BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
1
BAB VI
PERENCANAAN KONSTRUKSI
SISTEM DEWATERING
6.1 TINJAUAN UMUM
Pelaksanaan konstruksi bangunan air misalnya bendung yang perlu selalu diperhatikan adalah teknik pelaksanaan konstruksi bendung yang didalamnya terkait teknik pembebasan area konstruksi bendung dari gangguan air (sistem dewatering). Sering kali gambar desain bangunan air (bendung) tidak disertai teknik pelaksanaannya sehingga memaksa kontraktor pelaksana harus membuat teknik pelaksanaan termasuk pelaksanaan sistem dewateringnya yang kadang-kadang menggunaan perhitungan yang.diragukan ketepatannya.
Pada umumnya nilai dewatering dalam kontrak selalu dihitung Lump Sum, dan tidak jarang ternyata setelah pelaksanaan dewatering ini membengkak. Hal tersebut dikarenakan perencanaan dan gambar konstruksi pengelak aliran air tidak jelas bahkan tidak ada.
Cofferdam dan diversion adalah konstruksi yang lazim digunakan dalam sistem dewatering. Konstruksi ini sering tidak dimasukkan dalam RAB tersendiri. Pada hal bisa jadi konstruksi ini cukup besar biayanya dan merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan konstruksi bendung. Untuk menghindari membengkaknya biaya dewatering, maka cofferdam dan diversion perlu direncanakan dengan baik.
6.2 PERENCANAAN KONSTRUKSI
Kontraktor yang berpengalaman mungkin tidak menjadi masalah besar dalam pembuatan konstruksi sistem dewatering (cofferdam dan diversion channel), tetapi sering hal tersebut tidak disertai perhitungan teknis yang memadai dan hanya mengandalkan pengalaman.
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
2
sedemikian rupa sehingga dicapai luasan penampang yang mampu melewatkan debit rencana (Qd). Bila lebar diversion channel tidak dibatasi, maka tinggi cofferdam bisa lebih rendah, atau dengan nilai h tetap dan b dicoba-coba maka akan didapatkan nilai Q
Lewat = Qd
Pada pendimensian konstruksi sistem dewatering untuk rencana pelaksanaan Bendung Gerak Tulis, nilai yang diketahui adalah lebar diversion channel. Jadi yang akan dicoba-coba untuk mendapatkan Qd adalah tingginya. Hal ini karena lebar diversion channel dibatasi oleh situasi lokasi penempatan diversion channel dan teknik pelaksanaanya. Artinya dengan B tetap dan H dicoba-coba sampai mendapatkan nilai Q yang mendekati Qd.
Hn
H
Qn
Q
H1
Hd
Qd
Q1
Hd = H u n tu k
m en d ap atk an Qd
B b ern ilai tetap
Gambar 6.1 Grafik hubungan h dan Q
Sebelum perencanaan diversion channel dan cofferdam dalam rencana pelaksanaan Bendung Gerak Tulis dimulai, maka ada beberapa data yang diperlukan dari hasil analisa pada bab sebelumnya, data design teknis struktur bendung dan data tanah hasil penelitian dilapangan. Design struktur Bendung Gerak Tulis sekali lagi tidak disajikan dalam laporan ini sesuai dengan batasan masalah.
6.2.1 Data Hasil Analisa Hidrologi
Dari hasil analisa hidrologi didapatkan : Qd Sungai Tulis = 409,631 m3/dtk
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
3
6.2.2 Data Teknis Design Struktur Bendung
Dari gambar design struktur Bendung Gerak Tulis yang telah ada. Ada beberapa data yang akan diperlukan dalam perencanaan konstruksi, yaitu :
▪ Bentang Dam = 76,5 m
▪ Lebar Spillway = 3 x 8 m
▪ Lebar Fluishing Sluice = 1 x 6 m
▪ Elevasi Puncak Dam = + 670,00 m
▪ Elevasi Terendah Dam = + 649,00 m
▪ Elevasi Mercu Spillway = + 652,00 m
6.2.3 Data Mekanika Tanah
Dari hasil penelitian mekanika tanah dilapangan didapatkan data mekanika tanah lokasi Bendung Gerak Tulis sebagai berikut :
▪ γ tanah dasar / asli = 2,42 t/m3
▪ C tanah dasar / asli = 0,42 t/m3
▪ Ø anah asli = 350
6.3 PERENCANAAN DIVERSION CHANNEL
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
4
AXIS OF DIVERSION CHANNELL
Sta
Gambar 6.2 Plan view diversion channel
Sebelum kita merencanakan penampang memanjang diversion channel yang didalamnya menyangkut elevasi, dimensi hidrolis, dan kemiringan/slope maka sebagai patokan dalam perencanaannya adalah elevasi mulut upstream (u/s) diversion, mulut downstream (d/s) diversion serta letak mercu control strukture. Ketiga segmen ini harus diperhatikan dalam kaitan untuk mendapatkan aliran hidrolika yang baik.
Dari peta topografi dan rencana/plan view diversion channel didapatkan data :
» Panjang diversion channel = 108,16 m
» Elev. terendah dasar sungai asli :
Di depan mulut upstream = ±653,5 m Di depan mulut downstream = ±646 m
6.3.1Elevasi Rencana Segmen Diversion sebagai Patokan Perhitungan A. Elevasi Rencana Mulut U/s Diversion Channel (Sta. 00+00)
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
5
prinsip hidrolika maka agar aliran air dapat mudah mengalir masuk ke penampang diversion channel, mulut u/s diversion harus di tempatkan pada elevasi yang lebih rendah dari + 653,5 m.
Berdasarkan hal di atas maka mulut u/s diversion channel direncanakan pada elevasi + 653,2 m.
B. Elevasi Rencana Mulut D/s Diversion Channel (Sta. 00+0108,16)
Mulut d/s adalah segmen akhir dari diversion channel sebagai pelepas aliran air dari saluran dan dikembalikan lagi ke penampang sungai seperti semula. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum merencanakan penempatan mulut d/s diversion channel yaitu :
» Elevasi terendah penampang sungai di depan mulut d/s.
Dari peta topografi dan plan view diversion channel dapat diketahui elevasi dasar penampang sungai terendah di depan mulut d/s adalah : + 646 m.
» Elevasi MA saat diversion channel melepaskan Qd
Elevasi MA ini perlu diketahui agar elevasi mulut d/s tidak berada dibawah elevasi MA terutama saat penampang sungai menampung debit rencana yang dilepaskan diversion channel. Hal ini untuk menghindari terjadinya aliran backwater masuk ke mulut d/s yang dapat mengganggu aliran di saluran diversion channel. Dengan perhitungan passing capacity pada saat Qd dilepaskan didapat
tinggi ma + 3,1 m dengan elevasi ma + 649,1 m.
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
6
Gambar 6.3 Pot. topografi dan rencana mulut upstream diversion channel
Gambar 6.4 Pot. topografi dan rencana mulut downstream diversion channel
C. Mercu Control Struktur (MCS)
Mercu control struktur adalah bangunan sejenis ambang pelimpah seperti pada bangunan spillway pada bendungan. Mercu control strukture harus direncanakan karena bagian ini nantinya akan berfungsi penting sebagai titik yang digunakan untuk menghitung elevasi ma di sepanjang saluran diversion serta berfungsi juga untuk menghasilkan sifat aliran (dalam saluran terbuka) yang direncanakan. Biasanya sifat aliran yang diharapkan dengan adanya mercu tersebut adalah aliran superkritis.
