No : 024/S2-PIAS/2016
PENERAPAN JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM
DISTRIC
METER AREA
(DMA) DALAM OPTIMALISASI PENURUNAN
KEHILANGAN AIR FISIK DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS
DAN FINANSIAL (STUDI KASUS : WILAYAH LAYANAN IPA
BENGKURING PDAM TIRTA KENCANA KOTA
SAMARINDA)
TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh :
MUHAMMAD RIZKI SYA’BANI
NIM : 25714003
(Program Studi Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih
dan Sanitasi)
ABSTRAK
PENERAPAN JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM
DISTRICT
METER AREA
(DMA) DALAM OPTIMALISASI PENURUNAN
KEHILANGAN AIR DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS DAN
FINANSIAL (STUDI KASUS : WILAYAH LAYANAN IPA
BENGKURING PDAM TIRTA KENCANA KOTA
SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR)
Oleh :
Muhammad Rizki Sya’bani
NIM : 25714003
(Program Studi Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih
dan Sanitasi)
Permasalahan internal pendistribusian air minum umumnya disebabkan oleh tingginya kehilangan air yang mengakibatkan gangguan layanan serta meningkatnya biaya produksi dan perawatan. IPA Bengkuring merupakan unit pengolahan air tunggal yang mensuplai air di seluruh wilayah Bengkuring, Puspita dan Padat Karya. Pada Tahun 2013, wilayah ini memiliki angka kehilangan air yang
sangat tinggi, yaitu 63 %. Konsep DMA merupakan sebuah strategi dalam
mengelola kehilangan air terutama kehilangan air fisik, yakni dengan membagi satu jaringan pasokan air terbuka menjadi zona-zona terisolasi bermeter yang lebih kecil dan lebih bisa dikelola. Tujuan utama dalam penerapan konsep ini ialah menurunkan kehilangan air fisik. Pada penelitian ini, dilakukan kajian teknis dan finansial terkait kelayakan dari penerapan DMA di wilayah layanan IPA Bengkuring. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah simulasi
hidrolika jaringan (menggunakan Software Epanet), perhitungan neraca air
(menggunakan software WB Easycalc), dan simulasi kelayakan finansial
(menggunakan Net Present Value, Benefit Cost Ratio, dan Payback Period).
tahun ke-13 sesuai standar tekanan rata-rata minimal 5 m. Selain itu ditinjau dari finansial, penerapan DMA Skenario 3 ini membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 3.112.780.000,- dengan NPV, BCR dan PP selama periode analisis 20 tahun berturut-turut sebesar Rp 22.096.998.512,- ; 1,44 ; dan 5,20 tahun. Desain DMA skenario 3 ini memiliki ukuran zona layanan yang relatif kecil untuk meningkatkan
kesadaran “awarness” kebocoran pipa, perbaikan kebocoran secara aktif,
mempermudah operasional penurunan kehilangan air fisik yang pada akhirnya akan mempercepat penurunan angka kehilangan air fisik.
ABSTRACT
APPLICATION OF DISTRICT METER AREA (DMA) FOR
WATER SUPPLY DISTRIBUTION SYSTEM TO REDUCTION
OF WATER LOSSES BASED ON TECHNICAL AND
FINANCIAL ASPECTS (CASE STUDY : BENGKURING WTP
SERVICE AREA, PDAM TIRTA KENCANA IN SAMARINDA
CITY, EAST BORNEO PROVINCE)
By :
Muhammad Rizki Sya’bani
NIM : 25714003
(Master of Water and Sanitation Infrastructure Management)
Internal distribution of drinking water problems are generally caused by high water losses which resulted in service disruptions and rising costs of production and maintenance. Bengkuring WTP is a single water treatment plant that supplies water throughout The Region Bengkuring, Puspita and Padat Karya. In 2013, this region has a number of water losses is very high, namely 63%. DMA concept is a strategy to manage water losses, especially losses of physical water, ie, by dividing the open water supply network into isolated zones yards and a smaller and more manageable. The main objective in the application of this concept is to lower the physical water losses. In this study, carried out technical and financial studies related to the feasibility of the implementation of DMA in Bengkuring WTP service area. The analytical method used in this research is simulating hydraulics network (using Software Epanet), water balance calculation (using software Easycalc WB), and financial feasibility simulations (using the Net Present Value, Benefit Cost Ratio and Payback Period).
investment cost of IDR 3.112.780.000,-; the NPV, BCR and PP over the analysis period of 20 years in a row amounted to IDR 22.096.998.512,-; 1,44; and 5,20 years. DMA Scenario 3 has a size relatively small service zone to increase awareness of pipe leaks, leak repair active, easy operation of the decline of water losses, which in turn will accelerate the decrease in the number of water losses.
PENERAPAN JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM
DISTRICT
METER AREA
(DMA) DALAM OPTIMALISASI PENURUNAN
KEHILANGAN AIR DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS DAN
FINANSIAL (STUDI KASUS : WILAYAH LAYANAN IPA
BENGKURING PDAM TIRTA KENCANA KOTA
SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR)
Oleh
Muhammad Rizki Sya’bani
NIM: 25714003
(Program Studi Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih
Dan Sanitasi)
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Pembimbing
Tanggal ………..
Pembimbing Pertama
(Prof. Ir. Suprihanto Notodarmojo, Ph.D)
Pembimbing Kedua
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut
Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta
ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut
Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus
disertai dengan kaidah ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Sitasi hasil penelitian Tesis ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia sebagai
berikut:
Syabani, Muhammad Rizki. (2016): Penerapan Jaringan Distribusi Sistem District
Meter Area (DMA) dalam Optimalisasi Penurunan Kehilangan Air Ditinjau dari Aspek Teknis dan Finansial (Studi Kasus : Wilayah Layanan IPA Bengkuring PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda Kalimantan Timur), Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.
dan dalam bahasa Inggris sebagai berikut:
Syabani, Muhammad Rizki. (2016): Application of District Meter Area for Water
Supply Distribution System to Reduction of Water Losses Based on Technical and Financial Aspects (Case Study : Bengkuring WTP Service Area, PDAM Tirta Kencana in Samarinda City, East Borneo Province), Master’s Program Thesis, Institut Teknologi Bandung.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Dekan
“Allah meninggikan orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (QS 58:11)
Dengan Rasa Hormat dan Sepenuh Hati.. Saya dedikasikan Tesis ini khusus untuk..
Almamater, Ibunda, Ayahanda, Adinda, dan Almarhumah Kakanda Serta Keluarga Besar Tercinta....
dan Generasi Penerus kelak….
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
ridho, serta kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan tesis
ini. Laporan tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Program Studi Pengelolaan
Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi Institut Teknologi Bandung.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih banyak kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Rasa
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada:
1. Allah SWT, atas segala nikmat dan anugerah-Nya
2. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Syahril Tarmidzi, M.Si dan Ibunda
Dra. Hj. Nur Aisyiyah, serta kedua adik tercinta Iin Fajriyani dan Anna
Fitriana, serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat, doa
dan dukungan untuk selalu berusaha dalam mengejar cita-cita dan
menyelesaikan studi.
3. Prof. Ir. Suprihanto Notodarmojo, Ph.D dan Ir. Yuniati, MT., M.Sc., Ph.D
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya, memberikan
gagasan, arahan, nasehat, dan motivasi yang begitu besar dan sangat
berpengaruh untuk saya serta ilmu-ilmu yang bermanfaat selama pengerjaan
tesis ini.
4. Beasiswa Pendidikan Indonesia dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
(LPDP), Kementrian Keuangan Republik Indonesia, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mendukung penelitian ini.
5. Dr. Ing. Marisa Handajani, S.T., M.T. ; Dr. Sukandar, S.Si., M.T. ; Dr.
Qomaruddin Helmy, S.Si., M.T., sebagai penguji atas segala masukan dan
6. Prof. Dr. Ing. Ir. Prayatni Soewondo, MS, sebagai Ketua Program Magister
Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi (PIAS).
7. Ir. Yuniati, MT., M.Sc., Ph.D ; Emenda Sembiring, ST., MT., M.EngSc., Ph.D ;
dan Dr. Asep Sofyan, S.T, M.T, sebagai koordinator seminar dan sidang magister
Teknik Lingkungan yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran yang
membangun pada karya tulis ini.
8. Seluruh Dosen dan Staf pengajar Program Studi Teknik Lingkungan ITB yang
memiliki peran besar dalam kelancaran kegiatan akademik selama masa studi.
9. Ibu Tita dan Ibu Mimin, serta segenap karyawan di Program Studi PIAS dan
Teknik Lingkungan ITB yang telah banyak berperan dan membantu demi
kelancaran kegiatan administrasi akademik selama masa studi.
