• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR - Skripsi Rumput Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KATA PENGANTAR - Skripsi Rumput Laut"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) BERKELANJUTAN

DI KABUPATEN BARRU

Tesis

untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Magister Manajemen Pesisir Dan Teknologi Kelautan

S U D A R M I 0005. 02. 06. 2008

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

(2)

Tesis

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) BERKELANJUTAN

DI KABUPATEN BARRU

OLEH :

S U D A R M I 0005. 02. 06. 2008

Disetujui Untuk Diseminarkan

Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Asbar, M.Si. Tanggal... .

Pembimbing Pembantu

(3)

.

ABSTRAK

SUDARMI, Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut (Kappapycus alvarezii) Berkelanjutan Di Kabupaten Barru (dibimbing oleh Asbar dan Rustam).

Penelitian bertujuan (1) Menganalisis faktor-faktor utama yang berpengaruh dan besarnya konstribusi faktor-faktor tersebut terhadap pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru.(2). Menentukan strategi kebijakan pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Barru. Metode penelitian adalah pengembangan usaha budidaya rumput laut, (c) Metoda budidaya rumput laut yang cukup sederhana, (4) Budidaya rumput laut dapat dilakukan pada skala usaha kecil, (5) Tinnginya minat masyarakat untuk mengembangkan usaha budidaya rumput laut, (6) Permintaan pasar yang cukup tinggi terhadap komoditas rumput laut, dan (7) Perhatian pemerintah terhadap pengelolaan perikanan cukup besar.

Dengan menggunakan analisis A’WOT dalam merumuskan strategi pengembangan usaha budidaya rumput laut yang berkelanjutan di kabupaten Barru, alternatif strategi yang menjadi prioritas adalah : Penataan ruang/zonasi wilayah pesisir dan laut, bobot 0,03455. Peningkatan bintek budidaya (pemilihan bibit, pemeliharaan, pascapanen dan manejemen usaha, bobot 0,1936.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karuniaNya sehingga penulis dapat merampungkan penulisan tesis ini.

Strategi pengembangan usaha budidaya rumput laut berkelanjutan menjadi

fokus dan perhatian penulis, mengingat kegiatan tersebut merupakan salah satu

kegiatan yang berpotensi untuk dikembangan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini belum mampu mengungkap secara

tuntas tentang Strategi Pengembangan Rumput Laut secara Berkelanjutan,

sehingga diharapkan ada penelitian lain yang mampu menjadi pelengkap kajian

pengembangan rumput laut berkelanjutan.

Atas keberhasilan penulis merampungkan tesis ini, penulis mengucapkan

terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Asbar, M.Si selaku ketua komosi pembimbing dan Bapak

Dr. Ir. H. Rustam, M.Si selaku anggota komosi pembimbing atas

bimbingan dan arahan yang diberikan sejak penyusunan rencana penelitian

hingga selesainya penulisan tesis ini.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia, para dosen

pengasuh mata kuliah beserta unsur akademis lainnya yang telah

(5)

3. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan beserta

staf, atas segala dukungannya dan bantuannya sehingga penulis dapat

mengikuti pendidikan.

4. Kepala UPTD Pembinaan dan Pengembangan Sertifikasi Kesehatan Ikan

Pangkep beserta staf atas bantuan selama penulis mengikuti pendidikan.

5. Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Suami dan anakanak tersayang dan

saudara-saudaraku atas doa, motivasi dan cinta yang selalu diberikan.

6. Kepada rekan-rekan Pasca Sarjana Anggatan ke dua (2), sahabat yang

telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Akhinya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi

pembangunan perikanan dimasa mendatang. Disadari bahwa tesis ini masih perlu

penyempurnaan, oleh karena itu penulis sangat menghargai setiap saran dan

masukan untuk perbaikan.

Makassar, Desember 2012

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Halaman Pengesahan... ii

Abstrak... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Gambar... ix

Daftar Tabel... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Kegunaan... 6

BAB II. TINJUAN PUSTAKA... 7

2.1 Buididaya Rumput Laut... 7

2.1.1 Persyaratan Lokasi Budidaya... 7

2.1.2 Kelayakan Lingkungan dan Kualitas Perairan... 8

2.1.3 Metode Budidaya... 11

2.1.4 Tahapan Budidaya Rumput Laut... 13

2.2 Keuangan Sosial Ekonomi Budidaya Rumput Laut... 16

2.2.1 Analisis Kelayakan Ekonomi... 16

2.2.2 Keragaan Sosial Ekonomi Budidaya Rumput Laut... 16

2.2.3 Pengelolaan Keuangan dan Pemasaran... 19

2.3 Karakteristik Sosial Masyarakat Pesisir... 20

(7)

2.5 Peran dan Partisipasi Masyarakat... 23

2.6 Kesejahteraan Masyarakat Pesisir... 25

2.7 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir... 26

2.8 Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di Indonesia... 28

2.8.1 Meluasnya Pemerataan... 29

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 37

3.2 Jenis dan Desain Penelitian... 38

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 38

3.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian... 39

3.5 Pengumpulan dan Analisis Data... 41

3.5.1 Pengumpulan Data... 41

3.5.2 Analisis Faktor-Faktor Utama Yang Berpengaruh Terhadap Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Kab. Barru... 44

3.5.3 Analisis Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut Berkelanjutan di Kab. Barru... 44

A. Analisis SWOT... 45

B. Analisis Analytical Hierarchy Proses (AHP)... 49

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian... 51

1. Letak dan Luas Wilayah... 51

2. Keadaan Penduduk... 53

3. Keadaan Iklim... 54

(8)

Rumput Laut Berkelanjutan Di Kab. Barru... 58

1. Kualitas Perairan Yang Masih Layak Untuk Kegiatan Budidaya Rumput Laut... 58

2. Potensi Perairan Lepas Pantai Masih Cukup Besar Untuk Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut... 59

3. Metode Budidaya Rumput Laut Yang Cukup Sederhana... 60

4. Budidaya Rumput Laut Dapat Dilakukan Pada Skala Usaha Kecil... 62

5. Tingginya Minat Masyarakat Untuk Mengembangkan Usaha Buidaya Rumput Laut... 63

6. Permintaan Pasar Yang Cukup Tinggi Terhadap Kualitas Rumput Laut... 64

7. Perhatian Pemerintah Terhadap Pengelolaan Perikanan Cukup Besar... 64

C. Alternatif Strategi dan Program Pemgembangan Usaha Buididaya Rumput Laut Berkelanjutan Di Kab. Barru... 65

D. A’WOT Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut Berkelanjutan Di Kab. Barru... 68

a. Prioritas Pada Faktor Kekuatan... 70

b. Prioritas Pada Faktor Kelemahan... 73

c. Prioritas Pada Faktor Peluang... 76

d. Prioritas Pada Faktor Ancaman... 78

e. Alternatif Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut Berkelanjutan Di Kab. Barru... 81

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Hal

1. Desain Konstruksi Metode Lepas Dasar Untuk Budidaya Rumput Laut.... 11

2. Desain KOnstruksi Metode Rakit Apung... 12

3. Desain Konstruksi Metode Rawai... 12

4. Kerangka Pikir... 36

5. Peta Lokasi Kabupaten Barru... 37

(10)

DAFTAR TABEL

No Teks Hal

1. Narasumber Penelitian Secara Tentatif Sebagai Informan Kunci... 40 2. Pembobotan Setiap Unsur SWOT... 47 3. Matriks Analisis SWOT Pengembangan Berkelanjutan Budidaya Rumput

