• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum pada Sistem Penyelenggaran Pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kurikulum pada Sistem Penyelenggaran Pen"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pendidikan tidak sekedar konsumsi, tetapi merupakan investasi produktif dalam masyarakat. Kurikulum berfungsi bukan hanya mempersiapkan warga negara untuk masa depan, tetapi terutama sebagai proses penyadaran individu sebagai pendukung dan pembaharu pendidikan. Tidak ada sistem pendidikan yang statis terutama dalam dunia terbuka pada abad ke-21. Hubungan antara pendidikan dan kesejahteraan bangsa adalah dua muka dari sebuah mata uang. Kondisi kebangsaan yang semakin dinamis dewasa ini membutuhkan adanya aktor pendidikan yang kreatif dan produktif.

Kurikulum pendidikan nasional harus mengacu pada pengembangan manusia Indonesia yang kongkret dalam budaya lokal yang pluralistis, menuju Indonesia yang paripurna dalam tatanan kebudayaan dan persatuan Indonesia. Kurikulum hendaknya menjadi sandaran proses pembentukan sosial capital bagi terwujudnya manusia Indonesia yang demokratis dan toleran, melalui proses pendidikan bipoler yang dinamis dan komplementer antara kutub individual dalam kelokalannya dan kutub persatuan bangsa Indonesia.

Desentralisasi sistem pendidikan menyandang aspek sistemik dan sinergik, yakni pengembangan akuntabilitas horizontal pendidikan yang menuntut partisipasi masyarakat lokal dalam manajemen dan semua tingkat dan jenis pendidikannya. Kurikulum pendidikan hendaknya mengampu kondisi masyarakat Indonesia yang multikultural pada budaya etnis. Namun, dengan kesepakatan membentuk kesatuan Indonesia yang bhineka, identitas etnis perlu diangkat pada tataran lebih tinggi guna mewujudkan kebudayaan Indonesia. Inilah pendidikan pendidikan multikultural normatif yang diarahkan oleh nilai-nilai yang disepakati bersama, yaitu nilai Pancasila dalam mewujudkan cita-cita bangsa.

Kata kunci: Kurikulum, Sistem Penyelenggara Pendidikan dan Integrasi Bangsa.

1

Makalah di sampaikan pada seminar nasional pendidikan di IKA UNY dalam rangka Dies Natalis ke-49 UNY, 27 April 2013

2

(2)

2 I. Latar Belakang

Pendidikan adalah investasi masa depan yang tidak dapat kita pungkiri keberadaanya. Awal dari sebuah pembentukan anak bangsa, dari mulai sikap, keilmuan dan segala aspek yang mendukung atas terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas semua nyadi mulai dari pendidikan. Namun, gejala yang muncul sering kita lihat betapa pendidikan hanya menjadi tempat lewat seseorang dalam masa usianya, tanpa melihat secara mendalam apakah yang menjadi sebuah tanggung jawab dan keharusan sebagai anak bangsa hingga sampai pada titik menyadarinya.

Senada dengan kebutuhan pentingnya pendidikan, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pada realitanya pendidikan merupakan dasar pokok akan terciptanya negara yang paripurna. Namun ramuan pendidikan tidak bisa tegak berdiri sendiri, ruang pendidikan yang luas tentu akan tunduk pada ruang sistem yang disetir oleh dimensi politik negeri. Dan yang menjadi soal adalah biasnya sistem pendidikan yang tidak mengakomodir kepentingan hajat hidup rakyat Indonesia.

(3)

3 II. Pembahasan

1. Kurikulum pendidikan

Pencapaian tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan Undang-undang sisdiknas mestinya memiliki produk kurikulum yang cocok dalam pengembangan proses belajar mengajar. Jika hal ini tidak berjalan sesuai dengan karasteristik kebutuhan proses belajar mengajar maka tujuan untuk peningkatan mutu pendidikan akan mengalami kegagalan. Tentunya semua itu tidak dapat lepas dari kurikulum yang mempunyai kedudukan sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.

Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan pendidikan peserta didik, maka pengembangan kurikulum tidak bisa dikerjakan asal jadi. Perancangan program pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan diorientasikan pada pengembangan ilmu pengetahuan yang berkesusuaian dengan masanya3. Oleh karena itu, diharapkan kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru bersama masyarakat pemakai.