10. Bapak Ali Rachman dan Bapak Hasanuddin, selaku pihak PDAM Tirta
Kencana Kota Samarinda Kalimantan Timur beserta staf terkait, terutama
Mustaqim, Anda, Dwi, Lutfi, Iqbal, Geo, Niza, Bang Hilal, Pak Anwar, Pak
Arif, dan rekan lainnya yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
penelitian dan analisis.
11. Febrina Zulya, S.T., M.T. sebagai seseorang yang spesial, yang senantiasa
mendampingi, memberi motivasi, semangat dan dukungan, teman dalam
berbagi suka dan duka, serta berbagi ilmu dalam menjalani perkuliahan dan
penelitian ini baik pada saat program Sarjana hingga Pascasarjana.
12. Rekan seperjuangan PIAS angkatan 2014/I, Febrina, Nuning, Ivan, Murti, Lia,
Mbak Riska, Mbak Wina, Mbak Fathiin, Bu Tutud, Bu Indah, Mas Andi, Mas
Mawan, Pak Yanto, atas kebersamaan dan solidaritas selama perkuliahan.
13. Seluruh pihak lainnya yang telah membantu dalam pelaksanaan Tesis dan
penyusunan laporan ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia.
Bandung, Mei 2016
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... v
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
I.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7
I.6 Sistematika Penulisan Laporan ... 7
Bab II Tinjauan Pustaka ... 9
II.1 Sistem Distribusi Air Bersih ... 9
II.1.1 Definisi Sistem Distribusi ... 9
II.1.2 Klasifikasi Jaringan Perpipaan ... 9
II.1.3 Pola Jaringan Perpipaan ... 10
II.1.4 Sistem Pengaliran Air Bersih ... 13
II.1.5 Sistem Pensuplai Air Bersih ... 15
II.1.6 Komponen Sistem Distribusi Air Bersih ... 16
II.1.7 Hidrolis Jaringan Perpipaan ... 17
II.2 Kehilangan Air ... 21
II.2.1 Definisi Kehilangan Air ... 21
II.2.2 Kerugian Akibat Kehilangan Air ... 22
II.2.3 Manfaat Pengendalian Kehilangan Air ... 23
II.3 Neraca Air (Water Ballance) ... 23
II.4 Pengendalian Kehilangan Air dengan Zoning / DMA ... 25
II.5 Aplikasi Epanet 2.0 dalam Analisa Jaringan Distribusi Air Bersih ... 30
II.5.1 Permodelan dengan Software Epanet 2.0 ... 31
II.5.2 Langkah-Langkah Menggunakan Epanet 2.0 ... 32
II.5.3 Model Jaringan Epanet ... 32
Bab III Metodologi ... 42
III.1 Kerangka Berfikir ... 42
III.2 Tahapan Penelitian ... 45
III.3 Kebutuhan Data ... 46
III.4.1 Analisis Hidrolika Jaringan ... 47
III.4.2 Analisis Kehilangan Air ... 48
III.4.3 Analisis Ekonomi dan Finansial ... 53
III.5 Wilayah Studi Penelitian ... 56
Bab IV Hasil dan Pembahasan ... 57
IV.1 Kondisi Eksisting Wilayah Studi ... 57
IV.1.1 Instalasi Pengolahan Air (IPA) Bengkuring ... 57
IV.1.2 Jaringan Distribusi Bengkuring ... 57
IV.1.3 Karakteristik Pelanggan Bengkuring ... 59
IV.1.4 Fluktuasi Konsumsi Air di Wilayah Studi Bengkuring ... 60
IV.2 Neraca Air Wilayah Studi ... 62
IV.2.1 Komponen Penyusun Neraca Air ... 63
IV.2.2 Hasil dan Analisis Neraca Air Wilayah Studi ... 73
IV.3 Simulasi Epanet Jaringan Distribusi Wilayah Studi ... 78
IV.3.1 Model Jaringan Distribusi Epanet ... 78
IV.3.2 Hasil Simulasi dan Evaluasi Jaringan Distribusi Epanet ... 84
IV.3.3 Validasi Model Jaringan Distribusi Epanet ... 87
IV.4 Simulasi Pembentukan District Meter Area (DMA) ... 91
IV.4.1 Desain DMA Skenario 1 ... 93
IV.4.2 Desain DMA Skenario 2 ... 97
IV.4.3 Desain DMA Skenario 3 ... 101
IV.5 Analisa Perbandingan Desain DMA Awal ... 105
Bab V Rekomendasi Teknis dan Analisa Finansial ... 108
V.1 Rekomendasi Teknis Peningkatan Kinerja DMA (Upgrade DMA) ... 108
V.2 Analisis Finansial ... 115
V.2.1 Kebutuhan Investasi Proyek dan Penilaian Kewajaran ... 116
V.2.2 Proyeksi Volume Air Terjual dan Skenario Penurunan Kehilangan Air ... 117
V.2.3 Proyeksi Biaya Operasional dan Pemeliharaan ... 119
V.2.4 Rencana Proyeksi Pendapatan ... 121
V.2.5 Proyeksi Cashflow ... 123
V.2.6 Valuasi Kelayakan Proyek ... 124
V.3 Tinjauan Teknis Lanjutan ... 126
Bab VI Penentuan Skenario Desain DMA Terpilih ... 129
Bab VII Penutup ... 132
VII.1 Kesimpulan ... 132
VII.2 Saran ... 133
DAFTAR PUSTAKA ... 135
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Skema aliran pola distribusi cabang ... 11
Gambar II.2. Skema aliran pola distribusi gridion ... 12
Gambar II.3. Skema aliran pola distribusi loop ... 13
Gambar II.4. Sistem pengaliran gravitasi ... 14
Gambar II.5. Sistem pengaliran pemompaan ... 14
Gambar II.6. Sistem pengaliran gabungan ... 15
Gambar II.7. Hubungan antar komponen fisik dalam Epanet ... 33
Gambar II.8. Properties editor untuk input data pada junction ... 34
Gambar II.9. Properties editor untuk input data pada reservoir ... 35
Gambar II.10. Properties editor untuk input data pada tangki ... 36
Gambar II.11. Properties editor untuk input data pada pipa ... 38
Gambar II.12. Properties editor untuk input data pada pompa ... 40
Gambar III.1. Kerangka berfikir ... 43
Gambar III.2. Pola Optimalisasi (Skema 1) Pengembangan SPAM ... 44
Gambar III.3. Diagram alir penelitian ... 45
Gambar III.4. Input Neraca Air pada software WB-Easycalc ... 51
Gambar III.5. Konfigurasi desain jaringan DMA ... 55
Gambar III.6. Gambaran umum wilayah penelitian ... 56
Gambar IV.1. IPA Bengkuring ... 57
Gambar IV.2. Sub wilayah layanan IPA Bengkuring... 58
Gambar IV.3. Jaringan Distribusi IPA Bengkuring... 58
Gambar IV.4. Grafik fluktuasi konsumsi air pelanggan di wilayah Bengkuring ... 61
Gambar IV.5 Grafik perbandingan fluktuasi konsumsi air wilayah studi dengan standar Kementerian Pekerjaan Umum... 62
Gambar IV.6 Outline tampilan awal software analisa kehilangan air WB EasyCalc versi 4.04 ... 63
Gambar IV.7 Data volume input sistem distribusi bengkuring periode oktober dan november 2015 ... 64
Gambar IV.8. Data input konsumsi berekening wilayah bengkuring periode oktober dan november 2015 ... 66
Gambar IV.9. Data input konsumsi tak berekening wilayah bengkuring periode oktober dan november 2015 ... 68
Gambar IV.10 Data input konsumsi tak resmi wilayah bengkuring periode oktober dan november 2015 ... 69
Gambar IV.11 Data input ketidakakuratan meter dan kesalahan penanganan data ... 71
Gambar IV.12 Data input teknis perpipaan distribusi wilayah Bengkuring .... 72
Gambar IV.13 Data input suplai air distribusi wilayah Bengkuring ... 72
Gambar IV.14 Neraca air di wilayah layanan distribusi IPA Bengkuring selama periode bulan oktober dan november 2015 ... 73
Gambar IV.15 Persentase air berekening, konsumsi resmi tak berekening, dan kehilangan air tahunan wilayah Bengkuring ... 75
Gambar IV.16 Perpipaan distribusi wilayah layanan IPA Bengkuring ... 80
Gambar IV.18 Metode pendekatan asumsi base demand pada node
berdasarkan jumlah household connection di sekitarnya ...82
Gambar IV.19 Input time patern yang digunakan dalam simulasi epanet ...83
Gambar IV.20 Hasil simulasi tekanan epanet pada jam minimum pukul 02.00 dan jam puncak pukul 07:00 ...85
