• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Tindak Pidana Khusus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum Tindak Pidana Khusus"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

A.

Pengertian

(3)

Hukum Tindak pidana khusus ini diatur dalam UU di luar Hukum Pidana Umum. Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam UU pidana merupakan indikator apakah UU pidana itu merupakan Hukum Tindak Pidana Khusus atau bukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hukum Tindak Pidana Khusus adalah UU Pidana atau Hukum Pidana yang diatur dalam UU pidana tersendiri. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Pompe yang mengatakan : “Hukum Pidana Khusus mempunyai tujuan dan fungsi

tersendiri” .

(4)

B. Dasar Hukum

UU Pidana yang masih dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana Khusus adalah UU No 7 Drt 1955 (Hukum Pidana Ekonomi), UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2002 dan UU No 1/Perpu/2002 dan UU No 2/Perpu/2002.

Hukum Tindak Pidana Khusus mengatur perbuatan tertentu atau untuk orang/golong- an tertentu. Hukum Tindak Pidana Khusus menyimpang dari Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formal. Penyimpangan diperlukan atas dasar kepentingan hukum. Dasar Hukum UU Pidana Khusus dilihat dari hukum pidana adalah Pasal 103 KUHP. Pasal 103 ini mengandung pengertian :

1. Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP sepanjang UU itu tidak menentukan lain.

2. Adanya kemungkinan UU termasuk UU Pidana di luar KUHP, karena KUHP tidak mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya (tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap).

Perundang-undangan Pidana :

(5)

Apabila diperhatikan suatu undang-undang dari segi hukum pidana ada bebebarapa substansi:

1. UU saja yang tidak mengatur ketentuan pidana (seperti UU No 1 Tahun 1974, UU No 7/1989 yang diubah dengan UU No 3/2006, UU No 8/1974 yang diubah dengan UU No 43/1999, UU No

22/1999 yang diubah denghan UU No 32/2004 , UU No 4 / 2004, UU No 23/1999 yang diubah dengan UU No 3/2004).

2. UU yang memuat ketentuan pidana, maksudnya mengancam dengan sanksi pidana bagi

pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu yang disebut dalam Bab ketentuan pidana. (seperti UU No 2/2004, UU No /1999, UU No 8/1999, UU No 7/1996, UU No 18/1997 yang diubah dengan UU No 34/2000, UU No 23/2004, UU No 23/20020, UU No 26/2000).

3. UU Pidana, maksudnya undang-undang yang merumuskan tindak pidana dan langsung mengancam dengan sanksi pidana dengan tidak mengatur bab tersendiri yang memuat ketentuan pidana. (seperti UU No 31/1999, UU No 20/2002, UU No 1/Perpu/2000, UU No 15/2002 yang diubah dengan UU No 25/2003)

4. UU Hukum Pidana adalah undang-undang yang mengatur ketentuan hukum pidana. undang ini terdiri dari undang-undang pidana materil dan formal (undang-undang acara pidana).

Kedua undang-undang hukum pidana ini dikenal dengan sebutan “Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana” (seperti KUHP, UU No 8/ 1981 tentang KUHAP, KUHP Militer).

(6)

C. Kekhususan T.P. Khusus.

Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan

terhadap hukum pidana umum, baik dibidang Hukum Pidana Materiil maupun dibidang Hukum Pidana Formal. Hukum Tindak Pidana Khusus berlaku terhadap perbuatan tertentu dan atau untuk golongan / orang-orang tertentu. Adapun kekhususan dari Tindak Pidana Khusus dapat berupa :

1. Kekhususan Hukum Tindak Pidana Khusus dibidang Hk. Pidana Materil.

Penyimpangan dalam pengertian menyimpang dari ketentuan Hukum Pidana Umum

dan dapat berupa:

- Menentukan sendiri yang sebelumnya tidak ada dalam HPU disebut dengan ketentuan khusus.

- Hukum Pidana bersifat elastis (ketentuan khusus).

- Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman. (menyimpang).

(7)

- Pegawai Negeri merupakan Sub. Hukum tersendiri.(ket. khs).

- Mempunyai sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk memasukkan tindak pidana yang berada dalam UU lain asalkan UU lain itu menetukan menjadi tindak pidana (ket.khus).

- Pidana denda + 1/3 terhadap korporasi. (menyimpang). - Perampasan barang bergerak, tidak bergerak (ket. khs).

- Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam UU itu.(ket.khs). - Tindak pidana bersifat transnasional. (ket.khs).

- Adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana yang terjadi. (ket.khs).

(8)

2. Penyimpangan terhadap Hukum Pidana Formal, dapat berupa :

- Penyidikan dapat dilakukan oleh Jaksa maupun Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

- Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana lain; - Adanya gugatan perdata terhadap tersangka / terdakwa TP Korupsi. - Penuntutan Kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian negara; - Perkara pidana Khusus di adili di Pengadilan khusus (HPE);

- Dianutnya Peradilan In absentia;

- Diakuinya terobosan terhadap rahasia bank; - Dianutnya Pembuktian terbalik;

(9)

D. Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus

-

Tindak Pidana Korupsi

- Tindak Pidana Pencucian Uang

- Tindak Pidana HAM Berat

- Tindak Pidana Terorisme

- Tindak Pidana Narkotika

- Tindak Pidana Lingkungan Hidup

- Tindak Pidana Perdagangan Orang

- Tindak Pidana Anak

- Tindak Pidana Kehutanan

(10)
(11)

Pengelolaan Keuangan Negara / Daerah ?????

(12)

PENDAHULUAN

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara

Pengertian penegakan hukum dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya

(13)

INDONESIA NEGARA HUKUM.

Segala sesuatu yang ada di indonesia diatur oleh hukum, - Hukum yang tertulis.

- Hukum yang tidak tertulis/ adat / kebiasaan. - Hukum

Dilihat dalam garis - garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memuat ketentuan-ketentuan tentang :

1. Aturan Umum Hukum Pidana dan Aspek Larangan Berbuat yang

Disertai Ancaman Pidana.

2. Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana pada diri sipembuat (Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan).

3. Tindakan dan upaya - upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya.

(14)

PEMAHAMAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI

 Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang

merusak dan mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa. Pelbagai peraturan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memberantas korupsi telah diterbitkan. Namun, praktik korupsi masih terus berulang dan semakin kompleks dalam realisasinya.

 Pada tahun 2010, menurut data Pacific Economic and Risk Consultansy, Indonesia

menempati urutan teratas sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam kenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi disetiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Proyek Pengadaan Barang/Jasa di instansi pemerintah, sampai proses penegakkan hukum.

 Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar

(15)

 Kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung di kalangan masyarakat salah satunya disebabkan karena masih kurangnya pemahaman mereka terhadap pengertian korupsi. Selama ini, kosakata korupsi sudah populer di Indonesia. Hampir semua orang pernah mendengar kata korupsi. Dari mulai rakyat yang tinggal di pedalaman, mahasiswa, pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum sampai pejabat negara. Namun jika ditanya kepada mereka apa itu korupsi, jenis perbuatan apa saja yang bisa dikategorikan tindak pidana korupsi? Hampir dipastikan sangat sedikit yang bisa menjawab secara benar bentuk / jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh undang-undang.

 Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor

3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besar pengertian korupsi didalam undang-undang tersebut dirujuk dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lahir sebelum negara ini merdeka. Namun hingga saat ini pemahaman masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat kurang.

 Menjadi lebih memahami pengertian korupsi juga bukan sesuatu hal yang mudah. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kebiasaan berperilaku koruptif yang selama ini dianggap sebgai hal wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi. Seperti Gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjadi salah satu bentuk Tindak Pidana Korupsi.

 Mengetahui bentuk / jenis perbuatan yang bisa dikategorikan

(16)

Apa Yang Dimaksud Dengan Korupsi ?

 Korupsi bersasal bahasa latin “Corruptio,” atau “Corruptos

Kata tersebut kemudian diadopsi ke dalam beberapa bahasa, diantaranya yaitu : Bahasa Inggris : Corruption ( Corrupt )

Bahasa Belanda : Corruptie

Bahasa Indonesia : Korupsi

 Korupsi secara harfiah bisa berarti :

1. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan

ketidakjujuran

2. Perbuatan yg buruk (penggelapan, uang, penerimaan uang sogok, dsb) 3. Perbuatan yg kenyataan menimbulkan keadaan yg bersifat buruk

 Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang dalam 30 buah Pasal

(17)

Ketigapuluh bentuk / jenis tindak pidana korupsi tersebut pada

dasarnya dapat dikelompokan sebagai berikut :

1.

Kerugian keuangan negara

2.

Suap - Menyuap

3.

Penggelapan dalam jabatan

4.

Pemerasan

5.

Perbuatan curang

6.

Benturan kepentingan dalam pengadaan

(18)
(19)

Selain defenisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas,

masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana

korupsi. Jenis tindak pidana lain tersebut tertuang dalam Pasal 21, 22,

23, dan 24 Bab III UU No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana

Korupsi.

Janis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi

terdiri atas :

1.

Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.

2.

Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak

benar.

3.

Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.

4.

Saksi atau Ahli yang tidak memberika keterangan atau memberi

keterangan palsu.

5.

Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan

keterangan atau memberi keterangan palsu.

(20)
(21)

EKSTRA

ORDINARY CRIME (Kejahatan Luar

Biasa):

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak

terkendali akan membawa bencana yang tidak saja

terhadap kehidupan perekonomian nasional, tetapi

juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara

pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang

meluas dan sistematis juga merupakan

pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak

ekonomi masyarakat, dan karena itu maka tindak

pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan

(22)

Upaya Penanggulangannya :

Untuk menanggulangi kejahatan yang luar biasa tersebut

diperlukan suatu kebijakan sosial (

sosial policy

).

Kemudian dijabarkan dalam kebijakan penegakan hukum

(

law enforcement policy

).

Pada tataran tersebut dirumuskan dan ditegakkan pula

kebijakan pidana (

criminal policy

).

Dengan demikian tampak bahwa kebijakan pidana

merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum yang

secara keseluruhan berada dalam suatu sistem kebijakan

sosial. Oleh karena itu kebijakan pidana harus memiliki

sinkronisasi dengan kebijakan penegakan hukum,

sedangkan kebijakan penegakan hukum harus pula searah

dan dijiwai oleh kebijakan sosial atau arah kebijakan

(23)

Trend Perkembangan :

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas

dalam kehidupan masyarakat. Perkembangannya

terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari

jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian

keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak

pidana yang dilakukan semakin sistematis serta

lingkupnya yang memasuki seluruh aspek

(24)

Faktor-faktor penyebab korupsi di

Indonesia meliputi 4 aspek, yaitu:

1.Aspek perilaku individu

,

yaitu faktor-faktor internal yang mendorong

seseorang melakukan korupsi, seperti adanya

sifat tamak, moral yang kurang kuat

menghadapi godaan, penghasilan yang tidak

mencukupi kebutuhan hidup yang wajar,

(25)

2. Aspek Organisasi

.

yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan,

kultur organisasi yang tidak benar, sistem

(26)

3.Aspek masyarakat

,

yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat

dimana individu dan organisasi tersebut

berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang

kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya

kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari

terjadinya praktek korupsi adalah masyarakat

dan mereka sendiri terlibat dalam praktek

korupsi, serta pencegahan dan pemberantasan

korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat

ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalah

artian pengertian-pengertian dalam budaya

(27)

4.Aspek peraturan perundang-undangan

,

yaitu terbitnya peraturan perundang-undangan

yang bersifat monopolistik yang hanya

menguntungkan kerabat dan atau kroni

penguasa negara, kualitas peraturan

perundang-undangan yang kurang memadai,

judicial review yang kurang efektif, penjatuhan

sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi

tidak konsisten dan pandang bulu, serta

(28)

MENGAPA KORUPSI

TERJADI

KORUPSI

Tiga Aspek :

prepared by mulia ardi

Institusi/Administrasi

Manusia

(29)

1. Kerugian Keuangan Negara ;

Pasal 2

Pasal 3

2. Suap – Menyuap ;

Pasal 5 Ayat (1) huruf a

Pasal 5 Ayat (1) huruf b

Pasal 13

Pasal 5 Ayat (2)

Pasal 12 huruf a

Pasal 12 huruf b

Pasal 11

Pasal 6 Ayat (1) huruf a

Pasal 6 Ayat (1) huruf b

Pasal 6 Ayat (2)

Pasal 12 huruf c

(30)

3. Penggelapan Dalam Jabatan ;

Pasal 8

Pasal 9

Pasal 10 huruf a

Pasal 10 huruf b

Pasal 10 huruf c

4. Pemerasan ;

Pasal 12 huruf e

Pasal 12 huruf g

Pasal 12 huruf f

5. Perbuatan Curang ;

Pasal 7 Ayat (1) huruf a

Pasal 7 Ayat (1) huruf b

Pasal 7 Ayat (1) huruf c

Pasal 7 Ayat (1) huruf d

Pasal 7 Ayat (2)

(31)

6.Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan ;

Pasal 12 huruf i

7.Gratifikasi ;

Pasal 12 B jo. Pasal 12 C

8. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak

pidana korupsi.

