• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA SENGKETA KEPEGAWAIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA SENGKETA KEPEGAWAIAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

“HUKUM KEPEGAWAIAN”

SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara Rombel 05 Semester Genap 2016-2017

Dosen Pengampu : Dr. Martitah, M.Hum. Hari Selasa, 07.00 - 08.40 WIB

Oleh :

Dede Rosita Agustina 8111415031

FAKULTAS HUKUM

(2)

PENDAHULUAN

Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam penyelenggaraan negara, pemerintah membutuhkan sarana negara atau sarana tindak pemerintahan. Sarana negara dimaksud terdiri dari sarana yuridis, sarana personil, sarana materiil dan sarana finansial (W. Riawan Tjandra, 2012: 24). Sarana personil dimaksud terdiri dari pejabat negara dan Pegawai Negeri Sipil. Di Indonesia keberadaan pegawai negeri sipil diatur secara khusus melalui peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian yang mengatur kedudukan, norma, standar dan prosedur yang berkaitan dengan hak dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil, larangan, sanksi dan upaya perlindungan hukum. Dalam upaya meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil tersebut, sebenarnya Pemerintah Indonesia telah memberikan suatu regulasi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran hukum disiplin seyogianya dijatuhi sanksi hukuman disiplin. Berdasarkan beberapa ketentuan yang berlaku, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi upaya administratif berupa keberatan dan banding administratif maupun dengan peradilan administrasi atas sengketa kepegawaian di Pengadilan Tata Usaha Negara. Undang Undang Dasar dimanapun selalu bertumpu pada tiga hal: kepastian, kedilan, kemanfaatan. Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan kejelasan dan ketegasan sikap hakim dalam memutuskan. Hakim harus bersifat adil dan mampu mengelaborasi pertimbangan hukum dengan fakta-fakta dalam persidangan dalam sebuah putusan sehingga masyarakat di seluruh lapisan, mudah memahami dan merasakan manfaat putusan tersebut.1

Keberadaan upaya administratif dalam penyelesaian sengketa kepegawaian sejalan dengan Pasal 48 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan:

1. Dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.

2. Pengadilan baru berwenang memeriksa, menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Dalam Pasal 48 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 yaitu “ Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap Sengketa Tata Usaha Negara”. Pengertian tentang sengketa Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Sengketa TataUsaha Negara yang menyatakan : “Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusatmaupun di

(3)

daerah, sebagai akibat di keluarkan keputusan tatausaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku”. Sedangkan yang dimaksud Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum TataUsaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Undang Undang Dasar dimanapun selalu bertumpu pada tiga hal: kepastian,

kedilan, kemanfaatan.” Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan kejelasan dan ketegasan

sikap hakim dalam memutuskan. Hakim konstitusi harus bersifat adil dan mampu mengelaborasi pertimbangan hukum dengan fakta-fakta dalam persidangan dalam sebuah putusan sehingga masyarakat di seluruh lapisan, mudah memahami dan merasakan manfaat putusan tersebut.

PEMBAHASAN

Pengertian Sengketa Kepegawaian

Sengketa Kepegawaian adalah sengketa/perselisihan yang timbul sebagai akibat ditetapkannya keputusan Tata Usaha Negara di bidang kepegawaian oleh Badan atau Pejabat yang berwenang mengenai kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Masalah Sengketa Kepegawaian diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang menyatakan penyelesaian sengketa di bidang kepegawaian dilakukan melalui peradilan. Untuk itu, sebagai bagian dari Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Sengketa Kepegawaian merupakan salah satu bagian dari sengketa Tata Usaha Negara (TUN) dan keputusan/penetapan di bidang kepegawaian merupakan objek dari Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sengketa-sengketa di bidang kepegawaian tidak ditangani secara langsung oleh suatu Peradilan Tata Usaha Negara, namun terlebih dahulu harus diselesaikan melalui suatu proses yang mirip dengan suatu proses peradilan, yang dilakukan oleh suatu tim atau oleh seorang pejabat di lingkungan pemerintahan. Proses tersebut di dalam ilmu hukum disebut peradilan semu (quasi

rechtspraak). Dikatakan sebagai peradilan, karena memenuhi unsur-unsur layaknya

(4)

badan atau komisi atau dewan atau panitia, dan bukan dilaksanakan oleh lembaga peradilan indefenden di luar lingkungan pemerintahan.2

Pengelolaan kepegawaian memang sangat rawan dengan masalah Sengketa Kepegawaian, karena berkaitan dengan penerbitan atau penetapan Keputusan Tata Usaha Negara bidang kepegawaian, antara lain berupa : Keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Keputusan pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Keputusan pengangkatan dalam pangkat (untuk kenaikan pangkat), Keputusan pengangkatan dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional, Keputusan pemberhentian sementara sebagai PNS, Keputusan penjatuhan hukuman disiplin, dan Keputusan pemberhentian sebagai PNS.

Untuk dapat dikategorikan sebagai sengketa kepegawaian, maka harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Subyek yang bersangkutan adalah PNS di satu pihak sebagai Penggugat dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di lain pihak sebagai Tergugat

2. Obyek sengketa adalah Keputusan TUN di bidang kepegawaian mengenai kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan PNS

3. Mengingat keputusan TUN di bidang kepegawaian merupakan obyek sengketa 4. Dalam praktek peradilan kemungkinan terjadi perkembangan bahwa subyek yang

bersengketa tidak hanya PNS yang bersangkutan, tetapi bisa juga janda/duda PNS serta anak-anaknya sebagai Penggugat dalam sengketa kepegawaian.

Keputusan TUN bidang kepegawaian dapat dianalogikan dengan keputusan TUN sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009.

Terjadinya Sengketa Kepegawaian

Sengketa Kepegawaian dapat terjadi oleh berbagai faktor diantaranya : kesalahan penulisan identitas PNS seperti nama, tanggal lahir, NIP, pangkat atau jabatan, kesalahan dalam keputusan kenaikan pangkat, kesalahan dalam keputusan pengangkatan dalam jabatan struktulan dan fungsional, ketidakpuasan PNS dalam keputusan penjatuhan hukuman disiplin, keterlambatan penyelesaian permohonan izin perkawinan dan perceraian.

Pada dasarnya hak untuk membela kepentingan hukum merupakan salah satu bentuk hak asasi yang dimiliki oleh seseorang/sekelompok orang. Untuk itu hak untuk membela kepentingan hukum, khususnya dalam hubungan dengan Keputusan TUN telah diatur dalam Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No.9 Tahun 2004 tentang Peradilan TUN.

Alasan gugatan Sengketa Kepegawaian adalah : Keputusan Badan atau Pejabat TUN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (baik yang bersifat formal, prosedur maupun materiil/substansial) dan yang dikeluarkannya oleh Badan/Pejabat TUN yang berwenang, Badan atau Pejabat TUN dengan keputusannya telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain daripada wewenang yang diberikan

(5)

(detournement de pouvoir), Badan atau Pejabat TUN mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan secara tidak patut (willekeur).

ANALISIS KASUS

Kasus Mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kepulauan Selayar, Muhammad Arsad, MM (Pangkat Pembina Tingkat I, Golongan IV/B) menggugat Bupati Kepulauan Selayar, Syahrir Wahab di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar. Gugatan diajukan karena Muhammad Arsad diberhentikan dari jabatan sebagai Kepala BKD (Eselon II-b) berdasarkan SK Bupati No. 821. 2/160/X/BKD/2010 tanggal 5 Oktober 2010

Menurut Muhammad Arsad pemberhentian itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Muhammad Arsad menduga pemecatannya bukan karena tidak mampu menjalankan tugas melainkan terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Selayar 23 Mei 2010 yang lalu. Saat Pilkada Muhammad Arsad mendukung pasangan calon Bupati lain yang merupakan lawan Syahrir Wahab yang terpilih kembali memimpin Selayar. Oleh karena itu Muhammad Arsad mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara Makassar tercatat dengan Nomor 58/G.TUN/10/PTUN MKS tanggal 20 Oktober 2010. Inti gugatan adalah Muhammad Arsad memohon kepada Hakim Peradilan Tata Usaha Negara untuk membatalkan SK Pemberhentian Muhammad Arsad. Berdasarkan pemberitaan, surat gugatan telah memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 56 ayat (1) UU PTUN di mana gugatan berisikan:

1. Identitas penggugat (Pak Arsad) dan tergugat (Bupati Kepulauan Selayar).

2. Fundamentum petendi (dasar gugatan) adalah pemberhentian dalam jabatan BKD

yang dilakukan secara sepihak oleh Bupati Kepulauan Selayar yang mengatakan bahwa Pak Arsad dianggap tidak mampu mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi BKD Kepulauan Selayar. Sedangkan sesuai Daftar Penilaian Pekerjaan (BP-3) ia memperoleh nilai rata-rata baik.

Oleh karena itu, keputusan pemberhentian dalam jabatan melanggar hukum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:

a) Melanggar Pasal 7 ayat (4) butir c PP No. 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil yaitu jenis hukuman disiplin berat (pembebasan dari jabatan).

b) Melanggar Pasal 10 PP No.100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, di mana dalam Pasal 10 itu tidak tercantum kriteria PNS diberhentikan dari jabatan struktural karena ketidakmampuan mendukung pelaksanaan tugas serta alasan politis (mendukung calon Bupati lain).

(6)

pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah.

Melihat kasus Gugatan Peradilan Tata Usaha Negara oleh Muh. Arsyad terhadap Bupati Selayar maka menurut saya: Seharusnya Pak Arsad mengajukan upaya administratif karena upaya administratif ini dimaksudkan sebagai kontrol atau pengawasan yang bersifat intern dan represif di lingkungan Tata Usaha Negara terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat TUN. Selanjutnya, putusan Peradila Tinggi Tata Usaha Negara tersebut (yang telah masuk dalam tahap upaya administratif) dapat diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Prosedur ini ditempuh untuk mempercepat proses penyelesaian, demi tercapainya kepastian hukum.

1. Upaya Administratif sesuai PP No. 53 Tahun 2010

Pasal 32 PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, mengatur apabila PNS tidak puas atau tidak menerima atas keputusan penjatuhan hukuman disiplin, maka di tempuh melalui upaya administrative. Ada 2 upaya administratif, yaitu berupa keberatan dan banding adminstratif.3 Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum. Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan adalah penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, dan penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun. Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) adalah yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan Gubernur sebagai wakil pemerintah untuk jenis hukuman disiplin berat berupa : pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Dengan demikian, Badan Pertimbangan Kepegawaian dianggap sebagai badan Peradilan Khusus.4

Prosedur keberatan hukuman disiplin, diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang menghukum. Keberatan diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal yang bersangkutan menerima keputusan hukuman disiplin. Keberatan yang diajukan melebihi 14 (empat belas) hari kalender tidak dapat diterima. Pejabat yang berwenang menghukum setelah menerima tembusan surat keberatan atas keputusan hukuman disiplin yang telah dijatuhkannya, harus memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh PNS yang bersangkutan. Tanggapan tersebut disampaikan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja terhitung mulai tanggal yang bersangkutan menerima tembusan surat keberatan. Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib mengambil keputusan atas keberatan yang diajukan oleh PNS yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung mulai tanggal atasan pejabat yang berwenang

(7)

menghukum menerima surat keberatan. Penguatan, peringanan, pemberatan, atau pembatalan hukuman disiplin, ditetapkan dengan keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum. Keputusan tersebut bersifat final dan mengikat. Yang dimaksud dengan final dan mengikat adalah terhadap keputusan peringanan, pemberatan, atau pembatalan hukuman disiplin tidak diajukan keberatan dan wajib dilaksanakan.

2. Gugatan melalui Peradilan TUN

Kepekaan dan kesadaran hukum PNS kian meningkat di era reformasi dan globalisasi informasi ini, PNS dapat memperjuangkan kepentingannya yang menyangkut sengketa kepegawaian melalui peradilan TUN. Pada prinsipnya semua sengketa kepegawaian dapat digugat langsung ke peradilan TUN, namun adakalanya sengketa kepegawaian harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administratif sesuai PP No. 53 Tahun 2010. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa kepegawaian, jika seluruh upaya administratif telah ditempuh oleh penggugat (PNS). Pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan ditingkat pertama sengketa kepegawaian yang telah melalui upaya adminsitratif adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Putusan PT TUN tersebut dapat diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Prosedur ini ditempuh untuk mempercepat proses penyelesaian, demi tercapainya kepastian hukum.

Dari 2 cara untuk menyelesaikan sengketa tersebut, ada perbedaan yang cukup signifikan, yaitu:

1. Dalam penyelesaian dari segi hukumnya (rechtmatigheid).

2. Badan atau Pejabat atau Instansi yang memeriksa upaya administratif dapat mengganti, mengubah atau meniadakan atau dapat memerintahkan untuk mengganti atau merubah atau meniadakan keputusan yang menjadi obyek sengketa. Sedangkan Peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat mengganti, mengubah atau meniadakan atau dapat memerintahkan untuk mengganti atau merubah atau meniadakan keputusan yang menjadi obyek sengketa. Namun hanya dapat menjatuhkan putusan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek sengketa tersebut “tidak sah” atau “batal” (Kursif Penulis).

Pada waktu Badan atau Pejabat atau Instansi yang memeriksa upaya administratif menjatuhkan putusan terhadap sengketa tersebut dapat memperhatikan perubahan yang terjadi sesudah dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang mengakibatkan terjadinya sengketa tersebut. Sedangkan penyelesaian oleh Peradilan Tata Usaha Negara hanya memperhatikan keadaan yang terjadi pada waktu dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek sengketa tersebut.5

Strategi Mencegah Sengketa Kepegawaian

(8)

Untuk menghindari terjadinya Sengketa Kepegawaian, perlu ditempuh strategi sebagai berikut :

1. Komitmen pimpinan untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi PNS; 2. Melaksanakan etika dan azas-azas umum pemerintahan yang baik dalam

pengambilan keputusan, sehingga terjaminnya obyektivitas, keadilan dan kepastian hukum;

3. Membentuk tim-tim kerja yang professional untuk mempercepat penyelesaian masalah-masalah kepegawaian;

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Dewi, Ida Ayu Sri. 2005. Bahan Pelatihan Sengketa Kepegawaian. Jakarta: BKN Effendi, Lutfi. 2004. Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Malang: Bayu Media

Hadjon, Philipus. Dkk. 2008. Pengantar Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Martitah. 2013. Mahkamah Konstitusi dari Negatif Legislature ke Positive Legislature. Jakarta : Konstitusi Press

Wiyono, R. 2005. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika

Peraturan Perundang-undangan :

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi energi yang dihasilkan dari perhitungan dengan menggunakan kombinasi himpunan basis tersebut diteliti ada tidaknya efek perpindahan muatan, maka terdapat 8 buah kombinasi

Pengelolaan penghijauan di Kota Samarinda telah dilakukan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2013, akan tetapi belum maksimal dikarenakan ada beberapa hal

Model ideal yang sebaiknya dikembangkan dalam pembentukan kultur akhlak mulia di sekolah di Indonesia baik di sekolah dasar maupun menengah adalah: sekolah

Selanjutnya dapat disampaikan bahwa seluruh peserta mengikuti rangkaian Pelatihan Policy Paper, Policy Brief, Policy Memo, RIA dan Advokasi Kebijakan yang berakhir

Tujuan penelitian adalah : (1) Mengembangkan instrumen penilaian ranah sikap dengan menggunakan skala Likert untuk kelas 5 Semester 2 berdasarkan Kurikulum 2013,

kepiting, harga ikan, harga udang dan jenis alat tangkap yang digunakan oleh. nelayan di Kelurahan

Oleh karena muara Maqa>s}id al-Shari>’ah itu adalah mas}lahat, maka metode pengujian itu dilakukan dengan mencermati penggunaan kaidah-kaidah fikih yang terkait

Pengenalan Latar Belakang Sekolah Kajian Demografi Responden 4.3.1 Demografi Responden Mengikut Greet Sekolah 4.3.2 Demografi Responden Mengikut Umur 4.3.3 Demografi Responden