Gambar IV.21 Hasil simulasi kecepatan aliran epanet pada jam minimum pukul 02.00 dan jam puncak pukul 07:00 ...85
Gambar IV.22 Booster Reservoir Perumahan Puspita ...86
Gambar IV.23 Gambaran lokasi titik validasi tekanan ...88
Gambar IV.24 Proses pemasangan manometer untuk validasi tekanan ...89
Gambar IV.25 Grafik hasil validasi tekanan ...91
Gambar IV.26 Desain pembentukan DMA ...92
Gambar IV.27 Desain standar super DMA ...93
Gambar IV.28 Desain DMA Skenario 1 ...93
Gambar IV.29 Hasil simulasi epanet desain DMA skenario 1 ...94
Gambar IV.30 Perbandingan DMA Skenario 1 ...95
Gambar IV.31 Desain DMA Skenario 2 ...97
Gambar IV.32 Hasil simulasi epanet desain DMA skenario 2 ...98
Gambar IV.33 Perbandingan DMA Skenario 2 ...99
Gambar IV.34 Desain DMA Skenario 3 ...101
Gambar IV.35 Hasil simulasi epanet desain DMA skenario 3 ...102
Gambar IV.36 Perbandingan DMA Skenario 3 ...103
Gambar IV.37 Grafik hasil perbandingan tekanan 3 skenario DMA ...106
Gambar IV.38 Grafik hasil perbandingan kecepatan aliran 3 skenario DMA .106 Gambar V.1. Upgrade perpipaan DMA skenario 1 ...110
Gambar V.2. Upgrade perpipaan DMA skenario 2 ...111
Gambar V.3. Upgrade perpipaan DMA skenario 3 ...112
Gambar V.4. Hasil simulasi upgrade DMA skenario 1 ...113
Gambar V.5 Hasil simulasi upgrade DMA skenario 2 ...113
Gambar V.6 Hasil simulasi upgrade DMA skenario 3 ...114
Gambar V.7 Perbandingan hasil perhitungan proyeksi volume air terjual masing-masing skenario DMA ...119
Gambar V.8. Proyeksi pendapatan (1) seluruh skenario DMA ...122
Gambar V.9. Proyeksi akumulasi pendapatan (2) seluruh skenario DMA ....122
Gambar V.10 Proyeksi cashflow skenario DMA ...124
Gambar V.11 Grafik perbandingan kebutuhan air dengan ketersediaan air oleh masing-masing DMA ...127
Gambar V.12 Grafik penurunan tekanan di wilayah pelayanan bengkuring setiap 5 tahun...128
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Kelebihan dan kekurangan pola distribusi cabang ... 11
Tabel II.2. Kelebihan dan kekurangan pola distribusi gridion ... 12
Tabel II.3. Kelebihan dan kekurangan pola distribusi loop ... 13
Tabel II.4. Koefisien kekasaran relatief (C) ... 19
Tabel II.5. Nilai K untuk perlengkapan pipa ... 20
Tabel II.6. Skema Neraca Air (Water Ballance) ... 24
Tabel II.7. Koefisien kekasaran untuk berbagai jenis pipa ... 39
Tabel II.8. Nilai koefisien minor losses untuk beberapa tipe fitting Epanet .. 40
Tabel III.1. Rekapitulasi keperluan data penelitian ... 46
Tabel III.2. Standar kecepatan aliran air dalam pipa ... 48
Tabel III.3. Matriks target kehilangan air fisik ... 53
Tabel IV.1. Karakteristik pelanggan Bengkuring berdasarkan golongan kelas pelanggan ... 59
Tabel IV.2. Rata-rata konsumsi air pelanggan wilayah bengkuring ... 59
Tabel IV.3 Fluktuasi konsumsi air di wilayah layanan IPA Bengkuring ... 60
Tabel IV.4 Hasil pencatatan angka kubikasi watermeter IPA Bengkuring .... 63
Tabel IV.5. Hasil pencatatan konsumsi berekening wilayah Bengkuring ... 65
Tabel IV.6. Hasil perhitungan jumlah sampling lapangan untuk akurasi meter pelanggan ... 66
Tabel IV.7. Data jumlah pemakaian air secara mandiri oleh IPA Bengkuring ... 67
Tabel IV.8. Estimasi jumlah air terbuang saat pengerjaan operasional lapangan ... 67
Tabel IV.9. Data perpipaan distribusi wilayah Bengkuring ... 71
Tabel IV.10 Data tarif air dan biaya produksi/distribusi air per m3 ... 76
Tabel IV.11 Matriks target kehilangan air fisik ... 78
Tabel IV.12 Setting hydraulic model jaringan distribusi Epanet ... 79
Tabel IV.13 Input data tangki reservoir ... 82
Tabel IV.14 Spesifikasi pompa distribusi Bengkuring ... 84
Tabel IV.15 Spesifikasi pompa distribusi Reservoir Puspita ... 84
Tabel IV.16 Uraian lokasi titik validasi tekanan lapangan ... 88
Tabel IV.17 Hasil validasi rata-rata tekanan lapangan selama 7 hari ... 90
Tabel IV.18 Kebutuhan biaya DMA skenario 1... 96
Tabel IV.19 Kebutuhan biaya DMA skenario 2... 100
Tabel IV.20 Kebutuhan biaya DMA skenario 3... 104
Tabel IV.21 Hasil perbandingan teknis 3 skenario DMA ... 105
Tabel IV.22 Perbandingan biaya investasi 3 skenario DMA ... 107
Tabel V.1 Dasar perhitungan kebutuhan investasi ... 108
Tabel V.2 Rekomendasi teknis DMA skenario 1-3 ... 109
Tabel V.3 Investasi upgrade DMA skenario 1 ... 114
Tabel V.4 Investasi upgrade DMA skenario 2 ... 115
Tabel V.5 Investasi upgrade DMA skenario 3 ... 115
Tabel V.6 Total kebutuhan investasi tahun pertama DMA skenario 1-3 ... 116
Tabel V.7 Penilaian kewajaran investasi DMA skenario 1-3 ... 117
Tabel V.9 Dasar perhitungan proyeksi volume air terjual... 118
Tabel V.10 Dasar perhitungan proyeksi biaya operasional dan pemeliharaan ... 120
Tabel V.11 Asumsi kenaikan biaya operasional pekerjaan DMA ... 120
Tabel V.12 Biaya operasional dan pemeliharaan rata-rata per tahun selama periode analisis 20 tahun ... 121
Tabel V.13 Dasar perhitungan proyeksi pendapatan ... 121
Tabel V.14 Acuan dasar perhitungan cashflow ... 123
Tabel V.15 Hasil perhitungan NPV selama 20 tahun ... 125
Tabel V.16 Hasil perhitungan BCR selama 20 tahun ... 125
Tabel V.17 Hasil perhitungan PP masing-masing skenario DMA ... 126
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Pencatatan Watermeter IPA Bengkuring Selama 30 hari ... 138
LAMPIRAN B Hasil Sampling Akurasi Meter Pelanggan (97 Sampel) ... 157
LAMPIRAN C Estimasi Jumlah Air Terbuang Saat Pengerjaan Operasional Lapangan ... 162
LAMPIRAN D Hasil Validasi Tekanan Lapangan Selama 7 Hari ... 167
LAMPIRAN E Penilaian Kewajaran Investasi DMA ... 170
LAMPIRAN F Proyeksi Investasi Di Tahun Berjalan (Biaya Pengembangan Jaringan Distribusi) ... 172
LAMPIRAN G Proyeksi Volume Air Terjual Masing-Masing Skenario DMA ... 175
LAMPIRAN H Proyeksi Biaya Operasional Dan Pemeliharaan (IPA dan DMA) ... 181
LAMPIRAN I Rencana Proyeksi Pendapatan ... 186
LAMPIRAN J Proyeksi Cashflow ... 192
LAMPIRAN K Kelayakan Finansial (NPV, BCR, dan PP) ... 196
LAMPIRAN L Proyeksi Ketersediaan Air Dan Perubahan Tekanan Distribusi ... 199
LAMPIRAN M Penjelasan Lanjutan Sistem DMA ... 203
LAMPIRAN N Epanet Dan Profil Tekanan ... 211
Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Air merupakan unsur utama yang paling penting bagi kehidupan manusia di dunia.
Kita mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air
kita akan mati dalam beberapa hari saja. Air merupakan elemen yang paling
melimpah di atas Bumi, yang meliputi 70% permukaannya dan berjumlah kira-kira
1,4 milyar kilometer kubik. Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang
benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003% (USGS, 2014). Oleh
karena itu, air yang benar-benar dapat dimanfaatkan ini harus digunakan se-efektif
mungkin agar dapat mencukupi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya di
bumi ini.
Di Indonesia menurut catatan Departemen Kesehatan, rata-rata keperluan air adalah
75 liter/orang/hari. Menurut standard WHO untuk kawasan urban, keperluan air
sekitar 85-250 liter/orang/hari. Menurut data Cipta Karya untuk kota kecil
kebutuhan air berkisar 125 liter/orang/hari dan untuk kota besar berkisar 200-250
liter/orang/hari. Kebutuhan air atau konsumsi bervariasi terus menerus dari waktu
ke waktu tergantung pada jangka panjang seperti harian, mingguan, musiman dan
perubahan populasi (Mamo, 2014). Kebutuhan air minum masyarakat Indonesia
dipenuhi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang ada di daerah. Namun
demikian, belum semua masyarakat Indonesia terlayani dengan baik (Iqbal, 2008).
Sistem penyediaan air minum terbagi dalam tida komponen yaitu sumber air baku,
unit produksi dan komponen pelayanan, dimana pada komponen pelayanan ini
kepuasan kondumen harus memenuhi syarat kualitas, kuatitas, kontinuitas dan
harga jual yang kompetitif (Sabar, 2009). Beberapa faktor penyebab yang menjadi
kendala dalam penyediaan air minum yaitu faktor sumber air baku sulit diakses,
kualitas air baku yang tidak sesuai baku mutu air bersih, keterbatasan sumber air
baku akibat perubahan iklim, dan lokasi wilayah pelayanan jaraknya jauh dari
lokasi unit produksi (Azzaino, 2014). Sedangkan permasalahan internal pada
usia jaringan pipa dan frekuensi kebocoran yang tinggi hingga mengakibatkan
gangguan layanan, jumlah kehilangan air yang besar dan memerlukan lebih banyak
biaya produksi dan perawatan (Candelieri dkk., 2014). Maryati dan Arika (2008)
juga menyebutkan bahwa permasalahan PDAM adalah tingkat kebocoran yang
tinggi dan keterbatarsan dana. Saat ini, angka kehilangan air di Indonesia masih
cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 37%. Bahkan di beberapa PDAM, angka
kehilangan air mencapai 70% (Sembiring, 2015). Oleh karena itu, pengembangan
dan implementasi prosedur dan strategi kehilangan air yang efektif adalah hal yang
paling penting untuk utilitas air (De Souza, 2014).
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan perusaan daerah yang berjasa
dan bertugas untuk memberikan pelayanan dalam menyediakan air minum untuk
masyarakat. Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1962, Perusahaan Daerah
adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggarakan
kemanfaatan umum, dan memupuk pendapatan. Masalah terkait kehilangan air di
PDAM tentunya merupakan salah satu hal yang dapat menurunkan kinerja PDAM,
terutama jika dikaitkan dengan jangkauan kuantitas dan kontinuitas pelayanan air
bersih, serta tingkat pendapatan yang diterima perusahaan. Menurut Peraturan
Pemerintah No.16 Tahun 2005, unit distribusi SPAM wajib memberikan kepastian
kuantitas, kualitas air, dan kontinuitas pengaliran. Selain itu, kontinuitas pengaliran
wajib memberikan jaminan pengaliran 24 jam per hari.
Kehilangan air dari sistem jaringan distribusi dalam penyediaan air bersih untuk
masyarakat telah menjadi penelitian selama bertahun-tahun. Pada berbagai proyek
baik di dalam maupun di luar negeri, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk
mengukur besarnya kerugian yang diakibatkan oleh kehilangan air tersebut
(Wegelin dkk., 2011). Kehilangan air fisik, atau kebocoran, mengalihkan air yang
semestinya terdistribusi sampai ke masyarakat, menjadi tidak terjangkau oleh
karena terjadinya penurunan tekanan pada aliran distribusi. Hal ini kemudian juga
secara langsung akan menyebabkan peningkatan biaya-biaya operasional sehingga
mengakibatkan investasi yang lebih besar dari yang semestinya untuk
disebabkan ketidakakuratan meter pelanggan, penanganan data yang buruk, dan
sambungan illegal mengakibatkan berkurangnya pendapatan dan secara langsung
mengurangi peningkatan sumber daya keuangan perusahaan.
PDAM Tirta Kencana sebagai penyelenggara SPAM Kota Samarinda melayani
pelanggan yang tersebar di 10 kecamatan, meliputi 48 kelurahan, yang mana
cakupan pelayanan air minum yang tercatat hingga Desember 2014 mencapai 91%.
Kapasitas total produksi PDAM Tirta Kencana mencapai 2.588 l/det, terbagi atas
13 pelayanan IPA yang melayani 128.950 sambungan rumah. Lalu, terdapat
presentase kehilangan air sebanyak 36,32 % dari total air produksi. Artinya jika
dihitung kerugian rupiah yang diakibatkan oleh kehilangan air di tahun 2014
mencapai angka lebih dari 128 miliar dengan harga air Rp 4.300/m3. (PDAM Tirta
Kencana, 2015).
Saat ini, terdapat strategi untuk mengubah pendekatan dalam melakukan analisis,
desain, dan manajemen jaringan distribusi air dari pendekatan pasif menjadi
proaktif, pendekatan cerdas yang didasarkan pada perkembangan teknologi
monitoring tersebut adalah sistem komputasi dengan simulasi melalui perangkat
lunak (Di Nardo, 2014). Keberhasilan strategi penurunan kehilangan air
memerlukan manajemen tekanan, pengendalian kebocoran secara aktif, manajemen
sambungan pipa dan aset, serta perbaikan yang cepat dan berkualitas tinggi. Konsep
District Meter Area (selanjutnya disingkat DMA) merupakan sebuah strategi dalam mengelola kehilangan air yakni dengan membagi satu jaringan pasokan air terbuka
menjadi zona-zona terisolasi bermeter yang lebih kecil dan lebih bisa dikelola.
Penerapan konsep ini memungkinkan perusahaan air minum untuk bisa memahami
jaringan secara lebih baik, sehingga lebih mudah menganalisis tekanan dan aliran.
Dewasa ini, keberhasilan implementasi sistem DMA di Indonesia masih tergolong
sedikit. Terhitung hanya beberapa PDAM saja yang secara baik mampu
menerapkan sistem ini dalam upaya menurunkan kehilangan air, diantaranya ialah
PDAM Kota Malang, PDAM Kota Surabaya, PDAM Kota Bali, PDAM Kota
PDAM Kota Malang menjadi Perusahaan yang tergolong cukup berhasil
menurunkan kehilangan air menggunakan DMA. Berdasarkan Laporan Penurunan
Kehilangan Air Tahun 2010-2013, dengan implementasi DMA di PDAM Kota
Malang dapat menurunkan kebocoran (kehilangan air fisik) dari 41% di Tahun 2010
menjadi 26% di Tahun 2013 (PDAM Kota Malang, 2015). Hal yang sama juga
diterapkan di PDAM Kota Surabaya, DMA mampu membantu menurunkan
kehilangan air 4-5 % per tahunnya. Kemudian berdasarkan keberhasilan beberapa
studi kasus inilah, PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda merencanakan
implementasi Sistem DMA, sebagai upaya penurunan kehilangan air.
Saat ini, PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda telah memiliki beberapa sistem
DMA yang telah direncanakan untuk beroperasi, yakni DMA Bengkuring-Puspita,
DMA Rapak Benuang, DMA Griya Mukti, DMA Sambutan Permai, dan DMA
Keledang Mas. Dari kesemua DMA tersebut, DMA Bengkuring-Puspita memiliki
jumlah sambungan rumah terbesar, yakni 3.026 SR. Sementara DMA Griya Mukti
memiliki sambungan rumah terkecil, yakni 112 SR. DMA Bengkuring-Puspita
memiliki suplai air tunggal yang berasal dari IPA Bengkuring berkapasitas
pengolahan 60 liter/detik, dengan jangkauan isolasi mencapai 10 km dan total
panjang pipa distribusi sepanjang 36.243 m. Dalam penerapan DMA, agar nantinya
dapat berjalan baik tentunya memerlukan beberapa kajian teknis terkait hidrolika
air, biaya dalam investasi maupun operasional seperti pemasangan
instrumen-instrumen baru (seperti valve, water meter, dll), pembentukan tim pengelola dan
kerjasama dengan berbagai pihak, serta strategi pengelolaan yang tepat demi
keberlanjutan dalam penerapannya.
Ditinjau dari segi teknis, penerapan DMA haruslah memenuhi kriteria, yakni DMA
harus terisolasi dengan baik, dimana suplai inlet harus jelas dan dimaksimalkan
hanya berasal dari 1 sumber saja, kemudian tekanan aliran harus mencukupi yakni
minimal 1 atm / 10 mKa, kecepatan aliran dalam pipa yang harus sesuai dengan
standar Permen PU Nomor 17 Tahun 2007, kemudian yang tidak kalah pentingnya
ialah semaksimal mungkin kondisi DMA memenuhi kontinuitas pengaliran selama
minum pasti memiliki suatu tingkat keterbatasan dalam pembiayaan. Oleh
karenanya, harus diciptakan suatu desain jaringan perpipaan yang optimal terhadap
setiap satuan biaya yang telah dikeluarkan dan memiliki reabilitas atau tingkat
kehandalan yang tinggi (Kamil, 2011). Apabila dibandingkan dengan nilai air yang
hilang di lokasi tersebut, terdapat suatu tingkat dimana kehilangan air optimum
yang bisa diturunkan. Dibawah tingkat kehilangan air tersebut, tidak ekonomis lagi,
dalam arti manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya penurunan kehilangan air.
