BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Persaingan usaha yang semakin keras menuntut perusahaan untuk semakin
meningkatkan nilai perusahaannya. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat
penting bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan
berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan
tujuan utama perusahaan. Menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan
nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Situasi
tersebut menuntut perusahaan untuk dapat melakukan pengelolaan fungsi-fungsi
manajemen baik di bidang keuangan, pemasaran, produksi, operasional, dan
sumber daya manusia agar memiliki keunggulan dalam persaingan usaha.
Pengelolaan fungsi-fungsi manajemen tersebut bermuara pada fungsi keuangan
tepatnya pada fungsi kegiatan pemebelanjaan perusahaan. Suatu keputusan yang
diambil manajer dalam suatu kegiatan pembelanjaan perusahaan harus
dipertimbangkan secara teliti mengenai sifat dan biaya dari sumber dana yang
dipilih. Masing-masing sumber dana memiliki konsekuensi keuangan yang
berbeda. Sumber dana perusahaan berada pada sisi pasiva neraca, mulai dari
hutang dagang hingga laba ditahan. Seluruh perkiraan tersebut lebih dikenal
dengan nama struktur keuangan (Riyanto, 2001).
Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham meningkat. Semakin tinggi harga saham sebuah
(EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan
secara keseluruhan (Nurlela, 2008). Menurut Nurlela (2008) menyebutkan
bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli jika perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan merupakan cerminan
dari penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan.
Industri manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di
sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat
digunakan untuk melihat perkembangan secara nasional di negara itu.
Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang
dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Perkembangan industri
manufaktur di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan
yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya
industri manukfaktur lebih sering terlihat merosot (Nurlela, 2008).
Industri manufaktur merupakan industri yang mendominasi
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Banyaknya perusahaan-perusahaan
dalam industri manufaktur dengan kondisi perekonomian saat ini telah
menciptakan suatu persaingan antar perusahaan manufaktur. Persaingan membuat
setiap perusahaan manufaktur berusaha meningkatkan kinerja perusahaan untuk
mencapai tujuan seperti memperoleh laba yang tinggi. Upaya mengantisipasi
kondisi tersebut, maka manajer keuangan perusahaan harus berhati-hati dalam
menetapkan struktur modal perusahaan. Dengan adanya perencanaan yang matang
nilai perusahaan dan lebih unggul dalam menghadapi persaingan bisnis. Salah satu
upaya perusahaan untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja
perusahaannya adalah mengukur kemampuan struktur modal dalam
mempengaruhi tingkat profitabilitas perusahaan (Sartono, 2001).
Tujuan utama perusahaan manufaktur adalah meningkatkan nilai
perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham
(Wahidahwati, 2002). Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai
buku perusahaan dari ekuitasnya. Nilai buku merupakan nilai dari kekayaan,
hutang, dan ekuitas perusahaan berdasarkan pencatatan historis. Sedangkan nilai
pasar merupakan presepsi pasar yang berasal dari investor, kreditur, dan
stakeholder lain terhadap kondisi perusahaan dan biasanya tercermin pada nilai pasar saham perusahaan. Selain itu, nilai pasar bisa menjadi ukuran nilai
perusahaan. Suatu perusahaan dikatakan memiliki nilai yang baik jika kinerja
perusahaannya juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya.
Jika harga saham perusahaan tinggi maka dapat disimpulkan bahwa nilai
perusahaan tersebut juga baik, nilai perusahaan dapat di tingkatkan dengan
meningkatkan kinerja perusahaan.
Sumber dana perusahaan manufaktur dari internal berasal dari laba ditahan
dan depresiasi. Sumber dana eksternal perusahaan manufaktur berasal dari
kreditur pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari para kreditur merupakan
hutang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik perusahaan
manufaktur merupakan modal sendiri. Tujuan perusahaan manufaktur dalam
biaya ekuitas perusahaan. Penggunaan kebijakan hutang bisa digunakan untuk
menciptakan nilai perusahaan yang diinginkan, namun kebijakan hutang juga
tergantung dari pertumbuhan perusahaan yang juga terkait dengan ukuran
perusahaan, artinya perusahaan yang besar dan memiliki tingkat pertumbuhan
perusahaan yang baik relatif lebih mudah untuk mengakses ke pasar modal.
