat bunga dibagi dengan 100% ditambah tingkat bunga. Ini adalah tahunan faktor diskon untuk diterapkan pada arus kas masa depan, untuk menemukan diskon, dikurangi dari nilai masa depan untuk menemukan nilai satu tahun sebelumnya.

(63)

berpengaruh terhadap implementasi jaringan LTE.

Dari hasil yang diperoleh dilakukan analisa sensitivitas dari berbagai parameter untuk mendapatkan beberapa kondisi sehingga diketahui nilai batas atas dan batas bawah kelayakan.

3.10.6 Sensitivitas Ekonomi

Pada tesis ini dilakukan analisis sensitivitas kelayakan ekonomi NPV terhadap beberapa parameter yaitu : ARPU, CAPEX, OPEX, Kurs dan penetrasi pelanggan. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan parameter dominan yang berpengaruh terhadap implementasi jaringan LTE.

BAB IV

ANALISA DAN SIMULASI

4.1 Analisa Teknologi Jaringan

(64)

Dimensioning jaringan LTE.

4.1.1. Forecasting Pertumbuhan Pelanggan

Dalam melakukan prediksi kapasitas jaringan, dilakukan dengan capacity estimation dimana metode yang dilakukan untuk menentukan jumlah site yang dibutuhkan untuk dapat mengcover suatu wilayah berdasarkan trafik yang ada di wilayah tersebut. Prediksi kapasitas dilakukan pada jaringan LTE sesuai dgn layanan service existing PS.

Dalam perhitungan kapasitas jaringan LTE, diperlukan data populasi

coverage BTS di H3I. Data tersebut akan digunakan utk pendekatan jumlah pelanggan H3I area tiap kota di Jakarta Barat. Dalam melakukan prediksi jumlah pelanggan area Jakarta Barat berdasarkan data jumlah pelanggan H3I.

Seperti dijelaskan pada bab 3 sebelumnya, bahwa forecasting pertumbuhan pelanggan LTE diperoleh dari data jumlah pelanggan existing, kemudian

(65)

0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000

Prediksi Pelanggan 3

Grafik 4.1 Jumlah Pelanggan Data kota Jakarta Barat

4.1.2. Forecasting Pertumbuhan Trafik

Perhitungan trafik diperlukan untuk memprediksi trafik yang akan membebani jaringan. Distribusi penggunaan aplikasi tersebut dapat dilihat pada tabel diatas. Berdasarkan data trafik jaringan existing Performance, diperoleh prediksi trafik untuk CS dan PS seperti pada grafik berikut.

Berdasarkan referensi dan standar LTE, QoS layanan terbagi atas

conversational, streaming, interactive dan background dimana untuk kelas layanan

(66)

54% 46%

Persentase Berdasarkan Tipe Pelanggan

Grafik 4.2 Distribusi Asumsi Pelanggan Trafik untuk Setiap Aplikasi

Berdasarkan distribusi penggunaan Grafik diatas, maka dapat dihitung kebutuhan trafik yang diperlukan pelanggan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Dreserved = 25%x50 + 10%x32 + 12.5%x64

Dshared_G = 32.5%xBWG + 20%x(BWG-(50+32+64) Dshared_S = 32.5%xBWS + 20%x(BWS-(50+32+64) Traffic_G = Dreserved + Dshared_G/OBF

Traffic_S = Dreserved + Dshared_S/OBF

dengan :

Dreserved = Data rate minimum yang dibutuhkan untuk aplikasi CBR

Dshared_S = Data rate yang di share untuk kelas layanan Silver untuk aplikasi VBR/BE

Dshared_G = Data rate yang di share untuk kelas layanan Gold untuk aplikasi VBR/BE.

(67)

OBF = overbooking factor.

OBF adalah faktor yang mempresentasikan distribusi pelanggan yang menggunakan jaringan, dengan asumsi bahwa dalam waktu 1 jam, tidak semua pelanggan melakukan jenis aplikasi dalam waktu yang sama. Sebagai contoh, tidak semua pelanggan melakukan download pada waktu yang sama dan tidak semua pelanggan mengakses ke jaringan dalam waktu yang sama sehingga ada pelanggan yang hanya

idle saja. Untuk jenis pelanggan silver, OBF bernilai 20 sedangkan untuk jenis pelanggan gold, OBF bernilai 10. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar pelanggan

gold mendapatkan prioritas lebih dibandingkan dengan pelanggan silver.

