• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN MIKROBA PELARUT PHOSPHAT DAN MIKORIZA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI PUPUK PHOSPAT PADA TANAH ULTISOL KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN MIKROBA PELARUT PHOSPHAT DAN MIKORIZA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI PUPUK PHOSPAT PADA TANAH ULTISOL KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN MIKROBA PELARUT PHOSPHAT DAN MIKORIZA

SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI PUPUK PHOSPAT PADA

TANAH ULTISOL KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

Ernita

Staf Pengajar Kopertis Wilayah I dpk pada Fak. Pertanian UMN Al-Washliyah Medan

ABSTRAK

Pemanfaatan pupuk phosphat di kalangan petani di berbagai daerah di Sumatera Utara disinyalir telah melebihi dosis yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga hal ini merupakan suatu pemborosan dalam hal penggunaan pupuk. Tingginya kandungan P-total tanah tetapi T- tersedia yang rendah merupakan ciri tanah yang telah jenuhdengan pupuk phosphat. Untuk itu telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan alternatif yang bijaksana dalam penggunaan pupuk phosphat pada lahan-lahan yang telah jenuh pupuk P dengan memanfaatkan pupukhayati yakni mikroba pelarut phosphat dan mikoriza.

Penelitian dilakukan pada kondisi lahan Ultisol yang diambil secara komposit dari Kabupaten Langkat Sumatera Utara, yaitu lahan yang belum/sedikit dipupuk P dan lahan yang telah jenuh dengan pupuk P. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kondisi lahan (belum jenuh dan sudah jenuh pupuk P), faktor kedua adalah pemberian pupuk hayati (tanpa, jamur pelarut P, mikoriza, dan campuran), dan faktor ketiga adalah pemberian pupuk P (tanpa, rock P, and TSP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan lahan dengan pemberian pupuk phosphat menunjukkan hasil yang nyata dan sangat nyata dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, yang tercermin pada semua variabel yang diamati. Pupuk hayati yang digunakan meningkatkan berat kering tajuk tanaman, serapan P tanaman dan P-tersedia tanah. Pupuk hayati mikoriza (Glomus spp) dan campuran antara jamur pelarut phosphat dengan mikoriza merupakan pupuk hayati yang baik digunakan pada tanah Ultisol ini, di samping menggunakan rock phosphat, akan mengimbangi kondisi tanah yang telah jenuh dengan pupuk P.

Kata kunci: Mikroba pelarut fosfat, mikoriza, jenuh pupuk phosphat. PENDAHULUAN

Mikroba pelarut phosphat dan mikoriza adalah pupuk hayati (biofertilizer) yang merupakan hasil dari rekayasa bioteknologidi bidang ilmu tanah. Penggunaan pupuk hayati phosphat ini merupakan salah satu bagian dari Sistem Perharaan Tanaman Terpadu (Integrated Plant Nutrition System) yang dikembangkan

dalam Sistem Pertanian Organik (Organic Farming System) di Indonesia saat ini.

Sebagai salah satu unsur hara makro utama bagi tanaman, fosfor (P) berperan penting pada berbagai proses kehidupan, seperti fotosintesa, metabolisme karbohidrat, dan proses transfer energi dalam tubuh tanaman. Permasalahan utama fosfor adalah

(2)

ketersediaannya yang rendah bagi tanaman karena adanya fiksasi oleh lansir penjerap P di dalam tanah seperti Al3+, Fe2+ dan Mn2+. Pemupukan yang dilakukan setiap musim tanam menyebabkan timbunan P yang semakin banyak sebagai residu P tanah.

Pupuk hayati phosphat dapat berupa mikroorganisme pelarut phosphat (golongan bakteri, jamur ataupun aktinomisetes) ataupun mikoriza diketahui mampu meningkatkan efisiensi pemupukan P terutama pada lahan-lahan yang telah jenuh dengan pemupukan (lahan yang telah dipupuk berat) dengan cara menghasilkan asam-asam organik yang dapat mengkhelat logam seperti Al3+, Fe2+ dan Mn2+. Lahan yang telah jenuh dengan pemupukan dicirikan dengan tingginya kandungan P-total tanah tetapi kandungan P- tersedia yang rendah sampai sangat rendah. Lahan seperti ini tidak tanggap/respon lagi dengan pemupukan P. Tingginya kandungan P-total tanah terjadi akibat pemupukan yang terus menerus dan tidak dilakukan secara rasional (berimbang) sehingga residu pupuk semakin bertimbun. Plester, E.J. (1982), menyatakan bahwa efisiensi pemupukan P yang diberikan ke dalam tanah relatif sangat rendah, berkisar antara 10 hingga 30% saja diambil tanaman, selebihnya akan terakumulasi dan berubah bentuk menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Phosphat yang terakumulasi sebagai residu ini terjadi karena phosphat bersifat immobil sehingga tidak mudah tercuci di dalam tanah (Soepardi, 1983).

Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah sentra produksi pertanian di Propinsi Sumatera Utara. Selain penghasil tanaman palawija yang dibutuhkan sehari-hari oleh

masyarakat, daerah ini juga merupakan sentra perkebunan, seperti tanaman kelapa sawit, karet, tebu, tembakau dan lain sebagainya. Lahan-lahan di daerah ini umumnya didominasi oleh tanaman Ultisol atau tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut.

Tanah Ultisol tersebar cukup luas di Indonesia, yaitu sekitar 47,5 juta hektar (Hardjowigeno, 1986). Ultisol termasuk lahan marginal dengan produktivitas yang rendah karena secara kimiawi derajat kemasaman tanah (pH)-nya adalah rendah serta kelarutan unsur Al, Fe dan Mn yang tinggi menyebab unsur P menjadi tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Walaupun lahan ini tidak subur akan tetapi karena penyebarannya yang cukup luas menyebabkan lahan ini menjadi salah satu target pemerintah dalam sasaran pengem-bangan pertanian. Tanah ini masih berpo-tensi untuk dikembangkan bagi perluasan areal pertanian bila dikelola secara tepat.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan ini, para petani dan pekebun secara rutin menggunakan pupuk-pupuk kimia seperti pupuk TSP yang terbukti telah banyak menunjukkan peningkatan hasil tanaman secara cepat. Bila dilihat dalam skala nasional kebutuhan akan pupuk TSP pada tahun 1986 telah mencapai 1.181 juta ton, dan pada tahun-tahun berikutnya meningkat dengan tingkat pertumbuhan 6% per tahun (Kusartuti, 1987). Dosis pupuk yang digunakan juga sering tidak rasional sehingga lahan menjadi jenuh dengan pemupukan. Hal ini terbukti dengan tingginya kandungan P-total tanah tetapi kandungan P- tersedia sangat rendah. Selain itu penggunaan pupuk kimia ini di masa mendatang menyebabkan permasalahan yang cukup serius terhadap pencemaran

(3)

lingkungan. Dalam proses pembuatannya pupuk buatan memerlukan energi yang tinggi. (Harjanto, 1986).

Dalam situasi krisis moneter saat ini, mahalnya harga pupuk-pupuk buatan seperti TSP yang umumnya masih kita impor, menjadi faktor pembatas dalam meningkatkan produksi pertanian. Sebagai alternatif, maka penggunaan pupuk alam seperti rock phosphate merupakan cara yang tepat karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pupuk TSP. Akan tetapi karena rendahnya kelarutan pupuk alam ini (bersifat slow release) menyebabkan lambatnya ketersediaan P bagi tanaman terutama pada tanaman musiman. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mempercepat ketersediaan pupuk alam ini dengan memanfaatkan bakteri pelarut P dan mikoriza yang mampu menghasilkan asam-asam organik sehingga ketersediaan P menjadi lebih cepat.

Tujuan Penelitian. Untuk mengetahui kemampuan pupuk hayati dalam menggantikan pupuk TSP dan Rock Phospha dalam meningkatkan ketersediaan phosphat tanah Ultisol yang telah dan belum dipupuk berat di Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu alternatif/terobosan baru di bidang bioteknologi dalam memanfaatkan pupuk phosphat secara lebih efisien terutama pada tanah Ultisol yang telah dipupuk berat (umumnya) dan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara (khususnya). METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Desa Pertampilen Kecamatan Pancur Batu

Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dimulai dari bulan April hingga bulan Agustus 2004.

Adapun bahan yang dibutuhkan antara lain adalah:

- Tanah yang digunakan adalah jenis Ultisol yang diambil dari Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari dua jenis, yaitu tanah yang belum dipupuk atau masih sedikit dipupuk, dan tanah yang sering dipupuk atau telah dipupuk berat. Kondisi ini dapat diketahui dari sejarah pemupukannya, dan juga dari hasil analisis tanah awal terhadap kandungan hara P- tersedia tanah dan kandungan hara P-total tanah. Kedua jenis tanah ini diambil secara acak (random) dari bagian top soil, yaitu hingga kedalaman tanah 20 cm dari permukaan. Kemudian tanah ini dikering udarakan dan dihaluskan. Lalu tanah ini diayak dengan ayakan, dan dimasukkan ke dalam polibag. Lalu tanah ini diayak dengan ayakan, dan dimasukkan ke dalam polibag, masing-masing dengan berat 15 kg BTKO. Sebelumnya dihitung terlebih dahulu kadar airnya untuk memperhitungkan banyaknya jumlah air yang ditambahkan agar tanah mencapai kondisi kadar air kapasitas lapang.

- Benih yang digunakan adalah benih tanaman jagung (Zea mays) varietas Arjuna.

- Insektisida yang digunakan adalah jenis Basudin 60 EC.

- Pupuk yang digunakan sebagai perlakuan adalah:

• Tripel Super Phosphate atau TSP (46% P2O5) dengan dosis yang

setara dengan 100 kg P2O5/ha. • Rock Phosphate, dengan dosis

yang setara dengan 100 kg P2O5/ha

(4)

• Inokulan mikroba pelarut phosphat yang digunakan adalah dari kelompok jamur yaitu isolat KL-3 yang diisolasi di Lab. Biologi FP Universitas Sumatera Utara.

• Inokulan mikoriza yang digunakan adalah berasal campuran rajangan akar yang telah terinfeksi mikoriza dengan tanahdari spesies VAM Glomus

spp.

Pada perlakuan campuran jamur pelaurt phosphat dan mikoriza, maka dosis yang diberikan masing-masing adalah separuh dari sosis perlakuan tunggal.

Alat yang digunakan antara lain cangkul, ember, timbangan, ayakan, plastik/goni, sekop, serta alat-alat laboratorium yang dibutuhkan.

RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 3 (tiga) ulangan. Faktor pertama adalah pemberian pupuk hayati P, terdiri dari: H0 = tanpa/kontrol ; H1 = diberi jamur pelarut P ; H2 = diberi mikoriza ; H3 =

diberi campuran jamur pelarut P dan mikoriza. Faktor kedua adalah kondisi tanah Ultisol Kabupaten Langkat, terdiri dari: L1 = telah dipupuk

berat/jenuh P ; L2 = sedikit/tanpa

dipupuk/belum jenuh P. Faktor ketiga adalah pemberian pupuk phosphat, terdiri dari P0 = tanpa/kontrol ; P1 =

diberi Rock Phosphat ; P2 = diberi TSP

(Tripel Super Phosphate). Keseluruhan terdiri dari 3 x 4 x 2 x 3 = 72 satuan percobaan.

PROSEDUR PENELITIAN

Percobaan dilakukan di dalam wadah polibag dengan berat tanah masing-masing dari lahan yang telah

dipupuk berat dan lahan yang belum dipupuk berat masing-masing adalah 15 kg BTKO. Perlakuan pemberian jamur pelarut P yaitu isolat KL-3 sebanyak 5 ml/polibag dan VAM (Vesikular-Arbuskular Mikoriza) dari jenis Glomus spp sebanyak 10 g/polibag yang diletakkan 5 cm di bawah permukaan tanah.

Sedangkan perlakuan pemberian pupuk TSP dan Rock Phosphate masing-masing setara dengan 100 kg P2O5/ha. Pupuk dasar yang diberikan

adalah KCL setara dengan 75 kg K2O/ha dan Urea sebanyak 200 kg

N/ha.

Selanjutnya benih jagung ditanam 2 biji/polibag. Perawatan tanaman

mencakup penyiraman, pemberantasan hama dan penyakit.

Variabel yang diamati adalah berat kering tajuk tanaman (g/pot), berat kering akar tanaman (g/pot), serapan P- tanaman (Bray II) (mg/pot), P- tersedia tanah (ppm) dan berat 100 biji tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian pengaruh pemberian pupuk hayati dan pupuk P pada dua jenis tanah Ultisol Langkat yaitu tanah yang belum jenuh dengan pupuk P dan tanah yang telah jenuh dengan pupuk P, telah dilakukan pengamatan terhadap seluruh variabel yang diamati, disajikan dan dire-kapitulasi seperti pada Lampiran Tabel 1.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada perlakuan dua lahan Ultisol yang bereda, yaitu lahan yang belum jenuh dengan pupuk P dengan lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P berbeda nyata dan sangat nyata pada variabel berat kering tajuk tanaman, serapan P tanaman dan P-

(5)

tersedia tanah. Sedangkan variabel berat kering akar tanaman dan berat 100 biji tidak nyata pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat seperti pada Lampiran Tabel 2, Lampiran Tabel 3 dan Lampiran Tabel 4, masing-masing untuk variabel berat kering tajuk tanaman, serapan P tanaman dan P- tersedia tanah. Dari hasil uji beda rataan menurut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT), terlihat lahan Ultisol yang telah jenuh dengan pupuk P nyata meningkatkan berat kering tajuk tanaman sebesar 6,32% dibandingkandengan lahan yang belum jenuh dengan pupuk P. Sedangkan untuk variabel serapan P tanaman jagung terlihat bahwa lahan Ultisol yang telah jenuh dengan pupuk P secara sangat nyata meningkatkan serapan P tanaman jagung sebesar 15,54% dibandingkan dengan lahan yang belum jenuh dengan pupuk P dan pada variabel P- tersedia tanah terlihat bahwa lahan Ultisol yang telah jenuh dengan pupuk P nyata meningkatkan P- tersedia tanah sebesar 16,61%. Dibandingkan dengan lahan yang belum jenuh dengan P. Hal ini diakibatkan karena lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P masih menyisakan residu pupuk P pada saat tanah digunakan dalam penelitian ini sehingga respon ini tergambar dari variabel berat kering tanaman, serapan P tanaman dan P-tersedia tanahnya. Pada tanah yang belum jenuh dengan pupuk P hasil dari berbagai variabel yang diamati masih lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang sudah jenuh pupuk P, karena sedikitnya ketersediaan phosphat di dalam tanah pada akhirnya membatasi perkembangan tanaman yang tercermin dari variabel yang diamati.

Akibat perlakuan pemberian pupuk P menunjukkan hasil yang hampir sama dengan perlakuan lahan Ultisol yang

berbeda, hanya pada variabel berat kering tajuk tanaman yang tidak nyata pengaruhnya. Bila dilihat dari hasil uji rataan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) seperti pada Lampiran Tabel 4 dan Lampiran Tabel 5, untuk variabel serapan P tanaman dan P- tersedia tanah, terlihat bahwa pengaurh pemberian perlakuan pupuk P rata-rata meningkatkan serapan P tanaman jagung sebesar 6,06% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk P). Pemberian pupuk TSP menunjukkan hasil serapan P tanaman jagung yang paling tinggi (7,65% dibandingkan kontrol) dan pemberian pupuk rock phosphat meningkatkan serapan P tanaman jagung sebesar 4,47% dibandingkan dengan kontrol. Pada variabel P- tersedia tanah, pengaurh pemberian perlakuan pupuk P rata-rata meningkatkan P- tersedia tanah sebesar 8,45% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk P). Pemberian pupuk TSP menunjukkan hasil P- tersedia tanah yang paling tinggi (13,73% dibandingkan kontrol), sedangkan pemberian pupuk rock phosphat tidak berbeda dengan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, akan tetapi terlihat peningkatan P- tersedia tanah sebesar 3,17% dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terjadi karena pupuk phosphat yang diberikan ke dalam tanah meningkatkan kadar P pada tanaman sehingga serapan P- tanaman semakin bertambah besar.

Perlakuan pemberian pupuk hayati P menunjukkan hasil yang hampir sama dengan perlakuan lahan Ultisol, yaitu secara nyata mempengaruhi variabel berat kering tajuk tanaman dan serapan P tanaman sedangkan variabel P- tersedia tanah dipengaruhi secara sangat nyata. Bila dilihat dari hasil uji rataan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) seperti pada Lampiran 2, Lampiran Tabel 4 dan

(6)

Lampiran Tabel 5, untuk variabel berat kering tajuk tanaman, serapan P tanaman dan P- tersedia tanah, terlihat bahwa pengaruh pemberian perlakuan pupuk hayati rata-rata meningkatkan berat kering tajuk tanaman sebesar 9,55% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk hayati). Pemberian pupuk hayati mikoriza menunjukkan hasil berat kering tajuk tanaman yang paling tinggi (12,84% dibandingkan kontrol) di antara pemberian pupuk hayati lainnya, dimana hal ini tidak berbeda nyata dengan pemberian campuran pupuk hayati jamur pelarut phosphat dan mikoriza (9,85% dibandingkan kontrol). Sedangkan pemberian pupuk hayati jamur pelarut phosphat saja meningkatkan berat kering tajuk tanaman sebesar 5,97% dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Terhadap variabel serapan P tanaman terlihat bahwa pengaruh pemberian perlakuan pupuk hayati rata-rata meningkatkan serapan P tanaman sebesar 7,83% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk hayati). Pemberian pupuk hayati mikoriza menunjukkan hasil serapan P tanaman jagung yang paling tinggi (9,1% dibandingkan kontrol) di antara pemberian pupuk hayati lainnya, dimana hal ini tidak berbeda nyata dengan pemberian campuran pupuk hayati lainnya, dimana hal ini tidak berbeda nyata dengan pemberian campuran pupuk hayati jamur pelarut phosphat dan mikoriza (7,78% dibandingkan kontrol). Sedangkan pemberian pupuk hayati jamur pelarut phosphat saja meningkatkan serapan P tanaman jagung sebesar 6,61% dibanding-kan dengan perlakuan kontrol.

Pengaruh pemberian perlakuan pupuk hayati rata-rata meningkatkan P- tersedia tanah sebesar 5,20%

dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa pupuk hayati). Pemberian pupuk hayati campuran jamur pelarut phosphat dengan mikoriza menunjukkan P- tersedia tanah yang paling tinggi (18,22% dibandingkan kontrol) di antara pemberian pupuk hayati lainnya, dimana hal ini tidak berbeda nyata dengan pemberian campuran pupuk hayati mikoriza (17,1% dibandingkan kontrol). Sedangkan pemberian pupuk hayati jamur pelarut phosphat saja meningkatkan P- tersedia tanah sebesar 10,41% dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Dari interaksi seluruh perlakuan yang diteliti, hanyalah interaksi perlakuan antara lahan dengan pemberian pupuk P yang secara nyata dan sangat nyata mempengaruhi seluruh variabel yang diamati. Hal ini dapat dilihat dari Lampiran Tabel 2 hingga Lampiran Tabel 6 di atas. Pada Lampiran Tabel 2, terlihat bahwa interaksi perlakuan lahan dengan pemberian pupuk P meningkatkan berat kering tajuk tanaman. Peningkatan tertinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, peningkatan terjadi sebesar 27,5% bila dibandingkandengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa dipupuk P. Hal ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang belum jenuh pupuk dengan perlakuan pemberian pupuk P yaitu pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 13,44%), TSP (peningkatan sebesar 12,81%), serta kombinasi antara perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dengan pemberian pupuk TSP (peningkatan sebesar 10,94%). Sedangkan kombinasi antara perlakuan pada lahan yang sudah jenuh dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang belum jenuh

(7)

dengan pupuk P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali. Walaupun demikian terlihat peningkatan sebesar 8,1% dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali.

Dari hasil uji beda rataan menurut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT), seperti pada Lampiran Tabel 3 di atas, terlihat bahwa pengaruh interaksi perlakuan lahan dan pemberian pupuk P secara sangat nyata meningkatkan berat kering akar tanaman. Peningkatan yang paling tinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, peningkatan terjadi sebesar 28,97% bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa dipupuk P. Hal ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang belum jenuh pupuk P dengan perlakuan pemberian pupuk P yaitu pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 12,15%), TSP (peningkatan sebesar 14,02%), serta kombinasi antara perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dengan pemberian pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 8,41%) dan TSP (peningkatan sebesar 9,34%). Akan halnya dengan serapan P tanaman jagung, seperti pada Lampiran Tabel 4 terlihat bahwa peningkatan serapan P tanaman yang paling tinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P dan diberi pupuk TSP, dimana peningkatan serapan P tanama nyang terjadi sebesar 28,20% bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa diberi pupuk P. Hal ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang sudah jenuh pupuk P dan diberi

pupuk rock phosphat dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, yang

masing-masing meningkatkan serapan P sebesar 24,75% dan 27,21%.

Pada lahan yang belum jenuh pupuk P tetapi diberi pupuk TSP dan rock

phosphat, masing-masing meningkatkan serapan P tanaman

sebesar 16,56% dan 12,46% bila dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk P sama sekali.

Terhadap variabel P- tersedia tanah, interaksi perlakuan lahan dan pemberian pupuk P seperti pada Lampiran Tabel 5, menunjukkan bahwa peningkatan P- tersedia tanah yang paling tinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dan diberi pupuk hayati TSP, peningkatan terjadi sebesar 26,69% bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dan tanpa diberi pupuk P. Hal ini tidak berbda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang sudah jenuh pupuk P dengan perlakuan pemberian pupuk P yaitu pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 23,68%), serta kombinasi antara perlakuan lahan yang belum jenuh pupuk P dengan pemberian pupuk TSP (peningkatan sebesar 16,17%). Sedangkan kombinasi antara perlakuan pada lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P dengan pemberian puupk rock phosphat tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang belum jenuh dengan pupuk P dan tanpa diberi pupuk P sama sekali.

Dari hasil uji beda rataan menurut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT), seperti pada Lampiran Tabel 6 di atas, terlihat bahwa interaksi perlakuan yang diteliti yaitu interaksi perlakuan lahan dengan pemberian pupuk P secara sangat nyata meningkatkan berat 100 biji tanaman. Peningkatan

(8)

berat 100 biji tanama nyang paling tinggi adalah pada kombinasi perlakuan lahan yang sudah jenuh P dan tanpa pemberian pupuk P sama sekali, peningkatan terjadi sebesar 11,79% bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lahan yang belum jenuh dengan pupuk P dan tanpa dipupuk P. Hal ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan pada lahan yang sudah jenuh dengan pupuk P dengan perlakuan pemberian pupuk P yaitu pupuk rock phosphat (peningkatan sebesar 1,42%), TSP (peningkatan sebesar 2,83%), serta kombinasi antara perlakuan lahan yang sudah jenuh pupuk P dengan pemberian pupuk TSP dan pupuk rock phosphat yang

masing-masing mengalami peningkatan berat 100 biji tanaman

sebesar 4,72% dan 7,1%. KESIMPULAN

Penggunaan campuran antara mikoriza (Glomus spp) dan jamur pelarut fosfat bersama dengan pupuk rock phosphat merupakan alternatif dalam penggunaan pupuk phosphat yang baik digunakan pada tanah Ultisol Kabupaten Langkat Sumatera Utara untuk mengimbangi kondisi tanah yang telah jenuh dengan pupuk phosphat.

DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigeno, S. 1986. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, IPB.

Kucey, R.M.N. 1983. Phosphate Solubilizing Bacteria and Fungi in Various Cultivated and Virgin Alberta Soil. Canadian Journal of soil Science. 63(4):671-678.

Kusartuti. 1987. Sumber Pupuk Phosphat serta Penyediaan dan Kebutuhannya di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk Phosphat. Pusat Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Plaster, E.J. 1992. Soil Science and Management. Delmar Publisher Inc., New York. 514p.

Rochdjatun, I.S. 1995. Sudi Rekayasa Teknologi Pupuk Hayati Mikoriza. Prosiding Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V, pada tanggal 11-15 September 1995 di Jakarta, hal 101-127.

Thomas, G.V., M.V. Shantaram, and N. Saraswathy. 1985. Occurrence and Activity of Phosphate Solubilizing Fungi from Coconut Plantation Soils. Plant and Soil J. 87:357-364.

(9)

Lampiran

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pengamatan terhadap Seluruh Variabel yang Diteliti

L P H LxP LxH PxH LxPxH

Berat Kering Tajuk * tn * ** tn tn tn L = Lahan

Berat Kering Akar tn tn tn ** tn tn tn P = Pupuk P

Serapan P ** * * * tn tn tn H = Pupuk Hayati

P-Tersedia Tanah ** ** ** * tn tn tn * = nyata

Berat 100 Biji tn tn tn ** tn tn tn ** = sangat nyata

tn = tidak nyata

Variabel yang Diamati Perlakuan Keterangan

Tabel 2. Rataan Berat Kering Tajuk Tanaman (g/pot)

Lahan Pupuk Rataan

Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP

Belum Jenuh P Tanpa 26.2 34.6 32.4 34.9 32.0 B

Rock P. 35.2 33.0 37.9 39.1 36.3 AB

TSP 38.1 36.0 36.8 33.4 36.1 AB

Sudah Jenuh P Tanpa 40.8 39.4 42.4 40.6 40.8 A

Rock P. 26.6 34.2 41.5 36.2 34.6 B

TSP 33.8 35.6 36.1 36.3 35.5 AB

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L

33.2 34.5 35.7 35.8 34.8 b

33.7 36.4 40.0 37.7 37.0 a

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P

33.5 37.0 37.4 37.8 36.4 30.9 33.6 39.7 37.7 35.5 35.9 35.8 36.4 34.9 35.8 33.5 b 35.5 ab 37.8 a 36.8 a 35.9 Pupuk Hayati (H) Pupuk Hayati (H) Lahan Ultisol (L) Belum Jenuh P Sudah Jenuh P Pupuk (P) Pupuk Hayati (H) Tanpa Rock P. TSP Rataan H

Tabel 3. Rataan Berat Kering Akar Tanaman (g/pot)

Lahan Pupuk Rataan

Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP

Belum Jenuh P Tanpa 8.4 11.4 10.8 12.4 10.7 B

Rock P. 11.5 11.1 12.6 12.6 12.0 AB

TSP 12.8 12.1 13.1 10.9 12.2 AB

Sudah Jenuh P Tanpa 13.6 13.3 14.3 13.9 13.8 A

Rock P. 9.4 11.4 14.4 11.2 11.6 AB

TSP 11.2 11.5 12.1 12.0 11.7 AB

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L

10.9 11.5 12.2 12.0 11.6

11.4 12.1 13.6 12.4 12.4

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P

11.0 12.4 12.5 13.2 12.3

10.5 11.2 13.5 11.9 11.8

12.0 11.8 12.6 11.5 12.0

11.1 11.8 12.9 12.2 12.0

Pupuk Hayati (H)

Lahan Ultisol (L) Pupuk Hayati (H)

Belum Jenuh P Sudah Jenuh P TSP Rataan H Pupuk (P) Pupuk Hayati (H) Tanpa Rock P.

(10)

Tabel 4. Rataan Serapan P Tanaman Jagung (mg/pot)

Lahan Pupuk Rataan

Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP

Belum Jenuh P Tanpa 58.0 61.8 64.4 59.9 61.0 d

Rock P. 66.2 72.7 68.5 67.2 68.6 c

TSP 62.5 68.9 74.9 78.2 71.1 bc

Sudah Jenuh P Tanpa 76.1 78.6 77.6 78.2 77.6 a

Rock P. 68.6 81.6 79.1 75.3 76.1 ab

TSP 77.5 71.9 81.3 81.9 78.2 a

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L

62.2 67.8 69.3 68.4 66.9 B

74.1 77.4 79.3 78.5 77.3 A

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P

67.1 70.2 71.0 69.1 69.3 b

67.4 77.2 73.8 72.4 72.4 ab

70.0 70.4 78.1 80.0 74.6 a

68.1 b 72.6 a 74.3 a 73.4 a 72.1

Pupuk Hayati (H)

Lahan Ultisol (L) Pupuk Hayati (H)

Belum Jenuh P Sudah Jenuh P Pupuk (P) Pupuk Hayati (H) Tanpa Rock P. TSP Rataan H

Tabel 5. Rataan P- Tersedia Tanah (ppm)

Lahan Pupuk Rataan

Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP

Belum Jenuh P Tanpa 24.3 25.7 27.5 28.8 26.6 c

Rock P. 25.6 25.0 23.9 28.1 25.7 c

TSP 27.1 33.7 31.8 30.9 30.9 ab

Sudah Jenuh P Tanpa 25.5 30.5 33.0 32.0 30.2 b

Rock P. 27.4 32.2 36.3 35.9 32.9 ab

TSP 31.8 31.4 36.2 35.3 33.7 a

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L

25.7 28.1 27.8 29.3 27.7 B

28.2 31.4 35.2 34.4 32.3 A

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P

24.9 28.1 30.3 30.4 28.4 B

26.5 28.6 30.1 32.0 29.3 B

29.4 32.5 34.0 33.1 32.3 A

26.9 B 29.7 AB 31.5 A 31.8 A 30.0

Pupuk Hayati (H)

Lahan Ultisol (L) Pupuk Hayati (H)

Belum Jenuh P Sudah Jenuh P TSP Rataan H Pupuk (P) Pupuk Hayati (H) Tanpa Rock P.

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada variabel yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan taraf 1% (huruf besar) menurut DMRT.

(11)

Tabel 6. Rataan Berat 100 Biji Tanaman Jagung (g)

Lahan Pupuk Rataan

Ultisol (L) (P) Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran LxP

Belum Jenuh P Tanpa 20.1 21.4 21.3 21.9 21.2 b

Rock P. 22.8 22.5 22.9 22.8 22.7 ab

TSP 22.8 22.2 22.2 21.6 22.2 ab

Sudah Jenuh P Tanpa 23.6 23.3 24.3 23.7 23.7 a

Rock P. 19.6 21.2 23.4 21.8 21.5 ab

TSP 21.2 21.5 22.1 22.2 21.8 ab

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran L

21.9 22.0 22.1 22.1 22.0

21.5 22.0 23.2 22.6 22.3

Rataan

Tanpa Jamur PP Mikoriza Campuran P

21.9 22.3 22.8 22.8 22.4 21.2 21.9 23.1 22.3 22.1 22.0 21.9 22.1 21.9 22.0 21.7 22.0 22.7 22.3 22.2 Pupuk Hayati (H) Tanpa Pupuk Hayati (H)

Lahan Ultisol (L) Pupuk Hayati (H)

Belum Jenuh P Rock P. TSP Rataan H Sudah Jenuh P Pupuk (P)

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada variabel yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan taraf 1% (huruf besar) menurut DMRT.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pengamatan terhadap Seluruh Variabel yang Diteliti
Tabel 4. Rataan Serapan P Tanaman Jagung (mg/pot)
Tabel 6. Rataan Berat 100 Biji Tanaman Jagung (g)

Referensi

Dokumen terkait

 T erminal Towo’e Tahuna merupakan salah satu prasarana yang penting di kota Tahuna maupun Kabupaten Kepulauan Sangihe karena memiliki fasilitas umum yang

Harapan dari pengerjaan tugas akhir ini adalah model penilaian kualitas yang sesuai dengan e-Government Pemerintah Kabupaten Ngawi, dalam studi kasus ini tentang

PT merupakan organisasi yang bersifat non-profit sehingga pengukuran kinerjanya juga harus disesuaikan dimana lebih diarahkan bukan hanya hasil akhir tapi juga berdasar

Laju evapotranspirasi dari kawasan Danau Toba akan mempengaruhi jumlah air yang mampu disimpan di dalam tanah dan merupakan cadangan pasokan air ke dalam danau

Penurunan konsentrasi karbohidrat total keluaran bioreaktor hibrid anaerob bermedia cangkang sawit, menandakan bahwa bakteri yang terdapat di dalam bioreaktor telah

1. Merumuskan rencana prongram dan kegiatan ketatausahaan, rumah tangga serta pembinaan, pengembangan dan peningkatan kegiatan pelayanan umum perparkiran sesuai

Berdasarkan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian mengenai pengaruh kredibilitas selebriti endorser pada ekuitas merek dengan kredibilitas

Pengaruh Disiplin Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Pegawai Hasil uji hipotesis dan analisis regresi menunjukkan bahwa variabel disiplin