(32)

1.

Pasal 21 : Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara

Korupsi

2.

Pasal 22 jo Pasal 28 :Tidak Memberi Keterangan

atau Memberi Keterangan Yang Tidak Benar

3.

Pasal 22 jo Pasal 29 : Bank Yang Tidak Memberikan

Rekening Tersangka

4.

Pasal 22 jo Pasal 35 : Saksi atau Ahli Yang Tidak

Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan

Palsu

5.

Pasal 22 jo Pasal 36 : Orang Yang Memegang

Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan

atau Memberi Keterangan Palsu

6.

Pasal 24 jo Pasal 31 : Saksi Yang Membuka

(33)

UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI

Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana korupsi, harus memenuhi rumusan unsur-unsur sebagaimana termuat dalam masing-masing Pasal, yaitu :

Unsur Pasal 2 :

 Setiap orang ;

Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi ;Dengan cara melawan hukum ;

 Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Unsur Pasal 3 :

 Setiap orang ;

Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

korporasi ;

Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana ;Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan ;

(34)

Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf a :

Setiap orang ;

 Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu ;

Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;

Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam

jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya.

Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf b :

Setiap orang ;

Memberi sesuatu ;

Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;

 Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan

dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Unsur Pasal 13 :

 Setiap orang ;

Memberi hadiah atau janji ;Kepada Pegawai Negeri ;

Dengan mengingat kekuasan atau wewenang yang melekat pada

(35)

Unsur Pasal 5 ayat (2) :

Pegawai Negeri atau Penyelanggara Negara ;Menerima pemberian atau janji ;

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b

Unsur Pasal 12 huruf a :

Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;Menerima hadiah atau janji ;

Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ;

Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Unsur Pasal 12 huruf b :

Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;Menerima hadiah ;

Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau

karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ;

Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau

(36)

Unsur Pasal 11 :

 Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;  Menerima hadiah atau janji ;

 Diketahuinya ;

 Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena

kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji

tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Unsur Pasal 6 Ayat (1) huruf a :

 Setiap orang ;

 Memberi atau menjanjikan sesuatu ;  Kepada hakim ;

 Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang

diserahkan kepadanya untuk diadili. Unsur Pasal 6 Ayat (1) huruf b :

 Setiap orang ;

 Memberi atau menjanjikan sesuatu ;

 Kepada Advokat yang menghadiri sidang pengadilan ;

 Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang

(37)

Unsur Pasal 6 Ayat (2) :

 Hakim atau Advokat ;

 Yang menerima pemberian atau janji ;

 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau huruf b.

Unsur Pasal 12 huruf c :

 Hakim ;

 Menerima hadiah atau janji ;

 Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Unsur Pasal 12 huruf d :

 Advokat yang menghadiri sidang di pengadilan ;

 Menerima hadiah atau janji ;

(38)

Unsur Pasal 8

 Pegawai Negeri atau selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

 Dengan sengaja ;

 Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orang lain menggelapkan atau

membantu dalam melakukan perbuatan itu ;

 Uang atau Surat Berharga ;

 Yang disimpan karena jabatannya. Unsur Pasal 9

Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

 Dengan sengaja ;  Memalsu ;

 Buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan

(39)

Unsur Pasal 10 hurf a

 Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

 Dengan sengaja ;

 Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak

dapat dipakai ;

 Barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan

atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang ;

 Yang dikuasainya karena jabatan.

Unsur Pasal 10 hurf b :

Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

 Dengan sengaja ;

 Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai ;

Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada pasal

(40)

Unsur Pasal 10 huruf c

Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu ;

Dengan sengaja ;

Membantu orang lain Menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai ;

Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana dimaksud pada

Pasal 10 huruf a.

Unsur Pasal 12 huruf e :

Pegawai Negeri atau penyelenggara negara ;

Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain ;  Secara melawan hukum ;

Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau

menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya.

(41)

Unsur Pasal 12 huruf g :

Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;Pada waktu menjalankan tugas ;

Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang ; Seolah-olah merupakan hutang kepada dirinya ;

Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang.

Unsur Pasal 12 huruf f :

 Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;  Pada waktu menjalankan tugas ;

 Meminta, menerima, atau memotong pembayaran ;

 Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau

kepada kas umum ;

 Seolah olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain

atau kas umum mempunyai hutang kepadanya.

(42)

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf a :

 Pemborong, Ahli Bangunan, atau Penjual Bahan Bangunan ;  Melakukan perbuatan curang ;

Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ;Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang

atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf b:

 Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan ;  Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat

bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ;

 Dilakukan dengan sengaja ;

 Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Ayat (1) huruf a

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf c :

 Setiap orang ;

 Melakukan perbuatan curang ;

 Pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau

Kepolisian negara RI ;

 Dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan

(43)

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf d :

Orang yang bertugas mengawasi penyerahan

barang keperluan TNI dan atau Kepolisian RI

Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana

dimaksud pada Pasal 7 ayat 1 huruf c) ;

Dilakukan dengan sengaja.

Unsur Pasal 7 Ayat (2) :

Orang yang menerima penyerahan bahan

bangunan atau orang yang menerima

penyerahan barang keperluan TNI dan atau

Kepolisian negara RI ;

Membiarkan perbuatan curang ;

(44)

Unsur Pasal 12 huruf h

 Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;

 Pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah negara yang diatasnya ada hak pakai

 Seolah olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan ;

 Telah merugikan yang berhak ;

 Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Unsur Pasal 12 huruf I :

 Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;

 Dengan sengaja ;

 Langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan pengadaan atau persewaan.

 Pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau

(45)

Unsur Pasal 12 huruf b:

Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;

Menerima gratifikasi ;

Yang berhubungan dengan jabatan dan

berlawanan dengan kewajibannya atau

tugasnya.

Penerimaan gratifikasi tersebut tidak

dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu

30 hari sejak diterimanya gratifikasi.

Unsur Pasal 21 :

Setiap orang ;

Dengan sengaja ;

Mencegah, merintangi atau menggagalkan ;

Secara langsung atau tidak langsung ;

Penyidikan , penuntutan dan pemeriksaan disidang

(46)

Unsur pasal 22 jo. Pasal 28 :

Tersangka ;

Dengan sengaja ;

Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu

;

Tentang keterangan harta bendanya atau harta benda istri

suaminya atau harta benda anaknya atau harta benda setiap

orang atau korporasi yang diketahui atau patut diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan

tersangka.

Unsur Pasal 22 jo Pasal 29 :

 Orang yang ditugaskan oleh bank ;  Dengan sengaja ;

 Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan

palsu tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.

Unsur Pasal 22 jo. Pasal 35 :

 Saksi atau ahli ;  Dengan sengaja ;

 Tidak memberikan keterangan atau memberikan

(47)

Unsur Pasal 22 jo. Pasal 36 :

Orang yang karena pekerjaan, harkat,

martabat atau jabatannya yang diwajibkan

menyimpan rahasia ;

Dengan sengaja ;

Tidak memberikan keterangan atau

memberikan keterangan yang isinya palsu.

Unsur Pasal 24 jo Pasal 31:

Saksi ;

Menyebut nama atau nama alamat pelapor

atau hal-hal lain yang memungkinkan

(48)

Menerima Hadiah atau Janji

berhubungan dengan Jabatannya

Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta

Pegawai negeri atau penyelenggara negara  Menerima hadiah atau janji

Padahal diketahuinya

 Atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan

(49)

Pasal 5 ayat (1) huruf a

 Memberi atau menjanjikan sesuatu;

kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;

 dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu

dalam jabatannya;

yang bertentangan dengan kewajibannya.

Menyuap Pegawai Negeri atau Penyelenggara

Negara

(50)

Pasal 7 ayat (1) huruf a

 Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;  Melakukan perbuatan curang;

 Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan

bangunan ;

Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan

barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang .

Pemborong Berbuat Curang

Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp

(51)

Pasal 7 ayat (1) huruf b

 Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan;  Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat

bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ;  Dilakukan dengan sengaja ;

Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf a .

Pengawas Membiarkan Kecurangan

Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp

(52)

Pasal 12 huruf e

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau

penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling

banyak Rp 1 miliar:

Pegawai negeri atau penyelenggara negara;

Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau

orang lain;

Secara melawan hukum;

Memaksa seseorang memberikan sesuatu,

membayar, atau menerima bayaran dengan

potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi

dirinya sendiri;

Menyalahgunakan kekuasaannya.

(53)

Turut Serta Dalam Pengadaan

Pasal 12 huruf i

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau

penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling

banyak Rp 1 miliar:

Pegawai negeri atau penyelenggara negara;

Dengan sengaja;

Langsung atau tidak langsung turut serta dalam

pemborongan, pengadaan, atau persewaan;

Pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau

(54)

Pasal 12B ayat (1)

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan

dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa

gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

yang nilainya kurang dari Rp 10 juta pembuktian bahwa

gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

(55)

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12 B

UU No. 20 Tahun 2001

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,

rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,

fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan

sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik .

 Pengecualian

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :

 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1)

(56)

Sanksinya

Pasal 12B ayat (2)

Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling

(57)

Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi

(58)

Modus Operandi Korupsi

PENYIMPANGAN PROSEDUR

PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI PEMERINTAH TIDAK SESUAI PERATURAN PER UU AN.

BUKU/DAFTAR YG BIASA DIGUN PEMERIKSAAN ADM

MARK - UP

PERBUATAN CURANG

GRATIFIKASI ( SUAP )

PENGGELAPAN

PEMALSUAN

HARGA / JUMLAH -PERENCANAAN, -PELAKSANAAN -PELAPORAN

PENGADAAN BARANG/JASA TIDAK SESUAI OWNER ESTIMATE

PENERIMA TIDAK MELAPOR KEPADA KPK

UANG DAN SURAT BERHARGA DALAM JABATAN

DALAM JABATAN

PEMERASAN

(59)

Sebagaimana UU NO 31 / 1999 yang telah diubah denganUU NO 20 / 2001

Pelaku KORUPSI

-Perbuatan curang, membahayakan keamanan umum (Psl 7)

PEMBORON

-UU Lain yang menyebut ---korupsi

SUBYE

K PERBUATAN AKIBAT

SETIAP ORANG

-Merugikan Ku / ekonomi Negara -Merugikan individu, instansi, dunia usaha & masyarakat

-Bangsa dan negara terpuruk

-Memperkaya diri, orang lain, koorporasi secara melawan hukum (Psl 2)

-Menguntungkan diri, orang lain, koorporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan /kedudukan (Psl 3)

-Pegawai negeri -Selain PN

(60)

Melawan Hukum untuk Memperkaya Diri dan

Menyalahgunakan Kewenangan

Pasal 2 (Break of Law)

 secara melawan hukum;

 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi;

Setiap

Pasal 3 (Abuse of Power)

- dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;

- menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;

(61)

Keuangan / Perekonomian negara

Unsur Keuangan Negara :

Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan (termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat negara, baik di

tingkat pusat maupun di daerah.

2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan,

Badan Hukum, dan perusahaan yg menyertakan modal negara, atau perusahaan yg menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian degan negara.

Unsur Perekonomian Negara :

Penjelasan Umum UU No.31 Tahun 1999 menjelaskan sebagai berikut :

Pengertian perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat mandiri yg didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat.

(62)

Korporasi :

(63)

PERLUASAN PENGERTIAN PEGAWAI NEGERI

1.

Orang yang mendapat gaji, upah dari negara atau

korporasi.

2.

Orang yang menerima Modal atau fasilitas dari negara.

(64)

PIDANA KHUSUS

PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PREVENTIF

(Pencegahan) (Penindakan)REPRESIF

Pelaksanaan Program Binmatkum

(65)

UPAYA PENEGAKAN HUKUM :

Preventif

, yaitu strategi yang diarahkan untuk

mencegah terjadinya tindak pidana dengan cara

menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor

penyebab atau peluang terjadinya tindak pidana.

Detektif

, yaitu strategi yang diarahkan untuk

mengidentifikasi tindak pidana yang sering terjadi.

Represif

, yaitu strategi yang diarahkan untuk

(66)
(67)

PERAN SERTA MASYARAKAT

1. Pasal 41 UU 31/1999 Jo UU 20/2001 : Pada intinya masyarakat dapat

berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

2. Wujud dari peran serta masyarakat tersebut berupa :

Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan

telah terjadi tindak pidana korupsi.

 Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan

memberikan informasi adanya dugaan TPK kepada Aparat Penegak Hukum yang menangani perkara TPK.

 Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab

kepada penegak hukum yang menangani TPK.

Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya

yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 hari.

(68)
(69)

Penyelidikan

Adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Tugas penyelidikan adalah sangat penting karena merupakan landasan

yang kuat didalam menunjang tugas penyidikan.

Sumber Informasi Sebagai Dasar Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi

didapat dari :

1.

Laporan atau Pengaduan Masyarakat

2.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI

3.

Temuan sendiri.

4.

Media massa.

L / satuan operasi L / satuan TO

L / satuan penyelidikan Jaksa Ke

sim

pu

la

(70)

 Kegiatan penyelidikan dilakukan segera setelah aparat penegak hukum menerima

informasi / laporan / pengaduan tentang dugaan adanya suatu tindak pidana korupsi. Kegiatan penyelidikan ditujukan untuk Mencari, Menggali, Mengumpulkan Bahan Keterangan, dan Data-Data sebanyak dan selengkap mungkin dari berbagai sumber, baik dilakukan secara terbuka maupun tertutup, yang selanjutnya bahan keterangan dan data-data tersebut diolah dalam satu proses sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.

 Oleh karena tugas penyelidikan berfungsi sebagai dasar untuk tugas penyidikan

selanjutnya maka hasil tugas penyelidikan tersebut diharapkan dapat memberikan kesimpulan bahwa :

Apakah suatu peristiwa pidana itu adalah merupakan suatu kejahatan yang sekaligus dapat menentukan arah dan alat bukti yang telah diperoleh, sehingga dapat mempermudah penyidikanya.

(71)

“ BUKTI PERMULAAN “

 Dalam hal Penyidik yang melakukan Penyidikan menetapkan seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya patut diduga sebagai tersangka pelaku tindak pidana, maka penetapan Penyidik itu harus didasarkan pada “Bukti Permulaan” (Prima Facie Evident)

 Demikian pula dalam hal Penyidik melakukan tindakan penangkapan terhadap seorang yang diduga keras sebagai pelaku tindak pidana, maka perintah penangkapan itu harus didasarkan pada “Bukti Permulaan”

“ BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP “

 Adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana.

 Sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) alat bukti yang sah.

ALAT BUKTI YANG SAH : 1. Keterangan Saksi 2. Keterangan Ahli 3. Surat

4. Petunjuk

(72)

 Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP diterangkan bahwa : “Yang dimaksud dengan Bukti Permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bukyi Pasal 1 butir 14”

 Pasal tersebut menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul melakukan tindak pidana.

 Dengan membaca penjelasan Pasal 17, ternyata apa yang dimaksud dengan Bukti Permulaan (Prima Facie Evident) masih tetap tidak jelas, apakah bukti permulaan itu berbentuk Barang Bukti ataukah berbentuk Alat Bukti Yang Sah.

 Hal ini dapat menimbulkan munculnya berbagai penafsiran, berhubung tindakan Penyidikan itu mempunyai tujuan utama untuk mengumpulkan Bukti yang pada akhirnya akan bermuara pada penyajian pembuktian di muka sidang Pengadilan, maka penafsiran terhadap pengertian “Bukti” harus didasarkan dan tidak boleh dilepaskan dari pengertian “Alat-Alat Bukti Yang Sah”

(73)

 Untuk dapat lebih memahami bahwa yang dimaksud dengan pengertian Bukti Untuk dapat lebih memahami bahwa yang dimaksud dengan pengertian Bukti

Permulaan itu adalah merupakan alat bukti yang sah, maka hal tersebut perlu

Permulaan itu adalah merupakan alat bukti yang sah, maka hal tersebut perlu

dikaitkan dengan keseluruhan proses peradilan perkara pidana yang dimulai

dikaitkan dengan keseluruhan proses peradilan perkara pidana yang dimulai

dari proses PENYIDIKAN, yaitu dalam bentuk serangakaian tindakan

dari proses PENYIDIKAN, yaitu dalam bentuk serangakaian tindakan

PENYIDIK dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam KUHAP untuk

PENYIDIK dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam KUHAP untuk

mencari serta mengumpulkan “Bukti” (alat-alat bukti dan barang bukti) yang

mencari serta mengumpulkan “Bukti” (alat-alat bukti dan barang bukti) yang

dengan bukti itu tindak pidana yang ditangani menjadi terang / jelas

dengan bukti itu tindak pidana yang ditangani menjadi terang / jelas

(jenis/kualifikasinya, apakah pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan,

(jenis/kualifikasinya, apakah pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan,

pembunuhan, atau korupsi) dan sekaligus untuk menentukan dan menemukan

pembunuhan, atau korupsi) dan sekaligus untuk menentukan dan menemukan

siapa orang yang menjadi tersangka pelaku tindak pidana yang sedang

siapa orang yang menjadi tersangka pelaku tindak pidana yang sedang

ditangani oleh Penyidik yang bersangkutan.

ditangani oleh Penyidik yang bersangkutan.

 Sebagai target utama dari tindakan penyidikan adalah mengumpulkan bukti Sebagai target utama dari tindakan penyidikan adalah mengumpulkan bukti

yang terdiri dari barang bukti dan alat bukti yang sah.

yang terdiri dari barang bukti dan alat bukti yang sah.

 Dengan demikian alat bukti yang dikumpulkan/diketemukan/diperoleh dalam Dengan demikian alat bukti yang dikumpulkan/diketemukan/diperoleh dalam

pemeriksaan Penyidikan tersebut dinamakan sebagai Bukti Permulaan, karena

pemeriksaan Penyidikan tersebut dinamakan sebagai Bukti Permulaan, karena

kedudukan dan dan fungsinya baru sebagai “Calon Alat Bukti Yang Sah”.

kedudukan dan dan fungsinya baru sebagai “Calon Alat Bukti Yang Sah”.

 Calon alat bukti tersebut setelah disajikan atau diajukan oleh Penuntut Umum Calon alat bukti tersebut setelah disajikan atau diajukan oleh Penuntut Umum

di muka persidangan, maka calon alat bukti yang sah atau bukti permulaan

di muka persidangan, maka calon alat bukti yang sah atau bukti permulaan

tersebut benar-benar berubah menjadi “Alat Bukti Yang Sah

(74)

Penyidikan

Adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti

itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya.

Kegiatan penyidikan tindak pidana korupsi bertujuan

untuk mencari dan menemukan unsur-unsur tindak

pidana korupsi berikut alat bukti yang sah. Dengan

demikian dalam kegiatan penyidikan ini diarahkan pada

konstruksi pasal-pasal yang disangkakan.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 109 Ayat (1)

(75)

 Sasaran / target tindakan Penyidikan adalah mengupayakan PEMBUKTIAN tentang tindak pidana yang terjadi, agar tindak pidananya menjadi terang / jelas dan sekaligus menemukan siapa tersangka pelakunya.

 Adapun yang dimaksud dengan “Pembuktian” adalah upaya menyajikan / mengajukan alat-alat bukti yang sah dan barang bukti di depan sidang Pengadilan untuk membuktikan kesalahan terdakwa sesuai dengan Surat Dakwaan Penuntut Umum.

(76)

Dari ketentutan tersebut diatas menimbulkan Penafsiran yang

berbeda-beda tentang pengertian Pra Penuntutan, yaitu :

1.

Pra Penuntutan ditafsirkan sebagai sarana koordinasi antara

Penyidik dengan Penuntut Umum sebelum Berkas Perkara

dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum.

2.

Kewenangan Penuntut Umum untuk memberikan petunjuk dan

pengarahan kepada Penyidik untuk kesempurnaan Berkas Perkara.

3.

Segala tindakan Penuntut Umum yang dilakukanya, sebelum

Berkas Perkara dilimpahkan ke Pengadilan.

Dalam

Dalam Pasal 14 Huruf (b) KUHAPPasal 14 Huruf (b) KUHAP menyebutkan bahwa : menyebutkan bahwa : “

“Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan Pra Penuntutan apabila Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan Pra Penuntutan apabila ada kekurangan-kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan

ada kekurangan-kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan

ketentutan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam

ketentutan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam

rangka penyempurnaan dari penyidikan.”

rangka penyempurnaan dari penyidikan.” PRA

(77)

PROSES PRA PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN

1. Segera setelah Pihak Kejaksaan menerima Surat Perintah Dimulainya

Penyidikan (SPDP) dari Penyidik, maka diterbitkan P-16 (Surat Perintah

Penunjukan Jaksa Penuntut Umum Untuk Mengikuti Perkembangan

Penyidikan Perkara Tindak Pidana).

2. Apabila setelah pengiriman SPDP, namun Penyidik belum juga

menyerah-kan hasil penyidimenyerah-kannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka pihak

Kejaksaan menerbitkan P-17 (Surat Permintaan Perkembangan Hasil

Penyidikan)

3. Apabila setelah pengiriman SPDP, Penyidik segera menyerahkan berkas

perkara, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bersangkutan segera

memeriksa dan meneliti berkas perkara tersebut.

4. Apabila dan pemeriksaan dan penelitian berkas perkara tersebut, JPU

berpendapat masih diperlukan penyempurnaan, maka diterbitkan P-18 dan

P-19 untuk penyidik.

(78)

5. Bahwa Penyidik memiliki waktu selama 14 (empat belas) hari untuk

melakukan penyidikan tambahan dalam rangka penyempurnaan berkas

perkara.

6. Apabila dalam kurun waktu 14 hari, ternyata Penyidik belum

menyelesai-kan penyidimenyelesai-kan tambahan atau Penyidik belum mengembalimenyelesai-kan berkas

perkara tersebut ke Kejaksaan, maka pihak Kejaksaan menerbitkan P-20

(Surat Pemberitahuan Bahwa Waktu Penyidikan Tambahan Sudah

Habis).

7. P-21 (Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) diterbit-kan

oleh Kejaksaan apabila hasil pemeriksaan dan penelitian berkas perkara

yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk untuk

mengikuti perkembangan penyidikan memberikan kesimpulan bahwa

Berkas Perkara tersebut telah memenuhi syarat FORMIL dan MATERIIL.

8. Apabila setelah diterbitkan P-21, namun Penyidik belum juga menyerah-kan

(79)

PENYIDIK menyerahkan Berkas Perkara Hasil Penyidikan kepada PENUNTUT UMUM. Penyerahan Berkas Perkara dari PENYIDIK kepada PENUNTUT UMUM dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu :

Penyerahan Berkas Perkara TAHAP PERTAMA

Penyerahan Berkas Perkara TAHAP KEDUA

TAHAP PERTAMA :

Penyidik hanya menyerahkan Berkas Perkara Hasil Penyidikan

TAHAP KEDUA :

Penyidik menyerahkan tanggung jawab Tersangka dan Barang Bukti

PRA PENUNTUTAN PENUNTUTAN

1

(80)

PENERIMAAN BERKAS PERKARA TAHAP-1

Setelah berkas perkara diterima dari Penyidik , tugas Jaksa Penuntut Umum adalah melakukan penelitian berkas perkara yang difokuskan kepada :

1. Kelengkapan formal, yakni meliputi segala sesuatu yang

berhubungan dengan formalitas / persyaratan, tata cara penyidikan, yang harus dilengkapi dengan Surat Perintah, Berita Acara. Izin/ Persetujuan Ketua Pengadilan , disamping penelitian kwantitas kelengkapan syarat formal, perlu diteliti pula kwalitan kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan Undang –Undang.

2. Kelengkapan materiil: yakni kelengkapan informasi, data, fakta dan alat bukti yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian. Kriteria yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kelengkapan materiil antara lain :

(81)

 YAKNI meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan formalitas / persyaratan, yang

diantaranya meliputi :

Tatacara penyidikan yang harus dilengkapi dengan surat perintah

Berita Acara

Izin atau persetujuan pengadilan.

 Disamping penelitian kuantitas kelengkapan syarat formil perlu diteliti pula kualitas

kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan UU.

(82)

KELENGKAPAN MATERIIL

1. Apa yang terjadi (tindak pidana beserta kwalifikasi dan pasal

yang dilanggar);

2. Siapa pelaku, siapa siapa yang melihat, mendengar, mengalami

peristiwa itu (tersangka, saksi – saksi/ ahli);

3. Bagaimana perbuatan itu dilakukan (modus operandi); 4. Dimana perbuatan itu dilakukan (locus delicti);

5. Bilamana perbuatan dilakukan (tempus delicti)

6. Akibat apa yang ditimbulkannya (ditinjau secara victimologis)

7. Apa yang hendak dicapai dengan perbuatan itu (motivasi yang

mendorong pelaku).

8. Kelengkapan materiil terpenuhi bila segala sesuatu yang

(83)

PENERIMAAN BERKAS

mengetahui sejauh mana kebenaran tentang :

Keterangan-keterangan tersangka dalam BAP; Identitas tersangka (guna mencegah terjadinya Error in Persona; status tersangka (ditahan/tidak, Residivis atau pemula) maupun

kemungkinan ada tambahan keterangan dari tersangka.

HAL-HAL YANG PERLU DITELITI :

1. Kuantitas (jumlah,

ukuran,

takaran/timbangan atau satuan lainnya)

2. Kualitas (harga, nilai ,

mutu, kadar dan lain lain)

3. Kondisi (baik, rusak,

lengkap/ tidak lengkap).

(84)

PENUNTUTAN

Adalah tindakan PENUNTUT UMUM untuk melimpahkan perkara pidana ke

Adalah tindakan PENUNTUT UMUM untuk melimpahkan perkara pidana ke

Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur

Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh

dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh

HAKIM di sidang pengadilan.

HAKIM di sidang pengadilan.

Penuntut Umum berwenang melakukan Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang

penuntutan terhadap siapapun yang

didakwa melakukan suatu tindak pidana

didakwa melakukan suatu tindak pidana

dalam daerah hukumnya dengan

dalam daerah hukumnya dengan

melimpahkan perkara ke Pengadilan yang

melimpahkan perkara ke Pengadilan yang

berwenang mengadili

berwenang mengadili””

( Pasal 137 KUHAP )( Pasal 137 KUHAP )

Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar

Pengadilan Negeri dengan permintaan agar

segera mengadili perkara tersebut disertai

segera mengadili perkara tersebut disertai

dengan Surat Dakwaan

dengan Surat Dakwaan””

(85)

PROSES PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN

1. Setelah PENYIDIK menyerahkan tanggung jawab tersangka berikut barang buktinya ke Kejaksaan, maka pada saat itu juga JPU melakukan Pemeriksaan terhadap Tersangka dan barang Bukti (Formulir Model : BA-15)

2. Selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Untuk Penyelesaian Tindak Pidana (Formulir Model : P-16 A)

3. Berkaitan dengan penahanan terdakwa, maka diterbitkan Surat Perintah Penahanan / Pengalihan Jenis Penahanan (Formulir Model : T-7)

4.

4. Dalam hal dilakukan penahanan, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan Dalam hal dilakukan penahanan, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan penahanan terhadap Tersangka di Rumah Tahanan (RUTAN) setempat.

penahanan terhadap Tersangka di Rumah Tahanan (RUTAN) setempat.

5.

5. JPU merubah dan menyempurnakan Rencana Dakwaan (RENDAK) menjadi Surat JPU merubah dan menyempurnakan Rencana Dakwaan (RENDAK) menjadi Surat Dakwaan (Formulir Model : P-29).

Dakwaan (Formulir Model : P-29).

6.

6. Setelah Surat Dakwaan sempurna, JPU melimpahkan perkara ke Pengadilan Setelah Surat Dakwaan sempurna, JPU melimpahkan perkara ke Pengadilan disertai dengan Formulir Model : P-31 (Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara

disertai dengan Formulir Model : P-31 (Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara

Acara Pemeriksaan Biasa).

Acara Pemeriksaan Biasa).

Pelimpahan tersebut meliputi : Berkas Perkara, Surat Dakwaan, Barang Bukti

(86)

7. Setelah JPU menerima “Penetapan Hari Sidang” dari Pengadilan Negeri, maka JPU membuat dan mengirimkan Surat Panggilan kepada:

 Saksi - Saksi (Formulir Model : P-37)  Terdakwa (Formulir Model : P-38)

Guna hadir di persidangan pada hari yang telah ditetapkan

8. JPU menghadiri seluruh proses persidangan di Pengadilan Negeri

9. JPU membuat dan menyampaikan Surat Tuntutan (Formulir Model : P-42)

10. JPU menyampaikan sikap terhadap Putusan Majelis Hakim. - Menerima Putusan Majelis Hakim

- Melakukan upaya hukum (Formulir Model : P-46)

(87)

ALAT BUKTI YANG SAH & BARANG BUKTI

Dalam praktik hukum / praktik penegakan hukum, ternyata bahwa para Pejabat Penyidik pada saat mulai mengayunkan langkah pertamanya dalam melakukan PENYIDIKAN maka secara otomatis dan secara langsung sudah terkait dan sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP. Bahkan yang menjadi target penting dalam kegiatan penyidikan adalah upaya mengumpulkan alat-alat pembuktian untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi.

(88)

Dengan demikian, meskipun upaya pembuktian yang paling penting dan menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah berperan dan berfungsi pada saat penyidik mulai melakukan tindakan penyidikan.

Dalam proses PENUNTUTAN, terutama pada saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyusun Surat Dakwaan, semuanya itu sangat dipengaruhi dan didasarkan pada kesempurnaan serta keberhasilan tindakan penyidikan, terutama dalam upaya Penyidik mengumpulkan sarana pembuktian yang akan disajikan atau diajukan oleh JPU di depan sidang Pengadilan.

(89)

ALAT BUKTI

Alat Bukti Yang Sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP adalah sebagai berikut :

1 KETERANGAN SAKSI

2 KETERANGAN AHLI

3

4

5

S U R A T

PETUNJUK

(90)

KETERANGAN SAKSI

Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Keterangan Saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di muka Sidang Pengadilan.

 Keterangan dari saksi yang tidak disumpah, meskipun sesuai satu dengan yang lain bukan merupakan alat bukti yang sah. (Pasal 185 ayat 7 KUHAP).

 Keterangan Saksi yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan tersebut diberikan dibawah sumpah (Pasal 116 ayat 1), maka keterangan saksi itu berlaku

sebagai alat bukti yang sah.

 Keterangan Saksi kepada Penyidik yang dituangkan dalam BAP berlaku sebagai alat bukti “SURAT” (Pasal 187 huruf b atau d KUHAP)

 Tidak berlaku sebagai Keterangan Saksi, apabila keterangan itu diperoleh dari orang lain (testimonium de auditu)

 Saksi a charge : Saksi yang memberatkan Terdakwa.

(91)

KETERANGAN AHLI

Adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki “KEAHLIAN KHUSUS” tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (di Sidang Pengadilan)

Keterangan Ahli adalah apa yang seorang AHLI nyatakan di Sidang Pengadilan. (Pasal 186 KUHAP)

 Keterangan Ahli dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau Penuntut Umum yang dituangkan dalam bentuk “Laporan” dan dibuat “Dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.”

 Jika hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau Penuntut Umum, maka pada waktu pemeriksaan di Sidang Pengadilan diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam BAP (Sidang). Keterangan tersebut diberikan setelah ia (orang ahli) mengucapkan sumpah atau janji dihadapan Hakim.

(92)

ALAT BUKTI SURAT Adalah surat yang dibuat atas jabatan atau dikuatkan dengan sumpahkekuatan sumpah .

A. Berita Acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu. B. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau

surat yang dibuat oleh Pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

C. Surat keterangan dari seorang Ahli yang memuat perndapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

D. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

(93)

ALAT BUKTI PETUNJUK

Adalah Perbuatan, Kejadian, atau Keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana.

Petunjuk dimaksud hanya dapat diperoleh dari :

KETERANGAN SAKSI

S U R A T

KETERANGAN TERDAKWA

PERBUATAN

KEJADIAN

KEADAAN

PETUNJUK

Kekuatan pembuktian alat bukti PETUNJUK sangat ditentukan oleh unsur-unsur subjektif (arif bijaksana, kecermatan, keseksamaan dalam hati nurani) dari

(94)

KETERANGAN TERDAKWA

Adalah apa yang Terdakwa nyatakan di Sidang Pengadilan

tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri

atau ia alami sendiri

Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal didakwakan kepada Terdakwa. ( Pasal 182 ayat 2 KUHAP )

Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

1. Bisa berisi pengakuan Tersangka / Terdakwa atas Sangkaan / Dakwaan; atau 2. Bisa berisi pengingkaran /

pemungkiran atas Sangkaan / Dakwaan.

(95)

BARANG BUKTI

Penyitaan :

Adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam Penyidikan, Penuntutan, dan Pengadilan.

(96)

 Benda sitaan yang berstatus sebagai barang bukti adalah berfungsi untuk kepentingan pembuktian. Namun apabila dikaitkan dengan keberadaan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka dapat diketahui secara jelas bahwa barang bukti “tidak termasuk” sebagai alat bukti yang sah.

 Meskipun KUHAP tidak memberikan penjelasan secara tersurat (eksplisit) mengenai kedudukan dan fungsi barang bukti (Corpus Delicti), namun apabila hal tersebut dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam KUHAP, maka barang bukti tersebut dapat berubah atau menghasilkan alat bukti yang sah.

(97)

Contoh 2 : Dalam perkara pencurian, penggelapan, atau penipuan, apabila Barang Bukti (benda sitaan)dari hasil kejahatan yang berupa perhiasan cincin, gelang, atau kalung diajukan di muka persidangan maka sesuai dengan Pasal 181 KUHAP – HAKIM KETUA Sidang memperlihatkan kepada Terdakwa segala “Barang Bukti” dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal barang itu. Jika perlu BB itu diperlihatkan juga oleh HAKIM KETUA Sidang kepada Saksi. Apabila atas pertanyaan HAKIM KETUA Sidang terdakwa dan saksi memberikan keterangan bahwa mengenal BB yang diajukan di muka persidangan disertai “Penjelasan” yang berkaitan dengan BB tersebut, maka BB tersebut telah berubah menjadi Alat Bukti Yang Sah dalam bentuk “KETERANGAN SAKSI” dan “KETERANGAN TERDAKWA”

Berdasarkan uraian–uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun Benda Sitaan sebagai Barang Bukti secara yuridis formal tidak termasuk sebagai Alat Bukti Yang Sah, namun dalam proses praktik hukum / praktik peradilan, BB tersebut secara materiil dapat berubah dan berfungsi sebagai Alat Bukti Yang Sah.

(98)

`

PROSEDUR PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

PROSEDUR PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

DI KEJAKSAAN REPUBLIK

DI KEJAKSAAN REPUBLIK

INDONESIA

Tidak ada bukti

Tidak ada bukti

(99)

`

Saksi, Ahli &

Saksi, Ahli &

(100)

`

• Peninjauan Peninjauan Kembali

(101)

MEJA MAJELIS HAKIM

KURSI SAKSI / AHLI

PENGUNJUNG SIDANG

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi wajib pajak mengenai variabel independen sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak, bahwa bahwa semakin bagus, mudah, dan terkendali

8. Retribusi adalah sebagian atau seluruh biaya Penyelenggaraan kegiatan pelayanan medik dan non medik di rumah sakit yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas

Dengan banyaknya kamar yang dikelola saat ini, reminder system akan bekerja ketika pemilik memasukan data penyewa kemudian pemilik akan mengatur tanggal berapa

Tetapi, jika masalah tersebut baru dapat diselesaikan oleh siswa dengan bantuan orang lain yang lebih memahami masalah, maka siswa tersebut telah berada pada

Hasil penelitian secara teoritis diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan konsep/teori/prosedur pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan prestasi belajar

Berdasarkan hasil dari penelitian, dapat diketahui bahwa bahwa peraturan daerah nomor 20 tahun 2002 dalam penanganan anak jalanan sudah berjalan baik, namun belum maksimal

Ruang yang dibutuhkan adalah ruang untuk area resepsionis untuk penerimaan pengunjung dan informasi, area pameran tentang wayang potehi, area cafe agar pengunjung dapat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara regulasi emosi dengan problem focused coping