• Tidak ada hasil yang ditemukan

pedagang kaki lima di bawah kaki pasar m

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pedagang kaki lima di bawah kaki pasar m"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Judul Penelitian

Pembelaan Kepada Pedagang Kaki Lima terhadap Dominasi Pemerintah Kota dan Pasar-pasar Modern : Studi Kritis di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

B. Latar Belakang

Kuatnya laju pertumbuhan ritel-ritel modern di Indonesia yang tidak dibarengi dengan perlindungan serius kepada pedagang kaki lima, secara kasat mata tentu menampakkan ketimpangan persaingan diantara keduanya. Sehingga menurut Managing Director Econit Advisory Group, yakni Hendri Saparini (dalam bataviase.co.id: 2010) mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan bisnis ritel paling liberal. Selain bebas menentukan lokasi untuk membuka gerai, keberadaan investor asing juga tidak diatur. Padahal di negara-negara maju yang notabene liberal sejati, seperti Inggris, Jepang, dan Korea Selatan itu ada pembatasan penguasaan asing di sektor ritel dengan penguasaan pangsa pasar hanya 1 hingga 3 persen saja, namun paradok di Indonesia yang mengaku sebagai negara dengan sistem ekonomi kerakyatan, tetapi penguasaan ritel asing hampir mencapai pangsa pasar di atas 13 persen.

(2)

Seiring berjalannya waktu, mungkin juga adanya perubahan masyarakat ke arah yang liberal dan konsumtif, kini fenomena menjamurnya ritel-ritel modern yang berdiri berada di pusat jantung kota hingga berekspansi sampai pelosok-pelosok desa dan kesemuanya mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Beberapa bentuk ritel-ritel modern itu menurut www.organisasi.org (dalam Arifardhanin.d., h. 90) diantaranya adalah: (1). Department Stores (contohnya seperti Matahari, Luwes, Centro, dan sebagainya); (2). Convenience Stores

(contohnya mini market Alfamart dan Indomaret); (3). Supermarket

(Contohnya Giant, Superindo); (9). Hipermarket (contohnya hipermarket Lotte Mart, Hypermart dan Carrefour). Fenomena merebaknya ritel-ritel modern sudah menghancurkan toko-toko kelontong atau pasar tradisional di sekitarnya, yang pada akhirnya menghancurkan perekonomian suatu regional karena uang tidak berputar di daerah tersebut. Pada kenyataannya, masyarakat sebagai konsumen lebih milih membelanjakan uang mereka di indomaret atau alfamart dan supermarket/hypermarket besar karena nyaman dan banyak yang lebih murah, lagi pula toko dan pasar tradisional biasanya tidak nyaman dan tidak lengkap. Dan akhirnya pasar dan toko tradisional bakalan mati, sehingga mematikan perekonomian suatu regional. Efeknya adalah perputaran uang di kalangan bawah menurun drastis, yang berarti meningkatkan angka kemiskinan yang berakibat kriminalitas, dan efek negatif lain dari kemiskinan.

(3)

mampu mendirikan usaha dagang mereka tanpa ada dominasi dari pasar-pasar modern dan juga desakan-desakan dari Pemerintah Kota Surakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa permasalahan Pedagang Kaki Lima di kecamatan Jebres dalam kaitannya dengan kebijakan Pemerintah Kota Surakarta ?

2. Apa permasalahan Pedagang Kaki Lima dalam kaitannya dengan keberadaan pasar-pasar modern di kecamatan Jebres ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dengan diadakan penelitian ini ialah :

1. Untuk mengetahui permasalahan Pedagang Kaki Lima di kecamatan Jebres dalam kaitannya dengan kebijakan Pemerintah Kota Surakarta. 2. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi Pedagang Kaki Lima

dalam kaitannya dengan keberadaan pasar-pasar modern di kecamatan Jebres.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dengan dilakukan penelitian ini ialah : 1. Manfaat Teoritis

a. Mengembangkan teori sosiologi terutama teori dari Antonio Gramsci mengenai teori hegemoni, dalam penelitian ini ialah Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Kota Surakarta,

Dengan diadakan penelitian ini diharapkan memberikan kesadaran kepada Pemerintah Kota Suarakarta dalam menentukan kebijakan terkait dengan keberadaan PKL agar lebih pro aktif kepada Pedagang Kaki Lima. Selain itu agar Pemerintah Kota Surakarta dapat memberikan batasan mengenai keberadaan pasar-pasar modern yang berada di Kota Surakarta.

(4)

Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran sekaligus memberikan dukungan kepada Pedagang Kaki Lima yang berada di Kota Surakarta agar tetap mampu mempertahankan keberadaannya dalam menghadapi pasar-pasar modern dan juga menuntut hak-hak mereka untuk tetap mendirikan usaha PKL kepada Pemerintah Kota Surakarta.

c. Bagi Masyarakat

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil berupa kesadaran masyarakat mengenai penggunaan barang dan jasa PKL dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibandingkan denggan penggunaan barang atau jasa yang disediakan pasar-pasar modern.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. TEORI HEGEMONI ,ANTONIO GRAMCI (1891-1937)

(5)

ideology (ideology di sini dalam arti negative) disosialisasikan kepada masyarakat luas. Tapi ada beberapa hal krusial yang membuat bagaimana mekanisme ideology bisa tersebar luas dengan sangat efektif, yaitu teori Hegemoni. Istilah Hegemoni asal bahasa Yunani, Hegeishtai

Istilah yang berarti memimpin, kepemimpinan atau Kekuasaan yang melebihi kekuasaan yang lain. Konsep Hegemoni menjadi nge-trend setelah digunakan sebagai penyebutan atas pemikiran (Antonio) Gramci, yang dipahami sebagai ide yang mendukung kekuasaan kelompok sosial tertentu.

