• Tidak ada hasil yang ditemukan

fba tugas kelompok semuanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "fba tugas kelompok semuanya"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jambu Biji

Jambu biji tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Daun jambu biji berbentuk tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau (Hapsoh, 2011).

Secara tradisional jambu biji digunakan sebagai pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawan (Cahyono B, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Allo (2013) ekstrak etanol daun jambu biji dapat menurunkan kadar kolesterol yang diujikan pada tikus wistar (Allo, 2013).

2.1.1 Klasifikasi Jambu Biji (Psidium guajava L.) Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

(2)

Gambar 2.1 Tanaman Jambu Biji (Arya, et al.,2012).

2.1.2 Kandungan Kimia

Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium guajava L.) menurut Taiz dan Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen terutama alkaloid. Kandungan kimia tersebut merupakan bagian dari sistem pertahanan diri yang berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Hasil fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji putih adalah senyawa flavonoid, tanin, triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid (Arya, et al.,2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Allo (2013) ekstrak etanol daun jambu biji (kuersetin) dapat menurunkan kadar kolesterol yang diujikan pada tikus wistar (Allo, 2013).

2.1.3 Ekstraksi dengan Metode Maserasi

Maserasi merupakan suatu proses ektraksi cair padat menggunakan suatu pelarut selama waktu tertentu dengan sesekali diaduk dan dikocok pada suhu kamar (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Proses ekstraksi dengan cara maserasi sangat sederhana namun membutuhkan waktu yang sangat lama dan hasilnya kurang sempurna. Cara ini dapat dipercepat dengan cara bantuan pengadukan. Dengan bantuan pengadukan, proses maserasi dapat disingkat 6 jam sampai 24 jam (Afifah dan Tim Lentera, 2003).

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).

2.1.3 Kuersetin

(3)

titik didih 316oC, dan memiliki sifat antioksidan yang sangat potensial. Kuersetin tergolong dalam senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6 – C3 – C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. (Markham, 1988).

[image:3.612.230.382.335.429.2]

Kuersetin menunjukkan aktivitasnya dalam menghambat reaksi oksidasi low-density lipoprotein (LDL) secara in vitro, mencegah kerusakan oksidatif dan kematian sel dengan mekanisme menangkap radikal oksigen. Ketika flavonol kuersetin bereaksi dengan radikal bebas, kuersetin mendonorkan protonnya dan menjadi senyawa radikal, tapi electron tidak berpasangan yang dihasilkan didelokalisasi oleh resonasi. Hal ini membuat senyawa kursetin radikal memiliki energi yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang reaktif (Kosasih, 2004). Struktur kimia kuersetin:

Gambar X. Struktur Kuersetin (Herowati, 2008).

(4)

Ekstrak kental jambu biji adalah ekstrak yang dibuat dari daun tumbuhan Psidium guava yang mengandung flavonoid total tidak kurang dari 1,40% dihitung sebagai kuersetin.

 Pemerian : Ekstrak kental berwarna coklat tua, bau khas, rasa kelat

 Rendemen : Tidak kurang dari 12,3%

 Pelarut : Etanol

 Kadar air : Tidak lebih dari 10%

 Abu total : Tidak lebih dari 0,8%

 Abu tidak larut asam : Tidak lebih dari 0,2%

(Depkes RI, 2008).

Menurut hasil penelitian Hidayanti (2015), pelarut etanol 70% memperoleh rendemen ekstrak paling banyak sebesar 18,25% jika dibandingkan dengan menggunakan pelarut metanol dan etil asetat diperoleh rendemen 13,2% dan 6,69 % dengan menggunakan metode yang sama (Hidayanti, 2015).

2.2 Antikolesterol

Kolesterol merupakan lipid amfipatik yang memiliki komponen structural essensial pada membrane dan lapisan luar lipoprotein plasma. Terdapat dua jenis utama lipoprotein (kolesterol) yaitu Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan lipoprotein yang membawa kolesterol ke sel-sel tubuh yang memerlukan seperti otot, jantung, dan otak. Sedangkan High Density Lipoprotein (HDL) merupakan lipoprotein yang mengangkut kembali apabila terdapat kelebihan kolesterol untuk di bawa ke hati yang selanjutnya akan diuraikan (Garnadi, 2012).

(5)

mekanisme umpan-balik, yaitu HMG-KoA reduktase di hati dihambat oleh mevalonat yang merupakan intermediate, dan oleh kolesterol yang merupakan produk utama lintasan tersebut. Aktivitas HMG-KoA reduktase dapat ditingkatkan dengan pemberian hormon insulin atau hormon tiroid, sedangkan hormon glukagon atau glukokortikoid akan menurunkannya (Puedjiadi dan Supriyanti, 2005). Berikut kriteria kolesterol :

Kriteria Kolesterol total (mg/dL)

Rendah <200

Normal 200-239

Tinggi 240

Kolesterol yang melebihi batas normal di dalam tubuh, yaitu lebih dari 240 mg/dL dapat menyebabkan arterosklerosis (penyumbatan pada pembuluh darah). Selain itu, kenaikan kadar kolesterol total dapat menyebabkan dislipdemia. Dislipidemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat kelainan metabolism lipid yang ditandai oleh kelainan fraksi lipid dalam plasma (Adam dkk., 2004).

2.3 Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan obat dari bahan alam terutama dari alam nabati, yang khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku, baik berupa simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya. Perbedaan fitofarmaka dengan jamu dan OHT (obat tradisional) yaitu pembuktian khasiat dan keamanan berdasarkan uji preklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadi distandarisasi, serta banyak digunakan untuk pelayanan kesehatan formal (BPOM, 2004).

Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut: a. Seleksi

Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka kejadiannya (berdasarkan pola penyakit), serta berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu.

(6)

Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya.

 Uji Toksisitas

Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose 50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Pada uji toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji toksisitas kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada pemberian jangka lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama pemberian obat pada manusia. Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional agar masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:

a. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek khusus seperti kanker, cacat bawaan.

b. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur

c. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu misalnya kanker.

d. Obat digunakan secara kronik

 Uji Farmakodinamik

Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia.

(7)

Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan identitas, dan menentukan bentuk sediaan yang sesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Bahan segar berbeda efeknya dibandingkan dengan bahan yang telah dikeringkan. Proses pengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktif tertentu yang bersifat termolabil.

d. Uji Klinik

Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Uji klinik dibagi empat fase yaitu:

 Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat tradisional

 Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding

 Fase II akhir : dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding

 Fase III : uji klinik definitif

 Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang lambat timbulnya (Dewoto, 2007).

Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut (Depkes, 2000).

2.4 Tablet

(8)

dan zat pemberi rasa. Berdasarkan metode pembuatan tablet kompresi ada 3, yaitu: metode granulasi basah, metode granulasi kering, dan cetak langsung (Ansel, 2008).

Tablet umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi umum dari tablet adalah:

a) Zat berkhasiat/zat aktif

Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi harus dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief, 1994).

b) Zat pengisi

Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai dengan persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati (amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain (Anief, 1994). c) Zat Pengikat

Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dan dapat dibentuk menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak. Zat pengikat yang biasa digunakan adalah gelatin, amilum maidis, amilum manihot, amilum tritici dan lain-lain (Anief, 1994).

d) Zat penghancur

Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbsi. Zat penghancur yang biasa digunakan adalah pati, asam alginat, gom dan lain-lain (Lachman dkk, 1994).

e) Zat pelicin

Zat pelicin adalah zat tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan tablet untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang kempa dan untuk mencegah tablet melekat pada dinding lubang kempa. Zat pelicin yang biasa digunakan adalah talk, magnesium stearat, kalsium stearat, natrium stearat, polietilen glikol, dan lain-lain (Anief, 1994).

(9)

 Pemerian: Serbuk sangat halus, berwarna putih sampai krem, tidak atau hamper tidak

berbau, dan higroskopik (Depkes RI, 1995).

 Kelarutan: Larut dalam asam, klorofom, etanol, keton, metanol, dan air (Depkes RI, 1995).

 Titik Lebur: 1500C

 pH: 3-7

 Fungsi: PVP sebagai pengikat, pengisi, atau penyalut tablet 0,5-5%

(Rowe et al., 2009)

2.5.2 Pati Jagung

Pati Jagung adalah pati yang diperoleh dari biji Zea mays L.

 Pemerian: Serbuk sangat halus, putih.

 Kelarutan: praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol.

 Wadah dan Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat.

 Fungsi: pati jagung pada umumnya digunakan sebagai disintegran dalam formulasi tablet dengan konsentrasi 3-25% w/w, konsentrasi yang umum digunakan adalah 15%.

 Kompatibilitas: pati jagung tidak kompatibel dengan senyawa pengoksidasi kuat; berwarna apabila berinteraksi dengan iodin.

 Stabilitas: pati jagung stabil apabila dilindungi dari kelembaban yang tinggi. Pati jagung bersifat inert dibawah kondisi penyimpanan normal. Larutan pati jagung tidak stabil secara fisika dan mampu dimetabolisme oleh mikroorganisme, maka dari itu harus selalu segar ketika ingin digunakan untuk granulasi basah

(Rowe et al., 2009).

