• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Menjadi Perantara Dalam Menyerahkan Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku :

Sujono, AR dan Bony Daniel. 2011. Komentar Dan Pembahasan Undang UndangNomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.Jakarta: Sinar Grafika. Ari, Akhyar Gayo, 2014. Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika.Cetakan

Pertama, Yogyakarta: Azza Grafika Dan P3DI Stejen DPR RI.

Hamzah, Andi. 1984. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

_______. 1994. Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Poernomo, Bambang. 1992. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.

Soedjono, D.1976. Segi Hukum Tentang Narkotika di Indonesia.Bandung: PT Karya Nusantara

Supramono, Gatot.2007.Hukum Narkoba Indonesia. Cetakan Ketiga, Jakarta: Penerbit Djambatan.

Sasangka, Hari.2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana.

CetakanPertama, Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Siswanto, H. S. 2012. Politik Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Jakarta: Rineka Cipta.

Ibrahim, Johnny. 2005. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum.Jakarta: Bayu Media Publishing

Emong, Komariah Sapardjaja. 2002. Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia. Cetakan Pertama, Bandung: Alumni. Adi, Kusno. 2009. Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak

Pidana Narkotika Oleh Anak.Malang: UMM Press.

Marpaung, Leden.2005. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Solly, M. Lubis. 2003. Landasan dan Teknik Perundang-Undangan. Cetakan Pertama.Bandung: Alumni.

(2)

Moeljatno.2002. Azas-Azas Hukum Pidana.Jakarta: Rineka Cipta. Taufik, Moh. Makarao, Suhasril, Moh. Zakky A.S.2003. Tindak Pidana

Narkotika.Jakarta: Ghalia Indonesia.

_______. 2010. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia.

Yahya, M. Harahap. 2005. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua.Cetakan Keenam. Jakarta: Sinar Grafika.

Samidjo. 1985. Ringkasan Tanya Jawab Hukum Pidana. Bandung: CV. ARMICO Rahardjo, Satjipto.2009. Penegakan Hukum. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Genta

Publishing.

Riyanto, Slamet. 2000. Hukum Pembuktian. Fakultas Hukum, Universitas Islam AsSyafi’ah.

Atmasasmita, Romli.1997. Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam SistemHukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Rusli. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: Citra Aditya Bakti

Prasetyo, Teguh. 2012. Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Ekathajana, Widodo.2008. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Prodjodikoro, Wirjono. 1983. Hukum Acara Pidana Di Indonesia. Bandung: Sumur Bandung.

Artikel

Harian Rakyat Merdeka. 15 Mei 2016. Kurir Gentar Jika Diancam Hukuman Mati,halaman 15.

Website

(3)

http://kbbi.web.id, diakses pada 15 Mei 2016.

http://stopnarkobaa.blogspot.com, diakses pada 3 Mei 2016.

http://duniainformatikaindonesia.blogspot.co.id, diakses pada 4 Mei 2016.

http://hukumonline.com/2013, diakses pada 23 Maret 2016.

https://materihukum.wordpress.com/2013/11/04/alasan-penghapusan-pidana.html

diakses pada 7 Juni 2016.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Kamus

(4)

BAB III

ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA MENJADI PERANTARA DALAM MENYERAHKAN NARKOTIKA

(Studi Putusan No. 1862/Pid.Sus/2015/PNMdn) A. Kasus Posisi

1.Kronologis

Pada hari Sabtu tanggal 18 April 2015 sekitar pukul 18.00 WIB ketika

terdakwa sedang berada di Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei

Sikambing C-II Kecamatan Medan Helvetia Kota medan tepatnya di Hotel Antara

Kamar 208, terdakwa yang dihubungi oleh saksi Marzuki Hamid untuk memesan

Narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 100 (seratus) gram, lalu terdakwa

menghubungi Naja untuk memesan Narkotika jenis sabu-sabu atas pesanan saksi

Marzuki Hamid, kemudian Naja menyuruh terdakwa datang ke Jalan Gajah Mada

Medan untuk mengambil Narkotika jenis sabu-sabu tersebut.

Selanjutnya kemudian kembali menghubungi saksi Marzuki Hamid dan

oleh saksi Marzuki Hamid, terdakwa disuruh untuk mengantarkan Narkotika jenis

sabu-sabu yang telah dipesan di Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei

Sikambing C-II Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan tepatnya di Hotel Antara

II kamar 208 dan pada saat terdakwa tiba di tempat tersebut tiba-tiba saksi Kelly

Wahyudi, saksi Yudi Prayetno, saksi Munizar dan saksi Afriyanto Maha, yang

keempat saksi ini merupakan anggota Polri Polresta Medan, kemudian melakukan

penangkapan terhadap terdakwa dan menyita Narkotika jenis sabu-sabu yang

setelah ditimbang dengan berat bersih 96 (sembilan puluh enam) gram dantelah

(5)

keempat saksi telah melakukan penangkapan terhadap saksi Marzuki Hamid dan

atas informasi dari saksi Marzuki Hamid bahwa Narkotika yang diperoleh saksi

Marzuki Hamid adalah dari terdakwa.

Selanjutnya para saksi menyuruh saksi Marzuki Hamid untuk kembali

memesan Narkotika jenis sabu-sabu kepada terdakwa. Bahwa terdakwa tidak ada

memiliki izin berwenang dalam menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima

Narkotika jenis sabu-sabu.

Selanjutnya terdakwa beserta barang bukti dibawa ke Polresta Medan guna

diproses lebih lanjut. Berdasarkan Berita Acara Analisa Laboratorium Barang

Bukti Narkotika No. Lab :4070/NNF/201 tanggal 30 April 2015 yang menyatakan

barang bukti yang diperiksa 1 (satu) plastik klip bening berisi kristal warna putih

dengan berat berat netto 10 (sepuluh) gram milik terdakwa adalah benar

mengandung positif Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut

61 Lampiran I Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2009 tentang

Narkotika.

2. Dakwaan85

Di dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP, penuntut umum membuat surat

dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi86

a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa. :

85

Surat Dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan sidang di pengadilan.

86

Moh. Taufik Makarao, Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek

(6)

b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang

didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindalk pidana

dilakuukan,

c. Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum,

d. Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan

kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik,

pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara

tersebut ke pengadilan.

Jaksa penuntut umum mengajukan Terdakwa Muliadi kedepan Pengadilan

Negeri Medan dengan dakwaan sebagai berikut :

a. Dakwaan Primair :

Dakwaan yang disusun untuk menuntut perkara pidana lebih dari satu

dakwaan yang disusun dengan mempertimbangkan bobot pidana, pidana yang

ditempatkan pada dertan pertama, yang disebut dengan dakwaan primer,

kemudian disusul dengan dakwaan dengan bobot pidana yang lebih ringan sebagai

dakwaan subsidair. Mungkin masih ada lagi bobot pidana yang lebih ringan,

diurutkan lagi dengan urutan ketiga dengan dakwaan lebih subsidair.87

Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang

Narkotika, yaitu dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,

membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau

menerima narkotika golongan I sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)

87

Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

(7)

yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau

melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman

beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana

penjara seumur hidup, atau pidana paling singkat 6 (enam) tahun dan

paling lama 20 (dua (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

b. Dakwaan Subsidair :

Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun

2009 tentang Narkotika, yaitu dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan narkotika Golongan I bukan tanaman

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram,

pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah

1/3 sepertiga).

3. Fakta-Fakta Hukum

a. Keterangan Saksi-Saksi88

Titik berat pembahasandalam pembicaraan keterangan saksi sebagai alat

bukti, ditujukan kepada permasalahan yang berhubungan dengan

pembuktian tanpa mengurangi apa yang telah diterangkan sebelumnya.

Pada umumnya, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang

.

88

(8)

paling utama dalam perkara pidana. Tidak ada perkara pidana yang luput

dari pembuktian alat bukti keterangan saksi89

a. Pada hari Sabtu tanggal 18 April 2015 sekitar pukul 18.00 WIB di

Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei Sikambing C-II

Kecamatan Medan tepatnya di Hotel Antara II kamar 218, saksi

melakukan penangkapan tehadap terdakwa bersama dengan

anggota tim, dimana sebelum melakukan penangkapan terdakwa,

sehari sebelumnya saksi telah menangkap saksi Marzuki Hamid,

dan saat itu saksi Marzuki Hamid mengatakan kepada saksi bahwa

ia mendapat narkotika itu dari terdakwa. Kemudian pada saat itu,

saksi dengan anggota timnya melakukan penyamaran sebagai

pembeli Narkotika.

