• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dosis Starter dalam Pemanfaatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Dosis Starter dalam Pemanfaatan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Enau atau aren (Arenga pinnata suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama seperti enau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk, atau ijuk (aneka nama local di Sumatera dan Semenanjung Malaya); akol, akel, akere, inru, indu, (di Nusa Tenggara); moka, moke, tuwa, tuwak, (Bahasa-bahasa di Sulawesi), dan lain-lain. Bangsa Belanda mengenal sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan bangsa Jerman menyebutnya zuckerpalme. Dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau gomuti palm (Ismanto, 2011).

Pohon aren menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya popular sebagai tanaman yang serbaguna, terutama sebagai penghasil gula. Dibeberapa daerah di Indonesia nira juga difermentasi menjadi semacam minuman beralkoholyang disebut tuak atau didaerah timur disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus)) atau sejenis manggis hutan (Garcinia) kedalam air nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.

Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkannya begitu saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka. Cuka dari aren ini kini tidak lagi popular, terdesak oleh cuka buatan pabrik. Dalam 100 mL air nira segar mengandung sukrosa 13,9 – 14,9%, karbohidrat 11,28%, abu 0,04%, protein 0,2% sedangkan produksi nira aren sendiri bisa mencapai 8,0 – 30,0 liter/hari/pohon (Burhanuddin, 2012).

(2)

yang bersama-sama polisakarida membentuk jalinan yang terus-menerus menebal menjadi lapisan nata (Yuanita, 2008).

Banyak peneliti telah membuat berbagai nata antara lain dengan menggunakan molase (Yuanita, 2008), dan juga dengan menggunakan pulpa dari biji buah coklat (Hati, 2007). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui pemanfaatan air nira sebagai pengganti air kelapa untuk pembuatan nata de arenga.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah air nira aren dapat digunakan sebagai pengganti air kelapa untuk pembuatan nata de arenga ?

2. Apakah dosis starter berpengaruh terhadap kualitas nata de arenga ?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bahwa air nira aren dapat digunakan sebagai pengganti air kelapa untuk pembuatan nata de arenga.

2. Untuk mengetahui pengaruh dosis starter terhadap kualitas nata de arenga.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa air nira dapat digunakan sebagai pengganti air kelapa untuk pembuatan nata de arenga. 2. Untuk memberikan informasi kepada pemerintah bahwa air nira dapat

dikembangkan untuk menghasilkan suatu produk pangan.

3. Untuk mendirikan kampung mandiri dalam memproduksi bahan pangan berupa nata dari air nira.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori 1. Tanaman Aren

Enau atau aren (Arenga pinnata suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama seperti enau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk, atau ijuk (aneka nama local di Sumatera dan Semenanjung Malaya); akol, akel, akere, inru, indu, (di Nusa Tenggara); moka, moke, tuwa, tuwak, (Bahasa-bahasa di Sulawesi), dan lain-lain (Ismanto, 2011).

Pohon aren menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya popular sebagai tanaman yang serbaguna, terutama sebagai penghasil gula. Dibeberapa daerah di Indonesia nira juga difermentasi menjadi semacam minuman beralkoholyang disebut tuak atau didaerah timur disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus)) atau sejenis manggis hutan (Garcinia) kedalam air nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.

(4)

Tangkai daun aren panjangnya dapat mencapai 1,5 meter, helaian daun panjangnya dapat mencapai 1.45 meter, lebar 7 cm dan bagian bawah daun ada lapisan lilin. Saat ini telah tercatat ada empat jenis pohon yang termasuk kelompok aren yaitu : Arenga pinata, Arenga undulatitolia, Arenga westerhoutii dan Arenga ambcang. Diantaranya keempat jenis tersebut yang sudah dikenal manfaatnya adalah arenge pinata, yang dikenal sehari-hari dengan nama aren atau enau. Usaha pengembangan atau pembudidayaan tanaman aren di Indonesia sangat memungkinkan. Disamping masih luasnya lahan-lahan tidak produktif, juga dapat memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri atas produk-produk yang berasal dari tanaman aren, sekaligus meningkatkan pendapatan petani dari usaha tani tanaman aren dan dapat pula ikut melestarikan sumber daya alam serta lingkungan hidup (Pasa, 2013).

2. Klasifikasi Tanaman Aren

Menurut Alam dan Suhartati (2010), sistematika tanaman aren ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Monocotyledonae

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Arenga

Spesies : Arenga pinnata

3. Air Nira

(5)

mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan batang bambu untuk menampung cairan yang menetes.

Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka batang bambu yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore (Pasa, 2013).

Nira dalam keadaan segar tidak berwarna, tidak berbau, harum, dan manis. Menurut Ismanto (2010), bahwa komposisi nira aren dalam 100 mL dengan berat jenis 1,0135 pada 84⁰C adalah sebagai berikut :

• Sukrosa 7,10 gram

Air kelapa yang diperoleh dari buah kelapa (Cocos nucifera) sering dianggap sebagai limbah, terutama jika kita perhatikan penanganannya di pasar tradisional tempat penjualan kelapa parut, bahan ini sering dipakai sebagai air pencuci bagi kelapa yang akan diparut atau dijual dengan harga yang sangat murah, namun jika tidak laku air kelapa ini akan dibuang begitu saja. Pemanfaatannya di Indonesia paling banyak adalah sebagai bahan baku pembuatan nata de coco, atau diminum sebagai air segar pelepas dahaga, untuk kelapa yang masih muda dan untuk memperoleh air kelapa yaitu dengan cara pengupas sabut kelapa kemudian dibelah dengan cara yang sederhana (Saragih, 2013).

(6)

minuman ringan lainnya, sehingga mikroba mudah tumbuh dan berkembang (Lindu, dkk. 2010).

Menurut asam amino yang banyak terkandung pada air kelapa adalah asam glutamat, arginin, leusin, lisin, prolin, asam aspartat, alanin, histidin, fenilalanin, serin, sistin, dan tirosin. Vitamin yang banyak terkandung pada air kelapa adalah vitamin C, asam nikotinat, asam. Jenis mineral terbanyak yang terdapat pada air kelapa adalah potasium (kalium). Mineral lain yang terdapat dalam jumlah cukup banyak kalsium, magnesium, dan klorida, sedangkan dalam jumlah sangat sedikit adalah sodium (Pambayun, 2012).

5. Nata

Dalam sejarahnya, industri pembuatan nata diawali di tingkat rumah tangga, yaitu dengan menggunakan sari buah nanas sebagai bahan bakunya. Produk yang dihasilkan diberi nama nata de pina. Oleh karena nanas bersifat musiman, industri pembuatan nata de pina tidak dapat berlangsung sepanjang tahun. Untuk mengatasi hal tersebut, dicari alternatif penggunaan bahan lain yang bisa tersedia dengan mudah sepanjang tahun dan murah harganya. Pilihan tersebut kemudian jatuh pada air kelapa, yaitu limbah dari industri pembuatan kopra atau minyak goreng. Nata yang dihasilkan dari air kelapa disebut nata de coco (Daulay, 2013).

Di Indonesia, nata de coco mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan pada 1975. Produk ini mulai dikenal luas di pasaran sejak tahun 1981. Dengan semakin digemarinya nata de coco di Indonesia, mulailah bermunculan beberapa industri pengolah nata de coco di Tanah Air. Selanjutnya nata de coco dapat dikembangkan sebagai salah satu komoditas ekspor ke berbagai negara nontropis, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara di Eropa. Permintaan nata de coco akan meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Natal, Lebaran, Tahun baru, dan peristiwa-peristiwa penting lainnya (Fardiaz, 2010).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nata

(7)

1. Temperatur ruang inkubasi

Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada umumnya suhu fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar (280C). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang akhirnya juga menghambat produksi nata (Budiyanto, 2012).

2. Jenis dan konsentrasi Medium

Medium fermentasi ini harus banyak mengandung karbohidrat (gula) di samping vitamin dan mineral, karena pada hakekatnya nata tersebut adalah slime (menyerupai lendir) dari sel bakteri yang kaya selulosa yang diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini dalam kondisi yang optimum memiliki kemampuan yang luar biasa untuk memproduksi slime sehingga slime tersebut terlepas dari sel vegetatif bakteri dan terapung-apung di permukaan medium. Pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula yang kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa yang merupakan bahan dasar pembentukan slime. Kadar karbohidrat optimum untuk berlangsungnya produksi nata adalah 10% (Darwiz, 2010).

3. Jenis dan konsentrasi stater

(8)

produksi nata, yang berarti lebih dari 4 minggu, maka kualitas nata yang diproduksi akan menurun (Warisno, 2014).

6. pH fermentasi

Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5 atau dalam suasana asam. Pada kedua kondisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun tajam. Suatu perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang amat penting bagi organisme (Hidayat, 2009).

7. Tempat fermentasi

Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk nata. Di samping itu tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam kondisi steril. Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan bahwa selama proses pembentukan nata langsung harus dihindari gerakan atau goncangan ini akan menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan nata yang baru yang terpisah dari nata yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi nata tidak standar (Budiyanto, 2012).

6. Kandungan Gizi Nata

Dilihat dari zat gizinya, nata tidak berarti apa-apa karena produk ini sangat miskin zat gizi. Karena kandungan zat gizi (khusunya energi) yang sangat rendah, produk ini aman untuk dimakan siapa saja. Produk ini tidak akan menyebabkan kegemukan, sehingga sangat dianjurkan bagi mereka yang sedang diet rendah kalori. Keunggulan lain dari produk ini adalah kandungan seratnya yang cukup tinggi terutama selulosa. Peran utama serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air yang dapat melunakkan feses.

(9)

kandungan serat kasar relative tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula, dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung (Joseph, 2010).

7. Acetobacter

Adapun jenis-jenis bakteri Acetobacter adalah sebagai berikut :

a. Acetobacter acetii, ditemukan oleh Beijerinck pada tahun 1898. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati 2 hari fermentasi akan menjadi berasa masam (Gonzalez, 2012).

b. Acetobacter xylinum, bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco. Acetobacter xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substrat. Bakteri ini juga terdapat pada produk pangan yaitu fermentasi dari nanas atau disebut nata de soya (Hidayat, 2009).

c. Acetobacter suboxydans, bakteri ini dapat mengubah glukosa menjadi asam askorbat ( vitamin C ).

d. Acetobacter orleanensis, bakteri ini dapat mengubah etanol menjadi cuka. (Mckane and Judy, 2010).

e. Acetobacter indonesianensis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini merupakan bakteri asli Indonesia (Fardiaz, 2010).

f. Acetobacter cibinongensis, bakteri ini berasal dari daerah Cibinong.

g. Acetobacter syzygii, ditemukan pada tahun 2002. Bakteri ini berasal dari buah sirsak (Pelczal, 2011).

h. Acetobacter tropicalis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini berasal dari daerah tropis (Mckane and Judy, 2010).

i. Acetobacter bogoriensis, bakteri ini berasal dari daerah tropis. Jenis Acetobacter 5 – 9 adalah spesies baru yang merupakan bakteri asli Indonesia, yang ditemukan oleh Dr. Puspita Lisdayanti (Hidayat, dkk.2009).

(10)

Bakteri pembentuk nata termasuk kedalam golongan Acetobacter, yang mempunyai ciri – ciri antara lain : ”sel bulat panjang sampai batang (seperti kapsul), tidak mempunyai endospora, sel – selnya bersifat gram negatif, bernafas secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil (Rahman, 2011). Acetobacter xylinum mempunyai tiga enzim yang aktif, yaitu enzim kinase, enzim ekstraseluler selulosa polimerase, dan enzim protein sintetase. Enzim ekstraseluler selulosa polimerase aktif pada pH 4 yang berfungsi untuk membentuk benang-benang selulosa (nata). Enzim protein sintetase aktif pada pH 3-6 yang berfungsi untuk mengubah makanan yang mengandung C, H, O, dan N menjadi protein (Soekarto, 2010).

Dalam medium cair, Acetobacter xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi medium dan pH medium.

2.2 Hasil Penelitian yang Relavan

Hasil penelitian terdahulu oleh Rohadi pada tahun 2012 tentang Kajian Penambahan Sukrosa Pada Pembuatan Nata Pinnata Menggunakan Limbah Cair Dari Proses Pengolahan Buah Kolang Kaling yang memperolah hasil bahwa limbah cair buah kolang kaling mampu menghasilkan nata de pinata dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum dengan penambahan sukrosa yang sangat mempengaruhi pembentukan nata.

Nurdiyanto dan Nadiyah tahun 2014 tentang Kemampuan Bakteri Acetobacter xylinum Mengubah pada Limbah Padi (Bekatul) Menjadi Sellulosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Acetobacter xylinum mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sellulosa dengan ketebalan, berat basah dan kadar serat yang berbeda. Peningkatan kadar serat seiring dengan meningkatnya konsentrasi bekatul yang diberikan. Peningkatan kadar serat tampak nyata pada pemberian bekatul 1 g/L, 5 g/L, dan 10g/L. Namun, pemberian bekatul sebesar 15 g/L dan 20 g/L tidak menunjukkan peningkatan kadar serat yang nyata.

(11)

Nira merupakan air aren yang diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan batang bambu untuk menampung cairan yang menetes.

Air nira segar mengandung beberapa komponen seperti sukrosa, karbohidrat, abu, dan protein. Di Indonesia nira diolah menjadi gula aren maupun asam cuka. Selain itu, air nira jarang digunakan untuk pembuatan nata. Hanya bahan yang sering kali digunakan adalah air kelapa. Maka dari itu peneliti mengggunakan air nira ini sebagai pengganti air kelapa untuk pembuatan nata de arenga. Adapun gambaran dari kerangka pikir adalah sebgai berikut :

2.3 Hipotesis

Kebutuhan Gizi dan Pangan Masyarakat

Karbohidrat Serat

Air Nira Air Kelapa

Produk Murah Bernilai Gizi

(12)

Ada pengaruh dosis starter dalam pemanfaatan air nira (Arenga pinnata) sebagai pengganti air kelapa (Cocos nucifera) untuk pembuatan nata de arenga. Secara statistik, hipotesis, dapat ditulis sebagai berikut :

H0 : Ds = 0

H1 : Ds ≠ 0

(13)

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang bersifat eksperimen atau percobaaan dimana bertujuan untuk mengetahui dosis starter yang paling baik dalam menghasilkan nata de arenga yang berkualitas

3.2 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah air nira yang diperoleh dari tandan yang dipotong dan di ujungnya digantungkan batang bambu untuk menampung air nira yang menetes selama 10 jam.

3.3 Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas adalah dosis starter.

2. Variabel terikat adalah produksi nata de arenga.

3.4 Definisi Operasional Variabel

1. Dosis starter merupakan ukuran starter (bibit Acetorbacter xylinum) yang digunakan untuk merubah air nira menjadi nata de arenga dalam satuan mL. 2. Produksi nata de arenga merupakan suatu kegiatan untuk menambah daya

guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya, meliputi berat dan ketebalan nata de arenga.

3.5 Waktu dan Tempat

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan November 2016 -Januari 2017. Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Laboratorium Sel dan Jaringan Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopodan tempat pengambilan sampel di Desa Tumbubara, Kecamatan Bajo Barat, Kabupaten Luwu.

(14)

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yang masing-masing diberi simbol P1, P2, P3. Adapun perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini untuk 500 mL air nira dan bahan tambahannya (media untuk nata) adalah ebagai berikut:

P1 = media untuk nata + starter 30 mL,

P2 = media untuk nata + starter 50 mL,

P2 = media untuk nata + starter 70 mL

Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Dengan demikian akan melibatkan unit percobaan sebanyak 3 x 3 = 9 dalam waktu pengamatan selama 9 hari.

3.7 Alat dan Bahan 1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kompor, panci untuk merebus air nira, gelas ukur besar 1 liter, gelas ukur 250 mL, botol bekas sirup, sendok, saringan air nira, nampan 9 buah, penggaris, ember/baskom, timbngan analitik dan kertas pH.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air nira yang telah ditampung selam 10 jam, air kelapa muda 1 liter, sebanyak 5 liter, kertas koran, gula pasir 600 gr, starter (bakteri Acetobacter xylinum) 600 mL, asam asetat/asam cuka 120 mL, pupuk ZA (NH4)2SO4 30 gr.

3.8 Metode Kerja

Adapun metode kerja yang akan dilakukan untuk pembuatan nata de arenga dengan bahan baku air nira pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peremajaan starter atau bibit (Acetobacter xylinum)

(15)

pupuk ZA sebayak 5 gr, setelah dingin pada air kelapa muda ditambahkan asam cuka glasial sedikit demi sedikit sampai diperoleh pH 3-4. Masukkan cairan kedalam botol steril. Ujung botol ditutup dengan kertas aluminium foil dan diikat karet gelang. Letakkan botol pada ruangan inkubasi selama 3 hari atau sampai terbentuk lapisan putih pada bagian atas.Pada bagian bawah lapisan putih terdapat larutan yang keruh, larutan inilah yang mengandung banyak Acetobacter xylinum.

2. Persiapan alat dan bahan

Tahap awal yaitu mempersiapkan alat dan bahan. Mencuci semua peralatan sampai bersih dan mengeringkan sebelum digunakan. Nampan plastik yang akan digunakan sebagai wadah media dibersihkan terlebih dahulu dan disterilkan. Sterilisasi ini dilakukan dengan cara membasahi nampan dengan alkohol 70% atau dengan air panas atau dengan dijemur dibawah terik sinar matahari selama 2 jam hingga rata dan kering. Setelah itu, nampan ditutup dengan kain saring atau kertas koran dan diikat dengan karet untuk menjaga kesterilannya. Dimana kain saring atau koran disterilkan dengan cara dibersihkan dan dipanaskan.

3. Penyaringan dan pendidihan

Menyaring air nira ± 5 liter dengan menggunakan saringan. Kemudian memanaskan hingga mendidih selama ± 30 menit. Selama proses ini berlangsung, bahan-bahan pembantu yang terdiri atas pupuk ZA 25 gr dan gula pasir 500 gr dimasukkan sambil terus diaduk agar dapat larut dengan cepat dan merata. Menambahkan asam cuka sedikit demi sedikit hingga pH mencapai ± 3-4. Jika tingkat pH sudah tercapai, pemanasan harus segera dihentikan untuk mencegah penguapan asam secara berlebihan.

4. Penambahan bibit atau starter

Setiap nampan yang berisi media fermentasi ditambahkan bibit starter sebanyak 30 mL starter untuk perlakuan pertama (P1), 50 mL untuk perlakuan kedua (P2) dan 70 mL untuk perlakuan ketiga (P3).

(16)

Media fermentasi hasil pendidihan dituangkan kedalam nampan plastik sebanyak 500 mL untuk setiap nampan. Kemudian segera ditutup kembali dengan koran. Selanjutnya didinginkan hingga suhu kamar.

6. Fermentasi

Media fermentasi yang telah diberi starter diperam selama 9 hari. Setelah pemeraman berlangsung selama 2 hari, keberhasilan proses fermentasi dapat dilihat melalui ada tidaknya lapisan tipis pada permukaan media fermentasi. Bila terdapat lapisan tipis berarti proses fermentasi berjalan dengan baik.Lapisan tersebut akan tebal dari hari ke hari.

7. Panen dan pengukuran

Setelah 9 hari pemeraman lapisan atau lembaran nata de arenga diangkat. Kemudian nata dicuci dengan air bersih. Kemudian diukur ketebalan dan ditimbang beratnya sesuai dengan masing-masing perlakuan.

3.9 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran berat dan ketebalan nata de arenga dengan berbahan dasar air nira dan mencatat hasil penelitian.

3.9 Teknik Analisis Data

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. dan Suhartati, 2010. Pengusahaan hutan aren (Arenga pinnata) rakyat di Desa Umpunge Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan. Buletin Penelitian Kehutanan Vol.6 No.2 2010 : 59-70. Balai Penelitian Kehutanan. Makassar.

Budiyanto,A.Krisno. 2012. Mikrobiologi Terapan. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Burhanuddin,R. 2011. Prospek Pengembangan Usaha Koperasi dalam Produksi Gula Aren.Makalah Sains. Jakarta.

Darwis,A.Aziz. 2010. Teknologi Mikrobial. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Daulay,M.A. 2013. Studi Pengaruh Penambahan Stater dan Lama Fermentasi Terhadap Pembuatan Nata de Aloe vera ( Lidah Buaya).FMIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Fardiaz, S. 2010. Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti. Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gonzales, 2012. A Process For Preparing Non-Carbonated And Carbonated Coconut Water Beverages. NISTJ.Philippines, 2 (2).

Hati,P.Intan. 2012. Pengaruh Variasi Penambahan Gula Terhadap Kadar Karbohidrat, Protein, dan Air Pada Hasil Pembuatan Nata de Cacao dari Pulpa Biji Buah Coklat (Theobroma Cacao Linn). FMIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hidayat, N.,Masdiana,C,Padaga.,Suhartini, Sri. 2009. Mikrobiologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

(18)

Joseph,G. 2010. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Makalah Falsafah Sains. IPB. Bogor.

Lindu, Muhammad,Tita Puspitasari, Erna Ismi. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Selulosa Asetat dari Nata De Coco Sebagai Bahan Baku Membran Ultrafiltrasi. Jurnal Sains Material Indonesia. Vol. 12 No.1.

Mckrane, L. And Judy K.2010. Microbiology Essentials and Applications. Second Edition. McGraw – Hill,Inc. New York.

Misgiyarta. 2007. Teknologi Pembuatan Nata De Coco. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Nurdiyanto dan Nahdiyah. 2014. Kemampuan Bakteri Acetobacter xylinum Mengubah pada Limbah Padi (Bekatul) Menjadi Sellulosa. UMS. Surakarta.

Pambayun, R. 2012. Teknologi Pengolahan Nata De Coco. Yogyakarta :Kanisius.

Pasa, F. 20013. Pemanfaatan Nira (Arenga pinnata) Untuk Produk Fermentasi Nata. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar.

Pelczal, M. 2011. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Penerbit UI. Indonesia. Jakarta.

Rohadi. 2012. Kajian Penambahan Sukrosa Dalam Pembuatan Nata Pinnata Menggunakan Limbah Cair Dari Proses Pengolahan Buah Kolang Kaling. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. Vol. 9 No.1.

Rahman,Arief. 2011. Teknologi Fermentasi Industrial II. Penerbit Arcan. Jakarta.

Saragih, Y.P. 2013. Membuat Nata De Coco. Puspa Swara. Jakarta.

Soekarto, 2010. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertnian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Bogor.

Warisno. 2014. Mudah Dan Praktis Membuat Nata De Coco. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Tanaman Aren (Arenga pinnata)

Referensi

Dokumen terkait

Oven desain dibuat dari bahan plat seng sebagai dinding luar, plat aluminium sebagai dinding dalam dan tanah liat yang melapisi kedua dinding samping dan atas oven

Pokja Jasa Konsultansi ULP Kabupaten Muara Enim akan melaksanakan Prakualifikasi untuk paket pekerjaan jasa konsultansi secara elektronik yang bersumber dari dana APBD

Berdasarkan hasil validasi dan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa media KIT ikatan kimia sangat layak digunakan dalam mengajarkan materi

pada ibu-ibu hamil yang cukup bulan untuk membandingkan akurasi taksiran berat janin menggunakan Formula Dare’s dengan rumus Johnson -Tausak, dimana baku emas

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasikan dan menganalisis pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan financial Leverage terhadap Perataan Laba

Program Peningkatan Mutu Pelayanan

Kebijakan formulasi peringanan pidana bagi saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator) dalam mengungkap tindak pidana korupsi di masa mendatang dapat

Masa ini organ-organ dalam tubuh janin sudah terbentuk tapi viabilitasnya masih diragukan. Apabila janin lahir, belum bias bertahan hidup dengan baik. Masa ini ibu sudah merasa