+655.00
+660.00
K A L I
T U L I S
D1
AX IS O
F D IV
ER SIO
N C HA
NN EL
L
Mulut U
pstream +654.00
+653.00
D5
M
u
lu
t
D
o
w
n
st
re
a
m
+646 .00
+647 .00 +648
.00
+649 .00
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
7
Sifat aliran dalam saluran terbuka
Ada 4 Sifat aliran dalam saluran terbuka yang bisa ditentukan dengan bilangan Froude (fr), kemiringan dasar saluran (So) dan kemiringan kritis (Hcr) yaitu :
a. Aliran diam B Fr = 0, Saluran datar, So = 0 dan Hn ∞.
b. Aliran sub kritis (mengalir) B Fr < 1,Saluran landai, So<Scr dan Hn > Hcr. c. Aliran kritis B Fr = 1, Saluran kritis, So=Scr dan Hn = Hcr.
d. Aliran superkritis (meluncur) B Fr > 1, Saluran terjal, So>Scr dan Hn < Hcr.
Bilangan Froude: Fr =
y g
V
× ... (6.1)
(Aliran Melalui Saluran Terbuka,K.G Rangga Raju,Hal.107) Di mana :
V = kecepatan (m/dtk).
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dtk2). y = kedalaman hidrolik (m).
Untuk perencanaan diversion channel Bendung Gerak Tulis direncanakan disepanjang diversion channel dalam kondisi aliran superkritis (meluncur), tipe saluran berupa saluran terjal (steep channel) dimana So > Scr dan Hn < Hcr .
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
8
Bagian berbentuk Terompet
Sal.Pengatur Sal.Peluncur
Bagian Transisi
Axist Of Struktur
Sal.Pengarah Aliran
Ambang Pelimpah
Kolam Peredam Energi » Perencanaan Mercu Control Strukture :
Untuk menghasilkan aliran superkritis disepanjang diversion channel maka mercu control struktur di tempatkan di hulu. Dengan detail rencana sebagai berikut :
▪ Jarak Axist mercu control stuktur dari mulut upstream = 10 m (sta. 00+010)
▪ Elevasi u/s mercu control strukture = + 654 m (Sta. 00+010)
▪ Elevasi d/s mercu control struktur = +653 m (Sta. 00+016)
6.3.2 Perencanaan Penampang Memanjang Diversion Channel
Sebenarnya belum ada cara perhitungan yang benar-benar mantap dalam merencanakan diversion channel. Oleh karena itu untuk membantu dan mendukung dalam merencanakan diversion channel, digunakan metode pada perencanaan bangunan pelimpah dengan memperhatikan aspek-aspek lainnya. Hasil perencanaan tersebut harus dicek apakah mampu memenuhi aliran hidrolika yang baik dan menghasilkan aliran superkritis di sepanjang saluran.
Gambar 6.5 Skema umum type bangunan pelimpah
6.3.2.1Saluran Pengarah Aliran (Sta. 00+00 S/d Sta. 00+010)
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
9
H
w
V 4 m/dtk P 15H
Vo V
1 2
arah hilir. Apabila kecepatannya melebihi 4 m/dtk, maka aliran akan bersifat helisoidal dan kapasitas pengalirannya akan menurun. Disamping itu, aliran helisoidal akan meningkatan beban hidrodinamis pada bangunan pelimpah tersebut. Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya diambil lebih besar dari 1/5 x tinggi rencana limpasan diatas mercu ambang pelimpah.
Selain didasarkan pada kedua persyaratan tersebut, bentuk, dan dimensi saluran pengarah aliran biasanya disesuaikan pula dengan kondisi topografi setempat serta dengan persyaratan hidrolika yang baik.
Berdasarkan pengujian-pengujian yang ada saluran pengaruh aliran ditentukan sebagai berikut :
Gambar 6.6 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan pelimpah
Direncanakan :
▪ Lebar mulut u/s diversion channel (Sta. 00+00) = 20 m
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
10
0.7
1
+ 653.2
0.2 1
Mercu Control Strukture + 654 Dimensi Hidrolis Sta. 00+00
Dimensi Hidrolis Sta. 00+010
Gambar 6.7 Rencana penampang saluran pengarah
Perhitungan :
» Ketinggian air kritis (Hcr) di atas mercu
Diketahui:
▪ Qd = 409,631 m3/dtk
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
11
a. Penampang dianggap berbentuk persegi
Hcr = 3 2
(Sistem Drainase Berkelanjutan,Suripin,Hal.159)
{
)}
1Tabel 6.1 Perhitungan trial error Hcr penampang non persegi
No Hcr m B B+mHcr 9.81 x {(B+m/2xHcr)}^3 Q^2 Hasil Ket
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan Hcr dengan nilai yang hampir sama. Diambil Hcr yang lebih besar yaitu dianggap berpenampang persegi = 4,66 m
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
12
» Ketinggian W W /
5 1
x Hcr
W / 5 1
x 4,66 = 0,93 m
6.3.2.2 Saluran Pengatur Aliran (Sta. 00+010-Sta. 00+016) A. Ambang Penyadap/Mercu Control Strukture (Sta. 00+010)
Bagian ini berfungsi sebagai pengatur debit air (Qoutflow) yang melintasi
bangunan pelimpah. Dalam perhitungan tinggi muka air di sepanjang saluran pengelak (diversion channel) diperlukan suatu titik kontrol sebagai titik awal perhitungan. Di titik kontrol ini dapat dihitung tinggi muka air kritisnya (Hcr) dengan menggunakan suatu rumus. Untuk menghasilkan aliran kritis agar dapat diketahui Hcr dilakukan dengan peninggian dasar saluran berupa konstruksi mercu. Konstruksi mercu inilah yang akan dijadikan sebagai titik kontrol struktur untuk menghitung tinggi muka air di sepanjang diversion channel dengan persamaan garis energi.
Dalam perencanaan diversion channel dianggap Qoutflow = Qd karena pada
ketinggian W akan terjadi endapan material sungai sehingga penampang tidak efektif.
Gambar 6.8 Mercu Control Strukture H
W
Q d Qoutflow = Qd
1 Terjadi endapan/
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
13
Sebenarnya ada berbagai macam type ambang penyadap yang biasa digunakan dalam konstruksi spillway (pelimpah) pada bendungan antara lain ambang bebas, ambang berbentuk bendung pelimpah, ambang berbentuk bendung pelimpah menggantung.
Pada perencanaan diversion channel untuk rencana pelaksanaan Bendung Gerak Tulis direncanakan menggunakan ambang bebas dengan bentuk sederhana tanpa lengkungan pada bagian hilir. Bagian depan berbentuk tegak (1:1), diikuti lingkaran dengan r = ½ W, kemudian horizontal dan di sisi hilir kemiringannya 1: ≥2. Parameter tersebut diambil mengingat kegunaan diversion channel bersifat sementara karena nantinya akan dibongkar, maka direncanakan seefisien dan semudah mungkin dalam pelaksanaanya. Tetapi hasil perencanaannya nantinya akan dikontrol agar bisa menghasilkan aliran superkritis.