,

Keterangan saksi-saksi dari kasus ini,yang dibawah sumpah di depan

pengadilan menerangkan sebagai berikut :

1. Kelly Wahyudi

b. Terdakwa ditangkap ketika hendak menyerahkan Narkotika jenis

sabu-sabu kepada saksi Marzuki Hamid karena sebelumnya saksi

Marzuki Hamid menghubungi terdakwa dan memesan Narkotika

sebanyak 100 (seratus) gram, lalu terdakwa menghubungi

temannya yang bernama Naja untuk memesan Narkotika jenis sabu

tersebut, kemudian saksi Marzuki Hamid menyuruh terdakwa

untuk mengantarkan Narkotika tersebut ke Jalan Pondok Kelapa

89

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan

(9)

tepatnya di Hotel Antara Kamar 208 lalu saat Terdakwa tiba

ditempat tersebut kemudian tiba-tiba saksi Kelly Wahyudi bersama

dengan tim langsung melakukan penangkapan terhadap Terdakwa.

Selanjutnya terdakwa ditangkap dengan barang bukti 1 (satu)

palstik klip bening berisi kristal warna putih dengan berat netto 10

(sepuluh) gram milik terdakwa Muliadi alias Mulia. Kemudian

terdakwa beserta barang bukti dibawa ke Polresta Medan.

b. Surat90

Surat-surat yang penting bagi pembuktian yaitu surat-surat yang berasal

dari atau dibikin dan/atau ditanda-tangani oleh terdakwa. Kalau terdakwa

mengakui di muka hakim penandatanganannya atau asal dari terdakwa

atau pembikinannya oleh terdakwa, maka hal ini akan memudahkan

pemeriksaan perkara.91

Bahwa berdasarkan Berita Acara Analisa Laboratorium Barang Bukti

Narkotika No.Lab : 4070/NNF/201 tanggal 30 April 2015 yang pada

kesimpulannya menyatakan bahwa barang bukti yang diperiksa milik

Terdakwa Muliadi adalah benar mengandung positif Metamfetamina dan Surat yang dapat dinilai sebagail alat bukti yang sah menurut

undang-undang yaitu :

a. Surat yang dibuat atas sumpah jabatan;

b. Surat yang dikuatkan dengan sumpah.

90

Surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan pikiran.

91

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, (Bandung: Sumur

(10)

terdaftar dalam Golongan I nomor urut 61 Lampiran Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

c. Petunjuk92

Petunjuk memiliki arti yang sama dengan pengamatan oleh hakim yang

harus dilakukan selama sidang, apa yang telah dialami atau diketahui oleh

hakim sebelumnya tidak dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau

perbuatan atau peristiwa itu telah diketahui oleh umum.93

92

Dalam KUHAP Pasal 188 ayat (1), didefinisikan secara sederhana. Petunjuk yaitu perbuatan, kejadian atau keadaan karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya.

Petunjuk berarti keadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa, dan perbuatan-perbuatan yang setelah ditinjau dalam hubungannya satu sama yang lain dan sama peristiwa yang bersangkutan menandakan terjadinya peristiwa.

93

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1984) hlm. 254

Kekuranghati-hatian mempergunakan petunjuk, putusan yang

bersangkutan bisa mengambang pertimbangannya dalam suatu keadaan

yang samar. Akibatnya putusan itu lebih dekat kepada sifat penerapan

hukum secara berwenang-wenang, karena putusan tersebut didominasi

oleh penilaian subjektif yang berlebihan. Untuk menghindari dominasi

subjektif hakim yang tidak wajar, mendorong pembuat undang-undang

sedini mungkin memperingat hakim, supaya penerapan dan penilaian alat

bukti petunjuk, dilakukan hakim:

a. Dengan arif dan bijaksana;

b. Harus lebih dulu mengadakan pemeriksaan dengan penuh

(11)

Dari keterangan saksi, keterangan terdakwa diperoleh petunjuk bahwa

benar terdakwa Muliadi ditangkap oleh saksi Kelly Wahyudi dan timnya

pada hari Sabtu tanggal 18 April 2015 sekitar pukul 18.00 WIB bertempat

di Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei Sikambing C-II Kecamatan

Medan Helvetia Kota Medan tepatnya di Hotel Antara II Kamar 208 dan

disita barang bukti berupa 1 (satu) bungkus besar Narkotika jenis

sabu-sabu dengan berat 96 (sembilan puluh enam) gram dengan petunjuk dari

saksi Marzuki Hamid yang melaporkan bahwa telah terjadi Tindak Pidana

Menjadi Perantara Dalam Jual Beli Narkotika Golongan I Bukan Tanaman

yang Beratnya Melebihi 5 Gram .

d. Keterangan Terdakwa94

Pengertianketerangan terdakwa sebagai alat bukti yaitu, apa yang terdakwa

nyatakan atau jelaskan di sidang pengadilan, dan apa yang dinyatakan atau

dijelaskan itu ialah tentang perbuatan yang terdakwa lakukan atau

mengenai yang ia ketahui atau yang berhubungan dengan apa yang

terdakwa alami sendiri dalam peristiwa pidana yang sedang diperiksa.

,

Keterangan terdakwa sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk

pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya di dengar, apakah itu

berupa penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari

perbuatan.95

94

Pasal 189 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

95

(12)

Dibawah sumpah didepan persidangan, terdakwa menerangkan sebagai

berikut :

a. Pada hari Sabtu tanggal 18 April 2015 sekitar pukul 18.00 WIB di

Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei Sikambing C-II

Kecamatan Medan tepatnya di Hotel Antara II kamar 218, saksi Kelly

Wahyudi bersama dengan anggota tim, melakukan penangkapan

tehadap terdakwa. Terdakwa ditangkap ketika hendak menyerahkan

Narkotika jenis sabu-sabu kepada saksi Marzuki Hamid karena

sebelumnya saksi Marzuki Hamid menghubungi terdakwa dan

memesan Narkotika sebanyak 100 (seratus) gram, lalu terdakwa

menghubungi temannya yang bernama Naja untuk memesan

Narkotika jenis sabu tersebut, kemudian saksi Marzuki Hamid

menyuruh terdakwa untuk mengantarkan Narkotika tersebut ke Jalan

Pondok Kelapa tepatnya di Hotel Antara Kamar 208 lalu saat

Terdakwa tiba ditempat tersebut kemudian tiba-tiba saksi Kelly

Wahyudi bersama dengan tim langsung melakukan penangkapan

terhadap terdakwa. Selanjutnya terdakwa ditangkap dengan barang

bukti 1 (satu) plastik klip bening berisi kristal warna putih dengan

berat netto 10 (sepuluh) gram milik terdakwa Muliadi alias Mulia.

Kemudian terdakwa beserta barang bukti dibawa ke Polresta Medan.

Terdakwa mengaku tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang

(13)

mengaku bahwa akan mendapatkan upah sebesar Rp. 2.000.000,- (dua

juta rupiah) dari saksi Marzuki Hamid.

e. Barang Bukti96

Barang bukti yang dimaksud tidak termasuk alat bukti sebab

undang-undang menetapkan lima macam alat bukti, yaitu keterangan saksi,

keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangn terdakwa.97

1. 1 (satu) bungkus plastik klip bening berisi kristal warna putih dengan

berat netto 10 (sepuluh) gram.

Adapun jenis barang bukti yang dipertimbangkan oleh hakim cukup

bervariasi, yakni sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan terdakwa,

misalnya pada kejahatan pembunuhan barang buktinya adalah pisau, kayu,

baju yang digunakan terdakwa maupun korban.

Adapun barang bukti yang diajukan penuntut umum adalah

2. 1 (satu) unit handphone merk Nokia warna hitam

3. 1 (satu) buah tas warna coklat.

4. Tuntutan Pidana

Sebelum KUHAP, istilah yang dipergunakan terhadap tuntutan pidana

ialah requisitoir.98

96

Yang dimaksud dengan barangbukti disini adalah semua benda yang dapat dikenakanmpenyitaan dan yang diajukan oleh penuntut umum di depan sidang pengadilan.

97

Rusli Muhammad, Op.cit., hlm. 214

98

Requisitoir atau tuntutan pidana adalah langkah selanjutnya yang diberikan kepada jaksa penuntut umum dalam lanjutan sidang pengadilan suatu perkara pidana setelah pemeriksaan alat-alat bukti atau pembuktian.

(14)

penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum berhak mendapat kesempatan

mengajukan pembelaan.

Pembelaan atau pleidoi diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum untuk menanggapi requisitoir jaksa penuntut umum. Pembuatan pleidoi seperti halnya requisitoir, tidak ada rumusan yang pasti dalam undang-undang tentang hal yang dimuat di dalamnya.99

Hal-hal yang dimuat di dalam pleidoi adalah100

Isi tuntutan pidana ini secara sederhana sasarannya adalah sudah menuju

kepada jangka waktu hukuman yang akan dijatuhi, misalnya dihukum penjara 1

bulan, 1 tahum, atau 5 tahun dan sebagainya. Berbeda dengan surat dakwaan yang

hanya menyebutkan pasal-pasal yang dapat dikenakan terhadap terdakwa. :

1. Nama dan alamat terdakwa (identitas terdakwa)

2. Kutipan dakwaan jaksa penuntut umum

3. Keterangan saksi, terdakwa, serta barang bukti.

4. Sanggahan hukum, sanggahan materiil, dan sanggahan tuntutan jaksa

penuntut umum.

5. Permohonan yang berupa terdakwa dibebaskan dari segala tuduhan

hukum, terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum, dan memberikan

putusan yang seadil-adilnya.

101

99

Rusli Muhammad, Op.cit., hlm. 153

100 Ibid. 101

Moh. Taufik Makarao, Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek,

(15)

Tuntutan pidana yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dalam kasus ini

yaitu:

a. Menyatakan Terdakwa Muliadi alias Mulia terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana “ Tanpa hak dan

melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi

perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima

Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk

bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram”, sebagaimana diatur dan

diancam pidana melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor. 25 tahun 2009 Tentang Narkotika dalam dakwaan

primair.

b. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Muliadi alias Mulia

selama 9 (sembilan) tahun penjara potong masa tahanan yang telah dijalani

dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) subsidair 3

(tiga) bulan.

c. Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) bungkus plastik besar Narkotika

jenis sabu-sabu dengan berat bersih 96 (sembilan puluh enam) gram, 1

(satu) unit handphone merk Nokia berwarna hitam dan 1 (satu) buah tas

berwarna coklat, dirampas untuk dimusnahkan.

d. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,-

(16)

5. Pertimbangan Hakim

Apabila tahap proses tuntutan dan pembelaan sudah berakhir, saatnya tahap

terakhir pemeriksaan perkara, yaitu penjatuhan putusan oleh ketua sidang,

sebagai tujuan akhir pemeriksaan suatu perkara, yang menentukan salah atau

tidaknya terdakwa. Akan tetapi sebelum ketua sidang menjatuhkan putusan,

harus dilalui beberapa tahap proses formal. Dikatakan formal, karena pada

dasarnya tahap proses itu harus dilalui, tetapi sifatnya tidak begitu formalistis.

Prosesnya lebih bersifat intern diantara majelis hakim yang memeriksa perkara. Di samping bersifat intern, sifatnya juga rahasia, tidak dilakukan di sidang persidangan yang terbuka untuk umum.102

Untuk memberikan telaah pada pertimbangan hakim dalam berbagai

putusannya akan dilihat pada dua kategori. Kategori pertama akan dilihat dari

segi pertimbangan yang bersifat yuridis dan kedua adalah pertimbangan yang

bersifat nonyuridis.103

1. Barang siapa;

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang

berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan

fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung Dakwaan alternatif Kesatu

sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2)Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya

sebagai berikut :

2. Secara tanpa hak dan melawan hukum;

102

M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 263

103

(17)

3. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam

jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima Narkotika Golongan I

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dalam Bentuk Bukan Tanaman

Beratnya Melebihi 5 (lima) gram.

Majelis Hakim telah mempertimbangkan unsur-unsur sebagai berikut :

Unsur pertama, yaitu barang siapa adalah manusia ataupun badan hukum

sebagai subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.

Dari hasil pemeriksaan dipersidangan identitas Terdakwa sebagaimana

diuraikan dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, benar terdakwalah

orangnya yang sehat jasmani dan rohani serta dapat bertanggung jawab

menurut hukum dan terdakwa dapat dipersalahkan telah melakukan perbuatan

pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, masih harus

dipertimbangkan pada unsur selanjutnya.

Unsur yang kedua adalah secara tanpa hak melawan hukum. Unsur secara

tanpa hak dalam kasus ini, yakni bahwa terdakwa tidak mempunyai dari

intansi berwenang untuk memiliki Narkotika yang dapat diijinkan memiliki

untuk digunakan sabu-sabu ataupun ganja adalah pabrik obat, pedagang besar

farmasi, sarana penyimpanan persediaan farmasi pemerintah, eksportir,

importir Lembaga Penelitian atau Lembaga Pendidikan, apotik, Puskesmas,

Balai Pengobatan, dokter dan menggunakan Narkotika dengan resep dokter.

Dalam kasus ini diketahui bahwa pekerjaan dari Terdakwa Muliadi alias

Mulia tidak ada hubungannya dengan Lembaga Pendidikan atau Lembaga

(18)

tidak berdasarkan atas hak, bahwa dengan demikian unsur kedua ini telah

terpenuhi.

Unsur yang ketiga adalah menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima

NarkotikaGolongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk

bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram;

Oleh karena unsur ketiga dari Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika terdiri dari

beberapa sub unsur, apabila salah satu sub unsur telah terpenuhi pada

perbuatan terdakwa maka cukup bagi Majelis Hakim untuk menyatakan

bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur tersebut;

Dari fakta hukum yang terungkap dipersidangan yang didapat dari

keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa serta dihubungkan dengan

adanya barang bukti, terdakwa terbukti menjadi perantara dalam jual beli

Narkotika Golongan I yaitu 1 (satu) bungkus besar Narkotika jenis

sabu-sabudengan berat bersih 96 (sembilan puluh enam) gram;

Sebelumnya saksi Marzuki Hamid (sudah tertangkap lebih dahulu)

menghubungi Terdakwa dan memesan Narkotika jenis sabu-sabu sebanyak

100 (seratus) gram, lalu Terdakwa menghubungi temannya yang bernama

Naja untuk memesan Narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 100 (seratus) gram

atas pemesan saksi Marzuki selanjutnya Naja menyuruh terdakwa datang ke

(19)

Terdakwa sewaktu di Jalan Gajah Mada Medan teman terdakwa yang

bernama Naja menyerahkan Narkotika jenis sabu-sabu tersebut kepada

terdakwa, selanjutnya terdakwa menghubungi saksi Marzuki Hamid lalu

menyuruh terdakwa untuk mengantarkan Narkotika jenis sabu-sabu yang telah

dipesan di Jalan Asrama Pondok Kelapa Kelurahan Sei Sikambing C-II

Medan Helvetia Kota Medan tepatnya di Hotel Antara kamar 208;

Kemudian Terdakwa tiba ditempat tersebut tiba-tiba saksi Kelly Wahyudi

bersama dengan tim melakukan penangkapan terhadap terdakwa dan menyita

Narkotika jenis sabu-sabu yang setelah ditimbang dengan berat 96 (sembilan

puluh enam) gram dan telah dimusnahkan sebanyak 86 (delapan puluh enam)

gram, yang mana sebelumnya saksi bersama dengan tim telah melakukan

penangkapan terhadap saksi Marzuki Hamid dan atas informasi dari saksi

Marzuki hamid bahwa Narkotika jenis sabu-sabu diperolehnya dari terdakwa,

sehingga saksi bersama dengan tim menyuruh saksi Marzuki untuk kembali

memesan Narkotika jenis sabu-sabu kepada terdakwa;

Terdakwa diketahui tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang

menjadi perantara dalam jual beli Narkotika jenis sabu-sabu seberat 96

(sembilan puluh enam) gram tersebut sehingga terdakwa beserta barang bukti

dibawa ke Polresta Medan guna diproses lebih lanjut;

Berdasarkan Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Narkotika

No. Lab : 4070/NNF/201 tanggal 30 April yang menyatakan barang bukti

yang diperiksa 1 (satu) klip plastik bening berisi kristal warna putih dengan

(20)

mengandung Positif Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I nomor

urut 61 Lampiran I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun

2009 tentang Narkotika, yang diperbuat dengan sebenarnya yang

ditanda-tangani oleh pemeriksa Zulni Erma dan Deliana Naiborhu, S.Si, Apt, dengan

demikian unsur ketiga ini terpenuhi.

