• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pesantren dan Kesejahteraan karakter Bangsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pesantren dan Kesejahteraan karakter Bangsa"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Dakwah Menyeluruh: Pesantren dan Kesejahteraan Bangsa Oleh: Fikri Mahzumi

Jeda merupakan waktu yang baik ketika kita butuh penyegaran dari hiruk pikuk dan kegaduhan yang tengah terjadi atas bangsa dan negara ini. Oleh sebab konstelasi politik yang semakin sengit menyongsong agenda pemilihan kepala daerah di Indonesia, energi anak bangsa sudah cukup terkuras dan terbuang tanpa arah yang jelas. Utamanya tontonan yang sedang ditayangkan di Ibukota, Jakarta. Karena menjadi pusat pemerintahan, apapun yang terjadi di Jakarta akan dengan cepat menjadi pusat perhatian bagi publk di seluruh wilayah Indonesia, apalagi didukung oleh media-media mainstream yang kadang kita sangsikan netralitasnya, ditambah keterlibatan netizen di media sosial yang semakin keruh sudut pandangnya karena berbaur dengan hoax. Disamping prihatin, kitapun khawatir kondisi semacam ini akan semakin meretakkan persatuan dan menjauhkan bangsa ini dari cita-cita kesejahteraan yang diamanatkan oleh dasar-dasar negara yang sudah menjadi kensensus dan harga mati. Beranjak dari kemirisan akan kondisi yang selalu berulang seiring kontestasi pada momen-momen politik tahunan, kita sekarang mencoba untuk memikirkan kembali tujuan negara ini dibentuk. Bukankah sudah kita pahami bersama baik dari pembukaan Undan-undang Dasar ataupun Pancasila, bahwa secara jelas dinyatakan tujuan negara ini dibentuk untuk mencapai kesejahteraan tanpa pengecualian, artinya setiap warga negaranya harus diperhatikan dan diperjuangkan agar bisa sejahtera. Lalu pertanyaan yang klise muncul, sudahkah selama hampir 72 tahun setelah diproklamirkannya negara Indonesia yang kita banggakan bersama, tujuan itu terwujud? Jawabannya tentu tidak tunggal. Tapi, kita tidak sedang berdebat dalam hal ini, yang sedang kita upayakan bagaimana kesadaran tentang kesejahteraan bersama ini tidak kita tuntut sepenuhnya dari pemerintah. Melainkan sekecil apapun, apa yang sudah kita sumbangkan untuk mewujudkan kesejahteraan di Indonesia? Ini yang menjadi awal muhasabah.

(2)

Pesantren yang konsisten dalam arus pendidikan sudah tidak diragukan kontribusinya dalam mencerdaskan anak bangsa, meskipun sering tersisi dari perhatian penguasa. Sejak awal dikenalnya pesantren, lembaga ini sudah memancangkan pilar visinya sebagai pusat pengembangan keilmuan, khususnya bidang keislaman. Selain daripada itu, secara sirr (tanpa pamrih) pesantren sebenarnya juga konsisten memanggul beban tanggung jawab negara dalam menyejahterakan rakyat berupa kelompok masyarakat pesantren dan santri sebagai output dari sistem kaderisasi yang membentuk mata rantai dakwah menyeluruh (whole mission) di tengah masyarakat. Ulasan tentang kontribusi itu dapat dilacak melalui naskah akademik yang berjubal, baik terlahir dari tangan sarjana Tanah Air maupun Luar Negeri. Jihad kesejahteraan yang dipanggul oleh pesantren dalam dakwahnya menjadi topik untuk diulas dalam tulisan ini. Sebagian karya akademik yang mengakui peranan pesantren dalam berkontribusi mengemban tugas negara untuk memberdayakan rakyat dari semua lini kehidupan seperti J.F.B. Brumund (1857); Van den Berg (1910); C. Snouck Hurgronye (1924); Sartono Kartodirdjo (1966 and 1973); Anthony H. John (1972); Clifford Geertz (1968); M. Dawam Rahardjo (1973 and 1986); Zamakhsyari Dhofier (1982); Karel A. Steenbrink (1986); Mastuhu (1994); and Muhammad Iskandar (2001). Dalam karya-karya akademis yang disebutkan, pesantren dinilai telah memancangkan kiprah dan peranannya yang signifikan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan, juga mengisinya dengan aktivitas konkret untuk membimbing umat sekaligus mengarahkannya menuju kehidupan sejahtera melalui kekuatan kultural yang dimiliki.

