• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SISTEM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

x

BAB II TINJAUAN TEORITIS SISTEM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN A. Teori Pembiayaan dalam Pendidikan ... 33

1. Konsep Administrasi Pendidikan dalam Prespektif Pembiayaan Pendidikan ... 33

a. Faktor Faktor yang Terkait dengan Pendidikan ... 37

b. Sistem Pembiayaan dilihat dari Strategi Formulasi Perencanaan 38

c. Sistem Pembiayaan dilihat dari Implementasi Strategi ... 44

d. Sistem Pembiayaan Pendidikan dilihat dari Strategi Pengawasan 49

(2)

xi

c. Model Perencanaan Pokok Jaminan Pajak (Guaranted Tax Base Plan Models) ... ... 92

d. Model Persamaan (Equalization Models) ... ... 94

e. Model Persamaan Persentase ( Percentage Equalizing) ... ... 95

f. Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan) ... ... 96

g. Model Pendanaan Negara Sepenuhnya (Full State Funding Models)... ... 97

h. Model Sumber Pembiayaan (The Resource-Cost Models) ... 99

(3)

xii

2. Pengelolaan dan Mekanisme Pembiayaan Pendidikan Pemerintahan Kabupaten Garut ... ... 128

b. Proses Usulan Anggaran Pendidikan Berdasarkan Tingkat Pemerintahan ... ... 140

c. Proses Penetapan Anggaran Pembiayaan Pendidikan Pemerintah Kabupaten ... ... 144

5. Dukungan Sarana dan Fasilitas Pendidikan ... ... 149

B. Pengalokasian dan Pendistribusian Pembiayaan Pendidikan Pada Pemerintah Kabupaten Garut ... ... 155

2. Mekanisme Pendistribusian Dana Pendidikan pada Pemerintah Kabupaten ... ... 162

a. Belanja Rutin ... ... 162

b. Belanja Pembangunan ... ... 163

c. Pendistribusian Dana APBD Provinsi dan APBN ... ... 164

3. Analisis Efektifitas Alokasi Dana Terhadap Mutu Pelayanan Belajar Siswa ... ... 166

4. Analisis Efektifitas Alokasi Dana Terhadap Manajemen Sekolah 167

(4)

xiii

2. Pertanggungjawaban Penggunaan Pembiayaan Pendidikan ... 181

D. Pelaksanaan Pengawasan dalam Penggunaan Pembiayaan Pendidikan pada Pemerintahan Kabupaten ... ... 183

E. Potensi yang dapat Mengimplementasikan Sistem Pembiayaan Pendidikan yang Efisien dan efektif di Kabupaten Garut ... ... 186 A. Proses Penyusunan Anggaran Pendidikan pada Pemerintah Kabupaten ... ... 197

B. Pengalokasian dan Pendistribusian Pembiayaan Pendidikan pada Pemerintah Kabupaten ... ... 213

C. Realisasi Penggunaan Dana dan Pertanggung Jawaban dalam Penyelenggaraan Pendidikan pada Pemerintah Kabupaten ... ... 228

D. Pelaksanaan Pengawasan dalam Penggunaan Pembiayaan Pendidikan Pada Pemerintah Kabupaten ... 238

E. Implementasi Pembiayaan Pendidikan yang Efektif dan Efisien ... 242

(5)

xiv

Daftar Gambar

Halaman

1.1 Paradigma Penelitian Strategi Anggaran Pendidikan pada Pemerintahan

Kabupaten ... 32

2.1. Unsur Unsur yang Terkait dalam Manajemen Pendidikan ... 36

2.2. Perumusan Strategi ... 71

2.3. Balance Scorecard ... 72

2.4. Perumusan Strategi ... 75

2.5. Proses Penterjemahan Visi dan Misi Menjadi Kegiatan Operasional ... 76

2.6. Gambaran Aplikasi Strategi Manajemen didalam Pendidikan ... 77

4.1 Struktur Organisasi Tata Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Garut ... 131

4.2 Sistem Penganggaran Pendidikan pada Kabupaten ... 134

4.3 Proses Usulan Anggaran Pendidikan Bersifat Sektoral ... 141

4.4 Proses Usulan Sektor Pendidikan ... 142

4.5 Mekanisme Pendistribusian Dana Pendidikan Pemerintah Kabupaten ... 165

5.1 Mekanisme Pencairan Dana ... 214

5.2 Pola Perencanaan Anggaran Pendidikan Kabupaten ... 229

5.3 Model Penyusunan Anggaran Sekolah ... 230

5.4 Akuntabilitas Penggunaan Anggaran ... 241

5.5 Peningkatan Nilai Nominal ... 245

5.6 Konstruksi Biaya Menurut Sifatnya ... 251

5.7 Sistem Pembiayaan Pendidikan Pemerintah Kabupaten yang Feasible ... 254

(6)

xv

Daftar Tabel

Halaman

1.1 Keadaan Pendidikan Kabupaten Garut ... 15

1.2 Kadaan Guru TK-SD dan Menengah Negeri Menurut Usia Kabupaten Garut 16

1.3 Kadaan Guru TK-SD dan Menengah Swasta Menurut Usia Kabupaten Garut 17

1.4 Keadaan Guru RA-MA dan SLB Negeri Menurut Usia Kabupaten Garut .... 19

1.5 Keadaan Guru RA-MA dan SLB Swasta Menurut Usia Kabupaten Garut .... 20

1.6 Keadaan Pendidikan Guru pada Dinas Pendidikan Kabupaten Garut ... 21

1.7 Keadaan Guru PNS dan Swasta, pada TK-SD dan Menengah Kabupaten ... Garut ... 22

2.1 Jenis Pembelanjaan Sekolah ... 45

3.1 Keadaan Sekolah di Kabupaten Garut ... 111

3.2 Penarikan Sampel dan Pilihan yang Diambil ... 113

4.1 APK, APM, Mengulang dan Dropout Siswa pada Dinas Pendidikan Kabupaten Garut ... 126

4.2 Rekapitulasi Sumber Dana/Pendapatan RAPBS SMUN 2 Tarogong ... 139

4.3 Bentuk Pendanaan untuk Satuan Pendidikan ... 148

4.4 Keadaan Fasilitas Sekolah ... 151

4.5. Keadaan Kelas Sekolah Negeri dan Swasta ... 152

4.6. Alokasi Anggaran Rutin Pendidikan Bersumber dari APBD Kabupaten Garut ... 157

4.7. Anggaran Pembangunan Pendidikan Bersumber dari APBD Kabupaten Garut 159

4.8 Analisis SWOT Sistem Anggaran Pendidikan di Kabupaten Garut ... 195

(7)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pendidikan pada dasarnya sama pentingnya dengan

pembangunan ekonomi, karena pembangunan ekonomi akan sulit digerakkan jika

sumberdaya manusianya (SDM) tidak mempunyai kemampuan. Sebagai bahan

perbandingan dapat dilihat negara-negara yang bertetangga dengan Indonesia seperti

Jepang, Korea, Singapore dan lainnya tidak memiliki sumber daya alam yang

memadai, tetapi mereka memiliki SDM yang handal, yang mendukung terhadap

pergerakan roda ekonomi negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, sehingga

mereka dapat menikmati kehidupan yang layak.

Bagi Indonesia sumber daya alam sudah terbentang secara luas, namun tidak

diimbangi dengan kualitas SDM yang memadai, meskipun dilihat dari segi jumlah

SDM merupakan potensi yang besar. Institusi yang paling mungkin dapat dan mampu

menyiapkan SDM yang handal dan bermoral adalah institusi pendidikan, karena

institusi ini mempunyai instrumen yang diperlukan untuk itu. Untuk mendapatkan

SDM yang berkemampuan dan berketerampilan perlu disiapkan sejak dini.

Dalam upaya setiap pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif

maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan. Oleh

karena itu pendidikan tanpa didukung biaya yang memadai, proses pendidikan di

(8)

2 Biaya pendidikan merupakan komponen masukan instrumental (instrument

input) yang sangat penting dalam menyiapkan SDM melalui penyelenggaraan

pendidikan di sekolah. Pertanyaannya adalah sejauhmanakah institusi dapat

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya ?. Untuk menjawab pertanyaan ini tentu

memerlukan alasan dan kriteria yang diperlukan berkaitan dengan otonomi dan

profesionalisasi institusi tersebut. Disamping keberadaan institusi pendidikan,

kaitannya dengan manajemen pendidikan dilain pihak terpusatnya kewenangan

pemerintahan pada masa lalu telah menjadi bagian dari sebab rendahnya kualitas dan

kemandirian bangsa. Hal inilah salah satu yang menjadi hambatan penyelenggaraan

sektor pendidikan di Indonesia.

Kesuksesan yang dicapai khususnya dibidang pendidikan ternyata bagaikan

fatamorgana karena kenyataan Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan,

maka di era reformasi ini kewenangan yang terpusat sebagian telah diserahkan pada

pemerintah daerah (kabupaten/kota) melalui UU No. 22 Tahun 1999 (Sekarang UU

No. 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah, sebagai upaya menerapkan sistem

desentralisasi pemerintahan yang sebelumnya menganut sistem sentralistik. Sejalan

dengan pemikiran itu, bahwa pendidikan merupakan sumber kunci pembangunan

ekonomi dan sekaligus sebagai outcome proses pembangunan. Kepustakaan sumber

ekonomi internasional sangat jelas menerangkan bahwa investasi di suatu negara

dapat diarahkan untuk pendidikan bangsa. Jadi melalui investasi pendidikan dasar

misalnya, hal ini dapat berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan

(9)

3 Dalam waktu yang bersamaan, mungkin jalan yang paling efektif adalah

membentuk masyarakat agar biasa memperoleh kemanfaatan pembangunan dengan

cara memperluas akses anak-anak terhadap pendidikan yang bermutu. Manajemen

pendidikan pada sistem pemerintahan selama ini terpusat dimana otoritas pengambil

kebijakan adalah pemerintah pusat, hal ini tampak bahwa sistem pendanaan juga amat

sentralistis, pedoman anggaran yang sudah ada diatur secara sentral pada Pemerintah

Pusat, dengan sistem ini pengelolaan dana tidak mudah untuk difahami khususnya

bagi sekolah dan juga masyarakat. Karena rumitnya sistem keuangan yang

sentralistik, untuk itu diperlukan pemotongan birokrasi sehingga jalur keuangan itu

menjadi lebih pendek. Pemotongan birokrasi itu dilakukan dengan pelimpahan

kewenangan dalam bentuk desentralisasi kebijakan mengenai anggaran ke daerah.

Dalam hal ini desentralisasi adalah pelimpahan wewenang pengambilan

keputusan bidang pendidikan pada tingkat pemerintahan yang lebih rendah yaitu

mengambil kebijakan sesuai kewenangan yang dilimpahkan. Artinya kewenangan

diberikan juga pada orang-orang diluar sistem atau masyarakat umum sesuai dengan

aturan yang ditentukan untuk memenuhi semangat berdemokrasi dalam manajemen

pendidikan dan penghargaan terhadap hak asasi seluruh masyarakat. Berkaitan

dengan hal ini UU No. 22 Tahun 1999 menegaskan bahwa kewenangan pusat yang

diserahkan pada daerah mencakup semua kewenangan pemerintah kecuali

kewenangan bidang politik luar Negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter

dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain yang merupakan kewenangan

(10)

4 Dari sejumlah kewenangan yang dilimpahkan ke daerah menurut UU ini

terdapat 11 kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/

kota termasuk didalamnya kewenangan mengelola urusan pendidikan. Dengan

demikian sesuai kewenangan yang diberikan oleh UU tersebut, maka kebijakan

pendidikan dapat lebih terfokus, dan pembinaan sumberdaya manusia juga dapat

lebih terarah, yang menjadi persoalan tentu adalah sistem di daerah dan kesiapan

seluruh aparat pelaksana maupun masyarakatnya. Budaya kerja dan menyelesaikan

masalah menjadi salah satu pilihan penting dalam menetapkan kebijakan pendidikan

sebagai jawaban untuk mengisi sistem pemerintah yang otonom.

Pemerintah pusat lebih memusatkan perhatian pada penetap-penetapan tujuan,

standar mutu, menyalurkan sumberdaya pendidikan untuk kebutuhan khusus sebagai

penyeimbang kualitas pendidikan ditataran nasional, dan melakukan pemantauan

terhadap kinerja pendidikan tingkat lokal. Sedangkan manajemen yang bersifat

operasional berkaitan dengan kebijakan pembangunan dan pengelolaan pendidikan

diserahkan kepada pemerintah daerah bahkan sekolah, hal ini diarahkan untuk dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi daerah baik pertumbuhan ekonomi

individu maupum masyarakatnya. Sumber daya manusia (SDM) yang belajar di

sekolah pada semua jenjang dan jenis dibekali ilmu pengetahuan dan keterampilan

yang mampu menghidupi dirinya atau memenuhi nafkahnya dari sudut ekonomi

maupun mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dilihat dari sumber pembiayaan,

para pengambil kebijakan menurut Vaizey (1972:56) perlu menggambarkan sebuah

(11)

5 Ambil contoh anggaran pendidikan tahun 1995-1996 menunjukkan bahwa dari

data yang bersumber dari pemerintah, persekolahan, dan keluarga-keluarga di

beberapa tingkat dan jenis persekolahan. Data mengenai pembiayaan pendidikan

tersebut dipresentasikan dalam tiga hal yaitu: Pertama: keseluruhan biaya pendidikan

di Indonesia yang terdiri dari: (a) dana pemerintah di luar anggaran pemerintah pusat,

yaitu anggaran rutin dan anggaran pembangunan; (b) pembayaran atau kontribusi

dari siswa/keluarga; (c) sumber-sumber pembiayaan lain yang tidak selalu disediakan

sekolah seperti biaya transportasi, seragam, buku-buku penunjang, dan lain

sebagainya. Kedua: Biaya sistem pendidikan, yaitu sebuah kombinasi dana-dana

pemerintah dan ketersediaan untuk memenuhi kontribusi bagi pengeluaran sekolah

yang bersumber dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, keluarga siswa atau

sumber lain. Terakhir yang ketiga: dana yang dibelanjakan untuk proses pengajaran,

termasuk pengeluaran sekolah untuk gaji personil, barang-barang lain keperluan

pengajaran dan sekolah, dan berbagai pelayanan di SD, SLTP dan SM.

Hasil studi Heyneman dan Loxley (1989) dalam Word Bank Report (1989)

Basic Education Study melaporkan di 29 negara menyatakan bahwa faktor guru,

waktu belajar, manajemen sekolah, sarana fisik dan biaya pendidikan memberikan

kontribusi yang berarti terhadap prestasi belajar siswa. Jadi semua pembiayaan dalam

pendidikan di persekolahan perlu dilaporkan dengan memberi gambaran yang utuh

(akuntabel). Pada umumnya bagi masyarakat dan sekolah sebenarnya tidak terlalu

mempertimbangkan berapa besar biaya yang tersedia, tetapi yang dibutuhkan adalah

(12)

6 Dengan transparansi anggaran ini dapat di ketahui peluang dan perolehan

peluang bagi keperluan sekolah selama para siswa menempuh pendidikannya. Fokus

persoalannya adalah cenderung kepada kompilasi berbagai biaya pendidikan dan

berapa besar penggunaannya pada masing-masing jenjang sekolah untuk memperoleh

mutu yang diharapkan. Oleh karena itu sumber data mengenai pembiayaan

pendidikan dapat dijadikan sebagai dasar perumusan dan penstrukturan masalah

untuk kebijakan pendidikan, hal ini demikian penting agar kepentingan yang

ditetapkan relevan dengan kebutuhan pendidikan. Untuk itu para pengambil

kebijakan pendidikan harus didukung oleh tiga sumber data yaitu : (1) anggaran

pemerintah pusat baik anggaran rutin, pembangunan dan dana-dana yang dihimpun

atas inisiatif institusi pendidikan itu sendiri; (2) informasi keuangan untuk pendidikan

dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Departermen Keuangan (Depkeu); dan

(3) informasi keuangan untuk pendidikan dari Departemen Agama (Depag).

Artinya semua data sumber-sumber anggaran ini diperlukan dan diterima agar

kebijakan tidak tumpang tindih. Beeby (1987:41) mengemukakan tidak mudah

memberikan gambaran yang sederhana mengenai pembiayaan pendidikan di

Indonesia. Menurutnya data mengenai sumbangan lokal dan provinsi kepada dunia

pendidikan sangat minim atau tidak ada sama sekali, dan pemerintah pusat sering

membuat perhitungan menjadi lebih sulit karena adanya belanja besar-besaran yang

dimasukkan dalam pos anggaran yang mengaburkan analisa. Suatu uraian mengenai

pembiayaan pendidikan yang terperinci dan kadang-kadang bertentangan dengan

(13)

7 Kecuali bila dilakukan peninjauan lebih mendalam dari yang biasa dilakukan,

karena itu mutu pendidikan sulit diukur dilihat dari besarnya kontribusi anggaran

yang disediakan oleh pemerintah berjenjang dari pusat sampai ke daerah. Sejalan

dengan itu sistem pembiayaan pendidikan terutama pada Dinas Pendidikan

Kabupaten yang berfungsi sebagai pelayan kebutuhan sekolah dalam implementasi

kebijakan otonomi daerah perlu pembenahan dan penataan strategi manajemennya.

Pembenahan ini dimaksudkan agar kesulitan yang selama ini terjadi dalam

pemanfaatan dan distribusi dana penyelenggaraan sekolah di daerah bisa diatasi dan

memiliki tingkat akuntabilitas serta pencapaian sasaran yang tinggi.

Pembenahan manajemen pembiayaan ini diarahkan untuk memberdayakan

seluruh potensi dinas kabupaten dan dinas kecamatan pada pemerintah kabupaten

yang menjadi wilayah kerjanya. Salah satu solusi yang paling mendasar oleh

pemerintah secara nasional mengatasi kesulitan manajemen pembiayaan tersebut

adalah dengan otonomi daerah (pelimpahan pengelolaan keuangan). Sistem otonomi

daerah ini akan membuka peluang lebih baik meskipun dilain pihak juga akan

membuka persoalan baru. Namun secara konsepsional pilihan otonomi cenderung

lebih aspiratif ketimbang pemerintah yang lebih sentralistik. Berkaitan dengan itu

secara operasional dilihat dari sudut yang lebih teknis, maka jenis pembiayaan yang

harus dibelanjakan pada dinas pendidikan untuk keperluan pembelajaran pada setiap

jenjang dan jenis satuan pendidikan perlu dipahami dan didefinisikan secara tepat

(14)

8 Karena bagaimanapun juga manajemen biaya pendidikan akan lebih banyak

ditangani pemerintah daerah baik penggunaan maupun sumber-sumbernya, maka

peran sekolah dan dinas pendidikan oleh sistem semakin memberi porsi yang lebih

besar. Hal ini dapat terjadi karena sumber pendapatan daerah baik pendapatan asli

daerah (PAD) maupun bantuan dari pemerintah pusat akan dapat terukur oleh

masyarakat baik dilihat dari sumbernya maupun peruntukannya. Oleh karena itu

peran dan responsibilitas kebijakan pendidikan baik legislatif, eksekutif dan

komponen yang terkait lainnya menjadi sangat penting dalam manajemen

pembiayaan pendidikan di daerah. Mengacu pada landasan konsepsional tersebut

menunjukkan bahwa peran Dinas Pendidikan Kabupaten bersama Dinas Pendidikan

Kecamatan bukan hanya sebagai birokrasi pengelola keuangan secara teknis

administratif yang sudah ditentukan oleh pemerintah secara kaku dan sempit, tetapi

lebih luas dari itu.

Yaitu menjadi fasilitator penyaluran dana ke satuan pendidikan dan rekruitmen

dana yang dimungkinkan dapat ditarik dari pihak-pihak tertentu yang secara teknis

maupun kebijakan sulit dijangkau oleh pihak sekolah. Agar penyelenggaraannya

menjadi lebih efektif, tentu saja Dinas Pendidikan Kabupaten harus bekerja sama

dengan instansi terkait dan juga masyarakat sesuai aturan dan kesepakatan yang

ditentukan. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diulas

sebelumnya, menggambarkan bahwa pelimpahan kewenangan pengelolaan keuangan

atau pembiayaan pendidikan kepada Pemerintah Kabupaten dalam sistem otonomi

(15)

9 Kebijakan ini dimaksudkan agar efisiensi dan efektifitas pengelolaan

pembiayaan lebih simpel, tidak lagi melalui pemerintah pusat, tetapi melalui

pemerintah daerah yang diurus oleh dinas pendidikan kabupaten/kota, dengan sistem

ini diasumsikan semakin terjamin akuntabilitas manajemen maupun penggunaannya,

dan dapat mengoptimalkan kinerja dinas kecamatan dalam memberikan pelayanan ke

satuan pendidikan. Fokus keefektifan dan efisiensi pengelolaan pembiayaan

pendidikan, sistem dan mekanisme antar vertikal Dinas Pendidikan Provinsi dengan

Kabupaten/Kota diatur hubungan tanggung jawabnya sehingga tidak tumpang tindih.

Bertitik tolak dari kajian latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik

menelusuri dan melakukan studi mengenai sistem pembiayaan pendidikan dilihat dari

formulasi dan implementasinya oleh Pemerintah Kabupaten yang pelaksanaannya

ditugaskan pada Dinas Pendidikan Kabupaten mengelola anggaran pemerintah untuk

didistribusikan kepada satuan pendidikan baik formal maupun non formal. Sebagai

dasar dari penelitian ini, tentu peneliti sebelumnya setelah melihat kondisi objektif

keadaan pendidikan Kabupaten yaitu Kabupaten Garut yang juga memiliki Dinas

Pendidikan untuk mengelola pembiayaan pendidikan di daerah.

Di mana Kabupaten Garut memiliki luas wilayah 306.869 Km2 terdiri atas 37

Kecamatan, 403 Desa/Kelurahan, dengan jumlah penduduk 1.875.200 jiwa, diantara

jumlah tersebut ditemui sebanyak 313.389 jiwa penduduk usia 7-12 tahun, sebanyak

141.911 jiwa anak usia 13-15 tahun, dan sebanyak 119.194 jiwa anak usia 16-18

tahun. Adapun letak geografi, keadaan alam dan sebagainya dapat dikemukakan

(16)

10

1. Letak Geografis Kabupaten Garut

Pemerintah Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten yang berada di

Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut pada tahun 2001 terdiri dari 37 kecamatan

dengan jumlah penduduk sebesar 1.875.200 jiwa dengan mata pencaharian antara lain

terdiri dari petani, nelayan, industri rumah tangga, industri jasa, dan perdagangan.

Topografi Kabupaten Garut terdiri dari daerah pertanian khususnya persawahan,

pegunungan dan kehutanan, dan pesisir pantai. Keadaan geografis, alam, dan iklim

luas wilayah Kabupaten Garut kurang lebih 306.519 Ha (3.065,19 Km2) atau 6.99 %

dari seluruh wilayah Jawa Barat, dengan batas batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kabupaten Sumedang - Sebelah Selatan : Samudra Indonesia

- Sebelah Barat : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung - Sebelah Timur : Kabupaten Tasikmalaya

2. Keadaan Alam

Kabupaten Garut merupakan lembah yang dikelilingi gunung-gunung, dengan

ketinggian antara 500 M – 1.215 M diatas permukaan laut. Daerah pusat kota

merupakan daerah yang relatif datar dengan ketinggian 720 M di atas permukaan laut,

sedangkan daerah pinggiran kota merupakan daerah yang lebih tinggi dimana

pinggiran sebelah utara, barat, dan timur relatif datar. Sedangkan daerah pinggiran

selatan, barat daya dan tenggara relatif berlembah dan berbukit. Gunung- gunung

yang berada disekeliling kota Garut adalah Gunung Guntur, Cikurai, Mandalawangi,

(17)

11

3. Keadaan Topografi

Keadaan topografi wilayah Garut adalah: (1) Wilayah Garut Selatan

merupakan daerah pelataran yang miring ke selatan dengan berbukit-bukit, lembah

dengan aliran sungai dalam dan bermuara di Samudra Indonesia, dengan ketinggian

antara 9-477M diatas permukaan laut; dan (2) wilayah Garut Tengah Utara berada di

dataran tinggi Garut dengan areal berbukit, gunung yang tinggi, dan lembah yang

dalam. Aliran sungai utama adalah Sungai Cimanuk yang mengalir ke Laut Jawa.

Ketinggian daerah ini berkisar antara 500M-1215 M diatas permukaan laut. Keadaan

topografi ini menggambarkan bahwa Kabupaten Garut dikelilingi pegunungan dan

sebagian dibatasi lautan hindia. Ini artinya kehidupan penduduk berkaitan dengan

pertanian dan juga nelayan.

4. Keadaan Iklim

Berdasarkan Schmidth dan Pergusson iklim didaerah Garut termasuk iklim

tipe C atau agak basah, atau curah hujan rata-rata per tahun adalah 2589M kubik,

jumlah basah 8,6 dan bulan kering 3,2 dengan rata-rata dari hujan 23 hari.temperatur

rata-rata adalah 24 derajat celcius hingga 29 derajat celcius dengan temperatur tinggi

rata-rata pada bulan Agustus, sedangkan temperatur terendah pada bulan Februari dan

Maret. Keadaan iklim ini secara signifikan sangat berpengaruh terhadap

penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah yang tersebar diseluruh Kabupaten

Garut. kondisi geografi, topogrfi dan iklim sangat berpengaruh terhadap bentuk dan

(18)

12 Kondisi yang demikian itu berpengaruh terhadap penyebaran penduduk yang

berdampak pada pendirian model sekolah kecil dan besar. Demikian juga iklim yang

akan berdampak pada pengaturan kalender pendidikan. Secara geografis wilayah

Kabupaten Garut terletak diantara 7 derajat LS –7 derajat 46’ 36 “ LS dan 5 derajat

‘BT – 1 derajat 20’ BT. Pengaruh letak pergeseran matahari di daerah ini nyata

sekali, dan terdapat perbedaan iklim musim dan pengaruh lain terhadap pergantian

musim disebabkan wilayah Garut berbatasan dengan samudra Indonesia. Data ini

menggambarkan bahwa keadaan geografis memberi pengaruh terhadap program

pendidikan dimana anak usia sekolah 6-12 tahun dan 13-19 tahun merupakan

penduduk yang dominan, dan memerlukan pembinaan khususnya melalui jalur

pendidikan untuk meningkatkan kualitasnya.

5. Penduduk, Agama dan Mata Pencaharian

Kabupaten Garut yang memiliki luas wilayah 306.869 Km2 sehingga rata-rata

setiap kilometer persegi dihuni oleh kurang lebih 632 orang, dengan laju

pertumbuhan penduduk rata-rata 2.5%. Kabupaten Garut terdiri atas 37 Kecamatan,

403 Desa/kelurahan, adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat. Menurut data

kependudukan Pemerintah Kabupaten Garut tahun 2001 bahwa penduduk Kabupaten

Garut sebanyak 1.875.200 jiwa. Keadaan penduduk tersebut dengan perincian

penduduk usia prasekolah (1-6 tahun) sebanyak 301.228 orang, anak usia sekolah

dasar (7-12 tahun) sebanyak 159.659 orang, anak usia 13-15 tahun sebanyak 141.911

(19)

13 Penduduk tersebut tersebar di seluruh Kabupaten. Dari gambaran dan keadaan

penduduk tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Garut mempunyai

tanggungjawab yang demikian besar untuk memajukan pendidikan di daerahnya.

Oleh karena itu Kabupaten Garut salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang urusan

pendidikannya ditugaskan kepada Dinas Pendidikan mengurus sekolah terdiri dari

SD, SLTP, SMU, SMK. Mayoritas Agama yang dipeluk penduduk Kabupaten Garut

adalah agama Islam, sehingga pengaruh timbal balik dengan penyelenggara

pendidikan sangat terasa dan terlihat dengan jelas baik dalam muatan lokal maupun

dalam kegiatan intra dan ekstrakulikuler yang banyak diwarnai nuansa Agama Islam

untuk sekolah umum dan menjadi mata pelajaran bagi sekolah-sekolah yang

berbentuk madrasah. Sedangkan mata pencaharian penduduk didominasi oleh sektor

pertanian, baik sebagai petani, buruh tani, maupun industri pertanian.

Disamping mata pencaharian dibidang pertanian ada juga penduduk yang

bergerak dalam industri khususnya industri rumah tangga, industri jasa dan

perdagangan. Mata pencaharian masyarakat ini mempunyai keterkaitan sangat jelas

terhadap respons masyarakat dalam hal penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan

Menengah di Kabupaten Garut. Dari gambaran dan keadaan geografis maupun mata

pencaharian penduduk tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Garut mempunyai

tanggung jawab yang besar untuk mengalokasikan anggaran pendidikan untuk

memajukan pendidikan. Pengalokasian anggaran ini tentu meliputi pendidikan formal

(20)

14 Untuk mendukung kinerja dan pelayanan pendidikan pada Dinas Pendidikan

Kabupaten Garut terdiri dari 37 Cabang Dinas Kecamatan, mengurus dan melayani

sejumlah 83 TK swasta, 1.566 Sekolah Dasar (SD) terdiri dari 1.549 SD Negeri

dengan sebanyak 9.941 guru dan 17 SD Swasta, 66 SLTP Negeri 47 SLTP Swasta,

17 SMU Negeri dan 26 SMU Swasta, 4 SMK Negeri dan 19 SMK Swasta, dan

sejumlah sarana pendidikan masyarakat. Kewenagan pusat yang diserahkan kepada

daerah mencakup semua kewenangan pemerintahan kecuali kewenangan dalam

bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,

agama, serta kewenangan bidang lain merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dari

sejumlah kewenangan yang dilimpahkan kedaerah terdapat 11 kewenangan wajib

yang harus diaksanakan oleh kabupaten/kota termasuk didalam nya kewenangan

mengelola pendidikan.

Sebagai upaya mendukung program penyelenggaraan pendidikan pada Dinas

Pendidikan Kabupaten Garut, peneliti mengambil contoh untuk tahun anggaran 2001

yaitu menggunakan dana yang terdiri dari dana APBD sebagai akumulasi dari

anggaran yang dialokasikan dari semua sumber terkait yang dialokasikan untuk dana

rutin digunakan untuk (ongkos kantor, inventaris kantor, penyelenggaraan

pendidikan, pemeliharaan kantor, perjalanan dinas, dan dana lain-lain) sebesar Rp

8.286.972.250,- dan pembangunan digunakan untuk (proyek pengadaan buku dan alat

pelajaran, muatan lokal, bantuan penyelenggaraan pendidikan swasta, bantuan

kenaikan pangkat guru melalui perhitungan angka kredit, bantuan kepada mahasiswa

(21)

15 Sedangkan penyelenggaraan SLTP Terbuka, dana operasional dan perawatan

SD SLTP dan SLTA, pendidikan masyarakat, peningkatan olahraga, pembinaan oleh

raga sekolah, pemberdayaan generasi muda, rehabilitasi SD-MI, dan pembangunan

SMU) sebesar Rp.16.263.983.000,- Miliar jumlahnya sebesar Rp.24.550.955.250,-

(Sumber data subag Keuangan Dinas Pendidikan per-Februari 2001).

6. Keadaan Guru dan Murid

Untuk menyelenggarakan pembangunan Sumberdaya Manusia (SDM) oleh

Pemerintah Kabupaten Garut dilakukan melalui jalur pendidikan formal terdiri dari

jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Tabel: 1.1

Keadaan Pendidikan Kabupaten Garut

No Jenjang Sekolah

Sekolah Jumlah Murid Jumlah

Negeri Swasta Negeri Swasta

1 TK 1 128 129 60 4.223 4.283

2 RA 0 48 48 0 1.332 1.332

3 SD 1.549 17 1.566 258.902 2.891 261.793

4 MI 4 141 145 904 17.665 18.569

5 SLTP 74 41 115 49.208 7.303 56.511

6 MTs 13 112 125 3.956 17.365 21.321

7 SMU 20 26 46 14.617 6.169 20.786

8 SMK 4 28 32 3.167 7.922 11.089

9 MA 5 44 49 2.478 5.555 8.033

(22)

16 Satuan pendidikan di Kabupaten Garut seperti dideskripsikan pada tabel 1.1

baik swasta dan negeri ditemui bahwa: (1) Taman Kanak-Kanak sebanyak 129

sekolah dengan siswa sebanyak 4.283 orang; (2) Sekolah Dasar sebanyak 1.566

sekolah dengan siswa sebanyak 261.793 orang; (4) Sekolah Lanjutan Pertama

sebanyak 115 sekolah dengan siswa sebanyak 56.511 orang; (5) Sekolah Menengah

Umum sebanyak 46 sekolah dengan siswa sebanyak 20.786 orang; dan (6) Sekolah

Menengah Kejuruan sebanyak 32 sekolah dengan siswa sebanyak 11.089 orang.

Satuan pendidikan tersebut seperti dideskripsikan pada tabel 1.2 dan 1.3 didukung

oleh tenaga kependidikan dan guru pada sekolah negeri maupun swasta.

Tabel: 1.2

Keadaan Guru TK-SD dan Menengah Negeri Menurut Usia Kabupaten Garut

Sekolah Jumlah Usia Jumlah

25-30 31-40 41-50 51-60

TK 1 2 3 1 0 6

SD 1.549 1.893 2.841 2.839 1.892 9.465

SLTP 74 343 514 514 343 1.714

SMU 20 111 166 166 111 554

SMK 4 20 29 29 20 98

Jumlah 2.369 3.553 3.549 2.366 11.837

Tabel ini menggambarkan keadaan guru TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK

negeri maupun swasta dilihat dari usia 25 s/d 60 tahun terdapat sebanyak 11.837

orang guru pengajar di Sekolah Negeri dan sebanyak 3.271 orang guru pengajar di

(23)

17 secara berjenjang pendidikan di Kabupaten Garut dilaksanakan oleh pemerintah dan

juga lembaga-lembaga yayasan penyelenggara sekolah yang ditanggung oleh

masyarakat. Dari data tersebut tampak bahwa, guru yang berusia 31-40 sebanyak

3.553 yaitu sebesar 30.02 % sedangkan guru yang berusia 41-50 sebanyak 3549 yaitu

sebesar 29.98% artinya guru yang berada pada usia produktif terdapat sebesar 60%.

Potensi yang tampak pada data-data ini memberi makna bahwa penyelenggaraan

pendidikan pada satuan pendidikan di Kabupaten Garut dapat diselenggarakan sesuai

harapan yang tertuang dalam rencana strategis pendidikan Kabupaten Garut. Karena

guru pada usia produktif mencapai 60%, jika potensi ini dioptimalkan, maka keuatan

ini memberi arti bagi pembangunan pendidikan di Kabupaten Garut.

Tabel: 1 .3

Keadaan Guru TK-SD dan Menengah Swasta Menurut Usia Kabupaten Garut

Sekolah Jumlah Usia Jumlah

25-30 31-40 41-50 51-60

TK 128 77 155 116 39 387

SD 41 19 28 29 20 96

SLTP 47 280 421 422 280 1.403

SMU 26 147 220 221 147 735

SMK 28 130 195 195 130 650

Jumlah 653 1.019 983 616 3.271

Lebih lanjut diungkapkan bahwa guru berstatus PNS usia 31-40 tahun

sebanyak 3.553 orang, sedangkan guru swasta sebanyak 1.019 orang. Kemudian guru

PNS yang berusia 41-50 tahun sebanyak 3.549 guru dan guru swasta sebanyak 983

(24)

18 menunjukkan bahwa guru pada usia 31-40 tahun sebanyak 1.054 dan usia 41-50

tahun sebanyak 1.039 orang. Keadaan ini dilihat dari persentase dan kelincahannya

dalam melaksanakan tugas profesionalnya menggambarkan hal yang sama pada

sekolah negeri. Hanya saja jumlah guru swasta lebih banyak, keadaan ini

menggambarkan bahwa potensi guru sekolah negeri dan swasta di Kabupaten Garut

dilihat dari usia menunjukkan kemampuan SDM kependidikan yang relatif memadai.

Artinya guru yang dipandang sudah mapan dan berpengalaman baik

yang berstatus PNS maupun swasta cukup tersedia, sehingga dilihat dari ketersediaan

tenaga kependidikan dengan rasio jumlah penduduk bagi Kabupaten Garut secara

kuantitatif relatif memadai. Keadaan guru ini memberi gambaran bahwa Kabupaten

Garut sesungguhnya memiliki potensi yang kuat untuk mengembangkan sumberdaya

manusianya melalui jalur pendidikan formal. Tetapi jika dilihat dari kemampuan

profesional dalam melaksanakan pelayanan pendidikan, tentu perlu ada penentuan

kriteria yang lebih memberi gambaran untuk keperluan itu.

Dari data tersebut menggambarkan bahwa seluruh sekolah umum maupun

keagamaan di Kabupaten Garut sebanyak 2.255 sekolah dengan jumlah siswa sebesar

403.717 orang. Data ini memberi arti secara kuantitatif jumlah sekolah dan partisipasi

siswa usia sekolah dipandang memadai, namun secara kualitatif masih perlu

dilakukan pengukuran sesuai kebutuhan mutu yang dipersyaratkan. Keadaan guru

dilihat dari usia yang terbesar bergerak dari usia 31-40 tahun sebanyak 95 0rang dan

usia 41-51 sebanyak 96 orang. Ini artinya kebanyakan guru di Kabupaten Garut

(25)

19 Pada usia ini para guru diyakini masih memiliki semangat yang tinggi untuk

melaksanakan tugas profesionalnya dan juga memiliki energi yang cukup untuk

mengembangkan kreatifitasnya. Disamping sekolah umum pada pemerintahan

Kabupaten Garut ditemui juga sekolah keagamaan yaitu Madrasah dibawah

tanggungjawab Departemen Agama dan juga sekolah luar biasa (SLB) dibawah

tanggungjawab Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Namun demikian para siswa

yang menuntut ilmu pada sekolah-sekolah tersebut adalah warga Kabupaten Garut,

tentu dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Garut juga harus memberi perhatian

terhadap sekolah tersebut.

Tabel: 1.4

Keadaan Guru RA-MA dan SLB Negeri Menurut Usia Kabupaten Garut

Sekolah Jumlah Usia Jumlah

25-30 31-40 41-50 51-60

RA 0 0 0 0 0 0

MI 4 5 8 8 5 26

MTs 13 44 65 65 44 218

MA 5 8 11 11 8 38

SLB 1 7 11 12 7 37

Jumlah 64 95 96 64 319

Data seperti diungkapkan pada tabel: 1.4 dilihat dari keadaan guru

menggambarkan bahwa pada Raudatul Atfal (RA) setingkat Taman Kanak-Kanak

belum ada guru berstatus PNS. Tetapi guru PNS pada Madrasah Ibtidaiah (MI)

(26)

20 (MA) sebanyak 38 orang, kemudian SLB sebanyak 37 orang. Keadaan guru RA-MA

dan SLB swasta seperti dideskripsikan pada tabel 1.5 menunjukkan angka yang lebih

besar dibanding yang berstatus PNS. Guru pada RA sebanyak 144 orang, MI

sebanyak 829 orang, MTs sebanyak 1.960 orang, dan MA sebanyak 388 orang,

kemudian SLB sebanyak 192 orang. Keadaan ini menggambarkan bahwa Pemerintah

Kabupaten Garut memiliki potensi SDM tenaga kependidikan pada sekolah

keagamaan dan pendidikan luar biasa. Potensi kuantitatif ini tentu memerlukan

perhatian khusus untuk memberi arti dilihat dari kualitatif.

Tabel: 1.5

Keadaan Guru RA-MA dan SLB Swasta Menurut Usia Kabupaten Garut

Sekolah Jumlah Usia Jumlah

25-30 31-40 41-50 51-60

RA 48 29 58 43 14 144

MI 141 166 248 249 166 829

MTs 112 392 588 588 392 1.960

MA 44 68 102 101 67 338

SLB 16 38 58 58 38 192

Jumlah 693 1.054 1.039 677 3.463

Meningkatkan kemampuan SDM secara kualitatif memang diperlukan dana

atau anggaran yang sesuai kebutuhan kualitas yang diharapkan tersebut. Bagi mereka

para tenaga kependidikan dan guru tersebut yang berada pada sekolah umum dan

sekolah keagamaan khususnya yang berusia 25 sampai 40 tahun masih memerlukan

pendidikan yang mendukung pertumbuhan jabatan. Pendidikan pertumbuhan jabatan

(27)

21 pendek seperti kursus-kursus keahlian, pelatihan sebagai penajaman ketrampilan,

seminar dan lokakarya memperkuat kapabilitas, magang, dan sebagainya. Pendidikan

semacam ini bagi mereka diperlukan disamping untuk peningkatan kualitas keahlian

juga sebagai refreshing atau penyegaran untuk mengatasi kejenuhan dalam

menjalankan tugas-tugas rutin sehari-hari. Kebutuhan ini sesuai dengan konsep

kebutuhan yang diintrodusir oleh Maslow antara lain berkaitan dengan aktualisasi

diri. Persoalannya adalah apakah pemerintah memandang hal tersebut sebagai sesuatu

yang akan memberi kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan, dan apakah

anggaran untuk pertumbuhan jabatan tersebut telah atau akan dialokasikan oleh pihak

yang berwewenang mengatur anggaran.

Tabel: 1. 6

Keadaan Pendidikan Guru pada Dinas Pendidikan Kabupaten Garut

No Sekolah SLTA D1 D2 D3 S1 S2 S3 Jml

1 TK 318 7 53 1 1 2 0 382

2 RA 101 0 43 0 0 0 0 144

3 SD 5.351 498 3.217 425 260 0 0 9.751 4 MI 416 34 323 22 19 0 0 814 5 SLTP 31 125 250 314 515 1 0 1.236 6 MTs 718 0 0 374 1.083 3 0 2.178

7 SMU 0 7 0 98 732 3 0 840

8 SMK 0 8 0 60 164 9 0 241

9 MA 69 6 0 64 237 0 0 376

Jumlah 7.004 685 3.886 1.358 3.011 18 0 15..962

Dilihat dari latar belakang pendidikan guru sebagai penjamin kualifikasi yang

(28)

22 mengungkapkan seperti tampak pada tabel 1.6 bahwa pendidikan guru bergerak dari

SLTA sampai Magister. Pada umumnya guru berpendidikan D2, D3, dan S1 keadaan

ini menggambarkan bahwa dilihat dari latar belakang pendidikan sebagian besar guru

telah memenuhi kualifikasi pendidikan sebagai ukuran yang dipersyaratkan bagi

profesi keguruan. Namun demikian guru yang berpendidikan SLTA dan D1 masih

menunjukkan angka yang signifikan, data ini memberi petunjuk bahwa tanggung

jawab Pemerintah Kabupaten Garut untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan guru

tersebut masih merupakan beban yang berat khususnya dilihat dari penyediaan beban

anggaran pemerintah daerah dan waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan

pendidikan guru itu. Sekolah tersebut diasuh oleh sebanyak 11.837 orang guru,

pendidikan guru tersebut sebanyak 7.004 berpendidikan SLTA dan sebanyak 3.029

berpendidikan sarjana, selebihnya berpendidikan diploma.

Tabel: 1. 7

Keadaan Guru PNS dan Swasta, Menurut TK-SD dan Menengah Kabupaten Garut

No Sekolah Guru PNS Guru Swasta Jumlah

1 TK 16 366 382

2 RA 0 144 144

3 SD 8.202 1.549 9.751

4 MI 26 788 814

5 SLTP 829 407 1.236

6 MTs 218 1.960 2.178

7 SMU 406 434 840

8 SMK/BLTP 145 96 241

9 MA 38 338 376

10 SLB 37 192 229

(29)

23 Para guru yang berpendidikan SLTA pada umumnya adalah guru Sekolah

Dasar, sedangkan yang berpendidikan sarjana pada umumnya guru pada SLTP dan

SLTA. Keadaan guru TK-SD dan menengah PNS seperti pada tabel 1.7 sebanyak

9.917 orang dan swasta guru swasta sebanyak 6.274 orang di Kabupaten Garut. Data

ini menggambarkan bahwa guru berstatus PNS lebih besar dibanding guru berstatus

swasta. Guru PNS menerima gaji atau kesejahteraan dari pemerintah sesuai aturan

yang berlaku mengacu pada ruang golongan dan masa kerja serta jabatan

fungsionalnya masing-masing. Sedangkan guru swasta menerima gaji atau

honorarium dari yayasan atau sekolah dimana mereka melaksanakan tugasnya. Bagi

guru-guru yang bekerja pada yayasan tidak ada standar pembayaran gaji atau

honorarium, para guru menerima besarnya gaji dan honorarium sangat tergantung

pada kemauan dan kemampuan yayasan yang menugaskannya. Secara umum

kesejahteraan guru berupa gaji masih ada yang dibawah standar upah minimum

regional Jawa Barat yaitu Rp.550.000,- setiap bulan.

Sistem penganggaran pendidikan di Indonesia Clark at al (1998:25) sangat

rumit, dan di sana tidak terdapat mekanisme yang teratur untuk mendapatkan

gambaran yang utuh mengenai pembiayaan sekolah atau membandingkan perbedaan

biaya-biaya antar jenjang dan jenis pendidikan. Data komprehensif mengenai biaya

dan penganggaran pendidikan sebagai bahan bagi pemerintah dalam mengembangkan

dan menentukan kerangka kebijakan mobilisasi, alokasi sumber-sumber, dan

efektivitas penggunaan biaya pendidikan. Fokusnya di sekolah, termasuk madrasah.

(30)

24 dan menganalisis data mengenai sumber-sumber dana, biaya-biaya pendidikan, dan

pengeluaran-pengeluaran pendidikan. Dengan cara itu diharapkan dapat membantu

(pemimpin pendidikan di Indonesia) memahami pendanaan pendidikan nasional dan

penentuan kebijakan. Data yang dikumpulkan untuk tahun 1995-1996 diharapkan

dapat mengestimasi: (a) pengeluaran total dan pengeluaran per siswa untuk berbagai

jenis dan jenjang pendidikan; (b) besarnya anggaran pemerintah untuk pendidikan,

bagaimana anggaran itu dialokasikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan, dan

apakah dana itu digunakan sesuai dengan kebutuhan; (c) jumlah dana pendidikan dari

berbagai sumber dan pengaruhnya terhadap pengeluaran total di sekolah; (d)

pengeluaran pada berbagai jenis sekolah.

Bertitik tolak dari uraian latar belakang masalah dan kondisi objektif tersebut

dalam sistem pemerintahan yang sebelumnya mengacu pada UU No. 5 tahun 1974

tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, menunjukkan bahwa model atau sistem

pemerintahan adalah sentralistik. Termasuk dalam hal ini urusan pendidikan juga

dikelola secara sentralistik dari pemerintah pusat ke daerah. Oleh karena sistem

sentralistik ini tidak memberi peluang untuk memberdayakan masyarakat di daerah,

maka perlu ada perubahan yang mendasar yaitu sistem sentralistik menjadi

desentralisasi, karena dengan sistem ini terbuka peluang pemberdayaan masyarakat di

daerah. Untuk memenuhi kebutuhan akan pemberdayaan masyarakat di daerah

sebagai landasan yuridisnya, maka dikeluarkanlah UU No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah. UU ini sebagai dasar untuk mereformasi sistem pemerintahan

(31)

25 bagian dari reformasi yang mendasar pada sistem pemerintahan, sekaligus juga

reformasi mendasar dalam sistem pendidikan nasional.

Jika mengacu pada teori manajemen strategik sebagaimana yang dikemukakan

Sharplin (1985:45) bahwa model manajemen strategik memerlukan dua fase besar

yang masing-masing terdiri atas beberapa tahapan kegiatan. Pertama, fase strategy

formulation yang mencakup tahapan penetapan misi organisasi, assessment

lingkungan, menetapkan arah dan sasaran, dan menentukan strategi. Kedua, fase

strategy implementation yang terdiri atas kegiatan menggerakkan strategi, melakukan

evaluasi strategik, dan kontrol strategik. Maka, dari studi pendahuluan menunjukkan

bahwa strategi formulasi dan strategi implementasi pembiayaan pendidikan pada

Pemerintah Kabupaten Garut secara sederhana telah dilakukan dalam bentuk Rencana

Strategis (Renstra) dan pelaksanaan program, tetapi belum memenuhi harapan dan

prinsip-prinsip teoritik.

Setelah membahas latar belakang penelitian ini dilihat dari pandangan teoritis,

hasil-hasil penelitian, dan sudut pandang yuridis, maka peneliti berpendapat bahwa

akuntabilitas manajemen anggaran pendidikan pada Pemerintahan Kabupaten dilihat

dari formulasi perencanaan anggaran atau strategi formulasi maupun strategi

implementasi pembiayaan pendidikan, perlu disusun suatu model strategi pembiayaan

pendidikan yang lebih feasibel dalam sistem otonomi daerah maupun otonomi

sekolah dan pentingnya pelayanan pendidikan yang dituangkan dalam rencana

(32)

26 Penelitian mengenai formulasi strategi dan implementasi dalam sistem

pembiayaan pendidikan Kabupaten Garut merupakan suatu yang menarik dan penting

untuk dilakukan penelitian. Rumitnya perencanaan anggaran, kurang tepatnya sasaran

pembiayaan, lemahnya pemberdayaan sekolah dalam hal anggaran, dan bervariasinya

dukungan masyarakat terhadap anggaran pendidikan semua ini merupakan

problematika pembiayaan pendidikan di Pemerintahan Kabupaten maupun di sekolah.

Hal inilah yang menarik perhatian peneliti dan juga menjadi alasan mendasar yang

kuat untuk melakukan penelitian difokuskan pada studi analisis strategi pembiayaan

pada pemerintahan kabupaten untuk dapat melakukan penataan dan pengelolaan

anggaran pendidikan yang lebih efektif dan efisien serta tepat sasaran pada Dinas

Pendidikan Kabupaten di Garut Provinsi Jawa Barat.

B. Permasalahan

Dalam penelitian ini permasalahan mendasar sebagai fokus penelitian adalah

“Bagaimanakah sistem pembiayaan pendidikan yang efektif dan efisien pada

Pemerintah Daerah Kabupaten Garut”, rumusan fokus masalah lebih khusus adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sistem penganggaran dan proses penyusunan anggaran pendidikan

yang diterapkan saat ini pada Pemerintahan Kabupaten Garut.

2. Bagaimanakah pengalokasian dan pendistribusian serta skala prioritas

pembiayaan pendidikan pada Pemerintah Kabupaten Garut sampai pada satuan

(33)

27 3. Bagaimanakah realisasi penggunaan dan pertanggung jawaban pembiayaan

pendidikan pada Pemerintahan Kabupaten Garut.

4. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan dalam penggunaan pembiayaan

pendidikan pada Kabupaten Garut.

5. Bagaimanakah mengembangkan potensi dalam mengimplementasikan pembiaya

an pendidikan yang efektif dan efisien pada Pemerintah Kabupaten Garut

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Sistem pembiayaan

pendidikan yang efektif dan efisien pada Pemerintah Kabupaten Garut Jawa

Barat”. Lebih khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proses penyusunan anggaran pendidikan yang diterapkan saat ini

pada Pemerintah Kabupaten Garut.

2.

Mengetahui pengalokasian dan pendistribusian pembiayaan pendidikan pada

Pemerintah Kabupaten Garut sampai pada satuan pendidikan.

3.

Mengetahui realisasi penggunaan dan pertanggung jawaban pembiayaan

pendidikan pada Pemerintah Kabupaten Garut.

4.

Mengetahui pelaksanaan pengawasan dalam penggunaan pembiayaan pendidikan

pada Kabupaten.

5.

Mengetahui pengembangan potensi dalam mengimplementasikan pembiayaan

(34)

28

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini berguna bagi:

1. Para pengambil kebijakan pendidikan, baik tingkat nasional maupun regional

khususnya pada pemerintahan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut yang

berkaitan dengan pembiayaan pendidikan.

2. Para pengambil kebijakan bidang pendidikan baik legislatif maupun eksekutif

Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota.

3. Para guru, dosen, pengamat dan praktisi pendidikan, pemerintah, swasta, dan

organisasi kemasyarakatan yang berminat terhadap pembiayaan pendidikan.

4. Para ahli manajemen dan kebijakan pendidikan dan para peneliti yang menaruh

perhatian pada manajemen pembiayaan pendidikan untuk melakukan kajian yang

lebih mendalam berkaitan dengan manajemen dan organisasi pendidikan yang

lebih luas dan mendalam.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya membahas mengenai pembiayaan pendidikan pada satuan

pendidikan atau sekolah negeri yang menjadi tanggung jawab langsung Pemerintah

Kabupaten Garut. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sistem pembiayaan

pendidikan dilihat dari efektifitas dan efisiensi pembiayaan pendidikan setelah

implementasi otonomi daerah pada Dinas Pendidikan Kabupaten dalam hal ini

(35)

29 dengan penelitian ini tidak dibahas, dan pada kesempatan lain atau oleh peneliti

lainnya akan dibahas lebih mendalam. Temuan data dan pembahasan dalam

penelitian ini mengacu pada kebijakan pemerintah berkaitan dengan formulasi dan

implementasi pembiayaan dilihat dari kebutuhan satuan pendidikan.

F. Premis dan Asumsi Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa premis dan asumsi yang menjadi landasan

dalam studi ini adalah:

1. Pendidikan diperhitungkan sebagai faktor tertentu keberhasilan seseorang, baik

secara sosial maupun ekonomis. Nilai pendidikan berupa asas moral adalah

bentuk kemampuan, kecakapan, keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan

dipandang sebagai suatu investasi. Pandangan ini diarahkan atas premis human

capital (sumber daya manusia sebagai sumber modal). Berdasarkan premis

tersebut besarnya nilai yang dipergunakan untuk pendidikan dipandang sebagai

investasi yang ditanam dalam pendidikan perlu memperhitungkan nilai manfaat

(benefit) atau kekurangan dimasa yang akan datang. (Theodore W. Schultfz dalam

Cohn, 1979).

2. Pendidikan memiliki nilai konsumtif dalam jasa pendidikan dan nilai investatif.

pendidikan dapat diukur pendapatan (income) seseorang yang terdidik sesuai

dengan tingkat produktivitasnya. Menurut premis ini pendidikan memiliki nilai

(36)

30 aspek keuntungan (hasil) atau manfaat secara perorangan (individual), maupun

manfaat sosial ( Cohn, 1979).

3. Biaya dan mutu pendidikan mempunyai keterkaitan secara langsung. Biaya

pendidikan memberikan pengaruh yang positif melalui faktor kepemimpinan dan

manajemen pendidikan, dan tenaga pendidik yang kompeten dalam meningkatkan

pelayanan pendidikan melalui peningkatan mutu faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap proses belajar mengajar ( John dan Morphet, 1975).

4. Mutu pendidikan merupakan fungsi dari sejumlah faktor input, proses dan

konteks. Biaya pendidikan yang disediakan untuk menyediakan perangkat input

akan memberikan dampak terhadap mutu melalui fungsi alokasi yang tepat, adil

(eqitabel) dan pendayagunaan secara efisien (World Bank Study, 1998)

5. Biaya adalah salah satu dari sekian banyak faktor penentu mutu pendidikan yang

tidak dapat dihindarkan yang berfungsi dalam proses belajar mengajar (Sallis,

1993).

6. Manfaat langsung dari setiap pengeluaran biaya pendidikan akan berdampak

positif dan signifikan jika digunakan untuk keperluan yang langsung berhubungan

dengan pelaksanaan PBM, seperti bahan dan alat-alat pengajaran, gaji guru,

sarana kelas, dan bangunan sekolah (Mauren Woodhal, 1970 dalam John dan

(37)

31

G. Pendekatan Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian menggambarkan sistem pembiayaan pendidikan mulai

dari analisis teoritik manajemen pembiayaan pendidikan didukung konstruk empirik

untuk menemukan model pembiayaan pendidikan yang efektif pada pemerintahan

kabupaten sebagai daerah otonom. Sistem pembiayaan pendidikan ini akan

mengungkap secara detail proses penyusunan pembiayaan pendidikan pada tingkat

pemerintah kabupaten dan satuan pendidikan, alokasi dan pendistribusian, realisasi

dan penggunaan dana pendidikan di Kabupaten Garut.

Output penelitian menemukan model dan mekanisme pembiayaan

pendidikan yang efektif dan efisien pada pemerintahan kabupaten yang mungkin

dapat dikembangkan. Akuntabilitas manajemen pembiayaan pada tiap tingkatan

hierarki pemerintahan dan satuan pendidikan akan memberi gambaran kuat apakah

mekanisme pembiayaan pendidikan tersebut dapat di kontrol dan di evaluasi,

sehingga secara terus menerus dapat memberi layanan kebutuhan pembelajaran di

sekolah dan institusi pendidikan lainnya sebagai landasan penyelenggaraan

pendidikan kabupaten yang efektif mencapai tujuan. Alur pemikiran paradigma

penelitian secara diagramatik digambarkan dalam bentuk siklus seperti diungkapkan

(38)

108

BAB III

METOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Berdasarakan fokus masalah penelitian, tujuan penelitian, subjek penelitian,

dan karakteristik data maka desain yang tepat untuk penelitian ini adalah

menggunakan analisis deskriptif pendekatan kualitatif. Karena penelitian ini ingin

mendeskripsikan formulasi dan implementasi pembiayaan pendidikan pada

pemerintahan kabupaten dimana prioritas program yang membutuhkan dukungan

anggaran, sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan pendidikan. Pendekatan

yang dapat mendeskripsikan data tersebut adalah menggunakan disain penelitian

kualitatif. Perencanaan penelitian kualitatif oleh Lincoln dan Guba (1984) adalah

skema atau program penelitian yang berisi out line apa yang harus di lakukan peneliti,

mulai dari pernyataan sebagai informasi penelitian sampai pada analisis data finalnya.

Sedangkan strukturnya oleh Lincoln dan Guba (1984) adalah lebih spesifik

lagi yang membuat skema, paradigma-paradigma variabel, yang lebih operasional

yang melihat keterkaitan beberapa domain sehingga membangun suatu skema

struktural sebagai tujuan penelitian. Dengan demikian desain penelitian ini adalah

studi kasus (case study) menggunakan pendekatan eksploratif yang bersifat

mendalam mengenai pengelolaan dan penerapan pembiayaan pada Dinas Pendidikan

Kabupaten Garut. Studi eksplorasi ini menelusuri secara cermat dokumentasi yang

berkaitan dengan pembiayaan dan wawancara yang bersifat luas dan mendalam

(39)

109

B. Strategi Penelitian

Strategi penelitian oleh Lincoln dan Guba (1984:221) lebih spesifik dari

perencanaan yang intinya adalah memberikan metode-metode yang digunakan untuk

mengurai atau menganalisis data, dengan kata lain strategi merupakan bagaimana

penelitian itu dilakukan dan bagaimana masalah-masalah itu dijawab dengan prosedur

yang ada walaupun pada hakekatnya desain penelitian kualitatif bersifat “emergent”

atau tidak dapat dimantapkan pada taraf permulaan dan baru mendapat bentuk yang

lebih jelas sepanjang penelitian itu dijalankan namun untuk kepentingan penulisan

atau pengajuan suatu proposal, maka desain penelitian harus dibuat. Sebelum

melakukan penelitian sebaiknya peneliti memahami terlebih dahulu pandangan dasar

(axioma) disain kualitatif yakni: (1) desain tidak terinci, fleksibel, timbul (emergent)

serta berkembang sambil jalan atara lain mengenai tujuan, subjek, sampel sumber

data; (2) desain sebenarnya baru diketahui dengan jelas setelah penelitian selesai

(retrospektif); (3) tidak mengemukakan hipotesis sebelumnya; hipotesis lahir sewaktu

penelitian dilakukan; hipotesis hanya berupa “hunches”, petunjuk yang bersifat

sementara dan dapat berubah, hipotesis hanya berupa pertanyaan yang mengarah

pengumpulan data; (4) hasil penelitian terbuka dan tidak diketahui sebelumnya

karena jumlah variabel tidak terbatas; (5) langkah-langkah tidak dapat dipastikan

sebelumnya serta hasil penelitian tidak dapat diketahui atau diramalkan sebelumnya;

dan (6) analisa data dilakukan sejak awal bersamaan dengan pengumpulan data

(40)

110 Oleh karena itu strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1)

orientasi teoritik dengan pendekatan fenomenologis; (2) teknik pengumpulan data

tiga tahap yaitu tahap orientasi, eksplorasi pengumpulan data, dan penelitian terfokus;

(3) wawancara komprehensif; (4) observasi peran serta; dan (5) dokumentasi tertulis

yang terkait dengan penelitian ini.

C. Objek dan Sampling Penelitian

Tidak ada pengertian populasi. Sampling dalam hal ini ialah pilihan peneliti aspek

apa dan peristiwa apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu

karena itu pemilihan sampel dilakukan terus-menerus sepanjang penelitian. Sampling

bersifat purposif yakni tergantung pada tujuan fokus. Instrumen penelitian tidak

bersifat eksternal atau objektif, akan tetapi subjektif yaitu peneliti itu sendiri tanpa

menggunakan test, angket atau eksperimen. Instrumen dengan sendirinya tidak

berdasarkan definisi operasional. Yang dilakukan ialah menseleksi aspek-aspek yang

khas, yang berulang kali terjadi, yang berupa pola atau tema dan tema itu senantiasa

diselidiki lebih lanjut dengan cara yang lebih halus dan mendalam. Tema itu akan

merupakan petunjuk kearah pembentukan suatu teori. Analisis data bersifat terbuka,

opened-ended dan induktif. Dikatakan terbuka karena teknik sampling purpossive

(bertujuan). Jadi sampel dalam penelitian ini antara lain adalah pejabat Dinas

Pendidikan Kabupaten Garut, pejabat instansi lain yang berada di lingkungan

Pemerintah Kabupaten Garut, legislatif Kabupaten Garut, dan unsur masyarakat yang

(41)

111 Keadaan sekolah sebagai objek penelitian terlihat seperti tabel 3.1 berikut ini

dimana jumlah siswa Sekolah Dasar yang terdiri dari Negeri dan Swasta 278.045.

Madrasah sebanyak 17.665 selanjutnya SMU 33.

Tabel 3.1 Keadaan Sekolah di Kabupaten Garut

No. Jenjang

Sekolah

Sekolah Murid

Negeri Swasta Jumlah Negeri Swasta Jumlah

1. TK 1 128 129 60 4.223 4.283

Sampel penelitian dalam penelitian kualitatif menurut Faisal (1990:44)

berkaitan dengan prosedur memburu informasi sebanyak karakteristik elemen yang

berkaitan dengan apa yang ingin diketahui. Informasi yang ingin diketahui oleh

peneliti adalah sistem dan mekanisme pembiayaan pendidikan yang dikelola oleh

Pemerintah Kabupaten Garut digunakan untuk membiayai program pembelajaran dan

kegiatan sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Dalam penelitian ini

populasi-nya sekaligus sebagai informan kunci yaitu para pejabat birokrasi unit

organisasi dan jabatan fungsional pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Dinas

Pendidikan Kabupaten Garut sebagai tempat penelitian ini.

Pejabat tersebut oleh peneliti ditetapkan sebagai informan kunci dengan

(42)

112 memahami informasi yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan sebagai

permasalahan penelitian ini; (2) mereka sedang berkecimpung atau terlibat dengan

kegiatan yang diteliti; (3) mereka mempunyai kesempatan atau waktu untuk dimintai

informasi; dan (4) mereka dipandang tidak memberi keterangan atas dasar

kemasannya sendiri tetapi sesuai kondisi riil dan fakta-fakta pembiayaan yang

menjadi tanggung jawabnya. Sampel responden atau penentuan informan kunci

dipilih dengan menggunakan teknik purfosive. Penarikan sampel penelitian kualitatif

menurut Miles dan Huberman (1992:47) adalah mengambil sepenggalan kecil dari

suatu keseluruhan yang lebih besar, dan penarikannya cenderung menjadi lebih

purposif dengan tujuan yang jelas dari pada acak.

Penarikan sampel tidak hanya meliputi keputusan-keputusan tentang

orang-orang mana yang akan diamati, tetapi juga mengenai latar-latar, peristiwa-peristiwa,

dan proses-proses sosial. Penetapan responden bukan ditentukan oleh pemikiran

bahwa para responden harus mewakili populasi, melainkan responden itu harus dapat

memberikan informasi yang diperlukan. Responden karena jabatannya dan karena

fungsi tugas maupun wewenangnya memahami betul pembiayaan pendidikan di

Pemerintah Kabupaten Garut mulai dari perencanaan, sumber biaya, alokasi biaya,

mekanisme, penggunaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Responden dengan

kriteria ini menjadi sumber utama perolehan data dalam penelitian ini.

Penarikan sampel seperti pada tabel 3.2 yang merupakan fokus kajian

penelitian yaitu: (1) menentukan apa yang akan diobservasi yaitu sistem pembiayaan

(43)

113 ditanyakan yaitu mekanisme penentuan dan pendistribusian anggaran pendidikan

serta kegiatan organisasi; (3) siapa yang akan diajak bicara, yaitu seluruh pejabat

Pemerintah Kabupaten Garut yang terkait dengan pembiayaan pendidikan dan Dinas

Pendidikan; dan (4) apakah akan tinggal di suatu ruangan atau ditempat lainnya,

dalam hal ini peneliti berpindah-pindah dari satu ruangan ke ruangan lainnya karena

setiap jabatan mempunyai ruang yang berbeda.

Penarikan Sampel dan Pilihan yang Diambil

No. Parameter

Penarikan Sampel

Pilihan Yang Diambil

1. Latar (Setting) Kantor, ruang kerja pejabat, dan ruang pertemuan pada kantor Bupati, Setda, Bappeda dan Dinas Pendidikan Kabupaten Garut

2. Pelaku Bupati, Ketua/Wakil Ketua DPRD, Komisi E DPRD Kabupaten Garut, Sekretaris Daerah, Asisten Sekda, Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Sub Dinas /Bidang, Kepala Seksi, Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Sub Bagian sebagai pejabat struktural

3. Peristiwa Pertemuan atau rapat-rapat, pelaksanaan tugas sehari-hari, kegiatan rutin, dan keputusan-keputusan yang dapat dilihat dari dokumen.

4. Proses Melaksanakan kegiatan rutin, memberi instruksi, mekanisme anggaran, membuat keputusan-keputusan, dan meningkatkan kecakapan

5. Situs (Kasus) Suatu fenomena dalam konteks terbatas yang membentuk suatu kajian kasus pelaku dalam organisasi Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Garut bertitik tolak pada fokus penelitian ini

Tabel: 3.2 Sampel Penelitian

Sampling penentuan informan kunci dalam hal ini ialah pilihan peneliti aspek

apa, peristiwa apa, dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu

karena itu pemilihan sampel dilakukan terus-menerus sepanjang penelitian. Sampling

bersifat purposif rasional (logical, purposive sampling) mengacu pada tujuan dan

fokus. Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal atau objektif, tetapi subjektif yaitu

(44)

114 dengan sendirinya tidak berdasarkan defenisi operasional, tetapi menseleksi

aspek-aspek yang khas, yang berulang kali terjadi, berupa pola atau tema, dan tema itu

senantiasa diselidiki lebih lanjut dengan cara yang lebih halus dan mendalam. Tema

itu merupakan petunjuk kearah pembentukan suatu teaori.

Analisis data dalam penelitian ini sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan

Huberman, (1992:83) yaitu bersifat terbuka, opend-ended, induktif. dikatakan terbuka

karena teknik sampling purpossive, dan verifikasi data dilakukan dengan

mengembangkan wawancara mendalam dengan informan kunci maupun pengamatan

peranserta dengan menggunakan snow bool sampling technique.

D. Instrumen Penelitian

Manusia sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif, karena

dipandang lebih cermat dengan ciri-ciri yang diintrodusir oleh Nasution (1996:55-56)

sebagai berikut: (1) manusia sebagai alat yang peka dan dapat bereaksi terhadap

segala stimulan dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak

bermakna bagi peneliti; (2) manusia sebagai alat yang dapat menyesuaikan diri

terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data

sekaligus; (3) tiap situasi merupakan suatu keseluruhan; (4) suatu situasi yang

melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata-mata;

(5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh;

(6) hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data

(45)

115 untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan; dan (7) manusia

sebagai instrumen, respon yang aneh dan yang menyimpang justru diberi perhatian.

Pada penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam menjaring data

dan informasi dengan menggunakan teknik observasi partisipan, dokumentasi tertulis

dan wawancara mendalam.

E. Validitas, Reliabilitas dan Objektifitas Data Penelitian

1. Validitas (credibility and transferability)

Validitas secara umum menurut Nasution, (1996) mensyaratkan agar apa yang

terjadi dalam penelitian sesuai dengan apa yang terjadi secara riil di lapangan. Seperti

halnya penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif juga harus memenuhi syarat-syarat

validitas yaitu validitas internal dan eksternal. Validitas internal yang menyangkut

kesesuaian konsep peneliti dengan konsep yang ada pada para responden. Pokok

utama dalam validitas internal kualitatif ada pada penelitinya, yaitu seberapa jauh

konsep yang ada pada para peneliti bisa sesuai dengan konsep para responden. Istilah

validitas internal dalam penelitian kualitatif disebut dengan credibility, yaitu

menyangkut kemampuan kredibilitas penelitinya. Validitas eksternal menyangkut

sejauh mana hasil penelitian tersebut dapat diterapkan oleh orang lain. Hal ini hampir

sama dengan penelitian kuantitatif yang validitas eksternalnya adalah sejauh mana

generalisasinya dapat diterapkan pada situasi lain. Oleh karena menyangkut

kemampuan hasilnya diterapkan oleh orang lain, istilah validitas eksternal dalam

Gambar

Tabel: 1.2 Keadaan Guru TK-SD dan Menengah Negeri Menurut Usia Kabupaten Garut
Tabel 3.1 Keadaan Sekolah di Kabupaten Garut

Referensi

Dokumen terkait

Atribut yang paling penting menurut responden dalam memilih suatu produk jasa biro perjalanan wisata dalam penelitian ini adalah atribut makan dengan nilai

Berdasarkan penelitian dan analisa yang dilakukan untuk pemilihan rute terpendek dari Jalan Sangga Buana 2 menuju Universitas Muhammadiyah Palangka Raya dengan

Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari lipid netral, yaitu trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak).. Secara ringkas, hasil dari

Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak

Untuk menghasilkan SB pada skala yang besar, proses fermentasi perlu dilakukan pada keadaan yang paling optimum bagi mendapatkan produk yang maksima dan menjimatkan kos..

Gambar 9 menunjukkan rancangan pengujian sistem yang terdiri dari pengujian pengukur tegangan, pengujian sistem dan skenario pengujian sistem secara keseluruhan Skenario

Peran masyarakat dalam melindungi hak-hak anak secara jelas pada pasal 72 ayat 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Metode ini menggunakan konsep komunikasi secara lisan dimana pengajar sebagai komunikator menyampaikan materi pelajaran bahasa Inggris kepada peserta didik dan memotivasi