Dari hasil perhitungan, rata-rata trafik yang dihasilkan per pelanggan per jenis pelanggan diperoleh sebesar 49,12 Kbps untuk pelanggan silver dan 157,28 Kbps untuk pelanggan gold. Terlihat bahwa pelanggan gold menghasilkan trafik yang lebih besar, hal tersebut dikarenakan service level agreement (SLA) untuk jenis layanan ini sebesar 2Mbps sedangkan pelanggan silver hanya 1Mbps.

Dengan data trafik rata-rata tersebut, dapat diperoleh total trafik yang dihasilkan pelanggan dengan menggunakan persamaan :

Vbh-Bisnis = ∑2020((70% xNi bisnis x30%xVgold) + (30%xNi bisnis x 20%

xVsilver))

Vbh-Res = ∑2020((90% xNi res x10%xVsilver) + (10%xNi res x10% xVgold))

Vbh total = Vbh-Bisnis + Vbh-Res

Dengan :

Vbh = volume trafik saat busy hour

70 % = distribusi pelanggan bisnis 90% = distribusi pelanggan residensial

10 % = distribusi pelanggan gold pada saat busy hour

20% = distribusi pelanggan silver pada saat busy hour

(68)

Vsilver = trafik pelanggan silver yaitu 90,49 Kbps Vgold = trafik pelanggan gold yaitu 157,28 Kbps

Sehingga diperoleh kebutuhan trafik berdasarkan jenis pelanggan adalah grafik berikut :

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 0

Prediksi Trafik tiap Jenis Pelanggan untuk area Dense Urban

Kb

ps

Grafik 4.3 Prediksi Trafik Berdasarkan Jenis Pelanggan untuk Area Dense Urban (a)

Area Dense Urban (a)

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 0

Prediksi Trafik tiap Jenis Pelanggan untuk area Urban

Kb

ps

(69)

Pada gambar di atas, terlihat bahwa trafik bisnis lebih besar dari pelanggan residensial sesuai dengan data statistik penduduk dengan laju pertumbuhan pelanggan yang lambat pada periode awal dan kemudian meningkat pada periode akhir. Sedangkan jika dilihat berdasarkan jenis layanan, diperoleh pertumbuhan trafik pelanggan sebagai berikut :

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 0

Prediksi Trafik tiap Layanan untuk area Dense Urban

Kb

ps

Grafik 4.5 Prediksi Trafik Berdasarkan Jenis Layanan untuk Area Dense Urban (b) Urban (b)

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 0

Prediksi Trafik tiap Layanan untuk area Urban

Kb

ps

(70)

4.1.3 Capacity Planning

Capacity planning ini diperlukan untuk menentukan jumlah BTS yang diperlukan untuk dapat mengcover suatu wilayah berdasarkan trafik yang ada di wilayah tersebut. Proses perhitungan capacity planning ini dijelaskan pada gambar sebelumnya.

4.1.3.1 Perhitungan Kapasitas Per BTS

Pada perancangan jaringan ini, radio BTS menggunakan konfigurasi 3 sektor dengan masing masing site memiliki 2 carrier. Untuk menghitung kapasitas tiap BTS diperlukan distribusi SINR per Modulation scheme. Dari data tersebut diperoleh bahwa SINR minimum di tepi sel adalah sebesar -12 dB dengan menggunakan modulasi QPSK 1/5. Semakin tinggi skema modulasi yang digunakan, dibutuhkan power yang semakin tinggi sehingga dibutuhkan

Dengan menggunakan data tersebut, diperoleh MAPL per masing-masing MCS dari perhitungan Link Budget, kemudian diketahui radius jangkauan sel dengan menggunakan model path loss Cost-231 hata. sehingga dapat diperoleh distribusi masing-masing skema modulasi berdasarkan perbandingan luas wilayah jangkauan per masing-masing skema modulasi. Berikut tabel distribusi MCS berdasarkan perbandingan luas wilayah pada daerah Dense-Urban dan Urban.

Pada tabel tersebut, terlihat bahwa untuk skema modulasi QPSK 1/5 menghasilkan data rate terkecil yaitu 17,92 Mbps. Sedangkan skema modulasi 16QAM 3/4 menghasilkan data rate tertinggi yaitu 120.96 Mbps. Data rate maksimum 120.96 Mbps dapat dicapai ketika hanya ada 1 pengguna pada sel tersebut dan pada posisi jangkauan dimana skema modulasi 16 QAM 3/4 tercapai. Berikut adalah tabel data rate per MCS dengan menggunakan rumus perhitungan 3.1.

(71)

MCS Code Rate x mod bit Datarate (Mbps) Gain MIMO (Mbps)

QPSK 1/3 0.67 8.96 17.92

QPSK 2/3 1.33 17.92 35.84

QPSK 3/4 1.50 20.16 40.32

16 QAM 1/2 2.00 26.88 53.76

16 QAM 2/3 2.67 35.84 71.68

16 QAM 3/4 3.00 40.32 80.64

64 QAM 2/3 4 53.76 107.52

64 QAM 3/4 4.5 60.48 120.96

64 QAM 4/5 4.8 64.512 129.024

64 QAM 5/6 5 67.2 134.4

Berikut ini adalah total kapasitas tiap BTS dengan konfigurasi 3 sektor 2 carrier setelah disesuaikan dengan bussy hour average loading dan faktor penjaga

user mobile.

4.1.3.2 Perhitungan jumlah BTS

Dengan menggunakan persamaan dalam perhitungan capacity planning yaitu :

Capacity Planning = Total Subs Number/(Average Throughput per Site/Average Throughput per Sub)

(72)

0

CS Traffic and PS Traffic 2014

PS Traffic (Erlang) CS Traffic (Erlang)

Grafik 4.6 Estimasi Jumlah BTS Berdasarkan Capacity Analisis

4.1.4 Analisis Coverage

Dalam melakukan analisa prediksi coverage jaringan, dilakukan dengan metode coverage estimation, dimana metode yg dilakukan untuk menentukan jumlah site yg dibutuhkan untuk dapat mengcover suatu wilayah berdasarkan luas wilayah.

Untuk penerapan di kotamadya Jakarta Barat telah dilakukan penelitian level daya terima di sisi pelanggan pada jarak yang berubahubah mengelilingi BTS. Untuk ketinggian antenna RF mengacu pada referensi data existing H3I yang penulis dapatkan dari pihak Huawei (karena pada LTE ini menggunakan antenna RF existing

, tidak ada penambahan antenna RF). Sedangkan untuk tinggi antena terminal diasumsikan standar 1,5 m, daya pancar BTS sesuai spesifikasi BTS existing

(73)

pengukuran di lapangan dengan perhitungan menggunakan model propagasi Okumura Hatta.

Seperti halnya dalam melakukan prediksi kapasitas, dalam melakukan analisis prediksi coverage jaringan LTE, akan digunakan data existing packet data. Berdasarkan kepadatan penduduknya, wilayah Jakarta Barat terbagi atas 2 bagian, yaitu dense urban dan urban.

4.1.5 Perhitungan link budget

Perhitungan link budget adalah untuk menentukan daya terima minimum yang diterima pelanggan sehingga masih dapat menggunakan layanan dengan baik.

Adapun tahapan perhitungan link budget adalah sebagai berikut:

a. Perhitungan Link budget uplink

Berikut merupakan ringkasan perhitungan link budget uplink berdasarkan beberapa parameter yang telah ditentukan:

Tabel 4.2 Parameter dan perhitungan Link Budget Uplink

Transmitter – UE

Reverse service data rate (kbps) 76,80 cell edge service rate

LTE reverse effective data rate (kbps) 64,00 cell edge effective service rate

ATP Max transmitting power (dBm) 23,00 a AT Feeder cable&connector loss (dB) - b

AT antenna gain (dBi) - c

AT body loss (Db) 3,00 d

AT EIRP (dBm) 20,00 e= a-b+c-d

Receiver – BTS/Node B/eNode B Background thermal noise density

(dBm/Hz) (118,40) f

BS noise figure (dB) 2,00 g

(74)

SINR (dB) (7,00) i BS receiver sensitivity (dBm) (123,40) J=h+i interference margin (dB) 1,00

BS system feeder cable Loss (dB) 2,00

MIMO Gain 3,00

MHA Gain (dB) 2,00

Required minimul received Signal (117,40) Soft handover gain again slow fading (dB) -shadow fading margin (dB) -interference margin (dB) 1,00 buiding penetration loss (dB) 10,00

Max Allowed Propagation loss for cell 126,40 t= e-o+(p-q-r-s)

b. Perhitungan Link budget downlink

Berikut merupakan ringkasan perhitungan link budget downlink berdasarkan beberapa parameter yang telah ditentukan:

Tabel 4.5Parameter dan perhitungan Link Budget Downlink

Transmitter – BTS/Node B, eNode B

Forward effective burst data rate (kbps) 1.024,00 cell edge data rate BS Max traffic channel transmitting

power (dBm) 46,00 a

BS system feeder cable loss (dB) 2,00 b

BS System jumper loss (dB) 0,13 c

BS system connector loss +TMA insertion

loss (dB) 0,50 d

BS antenna gain (dBi) 18,00 e

BS system EIRP (dBm) 61,37 f=a-b-c-d+e

Receiver – UE

Background thermal noise density

(dBm/Hz) (104,50) g

AT Noise figure (dB) 7,00 h

required C/I for forward investigated

service (dB) (3,60) i

(75)

terminal receiver sensitivity (dBm) (106,40)

k=10*log^(g/10)*W) +h+i-j

AT antenna gain (dB) - l

AT feeder cable&connector loss (dB) - m

AT body loss (dB) 1,00 n

Requred minimum received signal (105,40) o=k-(l-m-n)

MIMO Gain 6,00 p

shadow fading margin (dB) 14,99 q

forward interference margin (dB) 4,00 r

Control Channel Overhead 20,00 s

max allowed propagation loss for cell 133,78 t=f-0+(p-q-r-s)

Berdasarkan perhitungan link budget diatas, maka diperoleh nilai MAPL LTE pada tabel berikut:

Berdasarkan data MAPL diatas, dapat dilakukan perhitungan jangkauan sel yang mampu dijangkau tiap BTS dengan menggunakan model path loss Cost-231 Hata. Berikut merupakan asumsi parameter dalam membantu perhitungan area sel :

Tabel 4.5 Parameter perhitungan area sel

UE Height 1.5 m

Antenna Correction factor

suburban 0.0136477 dB

Antenna Correction factor urban 0.00 dB

Dense urban Correction 3.00 dB

Urban correction 0.00 dB

Gambar

Gambar 2.1 Arsitektur dasar jaringan LTE
Gambar 2.2 Control plane Interface and Protocol
Gambar 2.9 mode akses kanal radio
Gambar 3.1 Arsitektur jaringan U/L
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peny nyak akit it ja jant ntun ung g ko kong ngen enit ital al at atau au pe peny nyak akit it ja jant ntun ung g (a (a*a *aan an ad adal alah ah sekumpulan

1) Bakso adalah makan yang sudah merakyat dan merupakan sebagai makanan favorit yang banyak disukai oleh berbagai kalangan, baik dari kalangan anak-anak, remaja, maupun orangtua.

Setiap komponen data dalam sistem informasi manufaktur dapat menunjang proses pengolahan untuk menjadi informasi yang berguna bagi departemen persediaan, departemen

Penelitian ini mencari data empirik yang sistematik dan dalam penelitian ini peneliti tidak dapat mengontrol langsung variabel bebas karena peristiwanya telah terjadi dan

Jadi jelas Pelimpahan wewenang dari Kepala Daerah kepada Sekretaris Daerah atau Perangkat Pengelola Keuangan Daerah, jelas bukan delegasi karena dalam konsep

Lampiran 17 Struktur File kode_pos Lampiran 18 Struktur File pemohon Lampiran 19 Struktur File jalur Lampiran 20 Struktur File kawasan Lampiran 21 Struktur File jenis_reklame

Apa itu Fundamentalis? Oleh karena grup Fundamentalis tertentu yang belakangan ini suka meneror orang, oleh sebab itu nama Fundamentalis kadang terdengar tidak begitu enak.

Dalam beberapa kasus, menjadi social entrepreneur dalam konteks ini mengabdi sebagai volunteer atau amil lembaga zakat belumlah menjadi pilihan utama sebagian