Melalui beberapa dasar diatas, maka diperlukanlah sebuah kajian teknis dan
finansial untuk mengetahui kelayakan dari penerapan suatu sistem DMA yang ada,
yang mana selanjutnya akan didapatkan sebuah rekomendasi secara teknis maupun
finansial demi terwujudnya pengembangan sistem DMA yang lebih baik
kedepannya agar upaya penurunan kehilangan air tetap dapat berjalan dengan baik
dan menguntungkan PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda.
I.2 Rumusan Masalah
Dalam periode waktu 10 tahun terakhir, PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda
telah fokus pada program peningkatkan kapasitas layanan dengan pembangunan
instalasi baru, peningkatan kapasitas instalasi, serta penambahan jumlah
sambungan rumah pelanggan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja
layanan PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda dalam memenuhi kebutuhan air
masyarakat, khususnya juga di wilayah layanan IPA bengkuring yang meliputi
seluruh pelanggan di perumahan bengkuring dan puspita. Salah satu langkah
kongkrit yang telah dilakukan diantaranya ialah peningkatan kapasitas produksi
IPA Bengkuring dari 30 liter/detik menjadi 60 liter/detik di tahun 2012. Upaya ini
tentunya tidak akan berjalan baik jika angka kehilangan air di wilayah layanan IPA
Bengkuring masih tinggi, karena akan berdampak secara langsung pada kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas pengaliran air di wilayah tersebut.
Data terbaru tahun 2015, periode bulan agustus dan september, tercatat total air
yang didistribusikan oleh IPA Bengkuring ke wilayah pelayanannya mencapai
SR hanya sebesar 156.468 m3, maka didapatkan selisih kubikasi air terdistribusi
sebesar 114.544 m3 yang merupakan jumlah Non Revenue Water (NRW) dengan
prosentase NRW sebesar 42,28 %. Sementara itu ditinjau secara teknis, masih ada
sebagian area layanan yang belum secara maksimal menerima distribusi air, hal ini
mengindikasikan belum meratanya pelayanan di wilayah ini, meskipun telah
dilakukan peningkatan kapasitas layanan IPA Bengkuring di tahun 2012. Secara
lebih detail, kehilangan air yang tinggi serta kurang meratanya pelayanan ini belum
diketahui secara jelas klasifikasi penyebabnya, maka penting untuk terlebih dahulu
memahami kondisi pengaliran pada wilayah eksisting. Untuk itu rumusan masalah
dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi eksisting terkait distribusi perpipaan air bersih di wilayah
layanan IPA Bengkuring;
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kehilangan air di wilayah
layanan IPA Bengkuring;
3. Apakah penerapan DMA Bengkuring-Puspita layak secara teknis dan finansial
jika diterapkan pada kawasan layanan IPA Bengkuring;
4. Bagaimana solusi yang tepat untuk pengembangan DMA Bengkuring-Puspita
agar dapat membantu menurunkan kehilangan air secara lebih baik;
I.3 Hipotesis
Penerapan sistem DMA di Bengkuring-Puspita merupakan langkah yang efektif
dalam membantu mendeteksi kebocoran air secara aktif, mengelola tekanan, dan
memungkinkan pasokan air yang berkesinambungan dimana hal tersebut akan
membantu menurunkan tingkat kehilangan air yang akhirnya dapat meningkatkan
kualitas layanan IPA Bengkuring pada khususnya serta meningkatkan pendapatan
PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda pada umumnya.
I.4 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini ialah mengkaji penerapan sistem DMA di wilayah
layanan IPA Bengkuring, ditinjau dari aspek teknis dan finansial, yang mana hasil
outputnya diharapkan dapat memberikan rekomendasi teknis kepada pihak PDAM
mendapatkan manfaat yang optimal dalam penyelenggaraan pengelolaan air
minum. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kondisi eksisting sistem distribusi perpipaan air bersih di
wilayah layanan IPA Bengkuring.
2. Menganalisis faktor-faktor yang penyebab tingginya angka kehilangan air dan
kontinuitas pengaliran air bersih yang kurang maksimal di wilayah layanan IPA
Bengkuring melalui pembuatan neraca massa air (water balance) dan simulasi
perangkat lunak EPANET 2.0.
3. Menganalisis kelayakan teknis dan finansial dari penerapan sistem District
Meter Areas di wilayah layanan IPA Bengkuring.
4. Membantu memberikan rekomendasi terkait pengembangan DMA
Bengkuring-Puspita untuk pengendalian kehilangan air secara lebih baik.
I.5 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam pelaksanaan penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Kehilangan air yang dikaji dalam penelitian ini hanya kehilangan air yang terjadi
pada sistem distribusi.
2. Penelitian dilakukan di PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda, dikhususkan
pada wilayah layanan IPA Bengkuring yang meliputi wilayah layanan dengan
jumlah penduduk 11.607 jiwa yang terdiri dari 3.026 SR.
3. Penelitian ini tidak mengkaji lebih dalam terkait kehilangan air komersil, seperti
akurasi meter, kesalahan penanganan data dan sambungan illegal.
4. Penelitian ini tidak membahas tentang kualitas air pada jaringan distribusi.
5. Validasi data lapangan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil simulasi
perangkat lunak EPANET 2.0.
I.6 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika dalam penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas tentang latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan
masalah, hipotesis, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup yang akan diteliti,
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Dalam bab ini akan dipaparkan data dan informasi mengenai kondisi eksisting
wilayah objek studi, seperti kondisi geografi wilayah studi, tata guna lahan,
topografi, keadaan penduduk, dan jaringan distibusi eksisting di wilayah tersebut.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori dasar yang berhubungan dengan penelitian yang
akan dipakai sebagai dasar dari analisis yang akan dilakukan pada kajian ini.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metodologi pemecahan masalah, langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian ini, cara pengambilan dan pengolahan data, dan metode
analisis yang digunakan dalam penelitian.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pengolahan data dan hasil penelitian yang diperoleh serta analisis dan
pembahasannya.
BAB VI PENUTUP
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.1Sistem Distribusi Air Bersih II.1.1 Definisi Sistem Distribusi
Sistem distribusi adalah sistem yang mampu membagikan air pada setiap konsumen
dengan berbagai cara, baik dalam bentuk sambungan rumah (house connection)
ataupun sambungan melalui kran umum (public tap). Tujuan daripada jaringan
distribusi adalah untuk membagi air minum dengan cara yang ekonomis kepada
seluruh daerah yang harus mendapat bagian. Faktor yang perlu mendapat perhatian
dalam pendistribusian air ke konsumen adalah tekanan, kuantitas, kualitas, dan
kontinuitas. Dalam sistem ini tentunya terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi
agar sistem ini berjalan dengan baik, yakni sebagai berikut :
1. Air yang dialirkan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat dimanapun dan kapanpun.
2. Penurunan mutu air akibat distribusi harus sekecil mungkin, sehingga sampai ke
konsumen dalam keadaan yang masih memenuhi standar.
3. Pipa memiliki desain yang baik, sehingga tidak ada yang kebocoran di dalam
sistemnya dan juga memiliki tekanan yang baik sehingga debit aliran airnya
konstan.
4. Jalur pipa diusahakan sependek mungkin dan sesedikit mungkin menggunakan
fasilitas serta lokasi penempatannya aman dari gangguan yang mungkin dapat
merusak pipa.
II.1.2 Klasifikasi Jaringan Perpipaan
Suplai air melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem, yakni pada sistem
distribusi, terdapat klasifikasi dari jaringan perpipaan yang terbagi menjadi dua
bagian. diantaranya adalah :
1. Sistem Makro
Sistem ini berfungsi sebagai penghantar jaringan perpipaan. Jaringan penghantar
ini tidak dapat langsung melayani konsumen karena dapat berakibat pada
penurunan energi yang cukup besar. Sistem ini juga disebut sebagai sistem
dan pipa cabang (secondaryfeeder). Pipa induk merupakan pipa yang memiliki diameter terbesar dan jangkauan terluas, serta dapat melayani dan
menghubungkan daerah-daerah (blok) pelayanan dan di setiap blok memiliki
satu atau dua penyadap yang dihubungkan dengan pipa cabang. Pada setiap
tempat bersambungannya pipa sekunder atau cabang dari pipa induk maupun
pada pipa pelayanan dengan pipa sekunder atau cabang, selalu dilengkapi
dengan penyadap (tapping).
2. Sistem Mikro
Sedangkan sistem mikro adalah sistem yang berfungsi sebagai pipa pelayanan
yaitu pipa yang melayani sambungan air bersih ke konsumen dengan
memperoleh air dari pipa sekunder. Sistem mikro dapat membentuk jaringan
pelayanan yang terdiri atas pipa pelayanan utama (smalldistributionmains) dan
pipa pelayanan ke rumah-rumah (houseconnection).
Berdasarkan klasifikasi jaringan perpipaan distribusi, maka terdapat beberapa jenis
pipa diantaranya adalah pipa induk, pipa sekunder atau cabang, dan pipa pelayanan.
Kapasitas aliran air yang melalui perpipaan distribusi menggunakan debit pada saat
jam puncak untuk setiap daerah pelayanan. Dan besarnya diameter pipa yang
digunakan pada pipa induk distribusi didasarkan atas kebutuhan air untuk
masing-masing daerah pelayanannya. Sedangkan besar diameter untuk pipa cabang
dihitung dari banyak sambungan yang melayani konsumen dengan diameter pipa
pelayanan tidak lebih dari 50 mm.
II.1.3 Pola Jaringan Perpipaan
Dalam feeder system, pola jaringan pipa distribusi air bersih secara umum dapat
dibagi menjadi dua pola utama, yaitu sistem cabang dan sistem loop/ring.
1. Pola cabang
Pola cabang berbentuk seperti gambar pohon dengan cabang-cabangnya. Sistem
ini memiliki pipa induk yang semakin mengecil kearah hilirnya. Sistem cabang
memiliki ciri-ciri arah aliran satu arah, degradasi ukuran diameter pipa terlihat
jelas, dan aliran berakhir pada titik-titik mati (dead end). Pola sistem cabang ini
daerah yang memiliki kondisi topografi berbukit. Secara lebih jelas pola
distribusi cabang dapat dilihat pada Gambar II.1, serta kelebihan dan kekurangan
pola distribusi cabang dapat pula dilihat pada Tabel II.1.
Gambar II.1Skema aliran pola distribusi cabang (Sari, 2012)
Tabel II.1Kelebihan dan kekurangan pola distribusi cabang (Sari, 2012)
Kelebihan Kekurangan
1.Sistem dan desain jaringan
perpipaannya sederhana.
2.Cocok untuk daerah yang sedang
berkembang.
3.Pengukuran tekanan pada titik
manapun mudah dihitung.
4.Pipa dapat ditambahkan bila perlu
(dengan tingkat kesulitan rendah).
1.Jika terjadi kerusakan pipa, air
tidak tersedia sementara waktu.
2.Tidak cukup air untuk
memadamkan kebakaran karena suplai hanya dari pipa tunggal.
3.Tekanan tidak mencukupi ketika
dilakukan penambahan areal ke dalam sistem penyediaan air.
2. Pola Gridion
Pola sistem gridion memiliki ciri-ciri arah aliran yang tidak satu arah, tidak
memiliki titik-titik mati, dan ukuran atau dimensi pipa relatif sama. Sistem ini
sangat baik digunakan untuk daerah yang relatif datar dan luas, juga untuk
daerah yang memiliki pola jaringan jalan yang saling berhubungan satu sama
lain dan pola pengembangan kota yang menyebar ke segala arah. Secara lebih
jelas pola distribusi gridion dapat dilihat pada Gambar II.2, serta kelebihan dan
kekurangan pola distribusi gridion dapat dilihat pada Tabel II.2.
Gambar II.2 Skema aliran pola distribusi gridion (Sari, 2012)
Tabel II.2Kelebihan dan kekurangan pola distribusi gridion (Sari 2012)
Kelebihan Kekurangan
1.Air dalam sistem mengalir
bebas ke beberapa arah dan tidak terjadi stagnasi seperti bentuk cabang.
2.Ketika ada perbaikan pipa, air
yang tersambung dengan pipa tersebut tetap mendapat air dari bagian yang lain.
3.Ketika terjadi kebakaran, air
tersedia di semua arah.
1.Perhitungan ukuran pipa
lebih rumit.
2.Membutuhkan lebih
banyak pipa dan
sambungan pipa sehingga lebih mahal
3. Sistem Melingkar (Loop)
Sistem melingkar adalah sistem perpipaan dimana ujung pipa yang satu bertemu
kembali dengan ujung pipa yang lain. Pipa induk utama terletak mengelilingi
daerah layanan. Pengambilan dibagi menjadi dua dan masing-masing
mengelilingi batas daerah layanan, dan keduanya bertemu kembali di ujung. Pipa
perlintasan menghubungkan kedua pipa utama. Di dalam daerah layanan, pipa
pelayanan utama terhubung dengan pipa induk utama. Secara lebih jelas pola
distribusi gridion dapat dilihat pada Gambar II.3, serta kelebihan dan kekurangan
Gambar II.3Skema aliran pola distribusi loop (Sari, 2012)
Tabel II.3 Kelebihan dan kekurangan pola distribusi loop (Sari, 2012)
Kelebihan Kekurangan
1.Setiap titik mendapat suplai
dari dua arah.
2.Jika terjadi kerusakan atau
kebocoran pipa, air dapat disediakan dari arah lain.
3.Desain pipa mudah.
1.Membutuhkan lebih
banyak pipa dan
sambungan pipa
sehingga lebih mahal.
II.1.4 Sistem Pengaliran Air Bersih
Untuk mendistribusikan air minum kepada konsumen dengan kuantitas, kualitas,
dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik, reservoir, pompa,
dan peralatan yang lain. Adapun jenis-jenis sistem pengaliran air bersih ialah
sebagai berikut :
1. Sistem gravitasi
Sistem gravitasi memungkinan untuk digunakan apabila elevasi sumber air atau
reservoir distribusi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pelayanan,
sehingga tekanannya cukup untuk mengalirkan air hingga ke daerah penduduk
yang berada paling ujung dari daerah pelayanan. Sistem ini merupakan sistem
yang paling ekonomis. Dalam pengaliran secara gravitasi, reservoir yang
digunakan adalah ground reservoir atau ditambah dengan elevated reservoir
sebagai penambah tekanan untuk melayani pada waktu pemakaian maksimum
di daerah pelayanan terjauh yang tidak mendapat air. Berikut dapat dilihat sistem
Gambar II.4 Sistem pengaliran gravitasi (Sari, 2012)
2. Sistem pemompaan
Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang diperlukan
untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke konsumen. Sistem ini
digunakan jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan dan daerah
pelayanan tidak dapat memberikan tekanan yang cukup. Pemompaan air dari
reservoir ke konsumen dilakukan sesuai dengan tekanan yang diinginkan.
Adanya fluktasi pemakaian air mengakibatkan dibutuhkannya sarana untuk
menyeimbangkan aliran, misalnya dengan pemasangan hidrofor atau pengaturan
jumlah pompa yang digunakan. Cara pemompaan ini selain lebih mahal daripada
sistem gravitasi, juga akan bermasalah apabila terjadi gangguan tenaga listrik.
Berikut dapat dilihat sistem pengaliran pemompaan pada Gambar II.5.
Gambar II.5Sistem pengaliran pemompaan (Sari, 2012)
3. Sistem Gabungan
Dual system merupakan kombinasi antara sistem gravitasi dan sistem
reservoir yang nantinya akan digunakan untuk menyuplai air pada saat
pemakaian air akan banyak. Kadang dibutuhkan pompa tambahan, misalnya
untuk menyuplai langsung pada saat terjadi kebakaran. Berikut dapat dilihat
sistem pengaliran gabungan pada Gambar II.6.
Gambar II.6Sistem pengaliran gabungan (Sari, 2012)
II.1.5 Sistem Pensuplai Air Bersih
Terdapat dua macam sistem pensuplai air, yaitu :
1. Continuous system
Dalam sistem ini yang disuplai ke konsumen mengalir terus menerus selama 24
jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen setiap saat dapat memperoleh air
bersih dari jaringan pipa distribusi di posisi pipa manapun. Sedangkan kerugian
pemakaian air akan cenderung akan lebih boros dan bila terjadi sedikit
kebocoran saja, maka jumlah air yang akan sangat besar jumlahnya.
2. Intermetten system
Dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4 jam pada sore
hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap saat mendapatkan air
dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air dan bila terjadi kebocoran maka
air untuk pemadam kebakaran akan sulit didapat. Dimensi pipa yang digunakan
akan lebih besar karena kebutuhan air tidak 24 jam hanya disuplai dalam
beberapa jam saja. Sedangkan keuntungannya adalah pemborosan air dapat
dihindari dan juga sistem ini cocok untuk daerah dengan sumber air yang
II.1.6 Komponen Sistem Distribusi Air Bersih
Untuk menjamin kualitas pelayanan yang baik maka sistem distrbusi air bersih
perpipaan biasanya mencakup beberapa komponen, yaitu :
1. Reservoir distribusi
2. Jaringan perpipaan, mencakup :
a. Pipa induk
Pipa induk merupakan pipa distribusi pada jaringan terluar, yang
menghubungkan blok-blok pelayanan dalam kota, dari reservoir ke saluran
jaringan utama. Pipa ini tidak bisa dipakai untuk melayani penyadapan
(tapping) ke rumah-rumah. Pipa yang digunakan sebagai pipa induk ini
haruslah jenis pipa yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap tekanan.
b. Pipa cabang/sekunder
Pipa cabang dipakai untuk menyadap air langsung dari pipa induk untuk
mengalirkan ke suatu blok pelayanan. Pipa yang digunakan sebagai pipa
cabang sebaiknya memiliki kualitas yang sama dengan pipa induk (jika
sedikit di bawah mutu pipa induk, masih bisa di toleransi). Pipa ini
berhubungan dengan pipa servis dan diameternya dapat ditentukan
berdasarkan banyaknya pipa servis yang masuk (berhubungan) dengan pipa
cabang tersebut.
c. Pipa servis
Pipa servis adalah pipa yang melayani konsumen langsung ke rumah-rumah.
Pipa ini berhubungan dengan pipa cabang dan mengalirkan air ke
rumah-rumah dengan diameter tertentu sesuai dengan pemakaian konsumen.
d. Fitting dan aksesoris
Fitting pipa dan aksesoris pipa digunakan menyambungkan, membelokkan,
ataupun percabangan. Jenis-jenis fitting dan aksesoris pipa yang sering
digunakan adalah tee (T), bend/elbow, wye (Y), cross, adaptor, reducer, wall
pipe, flexible joint, dan valve.
e. Meter air
Meter air berfungsi untuk menyambungkan pipa induk ke konsumen.
Penggunaan meteran air dianggap dapat mengurangi penggunaan air dan
f. Keran kebakaran/hidran
Selain berfungsi sebagai titik pengambilan air pada saat kebakaran, juga dapat
berfungsi sebagai ventilasi (air valve) dan suplai (blow off).
3. Pompa, yang dapat berfungsi untuk :
a. Memompa air dari penjernihan ke reservoir
b. Memompa air dari reservoir ke jaringan distribusi
c. Menaikkan air ke daerah pelayanan yang lebih tinggi (booster)
II.1.7 Hidrolis Jaringan Perpipaan
A.Jaringan pipa
Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling terhubung satu
sama lain secara hidrolis. Sehingga perubahan di suatu bagian pipa akan
menyebabkan pengaruh pada bagian-bagian lain pada jaringan. Pengaruh ini dapat
dideteksi dari segi perubahan tekanan dalam pipa. Pipa yang tergabung dalam satu
jaringan dapat diklasifikasikan berdasarkan pertimbangan panjang pipa, diameter
pipa, jenis pipa dan kedudukan dalam pipa. Pada tiap-tiap jaringan pipa terdapat
dua syarat yang harus dipenuhi (Streeter,1988) : (1) Jumlah aljabar dari
turunannya tekanan di kelilingi setiap putaran tertutup haruslah sama dengan nol,
dan (2) Aliran yang memasuki suatu titik pertemuan haruslah sama besar dengan
yang meninggalkan titik itu. Syarat yang pertama menyatakan bahwa tidak boleh terjadi tekanan yang tidak berkesinambungan, berarti bahwa turunnya tekanan pada
jalur manapun antara dua buah titik pertemuan haruslah sama besar. Sementara itu
syarat kedua adalah menyatakan tentang hukum kontinuitas.
B.Aliran dalam saluran tertutup
Untuk memahami permasalahan distribusi air bersih, diperlukan pemahaman
mengenai konsep aliran dalam saluran tertutup (berhubungan dengan aliran fluida)
terlebih dahulu. Tiga konsep penting dalam aliran fluida adalah :
1. Prinsip kekekalan massa, dari mana dikembangkan persamaan kontinuitas
2. Prinsip energi kinetik, dari mana diturunkan persamaan-persamaan aliran
3. Prinsip momentum, dari mana persamaan-persamaan yang menghitung
gaya-gaya dinamik yang dikerjakan oleh fluida yang mengalir.
Pada aliran dalam pipa, prinsip-prinsip ini dapat digunakan dalam bentuk integral
apabila dibutuhkan nilai tekanan dan kecepatan rata-rata, atau dalam bentuk
difrensial apabila yang dibutuhkan adalah informasi mengenai distribusi kecepatan
dalam pipa. Secara umum, aliran fluida dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa dasar pertimbangan, salah satu diantaranya adalah berdasarkan energi
aliran.
a) Kehilangan Tekanan
Kehilangan tekanan yang terjadi akibat aliran dalam sistem perpipaan ada dua
macam yaitu major losses yang diakibatkan oleh friksi di sepanjang jalur pipa
dan minor losses yang merupakan kehilangan tekanan yang terjadi pada
perlengkapan pipa. Kedua macam kehilangan tekanan tersebut adalah sebagai
berikut : Major Losses
Major losses adalah kehilangan akibat aliran dalam pipa. Untuk menghitung major losses pada titik tertentu, harus diketahui panjang horizontal, beda
ketinggian, debit yang diinginkan, serta diameter pipa yang digunakan pada
titik tersebut. Persamaan yang dipakai adalah Hazen-Willuam : (Babbit,
1967)
𝐻𝑓 =
(
𝑄0,278𝐶𝐷2,63
)
1,85𝐿 Persamaan II.1Dimana,
Q = Debit aliran (m3/detik)
C = Koefisien Hazen-Williams
D = Diameter pipa (mm)
L = Panjang pipa (m)
Dalam penerapan rumus di atas maka perlu diperhatikan bahwa harga
dan lama pipa tersebut telah digunakan. Besarnya nilai koefisien ini dapat
dilihat pada Tabel II.4.
Tabel II.4 Koefisien kekasaran relatief C (Fair, Geyer, dan Oknum, 1971)
Jenis Pipa Harga C Keterangan
ACP 140 Baru
130 Perencanaan
Besi dengan Las 140 Baru
100 Perencanaan
Beton 140 Baru
130 Perencanaan
CIP 130 Baru
100 Perencanaan
Plastik dan PVC 140 Baru
130 Perencanaan
Minor Losses
Minor Losses adalah kehilangan tekanan akibat perubahan besar kecepatan aliran (akibat penyempitan atau pembesaran diameter pipa) atau akibat
perubahan arah aliran (akibat adanya belokan atau aksesoris pipa). Rumus
yang digunakan adalah (Babbit,1967) :
𝐻𝑓= K𝑉 2
2𝑔 Persamaan II.2
Dimana,
K = Konstanta perlengkapan pipa
V = Kecepatan aliran tiap pipa
g = Percepatan gravitasi
Dalam menggunakan rumus di atas, terdapat hal yang perlu diperhatikan yaitu
beberapa harga K untuk setiap perpipaan. Harga K didapat dengan
Tabel II.5Nilai K perlengkapan pipa (James Hardie and Coy, 1978)
Jenis Perlengkapan Pipa Harga K
Globe valve kondisi :
Terbuka penuh 0,20
¼ terbuka 1,20
½ terbuka 5,60
¾ terbuka 2.40
Angle valve kondisi terbuka penuh 2,50
Butterfly valve kondisi :
Long radius flange 0,14-0,23
Short radius screwed 0,90
Medium radius screwed 0,75
b) Sisa Tekan
Perhitungan sisa tekan merupakan head yang ada pada suatu titik setelah
mengalami berbagai kehilangan akibat headloss (mayor losses dan minor losses)
maupun akibat kecepatan aliran air. Dalam perencanaan ditetapkan sisa tekan di
akhit jalur pipa adalah sebesar 10-15 m kolom air.
Jika terlalu besar maka pipa dapat pecah karena tidak mampu menahan tekanan
yang sangat besar dan jika terlalu kecil aliran air tidak dapat digunakan untuk
sistem distribusi nantinya. Sisa tekan (residual head) dinyatakan sebagai : (Al
Layla, 1980)
Rh = Havaible–Mayor losses–Minor losses Persamaan II.3
C.Profil hidrolis
Profil hidrolis merupakan gambar yang menunjukkan letak ketinggian pipa dengan
garis hidrolisnya pada tiap titik di jalur perpipaan. Profil hidrolis digambarkan
dengan menetapkan sumbu absis untuk panjang pipa dan sumbu kordinat untuk
dari nilai Hydraulic Grade Line (HGL), yaitu garis khayal yang memperlihatkan
besarnya tekanan pada pipa di titik tertentu sebagai akibat dari gesekan yang terjadi
di dalam pipa, perubahan kecepatan dan perubahan energi. Besarnya HGL ini
ditentukan dalam meter kolom air.