Memahami Sejahtera

Sebelum jauh kita beranjak, kita cermati makna sejahtera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diartikan 'aman sentosa dan makmur' atau selamat. Bahasa Inggris menyebutnya welfare atau well being sebagai padanan kata dari istilah ini. Dalam bahasa Arab, terma sejahtera lebih dekat dengan kata khair meskipun makna yang ditunjukkan masih bersifat umum. Dari pengertian kebahasaan, kita beranjak ke pengertian istilah dengan merenungi makna kata khair dan kontektualisasinya dalam ayat al-Quran. Ada 170 ayat al-Quran yang didalamnya terdapat kata khair dengan setidaknya tujuh varian makna kontekstual daripadanya, yaitu: harta benda (al-mal), pangan (al-tha'am), keberdayaan (al-quwah), kepatuhan dan ketaatan (al-ibadah wa tha'ah), aman sentosa (husnul halah), pengutamaan (at-tafdhil), dan nama lain al-Quran.

(3)

menyejahterakan di kehidupan dunia dan akhirat, fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirah hasanah. Hasanah sinonim dari kata khair, jika dicari padanan dalam bahasa Indonesia, seperti baik dan kebaikan.

Pengertian bahasa terma sejahtera dan istilahnya dari sumber otoritatif yakni al-Quran, berlanjut ke diskursus filsafat. Penting diketahui, kesejahteraan menjadi topik penting dan menarik bagi para cendekia pandai sedari dulu, karena keyakinan mereka akan perubahan sosial yang niscaya terjadi sepanjang kehidupan manusia. Setiap individu pasti menginginkan sesuatu perubahan yang lebih baik dari aspek hidupnya. Keinginan menjadi lebih baik, atau terwujudnya khair (kebaikan) bagi dirinya searah dengan welfare dan well being yang sama pengertiannya dengan sejahtera. Kesadaran bahwa perubahan adalah keniscayaan, baik alamiah maupun secara sengaja (interventif) menjadi dasar postulat bagi teori-teori perubahan sosial. Jika Heraklitus menyatakan perubahan terjadi karena proses dialektis antar-individu, maka Plato meyakini perlu intervensi penguasa untuk sebuah perubahan yang terarah yang dikenal dengan teori utopia, sebuah cita-cita terciptanya tatanan masyarakat yang sempurna pada semua lini kehidupan.

Perdebatan antara perubahan alamiah dan sengaja (interventif) berlanjut di kalangan filosuf, termasuk Ibnu Khaldun yang mewariskan teori tamaddun yang disebut 'ilm 'umran, bahwa oleh sebab aktivitas manusialah perubahan terjadi dan terbentuk secara dinamis. Sementara Hegel dan Karl Marx terlibat perang dingin karena teori mereka, jika Hegel berpandangan terbentuknya sintesis -bentuk perubahan- merupakan proses tesis yang memunculkan antitesis pada wilayah ide. Sedangkan Marx meski dalam rel yang sama, tapi ia meyakini proses perubahan lebih ditentukan oleh materi, bukan pada wilayah ide. Perdebatan pada ranah konseptual tentang proses perubahan sosial juga menghadirkan sosok Adam Smith yang mengetengahkan suatu postulat, bahwa aktivitas ekonomi manusialah yang menjadi sumber perubahan.

Di atas kita sedang mencoba meresapi suatu proses perubahan yang mengarahkan pada terwujudnya masyarakat sejahtera, atau negara berkesejahteraan (welfare state) atau bahasa al-Quran, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Konsep-konsep tersebut penulis membaca searah dalam tujuan, yakni terwujudnya kebaikan yang tak memihak, atau terjadinya humanisasi bukan dehumanisasi karena kesejahteraan yang tidak merata. Tidak ada yang menolak gagasan terbentuknya negara yang sejahtera, kecuali memang suatu negara sedang sakit karena sedang dibelenggu sistem yang monopolistik dan dikuasai para penguasa tiran yang rakus. Dalam konteks Indonesia, negara ini sudah merumuskan dalam wujud landasan bernegara yang sevisi dengan konsep ideal sebagaimana termaktub dalam al-Quran.

Pesantren dan Visi Menyejahterakan

(4)

sumber-sumber primer Islam. Oleh karenanya, teks al-Quran dan hadis oleh subyek pesantren terus dihidupkan senafas dengan roh kekiniannya -salih li kulli al-zaman wa al-makan, sehingga dari teks suci tersebut terciptalah paradigma gerakan dakwah yang berdampak langsung bagi umat, berupa semangat menyejahterakan. Gerakan dakwah yang tidak hanya berdampak parsial, melainkan menyeluruh atau memberi sesuai dengan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Aksi dakwah yang parameter visi dan misinya tidak lain berpegang pada tercapainya kebaikan di dunia dan akhirat bagi setiap komponen dari umat -fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirah hasanan.

Cita-cita tercapainya welfare atau well being selaras dengan roh yang dibawa al-Quran untuk visi menyejahterakan. Posisi al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia (hudan li al-nas) melandasi segala sikap setiap pribadi muslim dalam menjalani kehidupan, sedangkan visinya secara tegas termaktub diantaranya memujudkan kebahagian di dunia dan akhirat. Maka tidak lain misi yang dikabarkan al-Quran ialah misi kemanusiaan. Selain itu, hadis yang menempati posisi kedua setelahnya menjadi bukti misi kenabian, dimana ditegaskan bahwa misi kenabian Muhammad SAW ialah moralisasi (innama bu'itstu li utammima makarim al-akhlaq) yang berarti bertujuan sama dengan semangat memperbaiki umat pada sikap dan prilaku. Simpulan yang bisa diambil ialah keseimbangan antara aspek materiil (lahir) dan spiritual (batin) merupakan wujud tercapainya sejahtera.

Sedangkan pesantren sebagai trasmiter visi al-Quran dan hadis sudah lama memahami peranannya pada konteks Indonesia. Misalnya pada sisi kemandirian, maka tidak ada lembaga di negara ini yang terbukti mampu dan tangguh menghadapi deras laju zaman selain pesantren. Kekhasannya karena ia mampu dengan kekuatan komunitas mencukupi kebutuhan mendasar yang wajib. Cara mengelola yang demikian ini dalam bahasa H.S. Dillion dalam An Indonesian Renaissance menyebutnya dengan people driven development, bagi Dillion hanya kekuatan rakyatlah yang dapat diharapkan mengeluarkan Indonesia dari tripetaka. Dan kekuatan itu dimiliki pesantren sejak lama. Kiai Sahal Mahfudz salah satu ulama NU yang menyadari potensi paradigmatik dan teologis yang dimiliki pesantren, sehingga ia tuangkan dalam karya akademisnya, Nuansa Fikih Sosial. Melalui paradigma fiqhiyyah, Kiai Sahal menawarkan solusi dalam mencapai kesejahteraan umat. Fikih baginya, tidak melulu berkaitan dengan ibadah individual, melainkan didalamnya memuat ibadah-ibadah sosial yang berbasis pada kemaslahatan bersama (maslahah mursalah). Misalnya pada aspek ekonomi, fikih menyediakan landasan yuridis tentang zakat, sedekah, wakaf dan sebagainya.

(5)

laboratorium fikih sosial yang ia gagas dan kembangkan sebagai bentuk sumbangsi mewakili pesantren untuk memikul beban negara dalam mensejahterakan rakyat dengan pendekatan people driven of development based on Islam. Kiai Sahal adalah figur dari banyak Kiai pesantren yang dengan ikhlas selain membimbing umat dalam urusan agama juga ikut perduli untuk mewujudkan Indonesia menjadi walfare state, terciptanya kesejahteraan bagi setiap warga negara yang berasas keadilan bukan ekonomi kapitalistik dan liberalistik yang mementingkan pemilik modal dan yang dekat dengan kekuasaan yang terbukti mendominasi hingga saat ini.

Sebagaimana makna kesejahteraan yang berarti terjaminnya hak mendasar hidup bagi individu manusia yang meliputi: ilmu pengetahuan, sosial, budaya, ekonomi, politik, kesehatan dan lingkungan. Apa yang diupayakan oleh pesantren paling tidak sudah memenuhi beberapa aspek kebutuhan mendasar manusia di Indonesia, ilmu pengetahuan yang paling mendominasi obyek dari dakwah pesantren, selain sosial dan budaya. Sedangkan pada aspek ekonomi dan politik, dewasa ini banyak pesantren mulai menyadari potensi ekonomi dan politik yang dimiliki, terutama pasca reformasi kelembagaan pemberdayaan ekonomi pesantren bersemai. Di Jawa Timur, pesantren Sidogiri, Pasuruan menjadi referensi dalam melihat gerak laju pesantren yang melibatkan diri dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat yang diikuti oleh beberapa pesantren lain. Sedangkan pada aspek politik, belum begitu signifikan yang terlihat justru dalam berdakwah dari aspek politik, pesantren malah terjebak pada arus praktis dan hanya menjadi instrumen saja. Padahal, dakwah politik ini tak kalah penting untuk diperjuangkan oleh pesantren dalam upaya jihad bernegara demi tujuan 'izzu al-islam wa al-muslimin.

MBM, Mambaus Sholihin dan Misi Sosial

Setelah mengenal dan menyelami kesejahteraan dari pengertian, keselarasan dengan visi teologis dalam al-Quran dan hadis, serta sepenggal gagasan Islam bergeraknya Kiai Sahal dalam spektrum fikih sosial, kita beranjak menuju visi yang sama dari upaya pesantren Mambaus Sholihin menggulirkan Markaz Bayt al-Mal (MBM) yang diinisiasi langsung oleh Romo Kiai Masbuhin. Penulis tidak tahu persis bagaimana awal terbentuknya, tapi diresmikannya MBM menjadi titik penegasan bagaimana kiai memberi teladan kedermawanan dan karakter social responsibility bagi santri, alumni dan muslim secara umum. Terkait hal itu, penulis ingat beberapa waktu lalu di tahun 2016 dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya bekerjasama dengan SILE Kanada dan Kementerian Agama, ICON-UCE (International Conference on University-Community Engagement) dalam upaya membumikan Tridharma Perguruan Tinggi yang berdampak langsung bagi masyarakat luas. Waktu itu, penulis menyajikan makalah dengan judul "Imatihan 'Amali: Service Learning Ala Mambaus Sholihin (Paradigma Kemanfaatan Bagi Individu Lain)".

(6)

Perguruan Tinggi tak ubahnya menara gading yang terasing dari realitas, produk-produk keilmuan yang dihasilkan masih jauh memberi sumbangsi bagi kesejahteraan masyarakat, padahal ilmu sejatinya diperhitungkan dari sisi kemanfaatannya bagi manusia. Maka dalam Islam, selalu didoktrinkan bahwa kemanfaatan ilmu merupakan nilai yang berharga bagi manusia, hanya ilmu manfaat yang mengalirkan balasan berupa pahala bagi manusia di kala ia telah meninggalkan dunia fana. Bermanfaat berarti berguna bagi individu manusia lainnya, semakin luas cakupan kegunaan suatu ilmu, bertambahlah nilai kemanfaatan darinya. Ini yang sedang disadari oleh akademisi lintas benua, tapi naifnya justru penggagas dan penggeraknya adalah bukan orang atau institusi muslim, ini bukan berarti menafikan peran muslim dan institusinya dalam hal ini. Tapi, fakta bahwa secara manajemen dan publikasi institusi non-muslim lebih mendominasi. Misal, service learning pendekatan belajar baru yang dielu-elukan di Perguruan Tinggi di banyak belahan dunia, dari telaah penulis sebenarnya rohnya sudah sejak awal ada di pesantren.