Jika memperhatikan fakta-fakta yuridis yang ada tersebut diatas, maka

Majelis Hakim telah memperoleh keyakinan bahwa perbuatan terdakwa

tersebut telah memenuhi unsur-unsur 114 ayat (2) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika yang menjadi dasar

dakwaan Penuntut Umum, sehingga dengan demikian oleh karena perbuatan

terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam pasal tersebut yang didakwakan,

dan disamping itu Majelis Hakim tidak menemukan alasan pembenar terhadap

perbuatan terdakwa maupun alasan pemaaf terhadap diri terdakwa, sehingga

dengan demikian terhadap terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana seperti apa yang telah didakwakan oleh

Penuntut Umum kepadanya dan kepada terdakwa harus dijatuhi pidana

penjara yang setimpal dengan perbuatannya.

Oleh karena terdakwa telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana

penjara maka mengenai penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa haruslah

dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya.

Kemudian terdakwa yang dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana penjara

yang lebih lama dari penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, maka

(21)

Penuntut umum kemudian menetapkan barang bukti Terdakwa berupa : 1

(satu) bungkus besar Narkotika jenis sabu-sabu dengan berat bersih 96

(sembilan puluh enam) gram, 1 (satu) unit handphone merk Nokia warna

hitam dan 1 (satu) buah tas warna coklat, yang diajukan didepan persidangan

karena merupakan barang yang terlarang makan akan dirampas untuk

dimusnahkan.

Terdakwa setelah dinyatakan bersalah dan sudah dijatuhi hukuman pidana

penjara, dihukum pula untuk membayar biaya perkara ini.

selanjutnya sebelum menjatuhkan amar putusan perkara ini, Majelis

Hakim akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan

bagi diri terdakwa sebagai berikut, yakni :

Hal yang memberatkan :

a. Perbuatan terdakwa menghambat Program pemerintah yang sedang

giat-giatnya memberantas penyalahgunaan Narkotika.

Hal-hal yang meringankan :

a. Terdakwa bersikap sopan dan mengakui perbuatannya

b. Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kiranya sudah memenuhi rasa

keadilan, apabila kepada terdakwa dijatuhi pidana yang amarnya seperti dibawah

ini:

Memperhatikan, 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

(22)

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan

perundang-undangan lain yang bersangkutan.

6. Putusan104

1. Menyatakan Terdakwa Muliadi alias Mulia telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Tanpa hak

menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman

yang beratnya melebihi 5 gram” Syarat sahnya putusan pengadilan, yaitu :

a. Diucapkan terbuka untuk umum

b. Hadirnya terdakwa di persidangan

c. Hakim wajib memberitahukan hak-hak terdakwa.

Putusan yang dijatuhkan hakim kepada Terdakwa berupa :

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,-

(satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak

dibayar maka diganti dengan pi dana penjara selama 2 (dua) bulan.

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.

104

(23)

5. Menetapkan barang bukti berupa

a. 1 (satu) bungkus besar narkotika jenis sabu-sabu dengan berat

bersih 96 (sembilan puluh enam) gram.

b. 1 (satu) unit handphone Merk Nokia warna hitam.

c. 1 (satu) buah tas warna coklat.

Dirampas untuk dimusnahkan.

6. Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp.

5.000,- (lima ribu rupiah).

B. Analisa Kasus

1. Analisa kasus terhadap putusan yakni Pasal 114 ayat jo. Pasal 112 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu:

a. Pasal 114 ayat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Unsur-unsurnya adalah :

1. Setiap Orang

Setiap orang adalah manusia ataupun badan hukum sebagai subjek hukum

(24)

tindak pidana sebagai orang yang diperiksa dipersidangan identitas Terdakwa

sebagaimana diuraikan dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, benar

bahwa terdakwalah orang yang sehat dan jasmani dan rohani serta dapat

bertanggungjawab menurut hukum.

Unsur setiap orang dapat dilihat dari adanya pelaku tindak pidana yaitu

Muliadi alias Mulia pada hari Sabtu tanggal 18 April 2015, sekitar pukul 18.00

WIB, petugas kepolisian dari Polri Polresta Medan telah melakukan penangkapan

terhadap terdakwa atas nama Muliadi alias Mulia di Jalan Asrama Pondok Kelapa

Kelurahan Sei Sikambing C-II Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan tepatnya

di Hotel Antara II Kamar 208 dan pada saat terdakwa ditangkap dari terdakwa

berhasil disita barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus besar narkotika jenis

sabu-sabu dengan berat bersih 96 (sembilan puluh enam) gram, yang dibalut dengan

plastik klip bening di dalam 1 (satu) buah tas berwarna coklat dan 1 (satu) unit

handphone Merk Nokia warna hitam.

Fakta hukum di persidangan yang menguatkan hal tersebut adalah

berdasarkan keterangan saksi, keterangan terdakwa sendiri serta barang bukti

yang terungkap di persidangan.

2. Secara Tanpa Hak Melawan Hukum

Unsur secara tanpa hak yakni bahwa terdakwa tidak mempunyai dari

intansi berwenang untuk memiliki Narkotika yang dapat diijinkan memiliki untuk

digunakan sabu-sabu ataupun ganja adalah pabrik obat, pedagang besar farmasi,

(25)

Penelitian atau Lembaga Pendidikan, apotik, Puskesmas, Balai Pengobatan,

dokter dan menggunakan Narkotika dengan resep dokter.

Diketahui dari keterangan Terdakwa di persidangan, bahwa pekerjaan

Terdakwa tidak ada hubungannya dengan Lembaga Pendidikan atau Lembaga

Penetran, sehingga Narkotika jenis sabu-sabu yang ada pada diri Terdakwa tidak

berdasarkan atas hak, bahwa dengan demikian unsur kedua ini telah terpenuhi.

3. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual

beli, menukar, menyerahkan atau menerima narkotika Golongan I sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima)

gram.

Unsur ketiga dari pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika terdiri dari beberapa sub unsur, apabila

salah satu sub unsur telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa maka cukup bagi

Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi

unsur tersebut.

Dari fakta hukum yang terungkap dipersidangan yang dapat dari

keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa serta dihubungkan dengan adanya

barang bukti, Terdakwa terbukti menjadi perantara dalam jual-beli Narkotika

Golongan I yaitu 1 (satu) bungkus besar narkotika jenis sabu-sabu dengan berat

bersih 96 (sembilan puluh enam) gram.

Sebelumnya saksi Marzuki menghubungi Terdakwa dan memesan

Narkotika sebanyak 100 (seratus) gram, lalu terdakwa menghubungi temannya

(26)

Marzuki menyuruh Terdakwa untuk datang ke Jalan Gajah Mada untuk

mengambil Narkotika jenis sabu-sabu tersebut, kemudian Marzuki menyuruh

Terdakwa untuk mengantarkan narkotika tersebut ke Jalan Pondok Kelapa

tepatnya di Hotel Antara kamar 208 lalu saat Terdakwa tiba ditempat tersebut

kemudian tiba-tiba saksi Kelly Wahyudi bersama dengan team langsung

melakukan penangkapan terhadap terdakwa.

