PERSEPSI MASYARAKAT TIONGHOA TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI KAWASAN PECINAN KOTA BANDUNG
TAHUN 1970-1998
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Departemen Pendidikan Sejarah
Oleh,
Moch Wildan Ramadan
1001841
DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERSEPSI MASYARAKAT TIONGHOA TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI KAWASAN PECINAN KOTA BANDUNG
TAHUN 1970-1998
Oleh,
Moch Wildan Ramadan
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan Sosial
© Moch Wildan Ramadan 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis yang tersebar di seluruh dunia. Ini
berarti etnis Tionghoa ada di setiap negara. Jutaan orang Tionghoa menyebar mulai dari
kawasan Asia Tenggara (Filipina, Vietnam, Thailand, Burma, Kamboja, Malaysia,
Singapura, Indonesia) hingga Mauritius, Afrika Selatan, Eropa, Amerika Utara,
Amerika Selatan, Kepulauan Pasifik (Forum Kajian Rakyat, 2004, hlm. 1). Kontak
pertama etnis Tionghoa dengan penduduk asli negara-negara di Asia Tenggara
diperkirakan terjadi pada abad ke-13 SM mulai dari Tongkin dan Aman ke Kamboja,
Siam, Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Jawa (Hidajat, 1977, hlm. 3). Proses
tersebut berlangsung selama berabad-abad dan puncak penyebarannya terjadi pada
abad ke-19 dan 20 mencakupi wilayah yang sangat luas (Forum Kajian Rakyat, 2004,
hlm. 1).
Indonesia merupakan salah satu negara tempat persebaran etnis Tionghoa.
Sebagian besar etnis Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa, kemudian
Sumatera dan Kalimantan (Skinner, G. W., 1963 dalam
http://neumann.43i.org/sarlito/chinese_fam.html). Jumlah etnis Tionghoa di Indonesia
mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Pada permulaan abad ke-19, jumlah
penduduk etnis Tionghoa di Batavia lebih dari 100.000 orang, dari populasi penduduk
pulau Jawa kurang lebih 5.000.000 orang (Scott Merrillees dalam Setiono, 2003: 18).
Pada permulaan abad ke-20, penduduk etnis Tionghoa di Indonesia berkembang
menjadi 1.233.856 orang, kurang lebih setengah dari jumlah tersebut tinggal di pulau
Jawa. Kemudian berdasarkan penelitian Victor Purcell pada tahun 1951, jumlah etnis
Tionghoa di Indonesia kurang lebih 2.100.000 dengan pertambahan 2,5% setiap tahun
(Hidajat, 1977, hlm. 8).
Pada tahun 1961, jumlah etnis Tionghoa yang menetap di Jawa dan Madura
adalah 1.230.000 jiwa 2% dari total populasi 63.059.000 jiwa (Skinner, G. W., 1963
dalam http://neumann.43i.org/sarlito/chinese_fam.html). Pada tahun 2004, etnis
2004, hlm. 15). Dengan kata lain pertumbuhan yang fantastis seperti itu etnis Tionghoa
di Indonesia bila digabungkan di satu tempat yang sama, maka hampir setengah
populasi penduduk Indonesia. Hanya karena mereka cenderung menyebar populasinya
diseluruh bagian Indonesia, mereka cenderung menjadi kelompok minoritas. Tidak
menutup kemungkinan dimasa yang akan datang konsep mayoritas-minoritas antara
etnis Tionghoa dan non-Tionghoa akan terbalik (Suryadinata, 1999, hlm. 188).
Program keluarga berencana di Indonesia dimulai sekitar tahun 1957. Pada
tahun tersebut didirikan Perkumpulan Keluarga Berencana (PKB). Program KB masuk
ke Indonesia melalui jalur urusan kesehatan (bukan urusan kependudukan). Program
KB masih dianggap belum terlalu penting. Kegiatan penyuluhan dan pelayanan masih
terbatas dilakukan karena masih ada pelarangan tentang penyebaran metode dan alat
kontrasepsi (Ahmadi & Kaelany, 1982, hlm 195).
Darahim (2010, hlm. 21-25) mengungkapkan bahwa begitu memasuki Orde
Baru, program KB mulai menjadi perhatian pemerintah. Saat itu Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) sebagai organisasi yang mengelola dan concern
terhadap program keluarga berencana mulai diakui sebagai badan hukum oleh
departemen kehakiman. Pemerintahan Orde Baru yang menitik beratkan pada
pembangunan ekonomi, mulai menyadari bahwa program KB sangat berkaitan erat
dengan pembangunan ekonomi. Kemudian pada tahun 1970 resmilah program KB
menjadi program pemerintah dengan didirikan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 8 tahun 1970 sebagai
sebuah lembaga Non Departemen yang mempunyai tanggung jawab pada bidang
pengendalian penduduk di Indonesia. Peresmian tersebut ditandai dengan pencanangan
hari Keluarga Nasional pada tanggal 29 Juni 1970. Sejak itu pemerintah mulai
memperkuat dan memperluas program KB ke seluruh Indonesia.
Merencanakan dan mengatur keluarga adalah soal kemanusiaan yang sekarang
ini sedang diusahakan pelaksanaannya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Jika
pembangunan itu adalah pembangunan manusia, maka kelahiran manusia pun harus
diatur. Di samping itu pertumbuhan penduduk yang tidak disertai dengan pertumbuhan
yang cukup dalam produksi nasional dapat juga menimbulkan berbagai masalah yang
berkaitaan dengan kurangnya fasilitas pendidikan, kurangnya penyediaan makanan,
3
harus dilakukan sedemikian rupa supaya tidak bertentangan dengan hukum yang
berjalan dinegeri ini, juga tidak bertentangan dengan ajaran agama yang merupakan
sumber rasa susila dan rasa peri kemanusiaan. Ini semua harus diatur oleh pemerintah
dan harus didukung pula oleh segenap rakyat (Lestari, dkk. , 2007, hlm. 1).
Akan tetapi di Indonesia masyarakat Tionghoa merupakan masyarakat yang
sudah menjadi rahasia umum mereka kurang berpartisipasi dalam melaksanakan
program keluarga berencana sesuai dengan anjuran pemerintah. Menurut Suliyati
(Tanpa tahun: 12) bahwa :
Partisipasi wanita Tionghoa dalam program KB dipandang penting karena budaya mereka menganggap bahwa anak yang banyak akan mendatangkan banyak rejeki. Pandangan ini sudah tidak sesuai dengan program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah. Untuk menunjang program tersebut wanita Tionghoa yang sudah mengikuti program keluarga berencana terutama wanita Tionghoa yang berpendidikan dan berpikiran maju. Walaupun demikian masih banyak wanita Tionghoa yang belum menyadari pentingnya program KB bagi pembangunan Indonesia.
Sedangkan pengaturan kelahiran itu harus diadakan, agar supaya kenaikan
produksi tidak dikalahkan oleh kenaikan kelahiran anak. Hal yang ditakutkan pun
terjadi pada masa sekarang ini, dimana kelahiran anak mengalahkan kenaikan produksi
terutama produksi pangan (Ahmadi & Kaelany, 1982, hlm. 104). Dengan demikian
suksesnya suatu program pemerintah dalam hal ini program KB, tergantung dari aktif
atau tidak aktifnya partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program tersebut.
Sehingga dalam posisi ini peran aktif masyarakat sangat penting artinya bagi
tercapainya tujuan secara mantap.
Program KB dicanangkan dalam rangka usaha pemerintah untuk membangun
manusia Indonesia yang berkualitas. Pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk
membuat perubahan dari suatu kondisi tertentu ke keadaan lain yang lebih bernilai.
Agar proses perubahan itu dapat menjangkau sasaran-sasaran perubahan keadaan yang
lebih baik dan dapat digunakan sebagai pengendali masa depan, di dalam
melaksanakan pembangunan itu perlu sekali memperhatikan segi manusianya. Karena
dalam arti proses, pembangunan itu menyangkut makna bahwa manusia itu obyek
pembangunan dan sekaligus subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan
manusia harus diperhitungkan, sebab dia punya nilai dan potensi yang luar biasa. Oleh
untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan secara berkelanjutan
(Pasaribu & Simanjuntak, 1986, hlm. 62).