» Data Perencanaan :
▪ Elevasi rencana mulut u/s diversion (Sta. 00+00) = + 653,2 m ▪ W diasumsikan terjadi endapan material
▪ Jarak control stukture dari mulut upstream = 10 m (Sta. 00+010)
» Direncanakan :
▪ Kemiringan bagian downstream = 1:5
▪ Elev. Upstream mercu control struktur (Sta. 00+010) = + 654 m ▪ Elev. downstream mercu control struktur (Sta. 00+016) = + 653 m ▪ Radius r = ½ W
= ½ 0,93
= 0,465 m ……(diambil r = 0,5 m)
B. Saluran Transisi (Sta. 00+016–Sta. 00+20,5)
Saluran transisi biasanya diperlukan untuk menghubungkan penampang yang bentuk dan dimensinya berbeda antara bagian mercu dan dan saluran peluncur. Saluran transisi direncanakan agar Qd yang akan disalurkan tidak menimbulkan aliran
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
14
merencanakan bentuk saluran transisi hanya berdasarkan pengalaman dan pengujian-pengujaian model hirolika.
Untuk bangunan pelimpah yang relative kecil biasanya sudut penyempitan ke arah hilir pada saluran transisi adalah 12,5° terhadap sumbu saluran peluncur. Akan tetapi bila kondisi topografi yang kurang menguntungkan kadang–kadang memaksa pembuatan dinding saluran melebihi sudut inklinasi tersebut.
Bentuk saluran transisi ditentukan sebagai berikut :
B 2 B 1
L
12 .5 °
Y
Gambar 6.9 Skema bagian transisi saluran pengarah pada bangunan pelimpah
Dengan ketentuan tersebut diatas dan dengan memperhatikan keadaan topografi yang ada maka :
» Direncanakan :
▪ B2(Sta.00+016) = 9 m ▪ B3 = 7 m ▪ Sudut Inklinasi = 12,5°
▪ m = 0,2
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
15
Qd Qoutflow= Qd
Terjadi endapan/
penampang tidak effektif r = 0.5 + 653.2
+ 654
+ 653
10
5.0
4.5
0.02
+ 652.91
1.0
Sta. 00+00 Sta. 00+010 Sta. 00+016 Sta. 00+020.5
1:5
» Perhitungan :
▪ y = ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −
2 7 9
= 1 m
▪ L = y/tgθ =
5 , 12
1 tg
= 4,5 m ………. (Sta. 00+020,5) Elevasi Sta.00+020.5
S = L
H ∆
0,02 = 5 , 4
H ∆
∆H = 0,09 m
Elev. Sta.00+020.5 = Elev.Sta.00+016 - ∆H = (+ 653) - 0,09
= + 652,91 m
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
16
0.2 1
0.2 1 Sta.00+016
Sta.00+020,5
Gambar 6.11 Rencana dimensi hidrolis saluran transisi
6.3.2.3 Saluran Peluncur (Sta. 00+020,5 – Sta. 00+108,16)
Saluran peluncur pada bangunan spillway bendungan berfungsi untuk membawa debit air yang telah melewati saluran pengatur menuju konstruksi kolam peredam energi.
Dalam merencanakan saluran peluncur harus memenuhi kriteria :
▪ Air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir dengan lancar tanpa hambatan-hambatan hidrolis.
▪ Konstruksi saluran peluncur cukup kukuh dan stabil dalam memikul semua beban yang timbul.
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
17
0.2 1
Saluran peluncur untuk diversion channel sendiri direncanakan sebagai berikut :
▪ Lay out lurus dan melengkung pada bagian saluran berbentuk terompet karena menyesuaikan dengan letak palung sungai agar debit air yang dilepaskan ke penampang sungai dapat segera mengalir.
▪ Penampang melintang berbentuk trapesium.
▪ Kemiringan dan elevasi diatur dengan menyesuaikan data yang sudah didapatkan. Diketahui :
▪ Elev. saluran transisi (Sta.00+020,5) = + 652,91 m
▪ Elev. rencana mulut d/s (Sta. 00+108,16) = + 649,4 m Perhitungan :
a. Saluran dengan lay out relative lurus (Sta. 00+020,5-Sta.00+091,72)
» Dimensi hidrolis Sta. 00+020,5-Sta.00+072,6 Direncanakan :
▪ B = 7 m
▪ m = 0.02
» Dimensi hidrolis Sta.00+72,6-Sta.00+091,72 Direncanakan :
▪ B = 7 m
▪ m = 1
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
18
1 1
Sta.00+72,6-Sta.00+091,72
Gambar 6.12.Dimensi Hidrolis Saluran Peluncur Bagian Lurus
b. Saluran dengan lay out melengkung berbentuk terompet (Sta.00+091,72-Sta.00+108,16)
Bagian yang berbentuk terompet pada ujung saluran peluncur pada Sta.00+091,72 s/d Sta.00+108,16 bertujuan agar aliran dari saluran peluncur yang merupakan aliran super kritis dan mempunyai kecepatan tinggi, sedikit demi sedikit dapat dikurangi dengan melebarkan penampang sehingga aliran tersebut menjadi lebih stabil.
Direncanakan :
▪ B = 11 m
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
19
1 1
B4
B5
Sta.00+091.72
S ta
.00 +1
08 .16
Axi
st O
f
Div
ersi
on C
hann
el
Gambar 6.13. Bagian berbentuk terompet pada ujung hilir saluran peluncur
Gambar 6.14 Rencana Dimensi Hidrolis Sta.00+108,16
c. Rencana kemiringan (slope) saluran Sta.00+020,5-Sta/108,9
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
20
» Nilai Slope dan elevasi saluran Sta.00+020,5-Sta 00+72,6 Diketahui :
▪ Elevasi Sta. 00+020,5 = + 652,91 m Direncanakan :
▪ S Sta.00+020-Sta.00+072.6 = 0,02
Perhitungan :
» Elv. Sta. 00+072,6
L = Jarak Sta. 00+020,5 -Sta. 00+072,6
= 52,1 m
S = L
H ∆
0,02 =
1 , 52
H ∆
∆H = 1,042
Elv. Sta. 00+072,6 = Elv. Sta. 00+020,5 - ∆H = + 652,91 m - 1,042 = + 651,868 m
» Nilai Slope dan Elevasi saluran Sta. 00+72,6 s/d Sta 00+0108,16 Diketahui :
▪ Elevasi Sta. 00+72.6 = + 651,868 m
▪ Elv. Sta 00+108,16 (mulut d/s diversion) = + 649,4 m Perhitungan :
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
21
0.02
0.0694
Sta.00+020 Sta.00+091.72 Sta.00+108.9
Saluran Peluncur
Saluran Melengkung Bentuk Terompet
Saluran Lurus + 649.4
+ 652.91
+ 651.868
Sta.00+072.6
+ 650.541
∆H = Beda elevasi antara Sta. 00+072,6 - mulut downstream = (+ 651,868) – (+ 649,4)
= 2,468 m S =
L H ∆
= 56 , 35
468 , 2
= 0,0694
Gambar 6.15.Elevasi dan slope saluran peluncur
Untuk lebih jelasnya elevasi rencana dan slope masing-masing stasiun dapat dilihat dalam tabel 6.2 berikut:
Tabel 6.2 Rekapitulasi perhitungan elevas dasari dan slope
No Stasiun
Jarak (L)
Kemiringan
( S ) ∆Z
Elevasi
Dasar Keterangan
m m m
1 2 3 4 5 6
1 Sta.00+00 653.200 Elev.Renc. Mulut U/s
10.00 0.0140 0.8000
2 Sta.00+010 654.000
Elev.Renc. u/s Control Strukture
6.00 0.2000 1.0000
3 Sta.00+016 653.000
Elev.Renc. d/s Control Strukrur
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA - JAWA TENGAH
22
4 Sta.00+020.5 652.910
6.50 0.0200 0.1300
5 Sta.00+027 652.780
15.00 0.0200 0.3000
6 Sta.00+042 652.480
15.00 0.0200 0.3000
7 Sta.00+057 652.180
15.60 0.0200 0.3120
8 Sta.00+072.6 651.868
12.00 0.0694 0.8328
9 Sta.00+084.6. 651.035
7.12 0.0694 0.4941
10 Sta.00+091.72 650.541
4.88 0.0694 0.3387
11 Sta.00+108.16 649.400
≈ Elev Renc.mulut d/s diversion
6.3.2.4Peredam Energi
Konstruksi ini berfungsi untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi energi aliran dengan kecepatan tinggi agar tidak merusak tebing ,jembatan, jalan dan bangunan lain di sebelah hilir bangunan.