Adapun teori Hegemoni yang dicetuskan Gramci adalah:

“.. Sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral..”.

Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni merupakan sebuah proses penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan dilakukan tidak dengan kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai.

Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai masyarakat dominan dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran,kemampuan kritis, dan kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat birokrasi (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa. Dengan demikian mekanisme penguasaan masyarakat dominan dapat dijelaskan sebagai berikut: Kelas dominan melakukan penguasaan kepada kelas bawah menggunakan ideologi.

(6)

(pemerintah) untuk merekayasa kesadaran kelas bawah (masyarakat) adalah dengan melibatkan para intelektual dalam birokrasi pemerintah serta intervensi melalui lembaga-lembaga pendidikan dan seni.

John Storey menjelaskan konsep hegemoni untuk mengacu kepada proses sebagai berikut:

“…sebuah kondisi proses di mana kelas dominan tidak hanya mengatur namun juga mengarahkan masyarakat melalui pemaksaan “kepemimpinan” moral dan intelektual. Hegemoni terjadi pada suatu masyarakat di mana terdapat tingkat konsensus yang tinggi dengan ukuran stabilitas sosial yang besar di mana kelas bawah dengan aktif mendukung dan menerima nilai-nilai, ide, tujuan dan makna budaya yang mengikat dan menyatukan mereka pada struktur kekuasaan yang ada...”

Teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana kita bisa merasa rela saat ada orang lain membeli tanah sawah (tanah resapan), yang akan dibangun mall atau perumahan elit. Dan kita merasa lumrah sekaligus berkata demikian: “Ya wajarlah dia punya duit”

Konsep Hegemoni

Istilah hegemoni berasal dari istilah yunani, hegeisthai. Konsep hegemoni banyak digunakan oleh sosiolog untuk menjelaskan fenomena terjadinya usaha untuk mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa. Penguasa disini memiliki arti luas, tidak hanya terbatas pada penguasa negara (pemerintah).

(7)

Hegemony is the dominance of one group over other groups, with or without the threat of force, to the extent that, for instance, the dominant party can dictate the terms of trade to its advantage; more broadly, cultural perspectives become skewed to favor the dominant group. Hegemony controls the ways that ideas become “naturalized” in a process that informs notions of common sense (http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony)

“…Dominant groups in society, including fundamentally but not exclusively the ruling class, maintain their dominance by securing the ‘spontaneous consent’ of subordinate groups, including the working class, through the negotiated construction of a political and ideological consensus which incorporates both dominant and dominated groups.”(Strinati, 1995: 165).

Dapat kita simpulkan bahwa:

Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan (the ruling party, kelompok yang berkuasa). Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktekkan. Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat terhadap kepemimpinan kelompok penguasa.

Hegemoni bisa dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan

“…the practices of a capitalist class or its representatives to gain state power and maintain it later.” (Simon, 1982: 23).

(8)

Pembentukan Hegemoni

Gramsci (1891-1937) merupakan tokoh yang terkenal dengan analisa hegemoninya. Analisa Gramsci merupakan usaha perbaikan terhadap konsep

determinisme ekonomi dan dialektika sejarah Karl Marx (lihat Das Capital Marx). Dalam dialektika sejarah Marx, sistem kapitalisme akan menghasilkan kelas buruh dalam jumlah yang besar dan terjadi resesi ekonomi. Pada akhirnya, akan terjadi revolusi kaum buruh (proletar) yang akan melahirkan sistem sosialisme. Dengan kata lain, kapitalisme akan melahirkan sosialisme. Namun, hal ini tidak terjadi.

Gramsci mengeluarkan argumen bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh ideologi, nilai, kesadaran diri, dan organisasi masyarakat bawah tenggelam oleh hegemoni kelompok penguasa. Hegemoni ini terjadi melalui media massa, sekolah-sekolah, bahkan melalui khotbah atau dakwah kaum religius, yang melakukan indoktrinasi sehingga menimbulkan kesadaran baru bagi masyarakat bawah. Daripada melakukan revolusi, masyarakat bawah malah berpikir untuk meningkatkan statusnya ke kelas menengah, mampu mengikuti budaya populer, dan meniru perilaku atau gaya hidup kelas borjuis. Ini semua adalah ilusi yang diciptakan kaum penguasa agar kaum yang didominasi kehilangan ideologi serta jatidiri sebagai manusia merdeka.

Agar masyarakat bawah dapat menciptakan hegemoninya, Gramsci memberikan 2 cara (Strinati, 1995), yaitu melalui :

1. “war of position” (perang posisi)

2. “war of movement” (perang pergerakan).

(9)

langsung (frontal), tentunya dengan dukungan massa. Perang pergerakan bisa dilakukan setelah perang posisi dilakukan, bisa juga tidak.