Persepsi warga masyarakat terhadap program tertentu merupakan landasan atau
dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut terlibat dan berperan aktif dalam
setiap kegiatan program tersebut. Makna positif atau negatif sebagai hasil persepsi
seseorang terhadap program akan menjadi pendorong atau penghambat baginya untuk
berperan dalam kegiatannya (Mubyarto, 1984, hlm. 70). Sikap terbuka untuk secara
jujur menyatakan persepsi dan pandangannya tentang suatu program yang
diselenggarakan pemerintah. Karena sering dilandasi oleh persepsi yang kurang positif,
maka keterlibatan yang ada sering merupakan partisipasi semu. Keadaan yang
demikian itu bila sering terjadi maka akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuai
dengan rencana sehingga menyulitkan usaha pencapaian tujuan program secara utuh
dan mantap. Hambatan yang sering muncul ketika psrtisipasi masyarakat terhadap
suatu program pemerintah kurang maksimal bisa secara internal berupa hambatan
sosio-kultural, dan eksternal hambatan dari birokrasi pemerintah itu sendiri.
Lestari, dkk. (2007, hlm. 2) mengungkapkan bahwa hambatan internal,
merupakan hambatan dari dalam masyarakat itu sendiri, yang merupakan
keragu-raguan sebagian besar warga masyarakat untuk terlibat langsung dalam suatu program
kegiatan. Hal ini disebabkan karena keadaan sosio-kultural mereka yang belum
memungkinkan untuk secara aktif menyuarakan keinginan mereka. Sementara mereka
lebih memilih diam. Hambatan ini masih bisa diperbaiki dengan cara memberikan
masukan informasi-informasi baru yang positif dan bersifat membangun. Mereka harus
dikenalkan dengan penemuan-penemuan dan perkembangan baru di daerah lain, yang
nantinya akan membuka cakrawala berpikir mereka. Tetapi kadang-kadang mereka
masih memiliki kesadaran yang rendah karena adanya beberapa keterbatasan.
Sedangkan hambatan eksternal, yakni hambatan dari birokrasi pemerintah itu sendiri
bisa berupa akses untuk mengikuti program tersebut masih sulit, keterbatasan
pemerintah dalam menyediakan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), atau
bahkan dimana ketidakstabilan politik suatu negara (pemerintah) dapat
mengombang-ambingkan kedudukan kelembagaan yang mengurusi masalah program keluarga
5
Kata “persepsi” seringkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, apa makna sebenarnya dari persepsi itu sendiri?. Menurut pengertian dari beberapa para
ahli adalah sebagai berikut:
Persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan (Sarwono, 1983, hlm. 89). Sedangkan menurut Leavit (dalam Triska, 2007, hlm. 8) menambahkan bahwa persepsi memiliki pengertian dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit persepsi yaitu penglihatan: bagaimana seseorang melihat sesuatu, dan dalam arti luas persepsi yaitu: pandangan atau pengertian, bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu menggunakan makna.
Dengan demikian, penulis coba simpulkan secara sederhana bahwa setiap
individu dalam kehidupan sehari-hari akan menerima stimulus atau rangsang berupa
informasi, peristiwa, objek, dan lainnya yang berasal dari lingkungan sekitar, stimulus
atau rangsang tersebut akan diberi makna atau arti oleh individu, proses pemberian
makna atau arti tersebut dinamakan persepsi.
Lestari, dkk. (2007, hlm. 3) juga berpendapat bahwa persepsi seseorang sangat
tergantung pada banyak faktor yang membentuk pengalamannya dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam hal ini, kaitannya dengan program KB sebagai usaha pemerintah
untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Partisipasi aktif warga masyarakat akan
sangat ditentukan oleh persepsinya terhadap program keluarga berencana, baik latar
belakang sosial ekonominya maupun budayanya yang khusus.
Penelitian ini akan mengambil daerah Pecinan di Kota Bandung yang terletak
di Jalan Pecinan Lama sekitaran Pasar Baru, tepatnya di Kelurahan Braga, Kecamatan
Sumur Bandung, wilayah pemerintahan Kota Bandung sebagai wilayah kajiannya.
Sebagai suatu wilayah yang dapat dikatakan daerah Pecinan, dimana disana masih
terlihat deretan toko milik warga Tionghoa yang ada di setiap kawasan Pecinan pada
umumnya. Kemudian penulis juga mendapati banyak warga masyarakat etnis Tionghoa
yang hidup berkelompok disana. Skober (2006, hlm. 6) juga ikut menambahakan
bahwa di Bandung orang-orang Cina semula tinggal di Banceuy. Setelah jumlah orang
Cina bertambah, kemudian disediakan tempat di kota bagian barat (sekarang disebut
Tionghoa sekarang ini, sebagian besar orang Tionghoa di Indonesia tinggal di
kota-kota. Perkampungan etnis Tionghoa di kota-kota itu, termasuk dalam hal ini di
Bandung, biasanya merupakan deretan rumah-rumah yang berhadapan di sepanjang
jalan pusat pertokoan (Kustedja, 2012, hlm. 125).
Sampel dalam penelitian ini merupakan masyarakat urban dimana sudah dapat
ditentukan tingkat pendidikan mereka sebetulnya tinggi, akan tetapi kesadaran mereka
untuk ber-KB rendah. Kemudian untuk periode tahun, karena dalam penelitian sejarah
harus dibatasi ruang dan waktu penulis menentukan tahun 1970-1998 sebagai acuan.
Tahun 1970 sebagai tahun acuan peneliti karena sejak awal Orde Baru, pada tahun
1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang
berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak,
dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia. Pada tanggal
16 Agustus 1967 di depan sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya
mengungkapkan “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius
mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana
yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila” (BKKBN, 2012
dalam http://riau.bkkbn.go.id/ViewProfil.aspx?ProfilID=31.html).
Sebagai tindak lanjut dari pidato presiden tersebut, pada tahun 1970 didirikan
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan sebagai Kepala
BKKBN adalah Dr. Suwardjo Suryaningrat melalui Keputusan Presiden (Kepres)
Nomor 8 tahun 1970 sebagai sebuah lembaga non departemen yang mempunyai
tanggung jawab pada bidang pengendalian penduduk di Indonesia. program KB ini
merupakan salah satu program yang digadang-gadang dalam repelita I (Darahim, 2010,
hlm. 22). Rencana Pembangunan Lima Tahun (repelita) merupakan perencanaan
pembangunan lima tahun kedepan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di
Indonesia. Penulis menjadikan implementasi program KB pada masa Repelita sebagai
acuan penelitiannya, sedangkan 1998 merupakan tahun dimana berakhirnya
pemerintahan Orde Baru itu sendiri.
Penulis merasa tertarik menyelidiki keengganan mereka untuk ber-KB sesuai
yang dianjurkan pemerintah. Apa persepsi mereka tentang program KB?, apa faktor
yang mempengaruhi persepsi mereka?, tentu bisa berbagai macam hal baik internal
7
Berdasarkan pemaparan yang sudah diuraikan diatas, maka penulis tertarik
untuk menggali lebih dalam temuannya mengenai persepsi masyarakat Tionghoa
terhadap program KB di kawasan Pecinan Kota Bandung. Dimana masyarakat
Tionghoa disana sudah dikategorikan menjadi masyarakat urban, yakni masyarakat
berpendidikan dan memiliki ekonomi lebih mapan. Tetapi partisipasi mereka masih
kurang terhadap program keluarga berencana yang telah diupayakan pemerintah dalam
pembangunan kependudukan. Dengan demikian untuk mengetahui persepsi masyarakat
Tionghoa di kawasan Pecinan Kota Bandung terhadap program keluarga berencana,
maka penulis akan menuliskan temuannya kedalam sebuah skripsi dengan judul :
“Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program Keluarga Berencana Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998”.
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan
yang akan menjadi kajian penulis. Adapun rumusan masalah yang akan menjadi fokus
utama penulisan adalah: Bagaimana Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program
Keluarga Berencana Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998?
Untuk mempermudah dan mengarahkan dalam pembahasan, maka kajian
penelitian ini dibatasi dalam beberapa pertanyaan, diantaranya:
1.2.1 Bagaimana kehidupan sosial budaya masyarakat Tionghoa di kawasan Pecinan
Kota Bandung tahun 1970-1998?
1.2.2 Bagaimana pelaksanaan kegiatan program keluarga berencana di kawasan
Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998?
1.2.3 Bagaimana persepsi masyarakat Tionghoa terhadap program keluarga
berencana dengan kondisi sosial, ekonomi, politik, serta budayanya di kawasan
Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998?
1.2.4 Faktor apa yang mempengaruhi persepsi masyarakat Tionghoa terhadap
program keluarga berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung tahun
1970-1998?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.2.1Mendeskripsikan kehidupan masyarakat etnis Tionghoa di kawasan Pecinan
Kota Bandung tahun 1970-1998.
1.3.2.2Menjelaskan pelaksanaan kegiatan program keluarga berencana di kawasan
Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998.
1.3.2.3Menjelaskan persepsi masyarakat Tionghoa terhadap program keluarga
berencana dengan kondisi sosial, ekonomi, politik, serta budayanya di kawasan
Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998.
1.3.2.4Menjelaskan faktor apa yang mempengaruhi persepsi masyarakat Tionghoa
terhadap program keluarga berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung tahun
1970-1998.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Hasil penelitian diharapkan memberikan masukan bagi pengembangan muatan
mata pelajaran sejarah untuk sekolah menengah atas dalam kurikulum 2013,
dengan Kompetensi Dasar “Mengevaluasi kehidupan politik dan ekonomi
bangsa Indonesia pada masa Orde Baru”. Selain itu khususnya dapat
menghidupkan kembali program “Pendidikan Kependudukan” dalam kurikulum
2013, yang mana sebelumnya “Pendidikan Kependudukan” diintegrasikan di
Kurikulum 1975. Mengingat, menurut hemat penulis penting sekali
memberikan pengetahuan kependudukan ini sejak dini pada generasi muda.
1.4.2 Hasil penelitian diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif warga masyarakat
dalam kegiatan-kegiatan keluarga berencana.
1.4.3 Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan masukan penting untuk
pemerintah. Dapat memperluas pandangan dalam perencanaan sehingga dapat
disusun rencana kegiatan yang lebih tepat dan sesuai dengan latar belakang
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sasaran program, khususnya dalam hal
ini program keluarga berencana di Indonesia.
1.5 Struktur Organisasi Skripsi
Agar penulisan skripsi ini tersusun secara sistematis, maka penulisan skripsi ini
9
1.5.1 Bab I Pendahuluan
Bab ini akan menjelaskan menegani alasan penulis mengambil topik
penelitiannya, yakni persepsi masyarakat Tionghoa terhadap program keluarga
berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998. Susunan
pemaparannya adalah latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.
1.5.2 Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teoritis
Pada bab ini memaparkan konsep-konsep serta teori-teori yang digunakan dan
dianggap relevan dengan penelitian. Kajian pustaka berfungsi untuk membantu peneliti
dalam membandingkan dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang
dikaji dan dikaitkan dengan masalah-masalah yang sedang diteliti. Proses kajian
pustaka dilakukan terhadap sumber literatur berupa buku, jurnal, dan beberapa skripsi
terdahulu yang dipilih disesuaikan dengan permasalahan penelitian. Penggunaan
sumber-sumber tersebut bertujuan menjelaskan berbagai konsep serta teori yang
berkaitan dengan penelitian. Konsep-konsep yang akan dijelaskan pada bab ini ialah
sebagai berikut: Pertama, konsep persepsi. Kedua, konsep program keluarga
berencana. Ketiga, konsep susunan keluarga dan aspek-aspek kehidupan keluarga
Tionghoa.
1.5.3 Bab III Metode Penelitian
Bab ini mengkaji tentang langkah-langkah yang digunakan dalam penulisan
berupa metode penulisan dan teknik penelitian yang menjadi titik tolak penulis dalam
mencari sumber serta data-data, pengolahan data dan cara penulisan. Dalam bab ini
pun, penulis berusaha memaparkan metode yang digunakan untuk merampungkan
rumusan penelitian, metode penelitian ini harus mampu menjelaskan langkah-langkah
serta tahapan-tahapan apa saja yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan.
Semua prosedur serta tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penelitian
berakhir akan diuraikan secara rinci dalam bab ini. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan penulis dalam memberikan arahan pemecahan masalah yang akan dikaji.
1.5.4 Bab IV Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program Keluarga Berencana
Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998
Pada bab ini, berisi mengenai pembahasan hasil penelitian berdasarkan
penulis paparkan secara deskriptif untuk memperjelas maksud yang terkandung dalam
data-data temuan tersebut, khususnya baik bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Penulis berusaha mencoba mengkritisi data-data temuan di lapangan dengan
membandingkannya kepada bahan atau sumber yang mendukung pada permasalahan
yang penulis teliti. Selain itu juga dalam bab ini dipaparkan pula mengenai pandangan
penulis terhadap permasalahan yang menjadi titik fokus dalam penelitian yang penulis
lakukan.
1.5.5 Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab terakhir ini berisi suatu simpulan dan saran dari permasalahan penelitian
yang penulis bahas. Simpulan penelitian berupa analisis secara menyeluruh dari
permasalahan-permasalahan penelitian, serta saran terhadap permasalahn penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan
oleh penulis dalam melakukan pengkajian permasalahan mengenai persepsi masyarakat
Tionghoa terhadap program keluarga berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung
tahun 1970-1998. Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode historis. Metode
historis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman peninggalan
masa lampau (Gottschalk, 1975, hlm. 32). Metodologi sejarah merupakan suatu
keseluruhan metode-metode, prosedur, konsep kerja, aturan-aturan dan teknik yang
sistematis yang digunakan oleh para penulis sejarah atau sejarawan dalam
mengungkapkan peristiwa sejarah.
Pada Metodologi Penelitian Sejarah ini terdapat langkah-langkah,di mana
langkah – langkah tersebut menurut Ismaun (2005, hlm. 48-50) adalah sebagai berikut:
1. Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber-sumber sejarah yang berhubungan
dengan penelitian ini. Pada tahapan ini, penulis melakukan pencarian
sumber-sumber sejarah baik yang berupa buku, dokumen, maupun atrikel. Realisasi dari
tahap ini, penulis mengunjungi beberapa perpustakaan dan sumber lisan yang
dianggap mempunyai sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan yang
akan dikaji.
2. Kritik atau analisis, yaitu menganalisis secara kritis sumber-sumber yang telah
diperoleh dengan menyelidiki serta menilai apakah sumber-sumber yang telah
terkumpul sesuai dengan masalah penelitian baik isi maupun bentuknya. Semua
sumber dipilih melalui kritik eksternal dan internal sehingga diperoleh
fakta-fakta yang sesuai dengan permasalahan penelitian. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut
asli atau tiruan dan relevan atau tidak dengan permasalahan yang penulis kaji,
sehingga dapat diperoleh fakta sejarah yang otentik.
3. Interpretasi, yaitu untuk menafsirkan keterangan-keterangan sumber secara
logis dan rasional. Penafsiran atau interpretasi tidak lain dari pencarian
penafsiran ini dilakukan dengan cara mengolah beberapa fakta yang telah
dikritisi dan merujuk kepada beberapa referensi. Dengan menggunakan
pemahaman tersebut, maka penulis dapat terbantu dalam menjelaskan atau
menginterpretasikan fakta sehingga menjadi suatu rangkaian yang utuh. Setelah
melalui proses yang selektif maka fakta-fakta tersebut dijadikan pokok pikiran
sebagai kerangka dasar penyusunan skripsi ini.
4. Historiografi atau penulisan sejarah, yaitu proses penyusunan hasil penelitian
yang telah diperoleh sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Tahapan ini
merupakan tahapan terakhir dari metode penelitian sejarah. Setelah
sumber-sember ditemukan, dianalisis, ditafsirkan, kemudian dituangkan dalam bentuk
tulisan yang ilmiah sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di
Universitas Pendidikan Indonesia.
Teknik-teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini,
adalah sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan. Sebagai langkah awal penulis mengumpulkan
sumber-sumber yang sesuai dengan fokus kajian penelitian yang diperoleh dari berbagai
sumber atau literatur. Setelah itu penulis menganalisis setiap sumber yang
diperoleh dengan membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber
yang lain, sehingga diperolehlah data-data yang penulis anggap otentik,
kemudian data-data tersebut penulis paparkan dalam bentuk karangan naratif
yaitu skripsi.
2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan interview
secara langsung. Teknik wawancara ini erat hubungannya dengan penggunaan
sejarah lisan.
Metode historis ini digunakan dalam penyusunan skripsi ini didukung oleh
penggunaan disiplin ilmu lain atau menggunakan pendekatan interdisipliner.
Pendekatan ini ditandai dengan adanya hubungan yang saling metergantungakan antara ilmu sejarah dengan ilmu – ilmu sosial lainnya.
Dalam pedekatan interdisipliner ini penulis menggunakan konsep ilmu
psikologi dan komunikasi yang digunakan dalam menelaah aspek – aspek peresepsi
35
menggunakan konsep ilmu sosiologi dalam menelaah aspek – aspek kehidupan
sosialnya, serta konsep ilmu antropologi dalam menelaah budaya yang hidup dalam
masyarakat etnis Tionghoa kemudian berpengaruh terhadap implementasi program
Keluarga Berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung.