Mengingat fungsi diversion channel hanya bersifat sementara karena nantinya akan dibongkar maka kolam peredam energi tidak direncanakan untuk efesiensi biaya. Selain itu di bagian hilir diversion channel hanya terdapat tebing, tidak terdapat bangunan dan instalasi yang harus dilindungi. Sementara untuk melindungi tebing dari gerusan dapat dilakukan dengan perkuatan lereng.
6.3.2.5 Detail Hasil Perencanaan
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
23
AXIS OF DIVERSION CHANNELL
Sta
BAB V
NSTRUKSI SISTEM D
E
Sta.00+000 Sta.00+010Sta.00+016 Sta.00+020.5 Sta.00+027 Sta.00+042 Sta.00+057 Sta.00+072.6 Sta.00+084.6 Sta.00+108.16
+ 652.91 + 652.78
Mercu Control Strukture
Pot. Penampang IV-IV Pot. Penampang
II-II 0.2
1
Pot. Penampang III-III
0.7
Pot. Penampang ( I-I ) 1
Pot. Penampang V-V 1
1
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
25
6.4 PERHITUNGAN KEDALAMAN HIDROLIS
Data Perencanaan :
▪ Qd = 409, 631m3/dtk
▪ Sifat aliran super kritis (So < Scr ,Hcr > Hn)
Kedalaman hidrolis saluran diversion channel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan garis energi dengan titik awal perhitungan di mercu control strukture.
Gambar 6.18 Skets perhitungan muka air
Dari gambar 6.20 di atas dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :
f
(Bambang Triatmodjo,Hidrolika II.Hal 154)
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
26
t a . 0 0 + 0 0 0 S t a . 0 0 + 0 1 0 S t a . 0 0 + 0 1 6 + 6 5 3 . 2 0 1 . 4 %
A
B C 1
Z c 1 : 5
H c
V c ² / 2 g
H 1
V 1 ² / 2 g
H f 1
V b ² / 2 g G a r i s E n e r g i ( S f ) H f c
+ 6 5 4 . 0 0
D a t u m
H
B+ 6 5 3
Z B
Di mana :
E= Tinggi energi (m)
hf = tinggi kehilangan energi (m) Ar = Luas penampang rata-rata (m) Rr = Jari-jari hidrolis rata-rata (m) So= kemiringan dasar saluran Sf = kemiringan garis energi
Gambar 6.19 Hubungan tinggi muka air di Mercu Control Strukture
6.4.1 Kedalaman Air Kritis (Hcr) di atas Mercu
Perhitungan Hcr diperlukan untuk mengontrol sifat aliran terutama pada Hcr diatas mercu control structure (Hc). Hcr ini adalah ketinggian MA yang harus dihitung terlebih dahulu sebagai titik awal untuk menghitung ketinggian muka air disepanjang saluiran.
» Ketinggian air kritis (Hcr) di atas mercu
Diketahui:
▪ Qd = 409,631 m3/dtk
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
27
S t a . 0 0 + 0 0 0 S t a . 0 0 + 0 1 0
+ 6 5 3 . 2 0 1 . 4 % A
B C
H c
V c ² / 2 g
V b ² / 2 g H f c
+ 6 5 4 . 0 0
D a t u m
H
B+ 6 5 3 E m i n Hcr = 3 2
2
g B
Qd ×
= 3 2
2
81 , 9 13
631 , 409
×
= 4,66
6.4.2 Hma Sal. Pengarah dan Pengatur Aliran (Sta. 00+00-Sta.00+016)
Gambar 6.20. Hubungan tinggi ma di B dan C
» HMA B (Sta.00+00 )
Diketahui :
Hcr = Hc = 4,66 m
∆Z = (+ 654) – (+653,2) = 0,8 m
Tinggi Enegi Total diatas Mercu (Emin)
Emin = 1,5 x Hcr ... (6.5) (Suripin, Sistem Drainase Kota Berkelanjutan) = 1,5 x 4,66
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
28
HmaB = Emin+∆Z
= 7 + 0,8 = 7,8 m
» HMA C (Sta.00+010 )
Hcr = Hc = 4,66 m
» HMA 1 (Sta.00+016 )
Diketahui :
Qd = 409,631m3/dtk Bc = 13 m
Hc = 4,66 m
∆Z = 1 B1 = 9 m
m = 0,2 ∆x = 6 m
Di mana :
n d n
A Q V =
Ac = B B mHc ×Hc ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣
⎡ + + 2
) (
= 4,66
2
) 66 , 4 2 , 0 13 (
13 ×
⎥⎦ ⎤ ⎢⎣
⎡ + + ×
= 62,752 m2 C C
C
C B H H
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
Persamaan Energi titik C-1:
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
Tabel 6.3 Perhitungan trial error H1
No H1 E1 Sf1 ∆x hf 1 E+hf Ket
1 2 (3)=1+2 4 5 (6)=4*5 (7) = 3+6 8
1 5.80 2.7701267 8.5701267 0.0028124 6.00 0.0168742 8.5870009
2 5.81 2.7600229 8.5700229 0.0028060 6.00 0.0168359 8.5868588
3 5.82 2.7499724 8.5699724 0.0027996 6.00 0.0167977 8.5867701
4 5.83 2.7399747 8.5699747 0.0027933 6.00 0.0167596 8.5867343 ≈ (∆Zc+Ec)
5 5.84 2.7300294 8.5700294 0.0027870 6.00 0.0167217 8.5867511
6 5.85 2.7201363 8.5701363 0.0027806 6.00 0.0166839 8.5868202
Kesimpulan :
Kedalaman air H1 = 5,83 m
Contoh perhitungan kehilangan energi (hf) di titik C-1.
