• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Kulit Buah Kakao Dan Kulit Buah Pisang Dalam Ransum Yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator Pada Kambing Kacang Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Kulit Buah Kakao Dan Kulit Buah Pisang Dalam Ransum Yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator Pada Kambing Kacang Jantan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing kacang

Kambing kacang (lokal) memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan.

Potensinya adalah mudah pemeliharaan dan bisa kawin secara alami. Potensi lainnya adalah daging dan kotoran. Sebagai penghasil daging, ternak ini digunakan

sebagai penyediaan daging alternatif untuk memenuhi gizi masyarakat (Jakfar dan Irwan, 2010).

Secara terperinci kambing mempunyai sistematika sebagai berikut :

Fillum:Chordata, Sub Fillum: Vertebrata (hewan bertulang belakang), Marga:Gnastomata (mempunyai rahang), Kelas:Mamalia (menyusui), Suku:Ungulata (berkuku), Ordo: Artiodactyla (berkuku genap), Sub Ordo :Selenodonita (ruminansia), Famili: Bovidea, Sub Famili : Caprinus, Genus:

Capra, Spesies: Capra hircus, Capra ibex, Capra caucasia, Capra falconesi, Capra pyrenuica (Kartadisastra, 1997).

(2)

Pakan Kambing

Menurut Setiawan dan Arsa (2005), pakan merupakan bahan pakan ternak yang berupa bahan kering dan air. Bahan pakan ini harus diberikan pada ternak sebagai kebutuhan hidup pokok dan produksi. Dengan adanya pakan maka proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi akan berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, pakan harus terdiri dari zat – zat pakan yang dibutuhkan ternak berupa

protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air.

Pada dasarnya kambing tidak selektif dalam memilih pakan. Segala macam daun - daunan dan rumput disukai, tetapi hijauan dari daun - daunan lebih disukai daripada rumput. Hijauan yang baik untuk pakan adalah hijauan yang belum terlalu tua dan belum menghasilkan bunga karena hijauan yang masih muda memiliki kandungan PK (protein kasar) yang lebih tinggi. Hijauan yang diperoleh pada musim hujan sebaiknya dilayukan atau dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pakan kambing (Mulyono dan Sarwono, 2008).

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperature, kelembaban, nisbi udara) serta bobot badannya (Kartadisastra, 1997).

(3)

pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru. Menurut Mc Donald et al. (2002) hewan memperoleh energi dari pakannya. Kebutuhan nutrisi kambing dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kambing Berdasarkan Bobot Badan dan PBB BB (kg) PBB (g) BK (kg) TDN (g) PK (g) Ca (g) P (g)

Potensi Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak

Kulit buah kakao merupakan hasil ikutan tanaman kakao dengan proporsi mencapai 75% dari buah segar. Kulit buah kakao segar mengandung kadar air yang tinggi sehingga mudah menjadi busuk. Penggunaan kulit buah kakao sebagai mulsa yang disebar di sekeliling tanaman dapat menjadi tempat tumbuh cendawan Phytopthora palmivora yang menyebabkan black pod diseases. Kenyataan ini

menimbulkan masalah dalam penanganan hasil ikutan tanaman kakao karena secara

(4)

mungkin adalah pemanfaatan kulit buah kakao sebagai bahan pakan ternak (Suparjo et al., 2011).

Poedjiwidodo (1996) menngatakan kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua. Efektivitas pemanfaatan kulit buah kakao dibatasi oleh komposisi nutrisi yang kurang baik, terutama kandungan protein yang rendah dan komponen lignoselulosa yang tinggi (Alemawor et al., 2009).

Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak akan memberikan dua dampak utama yaitu peningkatan ketersediaan bahan pakan dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan kulit buah kakao yang kurang baik.Namun dalam pemanfaatan sebagai bahan pakan ternak memiliki kendala utama yaitu berupa kandungan lignin yang tinggi dan protein yang rendah (Nelson dan Suparjo, 2011).

(5)

Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit buah kakao

Zat-zat Makanan Kandungan (%)

Bahan kering % 18,4

Protein % 12,9

Lemak % 1,32

Serat kasar % 24,7

TDN % 53,2

Ca 0,21

P 0,13

Sumber: Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat (2010).

Potensi Kulit Buah Pisang sebagai Pakan Ternak

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006).

Untuk mengurangi permasalahan limbah pisang ada beberapa cara yang yang dapat dilakukan, salah satunya mengolah limbah pisang supaya dapat digunakan sebagai salah satu campuran bahan baku pakan ternak atau sebagai pupuk tanaman. Untuk memudahkan dalam hal pengolahan limbah pisang ini, maka limbah harus dipisahkan antara limbah yang mudah busuk dan yang sulit busuk . Limbah yang mudah busuk seperti kulit pisang, buah pisang dan rontokan pisang yang busuk. Sedangkan limbah pisang yang sulit busuk seperti tangkai pisang dan daun pisang pembungkus (Ujianto, 2003).

(6)

beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada yang berwarna kuning berbintik cokelat, ada juga yang berkulit tipis berwarna

kuning kecoklatan yang sangat cocok sekali dimanfaatkan sebagai pakan ternak ( Widyastuti, 1995).

Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Unsur -unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1988).

Table 3. Kandungan nutrisi kulit pisang (% BK)

Kandungan Nutrisi Jumlah

Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%)

Energi Metabolisme (Kkal/kg)

91,42 6,48

9,7 15,67 3159

Sumber: Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak IPB Bogor (2000).

Fermentasi

(7)

Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan. Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, PH, kelembaban, aroma

serta perubahan gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serta kasar ( Sembiring et al., 2006).

Bioaktivator

Bioaktivator atau aktivator organik merupakan bahan yang mengandung nitrogen dalam jumlah banyak dan bermacam - macam bentuk. Termasuk protein dan asam amino. Beberapa contoh aktivator alami adalah fungi (jamur), fermentasi dari kompos yang matang, kotoran ternak, tanah yang kaya humus, bakteri asam laktat dan lain-lain. Bahan bioaktivator yang lain dapat diperoleh dari limbah pemotongan hewan, substrat campuran yang kaya nitrogen seperti kotoran ternak, cairan rumen, enceng gondok, sisa kacang-kacangan, dan gulma.

Suwandi (1997), mengatakan mikroorganisme efektif yang terkandung dalam bioaktivator antara lain : bakteri asam laktat (Lactobacillus), bakteri penghancur (dekomposer), yeast atau ragi, spora jamur, bakteri fotosintetik, serta bakteri menguntungkan yang lain (bakteri penambat N, pelarut fosfat, dan lain-lain).

Mikroorganisme Lokal (MOL)

(8)

berguna untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik atau sebagai dekomposer dan sebagai aktivator/ atau tambahan Nutrisi bagi tumbuhan yang disengaja dikembangkan dari mikro organisme yang berada di tempat tersebut (Juanda et al., 2011).

Pembuatan mikroorganisme lokal menggunakan beberapa bahan antara lain air, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganime yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung ,

berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair ( Compos center, 2009).

Bakteri Rumen

Ada tiga macam mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen, yaitu bakteri, protozoa dan sejumlah kecil jamur . Volume dari keseluruhan mikroba diperkirakan meliputi 3,60% dari cairan rumen (Bryant, 1970) . Bakteri merupakan jumlah besar yang terbesar sedangkan protozoa lebih sedikit yaitu sekitar satu juta/ml cairan rumen. Jamur ditemukan pada ternak yang digembalakan dan fungsinya dalam rumen sebagai kelompok selulolitik (Mc Donald, 1988).

(9)

kehadiran oksigen . Walaupun demikian masih terdapat kelompok bakteri yang dapat hidup dengan kehadiran sejumlah kecil oksigen, kelompok ini dinamakan bakteri fakultatif yang biasanya hidup menempel pada dinding rumen tempat terjadi difusi oksigen ke dalam rumen (Czerkawski, 1988) .

Mikroba rumen dapat memanfaatkan dan mengubah bahan makanan yang mempunyai ikatan kompleks menjadi ikatan yang sederhana dan meningkatkan pertambahan bobot badan (Suwandi, 1997).

Probiotik Starbio

Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto dan Winantuningsih (1993) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas Clostridium Thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein). Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak.

(10)

hasil fermentasi, KBK juga dapat disimpan dalam jangka panjang untuk pakan ternak atau tidak menjadi busuk

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Menurut Anggorodi (1994) pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Saluran pencernaan dari semua hewan dapat dianggap sebagai tabung yang dimulai dari mulut sampai anus yang fungsinya dalam saluran pencernaan padalah mencernakan dan mengabsorpsi makanan dan mengeluarkan sisa makanan sebagai tinja (Tillman et al., 1998).

Ternak kambing memiliki empat bagian perut yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Keempatnya tidak mempunyai perbedaaan yang nyata ketika mereka dilahirkan hingga ternak kambing berkembang, tumbuh dan berproduksi walaupun hanya mengkonsumsi jenis makanan yang sebagian besar adalah serat kasar (Kartadisastra, 1997).

(11)

bagian perut yang terakhir sebagai tempat hasil pencernaan untuk diserap oleh tubuh (Aurora, 1995).

Konsumsi Pakan

Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Selain itu Ensminger (1990) menjelaskan faktor yang

mempengaruhi palatabilitas untuk ternak ruminansia adalah sifat fisik (kecerahan warna hijauan, rasa, tekstur pakan), kandungan nutrisi dan kandungan

kimia pakan. Konsumsi bahan kering (BK) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor pakan meliputi daya cerna dan palatabilitas dan faktor dari ternak itu sendiri meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak (Lubis, 1993).

Menurut Prihatman (2000), tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).

Kecernaan Pakan

(12)

Mackie et al. (2002), menyatakan adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Tillman et al. (1991) juga mengatakan kecernaan biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna.

Koefisien daya cerna digunakan untuk mengetahui nilai bahan kering, protein, serat kasar, ekstrak eter, bahan ekstrak tanpa nitrogen, energi, selulosa dan lain-lain (Lassiter dan Edwards, 1982). Semakin tinggi kehilangan energi melalui feses merupakan faktor dasar penyebab rendahnya metabolisme energi yang menunjukkan daya cerna rendah. Lignin yang merupakan komponen ADF sukar dicerna oleh ternak ruminansia.

Tillman et all. (1998), menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan antara lain komposisi pakan dan jumlah pakan yang diberikan. Ransum yang proteinnya rendah , umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran bahan pakan.

Kecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient

menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman et al., 2001). Anggorodi (2004) menambahkan pengukuran kecernaan atau

(13)

Kecernaan Bahan Kering

Pada kondisi normal, konsumsi bahan kering dijadikan ukuran konsumsi ternak. Konsumsi bahan kering bergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah kecernaan bahan kering pakan, kandungan energi metabolis dan kandungan serat kasar. Bahan kering yang dikonsumsi dikurangi jumlah yang disekresikan merupakan jumlah yang dapat dicerna. Kualitas dan kuantitas bahan kering harus diketahui untuk meningkatkan kecernaan bahan makanan yang akan mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Kualitas dari bahan kering akan mempengaruhi kualitas bahan organik dan mineral yang terkandung dalam bahan pakan. Konsumsi bahan kering merupakan faktor penting untuk menunjang asupan nutrien yang akan digunakan untuk hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999).

(14)

Kecernaan Bahan Organik

Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik menurun atau sebaliknya (Parakkasi, 1999).

Bahan Penyusun Konsentrat

Dedak Padi

(15)

Persyaratan mutu standar dedak padi meliputi kandungan nutrisi dan batas tolerasi aflatoxin. Persyaratan mutu standar dedak padi yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Persyaratan Mutu Standar Dedak Padi

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Kandungan protein bungkil kedelai sekitar 48% dan merupakan sumber protein yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi (Wahyu, 1992). kandungan zat nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5. Persyaratan mutu standar bungkil kedele

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) 13.0

Lemak Kasar (%) 0.60

Serat Kasar (%) 13.00

Kalsium (%) 0.21

Posfor (%) 1.50

Energi Metabolisme (kkal/kg) 1890

Kandungan Nutrisi Mutu I Mutu II Mutu III

Kadar air (%) Maksimum Protein Kasar (%) Minimum Serat kasar (%) Maksimum A b u (%) Maksimum Lemak (%) Maksimum

(16)

Molases

Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula di dalamnya. Molases sering juga disebut tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan 2-5% untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung (Sutardi, 1981).

Tabel 6. Kandungan nutrisi molases

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Bahan Kering (%) 92.6

Protein Kasar (%) 4.00

Lemak Kasar (%) 0.08

Serat Kasar (%) 0.38

TDN (%) 81.00

Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan pakan ternak program studi peternakan, Fakultas Pertanian, USU (2000).

Onggok

Onggok yang berasal dari ubi singkong merupakan limbah padat dari pengolahan tepung tapioka. Sebagai ampas pati singkong yang mengandung banyak karbohidrat. onggok banyak mengandung sumber energi sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada ruminansia dapat digunakan sampai 40 % (Kuswandi, 2011). Kandungan nutrisi dari onggok dapat dilihat dalam tabel

(17)

Tabel 7. Kandungan nutrisi onggok

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Bahan Kering (%) 81.7

Protein Kasar (%) 0.6

Lemak Kasar (%) 0.4

Serat Kasar (%) 12

Ca 0.25

P 0.14

TDN (%) 76

Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan pakan ternak program studi peternakan, Fakultas Pertanian, USU (2000).

Ampas Tahu

Ampas Tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses pembuatan tahu dari kedelai. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang cukup tinggi namun kandungan tersebut berbeda tiap tempat dan cara pemprosesannya. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang kedelai (Tarmidi, 2004).

Tabel 8. Kandungan nutrisi ampas tahu

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) 23.7

Lemak Kasar (%) 10.1

Serat Kasar (%) 23.6

Ca 0.53

P 0.24

TDN (%) 79

(18)

Garam

Pemberian garam berfungsi untuk meransang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan yang tidak sehat, nafsu makan yang hilang dan produksi menurun sehingga bobot badan juga menurun. Oleh karena itu pada setiap pemberian pakan selalu paling sedikit harus ditambah garam (Anggorodi, 1990).

Mineral Mix

Mineral merupakan nutrisi yang esensial yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas kurang lebih 4 % mineral. Bahan pakan ini biasanya digunakan dalam jumlah sedikit untuk tujuan melengkapi atau mengkoreksi zat gizi yang diperkirakan kurang. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S. Mineral mikro ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008).

Urea

(19)

memudahkan mikroba rumen memecahkannya. Pemberian urea tidak lebih dari 1% ransum lengkap atau 3% campuran penguat sumber protein, urea hendaknya dicampur sehomogen mungkin dalam ransum dan perlu disertai dengan penambahan mineral (Basya, 1981).

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kambing Berdasarkan Bobot Badan dan PBB
Tabel 4. Persyaratan Mutu Standar Dedak Padi
Tabel 6. Kandungan nutrisi molases
Tabel 7. Kandungan nutrisi onggok

Referensi

Dokumen terkait

Menurunnya produksi VFA total pada proses fermentasi in vitro tepung daging keong mas diproteksi tanin sampai level 3%w/w merupakan petunjuk bahwa tanin yang

Proses pemuaian zat cair yaitu apabila kita menaikan suhunya atau memanaskan zat cair maka zat cair tersebut akan memuai, bahkan dengan menaikan suhu yang

Ditinjau dari segi mekanisme kerja sambiloto dan akarbose yang mempunyai kesamaan dalam menghambat enzim alfaglukosidase untuk menurunkan kadar glukosa darah,

Penelitian menggunakan kayu siwak sebagai antibakteri telah dilakukan oleh Suryani (2007) dimana aquades digunakan sebagai pelarut ekstraksinya dan pada

pemilik tanah Bagi hasil pengelolaan lahan pertanian ini, yang terjadi di Desa Karangan, Kecamatan Kepohbaru, Kabupaten Bojonegoro yang menurut sebagian para pelaku di

Dalam upaya pengembangan dan mengantisipasi penyebab tidak berfungsinya Terminal Induk Kota Bekasi maka dapat dilakukan beberapa upaya yang diperoleh dari Matriks

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanolik 50% herba pegagan terhadap peningkatan prolife rasi sel limfosit pada mencit jalur

Dari hasil perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum subkontraktor mempunyai harga cost/CGT yang lebih rendah akan tetapi waktu pengerjaannya lebih