Sudah terbukti berkali-kali bahwa pergantian kurikulum tidak dapat membawa perubahan dalam peningkatan mutu pendidikan. Berbagai kegiatan ilmiah, baik penataran guru, seminar dan pelatihan-pelatihan kurang memberikan hasil yang memuaskan. Kiranya sudah waktunya dipikirkan bahwa memberi bekal manajemen pengembangan kurikulum, teori belajar dan dasar-dasar manajemen mutu terpadu bagi guru dan calon guru sangat diperlukan. Disinilah letak pentingnaya LPTK yang mendidik calon guru dan yang akan menguji kompotensi guru.

Guru saat ini dalam memandang kurikulum terlalu sempit sebab masih banyak guru terlalu berpedoman pada silabus yang telah ditentukan, bukannya proses pembelajaran demi penguasaan kompotensi yang dibutuhkan oleh peserta didik, bahkan orientasi pembelajaran lebih didominasi oleh guru. Sehingga yang terjadi

3

(4)

4 adalah pencapaian target penyelesaian dengan domain kognitif semata. Cara pandang ini akan cocok apabila tujuan akhirnya adalah memperoleh nilai lulus dalam ujian nasional. Perlu diingat bahwa seorang siswa bukan hanya sekedar domain kognitif yang ditingkatkan tetapi aspek sikap, psikomotornya harus pula dikembangkan secara paralel.

Jika seorang guru memandang kurikulum dalam arti yang luas, akan menuntut seorang guru untuk mampu berkreatifitas, mengaitkan perilakunya didepan kelas dengan konteks pembelajaran yang menjadi pengalaman dan dibutuhkan oleh peserta didik, sehingga orientasi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Sejauh ini terlalu banyak guru memandang kurikulum secara sempit sehingga tidak heran capaian kurikulum yang diterapkan tidak mencapai target atau tujuan yang dikendaki bahkan akan mengalami kegagalan.

Belajar dari pengalaman, lalu timbul pertanyaan yang perlu kita kembangkan secara bersama, antara lain ; Materi kuliah apakah yang diberikan oleh LPTK untuk mata kuliah kurikulum pendidikan dan teori balajar? Apakah dengan adanya kebebasan guru untuk berkreatifitas dalam pengembangan kurikulum pembelajarannnya akan membawa kearah peningkatan mutu pendidikan ? bagaimana dengan budaya kerja guru-guru kita ? dan apakah sertifikasi juga mengarah pada pembedahan wawasan guru tentang cara pandang kurikulum ? beberapa pertanyaan ini menuntut seorang guru/calon guru untuk memiliki manajemen pengembangan kurikulum yang baik.

2. Guru dan Persoalannya

(5)

5 utamanya bukan dalam rangka mendidik akan tetapi dalam rangka memenuhi kebutuhan dia dalam mendapatkan kesejahteraan.

Belum lagi kalau kita melihat output dari pendidikan saat ini yang sangat jauh dari harapan untuk menjadi manusia-manusia berkualitas. Karena terbukti sekarang banyak sekali orang pintar, pandai akan tetapi kepribadiannya cacat karena dia seorang koruptor, mafia hukum. Tentunya dalam kitapun bertannya, bagaimana sebenarnya peran guru dalam membentuk generasi muda yang berkepribadian yang benar? Salahkah sistem pendidikan kita? Sehingga Output pendidikan sangat jauh dari harapan?

3. Guru dan Pendidikan di Indonesia

Dunia Guru dan Pendidikan di Indonesia selalu menjadi sorotan masyarakat terutama berkaitan dengan sistem penyelenggaraan pendidikan nasional. Berulangnya hari pendidikan nasional maupun hari guru nasional rupanya tidak merubah kondisi dunia pendidikan di Indonesia. Slogan-slogan yang dimunculkan dalam peringatan-peringatan tersebut hanyalah sebuah kata-kata manis yang berupa khayalan belaka yang tidak pernah dapat diwujudkan.

Tentunya kita merindukan sosok guru profesional yang menjadi nadi kehidupan. Kepribadian dari seorang guru profesional adalah kepribadian yang prima.4 Kepribadian yang tangguh dan bukan hadir sekedar mengajar dan mengejar target silabus saja. Tapi lebih kepada mendidik dan membentuk peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya.

Pendidikan yang baik tentu tidak dapat berdiri sendiri, semua tentu memiliki bangunan yang dibentuk dari pondasi hingga atap. Adanya dua sisi yang saling bersentuhan ini adalah sebuah keniscahyaan yang nyata. Bahwa pendidikan adalah upaya bersama yang terbentuk antara pengelola dan pelaksana. Begitupun proses pendidikan di dalam suatu masyarakat madani merupakan suatu interaksi antara pendidik dan peseta didik.5

4

Lihat David H.Maister, True Profesionalism, hlm. 16. Secara ektrem dikatan “profesionalizm is predominantly an attude, not a sat of compe-tencies”.

55

(6)

6 Menjadi guru profesional adalah sebuah keharusan yang tidak dapat ditawar. Upaya sitem yang membentuk bagaimana guru-guru di negeri ini menjadi profesioanal pun menjadi perdebatan. Dimulai dari bagaimana meningkatkan kesejahteraan guru, hingga pada bagaimana dibentuknya sistem-sistem pelatihan dan pengayaan guru untuk menjadi yang diharapkan. Terlepas dari hal tersebut diatas, Momon Sudannan mengatakan bahwa; barang siapa yang tidak profesional tidak akan survive karena tidak dapat berkompetisi dengan orang yang lebih kompeten atau jenis profesi lain yang lebih kompetitif.6

Adapun terkait dengan kualitas pendidikan, sesungguhnya kualitas pendidikan sangat ditentukan pada manajemen penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan pada jaman kolonial hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal saja, sementara itu pendidikan rakyat hanya sampai di sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro. Standar yang dipakai untuk mengukur kualitas pendidikan rakyat pada waktu itu diragukan, karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan secara layak. Kondisi seperti ini berkembang hingga masa orde lama, pendidikan dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama.

Sedangkan pada masa Reformasi, bidang pendidikan bukan lagi tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem sentralisasi ke desentralisasi telah membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

4. Membangun Sistem Pendidikan yang Ideal

Fakta-fakta kebobrokan dalam sistem penyelenggaraan pendidikan saat ini sudah menjalar kemana-mana. Sistem penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada masyarakat sangat dirindu untuk dapat diwujudkan. Dengan

6Lihat tulisan momond Sudannan,”Sakaratulmautnya ideologi keguruan, Kompas, 5 Februari

(7)

7 jalan membuat aturan yang benar, bukan aturan dan ketentuan yang dibuat-buat berdasarkan kepentingan sesaat.

Sistem penyelenggaraan pendidikan secara garis besar hanya meliputi dua hal, yaitu berkaitan dengan sistem pengelolaan administrasi pemenuhan pendidikan dan substansi kurikulum pendidikan. Dua hal inilah yang menjadi persoalan utama dalam membangun dunia pendidikan saat ini.

Pertama, membangun sistem pengelolaan administrasi dan penegakan dalam pemenuhan hak pendidikan. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan merupakan hak bagi masyarakat, dengan arti bahwa masyarakat berhak untuk menanyakan dan menuntut hak yang seharusnya diperoleh dalam dunia pendidikan. Sedangkan kewajiban negara untuk memenuhinya adalah usaha negara dalam mewujudkan dan melaksanakan kewajiban terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat yang salah satunya adalah kebutuhan pendidikan.

Sudah menjadi sebuah keharusan, bahwa keberadaan pemimpin dan jajarannya adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendidikan. Pemenuhan kebutuhan pokok oleh negara ini adalah merupakan pelaksanaan dari hukum syara’, yang harus disertai dengan

metode pelaksanaan dan metode penegakannya. Ketika syara’ sudah menetapkan

bahwa pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat wajib bagi negara, maka negara harus sudah memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan itu berkaitan dengan anggaran, sarana prasarana dengan sumber-sumber yang jelas, bukan hanya sekedar manis dalam aturan saja.

(8)

8 Beberapa hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh negara berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Dunia pendidikan jangan sampai dijadikan sebagai kelinci percobaan dalam setiap kebijakan-kebijakannya, karena rakyatlah yang pasti akan menderita. Membangun sistem penyelenggaraan pendidikan yang baik dan benar hanya dapat diwujudkan dengan sistem yang telah teruji, terbukti dan hanya berpihak kepada kepentingan rakyat.

