• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penampilan Pertumbuhan dan Hasil 16 Genotip Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Hujan = Appearance of Growth and Yield of 16 Rain Tolerant Wheat Genotypes (Triticum aestivum L.) T1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penampilan Pertumbuhan dan Hasil 16 Genotip Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Hujan = Appearance of Growth and Yield of 16 Rain Tolerant Wheat Genotypes (Triticum aestivum L.) T1"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini terdiri atas pengamatan

selintas dan pengamatan utama. Dalam penelitian ini tanaman diamati

berdasarkan parameter pertumbuhan serta parameter hasilnya. Adapun parameter

pengamatan pertumbuhan adalah penghitungan persentase benih yang tumbuh,

penghitungan umur berbunga, pengukuran tinggi tanaman, penghitungan jumlah

anakan, penghitungan umur panen, dan penghitungan persentase tanaman rebah.

Sedangkan parameter hasilnya diamati berdasarkan pengukuran panjang malai,

penghitungan jumlah spikelet, penghitungan jumlah biji yang tidak rontok per

malai, penghitungan jumlah biji rontok per malai, penghitungan jumlah biji

hampa per malai, pengukuran bobot biji per meter persegi, pengukuran bobot biji

empat baris tengah, pengukuran bobot 1000 biji dan pengukuran bobot 1 liter biji.

Seluruh data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan

uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95%.

4.1. Pengamatan Selintas

Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasil datanya digunakan

untuk menunjang pengamatan utama. Data yang diperoleh sebagian besar tidak

diuji dengan analisis statistik, kecuali data pengamatan hama tanaman yang diuji

dengan analisis sidik ragam.

Berdasarkan penggunaan Software Google Earth lokasi penanaman Dusun

Plalar, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa

Tengah diketahui memiliki ketinggian 1.255 meter diatas permukaan laut.

Sedangkan analisis tanah yang telah dilakukan menunjukkan lahan penelitian

bertekstur liat. Lahan ini telah kehilangan topsoilnya karena dibuldozer untuk

dipergunakan sebagai lahan parkir. Namun proyek lahan parkir tidak berlanjut dan

digunakan untuk kegiatan pertanian kembali. Lahan yang digunakan dalam

penelitian ini sebelumnya merupakan lahan bera (tidak ditanami). Sedangkan

tanaman yang ada disekitar lahan penanaman selama penelitian berlangsung

(2)

20 Curah hujan merupakan salah satu kondisi alam yang turut mempengaruhi

pertumbuhan tanaman gandum. Total curah hujan selama penelitian ini

berlangsung (Februari 2016-Juli 2016) adalah 2.322 mm serta temperaturnya

berkisar antara 180C – 280C. Sedangkan menurut Djaenudin, dkk (2003) selama

siklus hidupnya tanaman gandum akan tumbuh baik pada curah hujan antara

350-1250 mm dan temperatur antara 100C – 250C. Berdasarkan kriteria tersebut maka

dapat dilihat bahwa curah hujan selama penelitian berlangsung tidak mendukung

pertumbuhan tanaman gandum.

Keterangan: Data curah hujan diperoleh dari stasiun klimatologi BPPP, Kec. Getasan dari bulan Februari 2016-Juli 2016

Persentase tanaman yang terserang hama dihitung berdasarkan jumlah

tanaman yang terserang hama dibagi jumlah tanaman dalam setiap petak dikalikan

seratus persen. Adapun hama yang menyerang selama penelitian berlangsung

antara lain, penggerek batang (Scirpophaga inotata), walang sangit (Leptocorisa

acuta) dan Aphids. Pengendalian hama pernah dilakukan dengan cara

menyemprotkan insektisida Interprid 25 wp yang berbahan aktif Imidakloprid

25%. Jumlah tanaman yang terserang hama berkisar antara 0-4%, dan hal tersebut

tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman gandum.

Tabel 4.2 Persentase Tanaman Yang Terserang Hama Tanaman Terserang Hama

Perlakuan Scirpophaga inotata Leptocorisa acuta Aphids

P01 0,13 b 1,67 a 1,15 a

P02 0,00 a 1,56 a 0,69 a

(3)

21

Tanaman Terserang Hama

Perlakuan Scirpophaga inotata Leptocorisa acuta Aphids

P04 0,00 a 0,63 a 0,69 a perlakuan, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan.

4.2. Pengamatan Utama 4.2.1 Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan pertambahan baik jumlah maupun ukuran sel,

yang bersifat irrevesible atau tidak dapat kembali ke jumlah dan ukuran

sebelumnya (Campbell, Reece, dan Mitchell, 2003). Dalam penelitian ini

pertumbuhan diamati dengan mengukur komponen komponen pertumbuhan.

Komponen petumbuhan dibatasi dengan penghitungan persentase benih yang

tumbuh, pengukuran tinggi tanaman, penghitungan jumlah anakan, penghitungan

umur berbunga, penghitungan umur panen, dan penghitungan persentase tanaman

rebah.

(4)

22 perlakuan, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan.

Persentase benih yang tumbuh diukur saat benih sudah ditanam di lahan

pada saat dua minggu setelah tanam. Pengukuran persentase benih dilakukan

dengan mengukur panjang larikan dari tanaman yang tumbuh dibagi dengan

panjang total larikan dalam setiap petak kemudian dikalikan seratus persen.

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa genotip P04 nyata lebih banyak persentase

benihnya yang tumbuh dibandingkan dengan P13, namun tidak berbeda nyata

dengan genotip lainnya. Tabel 4.3 menunjukkan pula bahwa genotip P3, P6, P07,

P11, P12, P13, P14, P15, memiliki persentase benih yang tumbuh kurang dari

50%. Rendahnya persentase benih yang tumbuh diduga disebabkan pada awal

tanam, terjadi curah hujan yang tinggi dan penggenangan air diantara alur tanam.

Curah hujan yang tinggi selama awal penanaman benih (dapat dilihat pada

lampiran 1, tanggal 22 februari 2016 – 6 maret 2016), sedangkan penggenangan

air dapat dilihat adanya bekas genangan air seperti pada gambar 4.1. Curah hujan

yang tinggi akan menyebabkan pori tanah lebih cepat jenuh dengan air serta

mudah menimbulkan penggenangan (Hardjowigeno, 2007). Genangan air

mengakibatkan pori pori tanah jenuh akan air serta tidak menyisakan ruang bagi

udara tanah. Hal ini akan berdampak tidak tersedia oksigen dalam tanah untuk

respirasi akar. Dalam kondisi tergenang kemampuan katabolisme anaerob

tanaman gandum dan triticale lebih rendah daripada tanaman padi (Thomson dkk.,

1992). Hal tersebut dikarenakan ruang interselluler dan aerenchyma akar tanaman

(5)

23 kurang efisien daripada tanaman padi (Thomson dkk., 1992). Genangan air

tersebut mengakibatkan persentase benih yang tumbuh pada genotip-genotip

tersebut diatas menjadi rendah. Gandum merupakan tanaman yang tidak tahan

terhadap genangan air (Simanjuntak, 2002).

Berdasarkan hasil analisis persentase benih yang tumbuh pada seluruh

genotip, maka P01 dan P04 dapat direkomendasikan untuk dilanjutkan dalam

program pemuliaan selanjutnya karena memiliki potensi relatif tahan terhadap

genangan air.

Gambar 4.1 Bekas Genangan Air Pada Area Petak Percobaan

Tinggi tanaman diukur sebanyak tiga kali yakni sebelum masak susu, saat

masak susu, dan setelah masak susu. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan

terhadap tanaman sampel sebanyak sepuluh tanaman dalam setiap petak. Adapun

yang menjadi latar belakang pengukuran tinggi tanaman dilakukan setelah

tanaman mengalami pembungaan adalah disaat tersebut idealnya pertumbuhan

vegatatif tanaman sudah maksimum, disisi yang lain tanaman telah melakukan

penimbunan hasil fotosintesis pada organ biji.

Tabel 4.3 menunjukkan masih terjadi pertambahan tinggi tanaman

sebelum masak susu, saat masak susu, dan setelah masak susu pada semua

genotip. Pertambahan tinggi tanaman menjadi salah satu indikator masih

berlangsung pertumbuhan vegetatif, meski disaat yang sama tanaman telah

melakukan penimbunan hasil fososintesis pada organ biji. Tinggi tanaman setelah

masak susu pada genotip P04 nyata lebih tinggi dibandingkan genotip P08, P09,

P10, P11, P12, P13, dan P16. Faktor genetik dari masing masing genotip sangat

(6)

24 didukung hasil penelitian Firouzian (2003) yang menunjukkan nilai heritabilitas

tinggi tanaman gandum yang relatif tinggi yakni antara 75,17%-93,61%. Dengan

keragaan tinggi tanaman yang lebih tinggi berarti genotip P04 dan genotip P01

yang tidak berbeda nyata dengan P04 menghasilkan jerami yang lebih banyak

daripada genotip genotip tersebut untuk pakan ternak.

Tabel 4.4 Jumlah Anakan, Umur Berbunga, Umur Panen, dan Persentase perlakuan, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan.

Jumlah anakan tanaman gandum yang ditampilkan dalam tabel 4.4

menunjukkan tidak beda nyata antar perlakuan, dimana jumlah anakan berkisar 1

sampai 3 anakan. Menurut Paulsen, (1997) anakan tanaman gandum turut

berkontribusi terhadap hasil biji yang akan diperoleh, karena anakan turut

menghasilkan malai dan biji. Hal tersebut didukung dari hasil perhitungan

korelasi yang cukup tinggi yakni 0,62 antara jumlah anakan dan bobot biji empat

baris tengah (tabel 4.7).

Umur berbunga dihitung sejak benih ditanam hingga pada saat sekitar 50%

tanaman dalam setiap petak penelitian telah tampak muncul bunga, sedangkan

(7)

25 Umur berbunga berkisar antara 53 hari setelah tanam sampai 70 hari setelah

tanam dan umur panen 96 hari setelah tanam sampai 124 hari setelah tanam.

Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa genotip P09, P11, dan P16 nyata lebih

pendek umur berbunganya dibandingkan dengan genotip lainnya namun secara

statistika tidak berbeda nyata dengan genotip P10. Umur berbunga yang lebih

cepat tidak hanya dipengaruhi oleh genotip, melainkan juga dapat dipengaruhi

stres yang berlebihan terhadap genotip yang bersangkutan. Menurut Kumar, dkk

(2012), suhu yang lebih tinggi tampak menginduksi pembungaan tanaman lebih

awal dibandingkan dengan suhu yang lebih rendah.

Umur panen pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa genotip P09 tidak

berbeda nyata dengan genotip P10, P11, dan P16, namun berbeda nyata

dibandingkan genotip lainnya termasuk genotip P01 dan P04. Berdasarkan uraian

tersebut dapat dilihat bahwa genotip berumur pendek (umur berbunga) lebih awal

akan mengakibatkan umur panennya pendek juga. Umur berbunga dan umur

panen dipengaruhi oleh potensi genetik masing masing genotip, pengaruh

lingkungan, dan interaksi antara keduanya (Dewi, Sobir, dan Syukur, 2015).

Meskipun demikian ternyata perbedaan antar genotip pada umur berbunga dan

umur panen tidak menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap hasil panen (lihat

tabel 4.7).

Pewarisan sifat umur panen tanaman gandum relatif lebar variasinya. Hal

tersebut didukung hasil penelitian Ahmed, dkk (2007) yang menunjukkan bahwa

heritabilitas umur panen tanaman gandum yang ditanam dalam kondisi

kekurangan air berkisar antara 49,48% - 77,79%.

Persentase tanaman rebah diperoleh dari perhitungan jumlah tanaman

rebah yang diamati sesaat sebelum panen, dibagi dengan jumlah tanaman yang

tumbuh dalam setiap petak dikalikan dengan seratus persen. Tabel 4.4

menunjukkan bahwa persentase tanaman rebah tidak beda nyata antar perlakuan

dan sangat rendah. Di samping itu, persentase tanaman rebah yang tidak berbeda

nyata diduga dipengaruhi oleh kecukupan tanaman akan hara phospor. Menurut

Munawar (2011) kecukupan hara phospor dapat meningkatkan kekuatan jerami

tanaman sereal. Semua genotip yang diuji berpotensi menjadi gandum tipe tegak

(8)

26 persentase tanaman rebah menjadikan hasil biji yang layak dipanen menjadi lebih

banyak dibandingkan dengan biji yang berada dipermukaan tanah dan tidak layak

dipanen karena telah mengalami kerusakan.

4.2.2 Kuantitas dan Kualitas Hasil

Komponen hasil terdiri dari kuantitas hasil dan kualitas hasil. Kuantitas

hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah panjang malai, jumlah spikelet,

jumlah biji yang tidak rontok per malai, jumlah biji rontok per malai, jumlah biji

hampa per malai, bobot biji per meter persegi, bobot biji empat baris tengah.

Sedangkan kualitas hasil diwujudkan dari pengamatan bobot 1000 biji dan bobot

1 liter biji. Pengamatan komponen hasil seluruhnya berkaitan dengan organ biji,

karena biji merupakan bagian yang akan dipanen dan dimanfaatkan dari proses

budidaya tanaman gandum. Menurut Andriani dan Isnaini (2016) biji gandum

menjadi bagian dari tanaman gandum yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi

dibandingkan bagian lain dari tanaman gandum, sehingga dalam setiap proses

budidaya yang diharapkan adalah hasil biji gandum dalam jumlah banyak serta

kualitasnya yang baik.

(9)

27 perlakuan, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan.

Panjang malai diukur saat tanaman telah dipanen dengan sampel sebanyak

sepuluh malai dalam setiap petak. Pengukuran dimulai dari lingkar cincin (buku

terujung dari setiap batang) sampai ujung malai, tidak termasuk bulu. Tabel 4.5

menunjukkan genotip P01 memiliki malai yang nyata lebih panjang dibandingkan

genotip P07, P10, dan P11, namun tidak berbeda nyata dengan genotip lain

termasuk P04.

Penghitungan jumlah spikelet, jumlah biji tidak rontok, dan biji hampa per

malai dilakukan setelah tanaman sampel dipanen. Spikelet merupakan organ

tanaman gandum yang terdiri atas beberapa bunga tunggal atau Floret yang

kemudian tersusun membentuk malai (Andriani dan Isnaini, 2016). Tabel 4.5

menunjukkan bahwa genotip P03 berbeda nyata memiliki jumlah spikelet yang

lebih banyak daripada genotip P09, P10, P11, P13, P14, dan P16, namun tidak

berbeda nyata dengan genotip yang lain termasuk P01 dan P04. Jumlah spikelet

per malai berpengaruh terhadap jumlah biji yang mampu dihasilkan dalam setiap

malainya. Parameter jumlah biji tidak rontok menunjukkan tidak berbeda nyata

antar perlakuan. Jumlah biji yang tidak rontok berpengaruh terhadap jumlah biji

per malai. Parameter jumlah biji hampa per malai menunjukkan genotip P03

berbeda nyata memiliki jumlah biji hampa yang lebih banyak daripada genotip

P07, P09, P10, P11, dan P13, namun tidak berbeda nyata dengan genotip lain.

Jumlah biji hampa per malai diduga disebabkan oleh hujan yang terjadi ketika

tanaman berbunga (dapat dilihat pada lampiran 1, tanggal 15 April 2016 – 2 Mei

2016). Menurut Suwandi (2014) curah hujan yang tinggi saat pembungaan

menyebabkan serbuk sari menjadi basah sehingga proses penyerbukan akan

terhambat dan akan menurunkan kuantitas biji gandum.

Pengukuran jumlah biji yang rontok, dilakukan pada biji yang jatuh di

wadah. Wadah dibuat dengan melingkarkan kain kristik pada setiap malai

(10)

28 menjadi wadah biji yang rontok agar tidak jatuh ke permukaan tanah atau hilang.

Pemasangan kain tersebut dilakukan saat tanaman sudah masak susu. Tabel 4.5

menunjukkan parameter jumlah biji yang rontok per malai tidak berbeda nyata

antar perlakuan. Sedikitnya jumlah biji yang rontok menunjukkan seluruh genotip

relatif berpotensi tahan terhadap kerontokan biji akibat deraan air hujan.

(11)

29 Parameter bobot biji per meter persegi menunjukkan genotip P04 berbeda

nyata lebih berat dibandingkan genotip P06, P08, P10, P11, P12, P13, dan P14,

namun tidak berbeda nyata dengan genotip lainnya. Hal ini diduga karena genotip

P04 persentase benih tumbuhnya relatif tinggi, panjang malai relatif panjang,

jumlah spikelet relatif banyak, dan jumlah biji hampa relatif sedikit. Dengan

demikian dapat dipahami genotip P04 termasuk juga genotip P01 mampu

menghasilkan bobot biji per meter persegi lebih berat dibandingkan genotip lain.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa bobot biji empat baris tengah tidak berbeda

nyata antar perlakuan. Kondisi curah hujan yang relatif masih tinggi selama

pembungaan hingga panen diduga mengakibatkan stres terhadap seluruh populasi

tanaman gandum. Hal tersebut diduga mengakibatkan proses pengisian biji

menjadi kurang maksimal. Tanaman gandum membutuhkan adanya bulan kering

sejak sebulan sebelum siap panen (Arief, Komalasari, dan Koes, 2016). Bobot biji

empat baris tengah dapat digunakan untuk menduga kapasitas produksi dari setiap

genotip dalam satuan lahan yang lebih luas. Menurut Welsh dan Mogea (1991)

setiap tanaman memiliki kapasitas produksi yang khas secara fisiologis yang

ditentukan oleh energi, zat-zat hara, air, dan sumber alami lain yang diperlukan

tanaman untuk berproduksi.

Bobot 1 liter biji dihitung dengan cara menakar biji kedalam gelas ukur

bervolume 1 liter, selanjutnya biji ditimbang dengan timbangan analitik. Tabel 4.6

menunjukkan bahwa genotip P09 nyata lebih berat hanya dengan genotip P14.

Sedangkan genotip P01 dan P04 beratnya tidak berbeda nyata dengan genotip

P09. Meskipun genotip P09 memiliki bobot 1 liter biji yang relatif paling berat

(690,76 gram) dibandingkan genotip lain, namun masih belum sebaik varietas

Dewata yang menurut deskripsinya mampu menghasilkan bobot 1 liter biji ±848

gram (Suwandi, 2014).

Bobot 1000 biji pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa genotip P03 nyata

lebih berat dibanding genotip P06, tetapi tidak berbeda nyata dengan P04 dan P01

serta genotip lainnya. Hal ini berarti bahwa ukuran biji genotip P06 lebih kecil

dibandingkan genotip P03. Tanaman gandum yang dibudidayakan dengan kondisi

curah hujan yang tinggi akan menyebabkan biji gandum memiliki kadar air yang

(12)

30 menurunkan kualitas biji (Suwandi, 2014). Biji gandum yang keriput juga

memiliki ukuran yang lebih kecil serta bobot yang lebih ringan dibandingkan

dengan biji yang bernas. Meskipun genotip P03 memiliki bobot 1000 biji yang relatif berat, namun belum sebaik varietas Dewata yang menurut deskripsi

varietasnya mampu menghasilkan bobot 1000 biji ±46 gram (Suwandi, 2014).

Nilai heritabilitas bobot 1000 biji relatif tinggi yakni 85,70% - 96,37% (Firouzian,

2003). Ini berarti bobot 1000 biji dapat diduga dipengaruhi cukup tinggi oleh

genotip atau gen dengan kata lain relatif rendah dipengaruhi oleh faktor

lingkungan.

4.2.3 Korelasi dan Skor

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji beda nyata jujur terhadap

setiap parameter pengamatan dalam penelitian ini belum dapat direkomendasikan

genotip genotip yang layak dibudidayakan. Misalnya, berdasarkan analisis

persentase benih yang tumbuh, genotip P01 dan P04 menjadi yang relatif toleran

terhadap genangan air; Genotip P01 dan P04 memiliki jerami yang lebih banyak

dibandingkan genotip lain; Genotip P03 memiliki bobot 1000 biji yang relatif

berat; dan genotip P09 memiliki bobot 1 liter biji relatif berat. Oleh karena itu

perlu dilakukan analisis korelasi dan skor untuk memudahkan dalam

merekomendasikan genotip yang layak untuk dikembangkan.