D.Kecepatan perpipaan
Selain menghitung kehilangan tekanan, maka dalam perencanaan hidrolis
perpipaan akan dipakai rumus tertentu dalam menghitung kecepatan aliran rata-rata
dalam pipa. Hukum kontinuitas dapat digunakan untuk menghitung kecepatan
aliran rata-rata dalam pipa. Rumus ini berlaku untuk pipa induk, cabang maupun
pipa pelayanan.
𝑉 =𝜇𝐷4𝑄2 Persamaan II.4
Dimana,
V = Kecepatan aliran (m/detik)
Q = Debit aliran (m3/detik)
D = Diameter pipa (m)
II.2Kehilangan Air
II.2.1 Definisi Kehilangan Air
Kehilangan air merupakan permasalahan universal dan permasalahan ini muncul di
negara maju dan negara berkembang. Kehilangan air didefinisikan terjadi dalam 2
cara mendasar (Thornton, 2008):
- Air yang hilang dari sistem distribusi melalui pipa, joints, dan fittings; kebocoran
dari reservoir dan tangki; limpahan reservoir; dan open drain atau sistem blow
off yang tidak bagus. Kehilangan air seperti ini disebut kehilangan air teknis
(real losses).
- Air yang secara hilang bukan secara fisik tapi tidak menghasilkan keuntungan
karena berhubungan dengan ketidakakuratan pada meter pelanggan, data
konsumsi yang eror, atau segala bentuk dari pencurian atau penggunaan ilegal
Jumlah dari kehilangan air teknis dan non-teknis ditambah konsumsi resmi yang
tidak terbayar disebut dengan nonrevenue water (NRW) berdasarkan standar
metodologi keseimbangan air International Water Association (IWA). World Bank
memperkirakan bahwa jumlah NRW dunia mencapai 48,6 juta m3/tahun dan
volume kehilangan air teknis (kebocoran) yang terjadi di negara berkembang cukup
untuk menyediakan air kira-kira 200 juta orang. Secara sederhana, permasalahan
kehilangan air dan keuntungan adalah (Thornton, 2008) :
- Teknikal : tidak semua air yang disediakan oleh perusahaan air minum mencapai
pelanggan.
- Finansial : tidak semua air yang mencapai pengguna akhir terukur secara tepat
atau terbayarkan.
- Terminologi : definisi standar dari kehilangan air dan keuntungan adalah penting
untuk menghitung dan mengontrol kehilangan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kehilangan
air merupakan faktor yang dapat menyebabkan kerugian pada suatu sistem
penyediaan air, baik terhadap PDAM maupun terhadap konsumen. Dengan adanya
kehilangan air maka pihak PDAM akan menderita kerugian secara ekonomi dan
finansial, sedangkan kerugian yang diderita pihak konsumen adalah terganggunya
kapasitas dan kontinuitas pelayanan.
II.2.2 Kerugian Akibat Kehilangan Air
Adanya kehilangan air dapat mengakibatkan kerugian baik bagi PDAM maupun
bagi konsumen. Secara garis besar kerugian akibat kehilangan air dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Kerugian dari segi kuantitas (Debit)
Dengan adanya kehilangan air, maka jumlah air yang dapat digunakan oleh
konsumen menjadi berkurang.
2. Kerugian dari segi tekanan
Adanya kehilangan air (khususnya akibat kebocoran pada pipa distribusi dan
adanya sambungan yang tidak tercatat/illegal connection) dapat mengakibatkan
3. Kerugian dari segi kualitas air
Jika ada kebocoran air, maka pada saat pipa tidak terisi air atau terjadi tekanan
negatif (siphon) ada kemungkinan kotoran dari luar pipa masuk ke dalam pipa,
sehingga air yang ada di dalam pipa terkontaminasi oleh kotoran dari luar pipa
tersebut.
4. Kerugian dari segi keuangan (Ekonomi)
Akibat dari adanya kehilangan air ini maka akan mengakibatkan kerugian dari
segi keuangan bagi Perusahaan Air Minum. Dengan adanya kehilangan air ini
maka biaya produksi per meter kubik air akan meningkat dan pendapatan hasil
penjualan air akan berkurang, sehingga secara keseluruhan keuntungan yang
didapat Perusahan Air Minum akan mengecil.
II.2.3 Manfaat Pengendalian Kehilangan Air
Manfaat utama pengendalian NRW diperoleh dari penghematan ekonomi atau
pendapatan yang semakin meningkat oleh karena itu pelaksanaan pengukuran
pengendalian NRW pada umumnya hanya berguna apabila keuntungan ekonomi
yang diperoleh lebih besar dari pada biaya pelaksanaan pengukuran pengendalian
kebocoran itu sendiri. Maka besarnya manfaat ekonomi yang dihasilkan dari
aplikasi pengukuran pengendalian NRW akan memberikan dua sumber yang
terpisah, sumber-sumber ini menghasilkan keuntungan, yakni Penurunan biaya
operasi tahunan dan Penundaan pola modal atau bagian pola modal diperlukan
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan (sumber, reservoir, pekerjaan penjernihan
instalasi, pipa dan lain sebagainya).
II.3Neraca Air (Water Ballance)
Neraca air adalah sebuah cara atau metode perhitungan kehilangan air yang
diluncurkan oleh International Water Association (IWA), yang memudahkan
dalam menganalisis kehilangan air . Semua istilah yang digunakan pada neraca air
disusun secara berurutan karena biasanya membaca neraca air dari kiri ke kanan.
Secara umum, kehilangan air dapat didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air
tercatat keluar dari sistem (output pemakaian air pelanggan). Secara sederhana, hal
ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
Kehilangan Air = Input yang Tercatat – Output yang Tercatat
Definisi ini biasanya tidak termasuk jumlah air yang telah dibuatkan rekening, yang
berarti telah tercatat tetapi belum dibayarkan. Karena itu jumlah tagihan dan
tunggakan biasanya tidak dimasukkan dalam perhitungan kehilangan air. Adapun
data-data yang dipergunakan untuk pembuatan Neraca Air ialah sesuai dengan
skema pada Tabel II.6di bawah ini :
Tabel II.6Skema Neraca Air / Water Ballance (Wegelin, 2011)
Volume
Adapun tahapan dalam menghitung air tak berekening (NRW) dan kehilangan air
adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan volume input sistem
2. Menentukan konsumsi tertagih yang tercatat (konsumsi bermeter berekening)
dan konsumsi tertagih yang tidak tercatat (konsumsi tak bermeter berekening),
lalu ditotal menjadi konsumsi tertagih yang sah (konsumsi resmi berekening)
dan air yang terjual (air berekening).
3. Menghitung volume air tak berekening (NRW) yang merupakan selisih dari
4. Menentukan konsumsi tidak tertagih yang tercatat (konsumsi bermeter tak
berekening) dan konsumsi tidak tertagih yang tidak tercatat (konsumsi tak
bermeter tak berekening), lalu ditotal menjadi konsumsi tidak tertagih yang sah
(konsumsi resmi tak berekening).
5. Menambahkan volume dari konsumsi tidak tertagih yang sah (konsumsi resmi
tak berekening) dengan konsumsi tertagih yang sah (konsumsi resmi
berekening), hal ini dilakukan untuk mengetahui konsumsi yang sah (konsumsi
resmi).
6. Menghitung kehilangan air dengan mengurangkan volume input sistem dan
konsumsi yang sah (konsumsi resmi).
7. Menghitung kehilangan komersial (non teknis), yaitu menambahkan konsumsi
tidak sah (konsumsi tak resmi) dengan ketidakakuratan meter pelanggan dan
kesalahan penanganan data.
8. Menghitung kehilangan fisik (teknis) yang merupakan pengurangan kehilangan
air dengan kehilangan komersial (non teknis).
II.4Pengendalian Kehilangan Air dengan Zoning / DMA
Pembentukan zona jaringan distribusi bertujuan untuk meminimalkan kesulitan
penanganan apabila terjadi gangguan pada sistem pengaliran di jaringan distribusi
serta mempermudah dalam pemeliharaan dan menekan tingkat NRW yang terjadi.
Langkah ini biasa disebut dengan konsep District Meter Area (DMA). Untuk
memudahkan pengendalian, tiap Zona dapat terbagi lagi atas beberapa Sub Zona
(Sub DMA). Sub Zona merupakan bagian-bagian kecil dari Zona yang berfungsi
untuk memonitor keadaan jaringan secara lebih detil. Zona dibentuk dengan
memberikan batas-batas yang jelas antar zona, sehingga jaringan di dalam zona
menjadi stabil terhadap pengaruh dan gangguan dari luar (zona lain). Aliran masuk
dan keluar dari zona dapat diketahui dengan jelas, dan zona dirancang sedemikian
rupa sehingga dapat dengan mudah diisolasi. (Tanjung, 2015)
Oleh karena itu terdapat beberapa valve isolasi di dalam suatu zona. Pada pipa
masuk dan keluar zona terdapat water meter zona yang sering juga disebut Water