BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1Tinjauan Pustaka
Tumbuhan dengan nama ilmiah Brassica oleracea L. Kelompok Capitata
ini dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Daun ini tersusun sangat rapat
membentuk bulatan atau bulatan pipih. Kubis merupakan tanaman setahun atau
yang berbentuk perdu. Rasa daunnya segar, renyah dan sedikit pedas. Kubis dapat
digunakan sebagai sayur, lalap maupun bahan pelengkap masakan lainnya.
Tanaman kubis dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik hampir di semua jenis
tanah (Sutarno, 1995).
Kubis telah dikenal manusia sejak tahun 2.500-2.000 Sebelum Masehi.
Dan mulai dibudidayakan di Eropa sekitar abad ke-9 Masehi. Pada abad ke-16
atau ke-17 mulai ditanam di Indonesia. Pada abad tersebut orang Eropa mulai
berdagang dan menetap di Indonesia. Sekarang, penanaman kubis sebagai
komoditas sayuran telah tersebar luas di seluruh Indonesia (Pracaya, 2001).
Kabupaten Karo yang terletak di Sumatera Utara, terbentang pada
ketinggian 600 - 1.400 m di atas permukaan laut. Kawasan berhawa sejuk dengan
suhu berkisar 14o - 26oC dan kelembapan rata-rata 89. Dengan topografi itu,
dataran tinggi Karo sangat potensial sebagai daerah penghasil komoditas
hortikultura. Letak Karo sangat menguntungkan bagi pendistribusian produk
pertanian karena berada pada jalur lintas dari beberapa kabupaten/kota di
Sumut. Secara administratif, Karo berbatasan dengan empat kabupaten. Sebelah
Dairi dan Toba Samosir, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara
(Dadang, 2008).
Kabupaten Karo masih mengandalkan sektor pertanian sebagai kegiatan
ekonomi, sekitar 75% lapangan usaha masyarakat di sana bekerja di sektor
pertanian dan sekitar 60% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita
berasal dari pertanian. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rp) Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012
Gunung Sinabung yang meletus pada tahun 2010 dan terus berlanjut erupsi
hingga tahun 2013 berdampak terhadap kehidupan manusia. Dampaknya
bergantung kepada besarnya kekuatan letusan gunung api tersebut namun secara
kesehatan masyarakat khususnya sekitar lokasi letusan gunung berapi tersebut.
Letusan gunung juga menyebabkan perubahan kegiatan ekonomi daerah tersebut,
harga-harga sayuran dan produksi pertanian sedangkan masyarakat di sekitar
gunung sendiri tidak memperoleh pendapatan selama kondisi bencana
(Tindaon, 2013).
Sisa abu vulkanik dan kondisi cuaca menyebabkan hasil pertanian tidak
optimal dan petani tidak memperoleh pendapatan yang layak, sehingga ketahanan
pangan dalam keluarga rendah. Memperhatikan hal tersebut, diperlukan strategi
khusus untuk mengatasi kerawanan pangan. Solusi yang dapat dilakukan melalui
diversifikasi tanaman dan ternak yang dipelihara. Selain itu, perlu
dipertimbangkan alternatif varietas tanaman yang lebih tahan cuaca dan dapat
dipanen dalam waktu yang relatif singkat (Rahmawati, 2014).
Berdasarkan perhitungan Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo, kerugian
di sektor pertanian dan perkebunan sejak Gunung Sinabung erupsi hingga 6
Januari 2014 diperkirakan Rp 712,2 miliar, di mana 10.406 hektar lahan pertanian
dan perkebunan puso. Luas lahan pertanian dan perkebunan ini meliputi tanaman
pangan (1.837 ha), hortikultura (5.716 ha), tanaman buah (1.630 ha), tanaman
biofarmaka (1,7 ha), dan perkebunan (2.856 ha). Hal ini terdapat di 4 kecamatan
yaitu Naman Teran, Simpang Empat, Payung dan Tiganderket. Kerugian dan
kerusakan dampak erupsi Sinabung nanti akan dihitung secara menyeluruh, di
sektor perumahan dan permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo luas pertanaman di empat
kecamatan yang terkena erupsi Gunung Sinabung adalah seluas 6.961 hektar. Hal
ini untuk lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Data Luas di Kecamatan yang Terkena Erupsi Gunung Sinabung No Kecamatan Jumlah KK Luas Pertanaman (Ha)
1 Simpang Empat 1.519 Tanaman Pangan 615
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2014
2.2Landasan Teori 2.2.1 Produksi
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan antara
tingkat produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan
untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Fungsi produksi
yang dihasilkan. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi
seperti tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah
jumlahnya sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan
teknologi dianggap tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2005).
Menurut Joesron dan Suhartati (2003) produksi merupakan hasil akhir dari
proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau
input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah
mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.
Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel
atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi, fungsi produksi adalah suatu
persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan
kombinasi input tertentu.
Fungsi produksi menghubungkan input dengan output dan menentukan
tingkat output optimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu, atau
sebaliknya, jumlah input minimum yang diperlukan untuk memproduksikan
tingkat output tertentu. Fungsi produksi ditentukan oleh tingkat teknologi yang
digunakan dalam proses produksi. Karena itu hubungan output input untuk suatu
sistem produksi merupakan suatu fungsi dari tingkat teknologi pabrik, peralatan,
tenaga kerja, bahan baku dan lain-lain yang digunakan dalam suatu perusahaan
(Arsyad, 2003).
