• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGALITY OF SALES USED APPAREL UNDER THE REGULATION OF THE MINISTER OF TRADE NUMBER 51 M-DAG PER 72015 IN PANGKALAN BUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LEGALITY OF SALES USED APPAREL UNDER THE REGULATION OF THE MINISTER OF TRADE NUMBER 51 M-DAG PER 72015 IN PANGKALAN BUN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

105 LEGALITAS PENJUALAN PAKAIAN BEKAS BERDASARKAN PERATURAN

MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 51/M-DAG/PER/7/2015 DI PANGKALAN BUN

Ayu Lidia Sari; Suprapto; Suyanto

Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Antakusuma Jl. Ahmad Wongso No. 24 Kode Pos 74112 Pangkalan Bun

Abstrak

Penjualan pakaian bekas diwilayah Pangkalan Bun cukup diminati oleh konsumen yang terdiri dari beberapa golongan masyarakat. Atas dasar itulah maka penulis tertarik untuk melihat legalitas penjualan pakaian bekas berdasarkan Peraturan menteri perdagangan nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang larangan impor pakaian bekas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan temuan dilapangan mengenai legalitas penjualan pakaian bekas dan kendala yang dihadapi oleh dinas terkait mengenai penangan penjualan pakaian bekas tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum Normatif-Empiris. Hasil dari penelitian ini adalah (1). Toko pakaian bekas impor di Pangkalan Bun tidak memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau ilegal karena melanggar ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan No 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. (2). Kendala-kendala yang dihadapi terkait penjualan pakaian bekas impor di Pangkalan Bun adalah, kurangnya koordinasi dinas dengan pihak penegak hukum dalam melakukan penanganan sehingga tidak dapat melakukan upaya penertiban dengan sempurna, membuat penjualan pakaian bekas impor ini semakin meningkat.

Katakunci : Pakaian bekas, legalitas penjualan, kebijakan pemerintah dan penertiban usaha

LEGALITY OF SALES USED APPAREL

UNDER THE REGULATION OF THE MINISTER OF TRADE

NUMBER 51 / M-DAG / PER / 7/2015

IN PANGKALAN BUN

Abstract

Sales of used clothing in Pangkalan Bun region quite attractive to consumers consisting of several groups of people. On that basis, the authors are interested to see the legality of used clothing sales based on Regulation of the Minister of Trade No. 51 / M-DAG / PER / 7/2015 on the ban on import of used clothing. The purpose of this study is to describe the findings of the field about the legality of used clothing sales and obstacles faced by the relevant agencies regarding the handling of used clothing sales. In this study the authors use Normative-Empirical legal research methods. The results of this study were (1). Used imported clothing store in Pangkalan Bun has no Trade License (SIUP) or illegal for violating the provisions of Regulation of Minister of Trade No. 51 / M-DAG / PER / 7/2015 on Prohibition on Import of Used Clothes. (2). Constraints faced related to the sale of imported used clothing in Pangkalan Bun is the lack of coordination with the law enforcement agencies in handling so as not to make the effort to control perfectly, making sales of imported second-hand clothes is increasing.

Keyword : Used clothing, legality of sale, government policy and business control

PENDAHULUAN

Isu perdagangan pakaian bekas sudah merebak diberbagai negara di dunia, baik dinegara maju maupun negara berkembang. Isu tersebut memberikan dampak negatif bagi negara berkembang seolah-olah menjadi penadah bagi pakaian bekas yang sudah tidak dipakai oleh negara maju. Penelitian Sally Baden dan Catherine Barber (2005), menyebutkan kondisi perdagangan pakaian bekas sangat kecil atau kurang dari 0,5 %, namun bagi beberapa negara Afrika, perdagangan pakaian bekas memberikan kontribusi yang cukup besar atau lebih dari 30% dari perdangan pakaian jadi. Disebutkan juga bahwa impor pakaian bekas dapat mengganggu kinerja industri tekstil di Afrika Barat, sehingga menurunkan penjualan yang signifikan pada tahun 1980-1990. Penurunan tersebut akibat harga harga impor pakaian bekas jauh lebih Produk dalam negeri menjadi kurang berdaya saing1.

Secara legal, pengaturan impor pakaian bekas diatur oleh pemerintah dalam beberapa kesatuan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, pada pasal

(2)

47 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Dalam keadaan tertentu Menteri Perdagangan dapat menetapkan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER /7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, dalam pasal 2 Permendag tersebut disebutkan bahwa, Pakaian bekas dilarang untuk diimpor kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya larangan tersebut bukan berarti impor pakaian bekas di Indonesia tidak pernah terjadi. Sebaliknya impor pakaian bekas masih terjadi hal ini jelas dari semakin maraknya penjualan pakaian bekas impor di Indonesia.

Pemerintahan RI memanfaatkan kebijakan impor sebagai instrumen strategis sebagai untuk menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Penertiban kebijakan impor dipakai sebagai instrumen penertiban arus barang masuk atau memagari kepentingang nasional dai pengaruh masuknya barang-barang dari negara lain. Pemerintah mendapatkan mandat dalam membuat kebijakan impor untuk memagari kepentingan nasional dengan tujuan untuk menjaga dan mengamankan dari askpek K3LM (Kesehatan Keselamatan, Keamanan, Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkan pendapatan petani, mendorong penggunaan dalam negeri, dan meningkatkan ekspor non migas2.

Pemerintah memiliki peranan yang sangat penting dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran pakaian bekas impor ke Indonesia, Masuknya pakaian bekas impor yang seharusnya tidak diperbolehkan beredar belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah dan penegak hukum, fakta yang terjadi di Pangkalan Bun, Ada sejumlah pedagang yang menjual pakaian bekas tersebut secara terbuka dan terang-terangan. Berdasarkan fenomena yang ada dilapangan, maka tujuan dari penulisan ini adalah mendeskripsikan temuan dilapangan tentang legalitas penjualan pakaian bekas impor dan menganalisa kendala-kendala yang dihadapi dalam penanganan penjualan pakaian bekas di Pangkalan Bun.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif-Empiris. Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan peraturan perundang-undangan dan hal-hal yang berkaitan dengan isi dari penelitian ini. Dalam proses pengumpulan datanya menggunakan studi literatur yang berkaitan dengan kajian tentang peraturan perundang-undangan, jurnal penelitian, dan beberapa buku yang dianggap relevan dengan topik. Berdasarkan temuan dilapangan, diperoleh data bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin yang digunakan untuk melaksanakan usaha perdagangan. SIUP wajib dimiliki oleh orang atau badan yang memiliki usaha perdagangan. Surat Izin Usaha Perdagangan ini berfungsi sebagai alat atau bukti pengesahan dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan dibutuhkan oleh pelaku usaha perseorangan maupun pelaku usaha yang telah berbadan hukum. Hal ini untuk menghindari terjadi masalah yang dapat mengganggu perkembangan usaha dikemudian hari.

Adapun prosedur pembuatan SIUP untuk Perusahaan Perseorangan wajib melengkapai dokumen-dokumen sebagai berikut:

a. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/penanggung jawab Perusahaan. b. Copy NPWP Perusahaan.

c. Copy usaha Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemerintah Daerah setempat bagi kegiatan Usaha Perdagangan yang dipersyaratkan memiliki SITU berdasarkan ketentuan Undang-Undang Usaha Gangguan (HO) dan

d. Neraca perusahaan.

(3)

107 Ketentuan pidana yang diberikan apabila seorang pedagang tidak membuat SIUP. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yaitu a. Pasal 32 ayat 1 berbunyi barang siapa yang menurut Undang-Undang ini dan atau peraturan

pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjaraselama-lamanya 3 (tiga) bulam atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Tindak pidana tersebut merupakan kejahatan.

b. Pasal 33 ayat 1 berbunyi barang siapa yang melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam Daftar Perusahaan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). Tindak pidana tersebut merupakan pelanggaran

c. Pasal 34 ayar 1 berbunyi barang siapa tidak memenuhi kewajiban menurut Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya untuk menghadap atau menolak atau menyerahkan atau mengajukan sesuatu persyaratan dan atau keterangan lain untuk keperluan Pendaftaran dalam Daftar Perusahaan diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 2 (dua) bulan atau pidana denda setinggi-tinginya RP 1.000.000,- (satu juta rupiah). Tindak pidana tersebut merupakan pelanggaran.

Ketentuan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yaitu:

a. Pasal 24 ayat (1), pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan wajib memiliki perizinan dibidang perdagangan yang diberikan oleh menteri.

b. Ayat (2) menteri dapat melimpahkan atau mendelegasikan pemberian perizinan kepada Pemerintah Daerah atau insransi teknis tertentu

c. Pasal 106 menyebutkan, Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan tidak memiliki perizinan di bidang Perdagangan yang diberikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2. Legalitas Penjualan Pakaian Bekas di Pangalan Bun

Pakaian bekas impor masuk ke Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, pasal 2 yang berbunyi pakaian bekas dilarang untuk dimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Larangan impor pakaian bekas ini dikarenakan pakaian bekas asal impor berpotensi membahayakan kesehatan manusia sehingga tidak aman untuk dimanfaatkan dan digunakan oleh masyarakat.

Larangan impor pakaian bekas di Indonesia ini tidak berjalan dengan baik, dapat dilihat dari maraknya perdagangan pakaian bekas impor yang terjadi di daerah-daerah di Indonesia, seperti yang terjadi di Kabupaten Kotawaringin Barat, Pangkalan Bun. Masyarakat di Pangkalan Bun, menyebut pakaian bekas impor dengan istilah pakaian ROMA (Rombengan Malaysia). Toko pakaian bekas ini berada di kawasan Jalan Pangeran Antasari, Jalan G.M. Arsyad dan dijalan-jalan lain di Pangkalan Bun. Berdasarkan wawancara kepada pedagang pakaian bekas, pakaian-pakaian bekas impor tersebut tidak hanya dari Malaysia, tetapi juga berasal dari negara Singapura, Korea dan Jepang. Perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang ini bertentangan tetapi masih saja dilakukan.

(4)

Pakaian-pakaian bekas impor yang ada di Pangkalan Bun berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat. Pedagang Roma mendapatkan barang dagangan mereka dari distributor pakaian bekas impor yang berada di Pangkalan Bun. Barang yang dikirim dari Pontianak ke Pangkalan Bun dilakukannya melalui ekspedisi barang. Pengiriman dilakukan setiap satu minggu sekali atau tergantung dari jumlah pakaian yang tersedia. Berikut merupakan beberapa wawancara yang dilakukan oleh penulis, yaitu;

1. Wawancara dengan pedagang

Berdasarkan temuan dilapangan ada 4 lokasi tempat berjualan pakaian bekas yang tidak memiliki ijin usaha, yaitu di Jl. Pangeran Antasari, Jl. Prakusuma Yudha, Jl. Udan said dan Jl. G.M. Arsyad, serta terdapat 7 toko diarea jalan tersebut. Hasil wawancara yang dilakukan, alasan para pedagang tetap menjual pakaian bekas karena menambah pendapatan rumah tangga, keuntungan yang didapat cenderung lebih tinggi dan permintaan akan pakaian bekas khususnya diarea Pangkalan Bun sangat tinggi. Berikut kutipan wawancara dengan ibu Misran yang merupakan salah satu pedagang pakaian bekas dan beliau memiliki lima cabang took penjualan pakaian bekas yang berada diarea Pangkalan Bun. Berikut kutipan wawancaranya;

"Pakaian bekas yang saya jual berasal dari Malaysia dan Pontianak. Saya berjualan pakaian bekas sudah 15 tahun. Alasan saya menjadi pedagang di Pangkalan Bun karena permintaan terhadap pakaian bekas sangat tinggi dan keuntungan yang saya dapatkan juga sangat besar. Selama ini saya tidak pernah memiliki SIUP dan usaha saya lancer-lancar saja"

(Misna, 42 Tahun)

Dari sekian pedagang yang diwawancari, tidak ada satupun dari mereka yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang seharusnya dimiliki oleh pedagang selaku pelaku usaha guna melindungi usahanya.

2. Wawancara dengan petugas Kantor Pelayana Terpadu Perizinan (KPTP)

Hasil wawancara dengan petugas di Kantor Pelayana Terpadu Perizinan (KPTP), dilakukan pada hari selasa, 17 januari 2017. Penulis mewawancarai dua orang petugas KPTP yaitu pembuat SIUP dan teknisi lapangan yang bertugas mengontrol para pelaku usaha yang belum memiliki SIUP. Berdasarkan hasil wawancara selama ini pihak KPTP belum pernah memberikan SIUP kepada pedagang pakaian bekas dan pihak KPTP juga tidak dapat mengeluarkan SIUP karena jenis barang yang diperdagangkan melanggar ketentuan Perundang-Undangan dan pakaian bekas masuk dalam kategori pakaian tidak bersih.

Berdasarkan temuan dilapangan walaupun banyak pelaku usaha pakaian bekas tidak memiliki SIUP tetapi usaha mereka masih berjalan dengan baik. Tidak pernah ada sanksi yang diberikan kepada para penjual pakaian bekas walaupun usaha mereka termasuk dalam kategori perdagangan illegal.

3. Wawancara dengan pembeli

Para pembeli pakaian bekas yang berada di pangkalan Bun sangat bervariasi, mulai dari mahasiswa, ibu rumah, pegawai dan buruh. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 16 Januari 2017, alasan konsumen tetap membeli pakaian bekas adalah harga pakaian yang murah dan pakaian yang dijual biasanya merupakan merk terkenal. Salah satu strategi yang dilakukan oleh para konsumen sebelum menggunakan pakaian tersebut biasanya pakaian akan dicuci dan direbus terlebih dahulu.

3. Kendala-kendala yang Dihadap Dalam Upaya Penanganan Penjualan Pakaian Bekas di Pangkalan Bun

Guna menemukan kendala-kendala yang dihadapi oleh dinas terkait dalam upaya penanganan penjualan pakaian bekas di area Pangkalan Bun maka penulis melakukan proses wawancara dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah Kotawaringin Barat, dinas Bea dan Cukai serta Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran. Beikut merupakan hasil wawancara yang telah dilakukan;

(5)

109 Proses wawancara dilakukan pada tanggal 17 januari 2017 dengan Ibu Tuti Alawiyah yang menjabat sebagai Petugas Pengawas Barang Dagang dan Jasa. Beliau mengatakan bahwa pihak dinas telah melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan perdagangan pakaian bekas pada pelaku usaha atau pedagang pakaian bekas di Pangkalan Bun pada tahun 2015 lalu. Kewenangan dari dinas perdagangan ini hanya sebatas pada pembinaan dan pengawasan terhadap semua barang yang beredar. Penertiban yang sehararusnya dilakukan kepada penjual pakain bekas bukan wewenang dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah.

Berdasarkan hasil di lapangan ditemukan bahwa di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, tidak melakukan tindakan hukum yang tegas terhadap perdagangan pakaian bekas impor di Pangkalan Bun. Sesuai dengan undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pasal 100 butir 1, Menteri menunjuk petugas pengawas dibidang Perdagangan. Petugas pengawas dibidang Perdagangan dalam melaksanakan pengawasan harus membawa surat tugas yang sah dan resmi. Dalam melaksanakan kewenangannya, Petugas harus melakukan pengawasan salah satunya terhadap perdagangan barang yang dilarang. Jika Petugas Pengawas menemukan dugaan pelanggaran kegiatan dibidang Perdagangan, maka dapat melakukan:

a. merekomendasikan penarikan barang dari distribusi dan/atau pemusnahan Barang; b. merekomendasikan penghentian kegiatan usaha Perdagangan; atau

c. merekomendasikan pencabutan perizinan di bidang Perdagangan.

Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang seharusnya menjadi pihak pengawas penjualan yang dilakukan oleh pedagang pakaian bekas impor ini, sampai saat ini yang dilakukan hanya sebatas pembinaan dan pengawasan saja dan tidak melakukan rekomendasi penghentian kegiatan usaha perdagangan kepada pihak penegak hukum. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukannya adalah sebatas pada pemberitahuan kepada pedagang pakaian bekas impor ini bahwa, barang yang diperdagangkan adalah ilegal dan melanggar ketentuan Undang-Undang.

2) Wawancara dengan dinas Bea dan Cukai

Wawancara dilaksanakan pada tanggal tanggal 18 Januari 2017 dengan Seksi Penindakan dan Penyidikan yaitu Bapak Syahril. Beliau mengatakan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015, pihak Bea dan Cukai sudah melakukan tindakan terhadap PERMENDAG ini, salah satu fungsi Bea dan Cukai sebagai Community Protector yakni melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang lartas (Barang yang dilarang/dibatasi ekspor/impornya) termasuk ballpress/pakaian bekas. Bea dan Cukai sudah melakukan patroli laut dan darat terkait pemasukan ballpress/pakaian bekas dari Malaysia ke Indonesia.

Letak geografis di Pangkalan Bun yang berada ditengah, sampai saat ini tidak ada pakaian bekas impor atau biasa disebut dengan ball press masuk ke wilayah Pangkalan Bun langsung dari luar negeri, biasanya pakaian bekas yang datang itu adalah dari domestik atau lokal, ini adalah bukan kewenangan dari Bea dan Cukai, Bea dan Cukai hanya menangani barang yang diekspor atau diimpor. Pakaian bekas tersebut memang berasal dari luar negeri, tetapi ketika masuk ke wilayah Pangkalan Bun, pakaian tersebut tidak langsung diimpor dari luar negeri, bisa saja didatangkan misalnya dari Surabaya, terkait hal ini pihak Bea dan Cukai sudah pernah melakukan pengawasan terhadap kondisi di lapangannya. Apabila ada`pakaian bekas impor yang diimpor langsung dari luar negeri ke Pangkalan Bun, pihak Bea dan Cukai akan langsung menindak kasus ini.

Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Bea dan Cukai untuk mengurangi atau memberantas barang-barang yang dilarang ekspor/impor menurut Perundang-undangan:

a. Melakukan sosialisasi kepada importir dan eksportir terkait tata cara impor/ekspor b. Melakukan patroli darat dan laut

c. Menegakkan hukum dan memberi sanksi seadil-adilnya sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

(6)

a. Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran;

b. Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang kondusif dengan memperlancar logistik impor dan ekspor melalui penyederhanaan prosedur kepabeanan dan cukai serta penerapan sistem manajemen risiko yang handal;

c. Melindungi masyarakat, industri dalam negeri, dan kepentingan nasional melalui pengawasan dan/atau pencegahan masuknya barang impor dan keluarnya barang ekspor yang berdampak negatif dan berbahaya yang dilarang dan/atau dibatasi oleh regulasi;

d. Melakukan pengawasan kegiatan impor, ekspor dan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai lainnya secara efektif dan efisien melalui penerapan sistem manajemen risiko yang handal, intelijen, dan penyidikan yang kuat, serta penindakan yang tegas dan audit kepabeanan dan cukai yang tepat;

e. Membatasi, mengawasi, dan/atau mengendalikan produksi, peredaran dan konsumsi barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik dapat membahayakan kesehatan, lingkungan, ketertiban, dan keamanan masyarakat melalui instrumen cukai yang memperhatikan aspek keadilan dan keseimbangan; dan

f. Mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk bea masuk, bea keluar, dan cukai guna menunjang pembangunan nasional.

3) Wawancara dengan Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran

Wawancara dilaksanakan pada tanggal tanggal 19 Januari 2017 dengan Kabid Penegakan PERDA Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran (SATPOL PP dan DAMKAR) Bapak Mustawan Lutfi. Beliau mengatakan tugas dan wewenang dari Dinas ini adalah melaksanakan/menegakkan PERDA, PERGUB, PERBUB, dan ketentuan Perundang-Undangan lainnya, terkait dengan penjualan pakaian bekas yang berada di wilayah Pangkalan Bun, sampai saat ini dinas ini belum melakukan tindakan, ataupun mendapatkan koordinasi penertiban dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.

Dinas SATPOL PP dan DAMKAR mempunyai kewenangan dalam penertiban terkait dalam perdagangan pakaian bekas impor ini apabila ada pelimpahan berkas, laporan dan permintaan dari dinas perdagangan. Bisa saja dilakukan penertiban terhadap pedagang penjual pakaian bekas ini atas inisiatif sendiri tetapi nantinya akan terjadi tumpang tindih tanggung jawab dengan pihak Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, mengingat posisi dari dinas SATPOL PP dan DAMKAR adalah sebagai dinas kedua atas masalah ini. Dinas akan melakukan tindakan penertiban apabila ada koordinasi atau rekomendasi dari dinas bagian pengawas perdagangan. Tidak adanya koordinasi dan rekomendasi sampai saat ini, membuat pihaknya tidak bisa melakukan upaya penutupan dan penertiban kepada pedagang-pedagang pakaian bekas impor ini.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan yang telah disusun dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Toko pakaian bekas impor di Pangkalan Bun tidak memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau ilegal karena melanggar ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan No 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.

(7)

111 Daftar Pustaka

Amir, M.S. (2010). Strategi Memasuki Pasar Impor. Ppm Managemen. Bandung

Burhanuddin. (2013). Prosedur Hukum Pengurusan Bea dan Cukai. Yustisia. Yogyakarta Kansil, C.S.T. (2006). Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta Timur Muhammad, Abdulkadir. (2010). Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung

Ratminto,Winarsih Septi Atik. (2015). Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual,

Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Salim., HS. (2003). Pengantar Hukum Perdata Tertulis. Sinar Grafika. Jakarta

Shidarta. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen. Grasindo. Jakarta

Surjadi. (2009). Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Refika Aditama. Bandung

Sutedi, Adrian. (2014). Hukum Ekspor Impor. Penerbit Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Group). Jakarta Timur

Wibawa, Fahmi. (2007). Panduan Praktis Perizinan Usaha Terpadu. Grasindo. Jakarta

Widjaja, Gunawan, dan Ahmad Yani. (2000). Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Widjaja, Gunawan (2000). Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Zaeni, Asyhadie. (2012). Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta Zainal, Asikin. (2014). Hukum Dagang. Rajawali Pers. Jakarta

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER /7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas

Peraturan Meteri Perdagangan Nomor 48 tahun 2015 tentang Ketentuan Umum Bidang Impor

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-DAG/PER/2009 tentang ketentuan umum dibidang impor

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 127/M-DAG/PER 12/2015 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru

Peraturan Bupati Kotawaringin Barat Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Restribusi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Nomor 15 Tahun 2007.

Internet

http://www.ilmusiana.com/2015/07/kebutuhan-primer-pengertian-dan-contoh.html, diakses pada tanggal 7 Desember 2015

http://www.antaranews.com/berita/478146/pakaian-impor-bekas-terbukti-mengandung-bakteri, diakses pada tanggal 29 Desember 2016

http://beacukaibatam.net/index.php?option=com_content&view=article&id=139&Itemid=107&showa ll=1, diakses pada tanggal 19 Januari 2017

http://thelawdictionary.org/, diakses pada tanggal 9 Desember 2017 http://www.pengertianku.net/, diakses pada tanggal 9 Desember 2017

http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2016/06/20/analisis-kebijakan-impor-1466384948.pdf, diakses pada tanggal 18 Januari 2017

www.kemendag.go.id/files/print.php?kategori=ODc0MzA0ODIx diakses pada tanggal 11 Januari 2017

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam aktivitasnya pelayanan perizinan pemberangkatan transmigrasi pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus belum menerapkan sistem komputerisasi

Teaching English as a Foreign or Second Language: a Lecturer self-development and Methodology Guide.. Michigan: the University

Seperti yang tercantum dalam versi Lovasz yang diusulkan oleh banyak orang, Lovasz awalnya dipahami sebagai kasus khusus dari yang lain, maka masalah di teori graph yang meminta

Pelaksanaan survei topografi ini dilakukan dengan kaidah pengukuran yang umum digunakan pada perencanaan jaringan jalan dan utilitas.. Hasil pengukuran dan pemrosesan

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pemberian perasan S.crassifolium berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan tidak berpengaruh terhadap jumlah daun, berat basah dan berat

In the lower group, the abstract reasoning of students was still in phase of quantitative thinking (concrete) with the achievement of SOLO taxonomy was at uni-structural level

Dalam sebuah rencana bayaran kompetitif pasar, kompensasi suatu pekerjaan mencerminkan nilai pekerjaan tersebut dalam perusahaan, serta berapa yang dibayarkan pemberi kerja