• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan )"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

1

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK

PIDANA PENYELUDUPAN

PAKAIAN BEKAS

(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

OLEH :

NAMA : JUNITA SITORUS

NIM : 040 200 109

(2)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

2

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK

PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS

(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA HUKUM

NAMA : JUNITA SITORUS

NIM : 040 200 109

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

(Abul Khair, SH, M.Hum) NIP. 131 842 854

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

(Abul Khair, SH, M.Hum) (Rafiqoh Lubis, SH. M.Hum) NIP. 131 842 854 NIP. 132 300 076

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

3

KATA PENGANTAR

Segala sembah sujud, puji syukur, dan terimakasih penulis ucapkan kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus atas segala cinta kasih, pertolongan, kemurahan, dan penyertaanNya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi guna menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Adapun judul dari skripsi ini adalah : “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS”.

Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan, serta bahan-bahan literatur yang penulis dapatkan. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dari pada pembaca untuk mencapai kesempurnaan tulisan ini.

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

(4)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

4

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM., selaku Pembantu dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Pembantu dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Abul Khair, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, untuk semua kesabaran dan dedikasi dalam membimbing penulis baik dalam studi, dan dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan kesabarannya dalam membimbing penulis mulai dari titik awal penulisan skripsi sampai dengan selesainya penulisan ini. Terimakasih banyak ibu.

7. Ibu Nurmalawaty, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana.

8. Bapak M. Eka Putra, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali penulis, yang telah memberikan bimbingan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.

(5)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

5

10. Buat Ayahanda T. Sitorus dan Ibunda H. Simanjuntak yang terkasih dan tercinta, terimasih untuk Doa, semua kasih, cinta dan sayangnya yang teramat banyak sekali, perhatian, pengorbanan dan bimbingan yang tulus kepada penulis.

11. Buat kakak Herlina, abang Sahat, adek Meriko dan Dede Teresya Nova yang telah memberikan kasih sayang yang begitu indah serta dukungan moril kepada penulis.

12. Buat abangku tercinta dan tersayang Hendra Lion Hutasoit, terimakasih buat cinta, sayang, perhatian, kesetiaan dan pengorbanannya yang sudah jauh-jauh datang datang dari tanjung balai buat bantuin adc menyelesaikan skripsi dan juga sudah mengingatkan adc.

13. Temen-temen terdekat dan terbaik, Claudya Eterina Br Purba, terimakasi udah membantu temenmu ini dan waktu serta sudah mengingatkan aku buat menyelesaikan skripsi aku, dan juga buat Romelda Proniastria makasi banyak ya. Tetaplah menjadi Soulmate’ aku yang abadi selamanya.

14. Rekan-rekan di Tim Basket Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Jangan menyerah walaupun kita belum menang. SEMANGAT.

15. Kakak-kakak senior di FH-USU.

16. Sahabat-sahabat penulis stanbuk 2004 (dari PRM sampai Reguler), khusus temen-temen group-A, senang bisa mengenal kalian semua

(6)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

6

(Vellyn-Virsa-Ayu-Tika-Irma, Ilsa-Tantri-Tami, Migdad-Amar-Ilham-Hartanta-Igun-Ramon, Aminah cs, Rozi-Ajo-Darma, Agus, Raja, Lidya cs). Medan, Juni 2008. Penulis, JUNITA SITORUS NIM 040200109

(7)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009 7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……… i DAFTAR ISI……….. iv DAFTAR TABEL……….. vi ABSTRAK………. vii BAB I. PENDAHULUAN……….. 1 A. Latar belakang……… 1 B. Perumusan masalah……… 4

C. Tujuan dan manfaat penulisan……….... 4

D. Keaslian penulisan……….. 5

E. Tinjauan kepustakaan………. 6

1. Pengertian penegakan hukum……….. 6

2. Pengertian tindak pidana………. 14

3. Pengertian Tindak Pidana Penyeludupan dan Jenis-Jenis Penyeludupan……… 19

F. Metode penelitian………... 23

G. Sistematika penulisan………. 25

BAB II. DAMPAK PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS DI INDONESIA……… 28

A. Faktor-faktor yang mendukung penyeludupan pakaian bekas di Indonesia……….………. 28

B. Dampak penyeludupan pakaian bekas di Indonesia….……... 37

BAB III. KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA

(8)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

8

PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS………. 51

A. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan………..……….. 51

B. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MPP/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum dibidang Impor……… 58

C. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.642/MPR/Kep/9/2002 Tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor. 230/MPP/Kep/7/1997 Tentang Barang yang diatur Tata Niaga Impornya……… 61

D. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 732/mpp/Kep/10/2002 Tentang Tata Niaga Impor Tekstil………. 62

BAB IV. PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS……….. 65

A. Kasus……… …. 65

B. Analisis kasus……… ………… 78

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… … ……… 88

A. Kesimpulan……… … ……... 88

B. Saran……… … ……. 90

(9)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

9

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Dakwaan dan Putusan Hakim dalam Kasus

Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas………... 83

Tabel 2 : Pertimbangan Hakim dalam Putusan

Kasus Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas………. 85

(10)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

10

ABSTRAKSI

JUNITA SITORUS1

Faktor-faktor yang mendukung penyeludupan pakaian bekas adalah faktor geografis; kondisi industri dalam negeri; transportasi; mentalitas dan masyarakat, serta dampak penyeludupan pakaian bekas adalah dampak negatif yakni: terhadap pendapatan Negara; perekonomian Negara; perkembangan industri dalam negeri dan kesempatan kerja dan tenaga kerja sedangkan dampak positifnya adalah bagi masyarakat miskin yang dapat memperoleh pakaian dengan harga yang murah. Peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan adalah Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Keputusan Menteri perindustrian dan perdagangan. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 disebutkan bahwa pelaku penyeludupan akan diberikan hukuman akumulatif

ABDUL KHAIR, SH, M.HUM**

RAFIQOH LUBIS, SH, M.HUM***

Masalah pemberantasan penyeludupan pakaian bekas tetap akan menjadi bahan pembicaraan yang menarik dikalangan para penegak hukum,oleh karena masalah ini menjadi salah satu sasaran pkokok dalam pelaksanaan tugas para penegak hukum dan beberapa instansi terkait yang memiliki kewenangan dan pengawasan atas pelaksanaan impor dan ekspor barang. Tindak pidana penyelundupan sangat merugikan dan mengganggu keseimbangan kehidupan bangsa Indonesia. Kerugian Negara akibat dari penyelundupan pakaian bekas ini mencapai triliunan rupiah. Adanya penyeludupan pakaian bekas yang dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin memperoleh keuntungan besar dengan cara melanggar prosedur ekspor-impor yang berlaku bila dibiarkan begitu saja tapa ada penyelesaian karena bea-bea yang masuk akan digunakan sebagai dana pembangunan bangsa. Larangan impor pakaian bekas sudah ada sejak 18 Januari 1982 akan tetapi masih banyak masyarakat yang melakukan penyelundupan pakaian bekas ini. Hal ini lah yang menjadi latar belakang ketertarikan penulis untuk menulis skripsi dengan permasalahan; apakah dampak penyeludupan pakaian bekas; peraturan apakah yang berkaitan dengan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas; bagaimana penegakan hukum tindak pidana penyeludupan pakaian bekas.

Metode penelitian didalam skripsi ini adalah Yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dengan menganalisis putusan Pengadilan Negeri Medan. Data sekunder dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

1

Mahasiswi Fakultas Departemen Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

** Staf pengajar dan Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, Medan.

(11)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

11

berupa pidana penjara dan denda. Dan dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.229/MPP/Kep/7/1997 dan No.642/MPP/Kep/9/2002 Tentang Perubahan Lampiran I No.230/MPP/Kep/7/1997 tercantum bahwa barang yang di impor harus dalam keadaan baru dan barang gombal baru dan bekas dilarang. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap putusan kasus dengan nomor 3.412/Pid.B/2006/PN.Mdn dan putusan nomor 3.433/Pid.B/2006/PN.Mdn, dapat dilihat bahwa kedua kasus tersebut diperiksa secara splitsing.

(12)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

12

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tindak pidana penyeludupan sangat merugikan dan mengganggu keseimbangan kehidupan bangsa Indonesia. Kerugian Negara akibat penyeludupan mencapai triliunan rupiah. Modus yang dilakukan pada umumnya mengakali berbagai fasilitas kemudahan ekspor-impor yang diberikan Bea Cukai.2

Berbagai penyeludupan terjadi di Indonesia termasuk penyeludupan pakaian bekas. Penyeludupan pakaian bekas (ballpressed)ada yang terjadi dalam frekuensi tinggi sehingga hampir setiap saat dapat di baca dan di dengar dari media masa yaitu tentang penyeludupan pakaian bekas. Maraknya penyeludupan pekaian bekas (ballpressed) di Indonesia karena terpuruknya perekonomian Indonesia. Perekonomian yang terpuruk sungguh menyulitkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga rakyat demi memenuhi kebutuhan Dengan adanya penyeludupan-penyeludupan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin memperoleh keuntungan besar dengan cara melanggar prosedur eksport-import yang berlaku. Hal ini sudah jelas sangat merugikan Bangsa Indonesia jika dibiarkan begitu saja tanpa ada penyelesaiannya karena bea-bea tersebut kelak akan dipergunakan sebagai dana pembangunan bangsa, yang salah satunya bersumber dari pajak.

2

http://www.hukmas.depkeu.go.id/kliping/unit.asp?kdx=unittopik&KDunit=DJBC%20% 20%20%20%20%20&KDTOPIK=KEPABEAN%20%20&urunit=Direktorat%20Jenderal%20Bea %20dan%20Cukai&urtopik=KEPABEANAN, diakses pada tanggal 30 Januari 2008 Pukul 10.10 WIB.

(13)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

13

ekonomi, urusan sandang pun jadi nomor dua. Dari segi ekonomi pakaian bekas yang dikirim dari Negara luar tersebut lebih murah harganya. Masuknya pakaian bekas impor illegal ke pasar domestik selama ini telah menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk memberantas praktek impor pakaian bekas illegal tersebut sampai tuntas.3

Di Indonesia dewasa ini banyak sekali ditemukan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas, yaitu sebagai contoh Syaifullah bin Isnin, nakhoda KM Hendrayan, terdakwa perkara penyeludupan pakaian bekas asal Singapura, divonis dua tahun penjara dan denda Rp2 juta subsider satu bulan kurungan4

3

, Budijono dan Irfan 4.493 bal pakaian bekas impor illegal tersebut berhasil ditangkap aparat Kepolisian dari Polda Metro Jaya antara Oktober 2002 sampai 20 April 2003. Sebelumnya Menperindag juga telah memusnahkan 1.696 bal pakaian bekas impor illegal senilai Rp 1,5 miliar di kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara yang berhasil ditangkap aparat Angkatan Laut dan Polri dan telah divonis oleh Pengadilan untuk disita dan selanjutnya dimusnahkan dengan cara dibakar. Dengan demikian, 4.493 bal pakaian bekas impor yang baru dibakar aparat berwenang tersebut nilainya diperkirakan mencapai Rp 2 miliar. Oleh karena itu, Pemerintah kini mulai mengambil tindakan tegas terhadap pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia secara ilegal dengan menyita dan memusnahkan barang

http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/MajalahINDAG/2003_05.pdf, diakses pada tanggal 30 Januari 2008 Pukul 09.30 WIB.

4

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/19/ penyelundup- pakaian- bekas- divonis- 2- tahun-penjara/, diakses pada tanggal 1 Maret 2008 Pukul 13.15 WIB.

(14)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

14

haram tersebut dengan cara dibakar. Penyitaan produk pakaian bekas impor dilakukan aparat berwenang karena kegiatan impor produk pakaian bekas sampai kini masih tetap dilarang pemerintah. Bahkan ketentuan larangan impor pakaian bekas sudah sejak 18 Januari 1982 melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan dan Koperasi (Mendagkop) karena impor pakaian bekas merupakan kegiatan yang illegal.5

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan mengatur bahwa Direktorat Jendral Bea Cukai adalah melakukan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean. Namun mengingat letak geografis Indonesia sebagai Negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan Negara tetangga, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di dalam daerah pabean untuk menghindari penyeludupan dengan modus pengangkutan antar pulau khususnya dalam barang tertentu. Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi. Yang dimaksud dengan kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar di daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

6

5

Dan dalam Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan dalam Pasal 3 menyebutkan barang yang di impor harus dalam keadaan baru. Akan tetapi meskipun adanya

http://www.depperin.go.id/IND/Publikasi/MajalahINDAG/2003_05.pdf, diakses pada tanggal 1 Maret 2008 Pukul 12.00 WIB.

6

Undang-undang No.17 Tahun 2006 Tentang perubahan Undang-undang N0.10 Tahun 1995 Tentang kepabeanan Pasal 1 ayat (1).

(15)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

15

peraturan-peraturan tersebut masih dapat masuknya pakaian bekas tersebut ke Indonesia.7

1. Apakah dampak penyeludupan pakaian bekas?

Dari paparan tersebut di atas masalah tindak pidana penyeludupan pakaian bekas akan menjadi bahan perbincangan yang menarik di kalangan para penegak hukum, para kalangan mahasiswa, sampai kepada masyarakat luas tentunya. Oleh karena itu timbul suatu ketertarikan penulis yang sangat besar untuk menulis skripsi tentang masalah Tindak Pidana penyeludupan pakaian bekas tersebut berjudul : “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS”

B. Rumusan Permasalahan

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan di bahas sebagai berikut ini :

2. Peraturan-peraturan apakah yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas

3. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana penyeludupan pakaian bekas

4.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

7

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 229/MPP/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum dibidang Impor.

(16)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

16

1. Untuk mengetahui dampak peyeludupan pakaian bekas.

2. Untuk mengetahui Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Tindak Pidana Peyeludupan pakaian bekas.

3. Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas.

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Manfaat Teoritis,

Yaitu penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan akademis pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk memberikan pengetahuan bagi mereka mengenai penyeludupan pakaian bekas, mulai dari hal-hal yang menyebabkan larangan impor, pengaturan Tindak Pidana Penyeludupan, dan penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas.

2. Manfaat Praktis,

Yaitu dapat mengetahui bagaimana Tindak Pidana Penyeludupan dari sisi hukumnya dan juga pengaruh dan dampaknya bagi pendapatan Negara, serta skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penegak hukum tentang Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas” ini adalah merupakan hasil pemikiran penulis sendiri. Penulis telah melakukan di

(17)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

17

perpustakaan Fakultas Hukum U.S.U dan tidak ada skripsi yang menulis judul yang sama, kalau pun ada, penulis yakin substansi pembahasannya berbeda.

Karya tulis dalam bentuk skripsi ini, dibuat oleh penulis guna melengkapi salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum USU Medan, merupakan hasil dari daya upaya penulis dalam mengumpulkan segala jenis keterangan-keterangan, informasi, data-data baik itu berupa artikel ataupun tulisan dari koran maupun internet, begitu juga dari buku-buku, peraturan perundang-undangan. Segala upaya pencarian informasi yang dilakukan penulis semata-mata adalah berkaitan dengan penulisan karya tulis bentuk skripsi yang membahas tentang penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Penyeludupan pakaian bekas. Apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah keseluruhan kegiatan dari para pelaksana penegakan hukum kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, kepastian hukum sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Penegakan hukum yang dikaitkan dengan perlindungan masyarakat terhadap kejahatan tentunya berkaitan dengan masalah penegakan hukum pidana. Tujuan ditetapkannya hukum pidana adalah sebagai

(18)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

18

salah satu sarana politik criminal yaitu untuk “perlindungan masyarakat” yang sering pula dikenal dengan istilah “social defence”.8

Menurut Barda Nawawi, ada 4 aspek dari perlindungan masyarakat yang harus juga mendapatkan perhatian dalam penegakan hukum pidana, yaitu:

9

a. Mayarakat memerlukan perlindungan terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat. Bertolak dari aspek ini, maka wajar apabila penegakan hukum bertujuan untuk penanggulangan kejahatan.

b. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap sifat berbahayanya seseorang. Oleh karena itu wajar pula, apabila penegakan hukum pidana bertujuan memperbaiki sipelaku kejahatan atau berusaha mengubah dan mempengaruhi tingkah lakunya agar kembali patuh pada hukum dan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.

c. Masyarakat memerlukan pula perlindungan terhadap penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegakan hukum maupun dari masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus mencegah terjadinya perlakuan atau tindakan yang sewenang-wenang dilakukan hukum.

d. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang tergantung sebagai

8

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, Halaman 11.

9

(19)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

19

akibat adanya kejahatan. Oleh karena itu wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

Hukum berfungsi sebagai perlindungan manusia. Hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia terlindungi. Pelaksanaan dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Hukum yang dapat dilanggar itu dalam hal ini harus ditegakkan melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan.

Ada 3 unsur yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum, yaitu:10 1. Kepastian hukum (rechtssicherheit);

2. Kemanfaatan (zweckmassigkeit); dan 3. Keadilan (gerechtigkeit).

Penegakan hukum (pidana), apabila dilihat dari suatu proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu:11

2) Tahap aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. Tahap kedua ini disebut tahap kebijakan yudikatif.

1) Tahap formasi, yaitu tahap penegakan hukum in abstracto oleh badan pembuat Undang-Undang. Tahap ini disebut tahap legislatif.

10

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1999, Halaman 145.

11

Teguh Prasetyo & Abdul Halim, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, halaman 111.

(20)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

20

3) Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara kongkrit oleh aparat penegak hukum. Tahap ini dapat disebut tahap kebijakan eksekutif atau administratif.

Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap mengenjawantahkannya dalam sikap dan tindakan sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup. Tegaknya hukum ditandai oleh beberapa faktor yang saling berkaiatan erat yaitu hukum dan aturannya.12

Penegakan hukum tidak hanya mencakup Law enforcement tetapi juga

Peace maintenance. Hal ini karena pada hakekatnya penegakan hukum

merupakan proses penyesuaian antara nilai-nilai, keadaan-keadaan dan pola perilaku nyata, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian. Oleh karena itu tugas utama penegakan hukum adalah mencapai keadilan.13

Penegakan hukum dalam Negara dilakukan secara preventif dan represif. Penegakan hukum secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tetapi ternyata masih juga terdapat pelanggaran hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka hukum

12

Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983, Halaman 3.

13

M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, Halaman 98.

(21)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

21

harus ditegakkan secara preventif oleh alat-alat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasionalnya didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, sampai kepada lembaga pemasyarakatan.14

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat diterapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang kongkrit. Hukum itu harus berlaku sebagaimana mestinya dan pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, Fiat Justitia et pereatMundus (meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan). Hal itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindunggan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam kepastian tertentu.15

Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk adanya ketertiban masyarakat, sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa suatu proses penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh budaya yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat,

14

Teguh Prasetyo & Abdul Halim, Op.Cit, Halaman 112.

15

(22)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

22

jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan didalam masyarakat.

Unsur penegakan yang lain adalah keadilan. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan harus diperhatikan. Proses pelaksanaan atau penegakan hukum harus dilakukan secara adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum, setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Keadilan bersifat sebaliknya yaitu bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Adil bagi seseorang belum tentu dirasakan adil bagi orang lain.16

Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

17

a. Faktor hukum itu sendiri, misalnya Undang-undang.

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

c. Faktor sarana dan aktifitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

16

Sudikno Mertokusumo, Ibid, Halaman 146.

17

(23)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

23

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada efektifitas penegakan hukum. Unsur-unsur yang terkait dalam menegakkan hukum sebaiknya harus diperhatikan, kalau dalam menegakkan hukum hanya diperhatikan kepastian hukum saja, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu selanjutnya. Proses dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur tersebut harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Kenyataan yang terjadi dalam praktek, tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut.18

Seseorang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya tanpa adanya kepastian hukum dan akhirnya timbul keresahan. Rasa tidak adil dan kaku juga akan timbul apabila terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum dan terlalu ketat mentaati peraturan hukum. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat: Lex dura sed tamen scripta (undang-undang itu kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya). Undang-undang itu tidak sempurna. Undang-undang itu memang tidak mugkin mengatur segala kehidupan manusia secara tuntas. Undang-undang itu adakalanya tidak lengkap dan adakalanya

18

(24)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

24

undang-undang itu tidak jelas. Undang-undang harus dilaksanakan meskipun tidak lengkap atau tidak jelas.

