• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI Nomor 11/28/PBI/2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI Nomor 11/28/PBI/2009"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara, yaitu sebagai perantara dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of fund), sehingga peranan dari bank sebenarnya adalah sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary).1

Perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat memang peranan yang penting dalam sistem perekonomian suatu negara, sehingga sering dikatakan bahwa bank merupakan jantung sistem keuangan. Peran bank adalah sangat strategis dalam menyerasikan, menyelaraskan dan menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.2

Terintegrasinya sistem keuangan suatu negara seperti Indonesia, membuka peluang masuknya kejahatan internasional dengan motif transaksi keuangan, di antaranya praktik pencucian uang, yaitu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, sehingga

1

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 77.

2

(2)

jelas tujuannya untuk melindungi atau menutupi aktivitas kriminal yang menjadi sumber dana/ uang yang akan dibersihkan. IMF sendiri telah memprediksi skala transaksi pencucian uang mencapai 2-5 % Gross Domestic Product (GDP) dunia.3

Menyadari dampak buruk dari kejahatan pencucian uang, pemerintah telah mengeluarkan berbagai ketentuan termasuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sejalan dengan undang-undang tersebut, dalam rangka mencegah disalahgunakannya jasa perbankan (antara lain rekening bank, surat berharga perbankan, dan lain-lain) sebagai sarana penyimpanan uang hasil kejahatan, maka satu tahun sebelum ditetapkannya UU TPPU, pada tanggal 10 Juni 2001 dan 13 Desember 2001.

Fenomena era globalisasi ditambah adanya kemajuan pengetahuan dan teknologi memiliki dampak tersendiri bagi dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bidang perbankan misalnya, era globalisasi telah melahirkan produk-produk inovatif baru sebagai upaya meningkatkan layanan jasa kepada nasabah. Begitu juga dengan industri peyedia jasa keuangan lainnya seperti produk asuransi, baik jiwa maupun kerugian dan pasar modal, engineering dalam sistem keuangan begitu meluas dan complicated. Salah satu contoh dari atribut itu seperti fasilitas wire transfer, dimana seseorang dapat melakukan transaksi bisnis dengan mitranya di luar negeri dalam hitungan detik tanpa para pihak yang harus melakukan pertemuan secara fisik.

3

(3)

Bank Indonesia pada bulan Juni 2001 mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles/ KYC), yaitu prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan, yang diberlakukan bagi Bank Umum. Penerapan KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) untuk melindungi integritas dan kesehatan bank.4

Selanjutnya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 mengenai Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak tanggal 1 Juli 2009 berdasarkan

Berdasarkan hal tersebut di atas, diketahui bahwa pencegahan dan pemberantasan pencucian uang di Indonesia dimulai pada tanggal 17 April 2002 yaitu saat diberlakukannya Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sesungguhnya, tahapan pencegahan pencucian uang sudah dilakukan sebelum undang-undang tersebut lahir namun lingkupnya hanya terbatas

4

(4)

pada bank. Hal ini dapat ditunjukkan melalui seperangkat regulasi yang dikeluarkan oleh otoritas perbankan yang lebih dikenal dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Urgensi pengaturan ini, tentu didasari oleh alasan yang kuat terutama mengenai dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang dalam perekonomian dan untuk memenuhi prinsip-prinsip pengawasan bank secara efektif sesuai standar internasional.5

Selanjutnya untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini, telah disahkan pula Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU PPTPPU) yang disahkan dan mulai berlaku sejak tanggal 22 Oktober 2010. UU PPTPPU ini antara lain disusun berdasarkan realitas (yuridis), bahwa pencegahan dan pemberantasan TPPU memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. Dengan landasan hukum yang kuat, maka harta kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh para pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita dan dirampas sehingga dengan sendirinya dapat menurunkan tingkat kriminalitas.6

5

I Ktut Sudiharsa, “Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Perbankan”,

http://sudiharsa.wordpress.com/2007/06/20/pencegahan-dan-pemberantasan-pencucian-uang-di-perbankan/. Diakses tanggal 20 Januari 2012.

6

(5)

Selain itu, UU PPTPPU juga dibentuk dengan memperhatikan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional yang telah berkembang dan berubah (sosiologis). Revisi atas UU PPTPPU dilakukan untuk memastikan, bahwa regulasi yang ada dapat efektif dalam membantu mewujudkan stabilitas perekonomian dan menjaga integritas lembaga keuangan serta mampu mendukung upaya penegakan hukum.7

Salah satu aspek penting dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah kewajiban penyedia jasa keuangan untuk melaporkan setiap transaksi minimal Rp. 500 juta yang dilakukan dalam satu kali atau beberapa kali transaksi kepada PPATK atau melaporkan transaksi keuangan yang juga di bawah angka Rp. 500 juta jika penyedia jasa keuangan melihat adanya indikasi yang mencurigakan (suspicious transaction) terhadap transaksi tersebut.8

Salah satu transaksi yang dikategorikan sebagai transaksi mencurigakan yang terkait dengan pencucian uang adalah bank melaporkan bahwa nasabah akan melakukan transfer Rp. 1 milyar dan berencana untuk mentransfer Rp. 50 milyar. Namun ketika ditanyakan asal usul dan tujuan pembukaan rekening, nasabah hanya mengatakan bahwa rekening diperlukan untuk pembayaran kebutuhan pekerja sosial. Selain itu prinsip mengenal nasabah juga penting dengan meminta informasi kepada nasabah dan sebenarnya UU PPTPPU ini telah menunjukkan perannya sebagai produk hukum untuk mencegah terjadinya pencucian uang di Indonesia.

7Ibid 8

(6)

Akhirnya pihak bank tidak memenuhi permohonan pembukaan rekening nasabah tersebut. Dengan demikian, transaksi yang mencurigakan adalah transaksi antara nasabah bank dengan pihak lain yang menggunakan rekening bank sebagai sarana pencucian uang, bukan transaksi antara nasabah dengan bank yang bersangkutan. Ada ribuan teknik yang dapat digunakan untuk mengubah status uang haram dari hasil kejahatan menjadi uang hasil perolehan usaha yang halal. Salah satu cara yang jitu adalah dengan membuat uang haram terlihat seperti uang kemenangan dari permainan judi di suatu negara, selain itu dapat juga dilakukan dengan cara lain seperti transaksi derevatif, menjaminkan uang haram sebagai deposito dan sengaja memailitkan diri, pura-pura menjual barang antic atau membeli property yang harganya digelembungkan. Semua metode tersebut sangat mudah dilakukan, tetapi sangat sulit dibuktikan sebagai tindak pidana pencucian uang.9

(7)

Sumut memiliki visi yaitu Menjadi bank andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat.

Sebagai salah satu bagian dalam lalu lintas pembayaran, Bank Sumut diwajibkan mendukung pencegahan tindak pidana pencucian uang. Atas dasar hal tersebut, maka tulisan ini lebih lanjut akan meneliti peranan PT. Bank Sumut tersebut dalam sebuah penelitian yang berjudul Analisis Hukum terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cab. Utama Medan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010.

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum?

(8)

3. Apa hambatan-hambatan Bank Sumut dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan bagaimana upaya mengatasi hambatan tersebut?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis dan menjelaskan konsep pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.? 2. Untuk menganalisis dan menjelaskan upaya yang dilakukan Bank Sumut

dalam pencegahan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum?

(9)

D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan akan menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya hukum perbankan dan hukum tentang pencucian uang (money laundering).

2. Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran upaya pembaharuan hukum ekonomi, khususnya dalam memberikan masukan bagi dunia perbankan dalam melakukan pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi dunia perbankan dalam membuat dan menjalankan kebijakan tentang upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

(10)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Analisis Hukum terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang “Analisis Hukum terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cab. Utama Medan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010”, dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa tesis yang memiliki topik yang sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya jelas berbeda dengan isi tesis ini, yakni:

(11)

Permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada perkembangan pengaturan pencucian uang di Indonesia, karakteristik tindak pidana pencucian uang dan kebijakan penanggulangan kejahatan pencucian uang.

2. Irwan Anwar/047005031, Analisis Yuridis Peran Criminal Justice System

dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang

Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada kriminalisasi tindak pidana pencucian uang di dalam hukum positif, peran criminal justice system dalam penanggulangan tindak pidana pencucian uang, serta beberapa faktor yang menghambat penanggulangan tindak pidana pencucian uang.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,10 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.11 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.12

10

M. Hisyam & J.J.J.M Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: FE UI, 1996), hal. 203.

11Ibid

, hal. 16.

12

(12)

Fungsi teori di dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan menjelaskan hal yang akan diteliti, sehingga oleh karena penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori ini diarahkan secara khas ilmu hukum, dan secara khusus pada upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di dunia perbankan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, jasa-jasa perbankan dan globalisasi di sektor perbankan, dewasa ini bank telah menjadi sarana utama untuk kegiatan pencucian uang (money laundering) yang berasal dari tindak pidana atau aktivitas kriminal, dikarenakan perbankan banyak menawarkan jasa-jasa dan instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul suatu dana. Penyimpangan uang hasil kejahatan dalam perbankan didukung dan memanfaatkan ketatnya ketentuan rahasia bank di seluruh dunia, karena bank adalah lembaga kepercayaan yang wajib merahasiakan simpanan nasabah. Dengan demikian, diperlukan penegakan hukum secara menyeluruh atas segala bentuk tindak pidana pencucian uang yang mungkin terjadi dalam dunia perbankan melalui penerapan instrumen-instrumen hukum yang mengatur tentang upaya yang wajib dilakukan oleh bank untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu, teori yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori penegakan hukum (law enforcement).

(13)

execution of a law; the carrying out of a mandate or command”.13 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya. Aparat penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum (legal spirit) yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-undangan (law making process).14

Selain itu dalam Black’s Law Dictionary, dengan editor Bryan A. Garner menerjemahkan penegakan hukum sebagai pertama;The detection and punishment of violations of the law. The term is not limited to the enforcement of criminal laws, for example, the Freedom of Information Act contains an exemption for law-enforcement purposes and furnished in confidence. That exemption is valid for the enforcement of a variety of noncriminal laws (such as national-security laws) as well as criminal laws. Kedua; Criminal justice. Ketiga; Police officers and other members of the executive branch of government charged with carrying out and enforcing the criminal law.

15

Satjipto Rahardjo membedakan istilah penegakan hukum (law enforcement) dengan penggunaan hukum (the use of law). Penegakan hukum dan penggunaan hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat menegakkan hukum untuk memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat menegakkan hukum untuk digunakan

13

Black Henry Campbell, Black’s Law Dictionary. Edisi VI. (St. Paul Minesota: West Publishing, 1999), hal. 578.

14

Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cetakan Kedua. (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002), hal. 69.

15

(14)

bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain. Menegakkan hukum tidak persis sama dengan menggunakan hukum.16

Penegakan hukum merupakan sub-sistem sosial, sehingga penegakannya dipengaruhi lingkungan yang sangat kompleks seperti perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, iptek, pendidikan dan sebagainya. Penegakan hukum harus berlandaskan kepada prinsip-prinsip negara hukum sebagaimana tersirat dalam UUD 1945 dan asas-asas hukum yang berlaku di lingkungan bangsa-bangsa yang beradab (seperti the Basic Principles of Independence of Judiciary), agar penegak hukum dapat menghindarkan diri dari praktik-praktik negatif akibat pengaruh lingkungan yang sangat kompleks tersebut.

17

Berdasarkan teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto, efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor. Pertama; faktor hukumnya sendiri (undang-undang). Kedua; faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Ketiga; faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Keempat; faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Kelima; faktor kebudayaan,

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Cetakan Kedua, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006), hal. 169.

17

Muladi. Op. cit. hal. 70.

(15)

Relevan dengan teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut, Romli Atmasasmita mengatakan faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering diabaikan.19

Konsepsi operasional tentang bekerjanya hukum dalam masyarakat dengan didasarkan pada dua konsep yang berbeda yaitu konsep tentang ramalan-ramalan mengenai akibat-akibat (prediction of consequences) yang dikemukakan oleh Lundberg dan Lansing tahun 1973 dan konsep Hans Kelsen tentang aspek rangkap dari suatu peraturan hukum.

20

Berdasarkan konsep Lundberg dan Lansing, serta konsep Hans Kelsen tersebut Robert B. Seidman dan William J. Chambliss menyusun suatu teori bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan suatu peraturan perundang-undangan sangat tergantung banyak faktor. Secara garis besar bekerjanya hukum dalam masyarakat akan ditentukan oleh beberapa faktor utama. Faktor-faktor tersebut dapat:21

a. Bersifat yuridis normatif (menyangkut pembuatan peraturan perundang-undangannya).

b. Penegakannya (para pihak dan peranan pemerintah).

19

Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2001), hal. 55.

20

Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Sosial dalam Pemahaman Masalah-Masalah Hukum, (Semarang: CV Agung, 1989), hal. 23.

21

(16)

c. Serta faktor yang bersifat yuridis sosiologis (menyangkut pertimbangan ekonomis serta kultur hukum pelaku bisnis).

Faktor materi (substansi) suatu hukum atau peraturan perundang-undangan memegang peranan penting dalam penegakan hukum (law enforcement). Artinya di dalam hukum atau peraturan perundang-undangan itu sendiri harus terkandung dan bahkan merupakan conditio sine quanon di dalamnya keadilan (justice). Sebab, bagaimana pun juga hukum yang baik adalah hukum yang di dalamnya terkandung nilai-nilai keadilan.

Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor aparatur penegak hukum itu sendiri yang lazim juga disebut law enforcer (enforcement agencies). Relevan dengan hal tersebut B. M. Taverne mengatakan:

Geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken” bahwasanya berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”.

(17)

Hal yang sangat penting yang harus juga mendapat perhatian serius dari aparatur penegak hukum adalah tidak bersikap diskriminatif dalam penegakan hukum (law enforcement). Hukum seringkali hanya efektif terhadap pelaku-pelaku pelanggaran hukum masyarakat kelas menengah. Inilah yang pernah dikuatirkan Honore de Balzac sebagaimana dikutip Pillipe Sands bahwa hukum di dunia sudah berubah menjadi seperti sarang laba-laba, “Les lois sont des toiles d’araignees a tavers lesquelles passent les grosses mouches et ou restent les petites” (hukum, seperti sarang laba-laba, menangkap serangga-serangga kecil dan membiarkan yang besar-besar lolos).23 Atau yang dalam Bahasa Inggris disebut: “laws are spider webs through which the big flies pass and the little ones get caught”, artinya penegakan hukum hanya berlaku bagi “yang tidak mampu”. Diskriminasi dijalankan di mana penegakan hukum itu telah berubah dari pengayoman menjadi sarang laba-laba.24

“The most law-abiding citizen in the world, particulary when the law seem to him to be sensible; but no man is more ready to take offence when it broken. He doesn’t obey orders because they are given by one person in authority; he obeys orders when they are lawful orders, issued by a person who has legal authority to issue them.

Berkaitan dengan kepatuhan masyarakat terhadap suatu produk hukum, sangat tepat apa yang dikemukakan Ivor Jennings bahwa:

25

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha menegakkan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di

23

Satjipto Rahardjo, Lapisan-Lapisan Dalam Studi Hukum, (Malang: Bayumedia, 2008), hal. 111.

24

Tim Editor, Percikan Permenungan, Kumpulan Kata-Kata Mutiara, (Jakarta: Penerbit Mitra Utama, 1983), hal. 15.

25

(18)

belakangnya. Dengan demikian aparat penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum (legal spirit) yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-undangan (law making process).26

Penegakan hukum selalu melibatkan manusia di dalamnya dan melibatkan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukurn. janji dan kehendak tersebut, misalnya untuk memberikan hak kepada seseorang, memberikan perlindungan kepada seseorang, mengenakan pidana terhadap seorang yang memenuhi persyaratan tertentu dan sebagainya.27

(19)

dan macet “hukum dan ketertiban” (law and order) diteriakkan dalam gerakan pembaruan kembali yang radikal yang berfokus pada mandul dan korupnya tertib hukum.28

Pencucian uang merupakan sarana bagi pelaku kejahatan untuk melegalkan uang hasil kejahatan dalam rangka menghilangkan jejak. Selain itu ternyata jumlah uang yang dicuci sangat besar, ini artinya hasil kejahatan tersebut telah mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global dan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Bahaya selanjutnya pencucian uang membuat para pelaku kejahatan terutama organized crime untuk mengembangkan jaringan dengan uang yang telah dicuci tersebut. Selain itu membuat para pelaku kejahatan seperti korupsi, narkotika dan kejahatan perbankan leluasa menggunakannya sehingga dengan demikian kejahatan-kejahatan tersebut akan semakin marak.

Berdasarkan uraian di atas dan dihubungkan dengan peran perbankan dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang, sebagai suatu badan yang dibentuk oleh undang-undang, maka perbankan dapat digolongkan sebagai salah satu komponen yang memiliki peran sangat besar dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

29

28

Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010), hal. 5

29

(20)

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Kondisi ini dilematis karena di satu pihak nasabah penyimpan dana pasti tidak menginginkan simpanannya dibocorkan oleh bank kepada pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab, namun di lain pihak ketentuan tersebut justru dimanfaatkan oleh pelaku pencucian uang untuk menyembunyikan hasil kejahatannya.

Dalam konsep penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila harta kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita atau dirampas, dengan sendirinya dapat menurunkan tingkat kriminalitas. Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana.

(21)

(financial intelligence unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada penyidik.

Lembaga keuangan tidak hanya berperan dalam membantu penegakan hukum, tetapi juga menjaga dirinya dari berbagai risiko, yaitu risiko operasional, hukum, terkonsentrasinya Transaksi, dan reputasi karena tidak lagi digunakan sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak pidana. Dengan pengelolaan risiko yang baik, lembaga keuangan akan mampu melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga pada gilirannya sistem keuangan menjadi lebih stabil dan terpercaya.

Sebagai teori pendukung dalam penelitian ini digunakan teori tentang prinsip mengenal nasabah (Know Your Costumer Principle), yang wajib diterapkan oleh setiap lembaga keuangan bank dalam sistem lalu lintas perbankan. Prinsip Mengenal Nasabah atau yang lebih dikenal dengan istilah Know Your Customer Principle

(22)

nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.”30

2. Konsepsi

Nasabah di dalam prinsip ini diartikan sebagai pihak yang menggunakan jasa bank, baik meliputi perorangan, perusahaan, lembaga pemerintah, perwakilan negara asing serta bank.

Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank harus mengurangi risiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party.

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangakalan pendapat; Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.31

30

(23)

Berikut ini disusun definisi operasional dari konsep-konsep yang terkait untuk menghindari perbedaan istilah yang mungkin timbul, yaitu:

a. PT. Bank Sumut Cab. Utama Medan adalah sebuah bank yang berdiri pada tahun

b. Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah suatu tindakan antisipasi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan seperti pengidentifikasian nasabah dengan jelas dengan cara pemantauan dan pengkinian terhadap profil nasabah sebelum tindak pidana pencucian uang terjadi.

c. Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan untuk memberantas tindak pidana pencucian uang seperti dilakukannya penundaan terhadap transaksi keuangan Nasabah.

d. Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, serta pelaporan kepada pihak PPATK

e. Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dalam ketetuan dalam Undang-Undang ini.32

32

(24)

f. Transaksi keuangan mencurigakan adalah:33

1) Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;

2) Transaksi keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;

3) Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; 4) Transaksi keuangan yang dimintakan oleh PPATK untuk dilaporkan oleh

Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana.

g. Nasabah PT Bank Sumut adalah pihak yang menggunakan jasa bank Sumut dan memiliki rekening pada Perbankan Bank Sumut.

h. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.34

33

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka 5.

34

(25)

i. Prinsip kehati-hatian adalah salah satu upaya meminimalkan risiko usaha dalam pengelolaan bank, baik melalui ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maupun ketentuan intern bank yang bersangkutan.35

j. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.36

k. Prinsip mengenal nasabah (know your costumers) adalah prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.37

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu berupa penggambaran, penganalisaan ketentuan-ketentuan yang berlaku, fakta-fakta yang ada dalam praktek perbankan dalam mencegah dan mengantisipasi praktek pencucian uang secara sistematis. Dan yang menjadi jenis penelitian ini adalah Kualitatif yakni melalui uraian-uraian yang menjabarkan semua data penelitian. Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum

35

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa, Pasal 4.

36

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 butir 28.

37

(26)

dari sisi normatifnya.38

2. Sumber Data

Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Metode penelitian hukum normatif ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif dan didukung oleh data lapangan dalam bentuk hasil wawancara.

Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, dan bahan-bahan hukum tertier sebagai berikut:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari lapangan melalui teknik wawancara dengan pejabat/ pegawai pada PT. Bank Sumut Cab Utama Zainul Arifin Medan

b. Data Sekunder, yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.39

38

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.

(27)

Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan peraturan terkait lainnya.

2) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet.

3) Bahan hukum tertier

Yaitu merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

(28)

mempertajam perasaan untuk menilai, membuat analisis dan membuka kesempatan memperluas pengalaman ilmiah.40

Studi dokumen sebagai sarana/ alat pengumpul data lebih diutamakan diajukan kepada dokumen pemerintah yang termasuk kategori dokumen yang lebih dapat dipercaya daripada dokumen-dokumen lain.41

a. Data primer, diperoleh melalui teknik wawancara dengan pejabat Bapak Novans selaku Pimpinan Divisi APU dan PPT di Kantor Pusat Bank Sumut dan Bapak Robin Purba selaku Pegawai Divisi APU dan PPT.

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini hanya melakukan studi dokumen, yaitu mempelajari dan memahami bahan pustaka yang berkaitan dengan Upaya PT. Bank Sumut dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Studi pustaka ini tersedia, baik si kepustakaan, perkumpulan, organisasi, instansi, dan juga yang ada di masyarakat bahkan peraturan internal PT. Bank Sumut mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang namun sifatnya tertulis.

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini digunakan alat pengumpulan data sebagai berikut:

40

(29)

b. Data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan, yaitu mempelajari referensi umum (perundang-undangan, peraturan, buku-buku teks, kamus dan sebagainya) dan referensi khusus (jurnal, laporan penelitian). 4. Teknik Analisis Data

Referensi

Dokumen terkait

Dari ketiga contoh di atas, tampak bahwa dalam jaringan Hebbian, bisa tidaknya suatu jaringan mengenali pola tidak hanya ditentukan oleh algoritma untuk merevisi bobot, tapi juga

Hasil dari penelitian ini adalah sistem dan prosedur persediaan yang ada pada rumah sakit islam unisma sudah cukup baik untuk mendukung dalam pengendalian intern hal ini

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatdan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Analisis

Oracle merupakan perusahaan software terbesar kedua di dunia ini untuk software database. Ini membuat sertifikasi Oracle menjadi salah satu sertifikasi yang paling

Dari hasil kegiatan Pengabdian Masyarakat melalui Program KKNN Daring yang telah dilakukan oleh peneliti tentang produk pembuatan masker kain bahwa masyarakat

Perbuatan Gagasan.. Ary Ginanjar dalam bukunya ESQ mengatakan bahwa pembentukan karakter tidak hanya sebatas menetapkan visi dan misi saja akan tetap aktualisasi dari

antara lain: (1) memberikan tanggung jawab secara penuh kepada guru yang diimbangi dengan kewenangan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok sebagai

Dalam inversi Magnetotelurik satu dimensi, AG kode real digunakan untuk menentukan parameter model (resistivitas dan ketebalan lapisan) dengan cara meminimumkan fungsi objektif