• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundang- undangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundang- undangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK

A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

1. Undang-Undang

2.1Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja Tahun 1973

Konvensi ILO Nomor 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ke-58 (lima puluh delapan) pada tanggal 26 Juni 1973 di Jenewa merupakan salah satu konvensi yang melindungi hak asasi anak. Konvensi ini mewajibkan setiap Negara anggota ILO yang telah meratifikasi, menetapkan batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.

(2)

Indonesia meratifikasi konvensi ini melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Konvensi, Indonesia melampirkan pernyataan (declaration) yang menetapkan bahwa batasan usia minimum untuk diperbolehkan bekerja yang diberlakukan di wilayah Republik Indonesia adalah 15 (lima belas) tahun.

Menurut Abu Hurairah, dalam rangka perlindungan anak sebagai pekerja, konvensi ini memuat beberapa asas yang antara lain :23

a. Asas penghapusan kerja anak, dirumuskan dalam Pasal 1 yang mengamanatkan kepada setiap anggota untuk mengambil kebijakan secara nasional untuk menjamin penghapusan kebijakan anak sebagai pekerja secara efektif. Selain itu, setiap anggota diwajibkan untuk secara progresif menaikan usia minimum untuk diperbolehkan bekerja sampai pada suatu tingkat yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan fisik dan mental orang muda;

b. Asas perlindungan, dalam Pasal 2 dirumuskan bahwa usia minimum untuk diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun ini diadopsi dari usia sekolah wajib. Pasal 2 juga menyatakan bahwa tidak seorang pun yang berada di bawah usia wajib diperbolehkan bekerja atau masuk bekerja dalam suatu jabatan jabatan pada wilayah Negara anggota ILO. Pasal ini juga memuat larangan untuk bekerja pada alat angkutan yang ada pada wilayah Negara tersebut. Pasal 3 konvensi ini merumuskan bahwa untuk jenis pekerjaan yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral muda, batasan umur tidak boleh kurang dari 18 tahun. Pasal 3 juga merumuskan bahwa jenis-jenis pekerjaan yang berbahaya harus ditetapkan oleh perundang-undangan nasional. Adapun pokok-pokok dari konvensi ini adalah :

1. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini

23

Emei Dwinanarhati Setiamandani, Juli 2012, Jurnal Reformai. Volume 2, Nomor 2,

(3)

wajib menetapkan kebijakakn nasional untuk menghapuskan praktek memperkerjakan anak dan meningkatkan usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.

2. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamata, atau moral anak harus diupayakan tidak boleh kurang dari 18 (delapan belas) tahun, kecuali untuk pekerjaan ringan tidak boleh kurang dari 16 (enam belas) tahun.

3. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib menetapkan usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, aturan mengenai jam kerja, dan menetapkan hukuman atau sanksi guna menjamin pelaksanaannya. 4. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini

wajib melaporkan pelaksanaannya.

2.2Undang-Undang nomor 1 tahun 2000 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segala Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Pada Anak Tahun 1999

(4)

meningkatkan pelaksanaan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Beberapa muatan asas yang berkaitan dengan perlindungan anak terhadap eksploitasi anak sebagai pekerja dalam konvensi ini adalah asas perlindungan, asas pencegahan, asas penerapan secara efektif dan asas kerja sama nasional. Konvensi ini juga memuat norma-norma yang berkaitan langsung dengan konsep perlindungan anak sebagai pekerja. Pasal 1 mewajibkan Negara anggota untuk mengambil tindakan segera dan efektif untuk menjamin pelarangandan penghapusan bentuk-bentuk terburuk kerja anak sebagai hal yang mendesak.

Pasal lain yang berkaitan dengan asas perlindungan anak sebagai pekerja adalah pasal 4, yang merumuskan bahwa untuk pekerjaan berbahaya harus diatur oleh peraturan atau Undang-Undang Nasional, juga mensyaratkan bahwa negara-negara peserta wajib untuk melakukan identifikasi tempat-tempat adanya bentuk-bentuk pekerjaan terburuk tersebut berada. Lebih lanjut pasal ini juga merumuskan adanya peninjauan berkala dan revisitentang jenis-jenis pekerjaan terburuk bagi anak. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan penerapan secara efektif diatur dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7. Pada prinsipsinya Konvensi ILO No. 182 mencoba memeberikan rumusan perlindungan terhadap anak sehingga anak tidak dipekerjakan.24

Adapun pokok-pokok dari Konvensi ini adalah :

1. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib mengambil tindakan segera dan efektif untuk menjamin pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

2. “Anak” berarti semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.

3. Pengertian “bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak”

24

(5)

adalah:

a) Segala bentuk perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak, kerja ijon (debt bondage), dan penghambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;

b) Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;

c) Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan yang terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan; d) Pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan

itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak-anak.

4. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib menyusun program aksi untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

(6)

6. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib melaporkan pelaksanaannya.

2.3Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-undang ini merupakan wujud tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), guna mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta sebagai instrument internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.

Hak-hak anak dalam Undang-undang ini dijelaskan dalam pasal 52, pasal 53, pasal 54, pasal 55, pasal 56, pasal 57, pasal 58, pasal 59, pasal 60, pasal 61, pasal 62, pasal 63, pasal 64, pasal 65, serta pasal 66.

Adapun pasal-pasal yang terkait dengan perlindungan anak dalam Undang-Undang ini adalah sebagai berikut :

1. Pasal 52

(1) setiap anak berhak atas perlindungan orang tua, keluarga masyarakat dan negara

(2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

(7)

(1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tuanya atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.

(2) Dalam hal orang tua atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penyiksaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan sosial termasuk pemerkosaan, atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.

3. Pasal 64

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritualnya.”

4. Pasal 65

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

(8)

Undang-Undang ini mengatur secara rinci mengenai perlindungan atas hak-hak anak. Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, tampak jelas bahwa setiap anak memiliki hak-hak yang harus dilindungi demi menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia terutama terhadap anak itu sendiri sebagai generasi penerus bangsa. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai pihak agar mendapatkan perlindungan dari setiap perilaku buruk yang dapat merusak moral dan masa depan mereka yang mana setiap pihak bertanggungjawab atas hal ini, terutama pihak yang berada di sekitar anak-anak tersebut.

2.4Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Undang-undang ini bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan anak, yaitu merupakan suatu tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhandan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

(9)

2.5Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Dalam pasal 2 Undang-undang ini dijelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :

a. Non diskriminasi;

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

(10)

anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 2.6Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Dalam Undang-Undang ini disebutkan dalam pasal 68 bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Namun, dalam Undang-Undang ini juga terdapat berbagai pengecualian. Diantaranya adalah anak tetap dapat bekerja akan tetapi harus memenuhi syarat tertentu.

Dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai ketentuan pidana dan sanksi administratif apabila terjadi pelanggaran ketentuan pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan anak sebagai pekerja. Salah satunya adalah pasal 185 yang menentukan pidana bagi siapapun yang melanggar ketentuan pasal 68 dengan ancaman pidana satu sampai empat tahun penjara dan/atau denda Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(11)

2. Keputusan Presiden

2.1. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak Tahun 1989

Konvensi ini dibentuk untuk memberikan perawatan khusus kepada anak sebagaimana telah dinyatakan dalam Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924 dan dalam Deklarasi Hak-hak anak yang disetujui oleh Sidang Umum tanggal 20 November 1959 dan diakui dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, dalam perjanjian internasional mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan dalam ketentuan-ketentuan dan perangkat pedoman pelaksanaan yang relevan dari badan-badan khusus dan organisasi-organisasi internasional yang menangani kesejahteraan anak.

Pemerintah Republik Indonesia menandatangani Convention on The Right of The Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 26 Januari 1990 sebagai hasil Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diterima pada tanggal 20 November 1959.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Anak terdiri dari 54 pasal yang masing-masing menguraikan hak yang berbeda. Hak-hak ini dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu :25 1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights), mengakui hak

anak untuk hidup dan kebutuhan dasar untuk kelangsungan

25

(12)

hidupnya. Hal ini meliputi nutrisi, tempat tinggal, sebuah standar hidup yang memadai dan akses untuk perawatan kesehatan.

2. Hak terhadap perlindungan (protection rights), mengharuskan anak-anak untuk dilindungi dari segala bentuk penyiksaan, penelantaran dan eksploitasi. Hal ini meliputi isu-isu seperti perlindungan khusus untuk anak-anak pengungsian, melindungi dari adanya pekerja anak, dan melindungi serta rehabilitasi untuk anak-anak yang menderita atas segala bentuk penyiksaan dan eksploitasi.

3. Hak untuk tumbuh kembang (development rights), secara garis besar merupakan apa yang dibutuhkan anak-anak untuk mencapai potensi mereka secara penuh atau menyeluruh, sebagai contoh pendidikan, waktu luang, hiburan, aktifitas budaya, akses untuk memperoleh informasi, dan kebebasan berpikir serta kesadaran dan agama.

(13)

2.2. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak

Keputusan Presiden ini dibuat dalam hal Indonesia telah mnegesahkan ILO Convention No. 182 Concerning the Prohibition and Immediate Action for the Ellimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 mengingat bekerja bagi anak terutama pada jenis pekerjaan-pekerjaan yang terburuk sangat membahayakan bagi anak dan akan menghambat anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar disamping sangat bertentangan pula denga Hak Asasi Anak dan nilai-nilai kemanusiaan yang diakui secara universal.

Dalam ketentuan Pasal 6 Konvensi ILO Nomor 182 tersebut mengamanatkan untuk menyusun dan melaksanakan Program Aksi Nasional untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Keputusan Presiden ini dibuat untuk menetapkanRencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

3. Peraturan Daerah Provinsi

(14)

Peraturan Daerah ini dibuat menimbang bahwa di Provinsi Sumatera Utara masih terdapat bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mencegah dan menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk tersebut.

Ruang lingkup bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak meliputi sektor kegiatan usaha : Perikanan, Perkebunan, Industri, Hiburan dan Pariwisata serta bidang-bidang usaha lain yang berpotensi menciptakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Daerah ini.

Pasal 6 Peraturan Daerah ini menyatakan bahwa setiap anak yang telah dipekerjakan dan atau bekerja di tempat-tempat terburuk bagi anak berhak mendapatkan rehabilitasi. Rehabilitasi ini berupa :

a. Pengembalian anak yang telah dipekerjakan kepada keluarga dan lingkungan sosialnya;

b. Pemberian kesempatan dan fasilitas belajar bagi anak yang masih dalam usia sekolah sesuai dengan jenjang pendidikannya;

c. Pemberian bekal pengetahuan dan keterampilan yang bernilai produktif sesuai dengan bakat dan minat;

d. Pemulihan kesehatan psikologi anak.

3. 2. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak

(15)

berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi dan keterlantaran. Penyelenggaran perlindungan anak menurut Peraturan Daerah ini harus berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak.

Pasal 3 Peraturan Daerah ini menyatakan bahwa perlindungan anak menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secra optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekeranan, diskriminasi, keterlantaran demi terwujudnya anak Jawa Barat yang beriman dan bertaqwa, cerdas, berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

4. Peraturan Daerah Kabupaten

4. 1. Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Zona Bebas Pekerja Anak di Kabupaten Kutai Kartanegara

(16)

Peraturan Daerah ini dibuat agar dapat menjaga pertumbuhan dan perkembangan anak-anak sehingga anak-anak dapat berkembang secara wajar baik fisik, mental, sosial dan intelektualnya.

Adapun Program Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam hal mewujudkan Zona Bebas Pekerja Anak adalah :26

a. Bebas SPP untuk semua anak sekolah; b. Subsidi bagi sekolah swasta;

c. Peningkatan pelaksanaan Kejar Paket A dan B baik di desa maupun di kota;

d. Peningkatan sarana pendidikan; e. Pennyantunan anak terlantar;

f. Peningkatan kesadaran orang tua dan masyarakat tentang pekerja anak;

g. Rehabilitasi untuk bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak; h. Pemerataan pembangunan;

i. Pemerataan kesempatan kerja; j. Pemerataan kesempatan berusaha;

k. Pemerataan semua sektor untuk memerangi bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

Terdapat sanksi bagi setiap orang atau Badan yang memperkerjakan tenaga kerja anak dan tidak mematuhi Peraturan Daerah ini, yaitu sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau membayar denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta

26

(17)

rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Daerah ini. 4. 2. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 10 Tahun

2009 Tentang Perlindungan Anak

Peraturan Daerah ini dibuat menimbang bahwa setiap anak agar kelak mampu memikul tanggungjawab, maka anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia, maka Pemerintah Daerah berkomitmen untuk melakukan upaya perlindungan anak termasuk pula pekerja anak guna mewujudkan kesejahteraan anak guna mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan penuh terhadap pemenuhan hak-haknya.

Bagian kelima Peraturan Daerah ini mengatur tentang perlindungan anak bagi pekerja anak. Pasal 12 menyatakan bahwa,”

Perlindungan bagi pekerja anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.” Pasal 13 ayat (2) Peraturan Daerah ini menyatakan bahwa setiap pekerja anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan eksploitasi.

(18)

Terdapat berbagai ketentuan pidana terhadap pelaku tindak pidana eksploitasi pekerja anak dalam instrument hukum positif di Indonesia. Diantaranya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, hal ini diatur dalam Pasal 78 dan Pasal 88, yaitu berisi sebagai berikut :

Pasal 78

“Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam

situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Pasal 88

“Setiap orang yang mengeksploitasi ekonoomi atau seksual anak

(19)

dipidana dengan pidan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Dalam Undang-Undang tersebut, terlihat bahwa Undang-Undang tersebut tidak mengatur secara lebih rinci mengenai tindak eksploitasi pekerja anak, hanya menjelaskan mengenai ketentuan pidana terhadap eksploitasi ekonomi dan/atau seksual.

2. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tidak mengatur secara lebih rinci mengenai tindak eksploitasi pekerja anak, namun hanya menjelaskan mengenai ketentuan pidana terhadap eksploitasi ekonomi dan/atau seksual. Pada kenyataannya, terdapat beberapa pembagian jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anak itu sendiri. Hal ini diatur secara lebih rinci dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu sebagai berikut :

1. Pada Pekerjaan Ringan

Pengusaha yang mempekerjakan anak pada kategori pekerjaan ringan ini harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu :

a. Izin tertulis orang tua atau wali;

b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c. Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam;

(20)

sekolah;

e. Keselamatan dan kesehatan kerja; f. Adanya hubungan kerja yang jelas; dan

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pelanggaran terhadap norma tersebut merupakan tindak pidana kejahatan sebagaimana diatur dalam pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diancam dengan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat tahun) dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

2. Pada Pekerjaan Dalam Rangka Mengembangkan Bakat dan Minat Pengusaha yang mempekerjakan anak dalam kategori untuk mengembangkan bakat dan minta ini wajib memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-115/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan bagi Anak yang Melakukan Pekerjaan untuk Mengembangkan Bakat dan Minat, diantaranya adalah :

a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari;

(21)

Pelanggaran terhadap norma tersebut merupakan tindak pidana pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 187 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diancam dengan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3. Pada Pekerjaan-pekerjaan Terburuk untuk Anak

Setiap orang dilarang untuk mempekerjakan dan melibatkan pekeja anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk dalam bentuk apapun sebagaimana telah dicantumkan dalam beberapa peraturan perundang-undang di Indonesia mengenai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, diantaranya tercantum dalam pasal 74 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diantaranya adalah :

a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya; b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau

menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno atau perjudian;

c. Segala pekerjaan yang menfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau;

(22)

keselamatan, atau moral anak.

Serta terdapat pula dalam lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-235/MEN/2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.

Hal tersebut disebabkan karena bentuk-bentuk pekerjaan terburuk tersebut dinilai dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, moral serta masa depan pekerja anak tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

3. UKOM terdiri dari ujian utama dan ujian susulan. Peserta didik yang tidak dapat mengikuti ujian utama, dengan alasan sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan

Siswa memiliki kemampuan mengaplikasikan konsep kalkulus dalam masalah kontekstual pada topik: - limit fungsi aljabar - turunan fungsi aljabar - integral tentu

Optimasi proses densifikasi limbah biomassa pertanian jerami padi dilakukan mengunakan rancangan Box-Behnken tiga level dan tiga faktor, yang masing-masing variabel

berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika peserta didik pada

Seperti hal nya dalam upacara ritual Boren Dayong masyarakat Dayak Hibun menggunakan gerak tari sebagai suatu simbol yang mempunyai arti dan guna menyampaikan pesan,

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa Dow Jones Industrian Average Index , indeks Nikkei 225, harga emas dunia, dan inflasi mememiliki pengaruh

Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik sebab orientasi pembelajaran hanya terkait dengan

menggambarkan suasana tegang ketika Prabu Nala bermain dadu dengan Puskara, sedangkan dalam pertunjukan suasana yang digambarkan adalah ketakutan Dewi Damayanti