5. Politik Kebijakan Pendidikan

Keputusan politik suatu negara merupakan suatu kebijakan publik (public policy). Wujud paling kongkrit dari kebijakan publik dari negara adalah peraturan pemerintah, keputusan menteri, keputusan presiden, undang-undang, dan lain-lain. Dalam proses pembuatan kebijakan publik, proses -proses politik sangat kental mewarnainya. Mulai dari pemunculan issu, kemudian berkembang menjadi debat publik melalui media massa serta forum-forum terbatas, lalu ditangkap aspirasinya oleh partai politik untuk diartikulasikan dan dibahas dalam lembaga legislatif, sehingga menjadi kebijakan publik.

Hal di atas menandakan bahwa kebijakan-kebijakan publik terlahir melalui proses-proses politik yang tidak sederhana. Bahkan sering terjadi, di dalam proses

–proses politik tersebut muncul konflik-konflik politik antar beragam kepentingan yang tidak bisa dipertemukan. Biasanya konflik-konflik tersebut akan reda manakala berbagai kepentingan yang ada telah terjadi titik temu.

Masalah pendidikan adalah salah satu masalah yang bersifat universal. Semua manusia tanpa kecuali sangat berkepentingan terhadap pendidikan. Bagi anak dan remaja, pendidikan merupakan suatu hak yang harus diterima baik melalui sekolah (school education) maupun luar sekolah (out of school education). Bagi orang tua anak, pendidikan merupakan kewajiban yang harus diberikan kepada anaknya dalam wujud pelayanan, bimbingan, dan hal-hal lain yang mendukung pemuasan hak anak. Bagi orang dewasa, pendidikan juga merupakan hak, dalam arti hak untuk menjalani pendidikan sepanjang hayat. Dengan demikian, masalah

(9)

9 Bagi masyarakat kelompok marginal seperti golongan miskin maupun kaum pedalaman akan mengalami kesulitan dalam memperoleh kesempatan pendidikan secara memadahi. Mereka memiliki keterbatasan dalam mencari layanan pendidikan yang bermutu dan mudah dijangkau secara geografis. Sehingga yang terjadi, kelompok miskin dan kaum pedalaman ini hanya memperoleh layanan pendidikan yang kurang bermutu dan kurang terjangkau dari segi geografis.

Dalam konteks ini, termasuk dalam kelompok masyarakat marginal adalah golongan perempuan. Banyak perempuan di banyak daerah, mengalami pembatasan -pembatasan. Tidak hanya pada jaman Kartini perempuan sering hanya diidentikkan dengan masalah dapur, sumur,dan kasur (hanya menenak nasi, mencuci, dan sebaga i teman tidur).

Pada jaman modern sekalipun, perempuan sering dilecehkan dan dikekang dalam banyak segi termasuk dalam memperoleh kesetaraan pendidikan. Sedangkan masyarakat yang masuk lapisan menengah dan lapisan atas, banyak diuntungkan untuk memperoleh dan memilih layanan pendidikan yang disukai.

Mereka bisa ‘membeli’ lembaga pendidikan yang disukai untuk dimasuki, termasuk pada lembaga-lembaga pendidikan (sekolah dan universitas) yang dikenal ‘favorite’.

Fenomena dualistik di atas menunjukkan adanya masalah berkaitan dengan kesenjangan pendidikan antara kelas dan kelompok sosial atas dengan kelompok sosial bawah, antara desa dengan kota, antara laki -laki dengan perempuan, antara pusat dan daerah. Pada satu pihak ada kelompok masyarakat yang diuntungkan, sedangkan di pihak lain ada golongan yang kurang diuntungkan.

(10)

10 6. Pendidikan Multikultural, langkah upaya perbaikan

Multikultural di Indonesia bersifat normatif. Multikutural normatif adalah petunjuk tentang berbagai kepentingan yang membimbing pada pengakuan yang lebih tinggi mengenai kebangsaan dan identitas kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. Multikultural normatif di Indonesia pertama kali diamanatkan dalam UUD 1945. Ketentuan di dalam UU menyatakan bahwa rakyat dan bangsa Indonesia mencakupi berbagai kelompok etnis. Mereka telah berbagi komitmen dalam membangun bangsa Indonesia.

Di dalam pendidikan multikultural terletak tanggung jawab besar untuk pendidikan nasional. Tanpa pendidikan yang difokuskan pada pengembangan perspektif multikultural dalam kehidupan adalah tidak mungkin untuk menciptakan keberadaan aneka ragam budaya di masa depan dalam masyarakat Indonesia. Multikultural hanya dapat disikapi melalui pendidikan nasional.

Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:

1. Agama, suku bangsa dan tradisi

Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.

Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.

2. Kepercayaan

(11)

11 Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.

3. Toleransi

Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya.

Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat hidup di Indonesia diperlukan pendidikan multikultural.

Pendekatan dalam pendidikan multikultural meliputi:

a. Pengajaran yang yang menitikberatkan perbedaaan secara kultural agar di kalangan mereka terjadi perubahan kultural yang natural.

b. Memperhatikan pentingnya interaksi antar sesama dengan mengarahkan atau mendorong siswa memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri, mengembangkan toleransi dan mau menerima orang lain. c. Menciptakan arena belajar dalam satu kelompok budaya.

d. Pendidikan multikultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan pemerataan kekuasaan antar kelompok.

e. Pendidikan multikultural sekaligus sebagai upaya rekontruksi sosial agar terjadi persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan tujuan menyiapkan agar setiap warga negara aktif mengusahakan persamaan struktur sosial.

(12)

12 penyeragaman dengan standar kultural Indonesia yaitu kultur yang dibawa oleh birokrasi yang dikendalikan elit pemerintah yang harus dilaksanakan dan dipatuhinya. Kebijakan pendidikan harus selalu dilegimitasi oleh perundang-undangan yang sudah memiliki kekuatan legal.

III. Kesimpulan

Kurikulum adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembentukan karakter bangsa. Kunci paradikma dalam pembentukan nalar individu para generasi penerus bangsa tidak lain adalah melalui proses pendidikan. Proses pendidikan yang baik adalah harga mati yang tidak bisa di tawar dalam pencapaianya.

Pencapaian kurikulum yang baik tentu tidak dapat di pisahkan dari bagaimana sistem dan mekanisme proses yang berjalan. Sistem diatur oleh kebijakan, dan kebijakan yang muncul tentu tidak terlepas dari bingkai politik yang memayungi. Dan dengan poliltik yang santun serta berorientasi pada kemaslahatan publik maka tujuan dari cita – cita guna mencerdaskan kehidupan bangsa akan dapat terwujud.

(13)

13 Daftar Pustaka

A.Ahmadi. 1987. Pendidikan dari Masa ke Masa. Bandung: Armico.Karl Mannheim. 1991. Ideology and Utopia: An Introduction to The Sociology of Knowledge (Diterjemahkan: Idelogi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik).Yogyakarta: Kanisius.

H.A.R. Tilaar.2012. Kaleidoskop Pendidikan Nasional Indonesia.Kompas Gramedia: Jakarta.

Musa Asy’arie. 2004. Pendidikan Multikultural dan Konflik Bangsa.1-2.

www.kompas.co.id

Nezar Patria dan Andi Arief. 1999. Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Rasiyo. 2005. Kebijakan Desentralisasi Manajemen Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah. Surabaya: Program Doktor Ilmu Administrasi, Universitas 17 Agustus 1945.

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Yudi Latif dan IS Ibrahim. 1996. “Bahasa dan kekuasaan: Politik Wacana di

Referensi

Dokumen terkait

39 093046 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia YAPMI Prop. Sulawesi Selatan

Sistem persinyalan kereta api adalah sistem yang Sistem persinyalan kereta api adalah sistem yang kompleks yang mengatur sinyal operasional KA yang kompleks yang

 Sedangkan graf berarah dari relasi yang bersifat setangkup dicirikan oleh: jika ada busur dari a ke b , maka juga ada busur dari b ke

Kesimpulan penelitian menjelaskan: (1) Bentuk-bentuk money politics yang dilakukan oleh calon legislatif di Surakarta pada Pemilu 2014: (a) secara langsung praktik money

Alat Pelindung Diri (APD) : Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk melindungi diri diantaranya : Surgical google, appron, masker, handglove, sepatu

Hasil uji aktivitas antimikroba dari fraksi etil asetat herba sisik naga diperoleh konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 0,5% dengan diameter 8,83 mm pada

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian

Berdasar fakta sosial yang ada dan dari sejarah perjuangan rakyat Mesir dalam menggulingkan Presiden Hosni Mubarak bersama partai pendukungnya merupakan sajian karya