INVESTASI ASING
(Bentuk Fatamorgana Bisnis demi Upaya Penyelematan Kapitalisme Global) Oleh : Muhammad Haidar Ali, S.H.
Sebenarnya selama ini kita dan negara-negara berkembang lainnya telah
dibohongi. Dunia tidak seperti yang kita fikirkan, investasi tidak lebih dari sebuah
fatamorgana bisnis dari upaya penyelematan kapitalisme global oleh
negara-negara maju yang bingung karena tidak memiliki cukup banyak lahan untuk
melakukan investasi. Kebohongan ini berjalan mulus dengan cara mengagungkan
konsep Ekonomi Neoklasik yang dibawa oleh Keynes sebagai satu-satunya
konsep ekonomi terbaik dalam penyelenggaraan negara, yang menyatakan bahwa
jika negara berkembang ingin menjadi negara yang maju, maka negara tersebut
harus terbuka dan setuju atas investasi. Mungkin hal ini hanya akan menjadi
bahan tertawaan bagi para elit yang ada di negara-negara berkembang, akan tetapi
disini saya akan memaparkan secara jelas mengenai apa dan untuk apa investasi
itu harus ada.
Investasi diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimiliki dengan
menanamkannya ke usaha / proyek yang produktif baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan harapan selain mendapatkan pengembalian modal awalnya
di kemudian hari, tentunya pemilik modal juga mengharapkan keuntungan dari
penanaman modal yang dimaksud.1 Selain itu dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 25
Tahun 2007 tentang Penanaman modal menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan penanaman modal merupakan kegiatan menanam modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Berdasarkan pemaparan terkait
penjabaran investasi diatas, kita dapat bersepakat bahwa investasi merupakan
tindakan bisnis atau wirausaha, dengan modal (uang) sebagai kunci dalam
pergerakannya, maka semakin besar modal yang dimanfaatkan akan berimplikasi
pada keuntungan yang lebih besar pula, begitu juga sebaliknya.
Berfikir bahwa uang merupakan usaha satu-satunya dalam menjalankan
bisnis atau wirausaha merupakan pemikirin yang salah. Sebenarnya dalam
menjalankan bisnis atau wirausaha yang lebih penting daripada modal atau uang
itu sendiri adalah kepercayaan. Hal ini diperkuat dengan adanya banyak
pengusaha-pengusaha yang hari ini sedang mencicipi masa kejayaan usahanya,
yang padahal kebanyakan dari mereka dalam merintis atau memulai usahanya
bukan berasal pada modal atau uang yang mereka punya, akan tetapi berawal dari
kepercayaan dari orang lain yang mereka bangun. Seperti yang disampaikan oleh
salah satu pengusaha tersohor di Indonesia yakni Chairul Tanjung yang
menyatakan bahwa, “kuncinya usaha adalah kepercayaan. Modal paling utama
seorang pengusaha adalah kepercayaan. Jangan ciderai janji dan jaga
kepercayaan.”2 Selain itu ada cerita dari pengusaha lain yang mana pengusaha ini
merupakan salah dua pengusaha yang paling berpengaruh di dunia yakni Larry
Page dan Sergey Brin, mereka menceritakan bahwa dalam sejarah pembuatan
google, mereka tidak memiliki banyak uang, akan tetapi mereka dapat menarik
rasa kepercayaan dari orang lain untuk membantu usaha mereka, baik membantu
dalam bentuk jasa ataupun pengadaan barang.”3
Pada akhir abad ke-20 seluruh dunia telah terhubung sebagai rantai tempat
kerja yang mengerjakan pesanan dari korporasi multinasional, baik industri
manufaktur, jasa, maupun industri pertanian dan pertambangan. Terakhir sejak
munculnya pasar finansial, uang tidak lagi digunakan sebagai alat tukar saja
melainkan sudah menjadi komoditas atau suatu hal yang dijadikan barang utama
dalam perjualan. Uang sudah dapat diperdagangkan di lintas benua dalam jumlah
yang sangat besar, dalam kecepatan tinggi dan didukung oleh aneka macam
pelaku besar maupun kecil. Oleh karena itu, dalam penjalanan usaha yang baik
uang bukanlah menjadi hal yang utama.
Sekarang kita kembali kepada pengertian investasi tadi, selain unsur modal
(uang) disitu juga menyebutkan bahwa investasi merupakan kegiatan pemanfaatan
dana. Kegiatan pemanfaatan dana dapat kita analisis sebagai kegiatan seseorang
atau badan usaha dalam pengoptimalan dana yang ia miliki. Oleh karena itu bagi
orang atau badan usaha atau bahkan negara sekalipun yang tidak memiliki banyak
uang, tentunya tidak terlalu berpotensi dalam melakukan parktik investasi ini.
Singkatnya, investasi hanyalah kegiatan yang dapat dilakukan oleh orang-orang
yang terlalu banyak uang, dimana mereka ingin menjaga keutuhan uangnya atau
bahkan terus berusaha menambah uangnya dengan cara menanamkan uangnya di
usaha-usaha yang ada di dalam negeri maupun luar negeri.
Jika kita amati akhir-akhir ini, terutama pemerintahan periode sekarang,
investasi asing yang masuk pergerakannya sangat masif sekali terlebih
pemerintahan saat ini ingin menciptakan infrastuktur yang baik dalam skala besar
guna pembangunan nasional, oleh karena itu pemerintah benar-benar mencari cara
untuk menggenjot investor baik dalam negeri maupun asing agar mau
menanamkan saham atau modalnya ke Indonesia. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh pemerintah adalah menerevisi kebijakan ekonomi terkait Daftar
Negatif Indonesia (DNI) yang sebelumnya hanya membuka 40-60 persen bidang
usaha untuk asing menjadi 100 persen bidang usaha untuk asing.4
Daftar Negative Investasi (DNI) merupakan produk hukum yang
menciptakan kepastian hukum dan juga merupakan salah satu paket untuk
menarik investor dalam rangka penanaman modal di Indonesia. DNI merupakan
implementasi dari prinsip transparansi, agar investor dapat dengan mudah
mengetahui bidang-bidang usaha yang tertutup ataupun yang terbuka dengan
persyaratan yang dapat dimasuki oleh penanam modal asing. Daftar Negatif
Investasi pada tahun 2016 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden
(Perpres) No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal,
yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Mei 2016.5
Perkembangan investasi yang hadir di Indonesia tadi digawangi oleh para
pakar ekonom asli Indonesia yang banyak melanjutkan proses belajarnya di
4 https://economy.okezone.com/read/2016/02/17/20/1314424/daftar-35-bidang-usaha-yang-terbuka-100-untuk-asing, diakses pada tanggal 03 Januari 2018.
negara-negara maju seperti Amerika, Eropa dan Australia. Para pakar ekonom
Indonesia sepakat bahwa dengan negara melakukan praktik investasi, maka
negara dapat membangun perekomian nasional lebih cepat, hal ini merupakan
hasil didikan dari para dosen mereka yang mengutip dari text neoclasic. Bahkan
dengan sangat bangganya mereka ajarkan juga hal yang sama kepada anak
didiknya di kampus-kampus Indonesia. Lebih parah lagi, investasi yang
benar-benar diharapkan adalah dengan masuknya modal-modal dari pihak asing. Tidak
salah jika kemudian banyak dilakukan privatisasi atas aset-aset negara, terutama
di kuasai oleh pihak asing. Lahirnya UU Penanaman Modal tahun 2007
merupakan salah satu bukti anjuran ekonom neoklasik dengan jargon
investasinya. Dalam UU tersebut penguasaan asing terhadap aset yang berupa
lahan/tanah dapat dikuasai sampai 90 tahun, dibandingkan dengan culture stelsel
pada zaman pejajahan Belanda yang membolehkan penguasaan lahan oleh asing
sampai 70 tahun sungguh sangat keterlaluan.6
Sejenak mari kita menengok pada masa Orde Baru, dimana investasi asing
dijadikan sokongan utama dalam perekonomian nasional. Dalam pemerintahan
Orde Baru memang terkenal dengan majunya perkembangan infrasturkutur yang
ada di Indonesia dan hal itu karena banyaknya investor asing yang mulai
menanamkan modalnya ke Indonesia. Akan tetapi pada sekitar tahun 1997-1998
terjadi krisis ekonomi gobal yang mengakibatkan runtuhnya perekonomian dunia,
termasuk Indonesia. Perekonomian Indonesia yang saat itu disokong oleh
Indonesia semakin menjadi-jadi karena dengan mudahnya investor asing
mencabut dan memindahkan modalnya dari Indonesia ke negara lain atau kembali
ke negaranya sendiri.
Metode yang mereka (negara maju) gunakan agar negara berkembang mau
untuk melakukan kerjasama terkait investasi adalah dengan pencekokan konsep
good governance di setiap negara berkembang. Masalahnya ada pada definisi
Good Governance itu sendiri yang memiliki tuntutan kesesuaian dengan
Organization fo Economic Cooperation and Development (OECD) dan United
Nations Development Programs (UNDP). Good Governance berarti administrasi
yang sehat dan politik yang demokratis serta serangkaian keutamaan yang
non-ekonomis, seperti kesamaan, keseimbangan gender, menghormati hukum,
toleransi sosial, kultural dan individual. Perlu kita ketahui, dibalik deskripsi
tersebut sebenarnya terselip politik kaum neoliberal yang mengatakan bahwa
politik yang demokratis serta birokrasi yang ramping, efisien dan akuntabel itu
memerlukan perkembangan dalam pasar bebas. Ahli pembangunan yang beraliran
neoliberal memang percaya bahwa kegagalan pembangunan merupakan
konsekuensi langsung dari pemerintah yang otoriter dan governance yang
amburadul. Semuaya itu berakar dari konsentrasi kekuasaan ekonomi dan
kekuasaan politik secara berlebihan di tangan negara. Jadi tuntutan good
governance yang semula tampak indah dan netral menjadi sebuah tuntutan yang
bermuatan agenda neoliberal, yaitu menyingkirkan negara dari urusan ekonomi.
Indonesia dan negara bagian ketiga lain seharusnya sudah bisa
adanya investasi asing bukanlah untuk memajukan negara yang akan ditanami
investasi, akan tetapi hanya dijadikan media penyimpanan atau tabungan atas
uang negara-negara maju yang sampai hari ini masih mengalami kekurangan
tempat untuk berinvestasi. Penolakan negara berkembang terhadap investasi asing
yang berlebihan memang bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, meskipun
beberapa negara berkembang sampai saat ini masih menjadikan investasi asing
sebagai idola atas pembangunan negaranya. Memasuki awal abad ke-21,
pemimpin-pemimpin negara hanya mendengar lima kata kunci sebagai mantra
pembangunan negara mereka yaitu, pasar bebas, perdagangan bebas, pajak yang
rendah, privatisasi dan deregulasi. Setiap kali negara mencoba untuk mengindari
salah satu dari kelima mantra tersebut, maka akan diingatkan dengan Washington
Consensus atau jika mereka masih nekat untuk mengadakan kelima mantra
tersebut, mereka akan dicubit oleh polisi-polisi internasional seperti World Bank,
IMF dan WTO. Negara-negara maju biasanya akan berani langsung menegur
bahkan mengancam negara berkembang yang tidak menuruti hal itu.
Penerapan prinsip peduli pada dunia usaha mengharuskan pemerintahan
atau lembaga-lembaga yang ada di negara harus berusaha melayani semua pihak
yang berkepentingan. Dalam konteks praktik lapangan dunia usaha, pihak
korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good
governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya. Mengingat
bahwa prinsip di dalam konsep good governance merupakan satu kesatuan, maka
prinsip ini pun juga harus diadakan, akan tetapi realitanya praktik usaha
asing. Hal ini menjadi sebuah hal yang diwajarkan oleh pemerintah ataupun
swasta, karena investor asing memang memiliki modal yang lebih tinggi daripada
investor dalam negeri.
Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia akan menjadi sangat
bangga ketika mereka dapat meraup banyak investor, khususnya investor asing.
Akan tetapi lebih dalam daripada itu, keuntungan yang lebih bergelimpangan
terletak pada para investor asing itu sendiri, karena mereka memiliki tempat untuk
menabung uangnya lebih banyak dan jika suatu saat negara yang mereka tanami
modal mengalami krisis, para investor tadi dapat memindahkan modalnya ke
negara lain atau menarik modalnya kembali. Hal ini sejalan dengan konsep
kapitalisme global dimana perdagangan, industri dan alat-alat produksi
dikendalikan oleh swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi
pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih
keuntungan sebesar-besarnya. Dengan adanya prinsip tersebut pemerintah tidak
dapat melakukan intervensi pasar guna memperoleh keuntungan bersama, tetapi
intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan pribadi.7
Berdasarkan pemaparan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa, dengan
adanya investasi asing sebagai candu yang diberikan kepada negara-negara
berkembang, maka pemerintahan yang ada pada negara berkembang hanya akan
dijadikan sebagai alat untuk memudahkan akses paham neoliberal dalam
menjalankan bisnisnya. Paham neoliberal sangat tidak menghendaki negara untuk
ikut campur dalam urusan perkonomian, akan tetapi paham neoliberal
memanfaatkan pemerintahan negara untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
nantinya sesuai dengan harapan dari paham neoliberal. Dengan konsep good
governance sebagai senjata utamanya, para pemimpin negara saat ini memang
dipilih oleh rakyat, tetapi ketika mereka sudah menjabat dalam pemerintahannya,