Imtihan 'amali, kegiatan tahunan pengabdian masyarakat yang sudah lama diadatkan di Mambaus Solihin, konsepnya sama dengan service learning. Namun, belum didukung dengan perangkat menajerial yang handal dan terukur. Mungkin ini sudah menjadi kekhasan pesantren yang lebih melihat sesuatu dengan sederhana dan tidak memperumit (yassiru wa la tu'assiru), mementingkan esensi dari eksistensi. Program ini lebih dekat dengan upaya dakwah menyejahterakan masyarakat meskipun terbatas pada bidang agama dan pendidikan. Paradigmanya sederhana, namun berdampak besar. Masyarakat pesantren sudah terdidik dengan patron bahwa sebaik-baik manusia adalah sebesar apa kemanfaatan darinya bagi lingkungannya (khair al-nas anfa'uhum li al-nas). Islam yang selalu dinamis dan bergeraklah yang sedang dimaksudkan oleh penulis dalam gagasannya tentang dakwah menyeluruh. Dengan kehadiran MBM, dapat dilihat arah baru dakwah yang ingin dikembangkan di Mambaus Sholihin. Dakwah yang tidak hanya menyentuh dimensi batin (ukhrawi), tapi juga dimensi lahir (dunyawi).

Belajar dari fakta bahwa lembaga yang mampu bertahan dari siklus alam; berdiri, berkembang dan runtuh tergantung bagaimana menejerial dari lembaga itu. Maka dengan keyakinan dan masa depan dakwah menyeluruh melintasi semua aspek hidup masyarakat, manajemen MBM harus bak gayung bersambut dalam menyikapi semangat holistik Romo Kiai Masbuhin dengan aksi-aksi konkret. Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk peta jalan (road map) dan rencana strategis pengembangan, kesadaran akan kekuatan internal lebih dulu ditumbuhkan, jaringan pesantren -Mambaus Sholihin- yang akhir ini semakin solid juga semestinya diperhatikan, baik santri, wali santri, alumni maupun masyarakat muslim dalam skala luas. Harapannya apabila sudah terbangun menejerial yang handal dan terbangunnya sinergi antara MBM, HIMAM dan masyarakat pesantren secara umum apa yang dirintis akan berdampak besar dan konsisten dalam waktu yang lama, insyallah.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/ remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka

Tirint se nalazi u peloponeskoj pokrajini Argolidi, u zaleđu grada NauphJona (sl. Argolida je poznata po najvećoj koncentraciji mikenskih cit~dela, i čini se daje

Aplikasi yang dirancang ini mendapatkan hasil yang baik dari pengguna melalui pembagian kuesioner dengan hasil 58% pengguna sangat setuju bahwa menu bantuan yang

Divisi Marketing , Kepala Program studi, Direktur admission , dan Pimpinan Telkom University merupakan beberapa pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan seleksi mahasiswa

Emisi gas rumah kaca dari tambang batubara difokuskan pada metana, karena gas ini merupakan emisi yang terlepas (fugitive) paling penting dari tambang batubara,

Dari beberapa definisi mengenai minat beli ulang diatas maka dapat disimpulkan bahwa “minat beli ulang merupakan kegiatan pembelian yang dilakukan konsumen setelah

Jenis sedimen pasir dan pasir lanauan banyak terdapat pada stasiun pengambilan sampel yang terletak di sekitar muara sungai sedangkan pada stasiun- stasiun pengambilan sampel

Operator XOR yaitu operator yang menghasilkan nilai jika salah satu ekspresi A atau B tetapi tidak keduanya bernilai true maka menghasilkan nilai true...