BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit tidak menular saat ini sudah menjadi masalah kesehatan
masyarakat secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu penyakit tidak
menular yang menyita banyak perhatian adalah diabetes melitus (Depkes RI,
2013). Diabetes melitus, atau sering hanya disebut dengan diabetes, adalah
penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak mampu lagi memproduksi
insulin, atau ketika tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan (IDF,
2013). Diabetes tipe 2 merupakan jenis yang paling umum dari diabetes, yang
mencapai 90-95% dari seluruh penderita diabetes. Diabetes tipe 2 disebut juga
dengan diabetes yang tidak bergantung pada insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetes), yang umumnya disebabkan oleh resistensi insulin atau defek sekresi insulin dengan defisiensi insulin relatif (ADA, 2013).
Ketidakmampuan memproduksi insulin atau penggunaannya yang tidak
efektif menyebabkan kadar glukosa menumpuk di dalam darah atau dikenal
sebagai hiperglikemia, dan kadar glukosa yang tinggi tersebut akan
mempengaruhi terjadinya kerusakan pada tubuh serta kegagalan berbagai organ
dan jaringan (IDF, 2013). Diabetes yang sering tidak terkontrol dapat
mengakibatkan komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, tekanan darah tinggi,
kebutaan, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf, amputasi kaki, dan kematian
Penyakit diabetes selain karena faktor keturunan, juga disebabkan pola
hidup yang salah atau pola makan yang sudah berubah, aktifitas yang kurang dan
faktor lingkungan tidak baik, sehingga penyakit tersebut semakin sulit untuk
diobati. Faktor lingkungan seperti promosi makanan atau banyaknya fast food, karena mengkonsumsi makanan yang berlebih, kurangnya aktifitas, juga
menyebabkan prevalensi diabetes menjadi tinggi dengan persentase sekitar
60%-70% (Lindarto, 2013b).
Selain menimbulkan banyak keluhan bagi penderitanya, diabetes juga
sangat berpotensi menimbulkan komplikasi yang berat, yang membuat penderita
tidak mampu lagi beraktivitas atau bekerja seperti biasa, dan memberikan beban
bagi keluarga, dan merupakan penyakit yang paling merugikan dari segi ekonomi,
karena memerlukan perawatan dan pengobatan seumur hidup (Kwek, 2013). Oleh
karena tingginya angka kesakitan dan kematian yang berkaitan dengan diabetes,
maka peningkatan jumlah penduduk yang menderita penyakit ini telah menjadi
masalah kesehatan yang serius dan merupakan beban ekonomi utama dalam
sistem pelayanan kesehatan (PKM-Nusapenida, 2012).
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) ditemukan bahwa jumlah penderita diabetes tipe 2 meningkat setiap tahunnya di setiap
negara. Pada tahun 2013, ditemukan sebanyak 382 juta orang menderita diabetes,
diabetes menyebabkan 5,1 juta kematian dan penderita diabetes meninggal setiap
enam detik. Pada tahun 2035 penderita diabetes diperkirakan akan meningkat
negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar di bawah negara Cina, India,
Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Mexico (IDF, 2014).
Peningkatan kasus diabetes juga terjadi sangat pesat di kawasan ASEAN.
Prevalensi penyakit diabetes di ASEAN saat ini sekitar 8,7%, dan terdapat 51%
penderita yang tidak mengetahui dirinya mengidap diabetes. Prevalensi penyakit
diabetes di Indonesia secara nasional pada tahun 2013 yaitu 5,7%, atau sekitar 10
juta orang yang terkena diabetes dan 18 juta lainnya terancam diabetes (Subekti,
2013). Kasus yang terbanyak dari populasi diabetes di Indonesia adalah diabetes
tipe 2 yang mencapai 90%, dan pada tahun 2030 Indonesia diperkirakan akan
memiliki penyandang diabetes sebanyak 21,3 juta jiwa (Depkes RI, 2013).
Penderita diabetes di Sumatera Utara juga meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2013, Sumatera Utara memiliki prevalensi diabetes sebesar 5,3% atau hanya 0,4%
di bawah rata-rata nasional. Meskipun demikian, prevalensi ini harus diwaspadai
karena penderita yang telah mengetahui memiliki diabetes sebelumnya hanya
sebesar 26%, sedangkan sekitar 74% yang tidak mengetahui bahwa mereka telah
menderita diabetes (Lindarto, 2013a).
Diabetes juga merupakan penyakit yang paling banyak diderita pasien
yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan selama
Bulan April 2011. Dari data jumlah kunjungan rawat jalan di rumah sakit tersebut
pada bulan April 2011 mencapai 4730 orang. Dari data tersebut jumlah penyakit
yang mendominasi adalah diabetes yaitu mencapai 1404 kunjungan dan jumlah
Berdasarkan data Rekam Medik pada tahun 2013, jumlah penderita diabetes tipe 2
baik di Poliklinik Endokrin dan di Ruang Rawat Inap mencapai 957 orang.
Seseorang dengan penyakit kronis akan mengalami perubahan secara
dramatis dalam kegiatan sehari-hari, dan diharapkan dapat melakukan kegiatan
manajemen diri untuk membantu menghindari komplikasi terkait penyakit dan
mempertahankan kualitas hidup. Manajemen diri merupakan seperangkat
keterampilan perilaku yang dilakukan dalam mengelola penyakit secara mandiri
(Goodall & Halford 1991; Wu et al., 2007), dan merupakan landasan manajemen
perawatan kronis, sehingga pasien dapat belajar dan mempraktekkan keterampilan
untuk melanjutkan hidup dengan kondisi emosional yang baik dalam menghadapi
penyakit kronis (Yoo et al., 2011).
Diabetes merupakan penyakit kronis yang membutuhkan manajemen diri
diabetes sebagai komponen penting bagi setiap individu dalam pengelolaan
penyakitnya dan merupakan hal terpenting untuk mengendalikan dan mencegah
komplikasi diabetes (Xu et al., 2008). Perilaku manajemen diri yang harus
dilakukan oleh penderita diabetes mencakup mengatur pola makan, latihan fisik,
minum obat, pemantauan glukosa darah, dan perawatan kaki (Shamoon et al.,
1993; Xu et al, 2008). Keberhasilan manajemen diri diabetes bergantung pada
aktivitas perawatan diri individu untuk mengontrol gejala dan menghindari
komplikasi. Jika kegiatan perawatan diri dilakukan secara teratur, maka dapat
mencegah komplikasi yang timbul akibat diabetes (Wu et al., 2007).
Manajemen diri pada diabetes merupakan tugas yang menantang yang
(Bean; Cundy & Petrie, 2007). Perilaku dalam mengontrol diabetes ini sangat
penting, akan tetapi perilaku manajemen diri tidak dilakukan secara konsisten oleh
pasien diabetes (Xu et al., 2008). Pasien diabetes yang mendapatkan pengetahuan
tentang manajemen perawatan diri untuk penyakitnya, juga sulit melakukan
perubahan perilaku dan gaya hidup (Rapley & Fruin, 1999; Wu et al., 2007).
Pasien tidak selalu menerapkan perubahan perilaku yang diinginkan (Sharoni &
Wu, 2012), dan banyak penderita diabetes yang tidak terlibat dalam semua praktik
manajemen diri (Sarkar, Fisher & Schillinger, 2006; Xu et al., 2008; Hunt et al.,
2012; Al-Khawaldeh, Al-Hassan & Froelicher, 2012).
Dasar kesuksesan dalam manajemen perawatan diri dari penyakit apapun
adalah efikasi diri. Bandura (1994) menjelaskan bahwa efikasi diri adalah
keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mencapai suatu tingkat
kinerja yang mempengaruhi setiap peristiwa dalam hidupnya. Efikasi diri
menentukan bagaimana seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri, dan
berperilaku dari waktu ke waktu (Beckerle & Lavin, 2013). Konsep efikasi diri
juga digambarkan sebagai rasa kontrol pribadi atas perubahan yang diinginkan
atau keyakinan bahwa individu dapat mencapai perilaku tertentu. Berkaitan
dengan manajemen diri, efikasi diri mencerminkan keyakinan kemampuan pasien
untuk mengatur dan mengintegrasikan perilaku manajemen diri baik terhadap
fisik, sosial, dan emosional guna menciptakan solusi dalam menghadapi masalah
pada kehidupan sehari-hari (Yoo et al., 2011).
Teori efikasi diri memberikan alasan ilmiah sebagai strategi yang memiliki
untuk melakukan perubahan perilaku (Wu et al., 2007). Definisi ini menjelaskan
bahwa efikasi diri individu berhubungan dengan situasi dan tugas tertentu, seperti
manajemen perawatan diri pada diabetes tipe 2 (Lenz & Shortridge-Baggett 2002;
Sharoni & Wu, 2012). Efikasi diri telah terbukti menjadi faktor penting dalam
perilaku kesehatan promotif (Bandura, 1995), dan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi perilaku perawatan diri pada pasien dengan diabetes tipe 2 (Hunt
et al., 2012).
Sejumlah artikel yang diterbitkan secara internasional menunjukkan bahwa
efikasi diri merupakan prediktor kuat yang berperan penting dalam manajemen
diri pada pasien dengan diabetes tipe 2, efikasi diri yang kuat akan berhubungan
positif terhadap partisipasi dalam perilaku manajemen diri pada diabetes (Sarkar,
Fisher & Schillinger, 2006; Bean, Cundy & Petrie, 2007; Wu et al., 2007; Xu et
al., 2008; Lee, Ahn & Kim., 2009; Hunt et al., 2012; Sharoni & Wu, 2012;
Al-Khawaldeh, Al-Hassan & Froelicher, 2012; Gao et al., 2013).
Di Indonesia masih banyak penyandang diabetes yang belum terdiagnosis,
hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik
non farmakologis maupun farmakologis. Dari jumlah pasien yang menjalani
pengobatan tersebut hanya sepertiganya saja yang terkendali dengan baik
(PERKENI, 2011). Hasil penelitian dari Kusniyah, Nursiswati, & Rahayu (2010)
menyimpulkan bahwa pasien diabetes tipe 2 masih memiliki tingkat self-care yang rendah. Hasil penelitian dari Kusniawati (2011) juga menyimpulkan bahwa
aktivitas perawatan diri pasien diabetes tipe 2 masih rendah pada monitoring gula
Dalam perawatan diabetes, perawatan kolaboratif antar disiplin oleh
praktisi pelayanan primer bekerja sama dengan perawat, ahli gizi, ahli endokrin,
dan spesialis lainnya dapat meningkatkan status kesehatan pasien diabetes
(Wagner et al., 2001; Siminerio et al., 2007). Perawat merupakan salah satu
penyedia layanan kesehatan yang secara aktif terlibat dalam pencegahan dan
deteksi dini diabetes dan komplikasinya, serta berusaha membantu mengurangi
masalah pasien baik dari aspek fisik, emosional, mental, sosial-budaya dan
spiritual (Aalaa et al., 2012). Oleh sebab itu, penting bagi perawat untuk
memahami konsep efikasi diri dan manajemen diri pada pasien diabetes, sehingga
dapat meningkatkan kompetensi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
secara holistik khususnya pada pasien diabetes tipe 2.
1.2. Permasalahan
Efikasi diri dan manajemen diri pada pasien diabetes tipe 2 merupakan dua
komponen penting sebagai dasar untuk meningkatkan kemandirian pasien dalam
mengelola penyakitnya, mencegah komplikasi terkait diabetes dan
mempertahankan kualitas hidup. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
perilaku manajemen diri pada pasien diabetes tipe 2 masih belum optimal, dan
efikasi diri merupakan faktor paling kuat yang menentukan seseorang untuk
melakukan manajemen diri diabetes. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti
ingin menganalisis lebih jauh hubungan antara efikasi diri dengan manajemen diri
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
efikasi diridengan manajemen diri pada pasien diabetes tipe 2.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:
1) Mengidentifikasi efikasi diri pada pasien diabetes tipe 2,
2) Mengidentifikasi manajemen diri pada pasien diabetes tipe 2,
3) Menganalisis hubungan antara efikasi diri dengan manajemen diri pada pasien
diabetes tipe 2,
4) Menganalisis hubungan antara karakteristik responden dengan manajemen diri
pada pasien diabetes tipe 2.
1.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan sebuah pernyataan prediksi atau penjelasan tentatif
tentang keterkaitan antara dua variabel atau lebih (Polit & Beck, 2012). Hipotesis
dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara efikasi diri dengan
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan rujukan ilmiah bagi
perawat pendidik dan mahasiswa keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan
yang berkaitan dengan konsep efikasi diri dan manajemen diri pada diabetes tipe
2, sehingga dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada pasien dengan diabetes tipe 2.
1.5.2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan para perawat
praktisi dan perawat edukasi diabetes dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan
secara holistik, berkolaborasi dengan pasien dan tim kesehatan lainnya dalam
mengaplikasikan praktik asuhan keperawatan untuk meningkatkan efikasi diri dan
manajemen diri pada pasien dengan diabetes tipe 2.
1.5.3. Bagi Penelitian Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah riset keperawatan dan
memfasilitasi para peneliti keperawatan untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan riset keperawatan yang berguna bagi pengembangan manajemen