• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pers Kampus dan Pendidikan Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pers Kampus dan Pendidikan Hukum"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERS KAMPUS DAN PENDIDIKAN HUKUM

1

Oleh : Pan Mohamad Faiz2

PENDAHULUAN

Pers Mahasiswa merupakan sarana bagi mahasiswa untuk menyalurkan ide kreatif dalam bentuk tulisan dan melahirkan pikiran segar guna mengaktualisasikan diri dalam merespon permasalahan keumatan. Keberadaan pers kampus dalam realita empiris sangat signifikan untuk mensosialisasi alternatif pemikiran-pemikiran terhadap permasalahan-permasalahan yang tengah berlangsung di tengah-tengah mahasiswa maupun masyarakat.

Pers mahasiswa dalam pengertian sederhana adalah pers yang dikelola oleh mahasiswa. Dalam standar fungsi dan persyaratannya, Pers mahasiswa pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan Pers pada umumnya. Perbedaan yang lahir adalah karena sifat kemahasiswaannya yang tercermin dalam bidang redaksional serta kepengurusannya. Sifat kemahasiswaan ini lahir karena ia merupakan sekelompok muda yang mendapat pendidikan di perguruan tinggi.

Begitu pula apabila kita sandarkan pada fungsinya, pers mahasiswa sama seperti fungsi pers umum, yaitu sebagai sarana pendidikan (education), hiburan (entertainment), informasi (information) dan kontrol sosial (social control). Posisi mahasiswa sebagai artikulator antara pemerintah dan masyarakat, menjadikan ia sebagai sumber informasi yang sangat berpengaruh dalam negara yang berkembang.

Pers Kampus atau Pers Mahasiswa harus peka terhadap perubahan kondisi sosial politik yang terjadi di tanah air sekarang ini. Sebelum reformasi, pers mahasiswa dapat

1

Disampaikan dalam Diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) bekerjasama dengan KOPMA FHUI pada tanggal 30 Maret 2005 di Fakultas Hukum Universitas Indoenesia.

2

(2)

2 tampil sebagai media alternatif. Saat itu pers mahasiswa masih dapat menyajikan berita atau tulisan yang pedas, keras, dan kental dengan idealismenya.

Sayangnya, meski kini kita sudah berada pada era reformasi, industri pers kampus Indonesia belum bisa membangun suatu kultur jurnalisme yang baik dan kode etik yang baik. Dibandingkan dengan pers umum, pers kampus akan lebih mudah dalam mengakomodasi nilai-nilai idealis yang sebagian di antaranya tertuang dalam kode etik wartawan Indonesia. Namun demikian, bukan berati bahwa pers kampus bebas dari intervensi. Ada kalanya, pers kampus mendapat intervensi dari pihak rektorat atau pun pihak lainnya. Intervensi yang demikian teramat sulit dihindari karena pengelolaan pers kampus berada dalam lingkungan kampus, di mana penghuninya bukan saja mahasiswa, namun para pengajar dan juga jajaran Dekanat. Apalagi, selama ini pembiayaan pers kampus juga seringkali mendapat donasi dari pihak rektorat.

Masalah keterbatasan dana bukan menjadi penyebab tunggal kurang berkembangnya pers kampus di negara ini. Masalah manajemen juga menjadi faktor penting kemandegan perkembangan sejumlah pers kampus di negara ini, sebagaimana pernah diungkapkan oleh dosen jurnalistik Fikom Unisba, Septiana Setiawan. 3

Tidak heran apabila disebutkan bahwa pers adalah pilar keempat dari demokrasi. Jadi beralasan pula apabila kita mengatakan bahwa yang diturunkan oleh pers kampus bukan berita tetapi sikap demokratis.

MEDIA PERGERAKAN

Pergerakan mahasiswa tidak bisa dipungkiri, telah melibatkan pers kampus di dalamnya. Sebab, sebagai wadah aspirasi mahasiswa, pers kampus merupakan perwujudan dari sikap mahasiswa yang ingin menata sebuah sistem yang dinamis dan bebas dari bentuk interfensi apapun. Setiap pergerakan mahasiswa mempunyai jalur dan

3 “Pers Kampus & Tumbangnya Orba”, <

(3)

3 bentuk yang berbeda. Sebuah forum pergerakan mahasiswa tentunya menjadikan ajang demonstrasi sebagai media untuk melakukan pergerakannya. Namun, pers kampus mempunyai jalur dan bentuk tersendiri, bukan melalui demonstrasi lapangan tetapi sebagai sumber pemberitaan dan penelusuran .

Meski sering disebut bermain di balik layar dari suatu pergerakan mahasiswa, namun kerja pers kampus sama beratnya dengan pergerakan dan aksi lapangan semacam demonstrasi. Apalagi dengan tuntutan harus menyampaikan informasi sejernih dan seakurat mungkin, pers kampus harus peka dan lebih berani daripada semua elemen pergerakan mahasiswa pada umumnya. Seperti kata pepatah mengatakan bahwa "mata pena lebih tajam dari mata pedang”. Mungkin disitulah yang menjadi kelebihan utama dari pers kampus itu sendiri.

Pers Mahasiswa, apapun bentuk dan formatnya, hadir dengan muatan nilai-nilai dan ciri khas tertentu tertentu. Pada masa pra kemerdekaan, pers berkala semacam "Jong Java", "Ganeca", "Indonesia Merdeka", "Soeara Indonesia Moeda", "Oesaha Pemoeda", ataupun "Jaar Boek", lahir dengan semangat kental untuk menjadi alat penyebaran ide-ide pembaharuan clan perjuangan akan arti penting kemerdekaan. Demikian halnya dengan pers mahasiswa yang lahir pada masa paska kemerdekaan.

Menurut telaah Siregar (1983), pers mahasiswa di jaman demokrasi liberal (1945-1959) ditandai dengan visi untuk pembangunan karakter bangsa atau kita kenal dengan sebutan nation building. Sedang pada masa demokrasi terpimpin (1959-1966) keberadaan pers mahasiswa sarat dengan pergolakan ideologi politik di antara para pelakunya.

(4)

4 mahasiswa yang terbit di luar kampus menjadi pers umum. Sedang pers mahasiswa yang berada di kampus diberi bantuan secara finansial oleh universitas untuk mendukung kehidupannya. Pers mahasiswa pun mulai tergantung pada pihak universitas. Seiring dengan ketergantungan itu, visi mereka pun mulai mengalami perubahan.

Tidak dapat disangkal, perjuangan pers kampus pada masa itu menuai sejumlah pujian dari berbagai kalangan masyarakat. Bahkan, sejumlah media ternama di luar negeri pun menggunakan pers kampus sebagai narasumber berita. Salah satunya yaitu mingguan Time edisi 30 Maret 1998 yang menyebut Pers Kampus sebagai salah satu "pendukung yang tak terduga".

Di bawah judul "Behind the Scenes", mingguan itu pernah menulis bahwa kampus-kampus di Indonesia yang sudah saling terhubung melalui Internet praktis tidak mudah dikendalikan oleh penguasa. Dengan mudah dan cepat segala macam informasi bisa disebarkan atau di-share bersama-sama. Jaringan informasi yang dibentuk oleh pers mahasiswa itulah yang merupakan "pendukung tak terduga" dari aksi-aksi unjuk rasa di berbagai kampus Nusantara.

Pers Kampus seperti harian Bergerak! dari Universitas Indonesia (UI) Depok, juga sempat menjadi sasaran nara sumber bagi pers manca Negara. Hal ini pun kemudian terjadi pada beberapa Pers Kampus yang terkenal vokal menyuarakan fakta pergerakan yang terjadi seperti Teknokra (Unila), Ganesha (ITB), Manunggal (Universitas Diponegoro), Balairung dan Gugat (UGM), Suara Airlangga (Unair) dan Arrisalah (IAIN Sunan Ampel), sampai Identitas (Universitas Hasanuddin Ujungpandang) - dengan pendahulu mereka yang besar seperti Harian KAMI (Jakarta) atau Mahasiswa Indonesia Edisi Jawa Barat (Bandung).

Bagi mahasiswa Universitas Indonesia itu sendiri, sejak 10 Maret 1998 kampus UI di Depok, Jawa Barat, “hanya” memiliki Majalah Berita Mahasiswa Suara Mahasiswa Universitas Indonesia. Terbitnya dua bulan sekali, 66 halaman dengan kertas yang bagus,

(5)

5 Purek III, dan Penanggung jawab: Ketua Senat Mahasiswa -, mempunyai nomor rekening di LippoBank, dan isinya cukup beragam mulai dari hal yang serius hingga santai.

Namun, ketika banyak aksi mahasiswa marak menjelang Sidang Umum MPR, Suara Mahasiswa tampak sulit berbuat sesuatu, sebab terjadinya gap informasi antara

mereka yang aktif dalam aksi-aksi mahasiswa dan mereka yang tidak. Bersama para alumni pers kampus, redaksi mulai mendiskusikan bentuk media baru guna menginformasikan dan menyebarkan kesadaran politik di kalangan mahasiswa. Muncullah gagasan menerbitkan sebuah harian sederhana, sebagai "tukang pos" penyadaran. Tanggal 10 Maret 1998 akhirnya terbit edisi perdana harian Bergerak!. Terbit Senin sampai dengan Jumat dengan empat halaman dan masih gratis.4

Pers mahasiswa, menjadi apa yang oleh Nugroho Notosusanto disebut sebagai community press sebagaimana hidup di negara-negara yang sudah maju.5 Pers mahasiswa hanya untuk melayani komunitas mereka saja, yaitu dari, oleh, dan untuk mahasiswa. Fungsi mahasiswa sebagai pelaksana aksi sosio-kebudayaan ataupun perjuangan politik sebagaimana telah dilakukan oleh para aktivis "Mahasiswa Indonesia" (dalam Raillon,1989) kini hanya tinggal mitos belaka. Betulkah demikian halnya? Bagaimana dengan pers mahasiswa di masa reformasi sekarang ini?

Tumbangnya orde baru digantikan oleh orde reformasi, dipenuhi dengan harapan-harapan idealistis akan makin bersihnya tatanan kehidupan sosial politik kita dengan nilai-nilai konstruktif untuk membangun peradaban bangsa yang jauh dari nilai-nilai koruptif, kolutif, maupun nepotif. Dalam proses reformatif ini, harus diakui peran pers mahasiswa ternyata masih cukup menonjol. Pada awal-awal kejatuhan rejim orde baru, peran pers mahasiswa sangat terasa. Melalui apa yang mereka sebut sebagai newsletter, para aktivis pers mahasiswa di Jakarta melalui "Bergerak", Yogyakarta melalui, "Gugat" ataupun kota-kota besar lainnya mengadakan liputan jurnalistik mengenai berbagai aksi

4 “Geliat Baru Pers Mahasiswa (Kompas, Minggu, 3 Mei 1998),” <

http://pipmi.tripod.com/ berita_geliat_baru_pers_mahasiswa.htm>, diakses 29 Maret 2005.

5 “Pers Mahasiswa”, <

(6)

6 mahasiswa untuk menggulingkan rejim orde baru. Kegiatan mereka terlihat kompak, karena antara satu kota dengan kota yang lainnya terjalin kontak melalui media internet

Kehidupan pers mahasiswa dewasa ini memang tidak jauh dari visi jurnalistik. Para pengelola pers mahasiswa sekarang ini lebih concern dengan hal-hal yang berhubungan aspek jurnalistik dibanding aspek idealistik. Hal ini sangat bisa dimaklumi mengingat semangat profesionalisme merupakan satu nilai dominan di masa depan. Aktif di lembaga semacam pers mahasiswa merupakan satu peluang penting untuk mempelajari satu profesi tertentu yaitu dunia kewartawanan pada khususnya dan dunia tulis-menulis pada umumnya. Apapun latar belakang pendidikan para pengelola pers mahasiswa, setelah mereka lulus nanti, mereka telah mempunyai suatu profesi tertentu untuk digeluti lebih lanjut. Terlebih sekarang ini telah terjadi booming media massa, baik cetak ataupun elektronika. Profesi sebagai jurnalis terbuka lebar bagi mereka yang berkiprah di lembaga pers mahasiswa.