Meskipun analisa Gramsci berkisar pada perang kelas ekonomi, konsep hegemoni dapat diperluas ke wilayah sosial dan regional. Misalnya, undang-undang subversif pada zaman orba. Di kampus, kita bisa lihat hegemoni KM ITB, hegemoni rektorat.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma teori kritis, di mana melalui paradigma ini peneliti berupaya untuk membangkitkan kesadaran dan pembebasan (emansipasi) yang dihadapi oleh masyarakat. Teori kritis berupaya untuk memperlihatkan dan membuka ideologi kekuasaan, menunjukkan kesalahan dalam pandangan yang dimiliki dan bagaimana pandangan itu ikut melanggengkan tatanan sosial yang tidak adil dan menindas.

Menurut Lubis (2006), teori kritis pertama-tama berupaya untuk memberikan pencerahan dalam arti menyadarkan masyarakat tentang faktor-faktor yang menghimpit dan menindas mereka, serta mereka harus berupaya untuk membebaskan diri dari faktor tersebut, sesuai dengan teori.

(10)

penelitian ini peran komunikasi antara peneliti dengan subjek penelitian menjadi bagian yang sangat penting. Morrow (1994) menegaskan bahwa dalam teori kritis hubungan antara peneliti dengan tineliti bersifat dialektikal dan mengakui adanya hubungan hermeunetik peneliti sosial.

Paradigma teori kritis klasik ditentukan oleh dua faham fundamental, yakni gaya pemikiran historis dan gaya pemikiran materialis (Suseno 2006). Gaya pemikiran historis ini menyatakan bahwa realitas sosial yang sekarang hanya bisa dipahami dengan melihatnya sebagai sebuah sejarah penindasan yang diselubungi secara ideologis oleh ilmu-ilmu positif sehingga realitas saat ini tampak sebagai obyektivitas yang wajar.

Teori kritis bertugas membuka selubung ideologis tersebut dan membuka kemungkinan pembebasan dari penghisapan dan penindasan yang diciptakan manusia.

Gaya pemikiran materialis ini menyatakan bahwa sejarah penindasan tersebut terwujud dalam bidang produksi prasyarat-prasyarat material hidup manusia dan dalam bidang ekonomi.

Teori kritis juga memiliki peran edukasi, di mana fungsi penelitian sosial bukan hanya memberikan pengetahuan tentang fenomena sosial dan menjelaskan fenomena sosial yang manipulatif, akan tetapi juga menimbulkan kesadaran kepada para pelaku sosial, sehingga dengan menyadari kondisi dan situasi sosial yang mereka alami, mereka dapat mengubah sendiri kondisi yang diinginkan tersebut.

(11)

kepercayaan dan institusi sosial lainnya yang berinteraksi dengan dinamika kebudayaan yang membentuk suatu sistem sosial.

Lebih lanjut juga diungkapkan oleh Lubis (2006), teori kritis berpandangan bahwa dominasi (dalam masyarakat) bersifat struktural. Artinya kehidupan masyarakat sehari-hari dipengaruhi oleh institusi sosial yang lebih besar seperti : politik, ekonomi, budaya, ideologis, diskursus, etnis, ras dan gender.

Teori sosial kritis berupaya untuk mengungkap struktur yang mendominasi untuk membantu individu/masyarakat dalam memahami akar global dan rasional penindasan yang mereka alami.

Penelitian ini juga mencoba untuk melihat bagaimana proses interaksi antara pengetahuan lokal dengan sains yang dalam perjalan sejarah modernisasi pertanian sering menciptakan dominasi. Dengan demikian rentetan waktu menjadi faktor penting dalam penelitian ini. Seperti yang dikemukakan oleh Tar (1997), bahwa teori kritis mendasarkan kajiannya terhadap masyarakat dalam konteks proses dan penjalanan sejarah secara keseluruhan. Melalui paradigma teori kritis ini maka kegiatan penelitian ini lebih banyak ditujukan pada kritik, transformasi, pemulihan, dan emansipasi. Sehingga tujuannya bukan hanya sekedar pemahaman dan rekonstruksi atau pengembangan pengetahuan praktis maupun prediksi dan kontrol (Lincoln and Guba 2000).

(12)

dialektikal secara alamiah untuk merubah ketidaktahuan dan salah pengertian menjadi kesadaran atau sebagai bentuk transformasi intelektual.

Menurut Morrow (1994), implikasi metodologis teori kritis yang membedakannya dengan pendekatan empiris antara lain :

1. Pemilihan dan cara menggunakan metode (logis dalam penggunaannya) tidak dapat dipisahkan dari metode teori informasi dan klarifikasi permasalahan.

2. Teori kritis bersifat dialektikal dalam hal ini mengakui adanya hubungan hermeunetik peneliti sosial, oleh karena itu struktur sosial ditegaskan melalui perantaraan manusia.

3. Aspek metodologi neo-empiris dibentuk oleh komponen-komponen eksplisit dari penelitian praktis.

4. Karena penelitian dalam suatu masyarakat yang sudah terbentuk tidak dapat menggunakan ideologi netral, maka legitimasi untuk mensahkan rasionalitas didefinisikan dari bentuk panduan penelitian melalui pemikiran kritik-pembebasan.

5. Dimensi metodologi empiris dibedakan menjadi ekstensif dan intensif, lebih dari sekedar kuantitatif dan kualitatif, dan metode intensif merupakan pertimbangan utama untuk memahami pembentukan teori sosial dalam terminologi interpretatif strukturalis.

6. Desain penelitian intensif dan ekstensif dapat dibedakan dari perhatian terhadap fokus pada level proses sistem integrasi, integrasi sosial dan mediasi sosial budaya.

B. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha mendapatkan informasi selengkap mungkin mengenai nasib Pedagang Kaki Lima yang didominasi oleh Pemerintah Kota dan Pasar-pasar Modern.

C. Teknik Pengambilan Sampling

(13)

- Pedagang Kaki Lima yang pernah direlokasi ataupun baru mendapatkan sosialisasi mengenai relokasi yang akan dilakukan Pemerintah Kota Surakarta.

- Pedagang Kaki Lima yang berdagang di sekitar pasar-pasar modern di Kecamatan Jebres Kota Surakarta (alfamart, indomaret, dll).

D. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

2. Waktu Penelitian

(14)

2. Data Sekunder

Peneliti mendapatkan data sekunder berupa deskripsi lokasi Kota Surakarta yang berisi peta wilayah.

Gambar 1. Peta Wilayah Kota Surakarta

(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/4/49/Peta_Solo_p er_kecamatan.svg/300px-Peta_Solo_per_kecamatan.svg.png).

B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa Pedagang Kaki Lima yang pernah direlokasi ataupun baru mendapatkan sosialisasi mengenai relokasi yang akan dilakukan Pemerintah Kota Surakarta. Dan juga Pedagang Kaki Lima yang berdagang di sekitar pasar-pasar modern di Kecamatan Jebres Kota Surakarta (alfamart, indomaret, dll). Sekaligus kepada tokoh masyarakat, dalam penelitian ini ialah Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta, atau Aliansi Pedagang Surakarta (APS).

(15)

Observasi dilakukan di daerah Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Hasil observasi berupa gambar atau photo.

Gambar 2. Salah satu pasar modern di Kelurahan Jebres.

Gambar 3. Tulisan larangan untuk mendirikan bangunan ( PKL ) di tembok belakang UNS.

(16)

C. Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen utama ialah peneliti sendiri yang terdiri dari mahasiswa Sosiologi B 2011 Fisip UNS.

Serta instrumen tambahan berupa:

- catatan lapangan (field notes).

- Recorder Handphone, digunakan untuk merekam wawancara. - Kamera, digunakan untuk mengambil gambar.

- Daftar pertanyaan (Interview guide). Dengan point-point

sebagai berikut: Untuk PKL:

1. Apa saja syarat untuk mendirikan usaha PKL di sini ?

2. Setelah dibangunnya pasar modern di sekitar tempat anda berjualan, apakah mempengaruhi penghasilan ?

3. Bagaimana hubungan keseharian anda dengan pasar modern dan pemerintah kota ?

(17)

5. Apa harapan anda terhadap keberadaan pasar modern (Alfamart, Indomart, dll) di sekitar anda berdagang ?

6. Apa harapan anda terhadap pemerintah kota Surakarta ?

Untuk Paguyuban PKL :

1. Mengapa dibentuk paguyuban PKL ?

2. Apa saja program kerja dari paguyuban ini ?

3. Apa saja yang telah dilakukan selama ini ?

4. Bagaimana kebijakan Pemkot Surakarta selama ini ?

5. Bagaimana pendapat anda mengenai menjamurnya pasar modern (alfamart, indomart, dll) ?

Dan apa dampaknya terhadap keberadaan PKL sendiri ?

D. Teknik Analisis Data

Menurut Lincoln dan Guba (2000) secara metodologis teori kritis bersifat dialogis dan dialiktik, sehingga penelitian dibangun melalui dialog antara peneliti dengan subjek penelitian. Dialog yang bersifat dialektikal secara alamiah bertujuan untuk merubah ketidaktahuan dan salah pengertian menjadi kesadaran atau sebagai bentuk transformasi intelektual.

(18)
(19)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi 1. Kota Surakarta

Secara geografis Kota Surakarta dan sekitarnya terletak pada posisi 110 45’ 15”-110 45’35” Bujur Timur dan antara 70 31’ 43”- 70 35’28” Lintang Selatan. Luas daerah administrasi 44,06 km2. Terdiri dari 5 wilayah Kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan yang terdiri dari 11 Kelurahan, Kecamatan Serengan yang terdiri dari 7 Kelurahan, Kecamatan Jebres yang terdiri dari 11 Kelurahan, Kecamatan Pasar Kliwon yang terdiri dari 9 Kelurahan, Kecamatan Banjarsari yang terdiri dari 13 Kelurahan.

Batas-batas administrasi dari wilayah kota Surakarta dan sekitarnya adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali

 Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo

 Sebalah Selatan : Kabupaten Sukoharjo

 Sebalah Barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo

(sumber: www.surakarta.go.id)

2. Kecamatan Jebres

(20)

Kecamatan Jebres terdiri dari 11 Kelurahan, yaitu Kelurahan Kepatihan Kulon, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kelurahan Surodiprajan, Kelurahan Gandekan, Kelurahan Sewu, Kelurahan Pucangsawit, Kelurahan Jagalan, Kelurahan Purwodiningratan, Kelurahan Tegalharjo, Kelurahan Jebres, Dan Kelurahan Mojosongo.

Jumlah penduduk di Kecamatan Jebres 147.258 jiwa dengan jumlah penduduk WNRI sebanyak 147.128 jiwa dan WNA sebanyak 130 jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak 41.500 jiwa. Jumlah penduduk di Kelurahan Jagalan sebanyak 12.435 jiwa, Kelurahan Tegalharjo sebanyak 6.130 jiwa, Kelurahan Jebres sebanyak 32.109 jiwa, Kelurahan Mojosongo 49.150 jiwa.