Laut... 48 4. Ranking Alternatif Kebijkan Stategi Pengembangan Berkelanjutan

Budidaya Rumput Laut... 49 5. Luas Daerah dan Potensi Sumber Daya Dirinci Menurut Kecamatan

Di Kabupaten Barru... 52 6. Jumlah Penduduk Kabupaten Barru Dirinci Menurut Kecamatan dan

Jenis Kelamin... 53 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Barru Berumur 15 Tahun Keatas Yang

Termasuk Angkatan Kerja Dirinci Menurut Golongan Umur... 54 8. Potensi Wilayah Pesisir Kabupaten Barru Untuk Kegiatan Perikanan

dan Kelautan... 56 9. Produksi Komoditi Unggulan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Barru Tahun 2006-2010... 57 10. Faktor Kekuatan, Kelamahan, Peluang, dan Ancaman dalam

Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut Berkelanjutan Di Kabupaten Barru... 69 11. Hasil Komponen SWOT Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut

Berkelanjutan Di Kabupaten Barru... 70 12. Hasil Analisis Faktor Kekuatan Dalam Pengembangan Budidaya Rumput

(11)

14. Hasil Analisis Faktor Kelemahan dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut Berkelanjutan Di Kabupaten Barru... 74

15. Hasil Analisis Faktor Peluang dalam Pengembangan Budidaya Rumput Laut Berkelanjutan Di Kabupaten Barru... 76 16. Hasil Analisis Faktor Ancaman dalam Pengembangan Budidaya Rumput

Laut Berkelanjutan Di Kabupaten Barru... 79 17. Hasil Analisis Alternatif Strategi dalam Pengembangan Budidaya Rumput

Laut Berkelanjutan Di Kabupaten Barru... 83 18. Hasil Analisis Program Strategi dalam Pengembangan Budidaya Rumput

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan bidang perikanan telah mengalami kemajuan yang pesat dalam hal peningkatan produksi, peningkatan ekspor dan peningkatan devisa negara serta peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan. Berbagai kegiatan perikanan telah berorientasi kepada keuntungan.Salah satu komoditi perikanan yang mempunyai prospek yang baik dan memberi keuntungan bagi pembudidaya adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii. Potensi sumberdaya rumput laut di perairan Sulawesi Selatan cukup besar dan kebutuhan akan rumput laut di dalam maupun di luar negeri cukup tinggi. Oleh karena itu, budidaya rumput laut merupakan peluang usaha yang sangat baik bagi penyerapan tenaga kerja keluarga dan masyarakat pesisir secara optimal.

(13)

jual rumput laut yang cenderung membaik, tingkat pertumbuhan yang tinggi dan waktu pemeliharaan yang singkat sehingga pembudidaya dapat meraup pendapatan 6 kali setahun(Anggadiredja dkk., 2006). Faktor kemudahan usaha ini menjadi tumpuan harapan nelayan bermodal kecil sehingga banyak diantaranya beralih dari usaha penangkapan ikan ke usaha budidaya rumput laut di perairan pantai.

Kabupaten Barru merupakan salah satu daerah yang cukup potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut. Daerah ini memiliki 7 kecamatan,dan 5 diantaranya yang terletak di pesisir Selat Makassar dengan panjang garis pantai 78 km dengan luas perairan 56.160 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, 2011).

(14)

serta anggota keluarga dan masyarakat dalam kegiatan tersebut.

Perkembangan usaha budidaya rumput laut tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Berdasarkan hasil pengamatan awal, sejumlah permasalahan yang dapat diidentifkasi antara lain; (1) keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dasar pembudidaya tentang teknis budidaya yang sesuai anjuran, (2)keterbatasan modal dan akses ke sumber permodalan yang layak, mudah, cepat, dan tepat, (3) kurangnya pemahaman tentang pengelolaan atau manajemen usaha, (4) harga yang fuktuatif, (5) serangan penyakit ”ice-ice”, dan (6) konfik pemanfaatan wilayah perairan antara pembudidaya, nelayan, alur pelayaran, dan pariwisata.

Keseluruhan permasalahan tersebut disebabkan oleh faktor dari dalam (internal) pembudidaya dan faktor di luar pembudidaya (ekternal). Jika permasalahan tersebut dikaji lebih mendalam maka dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap pengembangan budidaya rumput laut.

(15)

pegawai, dan masyarakat pesisir lainnya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang memadai tentang teknis budidaya rumput laut. Sebagian dari mereka menjadikan budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian pokok dan sebagian menjadikannya sebagai mata pencaharian sampingan.

Karakteristik sosial lainnya yang menarik adalah peranan anggota keluarga dan masyarakat yang cukup tinggi sehingga menimbulkan interaksi sosial yang intensif dan terciptanya pola hubungan kerja yang saling menguntungkan. Anggota keluarga dan masyarakat lainnya berperan serta dalam proses persiapan sarana produksi, pemasangan bibit, dan penjemuran rumput laut.

Dari aspek ekonomi yang menarik untuk dicermati adalah terbatasnya permodalan dan akses ke lembaga keuangan. Sebagian pembudidaya bergantung kepada pemilik modal misalnya pedagang pengumpul dan pengusaha, sehingga terjadi ketergantungan kepada pemilik modal tersebut. Pembudidaya rumput laut yang tidak memiliki modal cenderung hanya sebagai pekerja dan memperoleh pendapatan berdasarkan sistem bagi hasil.

(16)

saat pergantian musim dari musim hujan ke musim kemarau. Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa pada saat pergantian musim dan selama musim kemarau pertumbuhan rumput laut tidak baik.

Metode budidaya yang diterapkan oleh pembudidaya adalah metode rawai atau tali panjang (long line) dengan menggunakan tiang pancang dari bambu atau batang kayu. Pemasangan tiang pancang, ukuran tali bentangan, jarak tanam tidak berpedoman pada petunjuk teknis yang ada. Kegiatan budidaya rumput laut yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis tersebut berdampak pada produksi yang tidak optimal dan munculnya ketidakteraturan yang berpotensi menimbulkan konfik pemanfaatan wilayah perairan. Potensi konfik tersebut juga disebabkan karena jumlah pembudidaya yang semakin bertambah. Pertambahan jumlah pembudidaya menyebabkan persaingan mendapatkan lokasi yang berpotensi sehingga memicu konfik baik antar pembudidaya dengan pembudidaya maupun dengan pihak lain seperti nelayan, alur pelayaran, dan wisata pantai.

(17)

baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan memberikan gambaran faktor-faktor utama apa yang berpengaruh dan bagaimana konstribusinya dalam upaya pengembangan budidaya rumput laut, dan bagaimana strategi pengembangan budidaya rumput laut tersebut. Kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan pengembangan budidaya rumput laut, sehingga budidaya rumput laut dapat berkembang dan menjadi produk unggulan daerah serta berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Faktor-faktor utama apa yang berpengaruh dan bagaimana konstribusi faktor-faktor tersebut terhadap pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru?

2. Bagaimana strategi pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru?

(18)

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1 Menganalisis faktor-faktor utama yang berpengaruh dan besarnya konstribusi faktor-faktor tersebut terhadap pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru. 2 Menentukan strategi kebijakan pengembangan budidaya

rumput laut di Kabupaten Barru. 1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1) Memberikan informasi dan solusi bagi pembudidaya rumput laut untuk memecahkan masalahnya.

2) Menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan, kalangan swasta dan usahawan dalam rangka pengembangan budidaya rumput laut sebagai upaya pemberdayaan dan mengangkat taraf hidup masyarakat. 3) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan informasi

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Rumput Laut

2.1.1. Persyaratan Lokasi Budidaya

(20)

Sumiarsih (1999) yang menyatakan beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam penentuan lokasi sebagai berikut:

a. Lokasi budidaya rumput laut harus bebas dari pengaruh angin topan.

b. Lokasi sebaiknya tidak mengalami fuktuasi salinitas yang besar.

c. Lokasi budidaya yang dipilih harus mengandung makanan untuk tumbuhnya rumput laut.

d. Perairan harus bebas dari pencemaran industri dan rumah tangga.

e. Lokasi perairan harus berkondisi mudah menerapkan metode budidaya

f. Lokasi budidaya harus mudah dijangkau sehingga biaya transportasi tidak terlalu besar.

g. Lokasi budidaya harus dekat dengan sumber tenaga kerja. Menurut Indriani dan Sumiarsih (1999), dalam pembudidayaan rumput laut jenis K. alvareziidiperlukan beberapa persyaratan khusus dalam memilih lokasi yaitu:

(21)

menyebabkan keruhnya perairan lokasi budidaya sehingga mengganggu proses fotosintesis.

b. Untuk memberikan kemungkinan terjadinya aerasi, pergerakan air pada lokasi budidaya harus cukup. Hal ini bertujuan agar rumput laut yang ditanam memperoleh pasokan makanan secara tetap, serta terhindar dari akumulasi debu dan tanaman penempel.

c. Lokasi yang dipilih sebaiknya pada waktu surut masih digenangi air sedalam 30 - 60 cm. Ada dua keuntungan dari genangan air tersebut yaitu penyerapan makanan dapat berlangsung terus menerus, dan tanaman dapat terhindar dari kerusakan akibat terkena sinar matahari langsung.

d. Perairan yang dipilih sebaiknya ditumbuhi komunitas yang terdiri dari berbagai jenis makro algae. Bila perairan tersebut telah ditumbuhi rumput laut alamiah, maka daerah tersebut cocok untuk pertumbuhannya.

2.1.2. Kelayakan Lingkungan dan Kualitas Perairan

(22)

a. Kondisi dasar perairan. Menurut Anggadireja (2006) bahwa dasar perairan berupa pasir kasar yang bercampur dengan pecahan karang merupakan substrat dasar yang cocok untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. Hal ini sejalan dengan pendapat Aslan (1998) bahwa dasar perairan yang ideal untuk budidaya rumput laut adalah perairan dengan dasarnya terdiri dari pasir kasar (coarse sand) yang bercampur dengan potongan-potongan karang. Lokasi seperti ini biasanya berarus sedang sehingga memungkinkan tanaman tumbuh dengan baik dan tidak mudah terancam oleh faktor-faktor lingkungan serta memudahkan pemasangan konstruksi budidaya.

b. Tingkat kecerahan air. Tingkat kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kondisi perairan untuk budidaya Eucheuma sp sebaiknya relatif jernih dengan tingkat kecerahan tinggi. Tingkat kecerahan diukur menggunakan alat “sechi-disk’ mencapai 2 - 5 m. Kondisi seperti ini dibutuhkan agar cahaya matahari dapat mencapai tanaman untuk proses fotosintesis (Anggadireja, 2006).

(23)

(2006) salinitas ideal untuk budidaya rumput laut adalah 28 -33 ‰, sedangkan Aslan (1998) mengemukakan hal berbeda bahwa salinitas ideal untuk budidaya rumput laut adalah 30 -37 ‰.

Suhu berpengaruh langsung terhadap rumput laut dalam proses fotosintesis, proses metabolisme, dan siklus reproduksi (Rani, dkk, 2009). Menurut Anggadireja (2006) bahwa suhu yang optimal untuk budidaya rumput laut adalah 26–30ºC, sedangkan pendapat lain dikemukakan oleh Aslan (1998) bahwa suhu yang idealnya 26 – 33ºC.

d.Pergerakan air (gelombang dan arus). Lokasi untuk budidaya rumput laut harus terlindung dari hempasan gelombang besar dan arus yang terlalu kuat, karena merusak tanaman rumput laut. Menurut Anggadireja (2006) kecepatan arus yang baik untuk budidaya rumput laut berkisar 0,2 - 0,4 m/detik, sedangkan menurut Rani, dkk. (2009) bahwa berdasarkan hasil penelitian budidaya rumput laut jenis K. alvarezii di Perairan Tonra Kabupaten Bone pada tahun 2007 diperoleh data kecepatan arus 17,67 - 29,67 cm/ detik.

(24)

nelayan) harus dihindari karena dapat merusak dan mengganggu tanaman yang dipelihara (Aslan, 1998). Hal ini sejalan dengan pendapat Anggadireja (2006) bahwa lokasi yang berdekatan dengan sumber pencemaran seperti industri dan tempat bersandarnya kapal sebaiknya dihindari sebagai lokasi budidaya rumput laut.

f. Bukan jalur pelayaran dan memperoleh izin dari pemerintah. Untuk keamanan dan keberlanjutan budidaya maka lokasi yang dipilih bukan merupakan jalur pelayaran yang ramai dan tidak dipakai sebagai tempat penyeberangan sehari-hari (Aslan, 1998 dan Anggadireja, 2006). Selain itu, kegiatan budidaya rumput laut harus mendapat izin dari pemerintah setempat sehingga tidak terjadi hambatan dan konfik kepentingan dengan berbagai pihak.

2.1.3. Metode Budidaya

Menurut Anggadireja (2006), bahwa metode budidaya rumput laut K. alvarezii terbagi tiga yaitu metode lepas dasar, metode rakit apung, dan metode rawai/tali panjang (long line).

(25)

gelombang yang besar, dikelilingi oleh pecahan -pecahan karang (Barrier reef). Selain itu, lokasi budidaya rumput laut dengan metode lepas dasar harus memiliki kedalaman sekitar 0,5 m pada saat surut terendah dan 3 m pada saat pasang tertinggi. Desain konstruksi metode ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain konstruksi metode lepas dasar untuk budidaya rumput laut K. alvarezii(Anggadireja, 2006)

b.Metode rakit apung. Metode ini dengan cara mengikat setiap rumpun bibit rumput laut pada tali ris atau tali bentangan. Tali ris yang telah berisikan bibit kemudian diikat pada rakit apung yang terbuat dari bambu.

Gambar 2. Desain konstruksi metode rakit apung untuk budidayarumput laut K. alvarezii (Anggadireja, 2006)

(26)

Metode ini dapat diterapkan pada perairan yang cukup dalam. Untuk mempertahankan posisi tali utama dan tali ris maka digunakan jangkar dan pelampung.

Gambar 3. Desain konstruksi metode rawai untuk budidaya rumputlaut K. alvarezii. (Anggadireja, 2006)

Budidaya rumput laut merupakan bentuk kegiatan budidaya pantai yang produktif. Budidaya rumput laut adalah satu kegiatan dimasukkannya bibit rumput laut ke dalam kolong air di lokasi budidaya dengan berbagai metode. Penerapan metode budidaya sangat tergantung pada kondisi wilayah perairan di mana budidaya tersebut dilakukan (Jamal, 1992).

Menurut Mubarak (1991) budidaya rumput laut tidak banyak membutuhkan sarana produksi. Sarana produksi yang digunakan dalam budidaya rumput laut adalah:

1) Rakit atau kayu pancang dilengkapi tali, jangkar, dan tali rafa.

(27)

4) Perahu sebagai alat transportasi dalam proses pemeliharaan maupunpengangkutan hasil

Menurut Anggadireja (2006), budidaya rumput laut dengan metode rawai/tali panjang (long line) memerlukan peralatan dan bahan untuk satu blok yang terdiri dari 6 bentangan tali ris dengan luas satu blok 5 x 50 m sebagai berikut:

1) Tali ris polietilen berdiameter (Ǿ) 8 mm sebanyak 8 kg

2) Tali jangkar dan tali utama berdiameter (Ǿ)10 mm sebanyak4,5 kg

3) Jangkar, patok kayu, atau batu pemberat sebanyak 4 buah 4) Tali rafa satu gulung kecil sebanyak 3 kg

5) Bibit rumput laut sebanyak 150 kg (1 simpul = @ 100 g) 6) Pelampung utama sebanyak 6 - 8 buah

7) Pelampung kecil dari botol polietilen sebanyak 200 buah 8) Peralatan lainnya berupa pisau, keranjang, alat penjemuran,

dan perahu.

2.1.4. Tahapan Budidaya Rumput Laut

(28)

mempunyai batang yang tebal dan berat, dan (4) bebas dari tanaman lain atau benda-benda asing.

Menurut Aslan (1998), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan bibit rumput laut adalah:

1) Bila jaraknya dekat dengan lokasi budidaya, maka bibit dapat diangkut dengan sampan namun harus ditutup dengan terpal

2) Biarkan bibit selalu basah dengan menyiramnya dengan air laut,

3) Jangan biarkan bibit terkena air hujan

4) Jika bibit tidak langsung ditanam sebaiknya disimpan dalam kandang bibit (seed bin) yang telah disiapkan

b.Penanaman bibit. Bibit yang akan ditanam adalah thallus yang masih muda dan berasal dari ujung thallus tersebut. Saat yang baik untuk pengikatan atau penanaman bibit adalah pada saat cuaca teduh atau pada pagi dan sore hari menjelang malam. Menurut Anggadireja (2006) tahapan penanaman bibit terdiri dari:

1)Pengikatan bibit pada tali ris dengan jarak 25 cm setiap rumpun dengan panjang tali ris 50 – 75 m yang direntangkan pada tali utama

(29)

3)Pengikatan pelampung dari botol polietilen (500 ml) pada tali ris.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Aslan (1998) bahwa jarak tanam bibit rumput laut adalah 20 cm, sedangkan penelitian budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii di Perairan Tonra Kabupaten Bone oleh Rani, dkk. (2009) menerapkan jarak tanam 15 cm.

c.Pemeliharaan. Kegiatan yang dilakukan selama pemeliharaan rumput laut adalah membersihkan lumpur dan kotoran, menyulam tanaman yang rusak, mengganti tali, patok, bambu dan pelampung yang rusak. Lumpur akan melekat pada tanaman bila pergerakan air kurang. Dalam kondisi demikian maka perlu dilakukan pemeliharaan yang sungguh-sungguh yaitu menggoyang-goyang tali ris untuk menghindari lumpur dan kotoran menempel pada rumput laut. Selain itu, perlu dilakukan penyulaman bila ada tanaman yang rusak agar jumlah tanaman pada setiap tali ris tidak berkurang (Anggadireja, 2006).

(30)

dengan cara melepas tali yang berisi rumput laut. Teknik panen yang dilakukan oleh pembudidaya adalah panen keseluruhan (full harvest) karena lebih praktis dan lebih cepat dibandingkan dengan teknik memetik (Anggadireja, 2006).

Kualitas rumput laut dipengaruhi oleh teknik budidaya, umur panen, dan penanganan pascapanen. Menurut Anggadireja (2006), penanganan pascapanen meliputi kegiatan:

1. Pencucian

2. Pengeringan/penjemuran sampai mencapai kadar air 14 - 18 %,

3. Pembersihan kotora/garam untuk mendapatkan rumput laut yang berkualitas yaitu total garam dan kotoran tidak lebih dari 3 – 5 %,

4. Pengepakan,

5. Pengangkutan dan

6. Penyimpanan/penggudangan.

2.2. Keragaan Sosial Ekonomi Budidaya Rumput Laut

2.2.1. Analisis Kelayakan Ekonomi

(31)

dilakukan dua pendekatan. Pendekatan tersebut adalah pendekatan analisis biaya dan pendekatan analisis pendapatan (Mahyono, 1999).

a.Analisis biaya. Biaya adalah semua pengeluaran dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang atau produk menentukan besarnya harga pokok dari produksi yang dihasilkan. Menurut Soekartawi (1993) komponen biaya terdiri dari:

1)Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan, misalnya penyusutan alat, pajak, upah tenaga kerja tetap.

2)Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Biaya tidak tetap adalah biaya yang mempengaruhi besarnya produksi yang akan dicapai, misalnya biaya pembelian sarana produksi.

(32)

Menurut Soekartawi (2003), ukuran pendapatan adalah sebagai berikut:

1) Pendapatan kotor (gross income), yaitu nilai produk total usaha dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual.

2) Pendapatan bersih (net income), yaitu selisih antara pendapatan kotor usaha budidaya dan pengeluaran total usaha dan merupakan nilai masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga pembudidaya, bunga modal sendiri, dan bunga modal pinjaman. Penghasilan bersih usaha diperoleh dengan mengurangkan pendapatan bersih dan bunga modal pinjaman.

2.2.2. Keragaan Sosial Ekonomi

(33)

yang bersangkutan. Namun demikian, pembagian peran dalam satu keluarga telah terbagi secara sistematis.

Metode budidaya yang diterapkan adalah metode tali apung. Penggunaan metode ini didasarkan oleh beberapa pertimbangan seperti; metode ini cocok dengan kondisi perairan yang cukup dinamis, mudah diawasi, biaya relatif murah, pembuatan yang relatif mudah, tahan lama dan dapat digunakan lebih dari satu kali pemakaian. Jumlah bentangan bervariasi tergantung pada ketersediaan bibit, luas lahan, jarak antar bentangan, dan jarak ikat bibit dalam satu bentangan (Zamroni, dkk. 2006).

(34)

(2005) di Perairan Teluk Banten menyimpulkan bahwa revenue cost/ratio budidaya rumput laut K. alvarezii dengan metode long line adalah 1,40.

Menurut Utojo, dkk. (2006) bahwa dalam rangka pengembangan usaha budidaya rumput laut, maka harus dilakukan 2 hal sebagai berikut:

a. Membentuk usaha secara berkelompok seperti Kelompok Usaha Bersama (KUB) atau koperasi diharapkan dapat mendorong tumbuhnya industri pasca panen yang dapat merangsang berkembangnya industri hulu dan hilir.

b. Memperkuat lembaga sosial ekonomi pembudidaya rumput laut dengan melibatkan pembudidaya sebagai subyek dalam pembangunan agribisnis melalui pengembangan kemitraan antara kelompok pembudidaya rumput laut dengan pengusaha yang diharapkan terjadi peningkatan kualitas dalam manajemen usaha, kemampuan dalam mengakses modal dan teknologi serta merespon perluasan jaringan pemasaran.

2.2.3. Pengelolaan Keuangan dan Pemasaran

(35)

kelancaran usaha. Menurut Tim Penyusun Penebar Swadaya (2007), modal kerja berfungsi untuk:

1. Menyediakan keuangan yang memadai sesuai dengan besarnya kebutuhan.

2. Sebagai uang kas untuk pembayaran upah tenaga kerja, biaya operasional dan keperluan lainnya.

Sejumlah penelitian umum mencatat bahwa usaha yang tidak melakukan pengelolaan permodalan dan keuangan yang baik akan mengalami beberapa kesulitan. Menurut Tim Penulis Penebar Swadaya (2007) kesulitan tersebut antara lain:

a. Kekurangan uang kas

b. Tercekik utang banyak yang tidak sesuai besarnya usaha c. Kesulitan tagihan atau piutang pihak lain

d. Investasi tidak pada tempatnya dan dalam jumlah berlebihan

e. Tidak memiliki investasi sedikit pun atau pailit.

(36)

mengalami kerugian atau pailit (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2007).

Menurut Anggadireja (2006), rantai pemasaran rumput laut terdiri dari simpul-simpul pedagang lokal, antar pulau, dan eksportir yang hampir merupakan model yang sama di seluruh Indonesia. Pembudidaya akan menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul lokal. Dari pedagang pengumpul lokal dijual kepedagang di kota, dan selanjutnya oleh pedagang di kota rumput laut dijual ke industri dalam negeri atau diekspor.

2.3. Karakteristik Sosial Masyarakat Pesisir

(37)

dengan masyarakat lainnya, hal ini terlihat dari ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi, latar belakang budaya dan karakteristik ekonomi. Oleh karena itu dalam pembangunan perlu melibatkan masyarakat pesisir tersebut untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Seperti halnya masyarakat lain dalam kedudukan yang sama, masyarakat pesisir membutuhkan bantuan, akan tetapi mereka pun harus dapat membantu diri mereka sendiri melalui pemberdayaan agar dapat memperoleh kesejahteraan, mendapatkan akses (modal, informasi, keterampilan, dan sebagainya), mampu untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dan ikut mengambil keputusan, sehingga dapat mengelola sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan (Latief, 1999).

Satria (2002) mengemukakan 4 karakteristik utama masyarakat pesisir yaitu:

1. Sistem pengetahuan: tentang teknik penangkapan ikan pada umumnya diperoleh secara turun temurun berdasarkan pengalaman empiris. Kuatnya pengetahuan lokal tersebut yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab terjaminnya kelangsungan hidup mereka sebagai nelayan.

(38)

perlakuan-perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin.

3. Peran wanita: aktivitas wanita merupakan gejala yang sudah umum bagi masyarakat strata bawah, termasuk wanita di wilayah pesisir. Wanita di wilayah pesisir selain bergelut dalam urusan rumah tangga juga kerap menjalankan fungsi ekonomi dalam melakukan penangkapan ikan di perairan dangkal, pengolah ikan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan.

4. Posisi sosial nelayan: masih dianggap rendah dalam masyarakat disebabkan oleh keterasingan. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesempatan masyarakat nelayan dalam melakukan interaksi sosial dengan masyarakat lain karena kesibukan penangkapan.

(39)

2.4. Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pengelolaan wilayah pesisir mencakup pemanfaatan sumberdaya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil serta jasa-jasa lingkungan dengan cara penilaian menyeluruh tentang kawasan pesisir beserta sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan dan kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan (Dahuri, 1996).

Menurut Dahuri (2000), bahwa dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan laut, akan timbul permasalahan apabila hasil pembangunan yang dicapai tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan yang diharapkan. Tujuan pengelolaan yang diharapkan adalah agar sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, dalam arti kesejahteraan masyarakat dapat meningkat tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan yang dapat merugikan kelangsungan hidup generasi mendatang.

(40)

pesisir dan lautan yang ada, teknologi yang tersedia, serta kualitas sumberdaya manusia yang akan mengelolanya. Kualitas sumberdaya yang dicirikan oleh perilaku etos kerja, kondisinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tingkat pendidikan dan keinginan untuk maju. Oleh karena itu, fenomena tersebut sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka pengembangan ekonomi yang meliputi manajemen usaha, kemitraan, dan kelembagaan yang dikelola. Pengembangan kualitas manusia dan ekonomi, peran pemerintah, dan lembaga lainnya masih sangat dibutuhkan terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana pendukung, termasuk kebijakan pemerintah, akses permodalan, pasar, dan tata ruang wilayah pesisir (Dahuri, 2000).

2.5. Peran dan Partisipasi Masyarakat

(41)

melaksanakan kegiatan dengan rasa tanggung jawab (Rafd, 2001).

Menurut Horoepoetri (2003), fungsi dan peranan dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok, kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan. Peran memiliki dimensi antara lain:

1. Peran sebagai suatu kebijakan. Penganut paham ini menyatakan bahwa peran merupakan suatu kebijakan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan.

2. Peran sebagai strategi. Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran sebagai strategi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat (public support). Pendapat ini didasarkan pada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat kepada setiap tahapan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas.

(42)

masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif.

4. Peran sebagai alat penyelesaian konfik atau sengketa. Dalam konteks ini peran didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredakan konfik melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat meningkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan (misstrust) dan kerancuan (biasess).

5. Peran sebagai terapi. Peran dilakukan sebagai upaya untuk mengobati masalah-masalah psikologis masyarakat seperti perasaan ketidakberdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.

(43)

perumusan rencana, pelaksanaan kegiatan dan pemantauan pelaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.

2.6. Kesejahteraan Masyarakat Pesisir

Salah satu indikator dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat adalah pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan keluarga dari semua sumber pendapatan misalnya pendapatan dari usaha perikanan, dagang, dan usaha jasa lainnya. Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumah tangga yang bekerja melakukan lebih dari satu jenis kegiatan atau masing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda dengan yang lainnya. Pendapatan juga dapat diperoleh dari jasa, aset atau sumbangan dari pihak lain, dan semua itu merupakan total pendapatan rumah tangga (Ananta, 1988).

(44)

pekerjaan rumah tangga maupun mencari nafkah. Perkembangan budidaya rumput laut di wilayah pesisir diharapkan akan meningkatkan pendapatan dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir.

2.7. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan kemandirian masyarakat. Dalam kerangka pembangunan nasional, Sumodiningrat (1999) mengemukakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang:

1. Penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang.

2. Peningkatan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana fsik maupun sosial serta pengembangan kelembagaan di daerah.

3. Perlindungan melalui pemihakan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.

(45)

1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin.

2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya. 4. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan

makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat.

5. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

Menurut Friedman (1992), tiga jenis daya kemampuan pada golongan miskin yang telah terampas adalah sebagai berikut: 1. Daya sosial, berupa akses pada basis produksi rumah tangga

seperti lahan, sumber keuangan, informasi, pengetahuan dan keterampilan, serta partisipasi dalam organisasi sosial.

(46)

juga dalam menyuarakan aspirasi dan untuk bertindak secara kolektif.

3. Daya psikologis, berupa kesadaran tentang potensi diri baik dalam ranah sosial maupun politik. Pemberdayaan adalah proses dimana golongan miskin difasilitasi, didukung dan diperkuat untuk memperoleh kembali sejumlah daya yang terampas tersebut.

2.8. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia

(47)

pembangunan nasional (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006).

Berkaitan dengan hal itu, Departemen Kelautan dan Perikanan perlu merumuskan strategi pembangunan yang tepat sesuai dengan tiga pilar strategi pembangunan nasional yakni pro-poor, pro-job dan pro-growth. Selain itu, perlu disusun kebijakan dan strategi yang pro-bussiness. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang merupakan bagian dari proses perencanaan strategis yaitu:

a. Modal dasar mencakup potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta peraturan perundangan.

b. Tantangan dan masalah yang masih dihadapi hingga saat ini. c. Instrument input.

d. Lingkungan strategis (global dan regional).

Keempat aspek tersebut selain sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan strategi, juga untuk menetapkan visi, dan misi serta kebijakan operasional departemen dalam rangka pembangunan Kelautan dan Perikanan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006).

(48)

didukung oleh pengembangan industri berbasis keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam mencapai daya saing yang tinggi. Implementasi kebijakan dan program pembangunan Kelautan dan Perikanan meliputi lingkungan, sosial dan ekonomi. Departemen Kelautan dan Perikanan (2006) menyatakan bahwa di bidang sosial, arah dan kebijakan pembangunan sumberdaya Kelautan dan Perikanan diorientasikan kepada:

2.8.1. Meluasnya Pemerataan

Orientasi pembangunan Kelautan dan Perikanan selama 5 tahun terakhir mampu memperluas pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya melalui distribusi dan alokasi anggaran ke kabupaten/kota untuk membiayai berbagai kegiatan berbasis masyarakat. Pelaksanaan pembangunan Kelautan dan Perikanan khususnya di daerah telah menunjukkan peningkatan dalam

pemerataan dan perluasan cakupan area

pembangunan.Pembangunan telah dilaksanakan di kabupaten/kota di wilayah pesisir dan kabupaten/kota pedalaman yang potensial untuk budidaya air tawar, serta secara bertahap di pulau-pulau kecil.

(49)

dari tahun ke tahun. Pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasis masyarakat tersebut dilaksanakan melalui :

a. Peningkatan kegiatan ekonomi produktif yang terkait langsung dengan kehidupan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya, serta pulau-pulau kecil yang berpenduduk miskin melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.

b. Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil.

c. Pengembangan intensifkasi budidaya udang, kerapu, rumput laut dan nila.

d. Pemberdayaan perempuan dan generasi muda.

e. Pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau kecil dan di wilayah perbatasan.

2.8.2. Meningkatnya Kepedulian Masyarakat

Langkah-langkah sistematis dan terarah yang telah ditempuh dalam pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan telah mendorong partisipasi masyarakat dan menunjukkan peningkatan kepedulian masyarakat luas (nelayan, pembudidaya ikan, LSM, perguruan tinggi, media massa dan kelompok masyarakat lainnya) terhadap sektor Kelautan dan Perikanan.

(50)

untuk pengembangan sektor Kelautan dan Perikanandiberbagai media massa dan kepedulian dalam proses pembangunan secara keseluruhan.

2.8.3. Meningkatnya Pertumbuhan

Sumberdaya pesisir dan laut yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam baik jenis maupun potensinya. Potensi sumber daya tersebut ada yang dapat diperbaharui (renewable resources) seperti sumber daya perikanan (perikanan tangkap dan budidaya), mangrove, terumbu karang, padang lamun, energi gelombang, pasang surut, angin dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), dan energi yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources) seperti sumber daya minyak dan gas bumi serta berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumber daya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan sebagainya.

(51)

pembangunan perikanan budidaya adalah “Mewujudkan sumber pertumbuhan ekonomi andalan, yang dilaksanakan melalui sistem usaha perikanan budidaya rumput laut yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkeadilan”.

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2002), bahwa tujuan dan sasaran strategi pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pembudidaya rumput laut.

b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi dan produktivitas usaha budidaya rumput laut untuk penyediaan bahan baku industri perikanan dalam negeri, meningkatkan ekspor hasil budidaya rumput laut dan memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.

c. Mengupayakan untuk menghasilkan produk-produk rumput laut yang berkualitas dan berdaya saing tinggi melalui perbaikan teknologi budidaya dan pengolahannya. d. Meningkatkan peluang lapangan kerja produktif dan

kesempatan berusaha dibidang budidaya rumput laut yang efisien dan menguntungkan.

(52)

f. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk pelaksanaan pengembangan usaha budidaya rumput laut di Indonesia. g. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi

masyarakat nelayan di sekitarnya.

h. Meningkatkan upaya perlindungan dan rehabilitasi sumberdaya budidaya rumput laut.

2.9. Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strenght Weakness Opportunities Threats) adalah identifkasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi oerganisasi / perusahaan. Analisis tersebut didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenght) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkankelemahan (Weaksness) dan ancaman (Threats) (Salusu, 1996). Analisis SWOT merupakan suatu alat yang umum digunakan untuk menganalisis lingkungan internal dan eksternal dalam rangka mencapai suatu pendekatan sistematis dan dukungan untuk suatu situasi pengambilan keputusan.

(53)

internal (kekuatan dan kelemahan). Suatu strategi dirumuskan setelah TOWS selesai dianalisis (Salusu, 1996).

Matriks TOWS menghasilkan 4 strategi (Rangkuti, 2006), yaitu :

1. Strategi SO (Strategi

kekuatan – peluang), menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

2. Staregi WO (Strategi

kelemahan – peluang), menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada.

3. Strategi ST (Strategi

kekuatan – ancaman), menciptakan strategi dengan memanfaatkan kekuatan untuk menghindari atau memperkecil dampak dari ancaman eksternal.

4. Startegi WT (Strategi

kelemahan – ancaman), didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan, serta menghindari ancaman.

2.10. Analisis A’WOT

(54)

bertujuan untuk memudahkan penentuan strategi yang menjadi prioritas.

Pada dasarnya, proses AHP bekerja dengan mengembangkan prioritas-prioritas untuk alternatif-alternatif kreteria yang digunakan untuk menilai alternatif-alternatif. Prioritas-prioritas dibuat pada kriteria dengan mempertimbangkan kepentingannya untuk mencapai tujuan, kemudian dari prioritas-prioritas didapat alternatif-alternatif yang merupakan strategi yang akan dikembangkan.

Tahapan A’WOT adalah menetukan analisis SWOT terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan analisi AHP. Selanjutnya data diolah dengan menggunakan program komputer AHP-MAHP yang merupakan metode AHP yang telah di modifkasi.

2.11. Kerangka Pikir

(55)

Penelitian ini mengkaji bagaimana mengembangkan budidaya rumput laut K. alvarezii dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi serta permasalahan yang muncul, misalnya ketersediaan lahan (potensi), ketersediaan tenaga kerja, kelayakan usaha, aspek permodalan, akses dan informasi pasar, teknologi pascapanen, dan kebijakan pemerintah daerah melalui pendekatan secara deskriptif kualitatif dan kuantitaif. Kontribusi faktor-faktor yang berpengaruh tersebut diukur untuk mengetahui besaran pengaruhnya terhadap pengembangan berkelanjutan budidaya rumput laut melalui pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif serta analisis tingkat kelayakan usaha.

(56)
(57)

POTENSI SUMBERDAYA

RUMPUT LAUT

POTENSI SUMBERDAYA

MANUSIA

KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT PESISIR

BUDIDAYA RUMPUT

LAUT BERKEMBANG

ANALISIS

PENGEMBANGAN USAHA

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

STRATEGI PENGEMBAGAN

BERKELANJUTAN

BUDIDAYA RUMPUT

LAUT

Kappaphycus alvarezii

PENGARUH

FAKTOR

EKSTERNAL

PENGARUH

FAKTOR

INTERNAL

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan Oktober sampai dengan November 2012, Kabupaten Barru. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa daerah ini memiliki potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang besar.

Untuk lebih jelasnya wilayah Kabupaten Barru dapat kita lihat pada

Gambar 5.

(59)

3.2. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif mengutamakan uraian dalam bentuk verbal atau deskriptif dengan memberikan gambaran secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Menurut Arikunto (2002), bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang menjelaskan, menganalisis atau menggambarkan variabel-variabel (kondisi, keadaan atau situasi) baik masa lalu maupun sekarang (sedang terjadi).

(60)

deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Strategi pengembangan budidaya rumput laut dianalisis melalui analisis SWOT.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nelayan pembudidaya rumput laut serta stakeholder lainnya yang dianggap memiliki kewenangan dan pengaruh dalam melakukan kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten barru.

Pemilihan responden berdasarkan pertimbangan bahwa pelaku adalah individu atau lembaga yang dianggap berkaitan langsung dengan kegiatan pembudidayaan rumput laut, institusional pengambil kebijakan, intansi teknis, pelaku usaha (petani rumput laut/pengusaha) serta lembaga pemberdayaan masyarakat di Kabupaten barru.

(61)

kebijakan (otoritas), petani pembudidaya rumput laut, pengusaha, pakar serta unsur lembaga swadaya masyarakat.

3.4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Menurut Maleong (2000), bahwa data utama dalam penelitian deskriptif kualitatif adalah informasi berupa penjelasan-penjelasan dan reaksi dari variabel-variabel yang terkait atau sebagai gambaran sebab akibat. Selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan berdasarkan pengamatan langsung, wawancara dan diskusi dengan responden dan narasumber atau ”informan kunci”. Data primer tersebut merupakan faktor-faktor utama berasal dari dalam pembudidaya (internal) maupun dari luar pembudidaya (eksternal) yang berpengaruh terhadap pengembangan budidaya rumput laut.

(62)

Kabupaten Barru. Narasumber dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Narasumber penelitian secara tentatif sebagai informan kunci.

No. Informan/Narasumber Jumlah (Org)

1. Dinas Kelautan dan Perikanan Kab.Barru 1 2. Tenaga Pendamping Teknis Perikanan 1

3. Dinas Tata Ruang 1

4. Petani pembudidaya rumput laut 1

5. Pedagang/Pengumpul 1

6. LSM 1

7. Pakar 1

J u m l a h 7

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah berupa data yang telah tersedia pada kelompok pembudidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, Badan Pusat Statistik Kabupaten Barru, dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Data tersebut dapat berupa bahan pustaka, dokumen-dokumen, laporan hasil penelitian dan tulisan ilmiah yang menunjang penelitian ini. Data sekunder antara lain; (a) data tentang lokasi penelitian, kondisi masyarakat, batas-batas wilayah, kondisi alam dan iklim, keadaan penduduk, transportasi, (b) data pembudidaya, produksi, dan harga komoditi, dan (c) literatur dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan materi penelitian.

(63)

3.5.1. Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Pengamatan (observasi). Peneliti

secara langsung mengamati keseluruhan objek atau situasi yang berkembang di lokasi penelitian. Untuk mendapatkan informasi yang cukup mendalam melalui proses pengamatan pada penelitian kasus, peneliti harus berperan secara terbuka, diketahui oleh masyarakat dan bahkan disponsori oleh para subjek penelitian (Patton,1980dalam Maleong, 2000). Hal yang menjadi fokus pengamatan adalah situasi dan kondisi (potret) dari setiap aktivitas pembudidaya rumput laut di lokasi penelitian.

2. Wawancara (interview). Untuk

(64)

mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti (Bungin, 2001).

Nasution (1982), Arikunto (2002), dan Maleong (2000), pada prinsipnya mengemukakan bahwa untuk penelitian kasus, pedoman wawancara yang cocok adalah pedoman wawancara semi terstruktur, bebas dan terbuka bahwa informan mengetahui dan menyadari akan maksud wawancara yang memerlukan jawaban tidak terbatas. Arikunto (2002) menyatakan bahwa untuk menjaga agar wawancara tetap fokus digunakan pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan.

3. Particypatory Rapid Appraisal.Metode

(65)

pandangan, gagasan, dan keinginan masyarakat atau stakeholders dalam menanggulangi suatu masalah.

4. Focus Group Discussion, metode FGD

ini merupakan tehnik penggalian informasi secara luas yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari stakeholder secara bersamaan dalam satu kelompok diskusi, dan setiap kegiatan akan menggali informasi yang lebih fokus ke topik-topik tertentu yang paling penting untuk dianalisa (Eriyanto dan Sofyar, 2005 dalam Parawangsa, 2007). Dalam penelitian ini FGD dimaksudkan untuk merumuskan strategi dalam upaya pengembangan berkelanjutan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru secara terpadu serta berkelanjutan.

Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

(66)

adalah menyusun tahapan strategi dan alternatif kegiatan pengembangan berkelanjutan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru.

2. Diskusi merupakan tahapan inti dari pelaksanaan FGD, pada tahapan ini masing-masing peserta diminta untuk menyampaikan tanggapan, pendapat dan rumusan tentang topic yang didiskusikan. Tahapan ini menjadi penting sebagai wahana sharing pendapat dan tanggapan atas apa yang telah disampaikan, untuk selanjutnya didiskusikan secara mendalam dan merumuskan hasil bersama sebagai sebuah kesimpulan. 3.Perumusan hasil yang telah didiskusikan, selanjutnya disampaikan secara detil dan terstruktur kepada peserta.

3.5.2. Analisis faktor-faktor utama yang berpengaruh

terhadap pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru

(67)

untuk menggambarkan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Barru.

Analisis kualitatif berupa uraian terinci berisi pengembangan pola-pola serta kategori untuk mempertimbangkan tanggapan/pandangan/opini informan maupun hasil pengamatan dilapangan.

3.5.3. Analisis pengembangan usaha budidaya

rumput laut berkelanjutan di Kabupaten Barru

Model analisis yang digunakan untuk pengolahan data adalah analisis kualitatif dan kuantitatif yang akan disesuaikan dengan kebutuhan atau tujuan penelitian.

Metoda yang digunakan untuk menentukan perioritas kebijakan pengembangan usaha budidaya rumput yang berkelanjutan di kabupaten Barru adalah A’WOT. Penentuan Faktor dari setiap komponen SWOT dan pembobotannya diperoleh dari hasil wawancara dengan responden.

(68)

untuk membantu meningkatkan analisis SWOT dalam mengelaborasikan hasil analisis sehingga keputusan strategi alternatif dapat dipriorotaskan.

Penetuan faktor dari masing-masing komponen SWOT, pembuatan strategi ataupun program dilakukan oleh seluruh stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan usaha budidaya rumput laut di kabupaten Barru.

Tahapan metoda A’WOT adalah : (1) Mengidentifkasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten barru, (2) Selanjutnya dilakukan analytical hierarchy proses (AHP).

A. Analisis SWOT

(69)

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2008).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut:

1) Identifkasi kekuatan/kelemahan dan

peluang/ancaman. Sebelum dilakukan analisis SWOT terlebih dahulu diidentifkasi Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) dan Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS). Pada tahap ini dilakukan penelaahan kondisi faktual lapangan dan kecenderungan yang mungkin terjadi. Hasil penelaahan ini digunakan untuk mengidentifkasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pengembangan berkelanjutan budidaya rumput laut. 2) Tahap Analisis . Dalam menetukan kebijakan yang

(70)

besar, 2 berarti penting/besar, dan 3 berarti tidak penting/tidak besar. Setelah masing-masing unsur SWOT diberi bobot atau nilai, unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa strategi pengembangan (SO, ST, WO, dan WT). Bobot setiap strategi tersebut dijumlahkan untuk menghasilkan rangking strategi. Strategi dengan bobot tertinggi merupakan strategi yang diperioritaskan. Pembobotan setiap unsur SWOT dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pembobotan Setiap Unsur SWOT

Kekuat

Unsur kekuatan dan peluang:

Nilai 3 = sangat besar/sangat penting Nilai 2 = besar/penting

Nilai 1 = tidak besar/tidakpenting Unsur kelemahan dan ancaman:

Nilai 1 = sangat besar/sangat penting Nilai 2 = besar/penting

Nilai 3 = tidak besar/tidakpenting

*)= Pemberian bobot dilakukan kemudian

(71)

dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO), dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Matriks analisis SWOT untuk mendapatkan strategi pengembangan berkelanjutan budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 3.

(72)

Strategi yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif strategi. Untuk menentukan prioritas strategi yang harus dipilih, maka dilakukan penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang terdapat dalam alternatif strategi dengan cara sebagai berikut:

a) Strategi SO yaitu menjumlahkan nilai unsur-unsur kekuatan dan peluang yang saling terkait dengan strategi tersebut.

b) Strategi WO yaitu menjumlahkan nilai unsur-unsur kelemahan dan peluang yang saling terkait dengan strategi tersebut.

c) Strategi ST yaitu menjumlahkan nilai unsur-unsur kekuatan dan ancaman yang saling terkait dengan strategi tersebut.

d) Strategi WT yaitu menjumlahkan nilai unsur-unsur kelemahan dan ancaman yang saling terkait dengan strategi tersebut.

(73)

rumput laut K. alvarezii di Provinsi Sulawesi Selatan dapat berkembang dan berkelanjutan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan para petani pembudidaya khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya. Penentuan rangking tersebut dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Rangking alternatif kebijakan strategi pengembangan berkelanjutan budidaya rumput lautK. alvarezii .

(74)
(75)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

1. Letak dan Luas Wilayah

Secara administrasi Kabupaten Barru terdiri dari 7 kecamatan, 5

kecamatan pesisir dan 2 kecamatan bukan pesisir. 5 kecamatan pesisir inilah

mempunyai garis pantai sepanjang 78 km, karena adanya otonomi daerah dimana

masing-masing daerah diberi kewenangan untuk mengeksploitasi wilayah lautnya

sepanjang 4 mil ke arah laut sehingga Wilayah Pengelolaan Laut Barru seluas

56.160 ha.

Kabupaten Barru merupakan daerah yang sangat strategis posisinya yang

diapit oleh 2 kotamadya yakni Makassar dan Parepare. Jarak Barru dari Ibukota

Propinsi Sulawesi Selatan (Makassar) kurang lebih 100 km dari arah Selatan,

sedangkan jarak dari kotamadya Pare-pare kurang lebih 55 km dari arah Utara.

Secara geografis terletak pada koordinat 119° 35' 00’’ - 119° 37'16’’ Bujur

Timur dan 04° 05' 49’’ - 04° 47' 35’’ Lintang Selatan dengan batas-batas sebagai

berikut:

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pangkep

(76)

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kodya Parepare

Luas wilayah Kabupaten Barru adalah1.174,72 km2 dengan kondisi

tofografi pada umumnya adalah dataran rendah. Potensi sumberdaya alam yang

dimilikinya antara lain adalah: luasan tambak (2.595,8) ha, luasan budidaya laut

(1.400) ha, perikanan tangkap, persawahan, jasa perhubungan laut (dermaga

Garongkong), pembibitan baik skala besar maupun kecil (86) buah dan kawasan

wisata Ujungbatu.

Lebih jelasnya luas daerah dan potensi sumberdaya alam setiap

kecamatan yang ada di Kabupaten Barru dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Luas Daerah dan Potensi Sumberdaya Dirinci Menurut Kecamatan di Kabupaten Barru tahun 2011

No Kecamatan Luas Daerah (km2) Potensi Daerah

1 Tanete Riaja 174,29 Persawahan/perkebunan,

perikanan air tawar.

2 Tanete Rilau 79,17 perikanan tambak, perikanan

laut, persawahan.

3 Barru 199,32

perikanan tambak, perikanan laut, persawahan, jasa perhubungan, wisata pantai.

4 Soppeng Riaja 79,17 perikanan tambak, perikanan

laut, persawahan/perkebunan.

5 Mallusetasi 216,58

perikanan tambak, perikanan laut, persawahan,

pembibitan udang/bandeng.

6 Pujananting 314,26 persawahan/perkebunan,

perikanan air tawar.

7 Balusu 112,20 Perikanan tambak, perikananlaut, persawahan, pembibitan.

T o t a l 1. 174,99

(77)

Berdasarkan data yang ada pada Tabel 5 dikemukakan bahwa ada 5

kecamatan pesisir tersebut adalah: Kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Barru,

Kecamatan Balusu, Kecamatan Soppeng Riaja dan Kecamatan Mallusetasi

dengan potensi yang dimilikinya. Dari 5 kecamatan pesisir terlihat bahwa

Kecamatan Mallusetasi merupakan kecamatan yang terluas yakni 216,58 km2,

dengan potensi yang dimilikinya yaitu perikanan tambak, perikanan laut,

persawahan, pembibitan udang dan bandeng.

2. Keadaan Penduduk

Kabupaten Barru dengan jumlah penduduk sampai tahun 2010 yaitu

161.732 jiwa yang terdiri dari 78.266 jiwa laki-laki dan 83.466 jiwa perempuan

dengan jumlah kepala keluarga 38.503. Adapun jumlah penduduk Kabupaten

Barru dirinci menurut kecamatan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Kabupaten Barru Dirinci Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2011.

No Kecamatan Penduduk (jiwa) Jumlah(jiwa) Jumlah(KK)

Laki-laki Perempuan

1. Tanete Riaja 10.413 11.295 21.708 5.168

2. Pujananting 5.990 6.624 12.614 3.003

3. Tanete Rilau 16.079 16.719 32.798 7.808

4. Barru 16.997 17.408 34.405 8.191

5. Soppeng riaja 8.200 9.133 17.333 4.126

6. Balusu 8.477 9.492 17.969 4.278

7. Mallusetasi 12.110 12.795 24.905 5.929

T o t a l 78.266 83.466 161.732 38.503

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Barru Dalam Angka, 2011

Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat kita ketahui bahwa kecamatan yang

memiliki jumlah penduduk yang tinggi yaitu, Kecamatan Barru (34.405) jiwa,

Gambar

Gambar  2.  Desain  konstruksi  metode  rakit  apung  untukbudidayarumput  laut  K.  alvarezii (Anggadireja,2006)
Gambar  3. Desain konstruksi metode rawai untuk budidayarumputlaut K. alvarezii. (Anggadireja, 2006)
Gambar 4. Skema Kerangka Pikir
Gambar 5.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor seseorang menjadi transgender terdiri dari dua faktor, yaitu faktor gen atau bawaan dan faktor luar atau lingkungan. Semua itu disebabkan oleh faktor tersebut,

Pelaksanaan tugas dan fungsi Pelayanan Dinas Ketahanan Pangan Kota Medan sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor internal dan faktor eksternal. Kondisi sumber

Wirartha Utama tersebut cenderung disebabkan oleh nasabah yaitu Faktor-faktor ini berasal dari sudut eksternal maupun internal, faktor yang bersifat eksternal tersebut adalah

Penurunan omset perusahaan tersebut diduga disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah kurang baiknya kompensasi yang diberikan kepada para karyawan, yang pada

Adanya hasil positif antibodi virus penyakit Jembrana kemungkinan disebabkan oleh post vaksinasi. Sapi Bali yang ada banyak yang baru dibeli dari Lampung, dimana sapi-sapi

Kesulitan-kesulitan belajar siswa tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, baik itu dari dalam (internal) ataupun dari luar (eksternal) siswa. Pada dasarnya kesulitan belajar siswa

Tindak lanjut tersebut di representasikan oleh SS04 “Tersedianya kebijakan yang Relevan dengan Kebutuhan Penyelenggaraan Informasi Geospasial.” Sasaran strategis

Maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan perilaku sosial anak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor dalam dan luar, salah satunya pola asuh orang tua yang menyebabkan