Setelah peneliti memaparkan mengenai karakteristik metode penelitian historis,
peneliti akan menguraikan mengenai pelaksanaan penelitian yang dibagi menjadi tiga
langkah. Langkah – langkah tersebut meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan
penelitian, dan laporan hasil penelitian.
3.1 Persiapan Penelitian
3.1.1 Pemilihan dan Pengajuan Tema Penelitian
Tahap ini merupakan langkah awal dalam memulai jalannya penelitian.
Pengajuan tema dilakukan agar penelitian yang akan dilakukan dapat sesuai dengan
jurusan Pendidikan Sejarah. Terlebih dahulu penulis telah mengajukan tema mengenai
sejarah lokal dengan judul “Implementasi Program Keluarga Berencana Masa Orde
Baru (1969-1998) Ditinjau Menggunakan Perspektif Kultural Dan Struktural Pada
Masyarakat Tionghoa Di Kota Bandung” di dalam mata kuliah Seminar Karya Tulis
Ilmiah yang pada saat itu dibimbing oleh Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa. Penulis
mencoba agar judul dapat dilanjutkan sebagai judul skripsi namun dengan beberapa
perbaikan karena tahun penelitian dirasa terlalu lama untuk mengukurnya sehingga
penulis mencari data dan informasi yang lebih untuk penentuan jenjang waktu yang
dipilih, sampai penulis mendapatkan jenjang waktu yang relevan sehingga jenjang
waktu pada judul diganti dari tahun 1969- 1998 menjadi 1975-1992.
Penulis mengajukan tema mengenai sejarah lokal kepada Tim Pertimbangan
dan Penulisan Skripsi (TPPS) yang diketuai oleh Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa,
M.Si, dengan judul “Implementasi Program Keluarga Berencana Masa Orde Baru
(1975-1992) Ditinjau Menggunakan Perspektif Kultural Dan Struktural Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Bandung” yang sebelumnya meminta masukan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing akademik yaitu Bapak Dr. Nana Supriatna, M. Ed.
Setelah judul tersebut disetujui, maka peneliti mulai menyusun rancangan penelitian
Akan tetapi selama proses bimbingan bersama pembimbing I, yakni Drs. Suwirta, M.
Hum berlangsung, terdapat perbaikan yang komperhensif dari judul dan tahun
penelitian. Sehingga menjadi “Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program Keluarga Berencana Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998”.
3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian
Setelah melakukan studi literatur baik dari kepustakaan maupun wawancara
peneliti mulai menyusun rancangan penelitian yang dituangkan ke dalam bentuk
proposal skripsi. Proposal skripsi diserahkan kepada TPPS untuk ditinjau dan disetujui,
melalui surat keputusan TPPS No 01/TPPS/JPS/PEM/2014 seminar proposal skripsi
diselenggarakan pada hari Rabu, tanggal 19 November 2014 serta terlampir nama
pembimbing I dan Pembimbing II.
Setelah proposal skripsi dipresentasikan, penulis mendapatkan kritikan dari
dosen pembimbing I dan pembimbing II baik dari teknis penulisan proposal yang masih
kurang sesuai dengan buku pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan
Indonesia 2014, masih ada tulisan yang kurang sesuai dengan ejaan yang
disempurnakan, redaksi judul yang kurang fokus, jenjang waktu penelitian yang masih
kurang sesuai, rumusan masalah terlalu meluas dan kurang sesuai dengan tema dan
juga masukan untuk fokus masalah skripsi yang nanti akan diteliti. Perbaikan proposal
skripsi tersebut harus segera diperbaiki agar surat keputusan (SK) TPPS dapat segera
dikeluarkan dan penulisan skripsi dapat segera dikerjakan.
3.1.3 Mengurus Perijinan
Surat perijinan dari pihak universitas merupakan suatu hal yang sangat penting
untuk melakukan penelitian guna menjadi penelitian yang memiliki ijin resmi sehingga
membantu mempermudah dalam mencari sumber – sumber penelitian. Perijinan
tersebut dalam bentuk surat – surat baik surat pengantar maupun surat ijin oservasi.
Dalam mengurus surat perijinan penulis mengajukan surat penelitian dari pihak
universitas yang diwakili oleh Dekan FPIPS UPI. Surat – surat perijinan ini kemudian
penulis berikan kepada:
1. Kepala Badan Pusat Statistik Kota Bandung
37
3. Kepala Dinas BKKBN Kota Bandung
4. Kepala Badan Kesatuan Bangsa Dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung
5. Kepala Kecamatan Sumur Bandung
6. Kepala Kelurahan Braga
7. Kepala Dinas Arsip Daerah Kota Bandung
3.1.4 Proses Bimbingan
Penulis dibimbing oleh dua orang dosen yang terdiri dari Dosen Pembimbing I
yaitu Drs, Suwirta, M.Hum dan Dosen Pembimbing II yaitu Farida Sarimaya, S. Pd, M.
Si. Proses bimbingan dengan dosen pembimbing merupakan suatu proses yang sangat
penting guna berkonsultasi dan memberikan pengarahan serta masukan dalam
memcahkan permasalahan yang dihadapi peneliti dalam penulisan maupun penelitian.
Setiap hasil bimbingan dicatat dalam lembar frekuensi bimbingan. Pada proses
bimbingan pertama tanggal 18 November 2014 penulis mendapat masukan dari
pembimbing II yakni mengenai judul yang harus diperbaiki, latar belakang masalah,
dan rumusan masalah. Bimbingan kedua tanggal 27 November 2014 penulis mendapat
masukan dari pembimbing I untuk mengganti judul dari “Implementasi Program
Keluarga Berencana Masa Orde Baru (1975-1992) Ditinjau Menggunakan Perspektif
Kultural Dan Struktural Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Bandung” menjadi “Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program Keluarga Berencana Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998”, untuk tahun pembimbing menyarankan disesuaikan dengan repelita pertama sehingga judul dalam skripsi penulis ganti sesuai
dengan masukan dari Pembimbing I, kemudian untuk rumusan masalah Pembimbing I
menyarankan untuk lebih dipertajam lagi, mengikuti masukan dari pembimbing II,
penulis menambahkan tambahan rumusan masalah supaya lebih fokus. Bimbingan
ketiga tanggal 1 Maret 2015 penulis mendapat masukan dari pembimbing II bahwa
dalam latar belakang penelitian harus dijelaskan mengenai pengertian persepsi.
Bimbingan keempat tanggal 5 Maret 2015 penulis mendapat masukan dari pembimbing
I rumusan masalah masih kurang tajam, harus segera diperbaiki lagi. Bimbingan kelima
tanggal 17 Maret 2015 penulis mendapat masukan dari pembimbing I bahwa sumber
rujukan harus jelas dan selalu dicantumkan. Bimbingan keenam tanggal 24 Maret 2015
penulis mendapat masukan dari pembimbing II mengenai kalimat efektif dan
masukan dari pembimbing I untuk lanjut ke bab selanjutnya dengan beberapa masukan
untuk bab selanjutnya mengenai konsep-konsep yang harus ditulis dan tidak perlu
menggunakan teori karena hanya mencari persepsi. Bimbingan ke delapan tanggal 16
April 2015 penulis mendapat masukan dari pembimbing I bahwa penulisan landasan
teori ditulis secara deskripsi, hanya konsep-konsep yang penting saja yang harus ditulis,
tinjauan pustaka perlu ditambah dan dilengkapi kekurangan-kekurangan dari
penelitian-penelitian terdahulu, kemudian untuk bab III perlu dicantumkan tanggal dan
lama waktu dalam pencarian sumber. Tanggal 5 Mei 2015 bimbingan bersama
pembimbing I dan disuruh melanjutkan ke bab IV. Tanggal 12 Mei 2015 bimbingan
bersama pembimbing I mengenai bab IV hasil masih harus diperbaiki penulisan sumber
tertulis. Kemudian tanggal 26 Mei 2015 bab IV dan V masih harus diperbaiki
penjabaran masalah masih dirasa kurang. Bimbingan tanggal 1 Juni 2015 bersama
pembimbing II mengenai bab IV perbaikan pada setiap poin sub bab diharuskan
mencantumkan hasil wawancara. Bimbingan tanggal 3 Juni 2015 bersama pembimbing
I perbaikan bab IV masih harus melakukan wawancara mengenai kehidupan sosial
masyarakatnya. Tanggal 5 Juni 2015 bimbingan bersama pembimbing I mengenai bab
IV. Kemudian tanggal 10 Juni 2015 bimbingan bersama pembimbing II tambahan
deskripsi pada bagian klinik dan optimalisasi fungsinya bagi masyarakat Pecinan Kota
Bandung. Tanggal 8 Juni 2015 bimbingan bersama pembimbing I mendapat
persetujuan untuk melakukan sidang. Tanggal 24 Juni 2015 bimbingan bersam
pembimbing II perbaikan dan penyempurnaan redaksi kalimat dari bab I sampai V.
kemudian tanggal 1 Juli 2015 mendapat acc untuk layak sidang.
3.1.5 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Perlengkapan penelitian penting untuk mendukung proses penelitian agar dapat
dijadikan bukti atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam persiapan
perlengkapan penelitian harus dipersiapkan secara maksimal agar mendapatkan hasil
yang baik, adapun perlengkapan yang diperlukan diantaranya:
1. Surat ijin penelitian dari Dekan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Instrumen Wawancara
Instrumen wawancara merupakan urutan pertanyaan yang akan diajukan kepada
39
3. Tape Recorder
Tape Recorder merupakan media yang dibutuhkan untuk merekam suara
percakapan narasumber pada saat pelaksanaan wawancara.
4. Kamera Foto
Kamera foto digunakan untuk mengambil gambar – gambar narasumber atau
wilayah Kawasan Pecinan di Kota Bandung. Dengan adanya foto diharapkan
akan memperjelas dan menguatkan keabsahan peneilitan yang dilakukan
sehingga menjadi bukti bagi peneliti bahwa peneliti telah melakukan
pengumpulan data.
3.2 Pelaksanaan Penelitian
Pada bagian pelaksanaan penelitian ini merupakan suatu kegiatan yang utama
dalam melakukan penelitian yang dilakukan. Tahapan – tahapan penelitian yang
dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah heuristik, kritik, interpretasi dan
historiografi. Adapun penjelasan mengenai tahapan – tahapan tersebut akan diuraikan
dibawah ini.
3.2.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber)
Heuristik merupakan kegiatan dalam mengumpulkan sumber – sumber yang
relevan dengan masalah yang akan diteliti. Menurut Ismaun (2005, hlm. 35) sumber
sejarah ialah bahan – bahan yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi
tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Kegiatan heuristik ini yang
dimaksudkan untuk mencari dan menemukan sumber sejarah baik primer maupun
sekunder. Penulis melakukan pencarian sumber primer dan sekunder untuk
mendapatkan data. Agar lebih jelas penulis memaparkannya dibawah ini:
3.2.1.1Pengumpulan Sumber Tertulis
Pada tahap ini penulis berusaha mencari sumber – sumber tertulis yang
berkaitan dengan masalah penelitian seperti buku, artikel , dokumen maupun skripsi
atau penelitian terdahulu. Pada proses ini penulis mengujungi berbagai perpustakaan,
dalam pencarian sumber tertulis penulis mengunjungi Perpustakaan Universitas
Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNPAD di Jatinangor, dan
perpustakaan Daerah Kota Bandung.
Hampir dalam seminggu penulis satu sampai tiga kali selalu mengunjungi
perpustaakan UPI untuk mengerjakan skripsinya disana. Tanggal 1 November 2014
penulis pergi mengunjungi perpustakaan UPI selama 4 jam penulis menghabiskan
waktu disana. Penulis menemukan buku – buku yang berkaitan dengan penerapan dan
implementasi Program KB di Daerah Pedesaan, kemudian buku Masyarakat dan
Kebudayaan Cina Indonesia. Tanggal 11 Februari 2015 penulis menghabiskan
waktunya disana selama 5 jam untuk revisi penelitiannya, dan menemukan buku
Kependudukan di Indonesia dan Berbagai Aspeknya, kemudian buku Psikologi
Persepsi. Tanggal 5 Maret 2015 yang penulis menghabiskan waktunya disana selama 4
jam untuk revisi, kemudian menemukan buku Pemikiran Politik etnis Tionghoa Di
Indonesia 1900-2002, buku Pengantar Psikologi Umum, buku Kebudayaan Orang
Tionghoa Di Indonesia, dan jurnal – jurnal yang berhubungan dengan penelitian.
Perpustakaan lain yang dikunjungi oleh penulis ialah perpustakaan UNPAD
yang terletak di Dipati Ukur. Tanggal 1 Januari 2015 penulis menghabiskan waktunya
selama 4 jam di perpustakaan UNPAD untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan
dan mendapatkan beberapa buku seperti Tionghoa Dalam Pusaran Politik yang ditulis
oleh Beni G. Setiono, buku Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia, buku
Pengantar Masalah Penduduk, dan Psikologi Sosial. Tanggal 14 Januari 2015 penulis
menghabiskan waktu diperpustakaan UNPAD selama 3 jam dan menemukuan buku
Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, buku Negara Dan etnis Tionghoa;
Kasus Indonesia, buku etnis Tionghoa Dan Pembangunan Bangsa, dan jurnal Jejak
Komunitas Tionghoa dan Perkembangan Kota Bandung ditulis oleh Sugiri Kustedja.
Perpustakaan lain yang dikunjungi oleh penulis ialah perpustakaan FISIP
UNPAD Jatinangor. Di perpustakaan UNPAD Jatinangor 30 Januari 2015 penulis
ditemani sahabatnya yang menjadi mahasiswa UNPAD menghabiskan waktunya disana
selama 4 jam mendapatkan buku yang ditulis oleh Departemen Republik Indonesia
dengan judul Memantapkan Program Keluarga Berencana Pedesaan Sebagai Landasan
Pelaksanaan Repelita III, buku Sosiologi Pembangungan Pasaribu, buku I.L. &
Simanjuntak, dan buku Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas Di
41
waktu selama 2 jam, kemudian menemukan buku Analisis Presepsi, buku Prilaku
Konsumsi dan buku Preferensi Terhadap Pandangan Tradisional.
Penulis juga mengunjungi perpustakaan daerah Kota Bandung. Tanggal 11
Maret 2015 penulis menghabiskan waktunya disana selama 3 jam. Di perpustakaan
daerah Kota Bandung tersebut penulis menemukan journal yang ditulis oleh Punto
Nugroho yang berjudul Kembali ke Semarak KB Mengapa Tidak?, buku Materi KIE
UPPKA-KB yang ditulis oleh BKKBN, buku Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Fertilitas Di Sumatera Utara, dan buku Pusat Pendidikan dan Latihan
Tenaga Kesehatan. Tanggal 20 April 2015 penulis bermaksud mencari sumber lagi
keperpustakaan daerah Kota Bandung, dan menemukan Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontasepsi, buku Aneka Cara KB, buku Manajemen Kebidanan, dan buku
Masalah kependudukan Dan Pelaksanaan Keluarga Berencana Di Indonesia.
Selain mendapatkan sumber dari perpustakaan – perpustakaan penulis juga
mengunjungi beberapa instansi – instansi pemerintah yang terkait dengan bahasan,
seperti Dinas BKKBN Provinsi Jawa Barat, penulis tanggal 1 November 2015 pergi
mengunjungi Dinas BKKBN Provinsi Jawa Barat untuk kemudian meminta
rekomendasi ke BKKBN Daerah Kota Bandung, disana penulis menghabiskan waktu
selama 2 jam berbincang menanyakan data awal, kemudian keesokan harinya tanggal 2
November 2015 pergi ke BKKBN Daerah Kota Bandung untuk kemudian menanyakan
data awal dan meminta kontak person Unit Tenaga Pelaksana (UTP) untuk mencari
responden yang sesuai. Tanggal 4 November 2014, penulis pergi mengunjungi Badan
Pusat Statistik Kota Bandung guna menemukan data awal untuk menunjang
penelitiannya. Disana 30 menit penulis menghabiskan waktunya untuk mencari data
komposisi penduduk Kota bandung dilihat per etnisnya. Kemudian tanggal 29 Januari
2015 penulis dengan ditemani rekan seperjuangannya yang sama sedang menempuh
skripsi mengunjungi Dinas Arsip Daerah Kota Bandung, disana penulis menghabiskan
waktunya sekitar 2 jam untuk menemukan data mengenai kebijakan program Keluarga
Berencana. Tanggal 21 April 2015 penulis mengunjungi Kantor Badan Kesatuan
Bangsa Dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung, disana penulis menghabiskan 1
jam untuk membuat surat pengantar agar bisa melakukan penelitian di Kelurahan
Braga. Tanggal 22 April 2015 penulis mengunjungi Kantor Kelurahan Braga, Bandung.
disambut baik oleh pihak Kelurahan dan penulis dengan bebas dapat meminta data
yang penulis butuhkan dari Kelurahan. Setelah menghabiskan sekitar 2 jam
berbincang-bincang dengan pihak Kelurahan, penulis diberikan beberapa nama dan alamat RW
yang ada di Kelurahan Braga. Setelah itu penulis mendatangi nama-nama yang
diberikan tadi satu-persatu. Penulis juga mengunjungi toko dan pameran buku seperti
Gramedia dan pergi ke Palasari mengingat setelah beberapa kali bimbingan, penulis
disarankan beberapa buku untuk dicari oleh Pembimbing sebagai sumber rujukan
lainnya.
3.2.1.2Pengumpulan Sumber Lisan
Pengumpulan sumber lisan merupakan pengumpulan informasi yang didapatkan
dari narasumber atau orang guna penulisan skripsi ini. Proses pencarian narasumber
yang dilakukan peneliti ialah dengan mendatangi Dinas BKKBN Provinsi Jawa Barat.
Tanggal 1 November 2014 penulis mengunjungi Dinas BKKBN Provinsi Jawa Barat,
kemuadian selama 2 jam berbincang dengan petugas disana seputas program keluarga
berencana, dan adakah keterlibatan etnis Tionghoa di dalamnya. Selain melakukan
pencarian informasi, penulis dibuatkan surat rekomendasi atau disposisi ke BKKBN
daerah Kota Bandung. Tanggal 1 Januari 2015 saya mencoba menemui responden,
yang saya dapatkan dari Ibu Rindang Ekawati yakni Bapak Iih Suryana. Beliau
kelahiran Bandung 13 Maret 1955. Beliau adalah Unit Pelaksana KB-PLKB tahun
1990 di Kecamatan Sumur Bandung. Saya mewawancarai beliau sekitar 2 Jam. Beliau
adalah orang yang membawahi PLKB-PLKB di Kecamatan Sumur Bandung yang giat
mensosialisasikan program KB di tahun 1990. Beliau saya wawancarai dari segi peran
beliau sebagai responden yang paham kondisi pelaksanaan program KB pada masa
Orde Baru.
Pada tanggal 22 April 2015, penulis mewawancarai Bapak Ali Jambas ketua
R.W. 01 Kelurahan Braga di tahun 1986. Beliau lahir di Bandung tanggal 23 April
1951. Alamat di Gang Iyas No. 24. Pensiunan pegawai Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Barat. Beliau adalah tokoh masyarakat disana yang memang lahir dan tinggal
disana hingga sekarang. Penulis hampir 2 jam mewawancarai dan bertukar pendapat
43
Kemudian tanggal 04 Juni 2015, penulis mewawancarai Ibu Marga E. wanita
Tionghoa peranakan kelahiram Bandung 13 Maret 1960. Ia adalah seorang ibu rumah
tangga yang tinggal di Kelurahan Braga. Beliau adalah perempuan Tionghoa yang
menggunakan KB Mandiri di tahun 1995 dan memiliki dua orang anak. Saya
mewawancarai beliau di rumahnya selama 2 jam. Saya mewawancarai belau selain
ingin tau persepsi dari wanita Tionghoa sendiri mengenai KB, juga menanyakan
mengenai buadaya-budaya Tionghoa yang masih ada di lingkungan etnis Tionghoa di
Kelurahan Braga.
Pada tanggal 15 September 2015, penulis mewawancarai Ibu Inggrit Suherman
yang merupakan wanita Tionghoa peranakan kelahiran Bandung 26 Juli 1943. Penulis
mewawancarai beliau hampir 2 jam lamanya. Beliau adalah seorang ibu rumah tangga
yang turut bekerja membantu suaminya berjualan di toko. Beliau tidak menggunakan
KB, dari pengakuan beliau alasan dirinya tidak menggunakan alat kontrasepsi adalah
karena sudah merasa cukup efektif dengan menggunakan tata cara tradisional yakni
sistem kalender dalam tata cara menjarangkan kehamilan. Beliau menegaskan dirinya
tidak mengikuti KB tetapi terbukti hanya memiliki dua anak.
Pada tanggal 28 September 2015, penulis mewawancarai Ibu Susilawati yang
merupakan wanita Tionghoa peranakan kelahiran Bandung 15 Oktober 1950. Penulis
mewawancarai beliau selama 2 jam lamanya. Beliau adalah ibu rumah tangga dengan
empat orang anak yang tinggal di lingkungan Kelurahan Braga. Beliau tidak
menggunakan alat kontrasepsi, tetapi cara KB praktis seperti sistem kalender menjadi
pilihannya tanpa harus mengambil resiko-resiko kesalahan dalam tata cara penggunaan
alat kontrasepsi.
Pada saat pengumpulan sumber lisan, penulis menggunakan teknik wawancara
dengan mendatangi satu persatu narasumber karena narasumber memiliki kesibukan
masing – masing. Wawancara dilakukan ke dalam dua jenis yaitu wawancara yang
berstruktur dan wawancara tak berstruktur. Menurut Kuntowijoyo (1994, hlm. 38)
wawancara berstruktur yaitu suatu tanya jawab yang semua pertanyaan telah
dirumuskan sebelumnya dnegan cermat atau biasanya secara tertulis. Sedangkan
wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang tidak mempunyai persiapan
sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dnegan susunan kata – kata dan tidak
Sebelum melakukan teknik wawancara, penulis telah mempersiapkan beberapa pertanyaan yang telah disusun dalam sebuah daftar pertanyaan. Pertanyan – pertanyaan yang diajukan telah diatur dan diarahkan sehingga narasumber tidak kebingungan
dalam menjawab pertanyaan. Apabila pertanyaan kurang jelas maka penulis
mengajukan kembali pertanyaan yang masih terdapat didalam daftar pertanyaan.
Teknik wawancara ini berguna bagi penulis dalam mencari data dari para
penduduk sekitar Pecinan Kota Bandung, terutama para narasumber yang sudah
memiliki usia, mengingat peristiwa yang peneliti kaji adalah peristiwa dimasa lampau
dan harus membuka kembali ingatan yang sudah lama tersimpan, sehingga dengan
peneliti sudah menyiapkan pertanyaan terlebih dahului peneliti akan lebih mudah
merangsangnya. Sebelum melakukan teknik wawancara penulis menentukan waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara dengan beberapa narasumber.
3.2.2 Kritik Sumber
Setelah penulis mengumpulkan sumber atau yang disebut heuristik, penulis
melakukan tahapan kritik sumber baik sumber dari buku, tesis, jurnal, internet, maupun
sumber tertulis lainnya yang relevan dengan bahasan yang dikaji. Kritik sumber ini
dilakukan untuk memilih sumber – sumber informasi yang didapatkan sesuai atau tidak
dengan masalah penelitian baik isi maupun bentuknya. Semua sumber dipilih melalui
kritik eksternal dan internal sehingga didapatkan fakta – fakta yang sesuai dan dapat
diperoleh fakta sejarah yang otentik. Dalam kritik sumber ini terdapat kritik eksternal
dan kritik internal yang akan dijelaskan dibawah ini.
Kritik eksternal merupakan kritik yang dilakukan oleh penulis untuk menilai
keaslian sumber dari bagian luar. Menurut Sjamsuddin (2007, hlm. 134) kritik eksternal
harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa kesaksian benar-benar diberikan oleh
orang yang bersangkutan pada waktu itu (authenticity), telah bertahan tanpa ada
perubahan (uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau
penghilangan-penghilangan yang substansial (integrity).
Kritik eksternal ini sangatlah dibutuhkan dalam metode sejarah sperti dalam
penulisan karya ilmiah ini agar kredibilitasnya dapat dipertanggung jawabkan. Hal itu
45
luarnya sebelum kepada isi seperti dokumen statistik atau dokumen data wilayah dan
sebagainya.
Kritik internal berbeda dengan kritik eksternal, di mana kritik internal ini
memiliki tujuan untuk menilai keabsahan isi dari sumber - sumber yang telah
dikumpulkan oleh penulis didalam tahapan heuristik sehingga mendapatkan isi sumber
yang relevan dengan penelitian dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut
Sjamsuddin (2007, hlm. 143) kritik internal menekankan aspek “dalam”, yaitu isi dari
sumber kesaksian (testimoni).
Didalam kritik internal ini penulis membaca dokumen – dokumen yang telah
didapatkan kemudian menganalisis isi dari dokumen tersebut kemudian
membandingkan isi dokumen satu dengan yang lain. Pada kritik internal ini penulis
membaca data yang didapat dari sumber buku, jurnal, serta wawancara kemudian
mencocokan dengan data yang telah didapatkan tersebut.
Seperti misalnya tahapan kritik sumber yang dilakukan oleh penulis terhadap
narasuber Bapak Iih Suryana kelahiran Bandung 13 Maret 1955. Beliau adalah petugas
PLKB pada tahun 1990 di Kecamatan Sumur Bandung. Kredibilitas dari kesaksian dan
informasi yang beliau berikan mengenai sistem kerja dari program keluarga berencana
pada saat itu dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan keabsahan isi dari substansi
kesaksian dan informasi yang beliau berikan dapat digunakan dan berkontribusi
memberikan gambaran proses, prosedur, serta kebijakan program keluarga berencana
pada saat Orde Baru di Kecamatan Sumur Bandung, sesuai dengan pekerjaan dan
bidang yang dikuasai beliau.
Kemudian Bapak Ali Jambas kelahiran Bandung 23 April 1951. Beliau
merupakan ketua RW 01 Kelurahan Braga di tahun 1986. Beliau lahir dan besar disana,
sehingga kredibilitas dari kesaksian dan informasi yang beliau berikan mengenai
gambaran kehidupan serta partisipasi masyarakat Tionghoa di Kelurahan Braga dapat
dipertanggungjawabkan. Sedangkan keabsahan isi dari substansi kesaksian dan
informasi yang beliau berikan dapat digunakan dan berkontribusi memberikan
gambaran kehidupan serta partisipasi masyarakat Tionghoa terhadap program keluarga
berencana. Dimana beliau merupakan tokoh masyarakat disana, yang memahami
Selanjutnya dari etnis Tionghoa sendiri ada Ibu Inggrit Suherman kelahiran
Bandung 26 Juli 1943. Beliau merupakan wanita Tionghoa peranakan yang tinggal di
Kelurahan Braga. Kredibilitas dan kesaksian beliau dapat dipertanggungjawabkan
karena beliau mengalami kesaksian sebagai wanita Tionghoa yang hidup di tahun
70-an. Kemudian Ibu Susilawati kelahiran Bandung 15 Oktober 1950. Wanita Tionghoa
peranakan yang tinggal di Kelurahan Braga, yang akan memberikan kesaksian sebagai
wanita Tionghoa yang hidup di tahun 80-an. Serta Ibu Marga kelahiran Bandung 13
Maret 1960. Wanita Tionghoa peranakan yang tinggal di Kelurahan Braga, yang akan
memberikan kesaksian sebagai wanita Tionghoa yang hidup di tahun 90-an.
Untuk sumber buku yang digunakan penulis menggunakan buku dari Hidajat.
Buku tersebut diterbitkan tahun 1977 oleh penerbit Tarsito yang berjudul Masyarakat
dan Kebudayaan Cina Indonesia. Kredibilitas dari buku ini dapat
dipertanggungjawabkan, karena tahun diterbitkan buku ini yang sesuai dengan masa
dan waktu yang dibutuhkan oleh penelitian ini. Sedangkan keabsahan isi dari substansi
isi dan informasi yang buku ini berikan dapat digunakan dan berkontribusi memberikan
gambaran kehidupan masyarakat Tionghoa yang ada di Bandung secara mendetil, baik
dari sejarah, sikap hidup, kebudayaan mereka, hingga permasalahan-permasalahan
kehidupan mereka di Indonesia sebagai etnis pendatang.
3.2.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber)
Interpretasi merupakan penafsiran terhadap sumber – sumber yang telah
melewati tahapan kritik internal dan eksternal sehingga tercipta penafsiran yang relevan
dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis. Menurut Gottschalk (1986, hlm. 23-24) “penafsiran sejarah itu mempunyai tiga aspek penting, yaitu analitis-kritis, historis-substantif, dan sosial-budaya”. Aspek analitis-kritis menganalisis struktur internal,
pola-pola hubungan antara fakta yang satu dengan fakta lainnya, dan gerak dinamika
dalam sejarah. Historis-substantif menyajikan suatu uraian dengan dukungan fakta
yang cukup sebagai ilustrasi suatu perkembangan. Sedangkan yang terakhir aspek
sosial-budaya lebih memperhatikan menifestasi insani dalam interaksi dan hubungan
sosial-budaya.
Sedangkan menurut Kuntowijoyo dalam Abdurahman (2007, hlm. 73) bahwa
47
‘analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan, sedangkan sintesis berarti menyatukan, keduanya dipandang sebagai metode utama di dalam interpretasi’.
Penulis menggunakan pendekatan interdisipliner dalam melakukan interpretasi.
Pendekatan ini menggunakan bantuan dari berbagai disiplin ilmu yang serumpun, yaitu
ilmu-ilmu sosial. Penggunaan ilmu bantu ini dimaksudkan untuk mempertajam hasil
analisis. Dalam pendekatan interdisipliner ini penulis menggunakan ilmu bantu, berupa
ilmu sosiologi yang digunakan untuk menkaji kehidupan sosial, proses Identifikasi
masyarakat Tionghoa dan lain sebagainya dan ilmu bantu antropologi yang digunakan
untuk menkaji kebudayaan yang berpengaruh pada masyarakat Tiongoa, pendekatan
psikologi dan komunikasi memahami presepsi. Pendekatan tersebut guna membahas
secara mendalam dalam skripsi ini sehingga dapat diungkapkan secara mendalam
mengenai persepsi masyarakat etnis Tionghoa di kawasan Pecinan Kota Bandung.
3.2.4 Historiografi
Tahapan terakhir di dalam metode sejarah adalah historiografi.Tahapan ini
merupakan langkah dalam penelitian sejarah yang di dalamnya memuat tulisan
sistematis yang mengungkapkan hasil penelitian di mana sebelumnya telah melewati
tahapan – tahapan metode penelitian sejarah sebelum historiografi. Seperti yang
diungkapkan oleh Ismaun, (2005, hlm. 28) Historiografi adalah “pelukisan sejarah, gambaran sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu” .
Pada langkah ini penulis akan menuangkan hasil penelitiannya ke dalam sebuah
tulisan yang disusun secara sistematis dan memperhatikan hal-hal yang dianggap perlu
sehingga penulisan karya tulis ilmiah akan teruji dengan baik sehingga dapat
mempertanggungjawabkan kredibilitasnya selain itu dalam penulisan penelitian sejarah
ini penulis tidak terlepas dari sistematika penulisan skripsi di Universitas Pendidikan
Indonesia tahun 2013. Seperti yang dinungkapkan oleh Sjamsuddin (2007, hlm. 156) mengatakan bahwa “historiografi adalah penulisan yang utuh berupa suatu sintesis hasil penelitian atau penemuan sejarah”. Bukan hanya keterampilan teknis penggunaan kutipan dan catatan, akan tetapi dengan penggunaan pikiran-pikiran kritis dan
analisisnya juga.
Dalam penulisan sejarahnya peneliti akan mengungkapkan isi penelitianya
Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan ejaan yang disempurnakan, dalam
penyajian peristiwa sejarah terkait dengan Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap
Program Keluarga Berencana Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998.
Selain itu penulis juga menuangkan tulisannya disesuaikan dengan bukti – bukti yang
ada yang didukung dengan landasan berfikir yang sesuai sehingga didapatkan penulisan
sejarah yang baik dan sesuai dengan kaidah keilmuan.
3.3 Laporan Penelitian
Berdasarkan ketentuan penulisan karya ilmiah di lingkungan UPI, maka
sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
3.3.1 Bab I Pendahuluan
Pada bab ini, penulis berusaha untuk memaparkan dan menjelaskan mengenai
latar belakang masalah yang menjadi alasan penulis untuk melakukan penelitian dan
penulisan mengenai “Persepsi masyarakat Tionghoa terhadap program Keluarga
Berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung tahun 1970-1998”, rumusan masalah
yang menjadi beberapa permasalahan untuk mendapatkan data-data temuan di
lapangan, pembatasan masalah guna memfokuskan kajian penelitian sesuai dengan
permasalahan utama, tujuan penelitian dari penelitian yang dilakukan, metode dan
struktur organisasi skripsi.
3.3.2 Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab tinjauan pustaka ini berisi tentang kajian pustaka yang digunakan
dalam melakukan penelitian ini dan sebagai acuan untuk berfikir dalam menganalisa
permasalahan yang telah dirumuskan, maka penulis menggunakan beberapa literatur,
yakni berupa sumber - sumber yang berhubungan dengan penulisan skripsi yang berjudul “Persepsi Masyarakat Tionghoa Terhadap Program Keluarga Berencana Di Kawasan Pecinan Kota Bandung Tahun 1970-1998”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari kajian tinjauan pustaka, yang didasarkan dari beberapa sumber sejarah dan dari
disiplin ilmu sosial, diantaranya yaitu psikologi, komunikasi, sosiologi, dan
antropologi. Penulis akan mengkaji beberapa hal yakni, konsep persepsi, konsep
program keluarga berencana, Ketiga konsep susunan keluarga dan aspek-aspek
49
dengan penelitian skripsi ini. Penggunaan tinjauan pustaka ini diperlukan agar
penulisan dalam skripsi ini tidak hanya bersifat naratif, melainkan berdasarkan analisis
yang akan memperjelas suatu peristiwa historis untuk peningkatan mutu historiografi.