2.5.3 Magnesium Stearat

 Pemerian: Serbuk halus, putih, voluminous; bau lemah, kahas; mudahmelekat di kulit; bebas dari butiran.

 Kelarutan: Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter.

(10)

 Inkompatibilitas: Magnesium stearat tidak kompatibel dengan asam kuat, alkali, dan

garam besi. Dihindarkan pencampuran dengan zat yang bersifat oksidator kuat. Magnesium stearat tidak bisa digunakan pada produk yang mengandung aspirin, beberapa vitamin dan garam alkaloid secara umum

 Fungsi: Magnesium stearat berfungsi sebagai bahan pelicin (lubrikan) pada pembuatan kapsul dan tablet dengan konsentrasi antara 0,25%-5,0%, serta digunakan sebagai bahan pembawa pada krim (Rowe et al., 2009).

2.5.4 Magnesium Karbonat

 Pemerian: Serbuk putih, tidak berbau butiran (Depkes RI, 1995).

 Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam asam encer disertai terjadinya gelembung-gelembung gas yang kuat (Depkes RI, 1995).

 Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).

 Fungsi: Magnesium karbonat berfungsi sebagai eksipien tablet dengan konsentrasi 0,5-1% (Rowe, et al., 2009).

2.5.5 Talk

 Definisi: Talk merupakan magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit aluminium silikat. Memiliki rumus kimia Mg6(Si2O5)4(OH)4 (Depkes RI, 1995).

 Pemerian: Serbuk hablur, sangat halus licin, mudah melekat pada kulit, bebas butiran: warna putih atau putih kelabu. Talk sangat halus, putih keabu-abuan-putih, tidak berbau, bermanis-manis, bubuk kristal, mudah melekat pada kulit dan lembut untuk disentuh dan bebas dari butiran (Depkes RI, 1995).

 Kelarutan: Tidak larut hampir dalam semua pelarut (Depkes RI, 1995).

 Ketidakcampuran: Tidak dapat bercampur dengan komponen ammonium kuartener (Rowe, et al., 2009).

(11)

 Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).

[image:11.612.138.498.150.252.2]

2.6.6 Avicel PH 102®

Gambar X . Struktur dari Avicel PH 102

Avicel PH 102® merupakan selulosa yang terdepolimerasi parsial berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, serbuk kristal yang terdiri atas partikel porous, tidak larut dalam asam encer dan sebagian pelarut organik (Galichet, 2006).

Avicel PH 102® merupakan produk aglomerasi dengan distribusi ukuran partikel yang besar dan menunjukkan sifat alir serta kompaktibilitas yang baik. Ikatan yang terjadi antar partikelnya adalah ikatan hidrogen, ikatan ini sangat berperan terhadap kekerasan dan kohesifitasnya. Pada tekanan kompresi partikelnya mengalami deformasi plastis, sehingga dapat menaikkan kompaktibilitas (Sheth et al., 1980).

Kosasih, E.N., Setiabudhi, T., dan Heryanto, H. 2004. Peranan Antioksidan pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia.

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB.

Herowati, R., Rahman, E.K., Ketut, I.K., Nuraini, H., dan Tutus, G.K. 2008. Aktivitas Antiinflamasi Kuersetin-3-monoasetat dan Hasil Asetilasi Selektif Kuersetin. Artocarpus. 8(2):60-67.

Gambar

Gambar X. Struktur Kuersetin (Herowati, 2008).
Gambar X . Struktur dari Avicel PH 102

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini terdapat beberapa penelitian terkait dengan kualitas website dan keputusan pembelian pada website e- commerce antara lain penelitian yang dilakukan oleh Bagas maulana

Sistem Manajemen Kinerja yang efektif adalah sebuah proses yang membantu organisasi untuk mencapai tujuan jangka panjang dan jangka pendeknya, dengan membantu manajer dan

Salah satu wilayah yang menjadi pengembangan ekowisata adalah

• Network links that use Internet technologies to connect the intranet of a business to the intranets of another. • Virtual

dari bau yang tidak dikehendaki? 60 % 40 % 18. Apakah setelah digunakan, peralatan dicuci dengan bersih. dengan cairan pembersih? 100 %

Penelitian ini membahas mengenai Bagaimanakah bentuk unsur struktur Genetik pada naskah legenda Dewi Rengganis dalam tembang sorong- serah Aji Krama.Jenis penelitian

haastavaksi, kyseessä ei ole yksinomaan vanhempien toiminta tai kasvatus vaan vauvan luontainen tapa toimia. Koska temperamentti näyttäytyy usein myös unen aikana, sen

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul