• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nasr Sains dan Spiritualitas (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Nasr Sains dan Spiritualitas (2)"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

8/29/2014 Nasr, Sains, dan Spiritualitas | Alfikr Online

http://alfikronline.com/headline/nasr-sains-dan-spiritualitas 1/3

Headline Opini

Menulis, kata Pram, adalah soal keberanian. Setidaknya itulah yang saya jumpai ketika membaca karya Ahmad Sidqi berjudul “Filsafat Ada Sayyed Hossein Nasr” (Penerbit Lawan, 2013). Melalui cara bertuturnya yang khas, Sidqi dengan penuh percaya diri mengangkat satu tema filsafat ke dalam satu buku utuh: ontologi—sebuah tema yang kerapkali dianggap rumit, abstrak, dan membutuhkan

ketelatenan berpikir lebih ekstra.

Terlebih, sedikit sekali penekun filsafat hari ini, terutama yang segenerasi dengan Sidqi, yang mau menulis dan menerbitkan buku dengan pokok tema menohok, “Filsafat Ada”, seperti sudah dikerjakan Sidqi dalam bukunya.

Tidak terlalu berlebihan apabila buku tersebut layak untuk diapresiasi. Bukan semata-mata karena diskursus yang dihadirkan di dalam buku tersebut sangat menarik, akan tetapi lebih sebagai penghargaan terhadap hasil kerja produktif seorang sarjana filsafat dari generasi hari ini. Buku ini, dengan demikian, hadir dalam situasi yang tepat dan semakin melengkapi koleksi buku-buku filsafat yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

M. Najib Yuliantoro

(2)

8/29/2014 Nasr, Sains, dan Spiritualitas | Alfikr Online

http://alfikronline.com/headline/nasr-sains-dan-spiritualitas 2/3

Desakralisasi Spritualitas

Sidqi membuka diskusinya dengan melontarkan satu kegelisahan atas problem modernisme seperti materialisme, saintisme, dan rasionalisme. Problem tersebut bukan saja mengukuhkan kuasa rasio atas diri manusia modern, akan tetapi juga semakin menjauhkan manusia dari habitat spritualitasnya yang sakral. Desakralisasi spritualitas di berbagai aspek modernitas, itulah kira-kira yang menjadi persoalan pokok kegelisahan awal buku ini.

Di aras yang lain, buku ini juga mempersoalkan problem sekularisme sebagai, katakanlah, ‘partner proyek modernisme’. Sekularisme secara ideologis mengebiri peran agama di dalam negara, serta memposisikan sains positivistik sebagai satu-satunya pengetahuan yang dianggap cocok dengan mainstrem modern.

Untuk mengatasi problem tersebut, buku ini mengajak kita untuk kembali ke akar (radic),

mengupayakan reproblematisasi terhadap dasar-dasar ontologis modernisme dan sekularisme hingga menemui batas terluarnya.

Melalui tokohnya, dan juga gurunya di George Washington University, Sayyed Hossen Nasr, Sidqi lalu menjalankan proyek pembalikan teoritik epistemologis, dari sebelumnya bersandar pada

epistemologi rasionalitas empiris, menjadi rasionalitas spiritualistis. Konsekuensinya, agama, sains, dan ontologi, tulis Sidqi, adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan (hlm. 6).

Kembali ke “Tradisi”

Pertemuan antara kitab suci dan intelektualitas manusia—epistemologi macam inilah yang hendak diaktifkan oleh Nasr. Tujuannya apa? Untuk menangkap Realitas Ultim; realitas pokok dari segala realitas yang ada (supreme reality).

Epistemologi modernisme selama ini tidak mengakui Realitas Ultim sebab landasan epistemologinya telah berhenti pada rasionalisme dan empirisme. Sementara hilir dari pandangan epistemologi itu sudah diketahui, yaitu materialisme.

Tepat pada titik itu Nasr lalu bergerak pada persoalan yang lebih subtil dan mendasar, yakni

menuntaskan proyek “Ada (Wujūd)”—di sinilah Sidqi menulis panjang lebar dalam sekujur bukunya. Melalui bukunya yang mulai klasik, Knowledge and the Sacred (1989), Nasr menggelar proyek “desakralisasi pengetahuan”; sebuah proyek deontologisasi terhadap proyek pengetahuan sains modernisme: rasionalisme dan empirisme.

Setelah melakukan “desakralisasi pengetahuan” sains modern, pengetahuan macam apa yang hendak dihadirkan oleh Nasr? Kembali kepada “tradisi”, kata Nasr. Apa itu “tradisi”? Jawaban Nasr cukup menarik, dalam arti khas teolog: philosophia perennis universalis que and vice versa; semacam wahyu primordial yang disampaikan kepada umat manusia melalui kitab suci yang diwahyukan di dunia (Nasr, 1989).

