DAMPAK NEGATIF PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI KOTA SEMARANG
PENDAHULUAN
Penduduk suatu negara atau daerah bisa didefinisikan sebagai kumpulan manusia yang
menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Penduduk merupakan salah faktor penting
perkembangan sebuah negara karena tanpa penduduk negara tidak akan terbentuk, sebab
penduduk merupakan faktor penting lainnya selain dari wilayah. Kita tahu bahwa
pertumbuhan atau pertambahan jumlah penduduk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain tingkat kelahiran dan urbanisasi. Kedua faktor ini yang kemudian menjadi salah
satu penyebab ketidakseimbangan laju pertumbuhan ekonomi dan sosial, ketidakseimbangan
tersebut dapat terjadi apabila angka laju pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah tidak
seimbang dengan angka laju pertumbuhan ekonomi dan sosial pada wilayah tersebut.
Pertumbuhan penduduk di suatu daerah di satu pihak merupakan modal pembangunan,
karena terdapat angkatan kerja sesuai perkembangan penduduk tersebut, sedangkan di lain
pihak akan menjadi beban pemerintah karena setiap jiwa akan membutuhkan kebutuhan
hidup, seperti sandang, pangan, penyediaan sarana dan prasarana serta lapangan kerja.
Prediksi Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan, pada tahun 2015
kelaparan akan menimpa sekitar 500 juta penduduk dunia karena produksi dikuasai oleh
negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang termasuk Indonesia, menjadi
konsumennya. Permasalahan ketahanan pangan dan kemiskinan yang masih melilit adalah
dua masalah krusial yang dihadapi bangsa ini dan jika dikaji lebih jauh, kedua masalah
tersebut memiliki keterkaitan yang secara simultan harus diatasi. Sehingga diperlukan suatu
desain kebijakan pangan yang koheren yang akan menggandeng strategi ketahanan pangan
dengan strategi pertumbuhan yang pada gilirannya akan menjangkau kaum miskin.
Kita tahu bahwa Kota Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah yang
mempunyai luas wilayah sebesar 373.70 km². Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah
penduduk Kota Semarang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Dilihat dari data,
pertumbuhan penduduk Kota Semarang terus mengalami peningkatan selama enam tahun
terakhir dari tahun 2010 sebesar 1.527.433 jiwa, tahun 2011 sebesar 1.544.358 jiwa, tahun
2012 sebesar 1.559.198 jiwa, tahun 2013 sebesar 1.572.105 jiwa, tahun 2014 sebesar
Jumlah penduduk Kota Semarang yang terus meningkat ini menuntut ketersediaan
sumber daya secara memadai dan berkelanjutan salah satunya adalah lahan produktif untuk
memenuhi kebutuhan pangan. Saat ini, wilayah pertanian di Kota Semarang hanya seluas
3.700 hektare yang tersebar di Kecamatan Mijen, Gunungpati, Ngaliyan, Genuk, Tugu, dan
Tembalang. Selain itu juga, lahan produktif di wilayah ini juga berpotensi menyusut sekitar 5
hingga 10 persen setiap tahunnya. Ketidakseimbangan pertumbuhan penduduk dengan
pertambahan produksi pangan sangat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup. Bila sumber
daya tak mencukupi untuk dikonsumsi, hal itu akan melahirkan kelangkaan yang mengarah
pada perebutan sumber daya di antara penduduk yang dapat memicu konflik. Ancaman
paling nyata adalah lahirnya masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, kelaparan,
kekumuhan, berkurangnya daya dukung lahan dan masalah-masalah sosial lainnya. Kondisi
tersebut sekarang sedang dialami Kota Semarang dimana garis kemiskinan di Kota Semarang
ini juga terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya dimana pada tahun 2012 sebesar
297.848 jiwa, tahun 2013 sebesar 328.271 jiwa, tahun 2014 sebesar 348.824 jiwa, tahun 2015
sebesar 368.477 jiwa.
Banyak para ahli telah berpendapat dengan masalah pertumbuhan penduduk ini.
Beberapa diantara mereka ada yang mendukung teori korelasi pertumbuhan penduduk dengan
pembangunan, namun ada juga sebagian dari yang mengasumsikan bahwa ini adalah
pembalikan fakta dari kegagalan ekonomi bangsa. Salah satunya adalah Teori Malthus yang
mengemukakan bahwa jumlah penduduk senantiasa bertambah banyak sedangkan
pertumbuhan produksi tidaklah banyak, sehingga salah satu solusi terbaik adalah dengan
melakukan pengendalian jumlah penduduk. Malthus khawatir terhadap dampak pertumbuhan
penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi walaupun sebenarnya bisa menjadi asumsi bahwa
pertambahan penduduk bisa memicu proses industrialisasi. Karena itu, pertumbuhan
penduduk benar-benar dianggap sebagai hambatan pembangunan ekonomi. Kondisi demikian
ini sekarang juga terjadi di Negara Indonesia khususnya di Kota Semarang ini.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka akan timbul pertanyaan bagaimana
PEMBAHASAN
Kita tahu bahwa manusia adalah mahluk hidup yang selalu berinteraksi dengan
lingkungannya. Interaksi tersebut akan terganggu apabila daya dukung yang tersedia bagi
manusia sudah mencapai ambang batas, tentunya hal ini akan mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan ekologi dikarenakan jumlah penduduk yang telah melebihi kapasitas
sehingga menyebabkan terjadinya dampak lingkungan dan dampak sosial bagi manusia itu
sendiri. Dampak lingkungan yang akan dialami apabila terjadinya ledakan penduduk adalah
makin berkurangnya lahan produksi pertanian atau dengan kata lain terkonversinya lahan
pertanian yang ada menjadi permukiman penduduk sehingga menurunnya produksi pangan.
Hal ini terjadi di Kota Semarang dimana ketersediaan lahan di Kota Semarang saat ini hanya
tersisa 3.700 hektare karena sebagian besar telah dijadikan pemukiman penduduk. Selain itu,
masalah lain yang dapat ditimbulkan adalah akan makin banyaknya pemukiman kumuh
dikarenakan daya dukung lahan yang digunakan untuk pemukiman menjadi berkurang, hal ini
juga akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius karena kurang layaknya lingkungan
dan sanitasi yang ada. Hal ini juga terjadi di Kota Semarang dimana pada bagian utara Kota
Semarang terdapat banyak pemukiman kumuh yang kurang mendapat perhatian dari
Pemerintah Kota Semarang. Dampak lain yang akan ditimbulkan yakni meningkatnya biaya
pembangunan kesehatan yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi masalah tersebut.
Semua permasalahan ini dikarenakan makin banyaknya penduduk di Kota Semarang maka
permintaan akan lahan di Kota Semarang juga akan semakin meningkat karena lahan atau
ruang tidak bertambah sedangkan yang bertambah adalah kegiatan penduduk yang
mendiaminya. Dampak sosial yang akan dialami adalah keterbatasan ruang, saling dempet,
himpit, rebut, dan kesemrawutan dimana hal ini terjadi karena kelebihan beban berbanding
searah dengan tekanan yang akan ditimbulkannya. Semakin besar kelebihan beban, maka
semakin tinggi tingkat tekanan. Tekanan berhubungan langsung dengan ketahanan
Keseimbangan antara tekanan dan ketahanan dapat menimbulkan kekuatan. Namun jika
tekanan melampaui batas ambang toleransi maka dapat menimbulkan sebuah keputusasaan
yang diwujudkan dalam bentuk berbagai macam kerawanan sosial seperti terjadinya konflik,
dan meningkatnya angka kriminalitas. Semua itu dikarenakan terbatasnya ketersediaan
berbagai sumber daya yang berbanding terbalik dengan jumlah pengguna dan pemakai.
Akibatnya untuk dapat bertahan hidup maka masyarakat akan melakukan berbagai macam
cara baik itu cara yang benar maupun yang salah.
Untuk keadaan di Kota Semarang ini dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1% dan
ketersediaan lahan hanya seluas 3.700 hektare yang hanya tersebar di Kecamatan Mijen,
Gunungpati, Ngaliyan, Genuk, Tugu, dan Tembalang, hal ini sangat tidak menguntungkan
karena pada Teori Malthus menghendaki produksi pangan harus melebihi dari pertumbuhan
penduduk untuk menganggap bahwa sebuah negara atau daerah aman dari krisis pangan,
sehingga berdasarkan pada teori ini dapat diprediksi bahwa suatu saat lahan pertanian di Kota
Semarang akan hilang karena adanya perkembangan yang pesat pada pembukaan dan
penggunaan lahan untuk pemukiman penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan pangan.
Selain itu juga, berdasarkan pada Teori Malthus pembatasan pertumbuhan penduduk
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu Preventive Check dan Positive Check, yang dimaksud
dengan preventive check adalah tindakan pencegahan yang dilakukan dengan menunda
perkawinan, pengguguran kandungan dan pengekangan diri atau moral restrain serta
penggunaan alat kontrasepsi.Sedangkan positive check adalah tindakan yang dilakukan lewat
proses kelahiran. Meskipun selama 3 tahun terakhir dilaporkan bahwa swasembada beras di
Kota Semarang dapat dicapai kembali, namun untuk jangka panjang masih menjadi
pertanyaan besar. Salah satu solusi dalam peningkatan produksi pangan adalah peningkatan
areal dan produktivitas. Meskipun hal tersebut telah dilakukan dengan berbagai strategi
namun data menunjukkan bahwa hal tersebut masih jauh dari harapan dimana masyarakat
miskin di Kota Semarang dari tahun ke tahun juga semakin meningkat. Penjelasan di atas
sebenarnya menggambarkan betapa lemahnya sistem ketahanan pangan nasional di negara
kita yang pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup besar. Terlebih
kondisi ini juga menjelaskan bahwa Ketahanan Pangan di Kota Semarang ini juga masih
rawan, karena produksi domestik yang dihasilkan hanya mampu menopang kebutuhan
pangan Kota Semarang sebesar 65,61% dari total kebutuhan seluruh masyarakat Kota
Semarang.
Permasalahan pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kota Semarang ini merupakan
pekerjaan rumah yang harus segera ditangani oleh pemerintah Kota Semarang sebelum
menjadi semakin kronis dan kompleks. Untuk menghadapi persoalan ini diperlukan perhatian
bersama bahwa kebijakan dan pengadaan pangan yang diberikan harus tepat sasaran dalam
mewujudkan pemenuhan pangan dan keberlangsungan hidup masyarakat. Selain itu, juga
perlu dilaksanakannya kembali kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengendalian
pertumbuhan penduduk yang pada masa orde baru pernah dilaksanakan yaitu Program
tidak kedengaran lagi gaungnya meskipun lembaga yang diberikan tanggung jawab untuk
mengurus program ini masih tetap ada.
PENUTUP
Permasalahan pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kota Semarang ini merupakan
pekerjaan rumah yang harus segera ditangani oleh Pemerintah Kota Semarang. Jumlah
penduduk yang semakin besar di Kota Semarang ini membawa sejumlah tantangan untuk
bekerja lebih keras dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, menciptakan
lapangan pekerjaan, menghilangkan kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan infrastruktur
serta memberikan pelayanan publik. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Kota
Semarang untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, seperti menggalakkan kembali
Program Keluarga Berencana yang sempat terhenti dan mulai dilaksanakan lagi pada tahun
2007, melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada semua aspek kehidupan baik itu pada
bidang pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur dan pemberian pelayanan publik sesuai
dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, Pemerintah Kota Semarang juga
harus memberikan perhatian khusus pada bidang pertanian dengan meningkatkan produksi
dalam negeri serta tidak berorientasi ekspor sebelum kebutuhan dalam negeri terpenuhi,
pemberdayaan petani serta diversifikasi produk pangan dengan mengembangkan benih lokal
dan pangan lokal. Begitupun juga pada bidang energi, perlu dilakukannya pengamanan
sumber energi nasional serta pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan,
menyediakan lahan untuk permukiman penduduk dan juga mengendalikan dampak
lingkungan yang akan timbul. Oleh karena itu, sangat beralasan kalau saat ini pemerintah
harus mendukung konsep pembangunan yang berwawasan kependudukan dan pengembangan
manajemen pertanian secara lebih komprehensif. Secara eksplisit program kebijakan
kependudukan sangat terkait dengan peningkatan kualitas, proses pengendalian pertumbuhan,
acuan untuk menyeimbangkan antara aspek kualitas dan kuantitas kependudukan, mobilisasi
penduduk secara global dan jaminan ketersediaan alam bagi peningkatan kesejahteraan,
termasuk juga akumulasi pembangunan pertanian-pangan untuk memacu hasil produksi
pangan secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Adioetomo. 2010. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Salemba Empat