Hakim harus melaksanakan atau menegakkan undang-undang dalam hal terjadi pelanggaran undang-undang. Hakim tidak dapat menangguhkan pelaksanaan atau penegakan undang-undang yang telah dilanggar. Hakim tidak dapat dan tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumnya tidak lengkap atau tidak jelas. Ia dilarang menolak menjatuhkan putusan dengan dalih tidak sempurnanya undang-undang atau tidak ada hukumnya. Hakim mau tidak mau harus menjatuhkan putusan ( Pasal 22 AB, Pasal 16 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman).

Asas penegakan hukum yang tepat, sederhana dan berbiaya ringan hingga saat ini belum sepenuhnya mencapai sasaran seperti yang diharapkan masyarakat. Sejalan dengan itu pula, masih banyak ditemui sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merugikan masyarakat maupun keluarga korban. Harus diakui juga bahwa banyak anggota masyarakat yang masih sering melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Contohnya yaitu mempengaruhi aparatur hukum secara negatif dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku pada proses penegakan hukum yang bersangkutan, yang ditujukan pada diri pribadi, keluarga anak/kelompoknya.19

Faktor-faktor yang mempengaruhi belum berperannya masyarakat secara baik dan optimal sesuai ketentuan dalam proses penegakan hukum tentu banyak

19

Soejono Soekanto, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, Halaman1.

(25)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

25

sekali. Peran masyarakat tentunya sangat berpengaruh dalam proses penegakan hukum, selain itu tentu masih banyak ditemui hambatan/kendala-kendala yang merugikan masyarakat selama proses penegakan hukum tersebut.

2. Pengertian Tindak pidana

Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah pidana (perbuatan pidana), kesalahan dan pidana serta korban.20 Istilah Tindak Pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan stafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu.21

Menurut Simon, pengertian stafbaar feit berbunyi sebagai berikut: “Stafbaar feit is een strafbaar gestelde on rechmatige (wederrechelijk), metschuld

in verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar person”,22

20

Fuah Usfa & Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang, 2004, halaman 31.

21

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, halaman 67.

22

Satochid kartanegara, Hukum Pidana kumpulan kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, Halaman 65.

yang dalam terjemahannya adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan dapat dihukum.

(26)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

26

Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah

strafbaar feit adalah Tindak Pidana, Peristiwa pidana, Delik, Pelanggaran Pidana,

Perbuatan yang boleh dihukum, Perbuatan yang dapat dihukum, Perbuatan Pidana.23

Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yakni Straf, Baar, Feit. Dari tujuh

istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari Strafbaar Feit itu, ternyata Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan Baar diterjemahkan dengan

dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata Feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

24

Kata “baar” mempunyai 2 istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat. Secara literlijk bisa kita terima. Kata feit biasa digunakan 4 istilah, yakni tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Secara literlijk feit memang lebih pas untuk diterjemahkan dengan perbuatan. Kata pelanggaran telah lazim digunakan dalam pembendaharaan hukum Indonesia untuk mengartikan dari istilah overtrading Secara literlijk kata “straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. Kaitanya dengan istilah Strafbaar feit secara utuh, ternyata straf diterjemahkan juga dengan kata hukum. Padahal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht, seolah-olah arti starf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya.

23

Adami Chazawi, Op Cit., Halaman 67.

24

(27)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

27

sebagai lawan dari istilah misdrijven (kejahatan) terhadap kelompok tindak pidana masing-masing dalam buku III dan buku II KUHP.25

Kata “peristiwa”, menggambarkan pengertian yang lebih luas dari perkataan perbuatan. Hal itu karena peristiwa tidak saja menunjuk kepada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam hukum pidana. Peristiwa baru menjadi penting dalam hukum pidana, apabila kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia (pasif maupun aktif).26

Istilah “tindak” memang telah lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan, walaupun masih dapat diperbedakan juga ketepatannya. Tindak menunjuk pada hal kelakuan manusia dalam arti positif (handelen) semata, dan tidak termasuk kelakuan manusia yang pasif atau negatif (nalaten). Pengertian yang sebenarnya dalam istilah feit itu adalah termasuk baik perbuatan aktif maupun perbuatan pasif tersebut. Perbuatan aktif artinya suatu bentuk perbuatan yang untuk mewujudkannya diperlukan/diisyaratkan adanya suatu gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian tubuh manusia, misalnya mengambil (Pasal 362 KUHP) atau merusak (Pasal 406 KUHP). Perbuatan pasif adalah suatu bentuk perbuatan fisik apapun yang oleh karenanya, dengan demikian seseorang

25

Ibid.

26

(28)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

28

tersebut telah mengabaikan kewajiban hukumnya, misalnya perbuatan tidak menolong (Pasal 531 KUHP) atau perbuatan membiarkan (Pasal 304 KUHP).27

Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana

Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan itu juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial.

28 27 Ibid. 28 Ibid., Halaman 75. . Untuk istilah “tindak” memang telah lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai istilah resmi dalam perundang-undangan pidana Indonesia, seperti dalam KUHP dan Peraturan-peraturan Tindak Pidana Khusus.

Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” untuk menggambarkan isi pengertian strafbaar feit dan beliau mendefinisikannya sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

(29)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

29

Beliau tidak setuju dengan istilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek dari pada perbuatan, “tindak” tidak menunjukan kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan kongkrit.29

Dari pengertian diatas, Moeljatno memberikan unsur tindak pidana sebagai berikut:

30

c. ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan); a. perbuatan;

b. yang dilarang (oleh aturan hukum);

Dari uraian unsur tindak pidana diatas, maka yang dilarang adalah perbuatan manusia, yang melarang adalah aturan hukum. Berdasarkan kata perbutan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tetapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa seorang itu dipidana karena melakukan perbuatan yang dilarang di dalam hukum. Pandangan beliau terhadap perbuatan pidana dalam istilah yang beliau gunakan, bahwa beliau memisahkan antara perbuatan dengan orang melakukan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP maka seseorang dapat dihukum bila memenuhi hal-hal sebagai berikut :

a. Ada suatu norma pidana tertentu.

b. Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-Undang.

c. Norma pidana itu harus berlaku sebelum perbuatan itu terjadi.

29

Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Sinar Grapika, Jakarta, 1991, Halaman 3.

