• Tidak ada hasil yang ditemukan

S SEJ 1001841 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S SEJ 1001841 Chapter1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis yang tersebar di seluruh dunia. Ini

berarti etnis Tionghoa ada di setiap negara. Jutaan orang Tionghoa menyebar mulai dari

kawasan Asia Tenggara (Filipina, Vietnam, Thailand, Burma, Kamboja, Malaysia,

Singapura, Indonesia) hingga Mauritius, Afrika Selatan, Eropa, Amerika Utara,

Amerika Selatan, Kepulauan Pasifik (Forum Kajian Rakyat, 2004, hlm. 1). Kontak

pertama etnis Tionghoa dengan penduduk asli negara-negara di Asia Tenggara

diperkirakan terjadi pada abad ke-13 SM mulai dari Tongkin dan Aman ke Kamboja,

Siam, Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Jawa (Hidajat, 1977, hlm. 3). Proses

tersebut berlangsung selama berabad-abad dan puncak penyebarannya terjadi pada

abad ke-19 dan 20 mencakupi wilayah yang sangat luas (Forum Kajian Rakyat, 2004,

hlm. 1).

Indonesia merupakan salah satu negara tempat persebaran etnis Tionghoa.

Sebagian besar etnis Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa, kemudian

Sumatera dan Kalimantan (Skinner, G. W., 1963 dalam

http://neumann.43i.org/sarlito/chinese_fam.html). Jumlah etnis Tionghoa di Indonesia

mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Pada permulaan abad ke-19, jumlah

penduduk etnis Tionghoa di Batavia lebih dari 100.000 orang, dari populasi penduduk

pulau Jawa kurang lebih 5.000.000 orang (Scott Merrillees dalam Setiono, 2003: 18).

Pada permulaan abad ke-20, penduduk etnis Tionghoa di Indonesia berkembang

menjadi 1.233.856 orang, kurang lebih setengah dari jumlah tersebut tinggal di pulau

Jawa. Kemudian berdasarkan penelitian Victor Purcell pada tahun 1951, jumlah etnis

Tionghoa di Indonesia kurang lebih 2.100.000 dengan pertambahan 2,5% setiap tahun

(Hidajat, 1977, hlm. 8).

Pada tahun 1961, jumlah etnis Tionghoa yang menetap di Jawa dan Madura

adalah 1.230.000 jiwa 2% dari total populasi 63.059.000 jiwa (Skinner, G. W., 1963

dalam http://neumann.43i.org/sarlito/chinese_fam.html). Pada tahun 2004, etnis

(2)

2004, hlm. 15). Dengan kata lain pertumbuhan yang fantastis seperti itu etnis Tionghoa

di Indonesia bila digabungkan di satu tempat yang sama, maka hampir setengah

populasi penduduk Indonesia. Hanya karena mereka cenderung menyebar populasinya

diseluruh bagian Indonesia, mereka cenderung menjadi kelompok minoritas. Tidak

menutup kemungkinan dimasa yang akan datang konsep mayoritas-minoritas antara

etnis Tionghoa dan non-Tionghoa akan terbalik (Suryadinata, 1999, hlm. 188).

Program keluarga berencana di Indonesia dimulai sekitar tahun 1957. Pada

tahun tersebut didirikan Perkumpulan Keluarga Berencana (PKB). Program KB masuk

ke Indonesia melalui jalur urusan kesehatan (bukan urusan kependudukan). Program

KB masih dianggap belum terlalu penting. Kegiatan penyuluhan dan pelayanan masih

terbatas dilakukan karena masih ada pelarangan tentang penyebaran metode dan alat

kontrasepsi (Ahmadi & Kaelany, 1982, hlm 195).

Darahim (2010, hlm. 21-25) mengungkapkan bahwa begitu memasuki Orde

Baru, program KB mulai menjadi perhatian pemerintah. Saat itu Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) sebagai organisasi yang mengelola dan concern

terhadap program keluarga berencana mulai diakui sebagai badan hukum oleh

departemen kehakiman. Pemerintahan Orde Baru yang menitik beratkan pada

pembangunan ekonomi, mulai menyadari bahwa program KB sangat berkaitan erat

dengan pembangunan ekonomi. Kemudian pada tahun 1970 resmilah program KB

menjadi program pemerintah dengan didirikan Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) Melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 8 tahun 1970 sebagai

sebuah lembaga Non Departemen yang mempunyai tanggung jawab pada bidang

pengendalian penduduk di Indonesia. Peresmian tersebut ditandai dengan pencanangan

hari Keluarga Nasional pada tanggal 29 Juni 1970. Sejak itu pemerintah mulai

memperkuat dan memperluas program KB ke seluruh Indonesia.

Merencanakan dan mengatur keluarga adalah soal kemanusiaan yang sekarang

ini sedang diusahakan pelaksanaannya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Jika

pembangunan itu adalah pembangunan manusia, maka kelahiran manusia pun harus

diatur. Di samping itu pertumbuhan penduduk yang tidak disertai dengan pertumbuhan

yang cukup dalam produksi nasional dapat juga menimbulkan berbagai masalah yang

berkaitaan dengan kurangnya fasilitas pendidikan, kurangnya penyediaan makanan,

(3)

harus dilakukan sedemikian rupa supaya tidak bertentangan dengan hukum yang

berjalan dinegeri ini, juga tidak bertentangan dengan ajaran agama yang merupakan

sumber rasa susila dan rasa peri kemanusiaan. Ini semua harus diatur oleh pemerintah

dan harus didukung pula oleh segenap rakyat (Lestari, dkk. , 2007, hlm. 1).

Akan tetapi di Indonesia masyarakat Tionghoa merupakan masyarakat yang

sudah menjadi rahasia umum mereka kurang berpartisipasi dalam melaksanakan

program keluarga berencana sesuai dengan anjuran pemerintah. Menurut Suliyati

(Tanpa tahun: 12) bahwa :

Partisipasi wanita Tionghoa dalam program KB dipandang penting karena budaya mereka menganggap bahwa anak yang banyak akan mendatangkan banyak rejeki. Pandangan ini sudah tidak sesuai dengan program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah. Untuk menunjang program tersebut wanita Tionghoa yang sudah mengikuti program keluarga berencana terutama wanita Tionghoa yang berpendidikan dan berpikiran maju. Walaupun demikian masih banyak wanita Tionghoa yang belum menyadari pentingnya program KB bagi pembangunan Indonesia.

Sedangkan pengaturan kelahiran itu harus diadakan, agar supaya kenaikan

produksi tidak dikalahkan oleh kenaikan kelahiran anak. Hal yang ditakutkan pun

terjadi pada masa sekarang ini, dimana kelahiran anak mengalahkan kenaikan produksi

terutama produksi pangan (Ahmadi & Kaelany, 1982, hlm. 104). Dengan demikian

suksesnya suatu program pemerintah dalam hal ini program KB, tergantung dari aktif

atau tidak aktifnya partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program tersebut.

Sehingga dalam posisi ini peran aktif masyarakat sangat penting artinya bagi

tercapainya tujuan secara mantap.

Program KB dicanangkan dalam rangka usaha pemerintah untuk membangun

manusia Indonesia yang berkualitas. Pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk

membuat perubahan dari suatu kondisi tertentu ke keadaan lain yang lebih bernilai.

Agar proses perubahan itu dapat menjangkau sasaran-sasaran perubahan keadaan yang

lebih baik dan dapat digunakan sebagai pengendali masa depan, di dalam

melaksanakan pembangunan itu perlu sekali memperhatikan segi manusianya. Karena

dalam arti proses, pembangunan itu menyangkut makna bahwa manusia itu obyek

pembangunan dan sekaligus subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan

manusia harus diperhitungkan, sebab dia punya nilai dan potensi yang luar biasa. Oleh

(4)

untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan secara berkelanjutan

(Pasaribu & Simanjuntak, 1986, hlm. 62).

Persepsi warga masyarakat terhadap program tertentu merupakan landasan atau

dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut terlibat dan berperan aktif dalam

setiap kegiatan program tersebut. Makna positif atau negatif sebagai hasil persepsi

seseorang terhadap program akan menjadi pendorong atau penghambat baginya untuk

berperan dalam kegiatannya (Mubyarto, 1984, hlm. 70). Sikap terbuka untuk secara

jujur menyatakan persepsi dan pandangannya tentang suatu program yang

diselenggarakan pemerintah. Karena sering dilandasi oleh persepsi yang kurang positif,

maka keterlibatan yang ada sering merupakan partisipasi semu. Keadaan yang

demikian itu bila sering terjadi maka akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuai

dengan rencana sehingga menyulitkan usaha pencapaian tujuan program secara utuh

dan mantap. Hambatan yang sering muncul ketika psrtisipasi masyarakat terhadap

suatu program pemerintah kurang maksimal bisa secara internal berupa hambatan

sosio-kultural, dan eksternal hambatan dari birokrasi pemerintah itu sendiri.

Lestari, dkk. (2007, hlm. 2) mengungkapkan bahwa hambatan internal,

merupakan hambatan dari dalam masyarakat itu sendiri, yang merupakan

keragu-raguan sebagian besar warga masyarakat untuk terlibat langsung dalam suatu program

kegiatan. Hal ini disebabkan karena keadaan sosio-kultural mereka yang belum

memungkinkan untuk secara aktif menyuarakan keinginan mereka. Sementara mereka

lebih memilih diam. Hambatan ini masih bisa diperbaiki dengan cara memberikan

masukan informasi-informasi baru yang positif dan bersifat membangun. Mereka harus

dikenalkan dengan penemuan-penemuan dan perkembangan baru di daerah lain, yang

nantinya akan membuka cakrawala berpikir mereka. Tetapi kadang-kadang mereka

masih memiliki kesadaran yang rendah karena adanya beberapa keterbatasan.

Sedangkan hambatan eksternal, yakni hambatan dari birokrasi pemerintah itu sendiri

bisa berupa akses untuk mengikuti program tersebut masih sulit, keterbatasan

pemerintah dalam menyediakan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), atau

bahkan dimana ketidakstabilan politik suatu negara (pemerintah) dapat

mengombang-ambingkan kedudukan kelembagaan yang mengurusi masalah program keluarga

(5)

Kata “persepsi” seringkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, apa makna sebenarnya dari persepsi itu sendiri?. Menurut pengertian dari beberapa para

ahli adalah sebagai berikut:

Persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan (Sarwono, 1983, hlm. 89). Sedangkan menurut Leavit (dalam Triska, 2007, hlm. 8) menambahkan bahwa persepsi memiliki pengertian dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit persepsi yaitu penglihatan: bagaimana seseorang melihat sesuatu, dan dalam arti luas persepsi yaitu: pandangan atau pengertian, bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu menggunakan makna.

Dengan demikian, penulis coba simpulkan secara sederhana bahwa setiap

individu dalam kehidupan sehari-hari akan menerima stimulus atau rangsang berupa

informasi, peristiwa, objek, dan lainnya yang berasal dari lingkungan sekitar, stimulus

atau rangsang tersebut akan diberi makna atau arti oleh individu, proses pemberian

makna atau arti tersebut dinamakan persepsi.

Lestari, dkk. (2007, hlm. 3) juga berpendapat bahwa persepsi seseorang sangat

tergantung pada banyak faktor yang membentuk pengalamannya dalam kehidupan

bermasyarakat. Dalam hal ini, kaitannya dengan program KB sebagai usaha pemerintah

untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Partisipasi aktif warga masyarakat akan

sangat ditentukan oleh persepsinya terhadap program keluarga berencana, baik latar

belakang sosial ekonominya maupun budayanya yang khusus.

Penelitian ini akan mengambil daerah Pecinan di Kota Bandung yang terletak

di Jalan Pecinan Lama sekitaran Pasar Baru, tepatnya di Kelurahan Braga, Kecamatan

Sumur Bandung, wilayah pemerintahan Kota Bandung sebagai wilayah kajiannya.

Sebagai suatu wilayah yang dapat dikatakan daerah Pecinan, dimana disana masih

terlihat deretan toko milik warga Tionghoa yang ada di setiap kawasan Pecinan pada

umumnya. Kemudian penulis juga mendapati banyak warga masyarakat etnis Tionghoa

yang hidup berkelompok disana. Skober (2006, hlm. 6) juga ikut menambahakan

bahwa di Bandung orang-orang Cina semula tinggal di Banceuy. Setelah jumlah orang

Cina bertambah, kemudian disediakan tempat di kota bagian barat (sekarang disebut

(6)

Tionghoa sekarang ini, sebagian besar orang Tionghoa di Indonesia tinggal di

kota-kota. Perkampungan etnis Tionghoa di kota-kota itu, termasuk dalam hal ini di

Bandung, biasanya merupakan deretan rumah-rumah yang berhadapan di sepanjang

jalan pusat pertokoan (Kustedja, 2012, hlm. 125).

Sampel dalam penelitian ini merupakan masyarakat urban dimana sudah dapat

ditentukan tingkat pendidikan mereka sebetulnya tinggi, akan tetapi kesadaran mereka

untuk ber-KB rendah. Kemudian untuk periode tahun, karena dalam penelitian sejarah

harus dibatasi ruang dan waktu penulis menentukan tahun 1970-1998 sebagai acuan.

Tahun 1970 sebagai tahun acuan peneliti karena sejak awal Orde Baru, pada tahun

1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang

berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak,

dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia. Pada tanggal

16 Agustus 1967 di depan sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya

mengungkapkan “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius

mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila” (BKKBN, 2012 dalam http://riau.bkkbn.go.id/ViewProfil.aspx?ProfilID=31.html).

Sebagai tindak lanjut dari pidato presiden tersebut, pada tahun 1970 didirikan

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan sebagai Kepala

BKKBN adalah Dr. Suwardjo Suryaningrat melalui Keputusan Presiden (Kepres)

Nomor 8 tahun 1970 sebagai sebuah lembaga non departemen yang mempunyai

tanggung jawab pada bidang pengendalian penduduk di Indonesia. program KB ini

merupakan salah satu program yang digadang-gadang dalam repelita I (Darahim, 2010,

hlm. 22). Rencana Pembangunan Lima Tahun (repelita) merupakan perencanaan

pembangunan lima tahun kedepan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di

Indonesia. Penulis menjadikan implementasi program KB pada masa Repelita sebagai

acuan penelitiannya, sedangkan 1998 merupakan tahun dimana berakhirnya

pemerintahan Orde Baru itu sendiri.

Penulis merasa tertarik menyelidiki keengganan mereka untuk ber-KB sesuai

yang dianjurkan pemerintah. Apa persepsi mereka tentang program KB?, apa faktor

yang mempengaruhi persepsi mereka?, tentu bisa berbagai macam hal baik internal

(7)

Berdasarkan pemaparan yang sudah diuraikan diatas, maka penulis tertarik

untuk menggali lebih dalam temuannya mengenai persepsi masyarakat Tionghoa

terhadap program KB di kawasan Pecinan Kota Bandung. Dimana masyarakat

Tionghoa disana sudah dikategorikan menjadi masyarakat urban, yakni masyarakat

berpendidikan dan memiliki ekonomi lebih mapan. Tetapi partisipasi mereka masih

kurang terhadap program keluarga berencana yang telah diupayakan pemerintah dalam

pembangunan kependudukan. Dengan demikian untuk mengetahui persepsi masyarakat

Tionghoa di kawasan Pecinan Kota Bandung terhadap program keluarga berencana,

maka penulis akan menuliskan temuannya kedalam sebuah skripsi dengan judul :

“Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program Keluarga Berencana Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998”.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan

yang akan menjadi kajian penulis. Adapun rumusan masalah yang akan menjadi fokus

utama penulisan adalah: Bagaimana Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program

Keluarga Berencana Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998?

Untuk mempermudah dan mengarahkan dalam pembahasan, maka kajian

penelitian ini dibatasi dalam beberapa pertanyaan, diantaranya:

1.2.1 Bagaimana kehidupan sosial budaya masyarakat Tionghoa di kawasan Pecinan

Kota Bandung tahun 1970-1998?

1.2.2 Bagaimana pelaksanaan kegiatan program keluarga berencana di kawasan

Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998?

1.2.3 Bagaimana persepsi masyarakat Tionghoa terhadap program keluarga

berencana dengan kondisi sosial, ekonomi, politik, serta budayanya di kawasan

Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998?

1.2.4 Faktor apa yang mempengaruhi persepsi masyarakat Tionghoa terhadap

program keluarga berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung tahun

1970-1998?

1.3 Tujuan Penelitian

(8)

1.3.2.1Mendeskripsikan kehidupan masyarakat etnis Tionghoa di kawasan Pecinan

Kota Bandung tahun 1970-1998.

1.3.2.2Menjelaskan pelaksanaan kegiatan program keluarga berencana di kawasan

Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998.

1.3.2.3Menjelaskan persepsi masyarakat Tionghoa terhadap program keluarga

berencana dengan kondisi sosial, ekonomi, politik, serta budayanya di kawasan

Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998.

1.3.2.4Menjelaskan faktor apa yang mempengaruhi persepsi masyarakat Tionghoa

terhadap program keluarga berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung tahun

1970-1998.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Hasil penelitian diharapkan memberikan masukan bagi pengembangan muatan

mata pelajaran sejarah untuk sekolah menengah atas dalam kurikulum 2013,

dengan Kompetensi Dasar “Mengevaluasi kehidupan politik dan ekonomi

bangsa Indonesia pada masa Orde Baru”. Selain itu khususnya dapat

menghidupkan kembali program “Pendidikan Kependudukan” dalam kurikulum

2013, yang mana sebelumnya “Pendidikan Kependudukan” diintegrasikan di

Kurikulum 1975. Mengingat, menurut hemat penulis penting sekali

memberikan pengetahuan kependudukan ini sejak dini pada generasi muda.