Tabel 6.4 Contoh perhitungan hf
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
5.84 9 0.2 55.97056 20.7968 2.691306355
5.85 9 0.2 56.07225 20.817 2.693579767
Arata2 Prata2 Rrata2 n
6.4.2.1 Kontrol Sifat Aliran
Aliran yang terjadi dalam diversion channel bersifat superkritis yang dinyatakan dalam bilangan Fr > 1, Hcr > Hn. Untuk mengetahui sifat aliran setelah
adanya konstruksi mercu (Sta.00+010) perlu diketahui kedalaman air normal (Hn) sebelum adanya mercu.
A. Kedalaman Air Normal (Hn) » Ruas I (Sta. 00+020,5-Sta.00+072,6)
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
32
Gambar 6.21 Rencana Dimensi hidrolis ruas I Diketahui :
▪ B = 7 m
▪ m = 0,2
▪ S = 2 % Perhitungan :
A = B+ B+mHn ×Hn
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
33
1 1
3 3.79 27.96641 14.6558 1.9082 14.5076
405.726343
2 <Qd
4 3.80 28.04400 14.6760 1.9109 14.5211
407.230053
6 ≈Qd
5 3.81 28.12161 14.6962 1.9135 14.5346 408.735123 <Qd
Kesimpulan :
Kedalaman air normal (Hn) pada pot ruas I = 3,80 m » Ruas II (Sta.0+072.60-Sta. 0+091,27))
Gambar 6.22 Rencana Dimensi Hidrolis ruas II
Diketahui :
▪ B= 7 m
▪ m = 1
▪ S = 6,94 %
Perhitungan :
A =B+ B+m×Hn ×Hn 2
) (
= + +Hn ×Hn
2 ) 7 ( 7
= (7+0,5Hn)×Hn
P = 7+Hn+1,41Hn
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
Tabel 6.6 Perhitungan trial error Hn ruas II
N
Kedalaman air normal (Hn) pada ruas II = 2,22 m
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
35
Kontrol sifat aliran diperlukan untuk mengontrol sifat aliran yang dihasilkan di titik 1 (Sta.00+016) dengan adanya konstruksi mercu.
V1 =
C. Kontrol Kecepatan di Mulut Upstream
Kecepatan air saat memasuki mulut upstream diversion V ≤ 4 m/dtk agar tidak terjadi aliran yang bersifat helisoidal.
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
36
6.4.3 Hma Sal. Transisi Dan Sal. Peluncur (Sta.00+016-Sta.00+0108,16)
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI
-LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
37
2%
6.94%
+ 653.20
A
B C 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Zc 1:5
Z2
Z4 Z5 Z6
Z7
Z8 Hc
Vc²/2g
H1 V1²/2g
Hf1
H3
H4 H5
H2
H6
H7
H8
H9 V2²/2g
Hf 2
V3²/2g Vb²/2g Hfc
Garis Energi (Sf) Garis Energi (Sf)
V4²/2g Hf4
V5²/2g Hf5
V6²/2g
Hf6
V7²/2g Hf7
V8²/2g Hf8
V9²/2g Hf9 Hf3
+ 654.00
+ 653.00
1.8% + 652.91 + 652.78 + 652.48 + 652.18
+ 651.868
+ 651.035
+ 649.40 + 650.541
Z3 HB
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
38
Tabel 6.7 Rekapitulasi perhitungan ∆z, ∆x,slope antar stasiun
Stasiun
Titik
Jarak
(∆x)
Kemiringan
( S ) ∆Z
m m
1 2 3 4 5
Sta.00+00 B
10.00 0.0180 0.8000
Sta.00+010 C
6.00 0.2000 1.0000
Sta.00+016 1
4.50 0.0200 0.0900
Sta.00+020.5 2
6.50 0.0200 0.1300
Sta.00+027 3
15.00 0.0200 0.3000
Sta.00+042 4
15.00 0.0200 0.3000
Sta.00+057 5
15.60 0.0200 0.3120
Sta.00+072.6 6
12.00 0.0694 0.8328
Sta.00+084.6. 7
7.12 0.0694 0.4941
Sta.00+091.72 8
16.44 0.0694 1.141
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
Dalam perhitungan HMA di sepanjang saluran menggunakan tahapan dan metode
yang sama dengan perhitungan HB, H1 dengan menggunakan persamaan energi pada
penampang y (upstream)dan z (downstream) :
∆Z + EY = EZ + hfZ
Diketahui :
∆Z =0,09 m
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
40
Karakteristik Penampang 1
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P=B+H+1.02HKarakteristik Penampang 2
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P= B+H +1.02HPersamaan energi titik 1-2
∆Z+E1 = E2 + hf2
Tabel 6.8 Perhitungan trial error H2
No H2 E2 Sf ∆x hf 2 E+hf Ket
1 2 (3)=1+2 4 5 (6)=4*5 (7) = 3+6 8
1 6.6 3.346117778 9.946118 0.003753 4.5 0.0168883 9.9630060
2 6.6 3.346117778 9.946118 0.003753 4.5 0.0168883 9.9630060
3 6.7 3.23851789 9.938518 0.003680 4.5 0.0165582 9.9550761
4 6.8 3.13578565 9.935786 0.003608 4.5 0.0162371 9.9520228 ≈ (∆Z1+E1)
5 6.9 3.037636291 9.937636 0.003539 4.5 0.0159246 9.9535609
6 7 2.943805439 9.943805 0.003471 4.5 0.0156204 9.9594258
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
41
B. HMA 3 (Sta. 00+027)
Diketahui :
∆Z =0,13 m
∆x = 6,5 m E2 = 9,936 m
Karakteristik Penampang 2
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P=B+H+1.02HKarakteristik Penampang 3
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P=B+H +1.02HPersamaan energi titik 2-3
∆Z +E2 = E3 + hf3
Tabel 6.9 Perhitungan trial error H3
No H3 E3 Sf 3 ∆x hf 3 E+hf Ket
1 2 (3)=1+2 4 5 (6)=4*5 (7) = 3+6 8
1 6.1 3.96879 10.06879 0.004672 6.5 0.0303686 10.0991543
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
42
4 6.19 3.84512 10.03512 0.004583 6.5 0.0297919 10.0649074 ≈ (∆Z2+E2)
5 6.2 3.83172 10.03172 0.004574 6.5 0.0297288 10.0614448
6 6.21 3.81838 10.02838 0.004564 6.5 0.0296658 10.0580490
Dengan cara trial error diperoleh H3 = 6,19 m (Sta. 00+027)
C. HMA 4 (Sta. 00+042)
Diketahui :
∆Z =0,3 m
∆x = 15 m E3 = 10,035 m
Karakteristik Penampang 3
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P =B+H +1.02H PA R=
m m m2 m m
3 7 0.2 6.19 47.16161 19.5038 2.418073
Karakteristik Penampang 4
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P= B+H +1.02H PPersamaan energi titik 3-4
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
43
Tabel 6.10 Perhitungan trial error H4
No H4 E4 Sf 4 ∆x hf 4 E+hf Ket
1 2 (3)=1+2 4 5 (6)=4*5 (7) = 3+6 8
1 5.58 4.80844 10.38844 0.006012 15 0.0901767 10.4786196
2 5.59 4.78999 10.37999 0.005998 15 0.0899651 10.4699521
3 5.6 4.77163 10.37163 0.005984 15 0.0897543 10.4613868
4 5.7 4.59352 10.29352 0.005846 15 0.0876833 10.3811986
5 5.76 4.49119 10.25119 0.005765 15 0.0864730 10.3376662 ≈ (∆Z3+E3)
6 5.77 4.47446 10.24446 0.005752 15 0.0862736 10.3307316
Dengan cara trial error diperoleh H4 = 5,76 m (Sta. 00+042)
D.HMA 5 (Sta. 00+057)
Diketahui :
∆Z =0,3 m
∆x = 15 m E4 = 10,2512 m
Karakteristik Penampang 4
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P =B+H +1.02H PKarakteristik Penampang 5
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
44
Persamaan energi titik 4-5
∆Z +E4 = E5 + hf5
Tabel 6.11 Perhitungan trial error H5
No H5 E5 Sf 5 ∆x hf 5 E+hf Ket
1 2 (3)=1+2 4 5 (6)=4*5 (7) = 3+6 8
1 5.3 5.36964 10.66964 0.007135 15 0.1070292 10.7766664
2 5.4 5.15889 10.55889 0.006960 15 0.1043959 10.6632877
3 5.5 4.95984 10.45984 0.006790 15 0.1018532 10.5616896
4 5.51 4.94054 10.45054 0.006774 15 0.1016038 10.5521447 ≈ (∆Z4+E4)
5 5.52 4.92135 10.44135 0.006757 15 0.1013552 10.5427082
6 5.6 4.77163 10.37163 0.006626 15 0.0993972 10.4710297
Dengan cara trial error diperoleh H5 = 5,51 m (Sta. 00+057)
E.HMA 6 (Sta. 00+072,60)
Diketahui :
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
45
Karakteristik Penampang 5
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P =B+H +1.02HKarakteristik Penampang 6
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P =B+H +1.02HPersamaan energi titik 5-6
∆Z +E5 = E6 + hf6
Tabel 6.12 Perhitungan trial error H6
No H6 E6 Sf 6 ∆x hf 6 E+hf Ket
1 2 (3)=1+2 4 5 (6)=4*5 (7) = 3+6 8
1 5.2 5.59299 10.79299 0.007796 15.6 0.1216244 10.9146173
2 5.3 5.36964 10.66964 0.007598 15.6 0.1185364 10.7881736
3 5.31 5.34801 10.65801 0.007579 15.6 0.1182337 10.7762447
4 5.32 5.32651 10.64651 0.007560 15.6 0.1179321 10.7644421 ≈ (∆Z5+E5)
5 5.33 5.30513 10.63513 0.007540 15.6 0.1176316 10.7527647
6 5.34 5.28388 10.62388 0.007521 15.6 0.1173322 10.7412115
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
46
F. HMA 7 (Sta. 00+084,6)
Diketahui :
∆Z =0,8328 m
∆x = 12 m E6 = 10,64651 m
Karakteristik Penampang 6
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P=B+H +1.41HKarakteristik Penampang 7
` B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P=B+H +1.41HPersamaan energi titik 6-7 ∆Z +E6 = E7 + hf7
Tabel 6.13 Perhitungan trial error H7
No H7
6 3.8 7.47721 11.27721 0.009812 12 0.11774 11.3949
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
47
Dengan cara trial error diperoleh : H7 = 3,78 m (Sta. 00+084,6)
G. HMA 8 (Sta. 0+091,72)
Diketahui : ∆Z =0,4941 m ∆x = 7,12 m E7 = 11,3536 m
Karakteristik Penampang 7
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P=B+H+1.41HKarakteristik Penampang 8
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P=B+H+1.41H PBAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
48
Tabel 6.14 Perhitungan trial error H8
No H8 E8 Sf 8 ∆x hf 8 E+hf Ket
1 2 (3)=1+2 4 5 (6)=4*5 (7) = 3+6 8
1 3.66 8.18848 11.84848 0.013221 7.12 0.0941313 11.9426069
2 3.67 8.13470 11.80470 0.013163 7.12 0.0937178 11.8984151
3 3.68 8.08140 11.76140 0.013105 7.12 0.0933065 11.8547040 ≈ (∆Z7+E7)
4 3.69 8.02857 11.71857 0.013047 7.12 0.0928975 11.8114680
5 3.7 7.97621 11.67621 0.012990 7.12 0.0924907 11.7687019
6 3.71 7.92431 11.63431 0.012933 7.12 0.0920861 11.7264002
Dengan cara trial error diperoleh H8 = 3,68 m (Sta. 00+091,72)
H. HMA 9 (Sta. 00+0108,16)
Diketahui : ∆Z =1,141 m ∆x = 16,44 m E8 = 11,7614 m
Karakteristik Penampang 8
Titik B m H A=
(
B+0.5mH)
×H P=B+H+1.41HKarakteristik Penampang 9
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
49
Persamaan energi titik 8-9 ∆Z +E8 = E9 + hf9
Tabel 6.15 Perhitungan trial error H9
No H9 E9 Sf 9 ∆x hf 9 E+hf Ket
1 2 (3)=1+2 4 5 (6)=4*5 (7) = 3+6 8
1 2.35 10.44751 12.79751 0.017367 16.44 0.2855103 13.0830244
2 2.36 10.35066 12.71066 0.017257 16.44 0.2837123 12.9943725
3 2.37 10.25508 12.62508 0.017149 16.44 0.2819292 12.9070050 ≈ (∆Z8+E8)
4 2.38 10.16074 12.54074 0.017041 16.44 0.2801609 12.8209002
5 2.39 10.06763 12.45763 0.016935 16.44 0.2784071 12.7360365
6 2.4 9.97573 12.37573 0.016829 16.44 0.2766677 12.6523932
Dengan cara trial error diperoleh H9 = 2,37 m (Sta. 00+108.16)
6.4.4 Kontrol Sifat Aliran Sepanjang Diversion Channel
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
50
c. Aliran kritis B Fr = 1.
d. Aliran superkritis (meluncur) B Fr > 1.