Tabel 4.7 Korelasi Masing Masing Variabel Terhadap Bobot 4 Baris Tengah

(13)

31

17 Persentase Benih Yang Tumbuh 0,79 12,62

Jumlah 6,28 100,00

Pada tabel 4.7 menunjukkan besar kecilnya nilai korelasi masing masing

parameter penelitian terhadap parameter bobot biji empat baris tengah. Nilai

korelasi berbanding lurus dengan persentase pembobotan. Parameter bobot biji

per meter persegi memiliki persentase pembobotan tertinggi dengan 15,10% dan

nilai korelasinya 0,95. Sedangkan parameter persentase tanaman rebah memiliki

persentase pembobotan terendah dengan 1,03% dan nilai korelasinya -0,06.

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Nilai Skor

Urutan Berdasar Perlakuan Urutan Berdasar skor

Perlakuan Total Nilai Skor Perlakuan Total Nilai Skor

P01 85,54 P14 65,19

Tabel 4.8 menunjukkan nilai skor masing-masing genotip yang berpotensi

dipilih sebagai materi genetik untuk dilanjutkan dalam program pemuliaan

selanjutnya. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa genotip P01 dan

(14)

32 genetik untuk progam pemuliaan berikutnya dalam rangka menemukan genotip

gandum yang toleran hujan.

Pada pengamatan pendahuluan (lihat tabel 2.1) dan hasil penelitian saat ini

(lihat tabel 4.8), tampak bahwa penampilan P01 dan P02 tidak stabil.

Ketidak-stabilan tersebut tampak dari perubahan ranking (urutan/skor) genotip yang

bersangkutan. Genotip P01 pada pengamatan pendahuluan di urutan ke 12

(berdasarkan bobot biji per meter pesegi), sementara itu pada penelitian ini

berada di urutan kedua tertinggi. Sedangkan Genotip P02 pada pengamatan

pendahuluan berada di urutan pertama dalam menghasilkan bobot biji per meter

persegi, namun pada penelitian ini berada di urutan ke 4. Di lain pihak, genotip

P04 relatif stabil dalam menghasilkan biji. Genotip P04 berada diurutan kedua

terberat dalam menghasilkan bobot biji per meter persegi pada pengamatan

pendahuluan, sementara itu, pada penelitian ini genotip tersebut menduduki skor

tertinggi. Berdasarkan skor atau kestabilan urutan pengamatan pendahuluan dan

penelitian saat ini, maka direkomendasikan genotip P04 untuk menjadi materi

Gambar

Tabel 4.1 Data Curah Hujan
Tabel 4.3 Persentase Benih Yang Tumbuh dan Tinggi Tanaman
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa genotip P04 nyata lebih banyak persentase
Gambar 4.1 Bekas Genangan Air Pada Area Petak Percobaan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sustainability of Solar PV-Diesel Hybrid for Micro/Mini Grid LEAST COST DESIGN PROPER TECHNOLOGY, SIZING & CONFIGURATION DESIGN APPROPRIATE MANAGEMENT MODEL COMMUNITY

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Pemerintah berkewajiban membatasi manifestasi dari agama atau kepercayaan yang membahayakan hak-hak fundamental dari orang lain, khususnya hak untuk hidup, hak

1 Menteng, Jakarta Pusat 10320; Telp/Faks : 021-31924540 MINISTRY OF ENERGY AND MINERAL RESOURCES OF THE REPUBLIC OF INDONESIA DIRECTORATE GENERAL OF NEW, RENEWABLE ENERGY AND

1 Apakah materi pelatihan yang diberikan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati sangat bermanfaat bagi berjalannya proses pelatihan penyuluhan yang

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081,

pada pra siklus menunjukkan nilai rata-rata 65,5 dengan ketuntasan klasikal 44,44%, siklus I menunjukkan rata-rata nilai sebesar 70,6 dengan ketuntasan klasikal

Berdasarkan hasil evaluasi kualifikasi yang telah dilakukan terhadap Calon Penyedia Paket Pekerjaan Perkerasan Jalan Desa Cipta Sari (Mesuji Raya) Dinas Pekerjaan