• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Setiap bangunan sipil memiliki 2 bagian, yaitu struktur atas (supper

structure) dan struktur bawah (substructure). Struktur bagian bawah itu lebih

sering disebut dengan pondasi. Fungsi pondasi ini adalah meneruskan beban

konstruksi ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Suatu perencanaan

pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke tanah

tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan (Das, 1995).

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan

pondasi, yaitu :

a. Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada

pondasi baik beban statik maupun beban dinamiknya.

b. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak melebihi dari penurunan

yang diijinkan.

Pondasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow

foundation) dan pondasi dalam (deep foundation). Secara umum, yang dinamakan

pondasi dangkal adalah pondasi yang mempunyai perbandingan antara kedalaman

dengan lebar sekitar kurang dari empat. Apabila perbandingan antara kedalaman

dengan lebar pondasi lebih besar dari empat, pondasi tersebut diklasifikasikan

sebagai pondasi dalam (𝐷𝑓

(2)

2.2. Cone Penetrometer Test (Sondering Test)

Cone Penetrometer Test (CPT) adalah uji sederhana yang dipakai semakin

luas untuk lempung lunak dan pasir halus sampai pasir setengah kasar. Pengujian

ini tidak diterapkan pada tanah berkerikil dan lempung kaku/keras. Pengujian ini

dilakukan dengan mendorong kerucut baku (menurut ASTM D 3441 mempunyai

ujung 60° dan diameter dasar = 35,5 mm dengan luas irisan lintang 10 cm2) ke

dalam tanah dengan kecepatan 10 sampai 20 mm/detik (Bowles, 1997). Dengan

pembacaan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat

mengukur besarnya kekuatan tanah pada kedalaman tertentu.

Alat sondir dibedakan menjadi dua jenis yaitu sondir ringan 2 ton dan

sondir berat 10 ton. Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus

sampai 150 kg/cm2 atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 30 m. Sondir

berat digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm2 atau penetrasi

konus telah mencapai kedalaman 50 m.

Ujung konus pada sondir mekanis terdiri dari dua tipe yaitu konus biasa

dan bikonus. Pada konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan

biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan

lekatnya kecil. Sedangkan bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus

dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus.

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil

tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian ini didapatkan nilai jumlah

perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL)

(3)

 Hambatan Lekat ( HL )

𝐻𝐿 = (𝐽𝑃 − 𝑃𝐾) ×𝐴𝐵………...(2.1)

 Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )

𝐽𝐻𝐿𝑖= ∑0𝑖𝐻𝐿………..(2.2)

Dimana :

PK = Perlawanan penetrasi konus (kg/cm2)

JP = Jumlah perlawanan (perlawanan ujung konus + selimut) (kg/cm2)

A = Interval pembacaan (cm)

B = Faktor alat = luas konus / luas torak (cm)

i = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)

Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus

yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.

Gambar 2.1. Konus Sondir dalam Keadaan Tertekan dan Terbentang

(4)

Gambar 2.2. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Soemarno, 1993)

Berikut prosedur penyelidikan tanah menggunakan alat uji sondir dapat

(5)

Tidak

Ya

Gambar 2.3. Prosedur Penyelidikan Tanah dengan Alat Uji Sondir (Sosrodarsono, 2000) MULAI UJI SONDIR

b.Dorong/tarik kunci pengatur pada

kedudukan siap tekan, sehingga

penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong.

c.Putar engkol searah jarum jam

(kecepatan 10 s.d 20 mm/s) sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian.

d.Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik menekan batang dalam saja.

c.) Setel rangka pembeban, sehingga pembeban berdiri vertikal.

d.) Pasang manometer untuk tanah lunak 0 s.d 2 MPa dan 0 s.d 5 MPa atau untuk tanah keras 0 s.d 5 MPa dan 0 s.d 20 Mpa. e.) Periksa sistem hidraulik dengan menekan

piston hidraulik menggunakan kunci piston dan bila kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem. f.) Tempatkan rangka pembeban, sehingga

penekan hidraulik berada tepat di atasnya. g.) Pasang balok-balok penjepit pada jangkar

dan kencangkan dengan memutar baut pengencang.

h.) Sambungkan konus ganda dengan batang dalam dan batang dorong serta kepal pipa dorong.

3. Prosedur pengujian (penekan batang dalam)

a.Baca perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4 cm pertama, dan catat

5. Perhitungan dan pembuatan grafik a.) Perhitungan formulir 1.

b.) Pembuatan grafik hasil uji sondir.

(6)

Tabel 2.1. Harga-harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir

Penetrasi konus PK = qc

(kg/cm2)

2.3. Standard Penetration Test ( SPT )

Standard Penetration Test (SPT) merupakan uji penetrasi standar untuk

memperoleh informasi jenis dan kekuatan tanah dari suatu lapisan bawah

permukaan tanah. Percobaan ini dilakukan dalam satu lubang bor dengan

memasukkan tabung sampel yang berdiameter 35 mm sedalam 304,5 mm dengan

memakai suatu beban penumbukan (drive weight) seberat 63 kg dan dijatuhkan

dari ketinggian 750 mm. Banyak pukulan palu untuk memasukkan tabung sampel

sedalam 304,5 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Tujuan percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan dari tanah dengan pengambilan contoh tanah

dengan tabung, sehingga jenis tanah dan ketebalan setiap lapisan tanah dapat

diketahui. Percobaan Standard Penetration Test (SPT) dilakukan dengan prosedur

sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan Standard Penetration Test (SPT) yang diperlukan,

seperti ; mesin bor, batang bor, split barrel, hammer, dan lain-lain.

2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman uji, lubang dibersihkan dari

kotoran hasil pengeboran, split barrel segera dipasangkan pada bagian

(7)

3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm.

4. Dengan bantuan mesin bor, tumbuklah batang bor dengan hammer seberat

63 kg dan ketinggian jatuh 75 cm. Setiap kedalaman 15 cm, catatlah

berapa jumlah pukulannya dan lakukan terus sampai mencapai kedalaman

45 cm. Contoh, N1 = 2 pukulan / 15 cm, N2 = 2 pukulan / 15 cm dan N3 = 3

pukulan / 15 cm, maka total jumlah pukulan adalah penjumlahan nilai N2

dan N3 = 2 + 3 = 5 pukulan. Nilai N1 tidak dimasukkan ke dalam

penjumlahan karena lapisan 15 cm pukulan pertama dianggap sisa kotoran

pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, yang perlu dibersihkan

agar memperkecil efisiensi gangguan.

5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke

permukaan untuk diidentifikasi jenis tanahnya meliputi komposisi,

struktur, warna, konsistensi. Kemudian masukkan sampel tanah tersebut

ke dalam botol tanpa dipadatkan, lalu ke core box.

6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT. Catatan : pengujian dihentikan

apabila nilai SPT ≥ 50 untuk empat kali interval.

(8)

Uji Standard Penetration Test (SPT) ini dapat dilakukan untuk hampir

semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman oleh beberapa hari, berbagai korelasi

empiris dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang

diperoleh dari pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan hubungan antara

kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah

ini.

memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat

geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh

Coulomb yang dinyatakan dengan :

𝜏 = 𝑐 + 𝜎 tan ∅……….(2.3)

dimana :

τ = kekuatan geser tanah (kg/cm2)

c = kohesi tanah (kg/cm2)

σ = tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2

)

ϕ = sudut geser tanah (°)

Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran)

(9)

1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir

bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser

sebesar :

∅ = √12 𝑁 + 15………...(2.4)

∅ = √12 𝑁 + 50………...(2.5)

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya :

∅ = 0,3 𝑁 + 27……….(2.6)

2.4. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)

Pada pelaksanaan tiang bor, tanah dilubangi dulu dengan ukuran diameter

sesuai desain menggunakan alat bor, dasar lubang pada akhir pengeboran

dibersihkan dan kemudian lubang tersebut diisi dengan pembesian/penulangan

dan selanjutnya dicor beton menggunakan pipa tremie (Asiyanto, 2009).

Lubang dibuat dengan alat bor mesin. Untuk kondisi tanah yang mudah

longsor, maka sebelum dibor dipasang dulu pipa casing seperlunya (biasanya

hanya untuk lapisan atas saja). Untuk menjaga kelongsoran dinding lubang bor di

bagian bawah pipa casing, lubang biasanya diisi lumpur bentonite.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan tiang bor ini adalah :

 Urutan pengeboran titik tiang harus ditetapkan sedemikian agar

gerakan/manuver peralatan bor tidak terganggu oleh tiang bor yang telah

selesai (umumnya gerakan mundur).

 Selama proses pengeboran akan dihasilkan (pada umumnya) lumpur hasil

(10)

tempat tertentu agar lokasi tetap bersih dan tidak menghambat jalannya

pekerjaan.

 Sistem pengecorannya menggunakan sistem tremie, untuk menghindari

terjadinya segregasi.

Ada tiga macam metode dasar untuk bored pile, yaitu:

Dry method

Pada metode ini urutan pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai

berikut :

1. Pertama dibuat lubang dengan cara mengebor tanah dengan alat bor

sedalam yang diinginkan.

2. Dasar dari lubang diisi beton secukupnya untuk dudukan besi

penulangan. Pengecorannya dapat dilakukan dengan cara jatuh bebas

dengan ketinggian yang dibatasi.

3. Penulangan besi diturunkan ke dalam lubang.

4. Seluruh lubang diisi dengan beton, sampai dengan elevasi yang

ditetapkan.

Cara ini dilakukan pada kondisi tanah yang cohesive dan dengan

muka air tanah di bawah dasar lubang atau tanah memiliki permeability

yang rendah sehingga air tanah tidak menyulitkan pelaksanaan. Oleh

karena itu, cara ini disebut dengan metode kering (dry method). Hal ini

(11)

Gambar 2.5. Bored Pile dengan Dry Method (Asiyanto, 2009)

Casing Method

Metode ini digunakan bila kondisi tanah mudah terjadi deformasi

ke arah lubang galian sehingga dapat menutup sebagian dari lubang. Cara

ini juga digunakan bila menginginkan untuk menahan aliran air tanah ke

dalam lubang tetapi ujung casing harus dapat mencapai tanah yang kedap

(impermeable).

Untuk memelihara kondisi lubang bor maka ketika memasukkan

casing disertai dengan pengisian lumpur (slurry) ke dalam lubang bor.

Setelah casing duduk pada tempatnya, maka slurry dipompa ke luar dari

lubang bor. Tergantung kebutuhan proyek, di bawah dasar casing digali

lagi dengan diameter yang lebih kecil dari diameter dalam casing, kurang

(12)

yaitu: casing ditinggal dan casing dicabut kembali selama proses

pengecoran beton. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 2.6. berikut.

Gambar 2.6. Bored Pile dengan Casing Method (Asiyanto, 2009)

Bila dipilih alternatif casing ditinggal maka diperlukan grouting

yang dimasukkan dengan tekanan untuk dapat mengganti slurry yang ada

di antara casing bagian luar dengan tanah.

Bila pilih alternatif casing diambil lagi (dicabut) maka pada saat

menarik casing ke luar, harus dilakukan dengan hati-hati, dimana saat

penarikan dilakukan harus dalam keadaan beton masih cair dan beton

betul-betul dapat mendesak slurry ke luar.

Slurry Method

Metode ini dapat diaplikasikan pada semua situasi penggunaan casing.

Slurry di sini juga difungsikan untuk menahan air tanah dapat masuk ke

(13)

yang ditandai dengan elevasi slurry (harus ditambah bila kurang), atau

dengan menambah density nya agar dapat memperoleh kekuatan untuk

menahan runtuhnya tanah ke dalam lubang bor. Urutan pelaksanaan

metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.7. berikut.

Gambar 2.7. Bored Pile dengan Slurry Method (Asiyanto, 2009)

Material bentonite umum digunakan dengan cara dicampur dengan

air sehingga merupakan cairan lumpur (slurry bentonite). Diperlukan

percobaan pencampuran bentonite untuk memperoleh jumlah presentase

yang optimum. Biasanya antara 4 sampai dengan 6 persen dari berat sudah

mencukupi. Bentonite dan air harus dicampur dengan benar agar tidak

terlalu kental.

Secara umum dengan metode ini diharapkan agar slurry tidak

terlalu lama dalam lubang karena akan dapat membentuk dinding yang

tipis yang sulit untuk dihilangkan/diganti dengan beton selama pengecoran

(14)

Selama proses pengecoran, pipa tremie harus selalu terbenam

dalam beton sehingga harus diperhatikan antara kecepatan pengecoran

dengan kecepatan menarik pipa tremie.

Beberapa keuntungan bored pile dibanding dengan driving pile sebagai

berikut:

1. Dengan diameter tiang yang besar dapat mengurangi jumlah tiang yang

diperlukan.

2. Banyak mengurangi getaran dan kebisingan suara.

3. Dapat menembus boulder (batu), untuk boulder yang besarnya kurang dari

1/3 diameter lubang dapat langsung dipindahkan dan untuk diameter yang

lebih besar dari lubang dapat dipecah dengan alat khusus.

4. Dapat dengan mudah pembesaran ujung tiang untuk meningkatkan daya

dukung dan dapat menahan gaya tarik.

5. Diameter lubang yang semakin besar dapat memberikan pengawasan

langsung tentang bearing capacity dan jenis tanah di dasar lubang.

Sedangkan kerugiannya adalah:

1. Tidak dapat digunakan apabila lapisan tanah keras terletak jauh dari

permukaan tanah.

2. Cuaca jelek akan sangat mengganggu proses pelaksanaan.

3. Tanah bekas galian lubang dan bekas bentonite slurry yang sudah tidak

digunakan memberikan pekerjaan tambahan untuk pembersihan dan

(15)

2.5. Proses Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor 2.5.1. Penggalian Lubang

Penggalian lubang dilakukan dengan cara pengeboran tanah. Pengeboran

diawali dengan menentukan posisi peralatan pengeboran dan melakukan

pengeboran awal dengan metode kering hingga kedalaman tertentu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengeboran adalah :

a. Dimensi alat bor dan pemasangan alat pengeboran serta ketelitian letak

dan tegak lurusnya tiang.

b. Persediaan alat-alat bantu yang kiranya diperlukan seperti casing,

alat-alat untuk membersihkan lubang, alat-alat-alat-alat pengaman dan sebagainya.

c. Batas dalamnya pengeboran lubang. Batas ini tergantung dari keadaan

tanah. Meskipun telah ditentukan dalam spesifikasi, namun sebaiknya

penentuan di lapangan ditentukan dengan site soil engineer yang cukup

ahli dan berpengalaman.

Gambar 2.8. Mata Bor

2.5.2. Pembersihan dasar lubang

Pembersihan dasar lubang dianggap hal yang paling penting dalam

pelaksanaan pengeboran, terlebih jika lubang penuh dengan air. Terdapat banyak

(16)

bucket khusus mungkin yang paling dapat diandalkan. Hal penting juga agar

lubang tidak terlalu lama dibiarkan, sebaiknya pemasangan tulangan dan

pengecoran dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam setelah lubang dibor.

Gambar 2.9. Pembersihan Dasar Lubang

2.5.3. Pemasangan tulangan

Perencanaan besi tulangan untuk tiang bor merupakan bagian dari proses

desain dan bentuk geometri besi tulangan memiliki pengaruh yang signifikan pada

tahapan konstruksi. Penulangan untuk tiang bor biasanya diperlukan untuk

menahan gaya lateral, gaya tarik dan momen yang timbul akibat gaya gempa,

angin dan sebagainya.

(17)

2.5.4. Pengecoran Beton

Pengecoran pada tiang bor dilakukan sesegera mungkin setelah lubang

dibor agar terhindar dari keruntuhan dinding lubang. Selain itu, hal yang perlu

diperhatikan adalah workability dari beton. Beton yang digunakan harus dapat

mendesak kotoran tanah yang berada di dasar lubang ke atas serta dapat mendesak

ke samping lubang. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar beton

tidak cepat mengering/ mengeras maka perlu disesuaikan dengan perkiraan waktu

dan teknik menggerakkan tremie dan ketinggian mengangkat pada saat tahap

pengecoran.

Gambar 2.11. Pengecoran pada Tiang Bor

2.6. Kapasitas Daya Dukung Aksial Bored Pile

Kapasitas daya dukung tiang adalah kemampuan atau kapasitas tiang

dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam kapasitas dukung

pondasi dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam kapasitas dukung tiang

satuannya adalah satuan gaya (kN). Dalam beberapa literatur digunakan istilah

(18)

Hitungan kapasitas dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan

statis dan dinamis. Hitungan kapasitas dukung tiang secara statis dilakukan

menurut teori mekanika tanah, yaitu dengan cara mempelajari sifat-sifat teknis

tanah, sedangkan hitungan dengan cara dinamis dilakukan dengan menganalisis

kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari data pemancangan tiang.

2.6.1 Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil Sondir

Untuk menghitung daya dukung tiang bor berdasarkan data hasil pengujian

sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhof.

Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap) + (JHL x K)……….(2.7)

dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang bor tunggal (kg)

qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2)

JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)

K = Keliling tiang (cm)

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

Qijin=

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)

qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2)

JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)

(19)

2.6.2.Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil SPT

Kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan silt didasarkan

pada data SPT, ditentukan dengan perumusan berikut :

1. Daya dukung ujung tiang (end bearing), (Reese & Wright, 1977)

𝑄𝑃 = 𝐴𝑃 .𝑞𝑃 ……….(2.9)

Dimana:

𝐴𝑃 = Luas penampang tiang bor (m2)

𝑞𝑃 = Tahanan ujung per satuan luas, (ton/ m2)

𝑄𝑃 = Daya dukung ujung tiang (ton)

Untuk tanah kohesif: 𝑞𝑃 = 9 𝐶𝑢………(2.10) Untuk tanah tidak kohesif: korelasi antara 𝑞𝑃 dan 𝑁𝑆𝑃𝑇 menurut (Reese & Wright, 1977) seperti pada Gambar 2.12 berikut.

Gambar 2.12. Daya Dukung Ujung Batas Tiang Bor Pada Tanah Pasiran (Reese & Wright, 1977)

Untuk N ≤ 60 maka 𝑞𝑃 = 7 N (t/ m2) < 400 (t/ m2) untuk N > 60 maka 𝑞𝑃 = 400 (t/m2)

(20)

2. Daya dukung selimut (skin friction), (Reese & Wright, 1977)

𝑄𝑠 = f. 𝐿𝑖 . p………..(2.11)

Dimana:

f = Tahanan satuan skin friction, (ton/m2)

𝐿𝑖 = Panjang lapisan tanah (m)

p = Keliling tiang (m)

𝑄𝑠 = Daya dukung selimut tiang (ton) Pada tanah kohesif:

f = α . 𝐶𝑢……….(2.12) dimana:

α = faktor adhesi (berdasarkan penelitian Reese & Wright (1977) α =0,55

𝐶𝑢 = kohesi tanah (ton/m2)

Pada tanah non kohesif; N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m2)

53 < N ≤ 100 maka f : dari koreksi langsung dengan 𝑁𝑆𝑃𝑇 (Reese &

Wright, 1977).

Gambar 2.13. Tahanan Geser Selimut Tiang Bor Pada Tanah Pasiran (Reese & Wright, 1977)

Nilai f juga dihitung dengan formula:

(21)

dimana : 𝐾0 = 1 –sin φ

𝜎𝑣′.= Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m2)

2.7. Uji Pembebanan (Loading Test)

Uji pembebanan (loading test) adalah suatu metode pengujian yang

bersifat setengah merusak atau merusak secara keseluruhan komponen-komponen

bangunan yang diuji. Pengujian yang dimaksud dapat dilakukan dengan beberapa

metode salah satunya adalah metode uji beban (loading test).

Tujuan loading test pada dasarnya adalah untuk membuktikan bahwa

tingkat keamanan suatu struktur atau bagian struktur sudah memenuhi persyaratan

peraturan bangunan yang ada, yang tujuannya untuk menjamin keselamatan

umum. Oleh karena itu biasanya loading test hanya dipusatkan pada

bagian-bagian struktur yang dicurigai tidak memenuhi persyaratan tingkat keamanan

berdasarkan data-data hasil pengujian material dan hasil pengamatan.

2.7.1. Pemakaian Uji Pembebanan

Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti

berikut ini :

1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena

keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.

2. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas

bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan fisik

yang dialami bagian-bagian struktur akibat kebakaran, gempa,

(22)

3. Tingkat kemanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas

pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan pada perencanaan yang

sebelumnya tidak terdeteksi.

4. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang non standard sehingga

menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur tersebut.

5. Perubahan fungsi struktur sehingga menimbulkan pembebanan tambahan

yang belum diperhitungkan dalam perencanaan.

6. Diperlukannya pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja

di renovasi.

2.7.2. Jenis-Jenis Loading Test

Uji pembebanan dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :

1. Pengujian ditempat yang biasanya bersifat non destructive.

2. Pengujian bagian-bagian struktrur yang diambil dari struktur utamanya.

Pengujian biasanya dilakukan di laboratorium dan sifat merusak.

Pemilihan jenis uji pembebanan ini tergantung pada situasi dan kondisi tetapi

biasanya cara kedua dipilih jika cara pertama tidak praktis atau tidak mungkin

untuk dilaksanakan. Selain itu pemilihan jenis pengujian bergantung pada tujuan

diadakannya load test. Jika tujuannya hanya ingin mengetahun tingkat layanan

struktur maka pilihan pertama adalah pilihan terbaik. Tetapi jika ingin mengetahui

kekuatan batas dari suatu bagian struktur yang nantinya akan digunakan sebagai

kalibrasi untuk bagian-bagian struktur lainnya yang mempunyai kondisi yang

(23)

2.7.3. Tujuan Uji Pembebanan Statik (Loading Test)

Tujuan dilakukukannya percobaan pembebanan statik (loading test)

terhadap pondasi tiang bor (bored pile) adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat

beban rencana.

2. Untuk menguji bawah pondasi tiang bor (bored pile) yang dilaksanakan

mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam

pelaksanaan tidak terjadi kegagalan.

3. Untuk menentukan daya dukung ultimit sebagai kontrol dari hasil

perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis.

4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari pada tanah, mutu beton dan

mutu besi beton.

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan

pembebanan adalah sebagai berikut :

1. Berapa lama setelah dibuat tiang itu dapat dilakukan percobaan. Untuk

mengetahui hal ini belum ada peraturan yang tegas kapan tiang bor (bored

pile) sudah dapat ditest. Untuk tiang-tiang beton (cast in place) tentu saja

percobaan dapat dilakukan setelah beton mengeras (28 hari) di samping

mungkin ada persyaratan lainnya. Untuk tiang-tiang yang dipancang (pre

cast) ada beberapa pendapat kapan tiang dapat ditest. Menurut Terzaghi,

tiang-tiang yang diletakkan di atas lapisan yang permeable (pasir) maka

percobaan sudah dapat dilakukan 3 hari setelah pemancangan. Pada

tiang-tiang yang dimasukkan dalam lapisan lanau dan lempung, maka percobaan

(24)

2. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang menonjol di

atas tanah. Pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk

menghindari kemungkinan terjadinya tekuk. Untuk loading test yang

dilakukan di darat, maka sebanyak tinggi bagian yang menonjol ini tidak

lebih dari 1 (satu) meter. Sedangkan loading test yang dilakukan di tengah

sungai, dimana air cukup dalam, maka tiang dapat saja menonjol beberapa

meter di atas dasar dasar sungai (muka tanah), tetapi dengan catatan harus

ada kontrol terhadap kemungkinan terjadinya tekuk.

3. Percobaan pembebanan (loading test) yang menggunakan alat pancang

hydraulic jack sebagai beban untuk percobaan, maka jack harus

ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari. Karena jika

jack ini diletakkan pada tempat yang panas, maka oli jack tersebut akan

memuai yang mana akan mengakibatkan tidak konstannya/bertambah

besar beban.

Yang terpenting adalah dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang

praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi,

misalnya dengan melihat kurva beban-penurunan, besarnya deformasi plastis

tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap

verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan

optimasi dan untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan

pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.

Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan

(25)

dapat menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tiang seperti ilustrasi

Gambar 2.15. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak

hidrolik.

Pergerakan tiang dapat diukur menggunakan satu set dial gauges yang

terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya

adalah satu milimeter. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran pergerakan relatif

tiang sangatlah penting. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi

tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instumentasi.

Instrumentasi yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang

pada lokasi-lokasi tertentu sepanjang tiang. Tell-tales pada kedalaman-kedalaman

tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat

memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang

tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian. (American Society

Testing and Materials, 2010).

(26)

Gambar 2.15 Pengujian dengan Tiang Jangkar (Tomlinson, 1980)

2.8.Metode Pembebanan

Terdapat empat metode pembebanan, yaitu :

a. Prosedur Pembebanan Standar (SML) Monotonik

Slow Maintained Load Test (SML) menggunakan delapan kali

peningkatan beban. Direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989),

metode uji standart ASTM; umum digunakan pada penelitian di

lapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya, terdiri atas :

1. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25%, 50%,

75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban

rencana.

2. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan

lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).

3. Mempertahankan 200% beban selama dua puluh empat jam.

4. Setelah waktu dibutuhkan diperoleh, lepaskan beban dengan

pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu satu jam diantara

(27)

5. Setelah beban diberikan dan dilepas ke atas, bebani tiang kembali

untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban

desain, menyediakan waktu dua puluh menit untuk penambahan

beban.

6. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban

desain.

b. Quick Load Test ( Quick ML )

Karena prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup

lama, maka para peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat

pengujian. Direkomendasikan oleh Dinas Perhubungan Amerika

Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM 1143-81 (opsional), terdiri

atas :

1. Bebani tiang dalam penambahan dua puluh kali hingga 300% dari

beban desain (masing-masing tambahan adalah 15% dari beban

desain).

2. Pertahankan tiap beban selama lima menit, bacaan diambil setiap

2,5 menit.

3. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue

dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji.

4. Setelah interval lima menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh

dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara

(28)

Metode ini lebih cepat dan ekonomis, lebih mendekati suatu

kondisi. Waktu ujinya 3-5 jam. Metode ini tidak dapat digunakan

untuk estimasi penurunan karena metode cepat.

Gambar 2.16. Contoh Hasil Uji Pembebanan Statik Aksial Tekan (Tomlinson,2001)

c. Prosedur Pembebanan Standar (SML) Siklik

Metode pembebanan sama dengan SML monotonik, tetapi pada

tiap tahapan beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani

kembali hingga tahap beban berikutnya (unloading-reloading). Dengan

cara ini, rebound dari setiap tahap beban diketahui dan perilaku

pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan dengan lebih baik.

Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode SML

monotonik.

d. Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan (Constant Rate of

Penetration Method atau CRP)

Metode CRP (Constant Rate of Penetration) merupakan salah

(29)

disarankan oleh Komisi Pile Swedia, departemen Perhubungan dan

ASTND 1143-81. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

1. Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/menit (1,25

mm/menit).

2. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat.

3. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in (50-70 mm).

Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat 2-3 jam

dan lebih ekonomis. Hasil pengujian tiang dengan metode CRP

(Constant Rate of Penetration) menunjukkan bahwa beban runtuh

relatif tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan

batasan kecepatan penurunan kurang dari 1,25 mm/menit. Kecepatan

yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang sedikit. Beban

dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian dihentikan

bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang

bila pergerakan (displacement) sudah cukup besar.

2.8.1. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan Statik

Dari hasil uji pembebanan, dapat dilakukan interpretasi untuk menentukan

besarnya beban ultimit. Ada berbagai metode interpretasi, yaitu :

a. Metode Chin

Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut (Gambar 2.17.):

1. Kurva load settlement digambar dalam kaitannya dengan S/Q,

dimana :

(30)

2. Kegagalan beban (Qf) atau beban terakhir (Qult) digambarkan

sebagai :

𝑄𝑢𝑙𝑡 = 𝐶1

1……….(2.15)

dimana :

S : settlement (cm)

Q : penambahan beban (ton)

C1 : kemiringan garis lurus

Gambar 2.17. Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Menurut Metode Chin

Kegagalan metode Chin dapat digunakan untuk tes beban dengan cepat

dan tes beban yang dilakukan dengan lambat. Biasanya memberikan perilaku

yang tidak realistik untuk kegagalan beban, jika tidak digunakan suatu

kenaikan waktu yang konstan pada uji tiang. Jika sepanjang kemajuan tes

beban statis, keruntuhan pada tiang akan bertambah maka garis Chin akan

menunjukkan suatu titik temu, oleh karena itu dalam merencanakan tiap

pembacaan metod Chin perlu dipertimbangkan. Metode Chin memperhatikan

batasan beban yang diregresikan linier yang mendekati nilai satu dalam

mengambil suatu hasil tes beban statis, dengan dasar nilai-nilai yang

(31)

menentukan satu garis dan titik ketiga pada garis yang sama

mengkorfimasikan suatu garis (Fellenius, Bengt H. 2001).

b. Metode Davisson (1972)

Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan

menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :

Gambarkan kurva beban terhadap penurunan.

1. Penurunan elastis dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

𝑆𝑒

Q = Beban uji yang diberikan (ton)

L = Panjang tiang (m)

Ap = Luas penampang tiang (m2)

Ep = Modulus elastisitas tiang (ton/m2)

2. Tarik garis OA seperti gambar berdasarkan persamaan penurunan

elastis (Se).

3. Tarik garis BC yang sejajar dengan garis OA dengan jarak X, dimana

X adalah :

𝑋 = 0.15 + 𝐷 120⁄ ….. (dalam inch) ………(2.17)

Dengan D adalah diameter atau sisi tiang dalam satuan inch.

4. Perpotongan antara kurva beban-penurunan dengan garis lurus

(32)

Gambar 2.18. Interpretasi Daya Dukung Ultimit dengan Metode Davisson

2.9. Uji Beban Dinamis (Dynamic Loading Test)

Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji

Pile Driving Analyzer (PDA) yang dikembangkan oleh Professor Goble di Case

Institute of Technology, Ohio. Uji pembebanan dinamis awal dikembangkan

hanya untuk pondasi tiang pancang, namun dengan cara analog uji pembebanan

dinamis dapat diaplikasikan pada bored pile. Pengetesan dilakukan dengan konsep

1 (satu) dimensi gelombang yang diakibatkan oleh pukulan pada tiang tersebut.

Dengan demikian tiang yang dipikul akan memberikan energi tertentu yang

menghasilkan kapasitas daya dukung tiang. Instrumentasi yang digunakan adalah

berupa 1 (satu transducer) dan 1 (satu) pasang accelerometer. Kedua pasang alat

tersebut diletakkan pada bagian atas tiang dengan jarak min > 2D di bawah top

level tiang. Pengukuran dicatat oleh alat dan dianalisis dengan menggunakan

Indowap Software 1 (satu) dimensi teori gelombang. Indowap analisis akan

(33)

dari uji PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave

Analysis Program (CAPWAP).

Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan

antara lain :

a. PDA-Model PAX.

b. Empat (4) strain transducer dengan kabel.

c. Empat (4) accelerometer dengan kabel.

d. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan

perlengkapan keamanan.

Gambar 2.19. PDA Instrumen dan Aksesoris Pendukung

Persiapan Pengujian yang dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian

adalah sebagai berikut :

a. Kepala tiang harus tegak, lurus dengan permukaan yang rata.

b. Siapkan hammer dan cushion tiang pada kepala tiang.

c. Strain transducer dan accelerometer dipasang pada 2 sisi tiang yang saling

berseberangan dengan jarak minimal 50 cm dari ujung kepala tiang.

Keempat pasang sensor tersebut dipasang vertikal atau sejajar as tiang.

(34)

e. Lakukan kalibrasi strain transducer dan accelerometer.

f. Masukkan seluruh data tiang, hammer dan instrument lain sebagai data

masukan (input) PDA model PAX.

g. Lakukan pemeriksaan kembali terhadap data masukan yang diperoleh

sehingga pengujian dapat terlaksana dengan baik.

Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, pengujian dilakukan dengan

pemukulan hammer seberat 7,5 ton dengan tinggi jatuh 1,5 m untuk mendapatkan

energi yang cukup dan tegangan yang terjadi pada kepala tiang tidak

menyebabkan kerusakan tiang. Selama pemukulan hammer, variabel-variabel

yang diperoleh dari pengujian dimonitor dan dievaluasi.

2.10. Penurunan Elastis Tiang Tunggal

Penurunan kepala tiang yang terletak pada tanah homogen dengan

modulus elastis dan angka Poisson yang konstan dapat dihitung dengan

persamaan yang disarankan oleh Poulus dan Davis (1980), sebagai berikut :

a. Untuk tiang apung atau friksi

𝑆 = 𝐸𝑄.𝐼

𝑠.𝐷………(2.18)

dimana :

𝐼 = 𝐼0. 𝑅𝑘. 𝑅ℎ.𝑅𝜇………...(2.19)

b. Untuk tiang dukung ujung

𝑆 = 𝐸𝑄.𝐼

𝑠.𝐷……….(2.20)

dimana :

(35)

Keterangan :

S = besar penurunan yang terjadi (mm)

Q = besar beban yang bekerja (kg)

D = diameter tiang (cm)

Es = modulus elastisitas bahan tiang (kg/cm2)

I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat

(Incompressible) dalam massa semi tak terhingga

Rk = faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk μs=0,35

Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada

tanah keras

Rμ = faktor koreksi angka Poisson

Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

H = kedalaman (m)

K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang

dinyatakan oleh Persamaan 2.22 berikut.

𝐾 = 𝐸𝑝.𝑅𝑎

K = faktor kekakuan tiang

Ep = modulus elastisitas dari bahan tiang (kg/cm2)

Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (kg/cm2)

(36)

Gambar 2.20. Faktor Penurunan I0 (Poulus dan Davis, 1980)

(37)

Gambar 2.22. Faktor Penurunan Rk (Poulus dan Davis, 1980)

(38)
(39)

2.11. Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode yang

membagi-bagi daerah yang akan dianalisis kedalaman bagian-bagian yang kecil.

Bagian-bagian yang kecil inilah yang disebut dengan elemen. Semakin banyak

pembagian elemen maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati

kondisi asli. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit

perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam

rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang

berbeda. Seperti halnya pondasi dan tanah, dalam menganalisis pondasi dengan

metode elemen hingga terdapat perbedaan kekakuan antara dua elemen, yaitu

elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.

2.12. Plaxis

Plaxis adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode

elemen hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisis

deformasi dan stabilitas dalam bidang geoteknik. Prosedur pembuatan model

secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga

yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan berbagai fasilitas yang

tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil komputasi secara mendetail.

Proses perhitungannya sendiri sepenuhnya berjalan secara otomatis dan

didasarkan pada prosedur numerik yang handal (Plaxis, 2012).

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menjalankan program

Plaxis ini adalah instalasi program, pemodelan secara umum, dan proses

(40)

beberapa diantaranya adalah model soft soil, hardening soil, jointed rock, Hoek

dan Brown serta model tanah Mohr – Coulomb.

2.12.1.Teori Mohr-Coulomb

Mohr-Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah merupakan model

linear elastic dan plastic sempurna (linear elastic perfectly plastic model) Input

parameter meliputi lima buah parameter, yaitu :

 Modulus Young (E) dan rasio Poisson (v) yang memodelkan

keelastisitasan tanah.

 Kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (φ’) yang memodelkan perilaku

plastis tanah.

 Sudut dilatansi (Ѱ) yang memodelkan perilaku dilatansi tanah.

Pada pemodelan Mohr-Coulomb umumnya dianggap bahwa nilai E

konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan

adanya peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan input tambahan

dalam program Plaxis. Untuk setiap lapisan yang memperkirakan rata-rata

kekakuan yang konstan sehingga perhitungan relatif lebih cepat dan dapat

diperoleh kesan pertama deformasi. Selain lima parameter di atas, kondisi tanah

(41)

2.12.2.Pemodelan pada Program Plaxis

Pada perhitungan dengan metode numerik digunakan dengan bantuan

komputer, yaitu menggunakan program Plaxis. Sebelum melakukan perhitungan

secara numerik, maka harus terlebih dahulu dibuat model dari pondasi tiang bor

yang akan dianalisis, seperti pada Gambar 2.25 di bawah ini :

Gambar 2.25. Model Pondasi Bored Pile

Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut meliputi material

tanah dan material pondasi, dimana masing-masing material mempunyai sifat-sifat

teknis yang mempengaruhi perilakunya. Pemodelan ini mengasumsikan bahwa

perilaku tanah bersifat isotropis elastis linier berdasarkan hukum Hooke. Namun

demikian, model ini sangat terbatas dalam memodelkan perilaku tanah, sehingga

(42)

2.13. Parameter Tanah a) Modulus Young (E)

Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah granuler

maka beberapa pengujian lapangan (in-situ-test) telah dikerjakan untuk

mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Terdapat beberapa usulan nilai E

yang diberikan oleh peneliti. Bowles (1977) memberikan persamaan yang

dihasilkan dari pengumpulan data sondir, sebagai berikut :

E =3.qc (untuk pasir)………(2.24)

E = 2. qc sampai dengan 8. qc (untuk lempung)………..(2.25)

qc= 4N (dimana N diperoleh dari uji SPT)………...(2.26)

dengan qc dalam kg/cm2

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT

(Standart Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai

SPT, sebagai berikut :

E = 6 ( N + 5 ) k/ft2 (untuk pasir berlempung)………..(2.27)

E = 10 ( N + 15 ) k/ft2 (untuk pasir) ……….(2.28)

Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga dicari dengan pendekatan

terhadap jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT, seperti pada Tabel 2.3.

(43)

Tabel 2.3. Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Lempung

Tabel 2.4 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada Tanah Pasir

(44)

b) Poisson’s Ratio (μ')

Rasio Poisson diasumsikan nilainya sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan

mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0

sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan dalam

perhitungan. Oleh karena nilai dari rasio Poisson sukar untuk diperoleh untuk

tanah. Sementara pada program Plaxis khususnya model tanah undrained μ'<0,5.

Tabel 2.5. Hubungan Jenis Tanah, Konsistensi dan Poisson’s Ratio

Soil Type Description µ’

Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering

dengan satuan volume tanah.

d) Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)

Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air

dengan satuan volume tanah jenuh. Di mana ruang porinya terisi penuh oleh air.

e) Sudut Geser Dalam (ø)

Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat

geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan

yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi

keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser

dalam didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan

(45)

f) Kohesi (c)

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama

dengan sudut geser tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang

menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja

pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari

tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari kohesi didapat dari engineering

properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test. Selain itu nilai berat

jenis tanah kering (γdry) , berat jenis tanah jenuh (γsat), sudut geser (ø) dan kohesi

(C) dapat juga di peroleh dari program Allpile dengan memasukkan nilai N-SPT.

g) Sudut Dilatansi( Ѱ)

Sudut dilatansi adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah

pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan deviatorik. Dilatansi

merupakan fenomena yang terjadi pada pasir padat dan over-consolidated clay

dimana pada saat dibebani (mengalami gaya geser) struktur tanah mengalami

pengembangan volume (pertambahan volume). Tanah lempung normal

konsolidasi tidak memiliki sudut dilatansi, tetapi pada tanah pasir, besar sudut ini

tergantung pada kepadatan relatif (Dr) dan sudut geser dalamnya yang dinyatakan

dengan persamaan :

(46)

h) Permeabilitas (k)

Berdasarkan persamaan Kozeny-Carman nilai permeabilitas untuk setiap

layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus :

𝑘 = 1+𝑒𝑒3………..(2.30)

Untuk tanah yang berlapis–lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah

vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :

𝑘𝑣 = (𝐻1 𝐻

k : koefisien permeabilitas (cm/detik)

kv : koefisien permeabilitas arah vertikal (cm/detik)

kh : koefisien permeabilitas arah horizontal (cm/detik)

Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis

tanah tersebut seperti pada Tabel 2.6 berikut ini :

Tabel 2.6. Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

Jenis Tanah K

cm/detik ft/menit

Kerikil Bersih 1.0-100 2.0-200

Pasir Kasar 1.0-0.01 2.0-0.02

Pasir Halus 0.01-0.001 0.02-0.002 Lanau 0.001-0.00001 0.002-0.00002 Lempung <0.000001 <0.000002

(47)

2.14. Parameter Tiang Bor (Bored Pile)

Parameter yang digunakan untuk mendefinisikan tiang bor adalah material

model linear elastic dan material tipe non-porous. Model linear elastic didasarkan

pada hukum Hooke yang berlaku untuk perilaku material yang elastic dan

isotropic. Model ini cocok untuk massa yang sangat kaku yang berada dalam

tanah, misalnya saja bored pile, dimana kondisi tegangan pada material tersebut

Gambar

Gambar 2.1. Konus Sondir dalam Keadaan Tertekan dan Terbentang
Gambar 2.2. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Soemarno, 1993)
Gambar 2.3.  Prosedur Penyelidikan Tanah dengan Alat Uji Sondir (Sosrodarsono, 2000)
Gambar 2.4. Alat Percobaan Penetrasi Standar (Sosrodarsono, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap. Kepuasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kebijakan negara terhadap etnis Cina dalam bidang sosial dan budaya serta kondisi budaya efiris Cina. masa reformasi

17.Peraturan Bupati Bantul Nomor 64 Tahun 2009 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2010;5.

bagian terbesar Karesidenan Banyumas bagian Timur hampir

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3182. Pendidikan Pancasila dan

Alkulturasi Batik Tradisional Jawa dengan Budaya Cina dan Tantangan

Our results con®rm the presence of main soil bacterial groups and show by a culture independent approach that the plant roots decrease the microbial phylogenetic diversity by

Kerja sama positif dalam mengerjakan tugas dan saling menghargai pendapat dan gagasan o Guru memberi kesempatan kepada kelompok siswa untuk melakukan kegiatan