Tabel 6.16 Sifat aliran sepanjang diversion channel
Sta
0 2.626 8.747456773
0.30
2 Superkritis
segmen setelah mercu
Sta.00+020.5
409.63
1 7 6.7 46.9 8.734 8.107219005
1.07
7 Superkritis
Sta.00+027
3 Superkritis
Sta.00+042
9 7.517020686 1.35
2 Superkritis
Sta.00+057
0 7.352081338 1.44
5 Superkritis
Sta.00+072.6
1 6.089482737 2.54
2 Superkritis Sta.00+091.7
2 6.008394128 2.64
7 Superkritis Sta.00+108.1
3 4.821794272 3.25
9 Superkritis
6.5 PERHITUNGAN TOP OF WALL DIVERSION CHANNEL 6.5.1 Rekapitulasi Perhitungan Muka Air, Sloope, dan Lantai
Tabel 6.17 Rekapitulasi perhitungan ma
No STASIUN HMA Elev. Lantai Sloope Ket
m m
1 2 3 4 5 6
1 Sta.00+00 7.800 653.200 Mulut Upstream
0.014
2 Sta.00+010 4.660 654.000 Mercu Control Strukture
0.2
3 Sta.00+016 5.830 653.000
0.02
4 Sta.00+020.5 6.700 652.910
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
51
5 Sta.00+027 6.190 652.780
0.02
6 Sta.00+042 5.760 652.480
0.02
7 Sta.00+057 5.510 652.180
0.02
8 Sta.00+072.6 5.320 651.868
0.0694
9 Sta.00+084.6 3.780 651.035
0.0694
10 Sta.00+091.72 3.680 650.541
0.0694
11 Sta.00+108.16 2.370 649.400 Mulut Downstream
6.5.2 Perhitungan Tinggi dan Elevasi Top of Wall (Dinding)
Tinggi dinding diversion channel harus mampu menampung Qd dengan tinggi MA tertentu dan tanpa melimpas ke daerah konstruksi.
Elev. top of wall diversion = elevasi muka air + tinggi jagaan = Elv. MA + w
Segmen diversion yang perlu di perhatikan adalah pada Sta.00+00-Sta.00+016. Dinding diversion pada segmen ini selain harus ditambah tinggi jagaan juga harus memperhatikan elevasi MA di cofferdam di Axist of cofferdam (Sta.00+016 pada diversion), dimana MA di cofferdam (Sta.00+016 diversion) = MA di Sta.00+00.
Mengingat panjang diversion cukup panjang, dimana tinggi muka air berbeda-beda dan dengan memperhatikan letak konstruksi cofferdamnya, maka untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan di lapangan serta mempermudah perhitungan stabilitas konstruksi, Top of Wall diversion dibagi dalam 5 tipe yang ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 6.18 Tipe diversion channel (top of wall)
Tipe Sta Hma Tetinggi w H top of Wall Elevasi MA Elev Top of Wall
m m m m m
I 00+000 s/d 00+020.5 7.800 0.5 8.300 661.000 661.500
II 00+020.5-00+027 6.700 0.6 7.300 659.610 660.210
III 00+027-00+072.6 6.190 0.6 6.800 658.970 659.570
IV 00+072.6-91.72 5.320 0.6 5.920 657.188 657.788
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
Elevasi top of wall pada Sta.00+000-Sta.00+016 tergantung pada elevasi MA di cofferdam terutama bila cofferdam di desain boleh mengalami limpasan.
Elev. Rencana T
op o
f Wall Diversion
Chan
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
53
6.6 PERENCANAAN COFFERDAM 6.6.1 Tinjauan Umum
Cofferdam berfungsi melindungi daerah/area pelaksanaan pekerjaan bendung dari pengaruh aliran air. Aliran air tersebut dapat berupa debit sungai atau limpasan dan lain-lain. Cofferdam biasanya direncanakan tidak mengalami over topping, tetapi dalam hal tertentu dapat juga direncanakan untuk sesekali mengalami over topping.
Cofferdam untuk pelaksanaan Bendung Gerak PLTA Tulis direncanakan tipe timbunan batu yang sesekali mengalami over topping (cofferdam limpas) dengan tinggi limpasan tertentu. Pemilihan cofferdam ini didukung oleh beberapa faktor dimana factor-faktor tesebut lebih menguntungkan untuk mendukung rencanan pelaksanaan bendungnya. Oleh karena cofferdam boleh mengalami limpasan, maka dimensi stone covering dan lain-lain perlu dikontrol terhadap kecepatan limpasan dan kemungkinan adanya genangan yang akan memudahkan batu-batu tersebut bergeser dari tempat kedudukan semula.
6.6.2 Permasalahan
Dari data instansi pemerintah dan masyarakat sekitar didapatkan informasi bahwa debit yang lebih besar dari debit design diversion channel (Q10) akan sering terjadi dan
bahkan dimungkinkan terjadi debit yang lebih besar lagi selama pelaksanaan bendung. Permasalahan yang timbul adalah dengan perencanaan cofferdam (cofferdam upstream) yang mampu mengatasi debit lebih besar akan mahal dan design cofferdam yang betul-betul tahan terhadap limpasan pasti juga akan mahal padahal fungsi konstruksi ini hanya sementara. Tetapi bila dengan perencanaan cofferdam timbunan batu zonal biasa yang relative murah pasti akan hancur bila terjadi limpasan.
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
54
mengalami limpasan, maka elevasi ma dengan Q > Qd akan lebih tinggi sehingga
dikhawatirkan elevasi mercunya akan melebihi elevasi jalan existing di axist of cofferdam. Bila dipaksakan menggunakan cofferdam tanpa melimpas maka diperlukan tambahan pekerjaan lain terkait dengan adanya konstruksi jalan existing ini agar air bisa di bendung dan tidak masuk ke area konstruksi, misalnya dengan peninggian jalan existing. Padahal jalan existing ini nantinya juga akan direlokasi seperti yang telah dijelaskan dalam Bab V. Hal ini bila dilihat dari segi biaya sangat tidak ekonomis.
Berdasarkan permasalahan dan analisa diatas, cofferdam (cofferdam upstream) yang akan direncanakan untuk pelaksanaan Bendung Gerak Tulis direncanakan boleh mengalami sesekali limpasan dan dengan perencanaaan yang seefisien mungkin. Sementara untuk analisa perencanaannya cofferdam downstream yang perlu diperhatikan hanya fenomena backwater (air masuk area konstruksi dari arah downstream).
Untuk mempermudah pemecahan permasalahan masalah maka perlu di ketahui terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut :
▪ Potensi dan batasan material setempat.
▪ Data pelaksanaan konstruksi.
▪ Batasan lain.
▪ Alternatif pemilihan yang mungkin.
6.6.2.1 Potensi dan Batasan Material Setempat
Dari informasi masyarakat dan pelaksana pekerjaan Bendung Gerak Tulis, di ketahui bahwa di lokasi konstruksi banyak sekali terdapat batu gunung, tetapi sedikit material clay, dan tidak ada pasir yang baik untuk konstruksi. Bila pengambilan dan pengangkutan stock material timbunan cofferdam di luar/tidak di sekitar Kali Tulis hal ini dapat menyulitkan saat pengiriman ke lokasi pekerjaan mengingat tingkat kesulitan dalam pencapaian daerah konstruksi bendung cukup tinggi. Dengan demikian material yang dapat diharapkan untuk dapat dipakai sebagai konstruksi adalah batu gunung..
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
55
Cofferdam di rencanakan boleh sesekali mengalami over topping (melimpas) dan direncanakan Qdlimpas > Qd.
Data perencanaan :
Qd = Q10 = 409,631 m3/dtk
QdLimpas = Q50 = 462,627 m3/dtk 6.6.2.3 Batasan Lain
Dari analisa sebelumnya diketahui :
Waktu pelaksanaan tidak boleh mundur panjang karena akan terkait dengan pekerjaan lain
Di sisi axist of cofferdam terdapat jalan existing yang belum boleh dibongkar sebelum jalan relokasi selesai dilaksanakan.
Di hulu axist of upstream cofferdam terdapat inlet drain (saluran kecil) yang merupakan anak Kali Tulis
Q inlet drain = 60,939 m3/dtk
6.6.2.4 Alternatif Pemilihan Cofferdam
a. Cofferdam dengan urugan timbunan batu
Alternatif ini sangat mungkin dilaksanakan mengingat material batu yang tersedia dilapangan cukup banyak, keuntungan lain adalah konstruksi tidak rumit dan relatif murah. Tetapi oleh karena cofferdam direncanakan sesekali boleh mengalami over topping (melimpas), maka perlu dikontrol diameter batu pada cofferdam yang diijinkan sehingga batu tersebut tidak akan larut/terlarut oleh limpasan.
b. Cofferdam dari Concrete
Alternatif konstruksi ini sangat mungkin tahan terhadap limpasan, tetapi ada beberapa pertimbangan yang harus dipertimbangkan antara lain :
konstruksi mahal; pembongkaran sulit;
harus mendatangkan pasir dari luar daerah; pelaksanaan relatif lama.
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
56
c. Gabungan/modifikasi (urugan batu dan concrete)
Type gabungan/modifikasi ini adalah cofferdam dengan urugan batu dan concrete serta jaring-jaring dari baja tulangan. Cofferdam type ini paling sesuai untuk dilaksanakan bila cofferdam didesain boleh mengalami sesekali over topping (melimpas). Limpasan yang terjadi dapat melarutkan batuan terutama dibagian hilir dan puncak cofferdam sehingga bagian-bagiann tersebut perlu diperkuat dengan lapisan concrete dan jaring-jaring dari baja tulangan .
6.7 PEMILIHAN TIPE COFFERDAM
Pada hakekatnya cofferdam dengan timbunan material merupakan salah satu jenis bendungan urugan. Perencanaan konstruksi cofferdam secara umum menggunakan metode perencanaan bendungan urugan untuk membantu dalam perencanaan dengan memperhatikan aspek lain, seperti: diversion channel, kemudahan pelaksanaan, dan kontur penampang sungai.
6.7.1 Tipe cofferdam Urugan
Ditinjau dari penempatan serta susunan bahan yang membentuk tubuh bendungan urugan digolongkan dalam 3 type yaitu :
Bendungan urugan homogen: bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari tanah yang hampir sejenis dan gradasi hampir seragam.
Bendungan urugan zonal/majemuk: timbunan yang membentuk tubuh bendungan terdiri dari batuan dengan gradasi yang berbeda-beda dalam urutan pelapisan tertentu.
Bendungan urugan sekat : Bendungan urugan dengan sekat (facing) tidak lulus air di lereng udik.
Skema dan type dari bendungan urugan dapat di;ihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 6.19 Skema dan type dari bendungan urugan
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH Zone Lulus Air
Zone Kedap Air
Drainase
CL Apabila 80 % dari seluruh
bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang bergradasi hamper sama.
m 1 Zone Kedap Air
Zone Lulus Air
Zone Transisi
CL Apabila nahan pembentuk
tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air, tetapi dilengkapi tirai kedap air di udiknya.
m 1 Zone Lulus Air
Zone Lulus Air
Zone Transisi
Zone Inti Kedap Air
CL Apabila bahan pembentuk
tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air, tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan miring ke hilir
m 1
Zone Lulus Air Zone Lulus Air
Drainase Zone Inti Kedap Air
Zone Transisi
CL Apabila bahan pembentuk
tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air, tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan vertical
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
58
Bendungan
Sekat
m 1 Zone Sekat
Zone Lulus Air
Drainase
CL Apabila bahan pembentuk
tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air, tetapi dilengkapi dengan dinding tidak lulus air di lereng udiknya yang biasanya terbuat dari lembaran baja tahan karat, lembaran beton bertulang, aspal beton, lembaran plastik.
Penentuan suatu type bendungan urugan yang paling cocok didasarkan pada beberapa faktor :
▪Kualitas serta kwantitas bahan–bahan tubuh bendungan urugan yang terdapat di daerah sekitar tempat kedudukan calon bendungan.
▪Kondisi penggarapan/pengerjaan bahan tersebut (pengalian, pengolahan, pengangkutan, penimbunan, dll).
▪Kondisi lapisan tanah pondasi pada tempat kedudukan calon bendungan.
▪Kondisi alur sungai.
Hal terpenting dari empat faktor tersebut di atas adalah mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan usaha-usaha mendapatkan kwalitas serta kwantitas bahan–bahan tubuh bendungan urugan yang terdapat di daerah sekitar tempat kedudukan calon bendungan, terutama untuk bahan pada zone kedap air.
Mengingat potensi daerah di sekitar Kali Tulis dan desain cofferdam (boleh mengalami over topping pada cofferdam upstream) yang telah di sebutkan sebelumnya maka:
Direncanakan :
Cofferdam Upstream : Zonal inti tegak dengan modifikasi (pengabungan material urugan dengan beton dan tulangan).
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
6.8 PERENCANAAN COFFERDAM UPSTREAM
Gambar 6.25 Plan view cofferdam upstream
6.8.1 Tinggi Cofferdam Upstream
Diketahui :
Elev. Top of Wall Diversion (Sta.00+016) = + 661,50 m . HMA cofferdam = HMA di Sta.00+00 diversion = 661,00 m.
BAB VI PERENCANAAN KONSTRUKSI SISTEM DEWATERING VI -
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN SISTEM DEWATERING
PADA RENCANA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BENDUNG GERAK TULIS BANJARNEGARA – JAWA TENGAH
60
+ 656.00
+ 652.00
Axist of
Cofferdam
1.75 1
+ 661.00
Top of W all Diversion
Elev.Tanah Asli (NGL)
+ 661.50
m 1
m 1 2
1 + 661.00
+ 651.50
Elev. tanah dasar (NGL) di Axist of Reference Cofferdam = +653,3 m. Elev. renc. tanah dasar cofferdam di Axist of Ref. Cofferdam = + 651,5 m.
Karena cofferdam upstream ini didesain boleh melimpas, maka tidak diperlukan tinggi jagaan pada cofferdam upstream.
H = (+ 661,00) – (+ 651,50) = 9,5 m
Elev mercu = (+ 651,50) + 9,5 = + 661,00 m
Elev mercu lebih rendah 0,8 m dari elevasi jalan existing sehingga tidak diperlukan pekerjaan tambahan untuk konstruksi jalan existing.
6.8.2. Lebar Mercu Cofferdam Upstream
Lebar mercu cofferdam minimum dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut B = 3,6 H1/3 – 3,0
B = 3,6 (9,5)1/3 – 3,0
= 4,62 m ... (diambil B = 5 m)
6.8.3 Kemiringan Cofferdam Upstream
Kemiringan cofferdam ditentukan oleh material yang akan digunakan dengan memperhatikan situasi, kondisi dan posisi Axist of Dam agar cofferdam (bagian hilir) tidak mengganggu pekerjaan bendung itu sendiri (memberikan space/ruang cukup). Direncanakan :
Kemiringan Hulu = 1:2 Kemiringan Hilir = 1:1,75
Dengan perhitungan kemiringan tersebut maka di Axist of reference Cofferdam didapat :