PERIODISASI SASTRA
INDONESIA
DISYA DISTI MAHYUZA XII IPA 3
Pengertian:
penggolongan sastra berdasarkan pembabakan waktu dari awal kemunculan sampai dengan
perkembangannya.
Periodisasi sastra, selain berdasarkan tahun
kemunculan, juga berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial, serta
pandangan dan pemikiran pengarang terhadap masalah yang dijadikan objek karya kreatifnya.
Sastra Melayu Lama merupakan sastra Indonesia sebelum
abad 20.
Ciri-ciri Sastra Melayu Lama:
◦ Masih menggunakan bahasa Melayu
◦ Umumnya bersifat anonim
◦ Berciri istanasentris
◦ Menceritakan hal-hal berbau mistis seperti dewa-dewi, kejadian alam, peri, dsb.
Contoh sastra pada masa Sastra Melayu Lama:
Dongeng tentang arwah, hantu/setan, keajaiban alam,
binatang jadi-jadian, dsb.
Berbagai macam hikayat seperti; Hikayat Mahabharata,
Hikayat Ramayana, Hikayat Sang Boma.
Syair Perahu dan Syair Si Burung Pingai oleh Hamzah
Fansuri.
Gurindam Dua Belas dan Syair Abdul Muluk oleh Raja
Ali Haji
Balai Pustaka merupakan titik tolak kesustraan Indonesia. Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka adalah:
◦ Menggunakan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh bahasa Melayu
◦ Persoalan yang diangkat persoalan adat kedaerahan dan kawin paksa
◦ Dipengaruhi kehidupan tradisi sastra daerah/lokal
◦ Cerita yang diangkat seputar romantisme.
Angkatan Balai Pustaka terkenal dengan sensornya yang ketat. Balai
Pustaka berhak mengubah naskah apabila dipandang perlu.
Contoh hasil sastra yang mengalami pen-sensoran adalah Salah Asuhan
oleh Abdul Muis yang diubah bagian akhirnya dan Belenggu karya Armyn Pane yang ditolak oleh Balai Pustaka karena tidak boleh diubah.
Contoh sastra pada masa Angkatan Balai Pustaka: ◦ Roman
Azab dan Sengsara (Merari Siregar) Sitti Nurbaya (Marah Rusli)
Muda Teruna (M. Kasim)
Salah Pilih (Nur St. Iskandar) Dua Sejoli (M. Jassin, dkk.)
◦ Kumpulan Puisi
Percikan Permenungan (Rustam Effendi) Puspa Aneka (Yogi)
Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas
banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka
terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut,
terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa
nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual,
nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra
modern Indonesia.
Angkatan Pujangga Baru (1930-1942) dilatarbelakangi kejadian bersejarah
“Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928.
Ikrar Sumpah Pemuda 1928:
◦ Pertama
Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
◦ Kedoea
Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
◦ Ketiga
Kami poetera dan poeteri indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Melihat latar belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak
Angkatan Pujangga Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.
Pada masa ini, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane.
Pada masa Angkatan Pujangga Baru, ada dua kelompok
sastrawan Pujangga baru yaitu:
1. Kelompok “Seni untuk Seni”
2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat”
Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan Pujangga Baru antara lain
sbb:
◦ Sudah menggunakan bahasa Indonesia
◦ Menceritakan kehidupan masyarakat kota, persoalan intelektual, emansipasi (struktur cerita/konflik sudah berkembang)
◦ Pengaruh barat mulai masuk dan berupaya melahirkan budaya nasional
◦ Menonjolkan nasionalisme, romantisme, individualisme, intelektualisme, dan materialisme.
Salah satu karya sastra terkenal dari Angkatan
Pujangga Baru adalah Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana.
Layar Terkembang merupakan kisah roman
antara 3 muda-mudi; Yusuf, Maria, dan Tuti.
◦ Yusuf adalah seseorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang menghargai wanita.
◦ Maria adalah seorang mahasiswi periang, senang akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian.
◦ Tuti adalah guru dan juga seorang gadis
pemikir yang berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita.
Dalam kisah Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana
ingin menyampaikan beberapa hal yaitu:
◦ Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di
masyarakat.
◦ Masalah yang datang harus dihadapi bukan dihindarkan
dengan mencari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan untuk pelarian mencari perlindungan, belas kasihan dan
Selain Layar Terkembang, Sutan Takdir
Alisjahbana juga membuat sebuah puisi yang berjudul “Menuju ke Laut”.
Puisi “Menuju ke Laut” karya Sutan Takdir
Alisjahbana ini menggunakan laut untuk mengungkapkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Ada pula seorang sastrawan Pujangga Baru
lainnya, Sanusi Pane yang menggunakan laut sebagai sarana untuk mengungkapkan
hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Karya Sanusi Pane ini tertuang dalam bentuk
puisi yang berjudul “Dalam Gelombang”.
PUJANGGA BARU
Sanusi Pane, pengarang puisi
Ditinjau dari segi struktural, ada persamaan struktur
antara puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane
yaitu pengulangan bait pertama pada bait terakhir.
Sementara itu, ditinjau dari segi isi, tampak ada
perbedaan penggambaran laut dalam puisi Sutan
Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane.
Jika Sutan Takdir Alisjahbana menggambarkan laut
sebagai sebuah medan perjuangan, Sanusi Pane
menggambarkan laut sebagai suatu tempat yang penuh
ketenangan.
Kami telah meninggalkan engkau,
Tasik yang tenang tiada beriak, diteduhi gunung yang rimbun, dari angin dan topan.
Sebab sekali kami terbangun, dari mimpi yang nikmat.
Ombak riak berkejar-kejaran di gelanggang biru di tepi langit. Pasir rata berulang di kecup,
tebing curam ditentang diserang, dalam bergurau bersama angin, dalam berlomba bersama mega. …
PUJANGGA BARU
Menuju ke Laut
Oleh Sutan Takdir Alisjahbana Dibawa GelombangOleh Sanusi Pane
…
Aku bernyanyi dengan suara Seperti bisikan angin di daun Suaraku hilang dalam udara Dalam laut yang beralun-alun
Amir Hamzah diberi gelar sebagai
“Raja Penyair” karena mampu
menjembatani tradisi puisi Melayu yang ketat dengan bahasa Indonesia yang sedang berkembang. Dengan susah payah dan tak selalu berhasil, dia cukup berhasil menarik keluar puisi Melayu dari puri-puri Istana
Melayu menuju ruang baru yang lebih terbuka yaitu bahasa Indonesia, yang menjadi alasdasar dari Indonesia yang sedang dibayangkan bersama.
PUJANGGA BARU
Selain Sutan Takdir Alisjahbana, ada pula tokoh lain yang terkenal
dari Angkatan Pujangga Baru sebagai “Raja Penyair” yaitu Tengku
Sastrawan pada Angkatan Pujangga Baru beserta hasil karyanya
antara lain sbb:
◦ Sultan Takdir Alisjahbana
Contoh: Di Kakimu, Bertemu
◦ Sutomo Djauhar Arifin
Contoh: Andang Teruna (fragmen)
◦ Rustam Effendi
Contoh: Bunda dan Anak, Lagu Waktu Kecil
◦ Asmoro Hadi
Contoh: Rindu, Hidup Baru
◦ Hamidah
Contoh: Berpisah, Kehilangan Mestika (fragmen)
◦ Amir Hamzah
Contoh: Sunyi, Dalam Matamu
◦ Hasjmy
Contoh: Ladang Petani, Sawah
◦ Lalanang
Contoh: Bunga Jelita
◦ O.R. Mandank
Contoh: Bagaimana Sebab Aku Terdiam
◦ Mozasa
Contoh: Amanat, Kupu-kupu
Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang
sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan peperangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Ciri-ciri Angkatan ’45 adalah: ◦ Terbuka
◦ Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
◦ Corak isi lebih realis, naturalis
◦ Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis
◦ Penghematan kata dalam karya
◦ Ekspresif
◦ Sinisme dan sarkasme
◦ Karangan prosa berkurang, puisi berkembang
ANGKATAN 1945
Contoh sastra pada masa Angkatan ’45:
◦ Tiga Menguak Takdir (Chairil Anwar-Asrul Sani-Rivai Apin) ◦ Deru Campur Debu (Chairil Anwar)
◦ Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (Chairil Anwar) ◦ Pembebasan Pertama (Amal Hamzah)
◦ Kata Hati dan Perbuatan (Trisno Sumarjo) ◦ Tandus (S. Rukiah)
◦ Puntung Berasap (Usmar Ismail) ◦ Suara (Toto Sudarto Bakhtiar)
◦ Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang) ◦ Dalam Sajak (Sitor Situmorang)
◦ Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rustandi Kartakusumah)
Angkatan ’66 ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat
avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini.
Banyak karya sastra pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran
sastra, seperti munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lainnya.
Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
◦ Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti kezaliman dan kebatilan
◦ Bercorak membela keadilan
◦ Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
◦ Berontak
◦ Pembelaan terhadap Pancasila
◦ Protes sosial dan politik
Contoh sastra pada masa Angkatan ’66 adalah: ◦ Putu Wijaya
Pabrik Telegram Stasiun
◦ Iwan Simatupang
Ziarah Kering
Merahnya Merah
◦ Djamil Suherman
Sarip Tambak-Oso Perjalanan ke Akhirat