B. Permasalahan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Jebres dalam Kaitannya dengan Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta.

(21)

organisasi ini memudar dan semakin pasif atau bisa dibilang tinggal nama. Marbandi khawatir dengan keadaan ini, menurutnya PKL akan tersaingi dengan Indomaret padahal sebenarnya hal tersebut merupakan tantangan apalagi dengan adanya pemudaran keaktifan para anggota paguyuban saat ini. Marbandi bercerita sedikit tentang demo yang terjadi pada tahun 2009-2010 di Gedung Depnaker.

Pak Marbandi mengemukakan perlunya didirikan Paguyuban PKL ini adalah karena jika tidak dibentuknya paguyuban PKL akan lemah bila mendapat tekanan dari pemerintah. Paguyuban PKL ini juga didirikan untuk menyatukan para PKL seluruh Kota Solo agar terjalin kerja sama antar sesama PKL, dengan adanya penyatuan para PKL, akan tercipta dengan sendirinya kebersamaan dan mempersatukan nasib antar sesama PKL. Dengan bersatunya para PKL dalam paguyuban ini, kemungkinan untuk melawan dan menentang Perda yang melarang PKL untuk berjualan.

Paguyuban PKL ini mempunyai beberapa program kerja yang telah dibuat oleh para pengurus, diantara lain program kerja yang dibuat adalah mempersatukan PKL seluruh Surakarta dalam organisasi ini, laluprogram kerja yang selanutnya adalah mengumpulkan ketua-ketua paguyuban untuk rapat mengenai masalah-masalah yang dihadapi di setiap wilayah. Setiap bulannya diadakan pertemuan di YAPHI ketika masih aktif. Penentangan terhadap peraturan daerah pun tak luput dari program yang mereka canangkan.

(22)

Saat adanya Perda, adanya aturan bahwa PKL baru harus meminta izin dan mendapatkan tempat yang ilegal yang kapan saja bisa diusir. Istilahnya, PKL lama dipertahankan, sedangkan PKL baru tidak diizinkan dan dipersulit. Pemerintah ingin PKL di kota Solo ini tidfak berkembang dan tidak boleh menjamur. Sementara itu, adanya pajak retribusi yang dipungut kepada para PKL, itupun membuiat para PKL ini resah karena pemerintah tidak transparan pajak retribusi itu untuk apa.

Menjamurnya pasar modern seperti Alfamart, Indomaret, dll, jug amenjadi keresahan bagi para PKL khususnya warung kelontong yang sebagian besar barang-barang yang diperjualkan persis juga diperjualkan di pasar modern tersebut. Marbandi berpendapat bahwa masyarakat jaman sekarang inginnya berbelanja di temopat yang bersih, dingin, dan bagus. Indomaret ataupun Alfamart bersifat kapitalis, Marbandi menambahkan pernyataan tentang kapitalisme yang terjadi dalam ruang lingkup PKL ini bahwa apapun yang bersifat kapitalis akan mematikan usaha kecil juga sangat merugikan dan seharusnya tidak boleh berkembang. Dengan adanya pasar-pasar modern tersebut pendapatan para PKL menurun drastis, padahal para pengusaha kecil tersebut harus mencukupi kebutuhan untuk keluarga.

Pak Marbandi mengutarakan beberapa kasus yang telah terjadi, akibat dari perelokasian para PKL banyak PKL yang berganti profesi seperti beralih menjadi buruh, tukang batu, dll. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, peneliti menemukan permasalahan yang dihadapi oleh PKL kecamatan Jebres dalam keterkaitannya dengan kebijakan pemkot Surakarta, antara lain :

1. Relokasi yang Tidak Tepat.

(23)

Gambar 6. Pasar Panggung Rejo, 7. Banyaknya kios yang tutup.

Selain lokasi pasar yang kurang strategis, para pedagang juga menuturkan mengenai ketidaktepatan sistem dalam pembagian kios-kios dagangan, salah satunya seperti yang diutarakan oleh Mbah Minah, beliau mengkisahkan mengenai seorang tukang tambal ban, yang setelah direlokasi oleh Pemerintah Kota Surakarta beliau mendapatkan kios di lantai dua di dalam pasar. Dalam kasus tersebut tukang tambal ban tersebut menolak langsung, tetapi tidak ada tindak lanjut dari Pemerintah Kota Surakarta, hingga akhirnya tukang tambal ban tersebut memilih untuk tidak menempati kiosnya. Selanjutnya selama beberapa tahun berlalu, dari tahun 2007-2008 dimulainya relokasi, situasi di pasar Panggung Rejo dalam keseharianya nampak begitu sepi, yang terlihat hanya beberapa pedagang yang tetap berjuang keras dalam usaha berjualan mereka, padahal jumlah kios yang berada dalam pasar tersebut ialah 160 kios sendiri, dan dari kesemua itu hanya 30an kios yang nampak dipakai untuk berusaha.