30

(30)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

30

Dengan perkataan lain, bahwa tidak seorangpun karena suatu perbuatan tertentu, bagaimanapun jahatnya, dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan undang-undang terhadap perbuatan itu.31

Istilah “penyeludupan” , “menyeludup” sebenarnya bukan istilah yuridis. Ia merupakan pengertian gejala sehari-hari, dimana seseorang secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi memasukkan atau mengeluarkan barang-barang ke atau dari dalam negeri dengan latar belakang tertentu.

Jadi syarat utama dari adanya “perbuatan pidana” adalah kenyataan bahwa ada aturan yang melarang dan mengancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

3. Pengertian Tindak Pidana Penyeludupan dan Jenis-Jenis Penyeludupan

a. Pengertian Tindak Pidana Penyeludupan

32

Latar belakang perbuatan demikian ialah untuk menghindari bea cukai (faktor ekonomi), menghindari larangan yang dibuat oleh pemerintah seperti senjata api, amunisi, dan sejenisnya, narkotika (faktor keamanan) dan lain-lain. Penyeludupan dalam arti ini adalah dalam pengertian luas. Sedangkan dalam pengertian sempit mengenai penyeludupan terdapat di dalam Keputusan Presiden No. 73 Tahun 1967 pada Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “tindak pidana

31

Lihat Pasal 1 ayat (1) KUHP.

32

(31)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

31

penyeludupan ialah tindak pidana yang berhubungan dengan pengeluaran barang atau uang dari Indonesia ke luar negeri (ekspor) atau pemasukan barang atau uang dari luar negeri ke Indonesia (impor).33

Pengertian Penyeludupan sebagaimana yang dimuat dalam Keputusan Presiden No. 73 Tahun 1967 sama dengan Pengertian Penyeludupan yang dimuat dalam the New Grolier Webster International Of English Languange (Volume II, halaman 916) yang berbunyi “To Import or export secretly and contrary to law,

without payment of legally required duties” yang dalam terjemahannya adalah

“mengimpor atau mengekspor secara rahasia dan bertentangan dengan hukum yang ditentukan dengan sah”.34

Pengertian Tindak Pidana Penyeludupan dalam bahasa Inggris “smuggle” dan dalam bahasa Belanda “smokkel” yang artinya mengimpor, mengekspor, mengantar pulaukan barang dengan tidak memenuhi peraturan Perundang-undangan yang berlaku atau tidak memenuhi formalitas pabean (douneformaliteiten) yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi (UU drt. No. 7 Tahun 1955) dan ordonansi Bea maupun INPRES No. 4 Tahun 1985 tidak dijumpai pengertian penyeludupan. 35 33 Ibid. 34

Baharudin Lopa, Tindak Pidana Ekonomi (Pembahasan Tindak Pidana

Penyelundupan ), Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, Halaman 22.

35

Soufnir Chibro, Pengaruh Tindak Pidana Penyeludupan Terhadap Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, Halaman 5.

(32)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

32

Dalam Law Dictionary,36

Secara umum jenis-jenis penyeludupan dapat dibagi dalam dua jenis yaitu sebagai berikut :

Penyeludupan diartikan dalam terjemahannya

adalah pelanggaran atas impor atau ekspor barang-barang yang dilarang, atau pelanggaran atas pelanggaran atas impor atau ekspor barang-barang yang tidak dilarang, tanpa membayar bea yang dikenakan atas Undang-undang Pajak tau Bea Cukai.

Dari pengertian penyeludupan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hakekat dari penyeludupan adalah untuk menghindari bea masuk atau bea keluar, supaya mendapatkan keuntungan yang besar.

Pengertian tindak pidana penyeludupan dalam kamus bahasa Indonesia adalah kata “tindak” yang artinya langkah dan perbuatan. Kata “pidana” yang artinya kejahatan. Sedangkan kata “penyeludupan” yang kata dasarnya adalah “seludup” artinya menyuruk, masuk dengan diam-diam, menukik dan menyelinap. Jadi kata “penyeludupan” adalah proses, cara, perbuatan menyeludup. Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa tindak pidana penyeludupan adalah perbuatan kejahatan yang dilakukan dengan cara diam-diam atau menyelinap.

b. Jenis-Jenis Penyeludupan 37 36 Ibid, Halaman 6. 37

Djoko Prakoso, Bambang Riyadi Lany, Amir Mushsin, Kejahatan-Kejahatan Yang

(33)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

33

1. Penyeludupan Impor, adalah suatu perbuatan memasukkan barang-barang dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia dengan tidak memenuhi prosedur yang ditentukan bagi pemasukan barang-barang dari luar negeri. 2. Penyeludupan Ekspor, adalah pengeluaran barang-barang dari Indonesia

keluar negeri tanpa melalui prosedur untuk itu.

Disamping itu, sekarang dikenal adanya jenis penyeludupan lain, yakni Penyeludupan Legal dan Penyeludupan Ilegal. Penyeludupan Legal ialah pemasukan barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia atau mengeluarkan barang dari Indonesia ke luar negeri dengan melalui prosedur yang ditentukan yakni dilindungi dengan dokumen, tetapi dokumen tersebut tidak sesuai barang yang dimasukkan atau barang yang dikeluarkan. Tidak sesuainya itu umumnya dalam hal jenis, kualitas, kuantitas dan harga barang. Sedangkan Penyeludupan Ilegal ialah pemasukan atau pengeluaran barang tanpa dilindungi dokumen.38

Seperti yang telah dijelaskan di atas penyeludupan fisik, dalam hal ini tidak mempergunakan dokumen-dokumen untuk melindungi barang-barangnya. Perbuatan tersebut bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala kewajiban atau larangan yang telah ditetapkan dalam atau berdasarkan Ordonansi Bea serta

Berdasarkan perkembangan praktek yang disebut dengan penyeludupan legal sekarang ini oleh masyarakat atau instansi penegak hukum disebut dengan penyeludupan Administrasi. Sedangkan yang disebut dengan Penyeludupan Ilegal sekarang ini disebut dengan Penyeludupan Fisik.

38

(34)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

34

reglemen lampirannya dan peraturan-peraturan lain sebagai peraturan pelaksana dari ordonansi bea. Hal ini sesuai dengan Pasal 26 b ayat (1) Ordonansi Bea (RO), yang berbunyi :

“ Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor barang-barang atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang-barang tanpa mengindahkan akan ketentuan-ketentuan dari ordonansi ini dan dari reglemen-reglemen yang terlampir padanya atau yang mengangkut ataupun yang menyimpan barang-barang bertentangan dengan sesuatu ketentuan larangan yang ditetapkan berdasarkan ayat kedua pasal 3”

Perbuatan ini pada umumnya dilakukan di luar daerah pelabuhan dimana tidak terdapat Pertugas Bea dan Cukai, dengan kata lain dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

Sedangkan Penyeludupan Administratif adalah merupakan penyeludupan yang dilakukan seakan-akan barang tersebut dilindungi oleh dokumen yang diperlukan, jadi dipergunakan dokumen yang tidak sesuai dengan barang yang dilindunginya atau memakai dokumen palsu. Penyeludupan ini memberikan keterangan yang salah tentang jumlah, jenis atau harga barang-barang dalam perberitahuan impor, pengiriman kedalam atau keluar daerah pabean atau pembongkaran atau dalam suatu pemberitahuan tidak menyebutkan barang-barang yang dikemas dengan barang-barang lain, hal ini sesuai dengan Pasal 25 IIc Ordonansi Bea (RO).

