HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM
DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA
(Correl at ion bet ween Mil k and Cal cium Int ake wit h Bone Densit y and Body Height of Adol escent )
Hardinsyah1, Evy Damayant hi1, dan Wirna Zuliant i2
1St af Pengaj ar Depart emen Gizi Masyarakat , Fakult as Ekologi Manusia (FEMA), IPB Tel p: 0251-8628304/ 8621258; Fax: 0251-8625846/ 8622276.
2
Alumnus Program St udi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakult as Pert anian (FAPERTA) IPB. ABST RACT
The obj ect ive of t his st udy was t o anal yze t he rel at ionship bet ween mil k and cal cium int ake wit h body height and bone densit y of adol escent . The st udy appl ied a cross sect ional design t o 246 senior high school st udent s in Bogor. The subj ect aged 16-17 year s ol d were sel ect ed purposivel y. Mil k and cal sium int ake was derived f rom t he f ood int ake dat a col l ect ed by appl ying a semi-FFQ met hod f or a week. Bone densit y (st if f ness index) was measur ed by densit omet er of achil l es insight . The resul t s of t he st udy showed t hat t he mean int ake of mil k was 170. 7±136. 3 ml / day wit h average f requency 6 t imes/ week, and mean int ake of cal cium was 250. 0±212. 6 mg/ day wit h cont ribut ion of mil k was 44. 0%. The mean st if f ness index of subj ect s was 97. 5±18. 3; and t he mean st if f ness index of boys (104. 4±18. 9) was signif icant l y higher t han girl s (92.9±16.3). The cal cium int ake of mil k and cal cium int ake of cal sium-rich f oods of non mil k was not correl at ed wit h t he bone densit y and body height ; but mil k int ake, f requency and l engt h of mil k int ake were corr el at ed wit h body height and bone densit y. This impl ies t he import ant of mil k int ake in bone densit y and l inear growt h of adol escent .
Keywords: mil k, cal cium int ake, bone densit y, body height , adol escent
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hasil penelit ian yang dilakukan pada penduduk usia dewasa di beberapa kot a oleh Pusat Penelit ian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Depkes RI dan PT Font erra Brands menunj ukkan bahwa prevalensi ost eoporosis penduduk Indonesia t ahun 2005 adalah 10. 3 %. Sement ara it u, penderit a ost eopenia at au pe- nurunan massa t ulang dini mencapai 41. 8 %. Penelit ian t erbat as menunj ukkan bahwa ost eo- penia j uga t elah menyerang kaum muda yang berumur kurang dari 25 t ahun dengan preva- lensi 37. 1 % (Rachmawat i, 2006).
Remaj a menj elang usia 20 t ahun meng- alami pembent ukan t ulang yang pesat yang merupakan masa persiapan unt uk mencapai puncak pert umbuhan massa t ulang -peak bone mass (Mann & Truswell, 2002). Pembent ukan t ulang selama remaj a dan peak bone mass me- nent ukan densit as t ulang seseorang di masa dewasa yang berkait an dengan st at us ost eope- nia at au ost eoporosis. Selama remaj a, kebu- t uhan mineral ut ama pembent uk t ulang se- pert i kalsium akan meningkat sej alan dengan berlangsungnya proses pert umbuhan t ulang.
Kalsium bersama-sama dengan f osf or merupa- kan elemen penyusun ut ama dari t ulang. Ke- kurangan kalsium di masa remaj a dan dewasa awal akan meningkat kan resiko ost eoporosis (Spear, 2004).
Susu dan hasil olahannya merupakan sumber kalsium yang ut ama. Kalsium j uga da- pat berasal dari pangan non-susu sepert i ikan t eri, t ulang ikan sarden kaleng, sayuran hij au, t ahu, kedele, kerang dan t iram (Anderson, 2004). Kebiasaan mengonsumsi pangan sumber kalsium dapat memberikan cadangan kalsium yang cukup yang diperlukan dalam part um- buhan dan pembent ukan t ulang yang t ercermin pada densit as t ulang dan ukuran t ulang t erma- suk t inggi badan.
Tuj uan
Penelit ian ini bert uj uan unt uk mengana- lisis konsumsi kalsium baik dari susu mapun non-susu, konsumsi susu, densit as t ulang dan t inggi badan remaj a, sert a hubungan ant ara konsumsi susu dan kalsium dengan densit as t ulang dan t inggi badan remaj a.
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelit ian ini menggunakan desain cr oss sect ional dan dilakukan di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 5 Bogor pada t ahun t ahun 2007.
Penarikan Contoh
Sekolah dipilih secara sengaj a memper- t imbangkan keberadaan di kot a sehingga besar kemungkinan memperoleh siswa at au remaj a yang mempunyai kebiasaan minum susu. Sub- j ek dipilih secara purposif berdasarkan umur (16 – 17 t ahun) dan kesediaan unt uk diukur sert a diwawancara. Jumlah sampel t erpilih adalah 246 siswa yang t erdiri dari 97 laki-laki dan 149 perempuan.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Dat a yang dikumpulkan meliput i dat a ident it as subj ek, keadaan sosial ekonomi ke- luarga, berat dan t inggi badan yang diukur se- cara langsung, f rekuensi dan konsumsi pangan sumber kalsium (t ermasuk susu) selama sat u bulan t erakhir yang diperoleh dengan menggu- nakan met ode semi quant it at ivef ood f r equen- cy quest ioner (a semi FFQ) selama seminggu. Densit as t ulang (st if f ness index) diukur dengan densit omet er j enis Achil l es Insight yang dise- diakan oleh PT Font era Indonesia (Anlen). Pengumpulan dat a dilakukan oleh mahasiswa gizi t ingkat akhir IPB dan pengukuran densit as t ulang oleh t enaga t erlat ih dari PT Font era Indonesia.
Pengolahan dan Analisis Data
Dat a yang t elah dikumpulkan diverif ikasi dan dient ri; kemudian diolah secara deskrif t if dan disaj ikan berupa t abel. Analisis hubungan dilakukan dengan menerapkan analisis korelasi sederhana, yait u pearson analisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebiasaan Konsumsi Susu
Hasil penelit ian ini menunj ukkan sebagi- an besar subj ek (89. 7% remaj a laki-laki dan 85. 2% remaj a perempuan) t erbiasa minum su- su. Hanya 13% dari keseluruhan subj ek yang t idak t erbiasa minum susu. Sej umlah 78. 2% remaj a laki-laki dan 75. 6% remaj a perempuan yang biasa mengonsumsi susu mulai t erbiasa minum susu sej ak balit a. Sisanya sekit ar 24% dari seluruh subj ek yang biasa mengonsumsi susu, mulai t erbiasa minum susu sej ak SD, SLTP, maupun SMA (baru-baru ini).
Lebih dari separuh subj ek yang biasa minum susu, mengonsumsi susu pada pagi hari (73. 8%) dan malam hari (53. 7%). Susu yang di- konsumsi di pagi hari akan memberikan t am- bahan kalori bagi remaj a unt uk melakukan ak- t ivit as hariannya. Kebiasaan minum susu di pa- gi hari dilakukan oleh 78. 2% remaj a laki-laki dan 72. 4% remaj a perempuan. Minum susu di siang hari dilakukan oleh 8% remaj a laki-laki dan 18. 1% remaj a perempuan. Minum susu di malam hari sebelum t idur dilakukan oleh 60. 9% remaj a laki-laki dan 48. 8% remaj a perempuan.
Menurut Khomsan (2004) budaya minum susu yang masih rendah di Indonesia kemung- kinan disebabkan karena masalah ekonomi dan masalah l act ose int ol er ance. Tabel 1 menun- j ukkan masalah ekonomi bukan menj adi alasan unt uk t idak minum susu. Masalah l act ose int o- l er ance merupakan alasan dari 9. 1% remaj a perempuan unt uk t idak minum susu. Sebesar 20% remaj a laki-laki yang t idak biasa minum
Tabel 1. Sebaran Subj ek yang Tidak Minum Susu berdasarkan Alasannya
Alasan tidak minum susu
Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Mual Diare Alergi Tidak suka Tidak mampu beli Takut gemuk Lainnya
1 0 1 5 0 1 2
10. 0 0. 0 10. 0 50. 0 0. 0 10. 0 20. 0
1 2 0 15
0 4 0
4. 5 9. 1 0. 0 68. 2 0. 0 18. 2 0. 0
2 2 1 20
0 5 2
6. 2 6. 2 3. 1 62. 5
0. 0 15. 6
6. 3
susu mengungkapkan alasan lain, yait u karena t idak adanya persediaan air hangat unt uk membuat susu di rumah. Susu adalah sumber pangan yang kaya mineral pent ing (Subar et al. , 1998; Miller & Anderson, 1999), dan meng- hindari susu dapat berpengaruh pada part um- buhan dan perkembangan t ulang.
Rat a-rat a f rekuensi minum susu subj ek sebesar 5. 95 kali/ minggu. Tabel 2 berikut me- nunj ukkan f rekuensi konsumsi susu subj ek per minggunya. Wiseman (2002) menyarankan un- t uk mengonsumsi susu secara rut in guna me- menuhi angka kecukupan kalsium harian kare- na susu memiliki kandungan kalsium yang t ing- gi. Jenis susu dapat mempengaruhi j umlah kal- sium yang masuk ke dalam t ubuh. Dal am Daf - t ar Komposisi Bahan Makanan, set iap j enis susu memiliki kandungan kalsium yang berbeda se- t iap 100 gramnya. Klaim susu bubuk t inggi kal- sium dapat diberikan pada suat u produk bila mengandung kalsoium sedikit nya 20% dari AKG yang dianj urkan per saj i (Karmini & Briawan, 2004). Tabel 3 menunj ukkan j enis susu yang biasa dikonsumsi subj ek. Susu bubuk biasa dan susu cair dalam kemasan berlabel dipilih lebih dari 35% subj ek karena mudah didapat dan prakt is dalam penyaj ian.
Konsumsi Pangan Sumber Kalsium
Konsumsi susu subj ek memberikan kon- t ribusi kalsium t erbesar (250. 04±212. 60 mg) dibandingkan dengan kelompok pangan lain, namun angka t ersebut masih j auh dari angka kecukupan kalsium yang dianj urkan. Hal ini sej alan dengan pendapat Mann dan Truswell (2002) susu merupakan sumber kalsium yang paling baik dan merupakan penyumbang kalsi- um t erbesar dari konsumsi kalsium harian. Me- nurut Holman (1987) remaj a yang berusia ku- rang dari 19 t ahun membut uhkan sekit ar 4 cangkir (0. 9 lit er) susu sehari unt uk memenuhi kebut uhan kalsiumnya.
Selain dalam susu, kalsium j uga t erdapat pada pangan nabat i sepert i serealia, kacang-kacangan sert a olahannya, sayuran, buah-bu-ahan dan pangan hewani. Pada pangan nabat i absorpsi kalsium kurang baik karena adanya oksalat dan f it at (Miller, 1996). Kont ribusi kal- sium dari kacang-kacangan dan olahan hampir sama banyaknya kont ribusi dari pangan hewani bukan susu (Tabel 4). Hal ini dikarenakan pa- ngan sumber kalsium dari kacang-kacangan
Tabel 2. Sebaran Subj ek berdasarkan Frekuensi Konsumsi Susu/ Minggu
Frekuensi minum susu (kali/ minggu)
Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Tabel 3. Sebaran Subj ek yang Biasa Minum Susu berdasarkan Jenis Susu yang Dikonsumsi
Jenis susu Laki-laki (n=87) Perempuan (n=127) Total (n=214)
n % n % n %
Cair dalam kemasan t idak berlabel Cair dalam kemasan berlabel Susu kent al manis
Susu bubuk biasa
Tabel 4. Rat a-rat a Konsumsi Pangan Sumber Kalsium Subj ek
Kelompok Pangan Sumber Kalsium Total konsumsi (g/ hari) Kalsium (mg)
Susu
Produk olahan susu (kej u, yogurt , es krim) Pangan hewani bukan susu
dan olahan sepert i t ahu dan t empe, meskipun kandungan kalsiumnya lebih rendah daripada pangan hewani bukan susu t api lebih sering di- konsumsi. Hal yang harus diperhat ikan adalah adanya inhibit or sepert i oksalat pada bayam dan f it at pada serealia sehingga ket ersediaan biologis kal sium dari pangan nabat i umumnya lebih rendah dibandingkan pangan hewani (Anderson, 2004; Almat sier, 2003; Miller, 1996).
Konsumsi kalsium dari j enis pangan t a- hu, t empe dan kej u secara berurut an merupa- kan konsumsi kalsium t ert inggi set elah susu. Rat a-rat a konsumsi kalsium subj ek dari t ahu sebesar 39. 13 mg dan rat a-rat a konsumsi kal- sium dari t empe sebesar 38. 80 mg. Pada kej u, meski pun rat a-rat a konsumsi kej u subj ek ha- nya sekit ar 4 gram/ hari, namun dapat mem- berikan kont ribusi kalsium sebesar 31. 11 mg. Pada produk kej u, t erdapat sekit ar 700 mg kal- sium dalam 100 gram (Wiseman 2002).
Sumbangan Kalsium dari Pangan Sumber Kalsium
Konsumsi kalsium subj ek berasal dari su- su dan olahan susu sert a pangan sumber kalsi-um dari kelompok pangan hewani bukan susu, kacang-kacangan dan olahan, sayuran sert a suplemen. Konsumsi kalsium subj ek dalam j umlah kecil j uga berasal dari suplemen. Sebe- sar 72% subj ek yang mengonsumsi suplemen, mengonsumsi suplemen kurang dari sat u kali per minggu. Ini berart i kecil pengaruhnya pada pemenuhan kebut uhan gizi. Sebesar 29% sub- j ek mengonsumsi suplemen berupa t ablet vit a- min C. Vit amin C berkait an dengan pemben- t ukan kolagen, senyawa prot ein yang mempe- ngaruhi int egrit as sel di semua j aringan ikat t ermasuk mat riks t ulang, dan berguna dalam membant u absorpsi kalsium (Almat sier, 2003).
Rat a-rat a konsumsi kalsium/ hari subj ek adalah 568. 54±288. 06 mg. Jumlah ini masih t erbilang kurang bila dibandingkan dengan angka kecukupan kalsium menurut AKG yang dit et apkan WNPG 2004 yait u 1000 mg unt uk remaj a laki-laki dan perempuan (Soekat ri &
Kart ono, 2007). Tidak t erdapat perbedaan nya- t a t erhadap konsumsi kalsium pada remaj a la- ki-laki dan perempuan (p>0. 05). Tabel 5 beri- kut menunj ukkan rat a-rat a konsumsi dan sum- bangan kalsium pada remaj a laki-laki dan perempuan.
Tinggi Badan dan Densitas Tulang
Tinggi badan merupakan ukuran ant ro- pomet ri yang menggambarkan keadaan per- t umbuhan skelet al. Rat a-rat a t inggi badan sub- j ek secara keseluruhan adalah 160. 4±8. 3 cm. Tinggi badan minimum subj ek secara keselu- ruhan adalah 135. 9 cm, sedangkan t inggi ba- dan maksimum adalah 179. 9 cm. Rat a-rat a t inggi badan remaj a laki-laki (168. 0±6. 0 cm) lebih t inggi secara nyat a dibandingkan remaj a perempuan (155. 4±5. 2 cm) pada p<0. 01. Me- nurut WHO (1995) velosit as t inggi badan pada remaj a laki-laki set elah melewat i masa puber- t as (sekit ar usia 14 t ahun) lebih t inggi daripada velosit as t inggi badan remaj a perempuan.
Hasil pengukuran dengan menggunakan alat Achil l es insight j enis quant it at ive ul t ra- sound pada seseorang yang berusia kurang dari 20 t ahun menghasilkan out put berupa nilai st if f ness index (SI). SI merupakan suat u gam- baran dari kualit as t ulang berkait an dengan kepadat an, st rukt ur dan kekuat annya (Heal t h Wat ch Cent ral , 2006). Nilai SI minimum pada subj ek secara keseluruhan adalah 60, sedang- kan nilai SI maksimum adalah 182. Rat a-rat a st if f ness index subj ek adalah 97. 5±18. 3; pada remaj a laki-laki 104. 41±18. 93 yang lebih t ing- gi secara nyat a dibandingkan pada remaj a pe- rempuan 92. 93±16. 34 (p<0. 01). Pada penelit i- an ini t idak dianalisis prevalensi subj ek yang ost openia karena sampai saat ini belum ada cut of point bagi penent uan ost eopenia bagi remaj a.
Menurut Olson et al . (1988) massa t u- lang rangka perempuan lebih kecil dibanding- kan dengan laki-laki, sehingga absorpsi kalsium pada laki-laki lebih t inggi dibandingkan dengan perempuan. Selain it u, densit as t ulang yang le- bih besar pada remaj a laki-laki diduga karena
Tabel 5. Rat a-rat a Konsumsi dan Sumbangan Kalsium pada Remaj a Laki-laki dan Perempuan
Kelompok Pangan Sumber Kalsium
Ca (mg)/ hari % Sumbangan Ca
Put ra Put ri Total Putra Putri Total
Susu Ol ahan susu Non susu : Pangan hewani
Kacang-kacangan & olahan Sayuran
Suplemen Ca
251. 08±234. 99 54. 12±91. 98
91. 59±61. 10 98. 64±67. 13 58. 70±61. 06 6. 99±39. 81
249. 37±197. 48 60. 38±84. 86
89. 55±78. 49 88. 12±65. 05 79. 01±84. 25 6. 95±40. 61
250. 04±212. 60 57. 91±87. 60
90. 35±72. 01 92. 27±65. 94 71. 00±76. 47 6. 97±40. 21
44. 75 9. 64
16. 32 17. 58 10. 46 1. 25
43. 49 10. 53
15. 62 15. 37 13. 78 1. 21
43. 98 10. 19
15. 89 16. 23 12. 49 1. 23
remaj a laki-laki lebih sering melakukan olah- raga secara t erat ur dibandingkan remaj a pe- rempuan. Menurut Mann & Truswell (2002) olahraga dengan t ingkat sedang secara t erat ur yang dit erapkan sej ak di ni baik unt uk pert um- buhan massa t ulang.
Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan
Uj i hubungan menj elaskan bahwa t erda- pat hubungan posit if ant ara t inggi badan de- ngan f rekuensi minum susu (p<0. 05) dan t inggi badan dengan j umlah (ml) susu yang dikonsum- si (p<0. 05). Susu mengandung zat gizi yang di- perlukan bagi pert umbuhan t ulang dan per- t umbuhan t inggi badan diant aranya kalsium, prot ein dan insul in-l ike gr owt h f act or-1 (IGF-1) (Anderson 2004). Uj i korelasi menj elaskan bahwa t erdapat hubungan posit if yang nyat a ant ara lamanya kebiasaan minum susu dengan t inggi badan subj ek (p<0. 05). Kebiasaan mi- num susu yang dimulai sej ak wakt u yang lalu, misalnya balit a, berkorelasi dengan t inggi ba- dan yang lebih baik dibandingkan dengan kebi- asaan minum susu yang baru dimulai subj ek beberapa t ahun t erakhir.
Uj i korelasi menunj ukkan t idak ada hu- bungan yang nyat a ant ara konsumsi kalsium dari susu dengan t inggi badan. Selain kalsium, f akt or yang mempengaruhi t inggi badan yait u hormon pert umbuhan, IGF-1, f akt or genet ik, akt ivit as harian dan olahraga.
Hubungan Konsumsi Susu dan Konsumsi Kal- sium Susu dengan Densitas Tulang
Uj i korelasi menunj ukkan adanya hu- bungan posit if yang nyat a ant ara lamanya kebiasaan minum susu dengan densit as t ulang. Lamanya subj ek mulai t erbiasa mengonsumsi susu berkorelasi posit if dengan nilai SI (p<0. 1). Semakin awal subj ek mulai t erbiasa minum susu, semakin baik nilai SI-nya berdasarkan hasil pengukuran. Hasil penelit ian Du (2002), menemukan bahwa remaj a wanit a yang meng- onsumsi susu mempunyai kepadat an t ulang yang lebih t inggi dibandingkan dengan yang t i- dak at au hanya sedikit mengonsumsi susu.
Konsumsi kalsium dari susu yang semakin t inggi t idak diikut i dengan nilai SI yang sema- kin baik. Densit as t ulang bukan hanya dit en- t ukan oleh konsumsi kalsium, t et api j uga f akt or genet ik, ket ersediaan vit amin D, gaya hidup, sert a akt ivit as f isik dan olahraga (IOM, 1997). Anderson (2004) menyat akan bahwa f akt or genet ik menent ukan sekit ar 60% per- kembangan massa t ulang, sehingga sekit ar 40% dit ent ukan oleh f akt or lingkungan.
Susu merupakan produk hewani yang memiliki kandungan f osf or yang t inggi. Fosf or dari susu dan j enis pangan lain dapat menye- babkan t erganggunya keseimbangan kalsium dan f osf or sehingga dapat mengganggu absorp- si dan ekskresi kalsium. Rasio vit al ant ara Ca: P unt uk pert umbuhan t ulang yang ideal adalah 1: 1 hingga 2: 1 (IOM 1997; Khomsan 2002).
At t wood (2003) mengemukakan bahwa susu mengandung prot ein yang t inggi. Pada j umlah t ert ent u konsumsi prot ein yang diikut i dengan konsumsi kalsium yang baik t erbukt i memberi pengaruh nyat a t erhadap t erbent uk- nya kepadat an t ulang yang baik, namun kon- sumsi prot ein yang t inggi yang t idak diikut i de- ngan konsumsi kalsium yang cukup dapat mem- berikan pengaruh pada menurunnya kepadat an t ulang. Hal ini dikarenakan konsumsi prot ein dapat meningkat kan hilangnya kalsium melalui urin.
Hubungan Konsumsi Kalsium Non-Susu de- ngan Tinggi Badan dan Densitas Tulang
Uj i korelasi menunj ukkan t idak t erdapat hubungan yang nyat a ant ara konsumsi kalsium dari pangan non-susu dengan t inggi badan dan densit as t ulang subj ek. Hal ini dapat t erj adi karena konsumsi kalsium dari non-susu hanya merupakan sebagian dari asupan t ot al kalsium harian. Pangan sumber kalsium sepert i t ahu, t empe, kacang-kacangan dan sayuran hij au mengandung serat dan oksalat yang akan membent uk garam t idak larut , sehingga menghambat absorpsi kalsium dalam t ubuh (Almat sier, 2003).
Uj i korelasi menunj ukkan bahwa t idak t erdapat hubungan yang nyat a ant ara t ingkat kecukupan konsumsi kalsium t ot al dengan t inggi badan subj ek. Tingkat kecukupan kon- sumsi kalsium t ot al yang semakin t inggi t idak selalu diikut i oleh t inggi badan yang semakin t inggi pula. Uj i beda menunj ukkan adanya per- bedaan yang nyat a (p<0. 1) ant ara rat a-rat a densit as t ulang pada subj ek yang t ingkat ke- cukupan konsumsi kalsium t ot al bila subj ek di- kelompokkan pada kelompok def isien kalsium (<66% t ingkat kecukupan kalsium) dibanding- kan kelompok cukup kalsium (>=66% t ingkat kecukupan). Hal ini menunj ukan ada kecende- rungan subj ek yang def isiensi kalsium j uga mempunyai densit as t ulang yang rendah.
KESIMPULAN
kebut uhan yait u 1000 mg. Rat a-rat a konsumsi susu subj ek adalah 170. 7±136. 3 ml/ hari de- ngan rat a-rat a f rekuensi 6 kali/ minggu dan rat a-rat a konsumsi kalsium dari susu sebesar 250. 0±212. 6 mg/ hari dengan kont ribusi dari susu sebesar 44. 0%.
Rat a-rat a st if f ness index subj ek adalah 97. 5±18. 3; dan rat a-rat a st if f ness index rema- j a laki-laki (104. 4±18. 9) lebih t inggi secara nyat a dibandingkan dengan remaj a perempuan (92. 9±16. 3).
Konsumsi kalsium dari susu dan konsumsi kalsium dari non-susu t idak menunj ukkan hu- bungan yang nyat a dengan densit as t ulang dan t inggi badan. Sement ara j umlah konsumsi susu dan f rekuensi minum susu menunj ukkan hu- bungan yang nyat a dengan densit as dan t ulang t inggi badan.
DAFTAR PUSTAKA
Almat sier S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia, Jakart a.
Anderson JJBa. 2004. Minerals. Dalam Mahan K & St ump SE (Eds. ), Food, Nut rit ion & Di- et Therapy 11t h ed. (hlm. 120-163). Saunders, Pennsylvania.
b. 2004. Nut rit ion and Bone Healt h. Dalam Mahan K & St ump SE (Eds. ), Food, Nut rit ion & Diet Therapy 11t h ed. (hlm. 642-666). Saunders, Pennsylvania.
At t wood CR. 2003. Milk, calcium and bone densit y. ht t p: / / www. msu. edu/ ~mikevh/ mvhhome/ milk. ht m [ 17 Desember 2006]
Du XQ et al. 2002. Milk consumpt ion and bone mineral cont ent in chinese adolescent girl. Bone, 30, 521-528
Healt h Wat ch Cent ral. 2006. Bone densit y t est - ing. ht t p: / / www. healt hwat chcent ral. com/ bone. ht m. [ 21 Maret 2007]
Holman SR. 1987. Essent ials of Nut rit ion f or t he Healt h Prof essions. JB Lipincot t Company, Philadelphia
Inst it ut e of Medicine [ IOM] . 1997. Diet ary Re- f erence Int akes f or Ca, Phosphorus, Mag- nesium, Vit amin D, Fluoride. Nat ional Academy Press, Washingt on.
Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi unt uk Kese- hat an. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sum-
berdaya Keluarga, Fakult as Pert anian, IPB, Bogor
Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi un- t uk Kualit as Hidup. Gramedia, Jakart a.
Mann J & Truswell AS. 2002. Essent ials of Hu- man Nut rit ion. Oxf ord Universit y Press, New York.
Miller DD. 1996. Minerals. Dalam Fennema OR. (Ed. ), Food Chemist ry. (hlm. 617-631). Marcel Dekker, Inc. , New York
Miller GD & Anderson JJB. 1999. The role of calcium in prevent ion of chronic di- seases. J Am Coll Nut r, 1183-4.
Olson RE, Broquist HP, Darby WJ, Kolbye AC, St alvey RM. 1988. Penget ahuan Gizi Mu- t akhir Mineral (Buku 2). Gramedia, Jakart a.
Pusat Penelit ian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Depkes RI dan PT Font erra Brands Indonesia. 2005. Prevalensi Ost e- oporosis dan Ost eopenia. Pusat Penelit i- an dan Pengembangan Gizi dan Makanan Depkes RI dan PT Font erra Brands Indo- nesia, Bogor
Rachmawat i E. 2006. Saat Pencuri Tulang Mengint ai. ht t p: / / kompas. com/ ver1/ Ke- sehat an/ 0609/ 15. [ 27 Maret 2007]
Spear BA. 2004. Nut rit ion in Adolescence. Dalam Mahan K & St ump SE (Eds. ), Food, Nut rit ion & Diet Therapy 11t h ed. (hlm. 284-301). Saunders, Pennsylvania.
Subar AF, Krebs-Smit h SM, Cook A, & Kahle LL. 1998. Diet ary Sources of nut rient s among US children 1989-1991. Pediat - rics, 102, 913-23.
Soekat ri M & Kart ono D. 2007. Angka Kecukup- an Mineral: Kalsium, Fosf or, Magnesium, Fluor. Dalam Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (hlm. 101-125), 17–19 Mei. LIPI, Jakart a.
Wiseman G. 2002. Nut rit ion and Healt h. Taylor & Francis, London.