Jika memperhatikan fakta-fakta yuridis yang ada tersebut diatas, maka

telah diperoleh keyakinan bahwa perbuatan Terdakwa tersebut telah memenuhi

unsur-unsur 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia tentang Narkotika

yang menjadi dasar dakwaan Penuntut Umum, sehingga dengan demikian oleh

karena perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur dalam pasal tersebut

yang didakwakan, dan disamping itu ditemukan tidak adanya alasan pembenar

terhadap perbuatan Terdakwa maupun adanya alasan pemaaf terhadap diri

Terdakwa, sehingga dengan demikian terhadap Terdakwa telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana seperti apa yang telah

didakwakan oleh Penuntut Umum kepadanya dan kepada Terdakwa harus dijatuhi

pidana penjara yang setimpal dengan perbuatannya.

b. Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

“Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai atau

menyediakan narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan

(27)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).”

Unsur-unsurnya adalah

1. Setiap orang

Berdasarkan uraian tersebut diatas, unsur setiap orang telah terpenuhi.

2. Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai,

menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman.

Tanpa hak maksudnya adalah hal dalam memiliki, menyimpan,

menguasai, menyediakan Narkotika tanpa seijin dari pemerintah, dimana

penyaluran narkotika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh

pabrik obat, pedagang farmasi besar dan sarana penyimpanan sediaan farmasi

yang mendapat ijin dari menteri atau pemerintah.

Berdasarkan keterangan terdakwa Muliadi alias Mulia, terdakwa tidak ada

memiliki izin menerima atau menyerahkan 1 (satu) bungkus plastik klip

bening yang berisi kristal warna putih berupa narkotika jenis sabu-sabu

dengan berat bersih 96 (sembilan puluh enam) gram. Berdasarkan uraian

tersebut diatas, unsur tanpa hak dalam kasus ini terpenuhi.

3. Narkotika Golongan I yang beratnya melebihi dari 5 (lima) gram

Narkotika Golongan I beratnya melebihi 5 (lima) gram ini adalah

Narkotika Golongan I bukan tanaman yang ditentukan dalam Lampiran

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Sesuai dengan surat Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut tanggal

(28)

laboratorium Forensik Medan yang dipimpin oleh AKBP Zulni Erma Medan

dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Narkotika No. Lab :

4070 / NNF / 201 tanggal 30 April 2015 dengan analisis secara kimia forensik

bahwa barang bukti yang disita dari Terdakwa Muliadi alias Mulia, adalah

benar dengan hasil positif mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam

golongan I nomor urut 61 Lampiran I Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, pemeriksa mengambil kesimpulan

bahwa barang bukti yang disita dari terdakwa Muliadi alias Mulia benar

narkotika Golongan I dan terhadap barang bukti Narkotika jenis sabu-sabu

seluruhnya setelah dilakukan penimbangan beratnya melebihi 5 (lima) gram.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, unsur Narkotika Golongan I beratnya

melebihi dari 5 (lima) gram dalam kasus ini terpenuhi.

2.Analisis terhadap putusan dikaitkan dengan pertanggungajawaban pidana

Berdasarkan fakta-fakta hukum didalam persidangan bahwa terdakwa

telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana, yaitu:

1. Adanya kemampuan bertanggungjawab

Di dalam KUHP, yang berkaitan dengan kemampuan bertanggungjawab

adalah Pasal 44, yang isinya “Tiada dapat dipidana barang siapa mengerjakan

suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab

kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal”.

Untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus adanya105

105

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002) hlm. 165

(29)

a. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan

yang buruk, seusai hukum dan yang melawan hukum.

b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan

tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.

Berdasarkan fakta dalam persidangan diatas maka Terdakwa Muliadi alias

Mulia ketika dalam melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan jaksa

penuntut umum, terdakwa melakukannya dalam keadan sehat dan akal sempurna,

sehingga atas perbuatannya apat dimintai pertanggungjawaban pidana

sebagaimana diatur dalam pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

2. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau

kealpaan.

Pertanggungjawaban pidana sering juga disebut sebagai kesalahan dalam

arti luas. Andi Hamzah menyatakan bahwa kesalahan dalam arti luas meliputi106

Sengaja (opzet) misalnya seseorang yang berbuat dengan sengaja itu, harus dikehendaki apa yang diperbuat dan harus diketahui juga atas apa yang diperbuat.

Tidak termasuk perbuatan dengan sengaja adalah suatu gerakan yang ditimbulkan :

1. Sengaja (Opzet); 2. Kelalaian (Culpa);

3. Dapat dipertanggungjawabkan.

106

(30)

oleh reflek, gerakan tangkisan dan gerakan-gerakan lain yang tidak dikendalikan

oleh kesadaran.107

Von Hippel ditahun 1903 menerangkan bahwa sengaja adalah kehendak

untuk membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat dari

perbuatan itu, dengan kata lain apabila seseorang melakukan perbuatan yang

tertentu, tentu saja melakukannya itu hendakk menimbulkan akibat tertentu pula,

karena ia melakukan perbuatan itu justru dapat dikatakan bahwa ia menghendaki

akibatnya, ataupun hal ikhwal yang menyertai.108

Sedangkan kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan. Lalai maksudnya si pelaku tidak menyadari apa akibat dari perbuatannya, atau dengan

kata lain tidak memiliki maksud demikian sebelumnya. Bagaimana pun juga,

kelalaian itu berati lebih ringan daripada kesengajaan, sehingga diadakan

pengurangan pidana terhadap yang lalai.109

Pada umunya, kealpaan (culpa) dibedakan atas110

Kealpaan dengan kesadaran ini ada, kalau yang melakukan perbuatan itu

ingat akan akibat yang berbahaya itu. Tetapi, toh ia berani melakukan tindakan itu :

1. Kealpaan dengan kesadaran (bewustu schuld).

Dalam hal ini, si pelaku telah membayangkan atau menduga akan

timbulnya suatu akibat tersebut, tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah, toh

timbul juga akibat tersebut.

107

Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Ghalia Indonesia,

1992) hlm. 156 108

Ibid. 109

Andi Hamzah, Op.cit., hlm. 125

110

(31)

karena ia tidak yakin bahwa akibat itu benar akan terjadi dan ia tidak akan

bertindak demikian kalau ia yakin bahwa akibat itu akan timbul.

2. Kealpaan tanpa kesadaran (onbewustu schuld)

Dalam hal ini, si pelaku tidak membayangkan atau menduga akan

timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang,

sedangkan ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.

Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan mengenai kasus tersebut diatas

bahwa Terdakwa Muliadi alias Mulia telah mempunyai bentuk kesalahan yaitu

berupa kesengajaan (opzet).Dimana Terdakwa Muliadi alias Mulia telah mengetahui bahwa perbuatannya itu telah melanggar hukum yaitu dalam hal

melakukan tindak pidana narkotika sebagai perantara yang mengantarkan

narkotika milik Naja untuk disampaikan kepada saksi Marzuki Hamid.

3. Tidak adanya alasan pemaaf

Apabila tidak dipidananya seseorang yang telah melakukan perbuatan

yang mencocoki rumusan delik yang disebabkan karena tidak sepantasnya orang

itu dicela, tidak sepatutnya dia disalahkan, maka hal-hal yang menyebabkan dia

tidak sepantasnya dicela itu diesebut sebagai hal-hal yang dapat

memaafkannya.111

Alasan pemaaf (schulduitsluitingsgrond) ini menyangkut pertanggungjawaban seorang terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannya

(32)

atau criminal responsibility. Alasan ini menghapuskan kesalahan orang yang melakukan delik atas dasar beberapa hal, yaitu112

Berdasarkan uraian kasus diatas, putusan majelis hakim ini telah

mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum. Karena tindak pidana yang

dilakukan terdakwa ini kasus yang tergolong besar dan menimbulkan akibat yang

besar karena peredaran narkotika yang seperti inilah yang sedang marak terjadi di

kalangan masyarakat. Tindakan Terdakwa Muliadi ini lah yang memudahkan

masyarakat untuk memperoleh barang haram jenis Narkotika. :

a. Tidak dapat dipertanggungjawabkan (ontoerekeninngsvaatbaar) b. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces) c. Daya paksa (overmacht)

Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan maka Terdakwa Muliadi alias

Mulia tidak memiliki alasan pemaaf untuk menghapuskan kesalahan yang telah

terdakwa lakukan. Oleh sebab itu Terdakwa Muliadi alias Mulia dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana sebagimana perbuatan terdakwa diatur dalam pasal

114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta hukum

dalam persidangan serta berdasarkan pertimbangan hakim sebagaimana diuraikan

diatas, maka majelis hakim memutus terdakwa dengan vonis pidana penjara

selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar)

rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti

dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan.

112

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2012), hlm.

(33)

Pemidanaan dilakukan agar menimbulkan efek jera terhadapa Terdakwa

Muliadi alias Mulia di masa yang akan datang juga menjadi upaya pembinaan,

sehingga vonis 7 (tujuh) tahun penjara sudah sepadan dengan tindakan yang

(34)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peraturan perundang-undangan tentang narkotika pertama kali dibuat oleh

Belanda pada tahun 1927 yaitu Ordonansi Obat Bius (Verdoovende Middelen Ordonnantie Stbl. 1927 No. 278 Jo. No. 536). Peraturan ini hanya mengatur tentang penggunaan candu dan obat bius dan melegalkan

penggunaannya selama hanya dilakukan di tempat-tempat yang sudah

ditetapkan. Akhirnya pada tahun 1976 dikeluarkanlah Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Isi dari Undang-Undang ini

antara lain tentang peredaran gelap, rehabilitasi pecandu, dan peranan

dokter dalam menangani pasien candu. Perkembangan zaman mendapat

celah dari kelemahan-kelemahan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976.

Lalu pemerintah merevisi lagi hingga lahirlah Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1997, yang memuat antara lain sanksi pidana yang lebih berat untuk

para pelaku bahkan sampai kepada hukuman mati.Perkembangan

kemajuan teknologi, khususnya bagian komunikasi dan transportasi,

membuat para pelaku penyalahgunaan narkotika ini semakin beragam dan

semakin canggih. Jaringan peredarannya yang sudah melewati batas

negara kemudian menyebabkan diadakannya penyesuaian dengan

Undang-Undang Narkotika, yang melahirkan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 35 tahun

(35)

kerjasama, baik bilateral, regional, bahkan internasional. Semua pelaku

penyalahguna narkotika darimana pun asalnya, baik dalam ataupun luar

negeri bila tertangkap di wilayah Indonesia, maka akan dijatuhi hukuman

yang berlaku di Indonesia.

2. Pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang tanpa hak menjadi

perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman yang

beratnya melebihi 5 gram dalam perkara Register No.

1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN, menurut saya sudah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kasus ini sudah

memenuhi unsur-unsur pertanggungjawabnpidana yaitu dengan adanya

kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan yang dilakukan berupa

kesengajaan oleh Terdakwa, dan tidak adanya alasan pemaaf untuk

Terdakwa dimana Terdakwa dianggap telah turut serta merusak generasi

bangsa dengan membantu menyebarkannya barang haram berupa

Narkotika untuk sampai ke tangan pengguna dan Terdakwa telah

menghambat Program Pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas

penyalahgunaan Narkotika.Terdakwa dituntut 9 (sembilan) tahun pidana

penjara. Dalam kasus ini terdakwa dihukum pidana penjara 7 (tujuh) tahun

pidana penjara setelah Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang

patut dipertimbangkan baik untuk meringankan ataupun memberatkan

(36)

B. Saran

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis melihat masih ada hal-hal yang

kurang. Adapun saran yang dapat penulis berikan untuk menanggulangi tindak

pidana di bidang narkotika, yaitu :

1. Perlu kepekaan dan kesadaran yang tinggi pada masyarakat untuk bekerja

sama memberantas peredaran narkotika dan prekursor narkotika.

Setiap anggota masyarakat juga harus saling memperhatikan agar tidak ada

yang terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkotika.

2. Perlu dukungan pemerintah dalam kasus ini. Pemerintah yang belakangan

ini juga sedang giat-giatnya memberantas predaran narkotika di kalangan

masyarakat misalnya dengan membentuk suatu badan khusus yang

menangani narkotika yaitu Badan Narkotika Nasional

(BNN).Kekurangefektifan BNN yang dianggap belum mendekatkan diri

kepada masyarakat, bisa dilakukan dengan cara-cara memberikan

penyuluhan-penyuluhan di lembaga pendidikan, instansi-instansi, dengan

(37)

BAB II

PERKEMBANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG

NARKOTIKA

Sebelum membahas jauh sejarah pembentukan Undang-Undang Narkotika

dan perkembangannya, maka terlebih dahulu penulis akan meninjau sejarah

keberadaan narkotika itu sendiri.

Pada zaman prasejarah di negeri Mesopotamia, atau lebih dikenal Irak,

dikenal suatu barang yang namanya Gil, yang artinya bahan yang menggembirakan. Gil ini lazimnya digunakan sebagai obat sakit perut, kemampuan Gil sangat terkenal pada saat itu, dan Gil menyebar di dunia Barat sampai Asia dan Amerika. Ada pula bahan lain yang menyerupai candu masak,

yang bernama Jadam. Jadam ini tergolong obat keras yang pada mulanya berkembang di dunia Arab.36

Pada zaman masa penjajahan Belanda kebiasaan penyalahgunaan obat bius

dan candu sudah mulai terasa membahayakan masyarakat, pemakainya terutama Demikianlah Gil, candu, serta jadam dengan segenap zat dan jenisnya terus berkembang penggunaannya oleh masyarakat di dunia, dan yang

keberadaannya sekarang banyak sekali jenis zat-zat narkotika, baik yang

tergolong alami maupun sintetis (buatan). Jenis-jenis narkotika tersebut akan

diuraikan pada bagian berikutnya. Karena perkembangan peredaran narkotika

yang begitu cepat maka banyak kasus kejahatan narkotika yang muncul di

masyarakat, kasus kejahatan narkotika itu hampir kebanyakan menimpa remaja.

36

(38)

masyarakat golongan menengah. Oleh sebab itu, pada zaman tersebut pemerintah

Hindia-Belanda mengeluarkan V.M.O Staatblad 1927 No. 278 jo No. 536, yaitu peraturan yang mengatur tentang obat bius dan candu.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 131 I.S., yaitu peraturan tentang obat bius

yang berlaku di Belanda. Gubernur Jenderal dengan persetujuan Raad van Indien,

mengeluarkan Staatblad 1927 No. 278 jo No. 536 tentang Verdovende Midellen Ordonantie yang diterjemahkan dengan Undang Obat Bius. Undang-Undang tersebut adalah untuk mempersatukan dalam satu undang-undang tentang

ketentuan mengenai candu dan obat-obatan bius lainnya.37

Sebelum Indonesia merdeka, penegakan hukum terhadap tindak pidana

narkotika oleh pemerintah Hindia Belanda ketika itu, bertujuan menyatukan

berbagai ketentuan mengenai perdagangan candu, telah ditetapkan Verdoovende Middellen Ordonantie Stbl. 1927 Nomor 278 jo. 536 atau Ordonansi Obat Bius, yang telah diberlakukan pada tanggal 1 Januari 19928 dan ditempatkan dalam

Tambahan Lembaran Negara, tanggal 22 Juli 1928 dan tanggal 3 Februari 1928.

Setelah Indonesia merdeka Ordonansi Obat Bius 1927 Nomor 278 dan 536, dan

ketentuan yang berkaitan dengan candu ini masih terus berlaku berdasarkan Pasal

II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa segala

badan negara dan peraturan yang masih ada masih langsung berlaku, selama

belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.38

37

Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung :

Penerbit Mandar Maju, 2003) cetakan pertama,hlm. 163 38

Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum

(39)

Awal tahun 1970 penyalahgunaan narkotika sudah semakin sering terjadi

di masyarakat dan jenis-jenis narkotika yang beredar pun semakin banyak pula

ragamnya. Kenyataan inilah yang mendorong timbulnya kesadaran akan perlunya

segera dibentuk suatu undang-undang yang dapat menjangkau bentuk

penyalahgunaan narkotika. Setidak-tidaknya undang-undang yang baru itu dapat

menimbulkan rasa takut bagi anggota masyarakat untuk tidak melakukan

perbuatan-perbuatan yang dikualifikasikan sebagai Tindak Pidana Narkotika.39

Soedjono Dirdjosisworo mengatakan beberapa hal yang menonjol

mengenai hal ini adalah kecenderungan kecanduan dan ketagihan narkotika yang

membutuhkan terapi dan perbedaannya dengan mereka yang mengadakan serta

mengedarkan secara gelap tidak diatur secara tegas. Kenyataan bahwa V.M.O

tidak memenuhi syarat lagi sebagai Undang-Undang Narkotika disamping tidak

cocok lagi dengan kenyataan admisnistrasi peradilan pidana dewasa ini.40

1. Tidak adanya keseragaman di dalam pengertian narkotika

Khusus dalam masalah penyalahgunaan narkotika ketentuan hukum belum

dapat menjangkaunya, sebab ketentuan-ketentuan tersebut bersumber kepada

ketentuan lama yang memiliki kelemahan-kelemahan, berupa :

2. Sanksi terlalu ringan dibanding dengan akibat penyalahgunaannya

3. Ketidaktegasan pembatasan pertanggungjawaban terhadap penjual,

pemilik, pengedar, pemakai, dan penyimpan narkotika.

4. Ketidak serasian antara ketentuan hukum pidana mengenai narkotika

39

Hari Sasangka, Op.cit., hlm. 165 40

Soedjono D. Segi Hukum Tentang Narkotika di Indonesia, (Bandung : Penerbit PT.

(40)

5. Belum ada badan bertingkat nasional yang khusus mengenai masalah

penyalahgunaan narkotika

6. Belum adanya ketentuan khusus wajib lapor adanya penyalahgunaan

narkotika

7. Belum adanya hal-hal yang khusus bagi yang berjasa dalam

penyelidikan-penyelidikan perkara penyalahgunaan narkotika.

Mengingat hal diatas, maka dipandang perlu dalam waktu yang relatif

singkat untuk mengadakan pembaruan dan penyempurnaan perundang-undangan

tentang narkotika, dan diharapkan peraturan efektif di dalam pengimplementasian

dan tepat sasaran di dalam penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika.41

Undang-undang pidana yang baik adalah yang sejalan dengan tuntutan

perkembangan sosial bisa dipandang sebagai sarana untuk melakukan tindakan

prevensi umum. Demikian halnya dengan upaya menghadapi bahaya narkotika.

Secara yuridis, khususnya hukum pidana pemerintah didukung oleh kalangan ahli

dan praktisi menyadari pentingnya Undang-Undang Narkotika. Persepsi kalangan

mengenai relevan dan tanda hadirnya Undang-Undang Narkotika Nasional yang

baru merupakan dukungan besar atas diterbitkannya undang-undang tentang

narkotika. 42

Untuk memberikan kepastian hukum dalam upaya penanggulangan

terhadap penyalahgunaan narkotika, maka sebagai dasar hukum dari

Undang-Undang adalah sebagai berikut.

41

Moh. Taufik Makarao, Suhasril dan H. Moh. Zakky, Op. Cit., hlm. 12

42

(41)

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan

3. Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1971

4. Undang-Undang No. 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kepolisian.

5. Undang-Undang No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kesehatan.

6. Undang-Undang No. 7 Tahun 1963 tentang Farmasi

7. Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa

8. Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman

9. Undang-Undang No. 6 Tahun 1976 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kesejahteraan Nasional

10.Undang-Undang No. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi

Tunggal Narkotika 1961, beserta protokol yang mengubahnya.

11.Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap

Narkotika dan Psikotropika.

Dengan mengingat dasar-dasar ketentuan undang-undang diatas, maka

pemerintah memutuskan :

1. Mencabut V.M.O (Verdoovende Middelen Ordonantie) 1972 No. 278

(42)

2. Memperbarui Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika

(Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 36 Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3086)

3. Menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997

Tanggal 1 September 1997 tentang Narkotika. (Lembaran Negara

Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3698).43

A. Kebijakan Hukum Pidana tentang Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976

Perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era

globalisasi adalah merupakan salah satu penyebab diproduksinya berbagai macam

jenis narkotika, kecuali itu bahwa pada era pesatnya kemajuan komunikasi seperti

sekarang ini terasa semakin mudahnya pendistribusian atau peredaran narkotika

yang dapat menjangkau wilayah-wilayah terpelosok di seluruh Indonesia, padahal

sebelumnya masyarakat daerah itu tidak mengenal barang-barang haram seperti

narkotika dan jenisnya.

Undang-undang ini mengatur lebih luas cakupannya, lebih lengkap, lebih

berat ancaman pidananya. Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini adalah44

1. Mengatur jenis-jenis narkotika yang lebih terperinci

:

2. Pidananya juga sepadan dengan jenis-jenis narkotika tersebut

3. Mengatur pelayanan tentang kesehatan untuk pecandu dan

rehabilitasinya

43

Moh. Taufik Makarao, Suhasril dan H. Moh. Zakky, Op. Cit., hlm. 16

44

(43)

4. Mengatur semua kegiatan yang menyangkut narkotika yakni

penanaman, peracikan, produksi, perdagangan, lalu lintas

pengangkutan serta penggunaan narkotika.

5. Acara pidananya bersifat khusus

6. Pemberian premi bagi mereka yang berjasa dalam pembongkaran

kejahatan narkotika

7. Mengatur kerjasama internasional dalam penanggulangan narkotika

8. Materi pidananya banyak yang menyimpang dari KUHP

9. Ancaman pidananya lebih berat

Dalam Bab IV Undang-Undang ini, diatur tentang perbuatan-perbuatan

yang dilarang, yang meliputi45

1. Dilarang secara tanpa hak menanam atau memelihara, mempunyai

dalam persediaan. Memiliki, menyimpan, atau menguasai tanaman

papaver, tanaman koka atau tanaman ganja. Terdapat dalam Pasal 23

ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1); :

2. Dilarang secara tanpa hak memproduksi, mengolah, mengekstraksi,

mengonversi, meracik, atau menyediakan narkotika. Terdapat dalam

Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (2);

3. Dilarang secara tanpa hak memiliki, menyimpan, untuk memiliki atau

untuk persediaan atau menguasai narkotika. Terdapat dalam Pasal 23

ayat (3) dan Pasal 36 ayat (3).

45

(44)

4. Dilarang secara tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut atau

mentransit narkotika. Terdapat dalam Pasal 23 ayat (4) dan Pasal 36

ayat (4);

5. Dilarang secara tanpa hak mengimpor, mengekspor, menawarkan

untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan,

menerima menjadi perantara, dalam jual beli atau menukar narkotika.

Terdapat dalam Pasal 23 ayat (5) dan Pasal 36 ayat (5);

6. Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika terhadap orang lain

atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain. Terdapat

dalam Pasal 23 ayat (6) dan Pasal 36 ayat (6);

7. Dilarang secara tanpa hak menggunakan bagi dirinya sendiri. Terdapat

dalam Pasal 23 ayat (7) dan Pasal 36 ayat (7);

8. Kelalaian yang menegakibatkan dilanggarnya ketentuan dalam Pasal

23 ayat (1) diatas tanah atau tempat miliknya yang dikuasainya;

9. Dilarang membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan

tindak pidana narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1)

sampai dengan ayat (7) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976;

10.Dilarang penggunaan dan pemberian narkotika oleh dokter, kecuali

untuk pengobatan. Terdapat dalam Pasal 24 dan Pasal 40;

11.Perbuatan Pabrik farmasi, pedagang besar farmasi, apotik, rumah sakit,

dokter, lembaga ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan yang tidak

melaksanakan kewajiban menurut Pasal 18 dan Pasal 19

(45)

12.Lembaga ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan yang menanam

tanaman Papaver, Koka dan Ganja yang tidak melaksanakan kewajiban

membuat laporan yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2). Terdapat

dalam pasal 42;

13.Nakhoda, kapten penerbang atau pengemudi yang tidak melaksanakan

kewajiban pelaporan menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1975.

Terdapat dalam Pasal 43;

14.Perbuatan menghalangi proses penyidikan, penuntutan dan peradilan

narkotika. Terdapat dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 47;

15.Perbuatan tidak melaporkan adanya narkotika yang tidak sah kepada

pihak yang berwajib. Terdapat dalam Pasal 48;

16.Semua tindak pidana dalam undang-undang ini dikualifikasikan

sebagai kejahatan kecuali Pasal 47 mengenai saksi yang membocorkan

identitas pelapor dianggap sebagai delik pelanggaran.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan digantinya Vervonde Midellen Ordonantieadalah sehubungan dengan perkembangan lalu lintas dan alat-alat perhubungan dan pengangkutan modern yang menyebabkan cepatnya

penyebaran/pemasukan narkotika ke Indonesia. Ditambah lagi dengan kemajuan

di bidang pembuatan obat-obatan, ternyata tidak cukup memadai bila tetap

memakai undang-undang tersebut. Dalam Vervonde Midellen Ordonantie hanya mengatur tentang perdagangan dan penggunaan narkotika. Narkotika tidak saja

diperlukan dalam dunia pengobatan, tetapi juga dalam penelitian untuk tujuan

(46)

untuk mengimpor narkotika dan mengekspor obat-obatan yang mengandung

narkotika, menanam, memelihara Papaver, Koka dan Ganja.

Keadaan yang seperti inilah yang akhirnya menimbulkan keharusan untuk

membuat undang-undang baru khusus tentang narkotika. Atas problema demikian,

lahirlah Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 yang kemudian disempurnakan lagi

dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 pada tanggal 1

September 1997. Lembaran Negara RI No. 67, tambahan Lembaran Negara RI

No. 3698 Tahun 1997.46

46

Hari sasangka, Op.cit., hlm. 58

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika juga mengatur

mengenai sanksi yang diancamkan terhadap tindak pidana. Sanksi ini bertujuan

untuk memaksimalkan peranan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 tentang

Narkotika mengenai penanggulangan tindak pidana narkotika.

Sanksi pidana dirumuskan secara limitatif dalam Pasal 10 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) yaitu:

a. Pidana Pokok yaitu :

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Pidana kurungan;

4. Pidana denda;

5. Pidana tutupan.

b. Pencabutan hak-hak tertentu;

(47)

2. Perampasan putusan hakim.

Adapun kebijakan hukum pidana terkait sanksi dan pemidanaan dalam

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika adalah sebagai berikut:

1. Jenis pidana yang digunakan adalah : pidana mati, penjara, kurungan,

denda, pencabutan hak-hak tertentu, perampasan.

2. Pidana terberat yaitu pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

atau pidana penjara selama-lamanya 20 (dua puluh) tahun dan denda

setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

diancamkan terhadap tindak pidana membawa, mengirim,

mengangkut, mentransit narkotika, mengimpor, mengekspor,

menawarkan untuk dijual, meyalurkan, menjual, membeli,

menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau

menukar narkotika sebagaimana diatur dalam Paal 36 ayat (4) dan (5)

sedangkan pidana teringan yaitu berupa 1 (satu) tahun kurungan

diancamkan terhadap tindak pidana saksi yang membuka identitas

pelapor tindak pidana narkotika yang diatur dalam Pasal 47

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976.

3. Mayoritas ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun

1976 tentang Narkotika merumuskan dua (2) jenis pidana pokok yaitu

pidana penjara dan pidana denda secara kumulatif.

4. Pengenaan sanksi tindakan rehabilitasi bagi penyalahgunaan narkotika

(pelaku yang melanggar pasal 36 ayat (7)) dan sanksi tindakan berupa

(48)

warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana narkotika.

Dengan demikian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang

Narkotika telah mengkombinasikan antara sanksi pidana dengan sanksi

tindakan.

5. Percobaan (poging) melakukan tindak pidana narkotika diancam

dengan sanksi yang sama dengan tindak pidana narkotika. Hal ini

merupakan kekhususan dari aturan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana yang mengurangi sanksi 1/3 terhadap percobaan

(poging).

6. Ancaman sanksi pidana diperberat sebesar 1/3 dengan batasan

maksimum 20 (dua puluh) tahun bagi pelaku yang membujuk anak

dibawah umur melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 36

ayat (1) sampai dengan ayat (7).

7. Ancaman sanksi pidana penjara diperberat 1/3 tanpa batasan

maksimum serta untuk pidana denda dikalikan 2 (dua) bagi pelaku

yang melakukan pengulangan (recidive) terhadap tindak pidana yang

diatur dalam pasal 36 ayat (1) sampai dengan ayat (7).

8. Pencabutan hak terhadap importir, pabrik farmasi, pedagang besar

farmasi, apotik, rumah sakit, dokter, lembaga ilmu pengetahuan dan

lembaga pendidikan, nakhoda, kapten penerbang atau pengemudi

sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) butir 1 sampai dengan 6

(49)

B. Kebijakan Hukum Pidana tentang Narkotika dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

Dalam perkembangannya, kejahatan narkotika sudah semakin canggih,

sehingga ditemukan adanya kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Nomor

9 Tahun 1976. Untuk itu, dilakukan revisi terhadap Undang-Undang tersebut

dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.

Kurang lebih sepuluh tahun Undang-Undang nomor 22 Tahun 1997 diberlakukan,

ditemukan adanya kenyataan bahwa organisasi sindikat peredaran gelap narkotika

sudah beroperasi dengan semakin canggih. Organisasi ini memiliki modal yang

besar, teknologi tinggi, manajemen yang sangat rahasia, mobilitas tinggi, tegas

dan kejam terhadap anggota atau orang yang mengancam eksistensi

organisasinya, serta bekerja dengan berbagai macam modus operandinya.

Kecanggihan ini membutuhkan aturan yang sangat fleksibel dan menutup

berbagai kelemahan aturan yang menjadi entry point dari sindikat yang canggih ini.47

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika diberlakukan

pada tanggal 1 September 1997 dan dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1997

Nomor 67 serta Tambahan Lembar Negara Nomor 3698. Latar belakang

diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dapat dilihat dalam

penjelasan undang-undang tersebut, yakni peningkatan pengendalian dan

pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika. Kejahatan-kejahatan narkotika pada umumnya tidak

47

Akhyar Ari Gayo, Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika, (Yogyakarta : Penerbit

(50)

dilakukan oleh perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara

bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara mantap,

rapi dan sangat rahasia.48

Disamping itu kejahatan narkotika yang bersifat transnasional dilakukan

dengan menggunakan modus operandi dan teknologi canggih, termasuk

pengamanan-pengamanan hasil-hasil kejahatan narkotika. Perkembangan kualitas

kejahatan narkotika sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan

manusia. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 mempunyai cakupan yang lebih

luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun ancaman pidana yang

diperberat.49

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika ini,

diatur beberapa ketentuan, tentang etimologi dan terminologi sekitar pengertian

dan istilah-istilah yang diatur dalam undang-undang narkotika tersebut, serta Didalam peraturan pelaksana itu, yang dibuat pada pokoknya adalah

bagaimana cara para aparat penegak hukum melaksanakan tugasnya, serta

bagaimana para subyek hukum harus bertindak apabila berhubungan dengan kasus

narkotika, dan bagaimana pula ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 itu

dapat diterapkan ke dalam hukum budaya yang sudah ada, agar undang-undang

tersebut jangan hanya berupa teori yang sempurna di atas kertas saja, namun yang

paling penting adalah aplikasinya di lapangan. Untuk dapat melaksanakan

persoalan itu, maka mengacu pada peraturan menteri sebagaimana petunjuk teknis

pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya peningkatan jumlah nasabah dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Adanya kenaikan jumlah nasabah pada tiap tahunnya disebabkan

Pembelajaran inovatif yang relevan dengan kondisi sekarang ini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) , yaitu pembelajaran yang menekankan

• Kita ingin clock berperan sebagai sebuah signal start dan stop – sebuah “latch adalah sebuah alat penyimpan yang menyimpan inputnya saat rising edge dari clock dan penyimpanan

Beliau mengatakan, “Jika seseorang telah mengambil riba tersebut dan dia mengetahui bahwa riba tersebut haram, namun dia adalah orang yang lemah dalam hutang dan

Hasil penelitian dapat disimpul- kan sebagai berikut: tngkat pendidikan remaja yang marriage diusia muda mayoritas berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah, tingkat pendidikan orang

Dengan demikian orang yang terbiasa puasa sunnah tidak dibolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyrik.. Tetapi semoga Allah mencatatnya sebagai pahala atas keistiqamahan

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual

respected and applied in connection with forest management rights, access to forest resources, sharing of benefits, etc. National Law No. - Approved ILO Convention 169 on