(24)

berada di pasar Panggung Rejo, tidak ada sosialisasi mengenai keberadaan Pasar Panggung Rejo sebagai suatu pasar pusat belanja yang di dalamnya bercampur para pedagang dengan beraneka macam jenis jualannya. Mbak Minah, usia beliau ialah 56 tahun, beliau merupakan pedagang relokasi di pasar Panggung Rejo. Sebelum di relokasi oleh Pemerintah Kota beliau berjualan di seberang gapura kapal ISI, tepatnya di depan PDAM, sebagai pedagang kelomtong. Walaupun telah mendapatkan tempat usaha dagang dari Pemerintah Kota berupa pasar relokasi, beliu menuturkan tidak mungkin akan bertahan hidup jika hanya berjualan di pasar relokasi tersebut, dikarenakan pasar yang terisolasi dari lalu lintas pembeli karena jauh dari jalanan, dan sekaligus beliau mendapatkan lokasi dilantai tiga dan bagian belakang dari Pasar Panggung Rejo, oleh harena itu beliau dalam kesehariannya harus berdagang secara asongan untuk membawa barang dagangannya ke jalan dengan cara dibopong agar barang dagangannya tersebut dapat terjual habis.

“..yen ora mlayu ning ndalan, wetenge kulo luwe mas..”

Gambar 8. Mbah Minah dan kios dagangannya.

(25)

RSUD tersebut banyak PKL yang membuka dagangannya, namun karena adanya kebijakan pemerintah mengenai RSUD Dr Moewardi sebagai rumah sakit rujukan daerah provinsi Jawa Tengah dan sebagai citra bahwa RSUD Dr Moewardi sebgai rumah sakit yang bersih, akhirnya Pemerintah Kota Surakarta melakukan penertiban kepada PKL yang berjualan tepat di depan rumah sakit yang mana PKL yang dahulunya mendirikan bangunan permanen, diubah menjadi bangunan semi permanen dan hanya diizinkan buka dari sore sampai malam hingga pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang mana wilayah di depan RSUD Dr Moewardi harus steril dari adanya PKL. Pada akhirnya, para PKL direlokasi di seberang jalan RSUD Dr. Moewardi.

Namun seiring berjalannya waktu setelah dilakukannya relokasi, pada akhir-akhir ini tepat di daerah depan rumah sakit mulai datang pedagang-pedagang baru yang menjajakan barang dagangannya, mulai dari angkringan, warung makan, kelontong, dll. Hal tersebut merupakan pelanggaran kesepakatan antara Pemerintah Kota Surakarta dengan para PKL lama yang dulunya telah direlokasi. Tentu ini akan membuat PKL lama pendapatannya akan berkurang karena pelanggan yang biasanya membeli di PKL lama akan berpindah pada PKL baru yang berada tepat di depan RSUD Dr Moewardi yang lebih dekat jaraknya daripada harus menyebrang jalan untuk membeli di PKL lama.

Gambar 9. Ibu Amijati ketika sedang diwawancarai.

(26)

Pemerintah Kota Surakarta nampaknya tengah gencar untuk menawarkan daerah dalam kotanya sebagai tujuan-tujuan investor. Hal ini terasa dengan begitu banyak dan menjamurnya pasar-pasar modern, sejenis Indomaret dan Alfamart—terkhusus untuk kecamatan Jebres.

Indomaret adalah toko mini yang menjual bahan pokok kebutuhan sehari-hari dengan kualiatas tinggi dan terjangkau untuk semua kalangan sehingga jaringannya pun luas ke seluruh Indonesia bahkan beberapa ada yang masuk hingga pedesaan. Indomaret didirikan pada tahun 1988 dengan nama Indomart (Indonesia Marketing Retail) namun pada saat itu pemerintah orde baru mewajibkan nama semua produk menggunakan bahasa Indoensia yang benar (EYD) sehingga namanya diubah menjadi Indomaret. Saat ini Indomaret dikelola oleh PT Indomarco Primastama. Sedangkan Alfamaret didirikan pada 27 juni 1999 oleh PT Alfa Mitramart Utama. Namun sekarang alfamart dikelola oleh PT Sumber Alfaria Trijaya.

(27)

Salah satu indomaret ialah di sebelah timur RSUD Dr Moewardi, tepatnya jarak 50 hingga 100 meter. Selain indomaret di sekitar RSUD Dr Moewardi, indomaret atau alfamart yang lainnya adalah di daerah Kelurahan Jagalan yang mana indomaret dan alfamart berada berseberangan atau berhadap-hadapan. Ada juga alfamart yang berada di depan Rumah Sakit Dr. Oen. Dalam keseharian tanpa disadari, keberadaan pasar modern tersebut merupakan masalah tersendiri bagi pedagang kaki lima (PKL) yang berada di Kecamatan Jebres.

“.Indomaret di samping RSUD Dr Moewardi yang menyerap banyank pembeli untuk belanja di sana, penghasilan kami harus turun drastis dan kesedot oleh Indomaret..”

C. Permasalahan Pedagang Kaki Lima dalam kaitannya dengan keberadaan pasar-pasar modern di kecamatan Jebres

Indomaret yang berada di sekitar RSUD Dr. Moewardi berdiri baru saja, kurang dari satu tahun yang lalu tetapi memberikan dampak yang begitu signifikan bagi menurunnya jumlah konsumen dan pendapatan PKL dan yang berada di sekitar RSUD Dr Moewardi.

Seperti yang dikemukakan oleh salah satu PKL kelontong yaitu Mbak Asih:

“Ya dulu pas belum ada indomart itu pampers seminggu habis 1 pak, sekarang 1 pak 2 atau 3 minggu baru habis. Dulu aqua kartonan 2 hari habis, sekarang seminggu baru habis.”

Selain itu indomaret yang berada disana baru-baru ini melanggar perda yang telah dibuat oleh pemerintah Kota Surakarta yang mana telah di tetapkan dalam Perda no.5 tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Salah satunya pengaturan jam kerja diatur pada pasal 13 yaitu: jam kerja hypermarket, department store dan supermarket

(28)

10.00-23.00 dan jam kerja minimarket pukul 10.00-24.00. Diluar jam tersebut atau jika terjadi penyimpangan, dapat dilakukan dengan izin Walikota.

(29)

BAB V

ANALISIS TEORI HEGEMONI TERHADAP PERMASALAHAN PKL DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA

A. Analisis Permasalahan PKL di Kecamatan Jebres terhadap Teori Hegemoni Antonio Gramsci

Dalam penelitian ini, dominasi dari pihak Pemerintah Kota Surakarta yang mengeluarkan beragam kebijakan yang menindas pedagang kaki lima (PKL) sebagai masyarakat kelas bawah merupakan bentuk hegemoni yang nyata, dimana hegemoni yang terjadi dalam Realitas terstruktur adalah teori yang cukup mengejutkan dari Louis Althrusser, sekaligus kritik atas Marx, yang menurutnya terlalu terpukau dengan ekonomi sebagai faktor mekanisme terjadinya kekuasaan.

Dalam pemahaman Gramsci, hegemoni yang terjadi merupakan suatu proses penguasaan kelas dominan (dalam penelitian ini ialah Pemerintah Kota Surakarta) terhadap kelas bawah, yaitu pedagang kaki lima, dan kelas bawah juga aktif mendukung ide-ide kelas dominan. Penguasaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota tidak melalui kekrasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan masyarakat yang dikuasai.

Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai masyarakat dominan dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran,kemampuan kritis, dan kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui consensus (kebijakan pemerintah kota Surakarta) yang menggiring kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat birokrasi (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa.

(30)

Dr Moewardi sebagai rumah sakit daerah pusat provinsi Jawa Tengah maka harus bersih dari PKL, upaya kelas dominan (pemerintah) untuk merekayasa kesadaran kelas bawah (masyarakat) adalah dengan melibatkan para intelektual dalam birokrasi pemerintah serta intervensi melalui lembaga-lembaga lainnya.

Teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana kita bisa merasa rela ataupun tidak rela ketika Pemerintah melakukan relokasi kepada PKL, yang akan dibangun pasar-pasar modern atau untuk alasan tertentu dari Pemerintah Kota Surakarta agar program kerjanya dapat dianggap berhasil, padahal dalam kenyataannya kebijakan-kebijakan dari pemerintah tidak 100 persen berhasil, terkhusus pada wilayah Jebres lebih tepatnya strategi pemerintah kota malah gagal.

Kemudian lebih parahnya lagi ketika Pemerintah Kota Surakarta malah lebih mengutamakan kepentingan kapitalis-kapitalis pasar modern untuk menanamkan modal mereka di lahan yang seharusnya diusahakan oleh rakyat kelas bawah, yaitu pedagang kaki lima. Dapat secara frontal dikatakan pemerintah disini melakukan pembunuhan secara perlahan kepada PKL dengan cara direlokasikan di daerah yang ridak strategis dan dengan cara atau sistem yang tidak tepat. Kemudian daerah kota yang strategis akan dibangun pasar-pasar modern sejenis indomart ataupun alfamart yang hanya mengutamakan kepentingan kelompok tertentu yaitu kaum kapitalis.

Dalam permasalahan ini begitu jelas bahwa pemerintah Kota Surakarta juga melakukan penanaman ideologi kepada masyarakat secara luas yang sebagai konsumen baik dari barang ataupun jasa agar mengkonsumsi produk-produk kapitalis.

Agar masyarakat bawah dapat menciptakan hegemoninya, Gramsci memberikan 2 cara (Strinati, 1995), yaitu melalui :

1. “war of position” (perang posisi)

2. “war of movement” (perang pergerakan).

(31)

hati, pendidikan pembebasan melalui sekolah-sekolah yang meningkatkan kesadaran diri dan sosial. Karakteristiknya: Perjuangan panjang. Mengutamakan perjuangan dalam system. Perjuangan diarahkan kepada dominasi budaya dan ideology. Perang pergerakan dilakukan dengan serangan langsung (frontal), tentunya dengan dukungan massa. Perang pergerakan bisa dilakukan setelah perang posisi dilakukan, bisa juga tidak.

Yang selanjutnya dari hasil penelitian kritis ini peneliti melakukan aksi berupa penyadaran dan penanaman jiwa solidaritas para Pedagang Kaki Lima agar mereka mampu bersatu dan memperjuangkan hak-hak mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan kebebasan berjualan tanpa adanya hegemoni dari Pemerintah Kota Surakarta ataupun dari Pasar-pasar modern.

Aksi yang dilakukan masih pada tahap war position (perang posisi), Perang posisi dilakukan dengan cara memperoleh dukungan melalui propaganda media massa, membangun aliansi strategis dengan barisan sakit hati, pendidikan pembebasan melalui sekolah-sekolah yang meningkatkan kesadaran diri dan sosial. Karakteristiknya: Perjuangan panjang. Mengutamakan perjuangan dalam system. Perjuangan diarahkan kepada dominasi budaya dan ideology. Dalam aksi peneliti, dibuat suatu pendekatan yang dapat menampung suara PKL, yaitu melalui penampungan suara aspirasi PKL yang berisi mengenai permasalahan dan harapan mereka di dalam melakukan aktifitas berjualan sehari-hari.