1.4.2 Hasil penelitian diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif warga masyarakat

dalam kegiatan-kegiatan keluarga berencana.

1.4.3 Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan penting untuk

pemerintah. Dapat memperluas pandangan dalam perencanaan sehingga dapat

disusun rencana kegiatan yang lebih tepat dan sesuai dengan latar belakang

sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sasaran program, khususnya dalam hal

ini program keluarga berencana di Indonesia.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Agar penulisan skripsi ini tersusun secara sistematis, maka penulisan skripsi ini

(9)

1.5.1 Bab I Pendahuluan

Bab ini akan menjelaskan menegani alasan penulis mengambil topik

penelitiannya, yakni persepsi masyarakat Tionghoa terhadap program keluarga

berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998. Susunan

pemaparannya adalah latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

1.5.2 Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teoritis

Pada bab ini memaparkan konsep-konsep serta teori-teori yang digunakan dan

dianggap relevan dengan penelitian. Kajian pustaka berfungsi untuk membantu peneliti

dalam membandingkan dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang

dikaji dan dikaitkan dengan masalah-masalah yang sedang diteliti. Proses kajian

pustaka dilakukan terhadap sumber literatur berupa buku, jurnal, dan beberapa skripsi

terdahulu yang dipilih disesuaikan dengan permasalahan penelitian. Penggunaan

sumber-sumber tersebut bertujuan menjelaskan berbagai konsep serta teori yang

berkaitan dengan penelitian. Konsep-konsep yang akan dijelaskan pada bab ini ialah

sebagai berikut: Pertama, konsep persepsi. Kedua, konsep program keluarga

berencana. Ketiga, konsep susunan keluarga dan aspek-aspek kehidupan keluarga

Tionghoa.

1.5.3 Bab III Metode Penelitian

Bab ini mengkaji tentang langkah-langkah yang digunakan dalam penulisan

berupa metode penulisan dan teknik penelitian yang menjadi titik tolak penulis dalam

mencari sumber serta data-data, pengolahan data dan cara penulisan. Dalam bab ini

pun, penulis berusaha memaparkan metode yang digunakan untuk merampungkan

rumusan penelitian, metode penelitian ini harus mampu menjelaskan langkah-langkah

serta tahapan-tahapan apa saja yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan.

Semua prosedur serta tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penelitian

berakhir akan diuraikan secara rinci dalam bab ini. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan penulis dalam memberikan arahan pemecahan masalah yang akan dikaji.

1.5.4 Bab IV Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program Keluarga Berencana

Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998

Pada bab ini, berisi mengenai pembahasan hasil penelitian berdasarkan

(10)

penulis paparkan secara deskriptif untuk memperjelas maksud yang terkandung dalam

data-data temuan tersebut, khususnya baik bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Penulis berusaha mencoba mengkritisi data-data temuan di lapangan dengan

membandingkannya kepada bahan atau sumber yang mendukung pada permasalahan

yang penulis teliti. Selain itu juga dalam bab ini dipaparkan pula mengenai pandangan

penulis terhadap permasalahan yang menjadi titik fokus dalam penelitian yang penulis

lakukan.

1.5.5 Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab terakhir ini berisi suatu simpulan dan saran dari permasalahan penelitian

yang penulis bahas. Simpulan penelitian berupa analisis secara menyeluruh dari

permasalahan-permasalahan penelitian, serta saran terhadap permasalahn penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan perangkat modulator 8–QAM terletak pada bagian osilator, serta penambahan rangkaian penjumlah pada bagian akhir rangkaian modulator 8–QAM yang berfungsi

Modalitas yang dapat digunakan pada kondisi untuk mengatasi permasalahan yang ada berupa Transncutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS ) dengan Mc Kenzie

Kata dikuasi dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 merupakan petunjuk dasar kewenangan negara dimana negara menurut Abrar Saleng adalah teritori yang memiliki karakter

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian tugas guru adalah cara penyajian bahan atau materi dari guru dengan memberikan tugas-tugas

The soft file implies that you should visit the link for downloading and install and after that conserve Crumb: A Baking Book By Ruby Tandoh You have possessed the book to read,

Selama tahun 2006 sampai 2010 pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Besuki tidak jauh beda, hal ini dikarenakan setiap Kabupaten pada wilayah Eks

Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup berkembang dan mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam

Selain itu inovasi produk menjadi bagian dari strategi perusahaan agar konsumen tidak bosan bahkan tertarik untuk melakukan pembelian ulang terkhusus dari produk