• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBIAYAAN DAN PENERIMAAN PEMERINTAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBIAYAAN DAN PENERIMAAN PEMERINTAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBIAYAAN DAN PENERIMAAN PEMERINTAH

DISUSUN OLEH :

1. Ahmad Haqqul Habib

(100231100041)

2. Alfiah Tur Rofiah

(100231100059)

3. Ferdyta Ismibahari

(100231100061)

4. Lilik Indrawati

(100231100071)

5. Hindun

(100231100077)

1. FAKTA

Tabel 1

Ringkasan APBN, 2011-2012 (MILIAR RUPIAH)

Uraian 2011 2012

APBN-P RAPBN A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.169.914,6 1.292.877,7

I. Penerimaan Dalam Negeri 1.165.252,5 1.292.052,6 1. Penerimaan Perpajakan 878.685,2 1.019.332,4

a. Pajak Dalam Negeri 831.745,3 976.898,8 b. Pajak Perdagangan Internasional 46.939,9 42.433,6

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 286.567,3 272.720,2

II. Hibah 4.662,1 825,1

B. Belanja Negara 1.320.751,3 1.418.497,7 I. Belanja Pemerintah Pusat 908.243,4 954.136,8

1. K/L 461.508,0 476.610,2

2. Non K/L 446.735,4 477.526,7

II. Transfer Ke Daerah 412.507,9 464.360,9

(2)

2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 64.969,3 70.222,3

III. Suspen 0,0 0,0

C. Keseimbangan Primer (44.252,9) (2.548,1) D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (150.836,7) (125.620,0)

% terhadap PDB (2,1) (1,5)

E. Pembiayaan 150.836,7 125.620,0

I. Pembiayaan Dalam Negeri 153.613,3 125.912,3 II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (2.776,6) (292,3)

Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0,0 0,0

I. Penerimaan Dalam Negeri 1.165.252,5 1.292.052,6 1. Penerimaan Perpajakan 878.685,2 1.019.332,4 a. Pajak dalam Negeri 831.745,3 976.898,8

i. Pajak Penghasilan 431.977,0 512.834,5

1. PPh Migas 65.230,7 58.665,8

2. PPh Nonmigas 366.746,3 454.168,7

ii. Pajak Pertambahan Nilai 298.441,4 350.342,2

iii. Pajak Bumi dan Bangunan 29.057,8 35.646,9

iv. BPHTB -

v. Cukai 68.075,3 72.443,1

vi. Pajak Lainnya 4.193,8 5.632,0

b. Pajak Perdagangan Internasional 46.939,9 42.433,6

i. Bea Masuk 21.500,8 23.534,6

ii. Bea Keluar 25.439,1 18.899,0

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 286.567,3 272.720,2 a. Penerimaan SDA 191.976,0 172.870,8

(3)

4. Pertambangan Panas Bumi 356,1 233,1

b. Bagian Laba BUMN 28.835,8 27.590,0 c. PNBP Lainnya 50.339,4 54.398,3 d. Pendapatan BLU 15.416,0 17.861,1

II.Hibah 4.662,1 825,1

Pendapatan Negara dan Hibah 1.169.914,6 1.292.877,7

Tabel 3

a. Gaji dan Tunjangan 89.736,8 104.935,7 b. Honorarium dan Vakasi 31.024,9 41.614,9

c. Kontribusi Sosial 62.113,3 69.174,5

2. Belanja Barang 142.825,9 138.482,4 3. Belanja Modal 140.952,5 168.125,9 4. Pembayaran Bunga Utang 106.583,8 123.072,0

a. Utang Dalam Negeri 76.613,7 89.357,7

a. Penanggulangan Bencana 4.000,0 4.000,0 b. Bantuan Melalui K/L 77.810,4 59.572,0

8. Belanja Lain-lain 15.596,2 34.512,6

a. Policy Measures 4.718,7 15.846,4

b. Belanja Lainnya 10.877,4 14.486,0

c. Penyesuaian Dana Pendidikan - 4.180,2

(4)

A. Dana Bagi Hasil 96.772,1 98.496,4

B. Dana Alokasi Umum 225.533,7 269.526,2

1. DAU Murni 225.532,8 269.526,2

C. Dana Alokasi Khusus 25.232,8 26.115,9 II. Dana Otonomi Khusus dan

Penyesuaian

64.969,3 70.222,3

A. Dana Otonomi Khusus 10.421,3 11.781,0 B. Dana Penyesuaian 54.548,0 58.441,3

J u m l a h 412.507,9 464.360,9

A. Pembiayaan Dalam Negeri 153.613,3 125.912,3

1.Perbankan Dalam Negeri 48.750,7 8.947,0

1. rekening pemerintah 48.750,7 8.947,0 a. Penerimaan cicilan peneruan

penerusan pinjaman (RDI)

8.176,7 3.890,2

b. Rekening pembanguan hutan (766,8) 0,0

(5)

-d. Rekening KUN untuk

II. Non Perbankan Dalam Negeri 104.862,6 116.965,3

1. Privatisasi 425,0

3. Surat Berharga Negara (neto) 126.653,9 134.596,7 4. Pinjaman Dalam Negeri 1.452,1 860,0 5. Dana Investasi Pemerintah dan

Restr. BUMN

(21.112,4) (17.138,1)

a. Investasi Pemerintah (1.853,9) (3.299,6)

b. PMN dan Restrukturisasi BUMN (10.460,4) (6.852,8)

c. Dana Bergulir (8.798,1) (6.985,8)

B. Pembiayaan Luar Negeri (neto) (2.776,6) (292,3) I. Penarikan Pinjaman Luar Negeri 56.182,9 55.984,1

1. Pinjaman Program 19.201,8 16.857,1

2. Pinjaman Proyek 36.981,1 39.127,1

II. Penerusan Pinjaman (11.724,8) (9.016,4)

(6)

belum bisa menutupi pengeluaran atau pembiayaan yang lebih besar dibandingkan penerimaan pemerintah. Pendapatan pemerintah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan dari dalam negeri dan pemerintah dari luar negeri akan tetapi penerimaan pemerintah menurut APBN terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah, penerimaan pemerintah dari dalam negeri dibagi menjadi 2 yaitu penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak dan penerimaan pemerintah bukan pajak. Kebijakan Pemerintah di bidang pendapatan negara dan hibah diarahkan untuk mendukung kebijakan fiskal yang berkesinambungan melalui upaya optimalisasi pendapatan negara dan hibah, khususnya penerimaan dalam negeri. Hal ini sesuai dengan peran pendapatan negara dan hibah sebagai sumber pendanaan program-program pembangunan. Sebagai kontributor utama bagi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan diupayakan secara optimal melalui tiga kebijakan utama, yaitu: (1) reformasi di bidang administrasi; (2) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan; dan (3) reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi. Ketiga kebijakan tersebut secara umum berlaku baik di bidang pajak maupun di bidang kepabeanan dan cukai. Di bidang PNBP, kebijakan yang telah diambil Pemerintah dalam rangka optimalisasi adalah (1) meningkatkan produksi sumber daya alam (SDA); (2) peninjauan dan penyempurnaan peraturan di bidang PNBP; (3) meningkatkan pengawasan PNBP; dan (4) meningkatkan kinerja BUMN.

(7)

pengeluaran atau pembiayaan pemerintah. Karena pengeluaran pemerintah untuk pembangunan negara masih jauh lebih tinggi daripada penerimaannya yang hanya sebesar Rp 1.320.751.300.000.000,00 sehingga pemerintah mengalami defisit sebesar Rp 150.836.700.000.000 (2,1% terhadap PDB). Pembiayaan pemerintah baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang didapat pada tahun 2011 sebesar Rp 150.836.700.000.000,00 Untuk menutupi defisit negara, pemerintah melalukan pembiayaan dalam negeri dan luar negeri yang diperoleh dari tabungan negara, penarikan pinjaman luar negeri, dana investasi, penjualan surat-surat berharga seperti obligasi, surat utang negara, dan lain-lain. Kemungkinan defisit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1. Kesadaran wajib pajak yang masih kurang

2. Pengelolaan sumber daya alam yang belum optimal

3. Tingkat korupsi yang masih tinggi sehingga penerimaan negara masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara maju

4. Penurunan daya beli masyarakat dan dunia usaha 5. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing 6. Tingkat suku bunga deposito

7. Turunnya efisiensi badan usaha milik negara dalam rangka meningkatkan laba

8. Tingginya transfer ke daerah 9. Dll.

(8)

Semua penerimaan negara bukan pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara,penentuan penerimaan negara bukan pajak yang terutang sangat terkait dengan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum pada saat dilakukan pembahasan dan penyusunan rancangan Undang-Undang No. 20/1997 dihadapan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut norma hukum dalam pasal 4 Undang-Undang No. 20/1997 terutangnya penerimaan negara bukan pajak adalah pada saat tidak dilakukan penyetoran secara langsung secepatnya ke kas negara. Terjadinya penerimaan negara bukan pajak yang terutang berdasarkan pasal 4 Undang-Undang No. 20/1997 pada hakikatnya dapat dibagi atas dua bagian yaitu:

1. Jumlah penerimaan negara bukan pajak tidak keseluruhan disetor langsung secepatnya ke kas negara; atau

2. Dilakukan penyetoran, tetapi hanya sebagaian dari jumlah penerimaan negara bukan pajak ke kas negara.

Tujuan pemerintah melakukan pengeluaran atau belanja negara demi terwujudnya pembangunan negara untuk menjadi maju. Pengeluaran tersebut digunakan untuk gaji pegawai, pendidikan, subsidi, pembayaran bunga hutang, dan lain-lain. Dalam melakukan pembiayaan pemerintah, pemerintah harus memikirkan resiko-resiko yang akan ditempuh dari kebijakan atau aturan yang dilakukan. Apakah akan beresiko besar atau sedikit. Apabila resiko yang diperkirakan ternyata lebih tinggi dari manfaatnya, maka kebijakan tersebut tidak dilakukan. Ataupun sebaliknya, jika resikonya sedikit, maka kebijakan tersebut dapat dipertimbankan untuk dilakukan.

Untuk mengatasi masalah-masalah pembiayaan dan penerimaan negara, pemerintah memberikan solusi dengan beberapa kebijakan. Kebijakan yang diusulkan untuk pemerintah Indonesia untuk menaikkan penerimaan pemerintah untuk dapat menutupi biaya pengeluaran pemerintah yang terlalu tinggi maka dapat diusulkan beberapa kebijakan antara lain:

1. Ekstensifikasi pemungutan pajak penghasilan atau peningkatan pajak pertambahan nilai (PPN)

(9)

3. Penarikan dana pemerintah pusat yang didaerahkan 4. Penurunan porsi pembiayaan rupiah yang dalam proyek

5. Peningkatan dari usaha swastanisasi BUMN dan peningkatan hasil penjualan aset-aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)

Selain kebijakan tersebut pemerintah dapat melakukan pemberantasan korupsi. Karena dengan tidak adanya korupsi di suatu negara, maka penerimaan negara akan lebih tinggi dan bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi. Dari pendapatan tersebut apabila terjadi surplus, maka kita akan bisa membayar hutang-hutang pemerintah dari penerimaan negara tersebut.

2. KESIMPULAN

Sejak terlanda oleh krisis moneter dan krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997 sampai dengan saat ini perekonomian Indonesia masih sakit keras. Tercatat bahwa pendapatan pemerintah pada tahun 2011 sampai saat ini masih belum bisa menutupi pengeluaran atau pembiayaan yang lebih besar dibandingkan penerimaan pemerintah. Indonesia masih mengalami defisit yang cukup besar yaitu sebesar 2,1% terhadap PDB. Bedasarkan APBN tahun 2011 pendapatan atau penerimaan pemerintah Indonesia berkisar Rp. 1.169.914.600.000.000.000,00. Sedangkan belanja negara sebesar Rp 1.320.751.300.000.000. Dan untuk tahun 2012 RAPBN pendapatan pemerintah Indonesia sekitar Rp. 1.292.877.700.000.000.000,00. Pada tahun 2012 APBN tersebut masih dalam rencana dan proses kerja.

Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah melakukan kebijakan antara lain:

1. Ekstensifikasi pemungutan pajak penghasilan atau peningkatan pajak pertambahan nilai (PPN)

2. Pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM)

3. Penarikan dana pemerintah pusat yang didaerahkan

4. Penurunan porsi pembiayaan rupiah yang dalam proyek

(10)

Daftar Pustaka

Djafar Saidi, Muhammad. 2008. Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Reksohadiprojo, Sukanto. 2001. Ekonomika Publik Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Suparmoko, M. 2001. Ekonomi Publik Untuk Keuangan & Pembangunan Daerah Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Gambar

Tabel 1Ringkasan APBN, 2011-2012
Tabel 2
Tabel 3
TABEL 9PEMBIAYAAN ANGGARAN, 2006–2012

Referensi

Dokumen terkait

defisit anggaran dan utang pemerintah, (2) mendeteksi kecenderungan pemerintah dalam mengatasi defisit, (3) mengetahui dampak yang terjadi pada Makroekonomi apabila

Sistem Pembiayaan Pendidikan yang Mungkin dapat Dikembangkan untuk Mendukung Penyelenggaraan Pendidikan yang Efektif dan Efisien pada Pemerintah Kabupaten ....

Analisis terhadap berbagai peraturan dan regulasi yang berkaitan dengan kebijakan pembiayaan rumah sakit milik pemerintah DKI Jakarta tahun 2004-2008, seperti Undang-Undang Dasar

Analisis terhadap berbagai peraturan dan regulasi yang berkaitan dengan kebijakan pembiayaan rumah sakit milik pemerintah DKI Jakarta tahun 2004-2008, seperti Undang-Undang Dasar

Dalam penelitian ini untuk mengetahui analisis pengaruh Pembiayaan Bank Syariah, Investasi, dan Belanja Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan menggunakan

Dalam penelitian ini untuk mengetahui analisis pengaruh Pembiayaan Bank Syariah, Investasi, dan Belanja Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan

Wadiah Bagi Hasil Tabungan Nisbah Rek Tabungan Wadiah untuk Pembiayaan Tabungan untuk Pembiayaan Saldo Total DPK Pembiayaan Pendapatan Bagi Rp 1000 DPK Jumlah Pembiayaan yang

Saran Diharapkan dari pemerintah daerah adalah 1 meningkatkan alokasi anggaran: Pemerintah daerah harus memprioritaskan pembiayaan pendidikan dengan mengalokasikan dana yang lebih