Menurut Samuelson (2002) fungsi produksi adalah kaitan antara jumlah
output maksimum yang bisa dilakukan masing-masing dari tiap tiap perangkat
input (faktor produksi). Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang
proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor yaitu tanah, modal dan
tenaga kerja. Tentu saja proses produksi atau usahatani tidak berjalan jika tidak
ada tenaga kerja. Begitu juga dengan faktor lainnya seperti modal.
2.2.2 Pendapatan Usahatani
Pendapatan dari suatu usahatani adalah ditentukan dari jumlah penerimaan
yang diperoleh dikurangi dengan jumlah biaya variabel yang dikeluarkan.
Penerimaan pertama merupakan harga yang dibayar oleh pedagang dari hasil
tanaman yang diperoleh. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk
tenaga kerja dan modal yang dikeluarkan dalam usahatani. Perhitungan
keuntungan merupakan suatu cara yang cocok untuk memperlihatkan keadaan
keuangan dari usahatani di suatu tempat pada periode tertentu. Perhitungan
keuntungan merupakan alat yang baik untuk membandingkan hasil dari tanaman
yang berbeda, tahun yang berbeda atau petani yang berbeda (Sutarno, 1995).
Usahatani yang dilakukan pada akhirnya akan memperhitungkan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara
yang dikeluarkan dengan yang diperoleh tersebut merupakan pendapatan dari
usahatani yang dijalankan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah
menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan
keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan
Patong, 1973). Analisis pendapatan usahatani sangat bermanfaat bagi petani untuk
mengukur tingkat keberhasilan usahanya.
Soekartawi (1986) menjelaskan beberapa istilah yang terkait dengan
1. Penerimaan usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang
digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani
adalah nilai produksi atau penerimaan usahatani.
2. Penerimaan tunai didefinisikan sebagai nilai mata uang yang diterima dari
penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup
pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang
dikonsumsi.
3. Penerimaan tidak tunai adalah pendapatan yang bukan dalam bentuk uang,
seperti hasil panen yang dikonsumsi, hasil panen yang digunakan untuk bibit
atau makanan ternak, untuk pembayaran, disimpan di gudang dan menerima
pembayaran dalam bentuk benda.
4. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis
terpakai dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.
Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai.
5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala
pengeluaran untuk keperluan kegiatan usahatani yang dibayar dalam bentuk
benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.
6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak
dalam bentuk uang. Misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani
yang dibayar dengan benda.
7. Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan
total pengeluaran usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan
Pendapatan petani adalah selisih antar penerimaan (TR) dengan semua
biaya (TC). Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang
diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan
menjadi dua yaitu biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Biaya tetap (FC)
adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun
produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya
yang besar kecilnya dipengaruhi oleh faktor produksi yang digunakan, contohnya
biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC)
dengan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Soekartawi, 2002).
2.3 Kerangka Pemikiran
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung berapi yang aktif yang
terdapat di Sumatera Utara, Indonesia, selain gunung Sibayak. Tanaman kubis
merupakan salah satu komoditi yang diusahakan oleh petani di Kecamatan
Simpang Empat. Daerah ini merupakan salah satu kecamatan yang terkena erupsi
Gunung Sinabung.
Meletusnya Gunung Sinabung mempengaruhi produksi ataupun hasil
panen usahatani kubis yang diperoleh petani di daerah yang terkena dampak.
Hasil panen tanaman kubis yang telah diperoleh petani akan dijual ke pasar baik
pasar domestik maupun ekspor. Sesuai dengan level grade kubis yang diperoleh,
jika kubis memiliki grade yang baik maka produk mampu masuk ke pasar
internasional dan jika hanya memiliki mutu yang sedang maupun kurang bagus,
maka kubis hanya bisa dipasarkan di pasar domestik. Hasil penjualan output yang
Selain berpengaruh pada produksi kubis, erupsi Gunung Sinabung juga
mempengaruhi penggunaan input usahatani di daerah yang terkena dampak,
karena debu vulkanik yang dikeluarkan Gunung Sinabung yang sampai pada
tanaman kubis petani. Hal ini mengakibatkan adanya pengaruh terhadap biaya
produksi yang digunakan dalam usahatani kubis di daerah tersebut.
Adanya pengaruh erupsi Gunung Sinabung terhadap penerimaan dan
biaya produksi pada usahatani yang terkena dampak menunjukkan erupsi Gunung
Sinabung juga mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima oleh petani.
Artinya selain berpengaruh pada produksi atau hasil panen dan penerimaan, erupsi
Gunung Sinabung secara langsung juga mempengaruhi pendapatan petani kubis.
Pada umumnya para petani tidak mempunyai catatan tentang usahatani
yang dilakukannya. Maka pendapatan usahatani kubis di daerah yang tidak
terkena dampak erupsi Gunung Sinabung juga perlu dianalisis. Pendapatan petani
di daerah yang tidak terkena dampak ini digunakan untuk membandingkan
pendapatan petani sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pendapatan petani kubis di daerah yang
Dengan demikian skema kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan
pada Gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran
Usahatani kubis
Usahatani yang tidak terkena erupsi Usahatani yang
terkena erupsi
Produksi Penggunaan
input
Produksi Penggunaan
input
penerimaan biaya
penerimaan biaya
Pendapatan Pendapatan
2.4Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah, maka diambil hipotesis penelitian
sebagai berikut yaitu:
1. Terdapat perbedaan produktivitas kubis di daerah yang terkena dan di daerah
yang tidak terkena erupsi Gunung Sinabung di daerah penelitian.
2. Terdapat perbedaan pendapatan petani kubis di daerah yang terkena dan di