PERS KAMPUS SEBAGAI CIVIL SOCIETY

Civil society di sini dimaksudkan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain oleh kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting).6

Sebagai salah satu bentuk khusus dari lembaga pers, pers mahasiswa juga mempunyai peluang besar untuk membantu terciptanya suatu ruang publik yang bebas bagi terjadinya dialog idiologis di antara berbagai kepentingan politis yang ada di lingkungan mahasiswa sendiri. Mengapa tidak? Dengan kebebasan yang dimilikinya, pers mahasiswa bisa secara optimal melakukan berbagai fungsi sosiologis ataupun ideologisnya. Hal ini disebabkan pers mahasiswa mempunyai peran penting dalam

6Sunarto, “Pers Mahasiswa: Persemaian Public Sphere Civil Societ.”Ma

(7)

7 mensosialisasikan nilai-nilai tertentu di masyarakatnya. Hal itu tampak dari fungsi yang dijalankannya, yaitu sebagai alat untuk pengawasan lingkungan (surveillance of the environment), menghubungkan bagian-bagian dalam masyarakat (correlation of the parts

of society), transmisi warisan sosial (transmission of the social heritage), dan hiburan (entertainment). 7

Keberhasilan pers mahasiswa dalam membantu menumbuhkembangkan civil society di Indonesia akan dapat berhasil dengan baik apabila ia mampu menampilkan

dirinya sebagai pers mahasiswa yang benar-benar mampu memenuhi validitas kesahihannya. Habermas, artinya pers mahasiswa harus mampu tampil secara profesional sebagaimana pers umum. Tanpa profesionalitas itu, pers mahasiswa memang hanya akan menjadi laboratorium jurnalistik belaka.

IDEALISME DAN IDEOLOGI PERS KAMPUS

Pers kampus, sebagai bentuk organisasi mandiri idealnya harus menjadi lembaga yang mampu memberikan informasi yang jernih dan akurat, tanpa ada manipulasi sedikit pun. Hal ini dilakukan dalam rangka sekaligus untuk menghapus bayang-bayang kediktatoran penguasa yang selama ini mengintervensi segala bentuk kekritisan, baik di dalam tataran universitas maupun di lingkungan masyarakat luas umumnya.

Permasalahan signifikan yang dihadapi pers kampus dalam perjuangannya yang tidak bisa dipungkiri yaitu masalah modal dan ruang. Adanya modal akan menciptakan ruang untuk berkreasi. Modal adalah unsur sentral di dalam perjalanan sebuah media penerbitan di manapun media itu berada. Modal berkaitan dengan uang (money) dan uang adalah suatu bentuk kekuasaan. Tidak dapat pula dipungkiri bahwa uang telah menjadi titik penentu sebuah kekuasaan dewasa ini, hal mana telah dibuktikan dengan sebuah realita di masyarakat yang menjadikan uang sebagai jangkar untuk menyambung kehidupan.

7

(8)

8 Pers kampus harus membakar lidahnya sendiri ketika pemodal (rektorat) membatasi kinerja. Demi kelangsungan hidupnya, suatu pers kampus banyak yang menodai ideologinya sendiri yang tentunya teramat kita sayangkan. Dengan kata lain, tidak ada uang, maka ruang pun terancam!

Sebagai organisasi yang bisa dikatakan independen, modal utama sebenarnya bukanlah uang semata. Tetapi sebuah pemikiran yang logis dan kritis serta kerja keras menuju sebuah perubahan ke depan. Sebuah pergerakan yang dinamis dan keinginan yang kuat merupakan modal utama yang sejatinya. Dari hal tersebut, pers kampus dapat mengembangkan dirinya sesuai kreativitasnya untuk keluar dari bayang-bayang penguasa kampus.

Masuk ke dalam dunia bisnis media adalah salah satu jalannya yaitu dengan memperbanyak jumlah iklan dan sponsor. Namun, permasalahan utamanya dapat mengakibatkan hilangnya identitas dan jati diri sebagai pers mahasiswa, melainkan berubah wujud menjadi pers komersial. Pertimbangan inilah yang selalu menjadi langkah berat dari kawan-kawan pers kampus yang ingin mencoba terjun ke dunia bisnis media.

Sekali terjebak dalam dunia bisnis, maka ideologi akan dipertaruhkan. Pers kampus itu sendiri sebenarnya adalah sebuah media mahasiswa alternatif dan pergerakan yang menjauhkan diri dari segala bentuk interpensi, terutama pihak pemodal dan kaum kapitalis. Solusinya, sebagian tidak bisa menutup diri terhadap dunia bisnis. Namun penetapan batasan yang jelas menjadi kuncinya selama hal tersebut tidak mengubah dan merusak tatanan dalam pers kampus itu sendiri.8

Kekuatan pers ini hanyalah loyalitas dan dedikasi pengelolanya saja. Biaya yang kita keluarkan ibarat biaya hidup sehari-hari ketika berkuliah. Namun untuk urusan keberanian, dengan tutup mata pun dapat didalilkan bahwa pers umum kalah dibandingkan dengan pers mahasiswa. Lebih-lebih di zaman reformasi seperti ini, tak

8 Deni Adndriana, “Pers Kampus.” <

(9)

9 peduli amburadul-nya manajemen, tata tulis, logika pikir, atau argumentasi, namun statement paling lugas dan vulgar tentang fakta politik nasional - yang seandainya

dipampang di pers umum pasti akan langsung kena bredel – akan dengan mudah muncul di halaman pers mahasiswa.

Sulit untuk tidak mengatakan pers mahasiswa tidak signifikan. Mustahil pula untuk mengesampingkan peran pers mahasiswa dalam proses berkembangnya aksi-aksi mahasiswa akhir-akhir ini. Dalam kondisi seperti itu daya hidup pers mahasiswa kemudian justru terpelihara karena keunikan posisinya. Mereka antara tergantung dan tidak tergantung. Jika ada dana fakultas atau jurusan mereka tergantung. Tetapi apabila kita sebut tergantung, sama sekalipun juga tidak. Buktinya, jika terjadinya pendanaan yang kurang, para pengelolanya akan melakukan apa saja termasuk denganc ara mencari hutang. Kalau diperlukan sekalipun, sebagian dana kos yang diperoleh dari orangtuanya atau sisa penghasilan dari penyelenggaraan seminar yang mereka selenggarakan akan dialihkan untuk biaya penerbitan.9

PERS KAMPUS ONLINE

Lima bulan setelah Soeharto turun dari kekuasaan, tepatnya pada pertengahan Oktober 1998, Majalah Mahasiswa UGM “Balairung” mengadakan seminar tentang, Reorientasi Pers Mahasiswa Pasca Soeharto. Maka munculah pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pers mahasiswa setelah Indonesia memasuki zaman baru yang lebih terbuka, lebih bebas, dan lebih demokratis? Mengingat selama bertahun-tahun pers mahasiswa justru mengambil peran penting di tengah-tengah situasi yang tertutup dan mengekang. Dalam kurun waktu tersebut mereka berani mengungkap fakta-fakta penting dan tersembunyi di bili-bilik para penguasa.

9 “Modalnya Cuma Keberanian dan Loyalitas (Kompas, Minggu 3 Mei 1998),”

(10)

10 Pada era terbuka dan bebas seperti sekarang ini, tentu dengan modal keberanian saja tidak cukup. Pasalnya pers umum, apalagi mereka yang baru terbit, kini jauh lebih berani dan bahkan jauh lebih nekat. Tidak hanya dalam beropini, namun juga dalam mengungkap berbagai fakta. Tidak bisa dibayangkan sebelumnya bahwa Soeharto kemudian disebut-sebut sebagai otak peristiwa 30 September 1965, bahkan Ia disebut sebagai kader komunis sejati.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas, pers mahasiswa sebaiknya menjadi bagian dari comunity paper. Artinya, ia harus berupaya memenuhi kebutuhan informasi komunitasnya yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh pers umum. Ia harus peka dan peduli terhadap masalah-masalah yang terjadi di tempat dia berasal. Dengan saran menjadi comunity paper, bukan berarti penulis bermaksud mengabaikan kepedulian pers mahasiswa terhadap masalah-masalah “besar” ataupun masalah-masalah sosial politik nasional. Maksudnya adalah para aktivis pers mahasiswa tidak perlu bersusah payah meliput, apalagi ikut-ikutan mengungkap fakta berskala nasional. Sebab kalau itu yang dilakukan, aktivis pers mahasiswa pasti akan kalah bersaing dengan media umum yang memiliki modal kuat dan ditunjang tenaga yang profesional. Pers mahasiswa cukup menyampaikan opini dengan sudut pandang lokal artinya berdasar pemahaman dan cara berpikir komunitasnya sendiri terhadap masalah-masalah nasional yang muncul. Dengan demikian, meskipun membicarakan problem nasional, pers mahasiswa bisa benar-benar membumi dan tumbuh-berkembang dari komunitasnya.

(11)

11 Internet sebagai sarana media informasi memiliki dua kelebihan, yaitu kecepatan dan daya jangkau. Dengan hanya membuat situs (website) yang diisi oleh materi edisi cetak, maka aktivis pers mahasiswa hanya akan memanfaatkan daya jangkaunya saja. Hal itu pun kalau alamat situs telah diketahui oleh banyak orang. Sadangkan untuk faktor kecepatan, sama sekali tidak tersentuh. Padahal kalau faktor kecepatan ini benar-benar dimanfaatkan oleh mahasiswa, maka efek dari produk pemberitaan mahasiswa akan benar-benar terasa. 10

Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi apabila mahasiswa (Indonesia) di seluruh dunia dapat mengikuti peristiwa tertembaknya seorang demontsran di sebuah kampus hanya bermodalkan dari situs yang terus-menerus di-update. Hal ini sebetulnya bukan baru sama sekali di lingkungan aktivis mahasiswa, sebab saat menggerakkan demo untuk menurunkan Soeharto, mereka pun sudah memanfaatkan e-mail sebagai sarana komunikasi dan tukar informasi yang cepat. Hanya karena sifatnya yang belum massal, maka efeknya pun masih terbatas dan tidak serentak.

Lewat internet manusia memang tengah 'memperkecil' dunia. Tentu aktivis pers mahasiswa tidak ingin ketinggalan dalam proses tersebut. Paling tidak dengan internet mereka bisa 'menyatukan' dunia mahasiswa dan kampus yang bertebaran di berbagai kota. Bukankah hal ini merupakan cita-cita setiap aktivis (pers) mahasiswa itu sendiri? Dalam proses inilah para aktivis pers mahasiswa bisa menjalankan tugasnya secara maksimal tanpa dihantui oleh perasaan takut hanya karena hasil kerjanya tidak bisa diterbitkan akibat terbatasnya pendanaan.

Masalahnya adalah bagaimana membuat orang tertarik untuk terus-menerus untuk membuka suatu situs berita mahasiswa? Pertama, situs ini harus selalu menampilkan informasi terbaru yang artinya harus di-update terus-menerus. Kedua, informasi yang ditampilan harus pula menyajikan informasi yang menarik. Tentu ini adalah pekerjaan berat apabila hanya dilakukan oleh sekelompok aktivis mahasiswa dari satu atau dua

10 Didik Supriyanto, “Menggagas Media Kampus Online.” Makalah disampaikan pada Seminar

(12)

12 kampus. Karena disamping keterbatasan waktu para aktivis pers mahasiswa untuk membuat karya jurnalistik, kenyataannya tidak setiap hari terjadi peristiwa yang menarik untuk diliput pada suatu kampus.

Untuk mengatasi masalah ini, maka lembaga-lembaga pers mahasiswa yang ada dapat secara bersama-sama membuat satu situs yang berisi tentang berita kampus. Dengan banyaknya lembaga yang terlibat dalam pengisian situs tersebut, maka pembaharuan berita akan dapat terjaga. Masalahnya, apakah lembaga-lembaga pers mahasiswa mau untuk secara bersama-sama membangun satu situs bersama untuk menyalurkan berita-berita kampus yang mereka tulis sendiri? Sejauh pantauan penulis, keinginan untuk itu sudah ada, namun harapan tidaklah besar bahwa semua lembaga pers mahasiswa akan terlibat dalam proses ini

KONTIBUSI PERS KAMPUS BAGI PENDIDIKAN HUKUM

Dengan melihat perkembangan dan peran pers kampus sepanjang sejarahnya, maka sudah tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa pers kampus merupakan suatu sarana bagi pengembangan daya pemikiran dan intelektualitas bagi masyarakat Indonesia. Berbagai tema dan topik yang diangkat sangat kental dan dekat dengan kebutuhan informasi yang diinginkan oleh setiap orang, terlepas dari cara dan etika penulisan yang belum profesional. Lalu bagaimanakah dengan peran Pers Kampus itu sendiri dalam pencerahan bagi mahasiswa maupun masyarakat dalam bidang hukum? Penulis menyadari bahwa porsi dan muatan berita-berita pers kampus mengenai topik yang bersinggungan dengan hukum sangatlah sedikit.

(13)

13 sangat dibutuhkan oleh seluruh elemen bangsa ini, mengingat negara kita adalah negara yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan.

Memang sangat disayangkan bahwa mahasiswa sebagai katalisator dan agent of change bangsa ini tidak banyak memberikan kontribusinya bagi pengembangan pendidikan hukum di tengah-tengah masyarakat. Penulis berpendapat bahwa salah satu alasan terjadinya hal tersebut disebabkan oleh sangat minimnya tingkat keinginan dan inisiatif dari penulis mahasiswa yang mau untuk memberikan tulisan hukumnya untuk digulirkan ditengah-tengah masyarakat. Kemudian yang menjadi kendala berikutnya yaitu sedikitnya tingkat kemampuan dan pengetahuan komunitas pers mahasiswa mengenai berita-berita hukum, mengingat bidang hukum dianggap sebagian kalangan

adalah bidang “ekslusif” dari komunitas hukum saja. Sehingga bagi mereka yang berada di luar komunitas tersebut (outgroup) akan merasa segan untuk menulis berita terkait dengan isu hukum bahkan cenderung untuk tidak berani.

Lalu apa yang sebenarnya dilakukan oleh mahasiswa hukum itu sendiri? Saat ini ada kecenderungan mereka lebih senang untuk menulis mengenai hal-hal yang berbau bidang sosial-politis dikarenakan pendapat mengenai hal yang demikian adalah hal yang tidak terlalu terkoridor dengan tatanan-tatanan hukum yang telah ada, sehingga untuk dikritisi atau didebat sekalipun akan sangat luas batasannya.

(14)

14 kerap diburu oleh komunitas hukum nasional. Untuk menyebut beberapa jurnal tersebut yaitu di antaranya seperti Teropong (MaPPI), Jurnal Hukum dan Pembangunan (Tim Pengajar Bidang Tata Negara), Indonesian Journal of International Law – IJIL (LKHI), dan lain sebagainya.

Refleksi bagi kita semua atas dinamika pers kampus dan dialektika mahasiswanya bahwa saat ini kita belum mampu memberikan kontribusi banyak bagi dunia pendidikan hukum Indonesia. Padahal, pers kampus sebagai media alternatif sebenarnya dapat juga menjadi media advokasi dan transformasi pendidikan hukum bagi masyarakat yang seringkali terbuai dari sistem yang ada, yaitu suatu nilai sistem yang pada hakikatnya ternyata justru mengkebiri hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu bukti kemerosotan yang terjadi adalah pada enkulturasi ketiga sudah tidak dilakukan lagi membahasakan oleh orang tua, sehingga generasi keempat pada

Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diikuti oleh semester III (tiga), dalam mata kuliah ini yang dibahas adalah Manajemen Keuangan, Analisa Laporan

Pria yang melakukan latihan angkat beban diindikasikan melakukan diet yang tidak sehat 26 yang dapat mempengaruhi asupan energi namun dari analisis bivariat tidak

[r]

Oleh karena itu penulis mencoba untuk membuat suatu aplikasi dengan menggunakan program Microsoft Visual

Secara teori, semua file umum yang ada di dalam komputer dapat digunakan sebagai media, seperti file gambar berformat PNG ( Portable Network Graphics ), JPEG ( Joint

(1) Setiap produsen atau distributor susu formula bayi dan/ atau produk bayi lainnya dilarang memberikan hadiah dan/ atau bantuan kepada tenaga kesehatan, penyelenggara

Skop kertas ini memberi tumpuan kepada proses penghasilan grafit nanoplat dan grafin multi-lapisan berdasarkan teknik pengelupasan kerana teknik ini menghasilkan grafin