BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur’an adalah kumpulan firman Allah SWT yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat jibril, sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Ketika Al-Qur’an diturunkan, tidak semua manusia mampu memahami makna Al-Qur’an secara baik dan sempurna, itu semua karena tingginya kemukjizatan yang dimiliki Al-qur’an, kemudian dalam rangka bagaimana pemahaman terhadap Al-Qur’an menjadi mudah ulama-ulama tafsir kemudian mencoba menafsirkan ayat demi ayat dalam Al-Qur’an dengan metode yang berbeda-beda.
Hal ini merupakan suatu perkara yang sangat menarik untuk kita kaji guna mengetahui di mana letak titik perbedaan di antara metode-metode yang digunakan para ulama dalam menafsirkan Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana metode penafsiran dalam menafsirkan Al-Qur’an
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
METODOLOGI TAFSIR AL-QUR’AN
A. Pengertian Metodologi Tafsir
Istilah metodologi tafsir terdiri atas dua terms, yaitu metodologi dan tafsir. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodohos yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa inggris disebut method, sedang bangsa Arab menerjemahkannya dengan
thariqat dan manhaj. Sedangkan kata logos berarti ilmu pengetahuan. Sehingga pembentukan dari kata-kata tersebut berarti ilmu tentang tata cara yang dipakai untuk mencapai tujuan (ilmu pengetahuan).
Adapun Term tafsir, mempunyai dua pengertian, yaitu:
1. Pertama, tafsir adalah pengetahuan atau ilmu yang berkenaan (berhubungan) dengan kandungan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk memperolehnya.
2. Kedua, tafsir diartikan sebagai cara kerja ilmiah untuk mengeluarkan pengertian-pengertian, hukum-hukum, dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Maka isitilah metodologi tafsir berarti kerangka, kaidah, atau cara yang dipakai oleh mufasir dalam menafsirkan kandungan al-Qur’an.
B. Macam-macam Tafsir Berdasarkan Sumbernya
Ada dua bentuk penafsiran yang dikenal sampai dengan saat ini yaitu al-ma’tsur (riwayat)dan al-ra’y (pemikiran).
1. Tafsir bi Al-ma’tsur (riwayat) yaitu proses penafsiran yang menekankan pada data riwayat dari Nabi SAW. dan atau sahabat, sebagai variabel penting dalam proses penafsiran Al-Qur’an.
2. Tafsir bi Al-ra’y (pemikiran), yaitu proses penafsiran yang menekankan pada hasil pemikiran atau ijtihad.
C. Macam-macam Tafsir Berdasarkan Metodenya 1. Metode Ijmali (Global)
ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menurut susunan ayat-ayat di dalam mushhaf. Di samping itu penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa AL-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar Al-Qur’an padahal yang didengarnya itu tafsirnya. Dalam metode ijmali seorang mufasir langsung menafsirkan Al-Qur’an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. antara lain : Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karangan Muhammad Farid Wajdi, al-Tafsir al-Wasith terbitan Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, dan Tafsir al-Jalalain, serta Taj al-Tafasir karangan Muhammad ‘Utsman al-Mirghani
Kelebihannya
a. Praktis mudah dipahami
b. Bebas dari penafsiran Isra'iliyat.1
c. Tafsir Al Qur’an dengan metode ini sangat membantu bagi mereka yang termasuk pada permulaan dalam mempelajari tafsir
Kelemahan
a. Tidak ada ruang untuk lebih mengkaji lebih dalam
b. Menjadikan petunjuk al-Qur’an tidak parsial (berhubungan)
2. Metode tahlili (Analisis)
Secara terminologi metode Tahlily adalah menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan dengan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat terebut; ia menjelaskan dengan pengertian dan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surat-suratnya, asbabun nuzulnya hadis-hadis yang berhubungan dan pendapat para
mufasir terdahulu yang diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya. Diantara kitab tahlili yang mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) adalah :
Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an al-Karim, karangan Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H) dan terkenal dengan Tafsir al-Thabari.