Nantinya dari suara-suara tersebut akan ditampung dan dibicarakan bersama dan kemudian diajukan kepada pihak terkait, yang pertama ialah Paguyuban Pedagang Kaki Lima se-Surakarta, dan selanjutnya akan disuarakan kepada Pemerintah Kota Surakarta. Aksi yang dilakukan diberi nama : “KUMPUL REMBUK AGAWE SANTOSO”. Yang berarti mengumpulkan suara-suara aspirasi pedagang kaki lima agar dapat diproses kepada pihak terkait sehingga nantinya akan menghasilkan suatu kebijakan yang menjadikan kaum PKL menjadi sentosa.

(32)

A. KESIMPULAN

1. Permasalahan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Jebres dalam Kaitannya dengan Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta.

- Ralokasi yang tidak tepat.

- Menjamurnya pasar-pasar modern (alfamart, indomaret).

2. Permasalahan Pedagang Kaki Lima dalam kaitannya dengan keberadaan pasar-pasar modern di kecamatan Jebres.

Menjamurnya pasar modern seperti Alfamart, Indomaret, dll, juga amenjadi keresahan bagi para PKL khususnya warung kelontong yang sebagian besar barang-barang yang diperjualkan persis juga diperjualkan di pasar modern tersebut. Marbandi berpendapat bahwa masyarakat jaman sekarang inginnya berbelanja di tempat yang bersih, dingin, dan bagus. Indomaret ataupun Alfamart bersifat kapitalis, Marbandi menambahkan pernyataan tentang kapitalisme yang terjadi dalam ruang lingkup PKL ini bahwa apapun yang bersifat kapitalis akan mematikan usaha kecil juga sangat merugikan dan seharusnya tidak boleh berkembang. Dengan adanya pasar-pasar modern tersebut pendapatan para PKL menurun drastis, padahal para pengusaha kecil tersebut harus mencukupi kebutuhan untuk keluarga.

Beberapa kasus yang telah terjadi, akibat dari perelokasian para PKL banyak PKL yang berganti profesi seperti beralih menjadi buruh, tukang batu, dll.

B. SARAN

(33)

Selain itu juga seyogyanya Pemerintah Kota Surakarta mampu untuk memberikan batasan dalam kaitannya mengenai jam operasional pasar-pasar modern.

Dan juga keinginan nyata dari para PKL ialah untuk dapat betjualan dengan tenang tanpa ada penggusuran dari Pemerintah Kota Surakarta, dan apabila memang harus dilakukan relokasi, diharapkan agar lokasi relokasi yang strategis dan juga Pemerintah Kota Surakarta ada tindak lanjut lagi mengenai adanya suatu tempat baru (hasil relokasi) untuk disosialisasikan kepada masyarakat umum sebagai konsumen.

Karena dari menjadi PKL itulah masyarakat kelas bawah dapat terpenuhi kebutuhan sehari-harinya, Pemerintah seharusnya lebih mampu untuk pro-aktif kepada Pedagang Kaki Lima dari pada mengutamakan keuntungan bagi kelompok kapitalis semata.

Daftar Pustaka

(34)

Simon, Roger (1991), Gramsci’s Political Thought: An introduction, Lawrence and Wishart, London.Strinati, Dominic (1995), An Introduction to Theories of Popular Culture, Routledge, London.

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi : Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodernisme Edisi Kedelapan. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR.

Media :

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/4/49/Peta_Solo_per_kecamatan.s vg/300px-Peta_Solo_per_kecamatan.svg.png).

Jurnal : Penelitian Dampak Keberadaan Pasar Modern (Supermarket dan Hypermarket) Terhadap Usaha Ritel Koperasi/Waserda dan Pasar Tradisional

Gambar

Gambar 1. Peta Wilayah Kota Surakarta
Gambar 3. Tulisan larangan untuk mendirikan bangunan ( PKL ) di
Gambar 6. Pasar Panggung Rejo, 7. Banyaknya kios yang tutup.
Gambar 8. Mbah Minah dan kios dagangannya.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sistem selanjutnya akan meneruskan ke proses eksekusi perintah dengan data audio yang di- sintesa pada proses Speech to Text, nama perilaku robot, dan koordinat posisi yang didapat

Rubik merupakan permainan puzzle mekanik berbentuk kubus yang mempunyai enam warna yang berbeda pada setiap sisinya.. Ditemukan pada tahun 1974 oleh Profesor

Bahaya radiasi Ultraviolet-B di tempat kerja yang dihasilkan oleh proses pengelasan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan dan

1, Sekaran-Gunungpati Semarang 50299 Lazuardy Akbar (Ketua DPMKM UNNES) No..

Dengan demikian anak luar kawin dalam arti sempit adalah anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang

Maka diperlukan adanya inovasi untuk mengukuhkan kembali peran perpustakaan YPI PIP melalui inovasi yang berorientasi pada kebangkitan perpustakaan ini, diantaranya

Jika tidak semua tamu merokok maka lantai rumah tidak bersih D.. Jika lantai rumah bersih maka semua tamu tidak

Kesimpulan yang diperoleh dengan adanya Aplikasi Menetukan Kemiripan Situs Web Pada Sistem Temu Balik Informasi Berbasis Web Menggunakan Metode TF-IDF ( Term