Dari uraian pengertian di atas, maka hanya Pasal 26 huruf b ayat (1) Ordonansi Bea lah yang sejak semula dikatakan sebagai kejahatan sedangkan dalam pasal-pasal lainya dalam RO masih berstatus mungkin pelanggaran dan mungkin juga kejahatan, maka perbuatan penyeludupan yang melanggar pasal 26

(35)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

35

huruf b yang ditetapkan sebagai penyeludupan fisik atau penyeludupan murni, sedangkan yang lainnya adalah penyeludupan administratif.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian Hukum Normatif (yuridis normative), yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yakni semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, contohnya berupa Undang-Undang, Keputusan Menteri, dan lain-lain.

b. Bahan hukum sekunder, yakni semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas, seperti artikel-artikel yang dimuat diberbagai media informasi seperti : website internet, Koran, Majalah.

(36)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

36

c. Bahan hukum tersier, yakni semua dokumen yang berisikan konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain. 3. Metode pengumpulan data

Dalam menulis skripsi ini membutuhkan bahan atau masukan sehingga menjadi sebuah skripsi. Untuk mengumpulkan data di dalam memecahkan permasalahan penulisan skripsi ini maka penulis melakukan penelitian yakni :

a. Library Research (Penelitian Kepustakaan)

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku-buku, peraturan-peraturan tentang kepabeanan dan penyeludupan, selain itu juga penelitian terhadap artikel-artikel ilmiah yang dimuat di Koran dan majalah baik yang dimuat diberbagai media massa maupun yang dimuat di Internet. b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Yaitu; dengan mengambil putusan pengadilan yang menyangkut kasus kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas khususnya putusan di Pengadilan Negeri Medan untuk dianalisis sesuai dengan permasalahan.

(37)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

37

Dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang telah diperoleh oleh penulis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini , yaitu data yang diperoleh dianalisis secara utuh dan menyeluruh dengan tidak menggunakan statistik.

F. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan.

Dalam bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisikan latar belakang pemilihan judul skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan gambaran singkat tentang isi skripsi.

Bab II : Dampak penyeludupan pakaian bekas.

Di dalam bab ini menjelaskan factor-faktor apa sajakah yang mendukung penyeludupan pakaian bekas di Indonesia dan dampak negatif dan positif penyeludupan pakaian bekas di Indonesia.

Bab III : Ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana penyeludupan pakaian bekas.

Dalam bab ini memaparkan saksi-saksi terhadap pelaku penyeludupan, yaitu :

(38)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

38

a. Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

b. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.229/MPP/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum dibidang Impor.

c. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.642/MPP/Kep/9/2002 Tentang Perubahan Lampiran I Kepmenrindag Nomor. 230/MPP/Kep/7/1997 Tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya.

d. Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.732/MPP/Kep/10/2002 Tentang Tata Niaga Impor Tekstil.

Bab IV : Penegakan hukum tindak pidana penyeludupan pakaian bekas. Dalam bab ini akan membahas kasus dan menganalisa kasus

tentang penyeludupan pakaian bekas. Bab V : Kesimpulan dan saran

Merupakan bagian akhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penulisan skripsi ini.

(39)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

39

BAB II

DAMPAK PENYELUDUPAN PAKAIAN BEKAS

A. Faktor-faktor yang mendukung penyeludupan pakaian bekas di Indonesia Meningkatnya penyeludupan merupakan salah satu kendala yang dapat menghambat pembangunan nasional. maraknya impor pakaian bekas, diperkirakan dipengaruhi oleh faktor, antara lain: luasnya wilayah kepulauan nusantara dan begitu banyaknya pintu masuk dan keluar yang harus diamankan, kondisi industri dalam negeri yang belum mampu bersaing dengan produk impor, kemampuan dan kemauan aparatur penegak hukum, serta rendahnya partisipasi

(40)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

40

warga masyarakat dalam bekerja sama dengan aparatur pemerintah dan faktor-faktor lainnya yang saling mempunyai hubungan kausal.39

Luasnya Kepulauan Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, yang diapit oleh dua benua besar, yaitu Asia dan Australia dan yang sangat berdekatan dengan Negara-negara tetangga, yang sudah lebih dahulu mengalami kemajuan, baik dibidang perekomonian maupun industri membuka kesempatan atau peluang atau bahkan dapat merangsang para pengusaha (lokal maupun asing) untuk melakukan penyeludupan pakaian bekas. Keadaan ini misalnya terutama dimanfaatkan oleh para penyeludup disekitar Kepulauan Riau, Aceh (seperti di Lhokseumawe, Sabang, Langsa dan lain-lain), Sumatera Utara (Belawan, Tanjung Balai Asahan dan Pangkalan Brandan), Sulawesi Utara, Tengah dan Tenggara dan Timur, Maluku, dan daerah-daerah pantai lainnya.

1. Faktor Geografis

40

Apabila diperhatikan letak geografis Kepulauan Riau misalnya. Kepulauan ini yang terdiri dari kurang lebih 3.214 buah pulau, yang dari dulu dikenal sebagai sarang penyeludup. Penyeludupan di daerah ini bisa bersifat tradisional yang dilakukan oleh perseorangan dan kelompok masyarakat pantai, dan bisa juga bersifat professional yang melibatkan sindikat penjahat, baik dari Indonesia sendiri maupun dari luar Negeri.41

39

Soufnir Chibro, Op.Cit, Halaman 1.

40

Soufnir Chibiro, Op.Cit, halaman 35.

41

Ibid.

(41)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

41

Kawasan perairan di sekitar Kepulauan Riau memang rawan Penyeludupan. Arus penyeludupan itu dapat berasal dari kawasan Sumatera daratan yang hendak menuju ke Malaysia atau Singapura. Pakaian bekas sering diseludupkan dari arah Malaysia dan Singapura menuju Indonesia melalui kawasan kepulauan Riau dan daratan Sumatera. Kondisi geografis kawasan Kepulauan Riau dan sekitarnya memang memungkinkan para penyeludup dengan mudah masuk dan keluar kawasan itu. Apalagi banyak tersebar pelabuhan-pelabuhan kecil di pelosok-pelosok pulau yang dapat dimanfaatkan oleh para penyeludup untuk memasukkan barang-barang ilegal. Oleh karena itu, masih sangat diperlukan fasilitas dan peningkatan kemampuan baik armada maupun personel, baik dari jajaran Bea dan Cukai, Satuan Polisi Air dan Udara, serta TNI Angkatan Laut untuk menjaga dan mengamankan kawasan itu.42

Selama ini, Negara Singapura, Malaysia, Cina, Hongkong, Taiwan, Korea serta Negara Jepang ditenggarai sebagai negara pengekspor pakaian bekas ke Indonesia.43

42

Pakaian bekas tersebut yang diseludupkan langsung dari luar negeri ke Indonesia seluruhnya disalurkan ke kepulauan Indonesia bukan hanya satu kepulauan saja, misalnya pulau Riau dengan jalur-jalur: Singapura – Pekan baru, Singapura – Batam – Tanjung Pinang – Pekan Baru, Singapura – Balaikarimun –

http://209.85.175.104/search?q=cache:su7YQWU41Z4J:64.203.71.11/kompas-cetak/0506/11/daerah/1806998.htm+faktor+geografis+penyelundupan+pakaian+bekas&hl=id&ct= clnk&cd=3&gl=id, diakses pada tanggal 15 Maret 2008 pukul 13.02 Wib.

43

http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2003/4/10/e5.htm, diakses pada tanggal 21 April 2008 pukul 12.32 Wib.

(42)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

42

Pekan Baru, Malaka/Malaysia – Bengkalis, Singapura – Selat Panjang - Pekan Baru serta Singapura Kuala Enok, Pulau Ketam – Malaysia – Bagansiapi-api.

Selain kepulauan Riau, terdapat pula jalur-jalur penyeludupan pakaian bekas yang diperkirakan sering terjadi disepanjang pantai yang termasuk dalam wilayah perairan Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan, Sulawesi , Maluku dan lain-lain. Di wilayah Sumatera Utara yang termasuk salah satu wilayah yang sering terlihat melakukan kegiatan haram ini, yang langsung dikirim dari luar negeri, misalnya dengan jalur: Negara Korea-Singapura-Malaysia dan langsung dikirimkan ke daerah-daerah seperti Medan, Batam,Tanjung Balai Asahan, dan daerah lainnya.

2. Kondisi Industri Dalam Negeri

Tidak dapat disangkal, bahwa kondisi industri dalam negeri turut pula mempengaruhi pesatnya impor pakaian bekas di Indonesia, karena sebagaimana diketahui produksi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri pada umumnya masih dalam tahap perkembangan, sehingga hasilnyapun belum dapat diandalkan. Tingginya biaya produksi menjadikan hasil produksi kurang mampu bersaing dengan barang-barang produksi luar negeri. Keadaan ini ditambah lagi dengan tingginya biaya tansportasi dan minimnya sarana angkutan, sehingga menyebabkan hambatan dalam distribusi dan pemasaran.44

44

(43)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

43

Pakaian impor bekas itu tidak seluruhnya bekas pakai, karena ada sebagian di antaranya yang merupakan pakaian dari gerai ritel yang sudah ketinggalan mode, setelah tidak laku dijual walaupun dengan diskon yang cukup besar. Maka wajarlah jika produk lokal tidak mampu bersaing dengan produk impor itu setidaknya disebabkan oleh tiga faktor yaitu :45

Sebagai contoh dari salah satu pelaku penyeludupan pakaian bekas. Keuntungan dari bisnis pakaian bekas yang didatangkan dari Pasir Gudang Malaysia, sangat menggiurkan. Dengan modal sedikit, keuntungan dipastikan

a) Bahan baku yang sekarang relatif mahal;

b) Upah buruh yang cukup tinggi dan membengkaknya biaya operasi (overhead) seperti: tarif dasar listrik, rekening telepon dan bahan bakar minyak;

c) Belum lagi biaya nonteknis yang tentunya sangat membebani pengusaha nasional sehingga produknya tidak mampu bersaing dengan produk impor.

Seperti yang telah diketahui bahwa tidak semua pakaian impor bekas isinya bekas pakai ada juga pakaian yang masih baru. Bila dibandingkan harganya jauh lebih murah barang impor dengan barang lokal misalnya: sepatu, tas dan pakaian, produk impor ditawarkan dengan harga yang lebih murah sedangkan dengan merek dan ukuran yang sama produksi dalam negeri ditawarkan dengan harga yang jauh lebih mahal.

45

http://www.textile.web.id/article/article_detail.php?art_id=348, diakses pada tanggal

(44)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

44

berlipat ganda. Namun, resiko yang dihadapi tentunya juga tak kecil seperti tertangkap aparat di laut. Satu bale press dibeli dengan harga sekitar Rp 1-2 juta lebih. Di tempat tujuan penyeludupan, seperti di Tanjung Balai Karimun atau Tembilahan, satu ikat bale press itu dijual lagi kepada penadah dengan harga dua kali lipat. Dari Tanjung Balai Karimun dan Tembilahan itu, pakaian-pakaian bekas itu didrop lagi ke beberapa kota, seperti Medan dan Jakarta.46

Masalah penyeludupan akan ditentukan pula oleh faktor tranportasi. Daerah-daerah tertentu di Indonesia dalam mendatangkan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat sering mengalami keterlambatan, disebabkan belum Dengan keadaan tersebut diatas menggambarkan bahwa hasil produksi dalam negeri masih belum mampu bersaing dengan barang-barang hasil produksi impor. Produk pakaian impor yang dijual dengan harga sangat murah itu ditujukan kepada pangsa pasar masyarakat kelas bawah atau sedikit kelas menengah sehingga memungkinkan para penyelundup melakukan aksinya karena masyarakat Indonesia lebih berminat untuk mengunakan pakaian bekas impor tersebut disamping harga yang lebih murah dan dapat di jangkau oleh masyarakat miskin. Dan dengan adanya disparitas harga antara produk lokal dengan produk impor membuka kemungkinan para penyeludup melakukan aksinya.

3. Transportasi

46

http://209.85.175.104/search?q=cache:pmgZzRBLQzwJ:legalitas.org/%3Fq%3Dnode/3 7+tindak+pidana+penyelundupan&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id, Diakses pada tanggal 30 Januari 2008 pukul 13.35 Wib.

(45)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

45

lancarnya hubungan satu Pulau dengan Pulau lainnya. Bahkan seperti Pulau Nias, Simeulue (Sinabang), Sinkel dan lain-lain beberapa waktu yang lampau sering tergantung pada keadaan alam (cuaca) apabila ingin mendatangkan kebutuhan sehari-hari kedaerah tersebut karena hubungan darat dari daerah lain memang belum tersedia. Akibatnya masyarakat didaerah-daerah terpencil itu sering memasukkan barang-barang kebutuhan pokoknya secara tidak sah (kadang-kadang dibawa oleh kapal-kapal besar asing).47

Luasnya wilayah kepulauan serta banyaknya daerah-daerah ditanah air kita yang belum lancar sarana transportasinya jelas membuka peluang para penyeludup untuk melakukan aksinya, hal ini ditambah lagi dengan letak Hal diatas ditambah lagi dengan letak daerah-daerah (pulau-pulau) tertentu di Indonesia memang berdekatan dengan Negara-negara tetangga seperti Singapura, malaysia dan sebagainya. Kepulauan Riau dan Aceh misalnya, lebih dekat dengan singapura dari pada ke Pekan Baru, Jakarta, Medan dan lain-lain. Keadaan seperti ini akan dimanfaatkan benar oleh para penyeludup guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga kita menemui didaerah-daerah pantai yang letaknya lebih dekat ke Negara tetangga tersebut banyak barang-barang eks luar negeri tanpa diketahui asal-usulnya, apakah masuk secara resmi atau penyeludupan.

47

(46)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

46

kepulauan-kepulauan tersebut yang sangat berdekatan dengan Negara-negara tetangga kita yang industrinya terlebih dahulu mengalami kemajuan.48

48

Ibid, Halaman 39

Seperti halnya barang-barang ekspor impor berupa barang-barang bekas sering diantarpulaukan, sehingga kecurigaan terhadap muatan kapal antar pulau tersebut diabaikan. Lebih-lebih jika mereka melindungi barang-barang yang diangkutnya itu dengan faktur-faktur pembelian palsu yang diperoleh dari importer, maka akan sangat sulit bagi para petugas penyidik atau penyelidik yang mencurigai muatan kapal antar pulau tersebut, kecuali kalau mereka benar-benar tertanggkap tangan sedang berlayar diperairan Indonesia tanpa dilindungi dokumen-dokumen yang sah atau sedang membongkar atau memindahkan barang-barang dari kapal asing kekapal lokal yang tengah berlayar antar pulau.

Dan yang lebih lagi bila adanya keterlibatan Aparat yang bersangkutan seperti Bea Cukai, Polisi dan Angkatan laut yang mempelancar proses penyeludupan pakaian bekas tersebut. Dengan cara, Aparat yang telah bekerja sama dengan pihak pengusaha atau pemilik barang-barang tersebut bila barang tersebut masuk ke perairan Indonesia maka aparat yang bersangkutan akan membebaskan barang tersebut karena aparat tersebut sudah mendapatkan bagiannya dari pemilik barang atau pengusaha tersebut.

(47)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

47

4. Mentalitas

Indonesia yang dikaruniai oleh Tuhan dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, penduduk yang banyak, boleh berbangga dan bersyukur atas Rahmat Tuhan. Akan tetapi jika yang mengendalikan atau yang mengelolah semua sumber daya alam itu tidak jujur, maka bukan tidak mungkin Negara kita akan tetap menderita sebagai rakyat miskin.

Sejarah telah membuktikan bahwa, kekayaan alam dan bumi yang melimpah ruah belum merupakan jaminan kemakmuran suatu bangsa, tetapi dengan kecerdasan, ketekunan serta tekad yang kuatlah dapat dijadikan modal utama menuju terciptanya kemakmuran dan kebahagiaan meskipun secara geografis alam dan buminya tergolong miskin.

Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa bumi dan kekayaan alam kita cukup kaya akan sumber-sumber daya alamnya, dan juga keterampilan serta ketekunan bangsa kita sudah teruji sejak zaman kolonial hingga zaman pembangunan sekarang ini. Akan tetapi yang perlu dipertanyakan sejauhmana mental para petugas kita dalam menghadapi godaan dan cobaan oknum-oknum yang ingin melakukan penyeludupan di Negara kita. Kita tidak bisa menggeneralisir mental para petugas tersebut, bahkan kita tidak bisa mengabaikan sikap dan mental beberapa oknum petugas yang terlibat dalam peyeludupan pakaian bekas tersebut dan para petugas yang tidak bertanggung jawab bekerja sama dengan para penyeludup.49

49

Ibid, halaman 40.

(48)

Junita Sitorus : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan ), 2008.

USU Repository © 2009

48

Para pelaku atau otak penyeludupan pada umumnya bukanlah orang-orang atau pengusaha bermodal kecil, melainkan orang-orang yang bermodal besar. Jadi apabila mental para petugas kita tidak dapat mengatasi bujukan dan rayuan oknum-oknum penyelundup jadi sudah barang tentu hal tersebut menjadi makanan empuk bagi penyeludup yang memiliki otak lihai dan licik. Mampukah para petugas kita menghadapi cobaan-cobaan yang dilancarkan oknum-oknum penyeludup yang ingin merong-rong perekonomian kita ? jawabannya terletak pada hati nurani para petugas kita tersebut.50

Dalam usaha penanggulangan Tindak Pidana Penyeludupan sering dirasakan kurang memberikan partisipasi warga masyarakat, maskipun media massa telah cukup gencar memuat berita-berita tentang pemberantasan penyeludupan dan sering memaparkan dampak negatif dari penyeludupan bagi perekonoian Negara. Mungkin hal ini disebabkan karena warga masyarakat merasa beruntung karena dapat membeli pakaian bekas luar negeri asal seludupan karena barang tersebut memiliki harga yang murah dan memiliki mutu tinggi dibanding produk dalam negeri.

5. Masyarakat

51

Di satu pihak, maka penyeludupan tersebut dilakukan mendapatkan keuntungan materil yang semaksimal mungkin, apalagi dengan adanya gejala resesi sekarang. Disamping untuk mendapatkan keuntungan meteril yang

50 Ibid 51 Ibid, halaman 42.

Gambar

Tabel 1 : Dakwaan dan Putusan Hakim dalam Kasus

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian hukum empiris dan diperoleh kesimpulan bahwa penegakan hukum terhadap tindak

TINDAK PIDANA PERZINAHAN D I PENGADILAN NEGERI SERAGEN”, dengan fakta kasus perkara Nomor: 345/pid.B/2009/PN.SRG, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penegakan hukum dalam kasus tindak pidana penipuan dalam perspektif hukum pidana, umumnya tindak pidana atau pelanggaran

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM.. PENGADILAN MILITER II –

Solusi dalam penegakan hukum bagi Pelaku tindak pidana penyediaan dan penggunaan alat swab antigen bekas di Bandara Internasional Kualanamu adalah diberlakukannya

Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan pengawasan dan pencegahan terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas impor di

Ade Rizkika Hasibuan : Kewenangan Penahanan Oleh Hakim Dalam Kasus Tindak Pidana Psikotropika Di Pengadilan Negeri Medan, 2006... Ade Rizkika Hasibuan : Kewenangan Penahanan Oleh

Indah Prasetiowati: Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan), 2006... Indah Prasetiowati: