5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Surfaktan
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi ataupun biokimiawi. Surfaktan memiliki gugus hidrofobik dan hidrofilik dalam satu molekul. Pembentukan film pada antar muka fasa menurunkan energi antar muka. Surfaktan dimanfaatkan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier oleh industri farmasi, industri kosmetika, industri kimia, industri pertanian, industri pangan. Bahan baku surfaktan dapat terbuat dari sumber nabati yang bersifat dapat diperbaharui dan mudah terurai, tidak menggangu aktivitas enzim, proses produksi lebih bersih sehingga sejalan dengan isu lingkungan [9].
Surfaktan dibagi menjadi empat kelompok penting dan digunakan secara luas pada hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik [10]:
1. Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang bagian pangkalnya berupa gugus hidrofilik dengan ion bermuatan positif (kation). Umumnya merupakan garam-garam amonium kuarterner atau amina. 2. Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang gugus hidrofiliknya
dengan ion bermuatan negatif (anion). Umumnya berupa garam natrium, akan terionisasi menghasilkan Na+
3. Surfaktan nonionik, merupakan surfaktan yang tidak berdisosiasi dalam air, kelarutannya diperoleh dari sisi polarnya. Surfaktan jenis ini tidak membawa muatan elektron, tetapi mengandung hetero atom yang menyebabkan terjadinya momen dipol.
dan ion surfaktan yang bermuatan negatif.
6
Sebagian besar surfaktan komersial yang ada biasanya tercampur dari bahan-bahan yang sulit didegradasi, bahkan berbahaya untuk lingkungan dan makhluk hidup. Beberapa tahun belakangan ini peminat surfaktan yang berbasis pada produk alami semakin meningkat, contohnya surfaktan berbasis karbohidrat, sterol dan asam lemak. Surfaktan dari bahan tersebut umumnya bersifat mudah dibiodegradasi. Beberapa alasan mengapa dipilih bahan baku dari produk alami adalah [11]:
1. Bahan baku dapat diperbaharui 2. Biaya bahan baku rendah
3. Kandungan racun dan dampak buruk terhadap lingkungan lebih rendah Surfaktan berbasis bahan alami dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu [7]:
1. Berbasis minyak-lemak seperti monogliserida, dan poligliserol ester 2. Berbasis karbohidrat seperti alkil poliglikosida, dan n-metil glukamida 3. Ekstrak bahan alami seperti lesitin dan saponin
4. Biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti rhamnolipid dan sophorolipid
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah mendapatkan beberapa jenis
surfaktan berbasis minyak sawit antara lain sukrosa ester, monogliserida, α-sulfo fatty acid metil ester, fatty amida, stolid, dimana hasilnya sebagian sudah dipublikasikan [12].
7 2.2 Surfaktan Alkil Poliglikosida
Salah satu surfaktan yang dapat diproduksi dari bahan nabati adalah alkil poliglikosida (APG) dan surfaktan APG ini telah diklasifikasikan di Jerman sebagai surfaktan kelas I yang ramah lingkungan. Potensi untuk mengembangkan dan memproduksi surfaktan APG ini masih sangat besar mengingat potensi pasar yang cukup besar dalam berbagai industri, antara lain industri herbisida, perawatan badan, kosmetik dan bahan pembersih. Surfaktan APG ini tidak berbahaya untuk mata, kulit dan membran lendir, mengurangi efek iritan serta dapat terurai baik secara aerob maupun anaerob [9].
8
Gambar 2.2 Struktur Busa dari Alkil Poliglikosida dengan Perbandingan Surfaktan Standar [15]
Gula lebih larut dalam air dan kurang larut dalam hidrokarbon, jadi surfaktan APG lebih lipofobik jika dibandingkan dengan surfaktan komersial lainnya seperti polioxyetilen. Selain angka biodegradasinya yang tinggi, bahayanya sangat kecil terhadap makhluk hidup di perairan. Sifat dermatologisnya lembut di kulit dan juga tidak mengiritasi mata [16].
Ukuran rantai alkil mempunyai pengaruh dalam kemampuan melarutkan dan pada tegangan permukaan. Diketahui bahwa alkil glukosida berantai pendek tidak memberikan manfaat deterjensi dan hanya ketika panjang rantainya bertambah melebihi C8 dapat menghasilkan deterjen yang lebih baik [17]. APG
disintesis dengan mereaksikan glukosa dengan alkohol lemak, menggunakan alkohol berlebih untuk meminimalisasi oligomerisasi gula. Cara lainnya yaitu dengan tranasetilasi rantai pendek alkil glukosida seperti etil atau butyl glukosida, dengan rantai panjang alkohol. Katalis asam dibutuhkan untuk kedua proses terebut [16].
2.3 Alkohol Lemak
Alkohol lemak merupakan turunan dari minyak nabati seperti minyak kelapa maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai alkohol lemak alami, sedangkan turunan dari petrokimia (paraffin dan etilen) dikenal sebagai alkohol lemak sintetik. Alkohol lemak termasuk salah satu jenis bahan oleokimia dasar yang merupakan alkohol alifatik rantai panjang dengan panjang rantai antara C6
9
Umumnya produk-produk komersial yang menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C10 dan C12
Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia dari Berbagai Alkohol Lemak
, karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan pembersih yang baik [1].
Nama Sistematik Nama Komersial Jumlah Karbon
Pemilihan fatty alcohol yang tepat juga akan berpengaruh pada suhu proses asetilasi sebab semakin panjang rantai maka titik didih fatty alcohol semakin tinggi. Penelitian kali ini menggunakan fatty alcohol C10 yang diperoleh
dari PT. Ecogreen Oleochemical. Fatty alcohol C10 lebih dikenal dengan nama
capryl alcohol dengan titik didih 232,9 0
2.4 D-Glukosa
C.
Glukosa termasuk monosakarida atau gula sederhana yang banyak terdapat di alam sebagai D-Glukosa. Disebut juga sebagai dektrosa yang merupakan suatu senyawa pentahidroksi heksanal dan karenanya dimasukkan dalam kelompok aldeheksosa. Glukosa dapat juga diperoleh dari hasil hidrolisa sukrosa (disakarida) serta hidrolisa pati [19]. Glukosa yang dipakai dalam penelitian ini adalah D-glukosa anhidrat atau disebut juga dekstrosa.
2.5 Katalis dalam Pembuatan Alkil Poliglikosida
10
proses sintesis APG adalah asam anorganik seperti HCl, H2SO4, H3PO4, HNO3
2.6 Sintesis Alkil Poliglikosida
; asam organik seperti methanesulfonic acid, triflouromethanesulfonic acid, dan asam dari surfaktan seperti para toluene sulfonic acid dan methyl ester sulfonic acid [20]. Dari berbagai macam katalis asam tersebut maka dipilih katalis asam
klorida (HCl).
Alkil poliglikosida sudah diketahui sejak dahulu kala, namun beberapa tahun belakangan peneliti mengembangkan kondisi reaksi untuk pembuatan skala komersial. Rantai karbon hidrofobik atau lipofilik terbentuk oleh alkohol lemak yang dihasilkan oleh palm kernel atau minyak kelapa. Bagian hidrofilik molekul merupakan glukosa yang dihasilkan dari zat tepung atau pati [14].
Gambar 2.3 Sintesis Alkil Poliglikosida dengan Satu dan Dua Tahap [14]. Ada dua macam tahapan dalam proses sintesis alkil poliglikosida yaitu dua tahap dan satu tahap. Tahapan proses sintesa alkil poliglikosida (APG) dengan dua tahap meliputi tahap dasar sebagai berikut:
1. Reaksi glikosidasi dengan katalis asam 2. Transglikosidasi
3. Netralisasi dari katalis asam 4. Destilasi
5. Pemucatan
11
Untuk reaksi satu tahap monosakarida langsung direaksikan dengan alkohol rantai panjang selanjutnya langsung dilanjutkan ke tahap reaksi nomor 3 sampai 6 [7] atau dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Proses netralisasi dilakukan untuk menjaga agar sakarida tidak mudah rusak selama proses distilasi, karena sakarida pada kondisi asam akan lebih mudah mudah rusak dalam keadaan asam selama proses distilasi yang biasanya menggunakan suhu yang relatif tinggi.
Gambar 2.4 Proses Pembuatan Alkil Poliglikosida dengan Satu Tahap [13] Proses distilasi APG yang dihasilkan ditujukan untuk memisahkan fatty alkohol berlebih yang dapat mengganggu kinerja surfaktan. APG yang dihasilkan berwarna coklat kehitaman dan berbentuk padat [20].
Gambar 2.5 Proses Sintesis APG Satu Tahap [7].
Pada proses asetilasi, ikatan antara glukosa dan fatty alcohol terbentuk. Secara umum pada tahapan ini ada tiga bahan baku utama yaitu gula, fatty alcohol
Asetilasi
Netralisasi
Distilasi
Pelarutan
Pemucatan
Alkil Poliglikosida
12
rantai panjang dan katalis asam. Bahan baku gula yang biasa digunakan adalah d-glukosa karena cukup banyak diproduksi dalam skala industri [2]. Sedangkan fatty alcohol rantai panjang yang digunakan dalam sintesis APG menurut Hill et al.
(1997) ialah fatty alcohol dengan rantai panjang C8 – C16
Pemilihan katalis pada proses sintesis APG juga sangat menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesa yang berlangsung. Dari berbagai macam katalis asam dipilih katalis asam klorida (HCl). Kelebihan HCl yaitu dapat larut dalam air dan ketersediaan produksinya yang banyak dalam skala industri. Menurut McCurry et al. (1972) konsentrasi katalis yang digunakan dalam proses sintesis APG sekitar 0,002 – 2% berdasarkan berat glukosa yang digunakan [21]. Pada penelitian ini, konsentrasi katalis yang dipakai yaitu 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% katalis.
. Fatty alcohol dapat diperoleh dari sumber petrokimia ataupun dari bahan alami, sumber terbarukan, seperti lemak dan minyak. Dalam pembuatan alkil poliglikosida (APG), fatty alcohol digunakan untuk membangun bagian hidrofobik dari molekul. Sedangkan
bagian hidrofilik pada APG didapat dari karbohidratnya.
Setelah melakukan pemilihan bahan baku surfaktan APG yaitu d-glukosa, dekanol dan katalis asam klorida, tahap berikutnya adalah penentuan rasio molar bahan baku tersebut. Menurut Lew et al. (1972) rasio molar antara fatty alcohol dengan monosakarida yaitu sekitar 0,01 sampai 15 [22]. Sedangkan menurut Buchanan dan Matthew (2000) rasio molar yang baik dalam pembuatan surfaktan APG berkisar antara 1:3 sampai 1:6 (mol GL/mol C10) [8]. Pemilihan rasio mol
d-glukosa dengan alkohol lemak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1:10; 2:10; 4:10 dan 6:10 (mol GL/mol C10
Pada proses asetilasi, temperatur yang rendah (<100
). Pemilihan rasio molar substrat akan berpengaruh terhadap proses pembuatan surfaktan APG yang akhirnya akan berhubungan dengan biaya sintesa APG.
0
13
berlangsung selama 3 jam dengan temperatur reaksi 95 0
Tahapan proses setelah asetilasi adalah proses netralisasi. Netralisasi bertujuan untuk menghentikan proses asetilasi agar tidak terjadi hidrolisis lanjut yang dapat menyerang glukosa. Pada proses netralisasi ditambahkan basa hingga tercapai suasana basa yaitu pada pH sekitar 7,5-12 [8]. Basa yang digunakan pada penelitian ini adalah sodium hidroksida (NaOH). Penggunaan larutan NaOH sangat dianjurkan karena NaOH tidak bereaksi terhadap alkohol atau produk. Proses netralisasi dilakukan pada suhu 70
C. Gambar rangkaian alat pada proses asetilasi dapat dilihat pada lampiran 4.
0
Setelah tahapan netralisasi dilanjutkan tahapan berikutnya yaitu tahapan distilasi. Distilasi ini bertujuan untuk menghilangkan fatty alcohol yang tidak bereaksi. Proses distilasi dilakukan dengan temperatur tinggi dan tekanan rendah atau vakum untuk dapat menguapkan fatty alcohol yang tidak bereaksi. Hasil akhir proses distilasi akan diperoleh alkyl polyglucosides (APG) kasar berbentuk cair atau pasta yang berwarna coklat dan berbau kurang enak.
C dan pada tekanan normal. Pengukuran pH diukur sebelum dan sesudah proses netralisasi.
2.7 Karakteristik Alkil Poliglikosida dengan Spektroskopi FTIR
Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul yang di deteksi dan diukur pada spektroskopi inframerah. Spektra di daerah merah dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat-sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada spektrogram panjang gelombang vs transmitansi. Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif.
14 Tabel 2.2 Karakteristik Peak APG
Keterangan Panjang Gelombang (cm
-1 )
C10APG C12APG C14APG
O – H 3,200–3,400 3,200–3,400 3,200–3,400
C – O 1,056 1,055 1,040
CHO 1,731 1,716 1,715
Eter 1,152 1,150 1,122
Sumber: El-Sukkary dkk. (2008) [3]
2.8 Potensi Ekonomi Decyl Poliglikosida
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemenuhan kebutuhan surfaktan nonionik di Indonesia masih dalam bentuk impor. Kombinasi kinerja alkil poliglikosida (APG) sebagai surfaktan nonionik dengan sifat tidak beracun (nontoxic), tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan ramah lingkungan (biodegradable) mengakibatkan permintaan terhadap surfaktan ini mencapai 60.000 ton/tahun [2]. Pengembangan surfaktan ini sebagai bahan intermediate masih terbuka lebar, mengingat sumber bahan baku untuk memproduksinya yang melimpah dan potensi pasar yang cukup besar dalam berbagai industri herbisida, personal care, kosmetik dan industri tekstil. Untuk itu perlu dikaji potensi
ekonomi untuk memproduksi decyl poliglikosida sebagai salah satu surfaktan yang penting di masa mendatang.
Bahan baku utama dalam pembuatan decyl poliglikosida antara lain dekanol, glukosa, asam klorida dan natrium hidroksida. Perhitungan biaya bahan baku untuk memproduksi APG dilakukan dengan basis 1 ton glukosa. Perkiraan biaya bahan baku dapat dilihat pada Tabel 2.3.
15
Tabel 2.3 Perkiraan Biaya Bahan Baku Pembuatan Decyl Poliglikosida
Bahan Baku Berat (kg) Harga (Rp/kg) Total (Rp)
Glukosa 1.000,00 6.500 a 6.500.000,00
Dekanol 4.125,87 17.106 a 70.577.132,22
Asam klorida 27,07 1973 a 53.409,11
Natrium Hidroksida 93,24 3.947 a 368.018,28
Total biaya APG Kasar 77.498.559,61
Harga APG Komersial b 99.706.800,00
Sumber: a) www.alibaba.com