(3)

8/29/2014 Nasr, Sains, dan Spiritualitas | Alfikr Online

http://alfikronline.com/headline/nasr-sains-dan-spiritualitas 3/3

kehendak alamiah manusia. Sementara “Ada” (dengan huruf ‘A’ besar) adalah eksistensi immaterial, merujuk pada Tuhan, dan merupakan WujūdTertinggi dari berbagai realitas “ada” (hlm. 119-120). Bagi Nasr, tidak menjadi persoalan Islam mempelajari sains modern dari Barat, akan tetapi secara epistemologis dan ontologis, Islam juga perlu mempertimbangkan tradisi, yakni wahyu, yang merupakan manifestasi dari Realitas Ultim “Ada (Wujūd)”. Kembali ke “tradisi (turats)” adalah kembali menempatkan wahyu pada posisinya yang sakral sekaligus menempatkan sains modern pada posisinya yang profan dan juga sakral.

Posisi Nasr, dengan demikian, cukup jelas dalam peta perdebatan pengetahuan hari ini. Bahwa ia termasuk dalam lingkaran propagandis universalisme pengetahuan berbasis wahyu, seperti teolog Ananada Coomaraswamy dan Fritjof Schuon.

Sidqi mempertegas posisi itu dengan menyebutnya sebagai kelompok “Islamisasi ilmu”. Namun, Islamisasi ilmu di sini bukan dalam pengertian ‘Islam simbolik’ atau ‘asal berbeda dari sains modern’. Islamisasi ilmu ala Nasr adalah memahami pengetahuan dalam kerangka dialektik, asimilasi, dan transformasi pengetahuan baik dari Barat ke Timur maupun dari Timur (Islam) ke Barat (h. 103).

Menempatkan Kebenaran

Proyek “desakralisasi pengetahuan’, barangkali, adalah proyek teologis Nasr. Tetapi bahwa ada kelemahan-kelemahan epistemologis dalam tradisi sains modern Barat, sebagaimana digelisahkan Nasr, memang juga tak mudah untuk diabaikan.

Jika ditarik ke belakang, kegelisahan Nasr itu sudah juga menjadi kegelisahan teolog cum filosof, Saint-Augustine. Bahwa refleksi filsafat, kata Augustine, harus dilengkapi dengan teologi. Bahwa legitimasi kebenaran filsafat juga mesti berasal dari legitimasi komitmen keimanan teologi.

Belum diketahui secara jelas apakah ketegangan antara filsafat dan teologi, dan kini semakin subtil antara sains modern dan agama, murni soal kegelisahan teologis, atau persoalan tiadanya

kedewasaan dalam cara memperoleh dan menempatkan suatu kebenaran.

Kaum teolog barangkali terlalu merasa dalam kondisi sakral, sehingga apapun yang tidak berasal darinya, seolah selalu bersifat profan. Sedangkan saintis, juga filosof, tidak berpikir sejauh itu kecuali hanya berusaha meracik jalan untuk menempatkan kebenaran sebagai satu gugusan pengetahuan yang indah.

Tetapi, apapun itu, baik filsafat, sains, juga agama, masing-masing bekerja untuk mengenali kebenaran melalui caranya sendiri secara otentik. Masing-masing, barangkali, juga berambisi menempatkan kebenaran itu untuk mencerahkan kehidupan kita.

Kita berharap, apa yang ditulis Sidqi di akhir bukunya, “manusia adalah saluran rahmat bagi alam semesta”, melalui tiga entitas pengetahuan itu, memang demikianlah adanya.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila indikasi tersebut terjadi, Perusahaan harus menentukan taksiran jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) atas nilai aktiva dan mengakui penurunan nilai

Pengembangan sumber daya manusia secara mikro dalam suatu organisasi pada hakekatnya adalah upaya untuk merencanakan dan meningkatkan kemampuan serta mengelola tenaga kerja atau

Hasil analisis deskriptif mengenai fungsi 成 语 yang mengandung unsur anggota tubuh sesuai dengan pendapat Djamaris (1993), yakni fungsi peribahasa sebagai nasihat,

Menggunakan dua rubrik tersebut, pendidik dapat menilai pembelajaran sejarah konstruktivistik yang mencakup penilaian terhadap perkembangan sistem dan struktur

PT Rema Tip Top Indonesia (No Doubt Smart Control) merupakan perusahaan alarm mobil dengan mengaplikasikan sistem kendali mobil jarak jauh pada produk alarmnya yang

Maka mulai dari masalah ini dibuatlah, judul "Penggunaan Metode Augmented Reality untuk Pembelajaran Pada Materi Sistem Kerangka Tubuh Manusia" sebagai

Berdasarkan hasil penelitian dapat disim- pulkan bahwa; 1) Berdasarkan hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa prediksi pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan

"Determinants of efficiency in the Ghanaian banking industry", Journal of Economics and International Finance, 2017.