Kemudahan ini mengindikasikan bahwa perusahaan besar relatif mudah
memenuhi sumber dana dari hutang melalui pasar modal, perusahaan yang
memiliki tingkat pertumbuhan perusahaan yang baik menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk membayar bunga hutang jika menggunakan hutang untuk
menjalankan operasional perusahaan tersebut (Sutrisno, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan manufaktur
dalam mengembangkan bisnis perusahaan dapat dilihat dari berbagai faktor
seperti: Earning Per Share, Return On Equity, Net Profit Margin, Ukuran Perusahaan, Debt to equity ratio, Net Cash Flow, Dividend payout ratio, Return On Assets dan Kepemilikan manajerial.
Earning Per Share (EPS) atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar saham yang mampu diraih perusahaan pada
saat menjalankan operasinya. Laba per lembar saham atau Earning Per Share
diperoleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham dibagi dengan jumlah
rata-rata saham yang beredar. Jadi, Earning Per Share digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui tingkat profitabilitas sebuah perusahaan.
Tingkat pengembalian yang merupakan nilai dari sebuah perusahaan
Earning Per Share merupakan nilai dari laba yang tersedia bagi pemegang saham, yaitu laba bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Semakin tinggi nilai
Earning Per Share hal ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin sehat dan akan menjadi faktor yang memotivasi para investor untuk menginvestasikan
dananya ke perusahaan (Walsh, 2004).
Return on Equity (ROE) menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari aktivitas usahanya. Jika tingkat laba perusahaan
semakin tinggi maka akan berdampak pada meningkatnya modal sendiri (dengan
asumsi sebagian besar laba yang diperoleh ditanamkan kembali ke dalam modal
perusahaan dalam bentuk laba yang yang ditahan) (Martono dan Harjito, 2005).
Net Profit Margin (NPM) sebagaiperbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar Net Profit Margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio Net Profit Margin
menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap
penjualan. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih
menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara
cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar
bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko (Darsono,
2005).
Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan
tumbuhnya suatu perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dalam
meningkatkan kemakmuran perusahaan. Sedangkan stuktur kepemilikan yang
terkonsentrasi pada segelintir pemegang saham saja (concentrated ownership) akan mempermudah pemegang saham untuk mengkontrol pihak manajemen
perusahaan serta mengurangi kemungkinan terjadinya konflik kepentingan yang
terjadi antara pemegang sahamdan manajemen perusahaan.
Ukuran perusahaan mencerminkan besarnya lingkup atau luas perusahaan
dalam menjalankan operasinya. Semakin besar perusahaan, maka semakin banyak
transaksi yang terjadi di dalamnya. Hal ini mengakibatkan semakin banyak jumlah
sampel yang harus diambil dan semakin luasnya prosedur audit yang dilakukan.
Perusahaan besar cenderung lebih cepat dalam menyampaikan laporan keuangan
yang telah diaudit kepada publik dibanding perusahaan kecil. Perusahaan besar
pada umumnya telah memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik
sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya. Di samping itu,
perusahaan besar juga memiliki alokasi dana yang lebih besar untuk membayar
biaya audit (audit fee)(Solfida, 2008).
Penentuan proporsi hutang dan modal sendiri dalam penggunaannya
sebagai sumber dana perusahaan berkaitan erat dengan struktur modal. Usaha
untuk meningkatkan nilai perusahaan berkaitan erat dengan penentuan struktur
modal optimal yang dilakukan oleh manajemen dan pemegang saham
demikian sebaliknya. Tingginya rasio Debt to Equity Ratio menunjukkan bahwa pendanaan yang berasal dari hutang besar. Investor cenderung lebih tertarik pada
tingkat Debt to Equity Ratio tertentu yang besarnya kurang dari satu, jika besarnya rasio Debt to Equity Ratio lebih dari satu mengindikasikan risiko perusahaan tinggi karena penggunaan hutangnya tinggi. Oleh karena itu perusahaan akan
berusaha agar tingkat Debt to Equity Ratio yang dimiliki tidak lebih dari satu dalam struktur pendanaannya (Brigham dan Houston, 2006).
Informasi arus kas bersih (Net Cash Flow) berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan
memungkinkan para pemakai mengembangkan model untuk menilai dan
membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flow) dari berbagai perusahaan. Informasi tersebut juga meningkatkan daya banding
pelaporan kinerja operasi berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh
penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa
yang sama. Kebanyakan pendukung dari akuntansi arus kas merasa bahwa
masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi aktiva dan penentuan laba
sangat berat sehingga perusahaan membenarkan adanya derivasi sistem akuntansi
terpisah dan mengusulkan dimasukkannya laporan arus kas yang komprehensif
dalam laporan perusahaan (Sutrisno, 2010).
Laporan arus kas banyak digunakan sebagai alat-alat untuk menentukan
kesehatan financial perusahaan. Secara umum sumber pemasukan kas meliputi laba bersih, penurunan aktiva, peningkatan utang, dan peningkatan modal saham.
evaluasi terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas
serta kepastian perolehannya.
Dividend Payout Ratio (DPR) adalah rasio yang berkaitan dengan jumlah dividen yang dibagikan terhadap laba setelah pajak perusahaan yang
menghasilkan presentase pembayaran laba kepada pemegang Return On Asset, Return On Equity, Resiko Sistematik, Earning per Share, Debt to Equity Ratio, Dividend Payout. Semakin banyak dividen yang dibayarkan maka akan mengakibatkan Dividen Payout Ratio akan meningkat, dengan meningkatnya dividen maka akan meningkatnya nilai perusahaan (Detiana, 2011).
Return on Asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan
aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Menurut Tandelilin (2001)
menyatakan bahwa besarnya tingkat pengembalian perusahan dapat dilihat
melalui besar kecilnya laba perusahaan tersebut. Jika laba perusahaan tinggi maka
tingkat pengembalian investasi perusahaan akan tinggi sehingga para investor
akan tertarik untuk membeli saham tersebut, sehingga harga saham tersebut akan
mengalami kenaikan. Tingkat profitabilitas Return on Asset mempengaruhi harga saham suatu perusahaan. Apabila tingkat Return on Asset yang dihasilkan tinggi maka harga saham pun akan tinggi atau mengalami kenaikan (Gunawan, 2003).
Kepemilikan manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang
dibayarkan pada pemegang saham rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan
manajer memiliki harapan investasi di masa mendatang yang dibiayai dari sumber
investor dan shareholder dispersion dapat mengurangi agency cost karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang berguna mendukung keberadaan manajemen atau sebaliknya (Gideon, 2005).
Fenomena yang menarik untuk dibicarakan berkaitan dengan isu naik
turunnya nilai perusahaan itu sendiri. Krisis ekonomi global yang terjadi pada
tahun 2008 berdampak terhadap pasar modal Indonesia yang tercermin dari
terkoreksi turunnya harga saham hingga 40–60 persen dari posisi awal tahun 2008
(Kompas, 25 November 2008), yang disebabkan oleh aksi melepas saham oleh
investor asing yang membutuhkan likuiditas dan diperparah dengan aksi
“ikut-ikutan” dari investor domestik yang ramai-ramai melepas sahamnya. Kondisi
tersebut secara umum mempengaruhi nilai perusahaan karena nilai perusahaan itu
sendiri jika diamati melalui kemakmuran pemegang saham yang dapat diukur
melalui harga saham perusahaan di pasar modal. Index harga saham gabungan
yang terkoreksi dari 1.757,258 pada awal Januari 2007 melemah ke basis point
1.256,704 pada awal September 2008 (Kompas, 25 November 2008). Hal ini juga
tercermin dari banyaknya perusahaan yang mengalami penurunan laba sampai
dengan mengalami kerugian sehingga menimbulkan pemutusan hubungan kerja
(PHK).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Dengan
Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan
Manufaktur Dalam Sektor Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian sebelumnya, peneliti
mengemukakan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah Earning Per Share, Return On Equity, Net Profit Margin, Ukuran Perusahaan, Debt Equity Ratio, Net Cash Flow, Dividend payout Ratio dan
Return On Assets berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur dalam sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah Earning Per Share, Return On Equity, Net Cash Flow, Dividend payout Ratio dan Net Profit Margin sebagai hasil uji faktor berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang
dalam sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
3. Apakah Kepemilikan manajerial merupakan variabel moderating yang
memperkuat atau memperlemah hubungan antara Earning Per Share, Return On Equity, Net Cash Flow, Dividend payout Ratio dan Net Profit Margin dan Nilai Perusahaan pada perusahaan Manufaktur dalam sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Nilai Perusahaan pada perusahaan manufaktur dalam sektor barang
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk menguji pengaruh Earning Per Share, Return On Equity, Net Cash Flow, Dividend payout Ratio dan Net Profit Margin secara simultan dan parsial terhadap Nilai perusahaan pada perusahaan
Manufaktur dalam sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
3. Untuk menguji apakah variabel Kepemilikan manajerial merupakan
variabel moderating yang memperkuat atau memperlemah hubungan
antara Earning Per Share, Return On Equity, Net Cash Flow, Dividend payout Ratio dan Net Profit Margin terhadap nilai perusahaan pada perusahaan Manufaktur dalam sektor barang konsumsi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
pengaruh Earning Per Share, Return On Equity, Net Cash Flow, Dividend payout Ratio dan Net Profit Margin terhadap Nilai perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
2. Bagi perusahaan penelitian ini diharapkan memberikan informasi terutama
manajer keuangan untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
Flow, Dividend payout Ratio dan Net Profit Margin terhadap Nilai perusahaan.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melengkapi temuan empiris yang
sudah ada dibidang akuntansi untuk kemajuan dan pengembangan ilmiah
pada masa akan datang dan memperkaya khasanah keilmuan pada
umumnya.
4. Bagi calon investor diharapkan untuk memberikan informasi bagi calon
investor sebelum melakukan investasi pada perusahan manufaktur.
1.5 Originalitas
Penelitian ini adalah replikasi dari penelitian Mahendra (2012) yang
berjudul ”Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan
Manufaktur di BEI”. Hasil penelitian menunjukkan DER berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, Sedangkan ROE dan berpengaruh
positif signifikan terhadap nilai perusahaan, CR berpengaruh positif tidak
signifikan Dan kebijakan dividen tidak mampu secara signifikan memoderasi
pengaruh ROE dan DER terhadap Nilai Perusahaan. Beda penelitian ini dengan
penelitian Mahendra (2012) adalah :
1. Variabel independen penelitian Mahendra (2012) adalah Return On Equity,
2. Variabel moderating penelitian Mahendra (2012) adalah Dividend Payout Ratio, Sedangkan penelitian ini menambah variabel moderating yaitu kepemilikan manajerial.
3. Periode penelitian terdahulu memiliki batasan pengambilan data dalam kurun
waktu 2006-2009, sedangkan periode penelitian ini dalam kurun waktu
2008-2011.
4. Penelitian terdahulu menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia, sedangkan penelitian ini menggunakan perusahaan
manufaktur dalam sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
5. Penelitian terdahulu tidak menggunakan uji faktor dalam penelitiannya,