3.3.3 Bab III Metode Penelitian
Pada bab ini diuraikan mengenai kegiatan-kegiatan dan cara-cara yang
dilakukan dalam penelitian skripsi. Metode yang digunakan adalah metode penelitian
sejarah. Langkah-langkah penelitiannya meliputi heuristik atau proses pengumpulan
sumber, kritik terhadap sumber yang telah dikumpulkan, interpretasi sumber, hingga ke
tahap penulisan atau historiografi. Setiap langkah-langkah tersebut nantinya akan
dijelaskan lebih rinci lagi. Metode yang digunakan adalah metode historis dan teknik
yang digunakan adalah studi literatur.
3.3.4 Bab IV Pembahasan
Bab ini merupakan pembahasan dari penelitian sebagai jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada rumusan dan pembatasan masalah. Di dalam
Bab ini penulis akan memaparkan dan menganalisis bagaimana persepsi masyarakat
Tionghoa terhadap program keluarga berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung
tahun 1970-1998, di dalamnya akan mengungkapkan deskripsi umum daerah
penelitian, latar belakang sosial budaya daerah penelitian, persepsi masyarakat
Tionghoa terhadap program Keluarga Berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung
1970-1998.
3.3.5 Bab IV Kesimpulan
Bab kesimpulan ini merupakan kesimpulan penulis mengenai pembahasan yang
telah dipaparkan dari keseluruhan bab yang menggambarkan persepsi masyarakat
Tionghoa terhadap program keluarga berencana di kawasan Pecinan Kota Bandung
tahun 1970-1998. Selain itu juga terdapat atribut lainnya dari mulai kata pengantar
hingga riwayat hidup penulis, semua itu dijadikan ke dalam laporan utuh yang
sebelumnya telah melewati tahapan koreksi dan konsultasi dari Pembimbing I dan
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachim, I. (1973). Pengantar Masalah Penduduk. Bandung: Alumni
Ahmadi, A. & Kaelany. (1982). Kependudukan di Indonesia dan Berbagai Aspeknya.
Jakarta: Mutiara Permata Widya.
Brehm, S.S. & Kassin S. M. (1993). Sosial Psychologi. Boston: Houghton.
Budiarti, L. (2005). Psikologi Persepsi. Bandung: ITB.
Darahim, A. (2010). Kependudukan dan Peran Pendidikan Kependudukan Dalam
Mendukung Program KB Nasional. Jakarta: Ketua Umum Paguyuban Juang
Kencana (PJK) Pusat.
Depdikbud. (2004). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Faradina, T. (2007). Gambaran Persepsi Supir Bajaj Daerah Pangkalan Blok M
terhadap Keselamatn Berkendara di Jalan Raya tahun 2007. (Skripsi). Tidak
Diterbitkan, Program Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.
Forum Kajian Rakyat. (2004). Megawati dan Etnis Tionghoa. Jakarta: FKR.
Gottschalk, L. (1975). Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Hendrata, L. (1973). Aneka Cara KB. Jakarta: BKKBN, Biro penerangan dan Motivasi.
Hermana, H.G. (2014). Kerusuhan Anti Etnis Tionghoa Di Jatiwangi Februari 1998.
(Skripsi). Tidak Diterbitkan, Program Sarjana, Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Hidajat. (1977). Masyarakat dan Kebudayaan Cina di Indonesia. Bandung: Tarsito.
Ismaun. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan.
Bandung: Historia Utama Press.
Koentjaraningrat. (1979). Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Koentjaraningrat. (1990). Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press).
99
Kustedja, S. (2012). Jejak Komunitas Tionghoa dan Perkembangan Kota Bandung.
Jurnal Sosioteknologi, 26, hlm. 105 – 128.
Lampang, N. (2014). Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area
Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus Kelurahan Braga).
(Skripsi). Tidak Diterbitkan, Program Sarjana, UNIKOM, Bandung.
Lestari, P. dkk. (2007). Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Program
Keluarga Berencana (Penelitian Di Desa Panggungharjo Kecamatan Sewekon
Kabupaten Bantul). Laporan Penelitian Dosen Muda. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Liliweri, A. (2003). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta:
LKiS
Manuaba, I.B.G. (1989). Ilmu kebidanan dan Penyakit Kandungan dalam Upaya
Meningkatkan Kualitas Kehidupan. Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan
Guru Besar. Denpasar: Universitas Udayana.
Mochtar, R. (1993). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Mubyarto. (1984). Strategi Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta: P3PK-UGM.
Mulyana, D. (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Noerjanah, A. (2004). Komunitas Tionghoa Di Surabaya (1910-1946). Semarang:
Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah (Mesiass)
Pasaribu, I.L. & Simanjuntak. (1986). Sosiologi Pembangunan: Bandung: Tarsito.
Rahardjo, J. dkk. (1980). Wanita Kota Jakarta Kehidupan Keluarga dan Keluarga
Berencana. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ritonga, H.A. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas Di
Sumatera Utara. Sumatra Utara: (tidak dipublikasikan).
Saifuddin, A.B. (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontasepsi. Jakarta: Bina
Pustaka.
Samarwan, U. (2000). Analisis Presepsi, Prilaku Konsumsi dan Preferensi Terhadap
Pandangan Tradisional. Bandung: LIPI
Sarwono, S.W. (1976). Pengantar Umum Psikologi. Jakarta : PT. Bulan Bintang.
Setiono, B.G. (2003). Tionghoa Dalam Pusaran Politik. Jakarta: Elkasa.
Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Jakarta: Penerbit Ombak.
Skober, T.R. (2006). Orang Cina Di Bandung, 1930-1960 Merajut Geliat Siasat
Minoritas Cina. Konferensi Nasional Sejarah VIII. Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.
Soewarso, T. dkk. (1995). Persepsi Tentang Etos Kerja Kaitannya Dengan Nilai
Budaya Masyarakat. Semarang: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Sugihartono. (1996). Prilaku Seksual Remaja Pada Siswa SMU Di Kota Madya
Yogyakarta. Laporan Penelitian Fakultas Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: IKIP
Yogyakarta.
Suliyati, T. (Tanpa tahun). Studi Gender pada Masyarakat Tionghoa Di Daerah
Pecinan Semarang. (Skripsi). Tidak Diterbitkan, Program Sarjana, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Suryadinata, L. (1984). Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: Grafiti Perss.
Suryadinata, L. (1988). Kebudayaan Minorotas Tionghoa Di Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
Suryadinata, L. (1999). Etnis Tionghoa Dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: Pustaka
LP3ES.
Thoha, M. (Tanpa tahun). Birokrasi Pembangunan Desa Partisipasi Rakyat. Makalah
Lepas.
Tubbs, S.L. & Moss, S. (1980). Human communication. New York: Random House.
Vasanty, P. (2004). Kebudayaan Orang Tionghoa Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Walgito B. (1980). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi
Wiknjosastro. dkk. (1977) Family Planing In Rural West Java. Jakarta: Universitas
Indonesia.
WAWANCARA
Wawancara tanggal 1 Januari 2015, Iih Suryana (Unit Pelaksana KB-PLKB tahun 1990
101
Wawancara tanggal 22 April 2015, Ali Jambas, (ketua R.W. 01 Kelurahan Braga di
tahun 1986).
Wawancara tanggal 04 Juni 2015, Marga (wanita Tionghoa di Kelurahan Baraga dan
seorang ibu rumah tangga pengguna KB Mandiri di tahun 1995).
Wawancara tanggal 15 September 2015, Inggrit Suherman (wanita Tionghoa di
Kelurahan Braga, seorang wirausaha dan ibu rumah tangga).
Wawancara tanggal 28 September 2015, Susilawati (wanita Tionghoa di Kelurahan
Braga dan seorang ibu rumah tangga).
INTERNET
BKKBN. (2012). Sejarah BKKBN. [Online]. Tersedia di:
http://riau.bkkbn.go.id/ViewProfil.aspx?ProfilID=31.html. Diakses 18 Maret
2015.
Skinner, G.W. (1963). The Chinese Minority. [Online]. Tersedia di: