• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP POST ORIF HUME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP POST ORIF HUME"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar

1. Anatomi Fisiologi Humerus

Tulang Lengan Atas (Humerus) , Anatomi Fisiologis Paramedis

(Sumber/ Source: Pearce, Evelyn C.2008.Anatomi dan Fisiologi untuk

Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.)

Humerus atau tulang lengan atas adalah tulang terpanjang dari anggota atas.

Memperlihatkan sebuah batang dan dua ujung.

a. Ujung atas Humerus. Sepertiga dari atas ujung humerus terdiri atas

sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapula

dan merupakan bagian dari bangunan sendi bahu. Segera di bawah leher

ada bagian yang sedikit lebih rampng yang disebut leher anatomik. Di

seblah luar ujung atas di bawah leher anatomi terdapat sebuah benjolan

yaitu tuberositas mayor dan di sebelah depan ada benjolan lebih kecil

yaitu tuberositas minor. Antar kedua tuberositas ini terdapat sebuah celah,

celah bisipital atau sulkus intertuberkularis, yang memuat tendon dari otot

bisep. Tulang menjadi lebih sempit di bawah tuberositas dan tempat ini

disebut leher cirurgis sebab mudahnya kena fraktur di tempat itu.

b. Batang hymerus sebelah atas bundar, tetapi semakin ke bawah menjadi

lebih pipih. Sebuah tuberkel di sebelah lateral batang, tepat di atas

pertengahan disebut tuberosistas deltoideus. Tuberositas ini menerima

insersi atau kaitan otot deltoid. Sebuah celah berjalan oblik melintasi

sebelah belakang batang, dari sebelah emdial ke sebelah lateral. Karena

memberi jalan kepada saraf radikal atau saraf muskulo-spiralis maka

(2)

c. Ujung bawah humerus lebar dan agak pipih. Pada bagian paling bawah

terdapat permukaan sendi yang dibentuk bersama tulang lengan bawah.

d. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong benang

tempat persendian dengan ulna dan di sebelah luar terdapat kapitulum

yang bersendi dengan radius.

2. Pengertian

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, kedaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, Wilson, 2003).

Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Brunner & Suddarth, 2000).

Fraktur adalah terputusnya kontuinitast ulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare,2002).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpukan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh trauma,rudapaksa atau oleh penyebab patologis yang dapat digolongkan sesuai dengan jenis dan kontinuitasnya.

3. Etiologi

Penyebab fraktur diantaranya: a. Fraktur Fisiologis

Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:

1) Cidera langsung berarti pukulan lansung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.

(3)

fraktur klavikula, atau orang tua yang terjatuh mengenai bokong dan berakibat fraktur kolom femur.

b. Fraktur Patologis

Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut:

1) Tumor tulang, terbagi menjadi jinak dan ganas 2) Infeksi seperti Osteomielitis

3) Scurvy (penyakit gusi berdarah) 4) Osteomalasia

5) Rakhitis

6) Osteoporosis ( Rasjad, 2007)

Umumya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause.

4. Klasifikasi

a. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka atau patah tulang terbuka adalah hilangnya kontinuitas tulang disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada area yang terkena.

b. Farktur tertutup

(4)

trauma langsung atau kodisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis).

5. Patogenesis

6. Patofisiologi

(5)

Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.

Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom comportement.

Tulang bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang-tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel. Pada stadium poliferasi sel menjadi fibrokartilago. Sel yang mengalami poliferasi terus masuk kedalam lapisan yang lebih dalam dan bergenerasi sehingga terjadi osteogenesis. Sel-sel yangberkembang memiliki potensi yang kardiogenik

7. Tanda Dan Gejala

a. Nyeri hebat di tempat fraktur

(6)

c. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

8. Manisfestasi Klinis

Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembekakan lokal, dan perubahan warna. a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti nomalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkapi satu sama lain 2,5 – 5 cm (1 – 2 inci).

d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya ( uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

(7)

9. Komplikasi

a. Komplikasi awal

Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cidera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Komplikasi awal lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli (emboli paru) yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cidera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID). b. Komplikasi lambat

Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan lambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan distaksi ( tarikan jauh ) fragmen tulang.

Tidak ada penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-ujung patahan tulang. Pasien mengeluh tidak nyaman dan gerakan yang menetap pada tempat fraktur. Faktor yang ikut berperan dalam masalah penyatuan meliputi infeksi pada tempat fraktur, interposisi jaringan diantara ujung-ujung tulang, imobilisasi dan manipulasi yang tidak memadai, yang menghentikan pembentukan kalus, jarak yang terlalu antara fragmen, kontak tulang yang terbatas dan gangguan asupan darah yang mengakibatkan nekrosis avaskuler (Brunner & suddarth, 2002).

10. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis fraktur.

b. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

(8)

d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.

e. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk pasien ginjal. f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi

mulpel atau cidera hati.

11. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu: 1. Mengurangi rasa nyeri,

Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.

2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup/OREF), misalnya dengan pemasangan gips, skin traksi maupun bandaging. Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka/ORIF), pin atau sekrup dapat dipasang untuk

mempertahankan sambungan. (Elizabeth J. Corwin, 2009; 339

)

3. Membuat tulang kembali menyatu

Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.

(9)

Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi. (Anonim, 2008)

12. Komplikasi

1. Non-union, delayed-union dan mal-union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi.

2. Sindrom kompartemen.

3. Ditandai dengan kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstitial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menyebabkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi area tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangannya. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal berikut harus dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat, parestesia dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak.

4. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang, termasuk humerus. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjangsering tersangkut di sirkulasi paru dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.

(10)

B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), No MR, umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS, penanggung jawab.

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya, riwayat penyakit pasien yang pernah dirawat dirumah sakit serta pengobatan yang pernah didapatkan dan hasilnya. Dan ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien saat ini, biasanya pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktifitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai penyakit yang berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini dan penyakit herediter/keturunan lainnya (anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama).

c. Data pola kebiasaan sehari-hari 1) Nutrisi

a) Makanan

(11)

dihabiskan, keluhan saat makan serta kemandirian dalam pelaksanannya.

b) Minuman

Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya, bandingkan jumlahnya pada saat sakit dengan sehat. Catat keluhan yang dirasakan pasien dan kemandirian dalam melaksanakannya. 2) Eliminasi

a) Miksi

Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan jumlahnya, bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik urine (warna, konsistensi dan bau serta temuan lain) serta keluhan yang dirasakan selama BAK dan kemandirian dalam melaksanakannya serta alat bantu yang dipakai.

b) Defekasi

Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik feses(warna, konsistensi dan bau serta temuan lainnya) serta keluhan yang dirasakan selama BAB dan kemandirian dalam melaksanakannya. d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum pasien a) Tingkat kesadaran b) Berat badan c) Tinggi badan 2) Kepala

Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan (rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).

a) Rambut : Amati keadaan kulit kepala dan rambut sertakebersihannya dan temuan lain saat melakukan inspeksi. b) Wajah: Amati adanya oedema/hematom, perlukaan

(12)

c) Mata : Amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya, diameterpupil, kondisi bola mata (sklera, kornea, atau lensa, dll) keadaan kelopak mata dan konjungtiva serta temuan lainya. d) Hidung : Amati keadaan hidung, adanya perlukaan,

keadaanseptum, adanya sekret pada lubang hidung, darah atau obstruksi), adanya pernafasan cuping hidung dan temuan lain saat melakukan inspeksi (rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).

e) Bibir : Amati adanya oedema, permukaan (rinci keadaanluka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka), warna bibir dan kondisi mukosa bibir serta temuan lain saat melakukan inspeksi.

f) Gigi : Amati kelengkapan gigi, kondisi gigi dan kebersihanserta temuan lain saat melakukan inspeksi.

g) Lidah : Amati letak lidah, warna, kondisi dan kebersihanlidah serta temuan lain saat melakukan inspeksi.

3) Leher

Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dileher serta deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan drain serta temuan lain saat melakukan inspeksi. Lakukan auskultasi pada kelenjar thyroid jika ditemukan pembesaran. Ukur jugularis vena pressure (JVP), tuliskan lengkap dengan satuannya.

4) Dada/thorak

a.) Inspeksi : Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya fraktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.

b.) Palpasi : Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakanotot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan didaerah luka insisi.

(13)

d.) Auskultasi : Periksaan dengan cara mendengarkan gerakanudara melalui struktur merongga atau cairan yang mengakibatkan struktur sulit bergerak. Pada pasian fraktur pemeriksaan ini pada area yang sakit jarang dilakukan.

5) Jantung

a.) Inspeksi : Amati ictus cordis.

b.) Palpasi : Raba lokasi dirasakan ictus cordis dan kekuatanangkanya.

c.) Perkusi : Tentukan batas-batas jantung.

d.) Auskultasi : Dengarkan irama denyutan jantung, keteraturandan adanya bunyi tambahan.

6) Perut/abdomen

a.) Inspeks : Amati adanya pembesaran rongga abdomen,keadaan kulit, luka bekas operasi pemasangan drain dan temuan lain saat melakukan inspeksi.

b.) Auskultasi : Dengarkan bunyi bising usus dan catatfrekuensinya dalam 1 menit.

c.) Palpasi : Raba ketegangan kulit perut, adanya kemungkinanpembesaran hepar, adanya massa atau cairan. d.) Perkusi : Dengarkan bunyi yang dihasikan dari ketukandirongga

abdomen bandingkan dengan bunyi normal. 7) Genitourinaria

Amati keadaan genetalia, kebersihan dan pemasangan kateter serta temuan lain saat melakukan inspeksi.

8) Ekstremitas

Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka), oedema, dan pengisian kapiler, suhu bagian akral serta temuan lain saat pemeriksaan.

9) Sistem integumen

(14)

10) Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami penyakit yang berhubungan dengan sistem neurologis)

a.) Glascow Come score b.) Tingkat kesadaran c.) Refleks fisiologis d.) Reflek patologis e.) Nervus cranial I – XII

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.

b. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya darah dari luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera pada pembuluh darah.

c. Resiko tinggi sindrom komparteman yang berhubungan dengan terjebaknya pembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.

d. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entree luka fraktur terbuka, luka pasca-bedah.

e. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cidera jaringan lunak sekuderakibat fraktur terbuka.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.

Tujuan: Dalamwaktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau teradaptasi.

Kriteria hasil: Secara subjektif, pasien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengindentifikasikan aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri,pasien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.

(15)

1) Kaji nyeri dengan skala 0 – 4

Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klen melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cidera.

2) Pantau keluhan nyeri lokal, apakah disertai pembengkakan.

Rasional: Deteksi dini untuk mengetahui adanya tanda sindrom kompartemen.

3) Lakukan manajemen nyeri keperawatan : a) Atur posisi imobilisasi.

Rasional: Mobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri

b) Manajemen lingkungan :Lingkungan yang tenang, batasi pengunjung, dan istirahatkan pasien.

Rasional: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apa bila banyak pengunjung yang berada diruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.

c) Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam ketika nyeri muncul. Rasional: Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia.

d) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

Rasional: Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri agar tidak dikimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan presepsi nyeri.

e) Lakukan menajemen sentuhan.

(16)

Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri.

4) Kolaborasi :

a) Pemberian analgesik

Rasional: Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeriakan berkurang.

b) Pemasangan traksi skeletal.

Rasional: Penarikan dengan traksi skeletal dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang dapat menekan jaringan saraf sehingga dapat menurunkan respon nyeri.

b. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya darah dari luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cidera pada pembuluh darah.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, resiko syok hipovolemik tidak terjadi. Kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit normal, TTV dalam batas nomal, CRT <3 detik, urine >600 ml/hari.

Intervensi :

1) Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, haluaran urine). Rasional: Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan oleh keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml/ hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.

2) Kaji sumber kehilangan cairan.

Rasional: Kehilangan cairan dapat berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal. Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga haris diarasi. Perdarahan harus dikendalikan.

(17)

Rasional: hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia yang menunjukkan terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.

4) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.

Rasional: Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer. 5) Pantau frekuensi dan irama jantung.

Rasional: Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukankomplikasi disritmia.

6) Kolaborasi :Pertahankan pemberian cairan melalui intravena.

Rasional: Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol asupan dan haluaran cairan.

c. Resiko tinggi sindrom komparteman yang berhubungan dengan terjebaknya bembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, resiko sindrom kompartemen tidak terjadi.

Kriteria hasil : Pasien tidak mengeluh nyeri lokal hebat, skala nyeri 0-1, CRT <3 detik, akral pada sisi lesi hangat, nadi pada sisi lesi sama dengan sisi yang sehat.

Intervensi :

1) Pantau pulsasi nadi, perfusi perifer, dan CRT pada sisi lesi setiap jam.

Rasional: perubahan nadi, perfusi, dan meningkatnya CRT pada sisi lesi menunjukkan tanda awal tidak baiknya sistem vaskuler akibat bembengkakan.

(18)

Rasional: keluhan nyeri lokal hebat pada pasien fraktur disertai pembengkakan merupakan peringatan pada perawat tentang gejala sindrom kompartemen.

3) Kaji dan bebaskan apa bila ada bagian pembebatan yang kuat pada bagian proksimal.

Rasional: pembebatan merupakan stimulus yang dapat meningkatkan respon penjepitan pada pembulur darah dan jaringan lunak lainnya sehingga harus dibebaskan.

4) Kolaborasi :Debridemen dan fasiotomi.

Rasional: Intervensi untuk menurunkan dan menghilangkan respon penjepitan pada bagian proksimal.

d. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entree luka fraktur terbuka, luka pasca-bedah.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, resiko infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi, pengangkatan jahitan pasca bedah ORIF dapat dilakukan pada hari ke-10.

Intervensi :

1) Kaji faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi yang masuk ke port de entree.

Rasional: faktor port de entree fraktur femur adalah luka terbuka dari fraktur, luka pasca-bedah, sisi luka dari staksi tulang, setiap sisi besi pada fiksasi eksterna. Faktor-faktor ini harus dipantau oleh perawat dan dilakukan perawatan luka steril.

2) Lakukan menajemen keperawatan :

a) Lakukan perawatan luka steril pada hari ke 2 pasca-bedah ORIF atau apabila kasa terlihat kotor.

(19)

b) Lakukan perawatan luka secara steril pada luka pasca-bedah ORIF dengan iodin providum dan dibersihkan dengan alkohol 70% dengan teknik swabbing dari arah dalam keluar.

Rasional: teknik swabbing secara steril dapat membersihkan sisa nekrotik, debris, dan dapat mengurangi kontaminasi kuman. c) Desinfeksi daerah pemasangan fiksasi eksterna dengan iodin

providum dan dibilas dengan alkohol 70%.

Rasional: desinfeksi dengan iodin providun dapatmenghilangkan kuman pada sekitar logam yang masuk kekulit pada fiksasi eksterna.

3) Tingkatkan asupan nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein.

Rasional: meningkatkan imunitas tubuh secara umum dan membantu menurunkan resiko infeksi.

4) Kolaborasi :Beri antibiotik sesuai indikasi.

Rasional: Satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung pada sifat patogen dan infeksi yang terjadi.

e. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cidera jaringan lunak sekuderakibat fraktur terbuka.

Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam, integritas jaringan membaik secara optimal.

Kriteria hasil : Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.

Intervensi :

1) Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada pasien.

Rasional: menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan luka, alat apa yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang akam dilakukan.

2) Lakukan perawatan luka :

(20)

Rasional: perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi kontaminasi kuman langsung kearea luka

b) Kaji keadaan luka dengan teknik membuka balutan, mengurangi stimulus nyeri. Jika perban melekat kuat, diguyur dengan NaCl. Rasional: manajemen membuka luka dengan mengguyur larutan NaCl ke kasa dapat mengurangi stimulus nyeri dan padat menghindari terjadinya perdarahan pada luka osteomielitis kronis akibat kasa yang kering karena ikut mengering bersama pus.

3) Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan. Rasional: apa bila masih belum tercapai kriteria evaluasi, sebaiknya perlu dikaji ulang faktor-faktor apa yang menghambat pertumbuhan jaringan luka.

4) Kolaborasi:Kolaborasi dengan tim bedah untuk dilakukan bedah perbaikan pada kerusakan jaringan agar tingkat kesembuhan dapat dipercepat.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Fraktur (patah tulang). (online:

http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/, akses tanggal 9 januari 2012)

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, Edisi 8., Jakarta: EGC.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media. Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa, Brahm U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengertian-pengertian dari beberapa istilah diatas maka maksud dari judul tersebut adalah suatu penelitian yang berusaha untuk membandingkan

After baptism and the laying on of hands, the same Spirit that leads us to repentance continues to work in us even more powerfully to help us see and overcome our sins

Mohon perhatian : Semua pertanyaan berikut, menanyakan mengenai rasa tersumbat di hidung yang terjadi dalam kurun waktu 6 minggu terakhir.. Catatan

Dengan demikian, untuk mengatasi kondisi hukum negara yang dinilai lemah dalam menghadapi kekerasan massa yang terjadi, kita harus melihatnya mulai dari upaya untuk melakukan

-Lokasi Lampu Hias Dalam Kota Kuala Tungkal -Pemasangan jaringan listrik instalasi dan daya SMA N 1 Pengabuan.. Belanja jasa konsultansi perencanaan Teknis Program

Penelitian yang dilakukan oleh Albrecth &amp; Richardson (1990) dan Lee Choi (2002) dalam Siregar dan Utama (2005) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki

Penyusunan Perubahan Renstra SKPD Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Klungkung Tahun 2013-2018 dimaksudkan untuk menyediakan perencanaan strategis yang menjadi

Pada fitur epidemiologi antara pasien dengan infeksi akut telah ditemukan menunjukkan peningkatan penyakit hati aktif, berkembang dalam 60% -70% dari orang yang