Ma’alim al-Tanzil, karangan al-Baghawi (w. 516 H) Tafsir al-Qur’an al-Azhim, karangan Ibn Katsir; dan
Al- Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur, karangan al-Suyuthi (w. 911 H)
1 Israiliyat adalah berita yang dinukil dari orang Bani Israil, baik yang beragama Yahudi atau Nasrani.
Adapun tafsir tahlili yang mengambil bentuk ra’y banyak sekali, antara lain : Tafsir al-Khazin, karangan al-Khazin (w. 741 H)
Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, karangan al-Baydhawi (w. 691 H) Al-Kasysyaf, karangan al-Zamakhsyari (w. 538 H)
Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an, karangan al-Syirazi (w. 606 H)
Al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib, karangan al-Fakhr al-Razi (w. 606 H) Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, karangan Thanthawi Jauhari;
Tafsir al-Manar, karangan Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935 M); dan lain-lain
3. Metode muqarin (komparatif)
Secara etimologis kata maqarin adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari kata
qarana, maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan tafsir maqarin adalah tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, atau atara ayat dengan hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang 3. Perbandingan para pendapat mufasir
Adapun kelebihan metode maqarin adalah sebagai berikut : a. Memberikan wawasan yang luas
b. Membuka diri untuk selalu bersikap toleran c. Dapat mengetahui berbagai penafsiran d. Membuat mufasir lebih berhati-hati
Adapun kekurangan dari metode maqarin adalah sebagai berikut : a. Tidak cocok untuk pemula
b. Kurang tepat untuk memecahkan masalah kontemporer c. Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufasir
4. Metode Mawdhu’iy (Tematik)
mawdhu’i adalah tafsir ayat Al Qur’an berdasarkan tema atau topik tertentu. Jadi para mufasir mencari tema-tema atau topik-topik yang berada di tengah-tengah masyarakat atau berasal dari Al Qur’an itu sendiri atau dari yang lain-lain. Tafsir ayat Al Qur’an dengan metode ini memiliki dua bentuk :
a. Menafsirkan satu surat dalam Al Qur’an secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan tujuannya yang bersifat umum dan khusus, serta menjelaskan korelasi antara persoalan-persoalan yang beragam dalam surat terebut, sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang utuh.
b. Menfasirkan dengan cara menghimpun ayat-ayat Al Qur’an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat dan surat Al Qur’an yang diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian secara menyeluruh dari ayat-ayat tersebut untuk menarik petunjuk AL Qur’an secara utuh tentang masalah yang akan dibahas.
Dalam menafsirkan ayat Al Qur’an dengan metode Maudhu’i ada beberapa langkah yang harus dilewati oleh para mufasir, antara lain :
a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul yang sesuai dengan kronologi urutan turunnya ayat tersebut. Langkah ini diperlukan guna mengetahui kemungkinan adanya ayat Al Qur’an yang mansukh.
b. Menulusuri latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur’an yang telah dihimpun c. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat
tersebut, terutama adalah kosa kata yang menjadi pokok permasalahan pada ayat tersebut. Setelah itu ayat tersebut dikaji dari berbagai aspek yang masih berkaitan dengannya seperti bahasa, budaya, sejarah dan munasabat.
d. Mengkaji pemahaman ayat-ayat dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun yang kontemporer.
e. Mengkaji semua ayat secara tuntas dan seksama dengan menggunakan penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu’tabar serta didukung oleh fakta-fakta sejarah yang ditemukan.
Sementara itu Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawy seorang guru besar pada Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, dalam bukunya Bidayah fi Tafsir Al-Mawdhu’i mengemukakan secara rinci langkah-langkah yang hendak ditempuh untuk menerapkan metode mawdhu’i. Langkah-langkah tersebut adalah :
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut;
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab al-nuzulnya;
d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing; e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out-line);
f. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan;
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlak danmuqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perdebatan atau pemaksaan Metode ini pun tak luput dari adanya kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut :
a. Dapat menjawab semua persoalan masyarakat sesuai dengan kondisinya b. Lebih praktis dan sistematis
c. Sangat dinamis
d. Menafsirkannya lebih utuh
Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut : a. Memenggal ayat Al Qur’an
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode penafsiran yang digunakan para ulamak dalam menafsirkan Al-Qur’an ada empat, yaitu:
Metode tafsir ijmali adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global
Metode Tahlily adalah menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan.
Metode muqarin (komparatif) merupakan menafsirkan sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, atau atara ayat dengan hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
Metode tafsir mawdhu’i adalah tafsir ayat Al Qur’an berdasarkan tema atau topik tertentu.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://bambies.wordpress.com/2013/04/23/macam-macam-metode-penafsiran-al-quran/