• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN BISNIS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

356

Kompleksitas Tugas Kerja dan Kepuasan Kerja Pegawai

Ihsanuddin, SE, MM

Akademik Manajemen Informatika dan Komputer Indonesia (AMIKI) Banda Aceh

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompleksitas tugas terhadap kepuasan kerja pegawai pada Kantor Dinas Sosial Aceh. Sampel penelitian sebanyak 65 orang pegawai dinas tersebut yang diambil secara convinience sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan peralatan statistik regresi linier sederhana. Penelitian menemukan bahwa kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja pegawai pada Kantor Dinas Sosial Aceh. Semakin tinggi intensitas kompleksitas tugas kerja seseorang pegawai, semakin rendah kepuasan kerja pegawai tersebut. Hal ini berarti terdapat hubungan yang tidak searah antara kepuasan kerja pegawai dengan kompleksitas tugas kerja. Hubungan antara kepuasan kerja dengan kompleksitas tugas kerja tergolong erat dengan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,793. Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai t hitung > t tabel dapat disimpulkan bahwa kompleksitas tugas kerja secara signifikan berpengaruh pada kepuasan kerja pegawai Dinas Sosial Aceh. Peningkatan kompleksitas tugas kerja secara nyata dapat mengakibatkan penurunan kepuasan kerja pegawai. Karena itu sebaiknya kepala Dinas Sosial Aceh berupaya untuk mengurangi dan kalau bisa dapat menghilangkan kompleksitas tugas kerja pada pegawainya.

Kata Kunci : Kepuasan Kerja dan Kompleksitas Tugas Kerja

Latar Belakang Penelitian

Kepuasan kerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan oleh setiap pimpinan organisasi, terutama instansi pemerintah yang pada dasarnya memberikan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini disebabkan, kepuasan kerja tidak hanya dilihat sebagai perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ada dalam diri pegawai sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, akan tetapi lebih penting lagi kepuasan kerja dapat mempengaruhi motivasi dan semangat kerja dalam diri pegawai itu sendiri. Pegawai yang puas dalam bekerja akan cenderung memiliki motivasi dan semangat kerja yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pegawai yang tidak puas. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan kerja seorang pegawai, akan semakin rendah pula semangat kerja pegawai yang bersangkutan (Gibson, 2006:98).

Di antara beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan oleh pegawai. Pekerjaan dapat menentukan kepuasan pegawai dalam bekerja karena berhubungan dengan kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan. Umumnya pegawai ingin bekerja pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan kerja yang mereka miliki, adanya kejelasan tugas, tanggung jawab dan wewenang serta adanya tolok ukur keberhasilan dalam penyelesaian tugas.

Sebaliknya pegawai tidak ingin dihadapkan pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ia miliki, tidak adanya kejelasan tugas dan fungsi dalam organisasi yang menyebabkan kebingungan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan.

Pada kenyataannya, dalam berbagai organisasi tidak jarang muncul kompleksitas tugas kerja yang harus dihadapi oleh pegawai. Kompleksitas tugas adalah perbedaan yang terjadi di antara beberapa tugas dan fungsi dalam organisasi (Gibson, 2006:101). Kompleksitas tugas kerja dapat berbentuk kompleksitas horizontal dan kompleksitas vertikal. Kompleksitas horisontal adalah perbedaan yang terjadi di antara beberapa tugas dan fungsi dalam organisasi. Hal tersebut dikaitkan dengan tatanan atau aturan organisasi, yaitu mencegah sedapat mungkin terjadinya tumpang tindih kekuasaan dan wewenang. Sedangkan kompleksitas vertikal adalah tingkat kerumitan susunan organisasi dari tingkat bawah sampai ke atas yang kerapkali sukar memperlihatkan hubungan antara atasan dan bawahan secara jelas dan tepat. Baik kompleksitas horizontal maupun kompleksitas vertikal dapat menyebabkan terjadinya perbedaan di antara beberapa tugas dan fungsi dalam suatu organisasi terkait dengan struktur organisasi yang bersangkutan (Widiastuti, 2006).

(2)

357

kerja anggota organisasi. Widiastuti (2006) menyatakan bahwa individu dengan tugas kompleks cenderung akan merasakan kurang puas dalam bekerja. Hal ini disebabkan pegawai tersebut dihadapkan pada persoalan seperti kebingungan dalam bekerja, disebabkan tidak adanya kejelasan peran, tanggung jawab serta wewenang yang tumpang tindih dalam organisasi. Pada akhirnya kompleksitas tugas tidak hanya dapat menimbulkan rasa jenuh dan bosan terhadap pekerjaan, akan tetapi juga dapat berdampak buruk pada semangat dan produktivitas kerja. Sehingga jelaslah bahwa kompleksitas tugas kerja yang dihadapi oleh seseorang pegawai dalam intansi tempat ia bekerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai tersebut.

Dinas Sosial Aceh sebagai salah satu instansi pemerintah dituntut untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawainya. Hal ini dimaksudkan agar instansi tersebut dapat menjalankan tugas pokok fungsi dan kewenangannya sebagai salah satu Satuan Kerja Pemerintah Daerah di Provinsi Aceh. Menurut Qanun Aceh tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Daerah Provinsi Aceh, Dinas Sosial Aceh mempunyai tugas melaksanakan tugas umum Pemerintah Aceh di bidang kesejahteraan, pemberdayaan, bantuan, dan rehabilitasi sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan tugas tersebut Dinas Sosial Aceh mempunyai fungsi antara lain perumusan, perencanaan kebijaksanaan teknis di bidang kesejahteraan sosial sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan institusi dan atau lembaga terkait lainnya dibidang kesejahteraan sosial, pemantauan terhadap lembaga sosial masyarakat di bidang kesejahteraan sosial, dan pelaksanaan pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

Guna mendukung kegiatan operasionalnya, Dinas Sosial Aceh memiliki 184 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di antara jumlah tersebut sebanyak 51 orang diantara mereka bekerja pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Selama ini Kepala Dinas Sosial Aceh sudah berupaya untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawainya. Upaya tersebut tidak hanya dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan kerja fisik, tetapi juga dengan cara membagi tugas pekerjaan kepada setiap pegawai yang tercermin dari struktur organisasi instansi

tersebut. Pembagian pekerjaan kepada setiap pegawai disertai dengan tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta kejelasan garis koordinasi antara atasan dan bawahan.

Kenyataannya, dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan tidak jarang pegawai Dinas Sosial Aceh dihadapkan pada kompleksitas tugas kerja. Hal ini terjadi pada saat-saat tertentu terutama ketika akhir tahun. Setiap pegawai dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas mereka dalam waktu secepat mungkin. Adanya hubungan vertikal antara beberapa bidang kerja mengharuskan pegawai untuk mensingkronisasikan laporan hasil pekerjaan di antara beberapa bidang pekerjaan tersebut. Hal ini berarti bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, pegawai dalam bidang pekerjaan tertentu seperti bidang keuangan misalnya harus berkoordinasi dengan pegawai pada bidang pekerjaan lainnya seperti bidang administrasi. Tingginya intensitas kompleksitas tugas ditambah lagi dengan dualisme perintah yang harus didengarkan oleh pegawai berdampak buruk pada penilaian pegawai terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Pegawai tidak hanya dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab mereka, akan tetapi juga harus memenuhi keinginan atasan agar dapat bekerja sama secara baik dalam menyelesaikan tugas bersama dalam bidang kerja mereka.

Kompleksitas tugas kerja seperti dijelaskan di atas, relatif berbeda di antara sesama pegawai tergantung pada penempatan kerja pegawai tersebut. Mereka yang ditempatkan pada bidang pekerjaan yang memerlukan adanya intensitas koordinasi relatif tinggi baik dalam proses pelaksanaan pekerjaan maupun dalam hal penyampaian laporan pekerjaan memiliki kompleksitas tugas kerja dengan intensitas yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan pegawai lain. Karena itu, fenomena yang muncul sehubungan tugas kerja pada instansi tersebut, diketahui tidak semua pegawai memiliki penilaian yang sama terhadap kompleksitas tugas kerja. Di satu sisi ada pegawai yang menilai bahwa tugas yang dibebankan kepada mereka memiliki intensitas kompleksitas tugas relatif rendah, dan sisi lain ada pegawai yang menilai bahwa intensitas kompleksitas tugas relatif tinggi.

(3)

358

dalam bekerja. Hal ini ditandai dengan adanya perasaan nyaman dalam bekerja dan selalu bersemangat melaksanakan tugas yang dibebankan oleh atasan. Namun di sisi lain juga ada pegawai yang belum menemukan kepuasan dalam bekerja. Pegawai yang termasuk dalam kelompok ini sering jenuh melaksanakan pekerjaan mereka sehingga tidak jarang penyelesaian pekerjaan tidak dapat dilakukan tepat waktu. Lebih parah lagi, indikator kurangnya kepuasan kerja juga dapat dilihat dari kedisiplinan pegawai dalam bekerja. Adanya pegawai yang terlambat masuk kantor dan tidak bersemangat melaksanakan pekerjaan merupakan sinyalemen rendahnya kepuasan kerja pegawai tersebut.

Mengacu pada teori tentang kompleksitas tugas kerja dalam suatu organisasi, intensitas kompleksitas tugas kerja dapat berpengaruh pada kepuasan kerja pegawai. Sehingga kepuasan kerja pegawai Dinas Sosial Aceh dapat dikaitkan dengan penilaian mereka terhadap kompleksitas tugas kerja yang mereka hadapi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompleksitas tugas kerja terhadap kepuasan kerja pegawai pada Dinas Sosial Aceh.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Anoraga, 2001:81). Biasanya orang merasa puas atas kerja yang telah atau sedang ia jalankan, apabila apa yang ia kerjakan itu dianggap telah memenuhi harapannya, sesuai dengan tujuan ia bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, maka itu berarti bahwa ia memiliki suatu harapan dan dengan demikian ia akan termotivasi untuk melakukan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut, dan jika harapan itu terpenuhi, maka ia akan merasa puas.

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dalam dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasan terhadap kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Rivai (2004:475)

menyatakan “kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas dan tidak puas

dalam bekerja”.

Sedangkan Soedjono (2005:26),

mengatakan bahwa : “Kepuasan kerja merupakan

cerminan dari perasaan pekerjaan berhadap pekerjaannya”. Handoko (2001:193) menyatakan

“kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan

mereka”. Kepuasan kerja merupakan sikap

emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dapat dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.

Parwanto dan Wahyudin (2005)

menyatakan, “kepuasan kerja di luar pekerjaan

adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati diluar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya”.

Ada beberapa teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja. Rivai (2004:475) menyatakan teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal adalah:

1) Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

2) Teori keadilan (Equity theory). Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja.

(4)

359

sesuatu yang dianggap bernilai oleh seseorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaaannya, seperti: upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri.

Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain atau bisa pula dengan dirinya di masa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan. 3) Teori dua faktor (Two factor theory). Menurut

teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu.

Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpengaruhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.

Dissatisifies (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun jika besarnya faktor ini memadai unuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.

Pengukuran kepuasan kerja dapat dikelompokkan kedalam tiga macam, seperti yang

dikemukakan oleh Wekley & Yukl (As’ad,

2003:105) yaitu: 1. Discrepancy Theory

Locke (dalam As’ad, 2003:106) menerangkan bahwa “kepuasan kerja

seseorang bergantung kepada discrepancy antara should be (expectations, needs atau value) dengan apa yang menurut perasannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai

melalui pekerjaan”. Dengan demikian, orang

akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.

Apabila yang didapat lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat dicrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan dibawah standar minimum sehingga menjadi dicrepancy yang negatif, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya.

2. Equity Theory

Komponen utama dalam teori ini adalah input, outcome, comparison person dan equity-inequity. Menurut teori ini puas tidak puas seorang pegawai merupakan hasil perbandingan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain (comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya dan sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi perbandingan atau comparsion person. Jadi jelaslah bahwa perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Dengan adanya rasa equity, akan muncul rasa keterikatan terhadap organisasi tempat karyawan tersebut bekerja. 3. Two Factor Theory

Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda (Herzberg, dalam

As’ad : 2003). Artinya, kepuasan dan

ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinue. Seseorang yang mempunyai kepuasan pada suatu ketika akan bisa menjadi tidak puas, karena kepuasan atau pun ketidakpuasan berhubungan dengan perasaan terhadap suatu pekerjaan.

Kompleksitas Tugas

(5)

360

bersangkutan. Sedangkan Widiastuti (2006:57) menyatakan, kompleksitas tugas dapat didefinisikan sebagai tugas yang tidak terstruktur, membingungkan, dan sulit. Kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan, dan sulit (Sanusi dan Iskandar, 2007:44).

Liliweri (2007:113-114) menyatakan ada dua bentuk umum kompleksitas dan diferensiasi, yaitu kompleksitas horisontal dan kompleksitas vertikal. Kompleksitas horisontal adalah perbedaan yang terjadi di antara beberapa tugas dan fungsi dalam organisasi. Hal tersebut dikaitkan dengan tatanan atau aturan organisasi, yaitu mencegah sedapat mungkin terjadinya tumpang tindih kekuasaan dan wewenang. Sedangkan kompleksitas vertikal adalah tingkat kerumitan susunan organisasi dari tingkat bawah sampai ke atas yang kerapkali sukar memperlihatkan hubungan antara atasan dan bawahan secara jelas dan tepat.

Berbicara mengenai tugas dan fungsi dalam suatu organisasi berhubungan erat dengan pembagian pekerjaan bertautan dengan sampai seberapa jauhkah pekerjaan itu dispesialisasikan. Secara umum semua pekerjaan dispesialisasikan sampai suatu tingkat dan kemampuan untuk membagi pekerjaan di antara banyak pemegang pekerjaan dalam keuntungan utama dari organisasi. Keputusan penting dalam mengembangkan struktur keorganisasian adalah menentukan sampai seberapa jauh harus diadakan pembagian. Menurut Cahyono (2000: 47) keuntungan dari spesialisasi meliputi:

a. Jika suatu pekerjaan mengandung sedikit tugas, maka kita mudah melatih penggantinya bagi personalia yang diberhentikan, dipindahkan, atau yang mangkir. Kegiatan pelatihan yang minimum akan makan biaya pelatihan yang rendah. b. Apabila suatu pekerjaan hanya memerlukan

tugas sedikit jumlahnya, maka karyawan dapat menjadi ahli dalam melaksanakan tugas ini. Keahlian yang tinggi akan menghasilkan mutu output yang lebih baik. Dalam skala lebih besar pembagian tugas di dalam kelompok organisasi disusun per bidang pelayanan atau dikenal dengan departementalisasi. Proses penggabungan pekerjaan ke dalam kelompok-kelompok dan persoalan manajerial yang muncul dalam departementalisasi adalah dasar yang digunakan sebagai alasan penggabungan kelompok atau penggabungan pekerjaan dalam suatu departemen. Ada banyak dasar bagi pembentukan departementalisasi antara

lain yang relevan dengan pokok permasalahan, yaitu (Cahyono, 2000: 51):

(1) Departementalisasi fungsional. Pekerjaan yang dapat dikelompokkan menurut fungsi dari oraganisasi. Perusahaan bisnis meliputi fungsi produksi, pemasaran, keuangan akunting, dan personalia. Rumah sakit meliputi fungsi bedah, psikiatri, rumah tangga, farmasi, dan personalia. Dasar fungsional mungkin merupakan skema yang paling banyak digunakan karena penampilannya yang mudah dimengerti orang. Dengan memiliki departemen, para ahli manajemen menciptakan secara teoritis unit yang paling efisien yang mungkin diciptakan. Kerugiannya timbul karena para ahli bekerja sama dan saling mendorong dalam bidang keahlian dan minat mereka, maka tujuan keorganisasian mungkin dikorbankan untuk kepentingan tujuan departemental. Para akuntan hanya melihat persoalan mereka tanpa melihat persoalan produksi.

(2) Departementalisasi teritorial. Pembentukan kelompok atas dasar bidang geografis, logikanya bahwa semua kegiatan dalam daerah tertentu seharusnya ditugaskan kepada seseorang manajer. Keuntungannya adalah, bahwa cara ini memberikan dasar pelatihan bagi personalia manajer. Perusahaan dapat menempatkan para manajer di daerah dan kemudian menilai program dan kemajuan mereka dalam daerah geografis tersebut. Pengalaman yang diperoleh para manajer di daerah yang jauh dari kantor pusat memberi pandangan yang sangat berharga mengenai bagaimana produk atau jasa diterima di lapangan.

Menurut Gibson (2006: 28) kompleksitas adalah akibat langsung dari pembagian kerja dan pembentukan departemen. Khususnya, konsep ini mengacu pada jumlah jenis pekerjaan yang sangat berbeda, atau pengelompokkan jabatan, dan jumlah unit atau departemen yang berbeda secara nyata. Ide pokoknya ialah bahwa organisasi dengan berbagai macam jenis pekerjaan dan unit, menimbulkan masalah manajerial dan organisasi yang lebih rumit dibandingkan dengan organisasi yang memiliki sedikit jenis pekerjaan dan departemen.

(6)

361

hubungan antara perbedaan kompleksitas horisontal dengan kompleksitas vertikal, yaitu: (1) Semakin tinggi spesialisasi kerja, semakin

besar kompleksitas organisasi. Spesialisasi adalah proses pembentukan berbagai tugas sehingga bersifat lebih kompleks. Spesialisasi kerja adalah penyebab utama timbulnya perbedaan horisontal.

(2) Semakin besar pendelegasian wewenang, semakin besar kompleksitasnya. Pendelegasian wewenang secara khas dikaitkan dengan panjangnya garis komando, yang tingkat manajerial relatif besar. Oleh karena itu, pendelegasian wewenang mendorong terjadinya perbedaan vertikal. (3) Semakin besar pemakaian dasar teritorial,

pelanggan dan produk, semakin kompleks keadaannya. Keseluruhan dasar itu menyangkut pembentukan unit-unit-unit swadaya yang beroperasi lebih mirip dengan unit organisasi yang berdiri sendiri. Sudah barang tentu harus ada pendelegasian wewenang yang besar, sehingga menimbulkan kompleksitas lebih besar. (4) Rentang kendali sempit dikaitkan dengan

kompleksitas tinggi. Hubungan ini terjadi karena dibutuhkan rentang kendali yang sempit apabila pekerjaan yang harus diselia berbeda satu sama lain. Seseorang penyelia dapat mengelola lebih banyak orang dalam sebuah organisasi sederhana dibandingkan dengan organisasi kompleks.

Kepercayaan pimpinan untuk mendelegasikan tugas kepada karyawan harus ditunjang atau disesuaikan dengan tingkat kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tingkat kesulitan situasi dan persoalan dalam masalah atau tugas yang bersangkutan. Berdasarkan bebeberapa pendapat di atas, maka variabel kompleksitas tugas dalam organisasi diteliti dari indikator meliputi: (1) tugas dan wewenang dan (2) hubungan atasan dan bawahan.

Pengaruh Kompleksitas Tugas Terhadap Kepuasan Kerja

Kompleksitas tugas adalah perbedaan yang terjadi di antara beberapa tugas dan fungsi dalam organisasi (Gibson, 2006:101). Kompleksitas horisontal adalah perbedaan yang terjadi di antara beberapa tugas dan fungsi dalam organisasi. Hal tersebut dikaitkan dengan tatanan atau aturan organisasi, yaitu mencegah sedapat mungkin terjadinya tumpang tindih kekuasaan dan wewenang. Sedangkan kompleksitas vertikal adalah tingkat kerumitan susunan organisasi dari tingkat bawah sampai ke atas yang kerapkali

sukar memperlihatkan hubungan antara atasan dan bawahan secara jelas dan tepat.

Kompleksitas tugas dalam suatu organisasi dapat memberikan dampak negatif pada kepuasan kerja anggota organisasi. Seperti dikemukakan oleh Widiastuti (2006) yang menyatakan bahwa individu dengan tugas kompleks cenderung akan merasakan kurang puas dalam bekerja. Hal ini disebabkan pegawai tersebut dihadapkan pada persoalan seperti kebingungan dalam bekerja, disebabkan tidak adanya kejelasan peran, tanggung jawab serta wewenang yang tumpang tindih dalam organisasi. Pada akhirnya kompleksitas tugas tidak hanya dapat menimbulkan rasa jenuh dan bosan terhadap pekerjaan, akan tetapi juga dapat berdampak buruk pada semangat dan produktivitas kerja.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa kompleksitas tugas dalam suatu organisasi dapat berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja anggota organisasi. Semakin tinggi kompleksitas tugas semakin rendah kepuasan kerja. Sebaliknya kompleksitas tugas yang rendah ditandai dengan adanya kejelasan wewenang dan tanggung jawab, peran serta pendelegasian wewenang yang jelas dapat meningkatkan kepuasan kerja. Dengan demikian terdapat hubungan yang tidak searah antara kompleksitas tugas dengan kepuasan kerja pegawai.

Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis

Sesuai dengan tujuan penelitian dimana kepuasan kerja dijadikan fungsi dari kompleksitas tugas kerja. Hal ini berarti bahwa kepuasan kerja berfungsi sebagai variabel terikat (dependent variable) dengan kompleksitas tugas kerja sebagai variabel bebas (independent variable). Karena itu, kerangka penelitian atau hubungan antar konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Independent Dependent Variable Variable

Kompleksitas

Tugas Kerja

Kepuasan

(7)

362

Mengacu pada kerangka pemikiran di atas, maka maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah kompleksitas tugas kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai Kantor Dinas Sosial Aceh

METODE PENELITIAN

Populasi dan Penarikan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh pegawai yang ada dilingkungan Dinas Sosial Aceh berjumlah 184 orang. Pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin (Suliyanto, 2006:100) sebagai berikut.

2

1

Ne

N

n

Keterangan:

e = Prosentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel. N = Ukuran populasi

n = Ukuran sampel

Dengan menggunakan tingkat kelonggaran pengambilan sampel sebesar 10%, maka jumlah pegawai yang menjadi sampel penelitian dapat dicari sebagai berikut:

n = 2

)

10

,

0

(

184

1

184

n =

)

010

,

0

(

184

1

184

n =

84

,

1

1

184

n

84

,

2

184

n = 64,79 dibulatkan menjadi 65 orang Berdasarkan rumus Slovin seperti terlihat dalam perhitungan di atas, sampel penelitian sebanyak 65 orang pegawai atau sebesar 35,21 persen dari jumlah keseluruhan populasi. Pengambilan sampel dilakukan secara convinience sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara mengutamakan pegawai yang lebih dahulu dijumpai.

Teknik Pengumpulan Data dan Skala Pengukuran

Untuk mendapatkan data yang relevan dengan topik penelitian teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research), yakni dengan cara mengedarkan kuesioner. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan/pernyataan yang berhubungan dengan kompleksitas tugas kerja dan kepuasan kerja.

Pegawai diminta untuk memilih alternatif pilihan jawaban untuk masing-masing pernyataan terkait.

Kuesioner dengan item-item pernyataan yang berhubungan dengan kepuasan kerja dan kompleksitas tugas kerja diberikan alternatif jawaban dalam bentuk tingkat kesetujuan. Tingkat kesetujuan merupakan data kualitatif yang harus dikuantitatifkan terlebih dahulu untuk kebutuhan analisis. Untuk mengkuantitatifkan data kualitatif tersebut, diperlukan adanya pemberian skala. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert (Likert Scale) dengan skor 1, 2, 3, 4 dan 5. Pemberian skor berdasarkan pilihan tingkat kesetujuan terdiri dari sangat tidak setuju = 1, tidak setuju = 2, kurang setuju = 3, setuju = 4 dan sangat setuju = 5.

Operasional Variabel

Variabel penelitian terdiri kompleksitas tugas kerja sebagai variabel independen dan kepuasan kerja pegawai sebagai variabel dependen. Kompleksitas tugas adalah perbedaan yang terjadi di antara beberapa tugas dan fungsi dalam organisasi (Gibson, 2006), Kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan, dan sulit (Sanusi dan Iskandar,2007). Indikator yang digunakan dalam mengukur kompleksitas tugas terdiri dari: (a) Adanya perbedaan tugas di antara sesama pegawai, (b) Adanya perbedaan tugas dan tanggung jawab setiap pegawai dalam waktu yang bersamaan, (c) Intensitas perbedaan fungsi dan wewenang pegawai, (d) Terdapat tumpang tindih kekuasaan/wewenang di antara beberapa bagian dalam organisasi dan (e) Susunan/struktur organisasi tidak memperlihatkan kejelasan tugas dan wewenang antara atasan dan bawahan.

Selanjutnya kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas dan tidak puas dalam bekerja (Rivai, 2004:475). Indikator yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja terdiri dari: (a) Perasaan puas setiap menyelesaikan pekerjaan, (b) Adanya rasa puas setelah menyelesaikan pekerjaan sulit dan dibimbing oleh atasan, (c) Keadilan atasan dalam membagi tugas, (d) Adanya rasa puas menerima sapaan dari atasan dan (e) Adanya rasa puas terhadap penghargaan.

Peralatan Analisis Data

(8)

363

dari satu variabel. Gujarati (2006:135) menyatakan regresi linier sederhana dirumuskan sebagai berikut:

Y = a + bX+ e Dimana:

Y = Kepuasan kerja a = Konstanta

b = Koefisien regresi X X = Kompleksitas tugas kerja e = Error term

Untuk mengetahui keeratan hubungan antara kompleksitas tugas kerja dengan kepuasan kerja pegawai digunakan koefisien korelasi (R). Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh kompleksitas tugas kerja terhadap kepuasan kerja pegawai digunakan koefisien determinasi (R2).

Untuk menguji hasil regresi terhadap hipotesa secara parsial yaitu guna membuktikan apakah kompleksitas tugas kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, akan digunakan t-test. Pengujian hipotesa ini dilakukan pada tingkat keyakinan 95% dengan ketentuan jika t hitung > t

tabel maka hipotesis diterima, sebaliknya jika t hitung

< t tabel maka hipotesis ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dimaksudkan untuk menguji apakah skala pengukuran yang dibuat dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid, maka ia tidak bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur apa yang seharusnya dilakukan. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas item, yaitu untuk mengetahui apakah item-item pernyataan yang dimuat dalam kuesioner penelitian valid atau tidak.

Pengujian validitas kuesioner didasarkan pada perbandingan nilai r hitung dan nilai r tabel. Nilai r hitung dicari dengan mencari nilai korelasi antara skor alternatif pilihan jawaban responden pada item pernyataan tertentu dengan total skor item dalam variabel terkait. Selanjutnya nilai korelasi hitung (r hitung) tersebut dibandingkan dengan nilai kritis r product moment (r tabel), dengan ketentuan apabila nilai (r hitung > r tabel), maka item pernyataan dalam variabel tertentu dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel, maka item pernyataan dalam variabel tertentu dinyatakan tidak valid.

Hasil pengolahan data berkaitan dengan uji validitas untuk variabel kepuasan kerja pegawai diperoleh informasi bahwa variabel tersebut terdiri dari 5 (lima) item pernyataan, dilambangkan dengan A1, A2, A3, A4 dan A5. Item pernyataan pertama yang berhubungan dengan variabel kepuasan kerja pegawai (dengan kode item A1) menunjukkan nilai r hitung sebesar sebesar 0,545. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel (pada n = 65) yang menunjukkan angka sebesar 0,244. Dengan demikian dapat diartikan bahwa item pernyataan tersebut dinyatakan valid. Begitu juga halnya untuk item pernyataan kedua (A2), item pernyataan ketiga (A3), item pernyataan keempat (A4), dan item pernyataan kelima (A5) juga menunjukkan nilai r hitung lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel yang berarti semua item pernyataan pada variabel kepuasan kerja dinyatakan valid. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan nilai r hitung dan nilai r tabel sebagai tolok ukur validitas dapat dilihat Tabel 1.

Variabel kompleksitas tugas kerja juga terdiri dari 5 (lima) item pernyataan yang dilambangkan Tabel 1

Hasil Uji Validitas

No Variabel Item

Pernyataan

Nilai R Hitung

Nilai R Tabel (n=65)

Keterangan

1 Kepuasan Kerja

A1 A2 A3 A4 A5

0,545 0,381 0,408 0,699 0,733

0,244 0,244 0,244 0,244 0,244

Valid Valid Valid Valid Valid 2 Kompleksitas

Tugas Kerja

B1 B2 B3 B4 B5

0,829 0,526 0,745 0,822 0,387

0,244 0,244 0,244 0,244 0,244

(9)

364

dengan B1 sampai B5. Nilai r hitung untuk pernyataan pertama (B1) menunjukkan angka sebesar 0,829 lebih besar bila dibandingkan dengan r tabel sebesar 0,244. Dengan demikian dapat diartikan bahwa item pernyataan tersebut dinyatakan valid. Begitu juga halnya dengan item pernyataan kedua (B2), item pernyatan ketiga (B3), item pernyataan keempat (B4) dan item pernyataan ke lima (B5), juga menunjukkan nilai r hitung lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel, sehingga dapat diartikan seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan kompleksitas tugas kerja dinyatakan valid.

Untuk menguji kehandalan kuesioner yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas. Tolok ukur reliabilitas adalah nilai cronbach alpha yang diperoleh melalui perhitungan statistik. Menurut Malhotra (2005:268), nilai cronbach alpha minimum yang diperoleh sebagai syarat kehandalan kuesioner adalah sebesar 0,60. Hal ini berarti bahwa apabila nilai cronbach alpha di bawah 0,60 maka kuesioner belum memenuhi syarat kehandalan.

Hasil pengujian reliabilitas kuesioner untuk kedua variabel penelitian memperlihatkan menunjukkan nilai cronbach alpha masing-masing sebesar 0,637 untuk variabel kepuasan kerja dan sebesar 0,695 untuk variabel kompleksitas tugas kerja. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kuesioner yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian telah memenuhi syarat kehandalan. Dengan kata lain, kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang diteliti dinilai sudah menunjukkan ketepatan, keakuratan, atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala yang berhubungan dengan variabel terkait.

Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi secara normal atau tidak. Analisis terhadap normalitas data dapat dilakukan dengan melihat grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif data normal. Suatu data dikatakan berdistribusi normal apabila normal P-P Plot tidak menyimpang jauh dari garis diagonal (Umar, 2008:181). Sebaliknya apabila normal P-P Plot menyimpang jauh dari garis diagonalnya dapat diartikan bahwa data tidak terdistribusi secara normal. Hasil pengolahan data memperlihatkan normal

probability plot seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1

Normal P-P Plot Regression (Hasil Uji Normalitas)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Expected C

um P

rob

Dependent Variable: Kepuasan Kerja Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa garis yang menggambarkan data sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya. Mengacu pada ketentuan uji normalitas seperti dijelaskan di atas, dapat diartikan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi secara normal sehingga sudah memenuhi syarat untuk diolah dengan menggunakan peralatan statistik parametrik yang dalam hal ini adalah regresi linier sederhana.

Analisis Pengaruh Kompleksitas Tugas Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Dinas Sosial Aceh

Secara teoritis, kompleksitas tugas kerja dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa kompleksitas tugas kerja pada merupakan perbedaan yang terjadi di antara beberapa tugas dan fungsi dalam organisasi. Kompleksitas tugas juga merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan, dan sulit. Sedangkan pegawai secara umum tidak mau dihadapkan pada tugas yang tidak terstruktur, membingungkan dan tugas sulit. Kompleksitas tugas dapat mengganggu kenyamanan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan sehingga berdampak negatif pada kepuasan kerja mereka.

(10)

365

Tabel 2

Bagian Output SPSS yang Memperlihatkan Nilai Koefisien Regresi Masing-masing Variabel Independen

Coeffici entsa

5.327 .102 52.394 .000

-.636 .062 -.793 -10.334 .000

(Constant) Kompleksitas Tugas Kerja Model

1

B Std. Error

Unstandardized Coef f icients

Beta Standardized Coef f icients

t Sig.

Dependent Variable: Kepuasan Kerja a.

Sumber: Data Primer (Diolah), 2014.

Berdasarkan bagian output SPSS di atas maka persamaan regresi yang memperlihatkan kepuasan kerja pegawai Dinas Sosial Aceh sebagai fungsi dari kompleksitas tugas kerja dapat diformulasikan dalam persamaan regresi linier sederhana seperti terlihat di bawah ini.

Y = 5,327 - 0,636X

Persamaan di atas memperlihatkan nilai konstanta sebesar 5,327. Secara statistik nilai konstanta tersebut dapat diartikan, apabila skor kompleksitas tugas kerja mendekati 0,00 maka skor kepuasan kerja pegawai mendekati 5,327. Skor kompleksitas tugas kerja mendekati 0,00 dapat diartikan bahwa karyawan memiliki penilaian bahwa tidak terdapat kompleksitas tugas kerja pada instansi tempat mereka bekerja. Selanjutnya skor kepuasan kerja mendekati 5,327 dapat diartikan bahwa kepuasan kerja pegawai sangat tinggi. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa angka tersebut lebih besar dari 5,00 (skor untuk pilihan jawaban sangat setuju) pada satuan skala Likert yang bermakna bahwa kepuasan kerja karyawan tergolong sangat tinggi. Dengan demikian nilai konstanta tersebut dapat diinterpretasikan bahwa apabila karyawan memiliki penilaian tidak terdapat kompleksitas tugas kerja, maka kepuasan kerja mereka sangat tinggi.

Nilai koefisien regresi (b) sebesar -0,636 dapat diartikan peningkatan nilai rata-rata skor tingkat kesetujuan pegawai terhadap pernyataan yang berhubungan dengan kompleksitas tugas kerja (X) sebesar 1,00 akan dapat menurunkan nilai rata-rata skor tingkat kesetujuan terhadap pernyataan yang berhubungan dengan kepuasan kerja (Y) sebesar 0,636. Sehingga semakin tinggi intensitas kompleksitas tugas kerja, akan semakin rendah kepuasan kerja pegawai. Sebaliknya semakin rendah intensitas kompleksitas tugas kerja, akan semakin tinggi kepuasan kerja. Sehingga ada hubungan yang tidak searah antara

kompleksitas tugas kerja dengan kepuasan kerja pegawai.

Guna mengetahui keeratan hubungan antara kepuasan kerja pegawai Dinas Sosial Aceh dengan kompleksitas tugas kerja digunakan koefisien korelasi (R). Selanjutnya untuk mengetahui besarnya kompleksitas tugas kerja terhadap kepuasan kerja pegawai instansi tersebut digunakan koefisien determinasi (R2). Kedua nilai koefisien tersebut seperti ditunjukkan oleh bagian output SPSS berikut ini.

Tabel 2

Bagian Output SPSS yang Memperlihatkan Nilai Koefisien Korelasi (R) dan Nilai Koefisien

Determinasi (R2)

Model Summaryb

.793a .629 .623 .19998

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

St d. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), Kompleksitas Tugas Kerja a.

Dependent Variable: Kepuasan Kerja b.

Sumber: Data Primer (Diolah), 2014.

Bagian output SPSS di atas diketahui koefisien korelasi (R) sebesar 0,793. Angka ini mendekati 1,00 dapat diartikan bahwa hubungan kepuasan kerja pegawai dengan kompleksitas tugas kerja tergolong erat. Selanjutnya nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,629, dapat diartikan hanya sebesar 62,9 persen kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh kompleksitas tugas kerja. Sisanya sebesar 37,1 persen lagi (1-0,629) dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Faktor-faktor tersebut tentunya semua faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai seperti kompensasi, keterampilan kerja, lingkungan kerja dan lain sebagainya.

Pembuktian Hipotesis

(11)

366

independent dari penelitian ini hanya terdiri dari satu variabel yaitu kompleksitas tugas kerja. Hasil pengujian statistik juga menunjukkan nilai t hitung sebesar -10,334. Nilai t tabel pada tingkat keyakinan 95 persen menunjukkan angka sebesar 1,998. Karena nilai t hitung > t tabel (-10,334 > 1,998) dapat diartikan bahwa kompleksitas tugas kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Pengaruh signifikan dimaksud adalah pengaruh tidak searah, peningkatan kompleksitas tugas kerja secara nyata dapat menurunkan kepuasan kerja pegawai. Sebaliknya penurunan kompleksitas tugas kerja dapat meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Hal ini berarti hubungan tidak searah antara kompleksitas tugas kerja dengan kepusan kerja pegawai sangat nyata.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang menyatakan, kompleksitas tugas kerja

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Sosial Aceh dapat diterima.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kompleksitas tugas kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Sosial Aceh. Semakin tinggi kompleksitas tugas kerja semakin rendah kepuasan kerja pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa kepuasan kerja pegawai dapat menurut akibat adanya kompleksitas tugas kerja. Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai t hitung > t tabel dapat disimpulkan bahwa kompleksitas tugas kerja secara signifikan berpengaruh pada kepuasan kerja pegawai Dinas Sosial Aceh. Peningkatan kompleksitas tugas kerja secara nyata dapat mengakibatkan penurunan kepuasan kerja pegawai.

Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka yang menjadi saran dan rekomendasi penelitian ini adalah, sebaiknya Kepala Dinas Sosial Aceh dapat mengurangi kompleksitas tugas kerja pada setiap pegawai instansi tersebut. Melalui struktur organisasi dan tupoksi masing-masing bagian pada instansi tersebut, pemagian tugas dan wewenang harus jelas bagi setiap pegawai. Jangan sampai ada seseorang pegawai dihadapkan pada perbedaan tugas dan tanggung jawab dalam waktu yang bersamaan. Jangan sampai terjadi tumpang tindih kekuasaan/ wewenang di antara beberapa bagian dalam organisasi. Selanjutnya susunan/ struktur organisasi harus memperlihatkan kejelasan tugas dan wewenang antara atasan dan bawahan. Dengan adanya kejelasan tugas dan

wewenang diharapkan intensitas kompleksitas tugas kerja dapat berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji (2001), Psikologi Kerja, Rineka Cipta, Jakarta.

As’ad, M (2003) Psikologi Islami: Seri Sumber Daya Manusia, Liberty, Yogyakarta. Cahyono (2000). Manajemen Sumber Daya

Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

Gibson, dkk (2006) Manajemen dan Organisasi, Alih Bahasa: Zuhad Ichyaudin, SE, MBA, Erlangga, Jakarta.

Gibson, dkk (2006) Manajemen dan Organisasi, Alih Bahasa: Zuhad Ichyaudin, SE, MBA, Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Damodar (2006) Ekonometrika Dasar, Cetakan Keempat, Alih Bahasa: Sumarno Zein, Erlangga, Jakarta.

Handoko, T. H (2001) Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE Press, Yogyakarta.

Liliweri, Alo (2007) Sosiologi Organisasi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Malhotra, Naresh K (2006) Marketing Research An Applied Oritentation, Fourth Edition, New Jersey: Prentice Hall. Inc.

Parwanto dan Wahyudin (2005) Pengaruh Faktor-faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA di Surakarta, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sanusi, Z. and Iskandar, T.M. (2007). Audit Judgment Performance: Assessing the Effect of Performance Incentives, Effort and Task Complexity. Managerial Auditing Journal, 22: 34-52

Soedjono (2005), Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan, Jurnal Mahasiswa dan Kewirausahaan, Vol. 7 No: 1: 22-47.

Suliyanto (2006) Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1 Hasil Uji Validitas
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Pada fungsional test intrusion detection system menggunakan mikrotik versi 5.20 dapat mendeteksi adanya serangan baik berupa FTP Bruteforce, SSH Bruteforce, Port

Hasil karakterisasi spektra inframereh (IR) zeolit alam nonaktivasi dan teraktivasi yang digunakan dalam proses pemurnian garam dapur sebelum rekristalisasi disajikan pada Gambar

• Sistem sirkulasi di Terminal Cicaheum, sebagai prasarana angkutan yang melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar provinsi, angkutan antar kota

Pemeriksaan dengan keadaan anastesi (Examination under anesthesia / EUA) diperluan pada semua pasien untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh. Lokasi

1. Jenis-jenis Sarana dan Prasarana yang dimiliki dan digunakan di perpustakaan MAN 2 Hulu Sungai Utara. 1) Gedung/ Ruang Perpustakaan Kepala Sekolah, Staf Tata Usaha,

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural

Berdasarkan pada hasil identifikasi masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah self-awareness training efektif untuk meningkatkan